Perhitungan Redaman Hujan Pada Kanal Gelombang Milimeter Untuk Daerah Medan

(1)

PERHITUNGAN REDAMAN HUJAN PADA KANAL

GELOMBANG MILIMETER UNTUK DAERAH MEDAN

OLEH :

CANDRA V. TAMBUNAN NIM : 090402091

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERHITUNGAN REDAMAN HUJAN PADA KANAL

GELOMBANG MILIMETER UNTUK DAERAH MEDAN

Oleh :

CANDRA V. TAMBUNAN NIM : 090402091

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Teknik

pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada tanggal 15 bulan Januari tahun 2014 di depan penguji 1) Maksum Pinem, ST. MT : Ketua Penguji

2) Ir. Arman Sani, MT : Anggota Penguji

Disetujui Oleh : Pembimbing Tugas Akhir

(NAEMAH MUBARAKAH, ST. MT) NIP : 19790506 200501 2 004

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU

(Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si.) NIP : 19540531 198601 1002


(3)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi layanan broadband saat ini menuntut suatu sistem komunikasi yang handal dan berkapasitas besar. Untuk memenuhi hal tersebut, pengembangan sistem komunikasi itu sendiri mulai dialihkan pada penggunaan frekuensi tinggi yang dikenal dengan kanal gelombang millimeter pada frekuensi di atas 10 GHz. Pita gelombang millimeter mencakup rentang frekuensi 30–300 GHz yang memiliki panjang gelombang 1–10 milimeter.

Permasalahan pada sistem yang menggunakan frekuensi di atas 10 GHz untuk daerah tropis adalah redaman yang cukup besar terutama redaman yang diakibatkan oleh hujan sehingga bisa menurunkan performansi dari sistem. Hal ini disebabkan karena adanya absorbsi danscatteringatau hamburan oleh titik hujan.

Untuk memperoleh statistik redaman hujan dapat dihitung dengan menggunakan pengukuran curah hujan langsung dan data cuaca dengan mempertimbangkan arah dan kecepatan angin menggunakan metode statistik

Synthetic Storm Technique (SST) untuk menghitung redaman hujan sepanjang link.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai redaman hujan SST multi link kota Medan untuk panjang link 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km masing – masing sebesar 5,91 dB, 10,67 dB, 17,8 dB, dan 23,67 dB. Perhitungan redaman hujan SST menunujukkan bahwa semakin panjang link maka redaman hujan akan semakin besar.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:

PERHITUNGAN REDAMAN HUJAN PADA KANAL GELOMBANG MILIMETER UNTUK DAERAH MEDAN

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Naemah Mubarakah, ST,MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir dan Dosen Wali Penulis yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si dan Bapak Rahmad Fauzi ST,MT

selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Melanthon P Haloho, SP (Pegawai BMKG Ngumban Surbakti) sebagai pembimbing dalam pengambilan dan pengolahan data.


(5)

4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis dan seluruh pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada Bapak dan Ibu tercinta yang selalu merawat, menjaga, dan mendoakan dan memberikan segalanya kepada penulis sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan

6. Rekan-rekan seperjuangan atas segala bantuan dan dukungannya.

7. Teman baik saya Metha Tinambunan yang selalu mendukung dan mendoakan saya hingga menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan dan memperkaya kajian Tugas Akhir ini. Besar harapan penulis bahwa Tugas Akhir ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa Departemen Teknik Elektro FT–USU.

Medan, Januari 2014 Penulis,

Candra V. Tambunan NIM: 090402091


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………..…i

KATA PENGANTAR………... ii

DAFTAR ISI………..…iv

DAFTAR GAMBAR……….vii

DAFTAR TABEL……….. ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….…….………….. 1

1.2 Rumusan Masalah………... 2

1.3 Batasan Masalah ………... 2

1.4 Tujuan Penelitian……….………... 3

1.5Metodologi Penulisan ………... 3

1.6 Sistematika Penulisan ………... 4

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO 2.1 Pendahuluan ..……….….. 6

2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik ……….. 8

2.3 Mekanisme Dasar Perambatan Gelombang Elektromagnetik .... 11

2.3.1 Refleksi(Pemantulan) ………. 11

2.3.2 Scattering (Hamburan/Penyebaran)………. 12

2.3.3 Refraksi(Pembiasan) ……… 12

2.3.4 Difraksi (Lenturan) ……… 13

2.4 Sistem Komunikasi Gelombang Milimeter…...…………. 14


(7)

2.4.2 Propagasi Gelombang Milimeter ……….… 15

2.5 Intensitas Hujan dan Redaman Hujan………... 19

2.5.1 Pendahuluan ……….………..…………. 19

2.5.2 Intensitas Hujan ……….………..……… 19

2.5.3 Redaman Hujan ……….………..……… 23

2.6 Sistem Komunikasi Yang Menggunakan Kanal Gelombang Milimeter ………... 26

2.6.1 Local Multipoint Distribution Service...…………. 26

2.6.2 Komunikasi Point To Point LTE ……… 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ………..……... 31

3.1.1 Data Cuaca ……….. 32

3.1.2 Perhitungan Redaman ………. 34

3.1.3 Nilai Redaman Hujan ……… 43

BAB IV PERHITUNGAN REDAMAN HUJAN PADA KANAL GELOMBANG MILIMETER UNTUK DAERAH MEDAN 4.1 Redaman Hujan SST …….……… 45

4.2 Perhitungan Redaman Hujan Untuk Daerah Padang Bulan …... 46

4.3 Perhitungan Redaman Hujan Untuk Daerah Sampali …….….... 50

4.4 Perhitungan Redaman Hujan Untuk Daerah Polonia …... 54

4.5 Redaman Hujan Kota Medan ………... 57

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ………... 59


(8)

