Pengukuran Curah Hujan Pembangkitan Redaman Hujan

II. Metode Penelitian

2.1 Pengukuran Curah Hujan

Pengukuran curah hujan dilakukan di dalam lingkungan kampus ITS Surabaya menggunakan alat ukur disdrometer optik yang diletakkan diatas atap gedung Teknik Mesin ITS. Disdrometer optik bekerja berdasarkan sistem laser optik, dengan luas sensor 180 mm x 30 mm. Pengukuran dapat dilakukan secara real time, jika ada partikel-partikel hujan yang melewati balok laser maka disdrometer dapat mendeteksi curah hujan mmh dan distribusi titik hujan. Kemudian hasilnya disimpan dalam software Hydras dan ASDO yang disebut data parsivel dan data curah hujannya berbentuk file txt. Dari pengukuran ini diperoleh data hujan dalam softwaere ASDO[7]. Gambar 2.1 Alat ukur Disdrometer Optik

2.2 Pembangkitan Redaman Hujan

Dari hasil penelitian redaman Hujan di Surabaya dengan jarak antara user dan pemancar antara 1 – 3 km, dilakukan tahap-tahap sebagai berikut : Tahap 1 : Membangkitkan nilai , σ untuk 4 user berdasarkan jarak yang dibangkitkan secara acak dengan mengambil data referensi seperti pada tabel 2.1 [7]. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Rata-rata dan standar deviasi dari log redaman hujan SST Panjang Link km Rata-rata  Standar deviasi  1 -1,0539 2,0574 2 -0,4554 2,1248 3 -0,1321 2,1719 Dari persamaan umum interpolasi polynomial : 1 ... 2 2 1       n a x a x a a y 1 didapat persamaan : 2 1376 . 0113 . 1 9276 . 1 d d y      2 2 01015 . 09785 . 9697 . 1 d d y     3 Dimana d adalah panjang link. Tahap 2: Membangkitkan nilai koefisien redaman hujan secara acak dengan mengambil data referensi pada tabel 2.2 [7]. Tabel 2.2 Korelasi redaman hujan menggunakan perhitungan redaman hujan SST Link 1 Link 2   SST 1 1 45 0,9065 90 0,8467 135 0,7132 180 0,6784 2 2 45 0,8484 90 0,7434 135 0,6139 180 0,5996 3 3 45 0,8103 90 0,6869 135 0,5717 180 0,5371 Universitas Sumatera Utara Tahap 3 : Menyusun matriks kovarian 4  4 :                2 4 3 4 43 2 4 42 1 4 41 4 3 24 2 3 2 3 23 1 3 13 4 2 24 3 2 23 2 2 1 2 12 4 1 14 3 1 13 2 1 12 2 1                                         C dimana [8] :                        b b a m n SST m n m n exp 1 exp 1 exp exp ln 1 2 2 ,       4 dimana : 2 2 2 2 m n m n a         5 dan 2 2 2 2 m n m n b         6 dengan µ adalah rata-rata mean , σ adalah standart deviasi, ρ SST adalah koefisien redaman hujan SST, ρ n,m adalah koefisien redaman hujan normal, n dan m adalah link 1 dan 2. Tahap 4 : Mendapatkan nilai redaman hujan masing-masing user dengan persamaan : exp X A  7 dimana : dengan A sebagai nilai redaman hujan, y adalah matriks 4  1 Gaussian  = 0 dan  x x m Y C X   2 1 2 = 1 dan m adalah vektor dari . Kemudian memasukkan data tersebut untuk parameter sistem LMDS yang dapat dilihat pada tabel 2.3 [9]. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3 Parameter sistem LMDS k=1,38.10 -23 dan T o =298 K Parameter Units Formula Value Transmit Power into Antenna dBW Ptx: transmit power per carrier Transmit antenna gain dBi Gt:Gant 15 Frequency GHz f: Transmit frequency 30 Path Length Km d: Hub to Subscriber Station Range 2 Field Margin dB Lfm : Antenna Mis-Alignment -1 Free-Space Loss dB FSL = -92.45-20logf-20logd -128,013 Total Path Loss dB Ltot = FSL + LFM -129,013 Receiver Antenna Gain dBi Gr = Gant 30 Effective Bandwidth MHz BRF : Receiver Noise Bandwidth 80 Receiver Noise Figure dB NF : Effective Noise Figure 5 Thermal Noise dBWMHz 10logkTo -143,85 System Loss dB Lsys=Gt+Ltot+Gr -84,013 Received Signal Level dBw RSL=Ptx+Lsys -84,013 Thermal Noise Power Spectral density dBWMHz N0=10logkTo+NF -138,859 Carrier to Noise ratio dB CN = RSL-No-10logBRF 35,8151

2.3 Dynamic Subcarrier Allocation DSA