Analisis Kinerja Alokasi Subcarrier Dinamis Untuk Sistem Ofdm Downlink Pada Kanal Gelombang Milimeter

(1)

KARYA ILMIAH

ANALISIS KINERJA ALOKASI SUBCARRIER DINAMIS UNTUK SISTEM OFDM DOWNLINK PADA KANAL GELOMBANG MILIMETER

OLEH :

NAEMAH MUBARAKAH,ST,MT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS TEKNIK


(2)

ANALISIS KINERJA ALOKASI SUBCARRIER DINAMIS UNTUK SISTEM OFDM DOWNLINK PADA KANAL GELOMBANG MILIMETER

I. Pendahuluan

Jaringan komunikasi nirkabel saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat fenomenal di berbagai belahan dunia. Perkembangan teknologi layanan broadband yaitu high speed internet, digital video, audio broadcasting dan video conference dengan kapasitas besar dan bandwidth besar dari pemancar ke pengguna menyebabkan kebutuhan akan pelayanan broadband terus meningkat dengan cepat.

Layanan broadband yang menggunakan Local Multipoint Distribution System (LMDS) beroperasi di frekuensi 20-40 GHz. Salah satu permasalahan propagasi pada sistem komunikasi yang beroperasi pada frekuensi diatas 10 GHz adalah redaman yang disebabkan oleh hujan. Redaman hujan mengakibatkan terjadinya fading yaitu peristiwa pelemahan sinyal yang diterima oleh antena penerima berada dibawah batas threshold. Peristiwa fading ini sangat berpengaruh pada penyampaian gelombang elektromagnetik karena dapat menyebabkan sinyal yang diterima akan terganggu. Untuk aplikasi teknologi LMDS di negara tropis seperti Indonesia, redaman hujan yang merupakan fungsi distribusi ukuran titik hujan akan menjadi permasalahan yang esensial mengingat daerah tropis mempunyai curah hujan tinggi. Redaman hujan yang terjadi dapat mencapai 80 dB pada sistem dengan frekuensi 29 GHz dengan panjang link 5,7 km [1].

Untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan pada sistem yang sudah ada selama ini dilakukan pada layer (lapisan) yang terpisah namun hasilnya kurang optimal. Untuk itu dikembangkan mekanisme baru dalam framework (kerangka kerja) yang terintegrasi untuk mengoptimalkan kinerja dua layer yang berdekatan, yaitu Physical (PHY) Layer dan Media Access Control (MAC) layer. Metode penggabungan ini disebut dengan pendekatan cross-layer

[2][3].

Pendekatan cross-layer pada OFDM multiuser ini dilakukan dengan teknik Dynamic

Subcarrier Allocation (DSA), Adaptive Power Allocation (APA) dan gabungan DSA dan APA,

Joint Subcarrier and Power Allocation (JSPA) serta ditambah dengan metode adaptive packet


(3)

Channel State Information (CSI) dan informasi kedatangan trafik. Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak mempelajari tentang gabungan alokasi subcarrier dan daya pada Channel-Aware Queue-Aware (CAQA) [4] dan alokasi sumber dan penjadwalan cross-layer

pada jaringan multicarrier nirkabel [5][6].

 

Gambar 1.1 Penjadwalan data pada downlink berbasis OFDM [6]

Pada penelitian ini dilakukan penerapan teknik DSA pada transmisi gelombang milimeter yang terganggu oleh redaman hujan. Pengukuran redaman hujan telah dilakukan dengan menggunakan alat ukur disdrometer optik yang diletakan di lingkungan ITS Surabaya dengan masa pengukuran selama 4 bulan [7]. Dari pengukuran redaman hujan dapat dipelajari peningkatan kinerja sistem telekomunikasi dengan menggunakan teknik DSA dibandingkan dengan tanpa penerapan teknik DSA. Dari penelitian ini diharapkan akan diketahui seberapa besar keuntungan digunakan teknik DSA tersebut bagi peningkatan kinerja sistem pada jaringan broadband di negara tropis khususnya Indonesia yang dapat meningkatkan kapasitas, data rate,


(4)

 


(5)

II. Metode Penelitian

2.1Pengukuran Curah Hujan

Pengukuran curah hujan dilakukan di dalam lingkungan kampus ITS Surabaya menggunakan alat ukur disdrometer optik yang diletakkan diatas atap gedung Teknik Mesin ITS. Disdrometer optik bekerja berdasarkan sistem laser optik, dengan luas sensor 180 mm x 30 mm. Pengukuran dapat dilakukan secara real time, jika ada partikel-partikel hujan yang melewati balok laser maka disdrometer dapat mendeteksi curah hujan (mm/h) dan distribusi titik hujan. Kemudian hasilnya disimpan dalam software (Hydras dan ASDO) yang disebut data parsivel dan data curah hujannya berbentuk file txt. Dari pengukuran ini diperoleh data hujan dalam softwaere ASDO[7].