DAFTAR PUSTAKA……… 61 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gelombang elektromagnetik 7

Gambar 2.2 Polarisasi gelombang radio 8

Gambar 2.3 Refleksi (pemantulan) 11

Gelombang Elektromagnetik

Gambar 2.4 Scattering(hamburan) Gelombang Elektromagnetik 12

Gambar 2.5 Refraksi (Pembiasan) 13

Gambar 2.6 Difraksi (Lenturan) 13

Gambar 2.7 Ilustrasi jaringan akses nirkabel pita lebar 14 Gambar 2.8 Pemetaan daerah-daerah Fresnel 16

Gambar 2.9 Hamburan oleh titik hujan 24

Gambar 2.10 Arsitektur LMDS 28

Gambar 3.1 Alur jalannya penelitian 31

Gambar 3.2 Peta lokasi pengambilan sampel 32 Gambar 3.3 Anemometer mangkok untuk mengukur arah 33

dan kecepatan angin

Gambar 3.4 Penakar hujan jenis hellman 33

Gambar 3.5 Konfigurasi link 35

Gambar 4.1 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 47 pada link timur dan barat 1 - 4 km

Gambar 4.2 Kurva distribusi kumulatif redamaan hujan 47 pada link timur laut 1 - 4 km


(10)

pada link barat laut 1 - 4 km

Gambar 4.4 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 48 pada link utara 1 - 4 km

Gambar 4.5 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 50 pada link timur dan barat 1 - 4 km

Gambar 4.6 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 51 pada link timur laut 1 - 4 km

Gambar 4.7 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 51 pada link barat laut 1–4 km

Gambar 4.8 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 52 pada link utara 1 -4 km

Gambar 4.9 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 54 pada link timur dan barat 1 - 4 km

Gambar 4.10 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 54 pada link timur laut 1 - 4 km

Gambar 4.11 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 55 pada link barat laut 1 - 4 km

Gambar 4.12 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan 55 pada link utara 1 - 4 km


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pita-pita frekuensi 9

Tabel 1.2 Pita frekuensi gelombang mikro 10 Tabel 1.3 Parameter k dan α terhadap frekuensi dan polarisasi 26 Tabel 4.1 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkmaksimum 49

Padang Bulan

Tabel 4.2 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkdengan 50

outage probability0,1 % Daerah Padang Bulan

Tabel 4.3 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkmaksimum 52 Sampali

Tabel 4.4 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkdengan 53

outage probability0,1 % Daerah Sampali

Tabel 4.5 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkmaksimum 56 Polonia

Tabel 4.6 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkdengan 57

outage probability0,1 % Daerah Polonia


(12)

ABSTRAK

Perkembangan teknologi layanan broadband saat ini menuntut suatu sistem komunikasi yang handal dan berkapasitas besar. Untuk memenuhi hal tersebut, pengembangan sistem komunikasi itu sendiri mulai dialihkan pada penggunaan frekuensi tinggi yang dikenal dengan kanal gelombang millimeter pada frekuensi di atas 10 GHz. Pita gelombang millimeter mencakup rentang frekuensi 30–300 GHz yang memiliki panjang gelombang 1–10 milimeter.

Permasalahan pada sistem yang menggunakan frekuensi di atas 10 GHz untuk daerah tropis adalah redaman yang cukup besar terutama redaman yang diakibatkan oleh hujan sehingga bisa menurunkan performansi dari sistem. Hal ini disebabkan karena adanya absorbsi danscatteringatau hamburan oleh titik hujan.

Untuk memperoleh statistik redaman hujan dapat dihitung dengan menggunakan pengukuran curah hujan langsung dan data cuaca dengan mempertimbangkan arah dan kecepatan angin menggunakan metode statistik

Synthetic Storm Technique (SST) untuk menghitung redaman hujan sepanjang link.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai redaman hujan SST multi link kota Medan untuk panjang link 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km masing – masing sebesar 5,91 dB, 10,67 dB, 17,8 dB, dan 23,67 dB. Perhitungan redaman hujan SST menunujukkan bahwa semakin panjang link maka redaman hujan akan semakin besar.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jaringan teknologi komunikasi saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat di berbagai belahan dunia. Perkembangan teknologi layanan

broadband seperti high speed internet, digital video, audio broadcasting dan

video conference dengan kapasitas besar dan bandwidth besar dari pemancar ke penerima menyebabkan kebutuhan akan pelayanan broadband terus meningkat. Layananbroadbandyang menggunakan kanal gelombang milimeter beroperasi di frekuensi di atas 10 GHz. Aplikasi yang menggunakan kanal gelombang millimeter salah satunya adalah teknologi LMDS (Local to Multiponit Distribution Systems) yang menggunakan frekuensi 20- 40 Ghz.

