Macam-Macam Jaminan Pengertian Jaminan dan Macam-Macam Jaminan

15 pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”. Dari bunyi pasal tersebut dapat diketahui unsur-unsur agunan adalah sebagai berikut: 1. jaminan tambahan; 2. diserahkan oleh debitor kepada bank; 3. untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dalam dunia perbankan yang memiliki tingkat risiko tinggi, kedudukan jaminan sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan bank dalam meluncurkan kredit menggunakan dana milik nasabah, sehingga diperlukan suatu jaminan agar manakala debitor wanprestasi atau ingkar janji, kreditor dapat mengambil pemenuhan hutang dari penjualan barang yang dijaminkan melalui pelelangan umum M Khoidin, 2005:18. Menurut Johannes Ibrahim 2004:71 jaminan hendaknya dipertimbangkan: 1. Secured, artinya yaitu bahwa jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang- undangan . 2. Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi utang debitor.

3.3.2 Macam-Macam Jaminan

Dalam hukum perdata dikenal beberapa macam jaminan. Menurut Sembiring 2000:72, secara umum masalah jaminan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. 1. Jaminan Perorangan personal guaranty. Jaminan perorangan merupakan jaminan dimana seseorang pihak ketiga bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitor Muhamad Djumhana, 1996:248. Jaminan ini dapat dilakukan tanpa sepengetahuan si debitor. Borghtocht merupakan jaminan yang bersifat peorangan. Borghtocht yang dalam bahasa Indonesia disebut penjaminan atau penanggungan, diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. Dalam Pasal 1820 KUHPerdata dikemukakan bahwa “penanggungan adalah suatu 16 persetujuan dengan mana seseorang pihak ketiga, guna kepentingan pihak yang berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya pihak yang berutang dalam hal ia tidak dapat memenuhi kewajibannya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam borghtocht pemberi jaminannya adalah pihak ketiga secara perorangan. 2. Jaminan Kebendaan. Berbeda dengan jaminan perorangan, jaminan kebendaan ini obyeknya adalah suatu benda. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan Sutarno, 2003:147. Benda yang dapat dijadikan jaminan dapat berupa benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak. Dari dasar itulah jaminan kebendaan digolongkan menjadi beberapa macam, yaitu: a. Hipotik Istilah hipotik hypotheek berasal dari hukum romawi yaitu hypoteca, artinya adalah penjaminan atau pembebanan. Pengertian hipotik menurut Pasal 1162 KUHPerdata adalah “suatu hak kebendaan atas benda yang tidak bergerak, untuk mengambil penggantian bagi benda-benda tersebut bagi pelunasan suatu perikatan”. Namun setelah berlakunya Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Serta Benda-benda yang Berkaitan dengan tanah, hak kebendaan untuk benda tidak bergerak berupa tanah pengikatan jaminannya adalah hak tanggungan. Jadi yang dapat dihipotikkan hanya benda tidak bergerak bukan tanah yaitu pesawat udara yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan dan kapal laut yang berukuran diatas dua puluh meter kubik yang diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. b. Gadai. Gadai diatur dalam Buku II KUHPerdata Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160. Dalam Pasal 1150 disebutkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitor atau kuasanya sebagai jaminan atas utangnya, dan memberi wewenang kepada kreditor untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului 17 kreditor-kreditor lain dengan pengecualian biaya penjualan dan biaya penyelamatan barang itu. Dari rumusan tersebut dapat dilihat bahwa obyek dari gadai adalah benda bergerak di mana barang tersebut diserahkan kepada penerima gadai. c. Fidusia. Jaminan fidusia diatur tersendiri dalam Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam Undang-Undang tersebut memberikan pengertian tentang fidusia dan jaminan fidusia. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah hak jaminan benda bergerak baik berwujud maupun tudak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang dutamakan kepada penerima terhadap kreditor lainnya. Selain fidusia, jaminan kebendaan yang obyeknya benda bergerak adalah gadai. Perbedannya adalah jika gadai barang yang dijaminkan berada pada penguasaan kreditor, sedangkan untuk fidusia benda jaminan berada pada penguasaan pemilik jaminan. Oleh karena itu jaminan fidusia ini lebih disukai dalam kegiatan perkreditan dari pada gadai. Dengan fidusia, kreditor tidak perlu menyediakan tempat penyimpanan dan merawat barang jaminan, sedangkan di sisi lain pihak nasabah masih tetap dapat memakai barang yang dijaminkan. d. Hak Tanggungan. Sejak diundangkannya Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang disingkat UUHT, maka semua jaminan kebendaan atas tanah harus tunduk pada Undang-Undang ini. Pasal 1 angka 1 UUHT menyebutkan bahwa: “Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Perturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”. 18 Sebelum berlakunya UUHT ini, dasar hukum yang digunakan melakukan pengikatan jaminan atas tanah berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah menggunakan ketentuan mengenai hipotik dalam KUHPerdata Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 dan credietverband. Sedangkan obyek hak tanggungan telah diatur dan dijabarkan dalam Pasal 4 UUHT. Adapun ketentuan Pasal 4 UUHT berbunyi sebagai berikut: “1 Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah: a Hak Milik, b Hak Guna Usaha, c Hak Guna Bangunan; 2 Selain hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1, hak Pakai atas tanah negara menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dengan menurut sifatnya yang dapat dipindah tangankan dapat juga dibebani hak tanggungan; 3 Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah; 4 Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan; 5 Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat 4 tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan hak tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggunganyang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik”.

3.4 Pengertian Asuransi dan Macam-Macam Asuransi.