Gambar 2.1 Alat ukur Disdrometer Optik

2.2Pembangkitan Redaman Hujan

Dari hasil penelitian redaman Hujan di Surabaya dengan jarak antara user dan pemancar antara 1 – 3 km, dilakukan tahap-tahap sebagai berikut :

Tahap 1 :

Membangkitkan nilai , σ untuk 4 user berdasarkan jarak yang dibangkitkan secara acak dengan mengambil data referensi seperti pada tabel 2.1 [7].


(6)

Tabel 2.1 Rata-rata dan standar deviasi dari log redaman hujan SST

Panjang Link (km) Rata-rata () Standar deviasi ()

1 -1,0539 2,0574

2 -0,4554 2,1248

3 -0,1321 2,1719

Dari persamaan umum interpolasi polynomial :

1 ...

2 2 1

0     

a a x a x an

y (1)

didapat persamaan :

2 1376 . 0 0113 . 1 9276 . 1 )

( d d

y

    (2)

2 01015 . 0 09785 . 0 9697 . 1 )

( d d

y

   (3)

Dimana d adalah panjang link.

Tahap 2:

Membangkitkan nilai koefisien redaman hujan secara acak dengan mengambil data referensi pada tabel 2.2 [7].

Tabel 2.2 Korelasi redaman hujan menggunakan perhitungan redaman hujan SST

Link 1 Link 2  SST

1 1 450 0,9065

900 0,8467

1350 0,7132

1800 0,6784

2 2 450 0,8484

900 0,7434

1350 0,6139

1800 0,5996

3 3 450 0,8103

900 0,6869

1350 0,5717


(7)

Tahap 3 :

Menyusun matriks kovarian 44 :

               2 4 3 4 43 2 4 42 1 4 41 4 3 24 2 3 2 3 23 1 3 13 4 2 24 3 2 23 2 2 1 2 12 4 1 14 3 1 13 2 1 12 2 1                                      C

dimana [8] :

 

 

  

 





SST a n m b b

m n m

n ln exp exp 1 exp 1 exp

1 2 2

,

(4)

dimana :

2 2

2

2 n m n m

a

(5)

dan 2 2 2 2 m n m n

b         (6)

dengan µ adalah rata-rata (mean) ,σ adalah standart deviasi, ρSST adalah koefisien redaman

hujan SST, ρn,m adalah koefisien redaman hujan normal, n dan m adalah link 1 dan 2.

Tahap 4 :

Mendapatkan nilai redaman hujan masing-masing user dengan persamaan :

) exp(X

A (7)

dimana : dengan A sebagai nilai redaman hujan, y adalah matriks 41 Gaussian ( = 0 dan 

x

x Y m

C

X  1/2 

2

= 1) dan m adalah vektor dari . Kemudian memasukkan data tersebut untuk parameter sistem LMDS yang dapat dilihat pada tabel 2.3 [9].


(8)

Tabel 2.3 Parameter sistem LMDS (k=1,38.10-23 dan To=298 K)

Parameter Units Formula Value

Transmit Power into Antenna dBW Ptx: transmit power per carrier 0

Transmit antenna gain dBi Gt:Gant 15

Frequency GHz f: Transmit frequency 30

Path Length Km d: Hub to Subscriber Station

Range

2

Field Margin dB Lfm : Antenna Mis-Alignment -1

Free-Space Loss dB FSL = -92.45-20log(f)-20log(d) -128,013

Total Path Loss dB Ltot = FSL + LFM -129,013

Receiver Antenna Gain dBi Gr = Gant 30

Effective Bandwidth MHz BRF : Receiver Noise Bandwidth 80

Receiver Noise Figure dB NF : Effective Noise Figure 5

Thermal Noise dBW/MHz 10log(kTo) -143,85

System Loss dB Lsys=Gt+Ltot+Gr -84,013

Received Signal Level dBw RSL=Ptx+Lsys -84,013

Thermal Noise Power Spectral density dBW/MHz N0=10log(kTo)+NF -138,859

Carrier to Noise ratio dB C/N = RSL-No-10log(BRF) 35,8151

2.3Dynamic Subcarrier Allocation (DSA)