Salah satu permasalahan propagasi pada sistem komunikasi yang beroperasi pada frekuensi di atas 10 GHz adalah redaman yang disebabkan oleh hujan sehingga bisa menurunkan performansi dari sistem. Untuk daerah tropis seperti Indonesia yang mempunyai curah hujan tinggi maka redaman yang sangat berpengaruh adalah redaman yang disebabkan oleh hujan atau sering disebut dengan redaman hujan.

Redaman hujan mengakibatkan terjadinya fading yaitu peristiwa pelemahan sinyal yang diterima oleh antena penerima berada di bawah batas

threshold. Penelitian untuk menghitung redaman hujan sebelumnya sudah pernah dilakukan di Surabaya dengan nilai redaman hujan mencapai 80 dB untuk panjang link 5,7 km [1]. Untuk memperoleh statistik redaman hujan sepanjang link dapat


(14)

dihitung dengan menggunakan metode statistik Synthetic Storm Technique (SST) dengan pengukuran curah hujan langsung dan data cuaca yang mempertimbangkan arah dan kecepatan angin.

Pada Tugas Akhir ini, akan dianalisis perhitungan besar redaman hujan pada kanal gelombang millimeter yang terjadi di kota Medan dengan panjang link 1 km , 2 km, 3 km, dan 4 km dengan menggunakan metode Synthetic Storm Technique(SST).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah dari Tugas Akhir ini yaitu berapa kemungkinan nilai redaman hujan yang terjadi di kota Medan untuk panjang link 1 km, 2 km, 3 km, dan 4 km.

1.3 Batasan masalah

Pembatasan masalah pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Perhitungan redaman hujan SST berdasarkan data hasil pengukuran intensitas hujan oleh di daerah Padang Bulan Medan, Polonia Medan, dan Sampali Medan dengan menggunakan hellman dengan periode pengamatan September–November 2012.

2. Tempat pengukuran yang mewakili kota Medan adalah Sampali, Polonia, dan Padang Bulan.

3. Pengukuran intensitas hujan dengan alat hellman dilakukan pada lapangan terbuka dengan ketinggian sekitar 1,5 m di atas tanah dan pengukuran


(15)

kecepatan menggunakan alat anemometer dengan ketinggian sekitar 2 m di atas tanah.

4. Menggunakan frekuensi 30 Ghz dengan polarisasi horizontal dan panjang link 1 km, 2 km, 3 km, dan 4 km.

5. Perangkat lunak yang digunakan sebagai simulator adalah Matlab R2010a. 6. Alat penakar hujan Hellman tidak dibahas secara khusus

7. Parameter yang dianalisis adalah redaman hujan (A), kecepatan angin (vr), dan panjangsegmen (Δ L).

8. Metode yang digunakan untuk dalam perhitungan redaman hujan adalah

Synthetic Storm Technique(SST). 9. Link dianggap bebas penghalang.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menghitung besar redaman hujan yang terjadi di kota Medan dengan panjang link 1 km, 2 km, 3 km, dan 4 km.

1.5 Metodologi Penenulisan

Metodologi penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Mempelajari dan memahami buku-buku dan jurnal-jurnal yang telah ada sebelumnya untuk dijadikan sebagai acuan dan referensi guna membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.


(16)

2. Studi Analisis

Berupa studi analisis yang dilakukan pada data yang diperoleh dari tiga titik lokasi penelitian.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas akhir ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO

Bab ini menjelaskan tentang gelombang elektromagnetik secara umum, pembagian spektrum dari gelombang elektromagnetik, mode perambatan gelombang elektromagnetik, propagasi gelombang millimeter, intensitas hujan, redaman hujan, dan Sistem komunikasi yang menggunakan kanal gelombang millimeter.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, data cuaca, perhitungan redaman, dan nilai redaman hujan.

BAB IV PERHITUNGAN REDAMAN HUJAN PADA KANAL

GELOMBANG MILIMETER

Pada bab ini akan dihitung besar redaman hujan dengan menggunakan metodeSynthetic Storm Technique (SST) dengan panjang link 1 km, 2 km, 3 km, dan 4 km dengan asumsi link timur sebagai referensi.


(17)

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang berkaitan dengan tujuan bab I dan saran – saran serta beberapa kemungkinan pengembangan dan penyempurnaan Tugas Akhir ini.


(18)

BAB II

PROPAGASI GELOMBANG RADIO

2.1 Pendahuluan

Pengggunaan gelombang radio sebagai pembawa sinyal komunikasi multimedia didasarkan pada fleksibilitas sistem komunikasi radio dibandingkan sistem komunikasi dengan kabel [2]. Gelombang radio adalah radiasi energi (radiasi elektromagnetik) yang berpropagasi pada kecepatan cahaya (186 mil atau 300.000.000 meter/detik) [3]. Gelombang ini merambat atau berpropagasi melalui udara dari antena pemancar ke antena penerima yang jaraknya bisa mencapai beberapa kilometer, bahkan ratusan sampai ribuan kilometer. Gelombang radio tersebut terdiri dari garis-garis gaya listrik (E) dan garis-garis gaya magnet (H). Susunan dari garis-garis gaya listrik dan garis-garis gaya magnet yang terdapat dalam gelombang radio disebutTransverse Electromagnetics(TEM), dan susunan garis gaya tersebut adalah [4] :

1. Garis gaya listrik (E) tegak lurus garis gaya magnet (H) 2. Garis gaya listrik (E) tegak lurus arah rambatan

3. Kumpulan garis-garis gaya yang terbanyak merupakan harga kuat medan maksimum.

Gambaran dari suatu gelombang elektromagnetik bidang XYZ dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(19)

Gambar 2.1 Gelombang elektromagnetik

Dari Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa gelombang radio selalu mempunyai : 1. Kuat medan listrik (E) dan kuat medan magnet (H)

2. Arah rambatan 3. Panjang gelombang 4. Polarisasi

Polarisasi gelombang radio adalah arah dari garis gaya listrik (E). Macam–macam polarisasi gelombang radio adalah:

1. Polarisasi linier yaitu: bila arah garis gaya listriknya merupakan garis lurus. Polarisasi ini terbagi menjadi dua:

a. Polarisasi linier vertikal, yaitu bila arah garis gaya listriknya tegak lurus terhadap permukaan bumi/tanah.

b. Polarisasi linier horizontal, yaitu bila arah garis gaya listriknya sejajar terhadap permukaan tanah/bumi.


(20)

Gambar 2.2 Polarisasi gelombang radio

2. Polarisasi non linier yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar. Polarisasi ini terbagi menjadi dua :

a. Polarisasi non linier positif, yaitu bla arah garis gaya listriknya melingkar searah jarum jam.

b. Polarisasi non linier negatif, yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar berlawanan arah jarum jam

2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Spektrum gelombang elektromagnetik dapat dikelompokkan berdasarkan rentang frekuensi dan panjang gelombang. Tabel 1.1 menunjukkan pengelompokan pita frekuensi yang umum digunakan berdasarkan rentang frekuensi dan panjang gelombang [5].


(21)

Tabel 1.1 Pita-pita frekuensi

Pita Rentang frekuensi Panjang gelombang ELF (Extremely low frequency) 30–300 Hz 10.000–1000 km

VF (voice frequency) 300-3000 Hz 1000–100 km VLF (very low frequency) 3–30 KHz 100–10 km

LF (low frequency) 30–300 KHz 10–1 km MF (medium frequency) 300–3000 KHz 1000–100 m

HF (high frequency) 3–30 MHz 100–10 m VHF (very high frequency) 30–300 MHz 10–1 m

UHF (ultra high frequency) 300–3000 MHz 100–10 cm SHF (super high frequency) 3–30 GHz 10–1 cm EHF (extremely high frequency) 30–300 GHz 10–1 mm

Inframerah 300 GHz–400 THz 1 mm–770 nm

Lebar pita frekuensi yang digunakan untuk gelombang mikro dan milimeter adalah dari 500 MHz – 300 GHz. Namun yang telah diberikan nama secara internasional adalah pada rentang 500 MHz – 40 GHz seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 [6].


(22)

Tabel 1.2 Pita frekuensi gelombang mikro

Frekuensi

Penamaan pita gelombang mikro

Old New

500 -1000 MHz VHF C

1–2 GHz L D

2 -3 GHz S E

3–4 GHz S F

4–6 GHz C G

6–8 GHz C H

8–10 GHz X I

10–12.4 GHz X J

12.4–18 GHz Ku J

18–20 GHz K J

20–2.5 Ghz K K

26.5–40 GHz Ka K

Hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi dinyatakan sebagai berikut [4]:

λ = c/f (2.1)

dimana :

λ = panjang gelombang (m) f = Frekuensi (Hz)

c = Kecepatan gelombang radio di udara (m/detik) = 3x108


(23)

2.3 Mekanisme Dasar Perambatan Gelombang Elektromagnetik

Ada beberapa mekanisme dasar perambatan gelombang elektromagnetik yang dikenal antara lain refleksi,scattering, refraksi, dan difraksi.

2.3.1 Refleksi (Pemantulan)

Refleksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik mengenai obyek yang memiliki dimensi lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal dari pemancar gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Refleksi terjadi pada permukaan bumi, bangunan, tembok, dan penghalang yang lain. Ketika gelombang radio mengenai bahan dielektrik sempurna, sebagian dari energinya ditransmisikan ke medium kedua, dan sebagian lagi dipantulkan kembali ke medium pertama sehingga tidak ada kehilangan energi karena penyerapan. Jika medium kedua adalah konduktor yang sempurna, maka semua energinya terpantul kembali ke medium pertama tanpa kehilangan energi.


(24)

2.3.2 Scattering(Hamburan/Penyebaran)

Scattering terjadi ketika medium dimana gelombang merambat mengandung obyek yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang sinyal gelombang tersebut dan jumlah obyek perunit volume sangat besar. Gelombang tersebar dihasilkan dari permukaan kasar, benda kecil, atau obyek seperti tiang lampu dan pohon seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4Scattering(hamburan) Gelombang Elektromagnetik [7]

2.3.3 Refraksi (Pembiasan)

Refraksi digambarkan sebagai pembelokan gelombang radio yang melewati medium yang memiliki kepadatan yang berbeda. Dalam ruang hampa udara, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan sekitar 300.000 km/detik. Ini adalah nilai konstan c, yang umum disebut dengan kecepatan cahaya tetapi sebenarnya merujuk kepada kecepatan cahaya dalam ruang hampa. Dalam udara, air, gelas, dan media transparan, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan yang lebih rendah daric.