Tujuan dari DSA adalah untuk meningkatkan unjuk kerja jaringan berbasis OFDM pada saat daya transmisi terdistribusi secara seragam pada seluruh band frekuensi. Untuk menghitung kapasitas ci(f) yang ditransmisikan dapat dirumuskan dengan [5] :

                  Hz bps f f p f c f N f H f p f c i i i i i ) ( ) ( 1 log ) ( ) ( ) ( ) ( 1 log ) ( 2 2 2  

(8)


(9)

dengan adalah nilai konstanta untuk memberikan nilai BER yang diinginkan, dapat dirumuskan dengan :

)

5

ln(

5

,

1

BER

(10)

dan i(f)adalah kondisi kanal pada subscriber dengan frekuensi f dari useri, dimana :

) ( ) ( ) ( 2 f N f H f i i i

(11)

dengan Hi(f)adalah gain kanal pada user i pada subcarrier frekuensi f dan Ni(f) adalah daya

noise pada user i pada subcarrier frekuensi f.

Jika daya yang ditransmisikan dinormalisasi, dimana p(f) = 1, kemudian untuk mencapai kapasitas pada frekuensi f, ci(f), dapat diekspresikan pada persamaan 12.

))

(

1

(

log

)

(

f

2

f

c

i



i (12)

Setiap user atau setiap sesi memiliki bobot yang dinyatakan sebagai CSI dan berhubungan dengan waktu antrian. Bobot tersebut mengindikasikan fungsi utilitas yang digunakan untuk optimisasi crosslayer dan keseimbangan antara efisiensi dan fairness. Untuk trafik best effort

(trafik non-real time) mengadopsi fungsi utilitas dengan r = x kbps dan dirumuskan sebagai :

)

3

,

0

ln(

8

,

0

16

,

0

)

(

r

r

U

(13)


(10)

Tujuan akhirnya adalah untuk memaksimalkan jumlah utilitas keseluruhan user dimana pada DSA untuk memaksimalkan keadilan pelayanan terhadap user (fainess) yang dirumuskan dengan :

    

  

i

D i M

i i M

i

i

i U c f df

M r U

M ( )

1 ) ( 1

1 1

(14)

dengan M menyatakan sebagai jumlah user. Jumlah keseluruhan subcarrier dari M user adalah total bandwidth yang tersedia yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

 

M

i

B Di

1

, 0

 

(15)

M j

i j

i D

Di

j ,  dan , 1,2,..., (16)


(11)

III. Analisa Data

Dalam penelitian ini pertama sekali dilakukan simulasi redaman hujan yang dialami masing-masing user. Data yang dibangkitkan memiliki jarak untuk 1 – 3 km dari BTS ke user

berdasarkan tabel 1. Dari hasil simulasi diperoleh bahwa untuk daerah dengan radius kurang dari 3 km dari BTS tidak dapat dibangkitkan lebih dari 4 user disebabkan korelasi redamannya yang sangat besar. Untuk itu dalam penelitian ini user yang dibangkitkan terbatas pada 4 user saja dengan sudut antar user mendekati 900.

   

Gambar 3.1 Ilustrasi redaman yang terjadi pada 4 user

Untuk perbandingan kinerja teknik DSA dengan tanpa teknik DSA pada kanal gelombang milimeter yang terpengaruh redaman hujan, maka ada empat nilai yang dibandingkan, yaitu kapasitas, data rate, utility dan fairness. Untuk membandingkan ketiga teknik ini, maka kondisi redaman hujan pada sitem telekomunikasi yang dialami setiap user adalah sama. Tabel 4 menunjukkan kondisi redaman yang terjadi pada setiap user.


(12)

Tabel 3.1 Redaman hujan, SNR clear sky dan SNR untuk 4 user

User ke Jarak (km) Redaman (dB) SNR Clear Sky (dB) SNR (dB)

1 2,9137 30,9708 32,5469 1,5761

2 2,7603 23,5372 33,0166 9,4794

3 2,5896 39,0437 33,5709 -5,4728

4 2,0452 19,5732 35,6211 16,0479

Dari hasil perolehan nilai SNR pada bagian 3.1 maka dapat diperoleh besar kapasitas untuk masing-masing user. Kapasitas masing-masing user untuk 3 kondisi dibandingkan, yaitu pada kondisi clear sky, kondisi terpengaruh redaman hujan tanpa teknik DSA dan kondisi terpengaruh redaman hujan dengan teknik DSA. Ini dapat ditunjukkan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Perbandingan kapasitas kondisi clear sky dan kondisi dipengaruhi redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA

Kapasitas (bps/Hz) Redaman Hujan

User ke Jarak

(km) Clear Sky

Tanpa Teknik DSA Teknik DSA

1 2,9137 7,7938 0,2347 0,2347

2 2,7603 7,9492 1,0636 1,0636

3 2,5896 8,1326 0,0494 0,0494

4 2,0452 8,8117 2,5721 2,5721

Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa kapasitas pada kondisi clear sky lebih baik daripada kondisi terpengaruh redaman hujan baik dengan teknik DSA maupun tanpa teknik DSA. Kapasitas rata-rata untuk kondisi clear sky 8,1730 bps/Hz sedangkan untuk kondisi terpengaruh redaman hujan tanpa teknik DSA 0,9799 bps/Hz. Begitu juga dengan kapasitas rata-rata dengan teknik DSA pada kondisi terpengaruh redaman hujan yaitu 0,9799 bps/Hz. Kapasitas pada kondisi terpengaruh redaman hujan dengan teknik DSA memperoleh hasil yang sama dengan tanpa teknik DSA. Hal ini disebabkan pada teknik DSA tidak terdapat pengalokasian daya untuk masing-masing user sehingga diperoleh nilai yang sama untuk kedua kondisi ini.

Untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat dilakukan pengambilan data nilai kapasitas dari 10.000 kali iterasi. Kemudian dilakukan pengelompokan data berdasarkan kapasitas


(13)

maksimum, kapasitas minimum dan kapasitas rata-rata untuk masing-masing cluster baik itu pada kondisi clear sky, kondisi terpengaruh redaman hujan dengan teknik DSA dan tanpa teknik DSA. Dari hasil perolehan ini dilakukan persentase nilai kapasitas masing-masing user. Gambar 3.2, 3.3 dan 3.4 menujukan gambar Cumulative Distribution Function (CDF) kapasitas transmisi untuk kondisi clear sky, terpengaruh redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA.

Pada gambar 3.2, 3.3 dan 3.4 dapat dilihat bahwa untuk kondisi clear sky pada pembangkitan 4 user dengan jarak kurang 3 km dari pemancar mempunyai nilai kapasitas rata-rata transmisi antara 7,7 – 10,55 bps/Hz. Sedangkan untuk kondisi terpengaruh redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA memperoleh nilai kapasitas transmisi antara 0,00389 – 10,45 bps/Hz.

7.5 8 8.5 9 9.5 10 10.5 11

10-2 10-1 100 101 102

CDF Kapasitas Pada Kondisi Clear Sky

Kapasitas (bps/Hz)

P

ro

b

.K

a

p

a

si

ta

s <

=

a

b

si

s [

%

]

Kapasitas max Kapasitas min Kapasitas Rata-rata

Gambar 3.2 CDF Kapasitas pada kondisi clear sky

Kapasitas transmisi untuk maksimum, minimum dan rata-rata pada kondisi clear sky

memiliki kecenderungan yang sama untuk probabilitas outage lebih dari 0,01%. Sedangkan untuk probabilitas outage kurang dari 0,01% terdapat perbedaan nilai untuk kapasitas maksimum, minimum dan rata-rata. Pada kondisi terpengaruh redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA kapasitas maksimum, minimum dan rata-rata juga mempunyai kecenderungan yang sama untuk probabilitas outage kurang dari 0,01%.


(14)

0 2 4 6 8 10 12 10-2

10-1 100 101 102

CDF Kapasitas Pada Kondisi Terpengaruh Redaman Hujan

Kapasitas (bps/Hz)

P

rob.

K

apas

it

as

<

=

ab

s

is

[

%

]

Kapasitas max Kapasitas min Kapasitas Rata-rata

Gambar 3.3 CDF kapasitas dipengaruhi redaman hujan tanpa teknik DSA

0 2 4 6 8 10 12

10-2 10-1 100 101 102

CDF Kapasitas Kanal Dengan Teknik DSA

Kapasitas (bps/Hz)

P

ro

b.