Ketika suatu gelombang elektromagnetik merambat dari satu medium ke medium lain dengan kepadatan berbeda maka kecepatannya akan berubah.


(25)

Akibatnya adalah pembelokan arah gelombang pada batas kedua medium tersebut. Jika merambat dari medium yang kurang padat ke medium yang lebih padat, maka gelombang akan membelok ke arah medium yang lebih padat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Refraksi (Pembiasan) [7]

2.3.4 Difraksi (Lenturan)

Difraksi terjadi ketika garis edar radio antara pengirim dan penerima dihambat oleh permukaan yang tajam atau dengan kata lain kasar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Pada frekuensi tinggi, difraksi tergantung pada ukuran objek yang menghambat, amplitudo, fase, dan polarisasi dari gelombang pada titik difraksi.


(26)

2.4 Sistem Komunikasi Gelombang Milimeter 2.4.1 Pendahuluan

Sistem komunikasi gelombang milimeter dapat diterapkan untuk jaringan transmisi (backbone atau backhaul) berupa lintasan point-point antara dua node dalam sebuah jaringan, misal antara dua BTS, atau untuk jaringan akses nirkabel bagi pelanggan ke suatu layanan pita lebar, seperti akses internet. Gambar 2.7 memberikan ilustrasi implementasi jaringan akses nirkabel milimeter untuk terminal pelanggan yang terpasang di gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, maupun perumahan. Antena BTS tidak selalu memerlukan menara, tetapi dapat juga dipasang pada dinding luar atau atap gedung bertingkat.


(27)

Jaringan akses gelombang milimeter juga dapat diimplementasikan di dalam gedung untuk menyediakan akses intranet dan internet pita lebar bagi pengguna layanan multimedia.

Bagi suatu jaringan akses nirkabel yang beroperasi pada gelombang milimeter, biasanya dalam rentang 20 – 60 GHz, kendala dan tantangan terbesar muncul dari karakteristik propagasi gelombang. Redaman lintasan yang besar, rugi-rugi pantulan dan difraksi yang tinggi, serta efek penghaburan oleh hujan merupakan faktor-faktor kendala alami yang perlu diatasi.

2.4.2 Propagasi Gelombang Milimeter

Karena frekuensinya relatif sangat tinggi, yaitu dalam rentang 20 – 60 GHz, ekivalen dengan panjang gelombang dalam rentang 0.5 – 1.5 cm, maka beberapa mekanisme propagasi gelombang milimeter radio menjadi dominan. Panjang gelombang yang relatif kecil menyebabkan hampir semua benda memberikan pengaruh signifikan. Mulai dari dinding tembok, kerangka logam, jalinan kawat kasa, dedaunan basah, sampai titik hujan, semuanya menyebabkan pemantulan, penghamburan, ataupun difraksi gelombang.

Oleh sebab itu, agar suatu gelombang milimeter dapat merambat tanpa adanya perubahan arah atau kerapatan daya selain yang disebabkan oleh proses radiasi gelombang ke segala arah, maka elipsoida zona Fresnel pertama dengan antena pemancar dan antena penerima sebagai kedua fokusnya tidak boleh ditempati oleh obyek-obyek seperti gedung, tiang, pohon, dan sebagainya.

Jari-jari zona Fresnel pertama F1, yaitu jarak tegak lurus antara garis penghubung kedua antena dengan permukaan elipsoida zona Fresnel pertama,


(28)

dapat dihitung dengan persamaan umum untuk jari-jari Fresnel [4] :

(2.2) dimana :F1= radius daerah Fresnel pertama (m)

f= frekuensi kerja (GHz)

d1= jarak antara Tx dengan halangan (km)

d2= jarak antara Rx dengan halangan (km)

d = d1+ d2= jarak antara Tx dan Rx (km)

Untuk daerah Fresnel pertama di tengah lintasand = d1+ d2, dand1= d2=1/2 d, sehingga:

(2.3)

Di daerah yang dekat dengan antena, misald1dari antena :

(2.4)

Gambar 2.8 Pemetaan daerah-daerah Fresnel

Sedangkan untuk radius daerah Fresnel kedua, daerah Fresnel ketiga, dan seterusnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7, dinyatakan dengan rumusan


(29)

berikut:

(2.5)

Atau secara singkat dinyatakan:

(2.6) dimanaF1= radius daerah Fresnel pertama (m)

n= 1,2,3, …..

Jika zona Fresnel pertama terbebas dari obyek pengganggu, maka lintasan radio antara pemancar dan penerima dapat dianggap sebagai lintasan line of sight

atau LOS. Namun, apabila sebuah obyek terdapat di dalam zona Fresnel pertama, maka gelombang radio akan mulai mengalami efek difraksi. Jika obyek menghalangi separuh penampang zona Fresnel pertama maka hanya separuh intensitas medan elektromagnetik yang sampai pada penerima sehingga hanya seperempat daya gelombang yang terdeteksi oleh penerima dibandingkan kondisi ruang bebas [2].