K

ap

as

it

as

<

=

a

bs

is

[

%

]

Kapasitas max Kapasitas min Kapasitas Rata-rata

Gambar 3.4 CDF kapasitas dipengaruhi redaman hujan dengan teknik DSA

Probabilitas Pada kondisi clear sky 99,99% memperoleh nilai kapasitas rata-rata transmisi di atas 7,7 bps/Hz. Sedangakan pada kondisi terpengaruh redaman hujan dengan teknik


(15)

DSA dan tanpa teknik DSA ada 76.97% yang memperoleh nilai kapasitas rata-rata transmisi di atas 7,7 bps/Hz.

Dari perolehan hasil nilai kapasitas transmisi pada tabel 4.3, maka dapat kita peroleh nilai data rate dari masing-masing user seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Perbandingan data rate kondisi clear sky dan kondisi dipengaruhi redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA

Data Rate (Mbps)

Redaman Hujan

User ke Jarak

(km) Clear Sky

Tanpa Teknik DSA Teknik DSA

1 2,9137 155,8757 4,5765 4,5230

2 2,7603 158,9835 20,7394 22,491

3 2,5896 162,6521 0,9638 0,8570

4 2,0452 176,2344 50,1554 57,208

Pada tabel 3.3 diperoleh bahawa data rate untuk kondisi terpengaruh redaman hujan dengan teknik DSA mengalami peningkatan dengan data rate rata-rata 21,2698 Mbps dibandingkan tanpa teknik DSA yang mempunyai nilai data rate rata-rata 19,1088 Mbps. Artinya ada peningkatan nilai data rate dengan menggunakan teknik DSA sebesar 2,16098 Mbps. Meskipun demikian nilai ini masih jauh dari nilai data rate rata-rata pada kondisi clear sky yaitu sebesar 163,4364 Mbps. Pada teknik DSA dilakukan pengalokasian subcarrier yang disesuaikan dengan kebutuhan user. Hal ini yang mengakibatkan adanya peningkatan kecepatan data dibandingkan tanpa adanya pengalokasian subcarrier.

Perbedaan nilai data rate yang besar akan berpengaruh kepada nilai utility. Ini dikarenakan nilai utility yang berbanding lurus dengan nilai data rate. Semakin cepat data ditransmisikan maka semakin tinggi nilai utility-nya. Oleh karena itu nilai utility pada teknik DSA lebih baik daripada nilai utility tanpa teknik DSA. Ini dapat ditunjukkan pada tabel 3.4.


(16)

Tabel 3.4 Perbandingan utility kondisi clear sky dan kondisi dipengaruhi redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA

Utility

Redaman Hujan

User ke Jarak

(km) Clear Sky

Tanpa Teknik DSA Teknik DSA

1 2,9137 15,2517 12,4292 12,4197

2 2,7603 15,2674 13,6380 13,7029

3 2,5896 15,2857 11,1829 11,0890

4 2,0452 15,3499 14,3445 14,4498

Dari tabel 3.4 diperoleh bahwa nilai utility rata-rata untuk kondisi clear sky sebesar 15,2887. Sedangkan untuk kondisi terpengaruh redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA sebesar 12,8987 dan 12,9154. Artinya ada peningkatan utility rata-rata dengan menggunakan teknik DSA yaitu sebesar 0,0167.

Untuk hasil yang lebih akurat dilakukan 10.000 kali pengambilan data untuk memperoleh nilai utility dari pembangkitan 4 buah user. Dari pengambilan 10.000 kali data dilakukan pengelompokan berdasarkan nilai utility maksimum, utility minimum dan utility rata-rata untuk masing-masing cluster baik itu pada kondisi clear sky, kondisi terpengaruh redaman hujan dengan tanpa teknik DSA maupun dengan teknik DSA. Dari hasil perolehan ini dilakukan persentase nilai utility masing-masing user yang dapat dilihat grafik CDF nya pada gambar 3.5, 3.6 dan 3.7.

15.2 15.25 15.3 15.35 15.4 15.45 15.5 15.55

10-2

10-1

100

101

102

CDF Utility Pada Kondisi Clear Sky

Utility

P

ro

b

.U

tilit

y

<

=

a

b

s

is

[

%

]

Utility max Utility min Utility Rata-rata


(17)

8 9 10 11 12 13 14 15 16 10-2

10-1 100 101 102

CDF Utility Dipengaruhi Redaman Hujan

Utility

P

ro

b

.U

ti

lity

<= a

b

s

is

[%

]

Utility max Utility min Utility Rata-rata

Gambar 3.6 CDF Utility dipengaruhi redaman hujan tanpa teknik DSA

8 9 10 11 12 13 14 15 16

10-2 10-1 100 101 102

CDF Utility Dengan Teknik DSA

Utility

P

ro

b

.U

tilit

y

<

=

a

b

s

is

[

%

]

Utility max Utility min Utility Rata-rata

Gambar 3.7 CDF utility dengan teknik DSA

Dari hasil 10.000 kali iterasi diperoleh perbandingan utility pada pembangkitan 4 user

dengan radius kurang 3 km dari pemancar. Pada probabilitas outage kurang dari 0,01 % utility


(18)

dan kondisi terpengaruh redaman hujan, kondisi clear sky memberikan nilai utility rata-rata yang lebih baik dengan interval nilai 15,25 – 15,49. Sedangkan untuk kondisi terpengaruh redaman hujan mempunyai interval 9,14 – 15,38 dan pada teknik DSA antara 9,16 – 15,43.

Fungsi utility dapat digunakan sebagai referensi untuk menyeimbangkan antara efisiensi dan fairness. Semakin baik nilai utility maka keseimbangan antara efisiensi dan fairness semakin baik pula. Nilai fairness dapat diperoleh dari utility rata-rata pada setiap user. Pada kondisi clear sky, 99,99% nilai fairness berada di atas 15,25. Sedangkan pada kondisi redaman hujan nilai

fairness yang berada di atas 15 ada 86,99 % dan pada teknik DSA ada 87,7 %. Hal ini

menunjukkan adanya peningkatan kinerja dengan menggunakan teknik DSA sebesar 0,71 % untuk nilai fairness diatas 15.


(19)

IV. Kesimpulan

1. Penerapan teknik DSA dapat meningkatkan kinerja data rate hingga 2,16098 Mbps, peningkatan nilai utility rata-rata menjadi 9,16 – 15,43 bps/Hz, akan tetapi tidak menunjukan peningkatan kapasitas yang berarti.

2. Penerapan teknik DSA dapat meningkatkan kinerja fairness sistem. Pada kondisi clear sky, 99,99 % fairness berada di atas 15,25. Sedangkan pada kondisi terpengaruh redaman hujan tanpa teknik DSA hanya 86,99% fairness yang berada di atas 15. Dengan penggunaan teknik DSA nilai fairness bertambah 0,71% dibandingkan tanpa penerapan teknik ini.

3. Untuk kondisi daerah yang memiliki intensitas hujan yang tinggi seperti Indonesia, penerapan teknik DSA untuk sistem OFDM downlink pada kanal gelombang milimeter sangat baik untuk dilakukan.


(20)

Daftar Pustaka

[1] Salehudin, M., Hanantasena, B., Wijdeman, L., (1999) ”Ka Band Line-of-Sight Radio Propagation Experiment in Surabaya Indonesia”, 5th Ka-Band Util. Conf., hal. 161-165, Taormina, Italy.

[2] Jun, Y., Zhang dan Ben Letaief, K., (2004) “ Cross-layer Adaptive Resource Management for Wireless Packet Network with OFDM Signaling”, IEEE Transactions on Wireless Communications ,Vol.5 No.11.

[3] Jun, Y., Zhang dan Ben Letaief, K.(2006), “ Adaptive Resource Allocation and Scheduling for Multiuser Packet-based OFDM Networks”, IEEE International Conference on Communications, V3.15,1565-1575.

[4] Mohanram,C., dan hashyam, S., (2007),”Joint Subcarrier and Power Allocation in Channel-Aware Queue-Channel-Aware Scheduling for Multiuser OFDM”, IEEE Transaction on Wireless Communications Vol.6 No.9.

[5] Song, G. dan Ye Li, (2005) “ Cross-layer Optimization for OFDM Wireless Networks-part I : Theoretical Framework”, IEEE Transaction on Wireless Communications Vol.4 No.2. [6] Song , G., dan Ye Li, (2005) “ Cross-layer Optimization for OFDM Wireless Networks-Part

II : Algorithm Development”, IEEE Transaction on Wireless Communications Vol.4 No.2. [7] Mahmudah, H.(2008), “ Prediksi Redaman Hujan Menggunakan Synthetic Storm Technique

(SST)”, Tesis, ITS.

[8] Hendrantoro G (2007), ”Analysis of Diversity Gain in Dual-link Millimeter-wave Radio Communication Under the Impact of Rain Attenuation”, Industry.

[9] Chu C.Y dan Chen K.S (2005), “Effects of Rain Fading on the Efficiency of the Ka-Band LMDS System in the Taiwan Area”, IEEE Transaction On Vehicular Technology, Vol. 54 No. 1 hal. 9-19.