Efek penurunan daya ini akan semakin signifikan ketika seluruh zona Fresnel pertama mulai tertutup oleh obyek, bahkan lebih parah lagi ketika jari-jari penampang obyek penghalang jauh lebih besar dibandingkan jari-jari zona fresnel pertama. Besarnya redaman yang terjadi akibat difraksi dapat diperkirakan dengan mengasumsikan bawa obyek penghalang berbentuk seperti layar. Difraksi yang terjadi dapat digambarkan seperti pembelokan gelombang radio pada titik-titik di sepanjang tepi layar, dalam literatur sering disebut sebagai knife-edge diffraction


(30)

(KED). Jadi, pada sistem komunikasi gelombang milimeter, kondis LOS adalah syarat mutlak [2].

Untuk sistem nirkabel gelombang milimeter yang bekerja di luar gedung, hujan juga memberikan masalah tersendiri dan merupakan salah satu tantangan terbesar bagi implementasi di daerah tropis dengan curah hujan yang sangat besar. Efek peredaman hujan terhadap gelombang radio mulai pada frekuensi di atas 10 GHz, ekivalen dengan panjang gelombang kurang dari 3 cm. Untuk gelombang radio dengan panjang gelombang dalam rentang tersebut, efek penghamburan oleh titik-titik hujan yang berdiameter maksimum sekitar 6 mm mulai terasa. Redaman hujan yang disebabkan oleh hamburan titik-titik hujan yang jatuh tersebar dalam ruang berbentuk kubus berukuran 1 m3 biasa dinyatakan dalam bentuk redaman spesifik γ atau Y yaitu redaman dalam dB per satuan jarak dalam km. Dengan demikian redaman hujan total sepanjang suatu lintasan radio dapat dihitung sebagai berikut [2]:

A= dB (2.7)

dengan l menyatakan posisi dalam kilometer sepanjang lintasan yang menghubungkan antena pemancar dan penerima, sedangkan L menyatakan panjang lintasan dalam km.

Berdasarkan penjabaran di atas, redaman total dalam dB yang terjadi sepanjang suatu lintasan radio secara umum dapat dituliskan sebagai berikut [2]:

Ltot= Lfs+ Ldif + A dB (2.8)

Sedangkan daya yang diterima dalam skala decibel (dBm atau dBW) adalah [1]:


(31)

Formulasi yang lengkap untuk persamaan (2.9) harus melibatkan pula rugi-rugi transmisi, konektor, ketidaktepatan arah antena dan sebagainya.

2.5 Intensitas Hujan dan Redaman Hujan 2.5.1 Pendahuluan

Redaman pada sistem komunikasi yang menggunakan gelombang radio pada frekuensi gelombang mikro dan milimeter redaman merupakan efek yang paling berpengaruh pada sistem komunikasi yang mana dengan semakin tinggi frekuensi yang digunakan maka redaman yang ditimbulkan semakin besar. Redaman tersebut dapat berasal dari rugi-rugifree spacedan zat-zat yang terdapat pada atmosfer seperti oksigen, uap air, awan kabut, salju, dan hujan yang dapat menurunkan performansi sistem komunikasi [8].

2.5.2 Intensitas Hujan

Hujan merupakan fenomena yang menjadi bagian dari siklus air yang berlangsung secara alamiah. Sebagai akibat dari penguapan air di permukaan bumi, uap yang terkumpul bersama-sama pada ketinggian tertentu akan mengalamai kondensasi dan jatuh kembali ke permukaan bumi sebagai hujan. Berdasarkan proses terjadinya hujan, terdapat beberapa kategori penting dari hujan. Masing-masing memiliki karakteristik intensitas, ruang, dan waktu yang berbeda yang berpengaruh terhadap kinerja sistem komunikasi gelombang milimeter. Jenis-jenis hujan tersebut adalah:

1. Hujan stratiform, yaitu hujan yang berawal dari lapisan-lapisan bentangan awan stratus yang terbentuk dengan terangkatnya uap air atau kabut dari


(32)

permukaan. Hujan stratiform ditandai oleh hujan merata dengan rentang waktu dan ruang yang luas dengan intensitas hujan rendah sampai sedang, dapat berlangsung sangat lama pada daerah yang luas.

2. Hujan konvektif diawali oleh awan konvektif atau cumulus yang umumnya memiliki dimensi vertikal yang besar dengan batas horizontal yang jelas, terjadi karena naiknya udara hangat sampai pada ketinggian udara yang cukup dingin sehingga terjadi kondensasi melalui proses konveksi. Jika awan cumulus mencapai ketinggian titik beku air, maka hujan lokal dengan rentang waktu dan ruang yang sempit, namun memiliki intensitas yang relatif tinggi. Hujan stratiform dapat terjadi bersamaan dengan hujan pada wilayah yang bersambungan.

3. Hujan orografis adalah hujan yang terjadi di daerah pegunungan yang perlu dibedakan dari dua jenis hujan lainnya karena proses kejadiannya yang berbeda. Angin membawa uap air dari dataran rendah naik ke atas gunung sehingga terjadi proses pendinginan adiabatik, kondensasi, dan akhirnya hujan.

Berbagai besaran yang mengkuantifikasi fenomena hujan sangat terkait dengan distribusi ukuran titik hujan. Jika diasumsikan bahwa buir titik hujan berbentuk bola sempurna, maka volume bola titik hujan dapat dinyatakan oleh diameternya. Distribusi diameter titik hujan (DSD atau drop size distribution) menyatakan jumlah titik-titik hujan yang memiliki diameter (mm) di dalam suatu rentang tertentu per m3 volume ruang yang diamati, sehingga seringkali dinyatakan dalam satuan butir/m3mm.


(33)

Setelah melalui tahap pembentukan titik hujan, ukuran titik-titik hujan yang jatuh ditentukan oleh proses menyatunya titik-titik hujan menjadi titik hujan tunggal yang berukuran lebih besar, serta pecahnya titik hujan berukuran besar yang tidak stabil menjadi titik-titik hujan yang berukuran lebih kecil. Butir titik hujan mulai tidak stabil dan akan pecah menjadi butir-butir yang lebih kecil ketika diameternya mencapai sekitar 6 mm [9]. Beberapa besaran penting yang mengkuantifikasi sebuah peristiwa hujan di antaranya adalah intensitas hujan atau curah hujan, kandungan air, faktor reflektifitas radar, dan redaman gelombang radio. Dua besaran yang sering dibahas secara umum adalah intensitas hujan dan redaman gelombang radio.

Intensitas hujan atau curah hujan menyatakan ketinggian air yang terkumpul akibat hujan per satuan waktu, biasanya dinyatakan dalam mm/jam. Dengan asumsi bahwa titik – titik hujan tersebar dalam ruang secara seragam, besarnya curah hujan tidak tergantung kepada luas permukaan datar untuk menampung air hujan. Intensitas hujan R (mm/jam) pada suau titik lokasi pada suatu saat tertentu dapat diperoleh dari DSD yang terukur di tempat dan waktu tersebut dengan persamaan berikut [2]:

R = 6 x 10-4 v(D) ( ) (2.13)

dengan v(D) menyatakan kecepatan jatuh titik hujan dengan diameter ekivalen sebesar D mm [2]:

28D2 D≤ 0.075 mm

4.5D–0.18 0.075 mm < D≤ 0.5 mm

v(D) = 4.0 + 0.07 0.5 mm < D≤ 1.0 mm (2.14) -0.425 + 3.695D + 0.8 1.0 mm < D≤ 3.6 mm


(34)

Variasi curah hujan terjadi pada beberapa dimensi. Pertama, pada sebuah peristiwa hujan, curah hujan berubah terhadap waktu dalam orde menit atau jam. Demikian pula frekuensi terjadinya hujan beserta tingkat intensitas hujan bergantung kepada musim. Kedua, curah hujan juga bervariasi dlam ruang, baik vertikal maupun horizontal. Secara horizontal, terdapat variasi skala kecil, menengah, dan besar. Variasi skala kecil terjadi dalam radius beberapa kilometer, terlihat terutama pada hujan konvektif yang lebat, bersifat lokal, dan berlangsung relatif singkat. Sedangkan jenis hujan stratiform cenderung memiliki curah hujan yang relatif kecil dengan jangka waktu yang lama. Variasi skala kecil ini dimanfaatkan untuk menerapka teknik diversity untuk mengatasi efek peredaman hujan yang dapat merusak kualitas sinyal.

Variasi skala menengah terjadi pada kawasan yang berorde beberapa puluh atau ratus kilometer, di mana korelasi kejadian hujan antar dua wilayah cukup kecil. Variasi skala menengah biasanya dimanfaatkan untuk menerapkan teknik

site diversity pada sistem komunikasi satelit pita Ka dan Ku. Sedangkan variasi skala besar terjadi secara global akibat perbedaan iklim. Sebagai contoh, wilayah Indonesia yang beriklim tropis maritime cenderung beriklim basah yang ditandai oleh seringnya terjadi hujan lebat, sangat berbeda dengan daerah subtropis dan sekitar kutub yang memiliki curah hujan lebih rendah. Sifat daerah tropis maritim dengan curah hujan tinggi inilah yang mendasari perlunya dirancang metode khusus untuk menjaga kinerja sistem komunikasi nirkabel gelombang milimeter.


(35)

2.5.3 Redaman Hujan

Peredaman gelombang radio oleh hujan atau sering disebut redaman hujan, adalah besarnya rasio daya yang sampai di penerima pada kondisi cuaca cerah dan pada kondisi hujan. Redaman hujan dalam desibel yang terjadi pada lintasan sepanjang 1 km, dengan asumsi intensitas hujan yang seragam sepanjang lintasan tersebut, disebut sebagai redaman spesifik. Redaman spesifik Y (dB/km) merupakan nilai yang berlaku pada suatu titik lokasi tertentu pada suatu waktu tertentu pula dan dapat dikaitkan dengan DSD pada titik tersebut sebagai berikut [2]:

Y

V/H

=

( ) Im [ ( )] ( ) dD (2.15)

dengan λ menyatakan panjang gelombang dalam meter, fV/H (D) menyatakan

forward scattering amplitude dalam satuan meter untuk butir titik hujan dengan diameter ekivalen D mm, Im [.] menyatakan bagian imajiner dari argumen, sedangkan subskrip V atau H menyakan polarisasi gelombang radio.