(1)

DSA dan tanpa teknik DSA ada 76.97% yang memperoleh nilai kapasitas rata-rata transmisi di atas 7,7 bps/Hz.

Dari perolehan hasil nilai kapasitas transmisi pada tabel 4.3, maka dapat kita peroleh nilai data rate dari masing-masing user seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Perbandingan data rate kondisi clear sky dan kondisi dipengaruhi redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA

Data Rate (Mbps)

Redaman Hujan User ke Jarak

(km) Clear Sky

Tanpa Teknik DSA Teknik DSA

1 2,9137 155,8757 4,5765 4,5230

2 2,7603 158,9835 20,7394 22,491

3 2,5896 162,6521 0,9638 0,8570

4 2,0452 176,2344 50,1554 57,208

Pada tabel 3.3 diperoleh bahawa data rate untuk kondisi terpengaruh redaman hujan dengan teknik DSA mengalami peningkatan dengan data rate rata-rata 21,2698 Mbps dibandingkan tanpa teknik DSA yang mempunyai nilai data rate rata-rata 19,1088 Mbps. Artinya ada peningkatan nilai data rate dengan menggunakan teknik DSA sebesar 2,16098 Mbps. Meskipun demikian nilai ini masih jauh dari nilai data rate rata-rata pada kondisi clear sky yaitu sebesar 163,4364 Mbps. Pada teknik DSA dilakukan pengalokasian subcarrier yang disesuaikan dengan kebutuhan user. Hal ini yang mengakibatkan adanya peningkatan kecepatan data dibandingkan tanpa adanya pengalokasian subcarrier.

Perbedaan nilai data rate yang besar akan berpengaruh kepada nilai utility. Ini dikarenakan nilai utility yang berbanding lurus dengan nilai data rate. Semakin cepat data ditransmisikan maka semakin tinggi nilai utility-nya. Oleh karena itu nilai utility pada teknik DSA lebih baik daripada nilai utility tanpa teknik DSA. Ini dapat ditunjukkan pada tabel 3.4.


(2)

Tabel 3.4 Perbandingan utility kondisi clear sky dan kondisi dipengaruhi redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA

Utility

Redaman Hujan User ke Jarak

(km) Clear Sky

Tanpa Teknik DSA Teknik DSA

1 2,9137 15,2517 12,4292 12,4197

2 2,7603 15,2674 13,6380 13,7029

3 2,5896 15,2857 11,1829 11,0890

4 2,0452 15,3499 14,3445 14,4498

Dari tabel 3.4 diperoleh bahwa nilai utility rata-rata untuk kondisi clear sky sebesar 15,2887. Sedangkan untuk kondisi terpengaruh redaman hujan tanpa teknik DSA dan dengan teknik DSA sebesar 12,8987 dan 12,9154. Artinya ada peningkatan utility rata-rata dengan menggunakan teknik DSA yaitu sebesar 0,0167.

Untuk hasil yang lebih akurat dilakukan 10.000 kali pengambilan data untuk memperoleh nilai utility dari pembangkitan 4 buah user. Dari pengambilan 10.000 kali data dilakukan pengelompokan berdasarkan nilai utility maksimum, utility minimum dan utility rata-rata untuk masing-masing cluster baik itu pada kondisi clear sky, kondisi terpengaruh redaman hujan dengan tanpa teknik DSA maupun dengan teknik DSA. Dari hasil perolehan ini dilakukan persentase nilai utility masing-masing user yang dapat dilihat grafik CDF nya pada gambar 3.5, 3.6 dan 3.7.

15.2 15.25 15.3 15.35 15.4 15.45 15.5 15.55

10-2 10-1 100 101 102

CDF Utility Pada Kondisi Clear Sky

Utility P ro b .U tilit y < = a b s is [ % ] Utility max Utility min Utility Rata-rata


(3)

8 9 10 11 12 13 14 15 16 10-2 10-1 100 101 102

CDF Utility Dipengaruhi Redaman Hujan

Utility P ro b .U ti lity <= a b s is [% ] Utility max Utility min Utility Rata-rata

Gambar 3.6 CDF Utility dipengaruhi redaman hujan tanpa teknik DSA

8 9 10 11 12 13 14 15 16

10-2

10-1

100

101

102

CDF Utility Dengan Teknik DSA

Utility P ro b .U tilit y < = a b s is [ % ] Utility max Utility min Utility Rata-rata

Gambar 3.7 CDF utility dengan teknik DSA

Dari hasil 10.000 kali iterasi diperoleh perbandingan utility pada pembangkitan 4 user dengan radius kurang 3 km dari pemancar. Pada probabilitas outage kurang dari 0,01 % utility maksimum, minimum dan rata-rata memiliki kecenderungan yang sama. Untuk kondisi clear sky


(4)

dan kondisi terpengaruh redaman hujan, kondisi clear sky memberikan nilai utility rata-rata yang lebih baik dengan interval nilai 15,25 – 15,49. Sedangkan untuk kondisi terpengaruh redaman hujan mempunyai interval 9,14 – 15,38 dan pada teknik DSA antara 9,16 – 15,43.

Fungsi utility dapat digunakan sebagai referensi untuk menyeimbangkan antara efisiensi dan fairness. Semakin baik nilai utility maka keseimbangan antara efisiensi dan fairness semakin baik pula. Nilai fairness dapat diperoleh dari utility rata-rata pada setiap user. Pada kondisi clear sky, 99,99% nilai fairness berada di atas 15,25. Sedangkan pada kondisi redaman hujan nilai fairness yang berada di atas 15 ada 86,99 % dan pada teknik DSA ada 87,7 %. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja dengan menggunakan teknik DSA sebesar 0,71 % untuk nilai fairness diatas 15.


(5)

IV. Kesimpulan

1. Penerapan teknik DSA dapat meningkatkan kinerja data rate hingga 2,16098 Mbps, peningkatan nilai utility rata-rata menjadi 9,16 – 15,43 bps/Hz, akan tetapi tidak menunjukan peningkatan kapasitas yang berarti.

2. Penerapan teknik DSA dapat meningkatkan kinerja fairness sistem. Pada kondisi clear sky, 99,99 % fairness berada di atas 15,25. Sedangkan pada kondisi terpengaruh redaman hujan tanpa teknik DSA hanya 86,99% fairness yang berada di atas 15. Dengan penggunaan teknik DSA nilai fairness bertambah 0,71% dibandingkan tanpa penerapan teknik ini.

3. Untuk kondisi daerah yang memiliki intensitas hujan yang tinggi seperti Indonesia, penerapan teknik DSA untuk sistem OFDM downlink pada kanal gelombang milimeter sangat baik untuk dilakukan.


(6)

Daftar Pustaka

[1] Salehudin, M., Hanantasena, B., Wijdeman, L., (1999) ”Ka Band Line-of-Sight Radio Propagation Experiment in Surabaya Indonesia”, 5th Ka-Band Util. Conf., hal. 161-165, Taormina, Italy.

[2] Jun, Y., Zhang dan Ben Letaief, K., (2004) “ Cross-layer Adaptive Resource Management for Wireless Packet Network with OFDM Signaling”, IEEE Transactions on Wireless Communications ,Vol.5 No.11.

[3] Jun, Y., Zhang dan Ben Letaief, K.(2006), “ Adaptive Resource Allocation and Scheduling for Multiuser Packet-based OFDM Networks”, IEEE International Conference on Communications, V3.15,1565-1575.

[4] Mohanram,C., dan hashyam, S., (2007),”Joint Subcarrier and Power Allocation in Channel-Aware Queue-Channel-Aware Scheduling for Multiuser OFDM”, IEEE Transaction on Wireless Communications Vol.6 No.9.

[5] Song, G. dan Ye Li, (2005) “ Cross-layer Optimization for OFDM Wireless Networks-part I : Theoretical Framework”, IEEE Transaction on Wireless Communications Vol.4 No.2. [6] Song , G., dan Ye Li, (2005) “ Cross-layer Optimization for OFDM Wireless Networks-Part

II : Algorithm Development”, IEEE Transaction on Wireless Communications Vol.4 No.2. [7] Mahmudah, H.(2008), “ Prediksi Redaman Hujan Menggunakan Synthetic Storm Technique

(SST)”, Tesis, ITS.

[8] Hendrantoro G (2007), ”Analysis of Diversity Gain in Dual-link Millimeter-wave Radio Communication Under the Impact of Rain Attenuation”, Industry.

[9] Chu C.Y dan Chen K.S (2005), “Effects of Rain Fading on the Efficiency of the Ka-Band LMDS System in the Taiwan Area”, IEEE Transaction On Vehicular Technology, Vol. 54 No. 1 hal. 9-19.