Karakterisitik statistik curah hujan pada suatu wilayah tertentu tergambar dari fungsi distribusi kumulati (CDF atau cumulative distribution function) atau komplemennya (CCDF atau complementary cumulative distribution function). Fungsi distribusi tersebut biasanya diperoleh dari hasil pengukuran selama beberapa tahun. Dari kurva CCDF yang dinyatakan dalam grafik semilogaritmik dapat diperoleh estimasi persentil ke – p, Rp, yang didefinisikan sebagai berikut

[2]:

Pr (R > Rp) =p % (2.16)


(36)

Pada sistem komunikasi dengan menggunakan gelombang radio dengan frekuensi di atas 10 GHz redaman yang disebabkan oleh partikel-partikel di udara sangat berpengaruh adalah redaman yang disebabkan oleh hujan dan salju. Untuk daerah tropis yang mempunyai curah hujan tinggi maka redaman yang sangat berpengaruh adalah redaman disebabkan oleh hujan atau disebut dengan redaman hujan. Pada sistem transmisi pada kondisi hujan, antena transmitter akan memancarkan elektromagnetik yang bertabrakan dengan titik hujan sehingga akan terjadi beberapa fenomena seperti redaman, depolarisasi gelombang dan

scattering. Fenomena tersebut mempunyai efek yang dapat menurunkan performansi sistem komunikasi atau mengurangi kualitas dari komunikasi. Hal ini disebabkan karena adanya absorbsi danscatteringatau hamburan oleh titik hujan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Hamburan oleh titik hujan

Semakin besar intensitas hujan, semakin banyak pula butir-butir titik hujan yang berpotensi menghamburkan dan menyerap gelombang elektromagnetik pada pita milimeter. Untuk mendesain sistem komunikasi yang lebih reliable atau


(37)

sistem yang tahan terhadap efek redaman hujan maka perlu untuk mengetahui parameter-parameter dari hujan sehingga dapat mengkompensasi redaman hujan.

Redaman spesifik adalah redaman yang terjadi pada satu titik pada ruang sepanjang lintasan dengan hubungan antara redaman spesifikY(dB/km) dan curah hujan R (mm/h) sebagai fungsi frekuensi dengan menggunakan persamaan (2.23) berikut [10]:

Y((x) = aRb(x), (2.10

dengan :

a dan b = parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang radio.

Redaman hujan pada lintasan dari suatu lintasan propagasi dengan panjang L(km) dapat dinyatakan [10]:

A= ( ) , (2.11)

dengan:

A = redaman hujan (dB)

R(z) = curah hujan (mm/h) pada suatu titik

adanb= parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang radio


(38)

Tabel 1.3 Parameter k dan α terhadap frekuensi dan polarisasi Frequency

(GHz) kH kV αH αV

1 2 4 6 7 8 10 12 15 20 25 30 35 40 45 50 60 70 80 90 100 120 150 200 300 400 0.0000387 0.000154 0.000650 0.00175 0.00301 0.00454 0.0101 0.0188 0.0367 0.0751 0.124 0.187 0.263 0.350 0.442 0.536 0.707 0.851 0.975 1.06 1.12 1.18 1.31 1.45 1.36 1.32 0.0000352 0.000138 0.000591 0.00155 0.00265 0.00395 0.00887 0.0168 0.0335 0.0691 0.113 0.167 0.233 0.310 0.393 0.479 0.642 0.784 0.906 0.999 1.06 1.13 1.27 1.42 1.35 1.31 0.912 0.963 1.121 1.308 1.332 1.327 1.276 1.217 1.154 1.099 1.061 1.021 0.979 0.939 0.903 0.873 0.826 0.793 0.769 0.753 0.743 0.731 0.710 0.689 0.688 0.683 0.880 0.923 1.075 1.265 1.312 1.310 1.264 1.200 1.128 1.065 1.030 1.000 0.963 0.929 0.897 0.868 0.824 0.793 0.769 0.754 0.744 0.732 0.711 0.690 0.689 0.684

2.6 Sistem Komunikasi Yang Menggunakan Kanal Gelombang Milimeter 2.6.1 Local Multipoint Distribution Service (LMDS)

Local Multipoint Distribution Service (LMDS) adalah sistem komunikasi

Wireless broadband point-to-multipoint communication yang beroperasi pada frekuensi sekitar 28 GHz sampai 31 GHz (tetapi di Eropa bisa mencapai 40 GHz) yang dapat membawa informasi video, suara dan data dengan pemanfaatan lebar pita frekuensi sekitar 1 GHz [12]. Untuk penggunaan frekuensi LMDS tergantung standar pada tiap negara. Sistem LMDS menggunakan sistem seluler untuk arsitektur jaringannya dengan sisi penerimanya tetap, tidak bergerak seperti pada


(39)

system mobile communication. Untuk bandwidth LMDS dialokasikan untuk mengirimkan layanan broadbanddengan konfigurasi point-to-pointatau point-to-multipoint yang digunakan untuk pelanggan perumahan maupun komersial [11]. Penggunaan frekuensi yang relatif sangat tinggi yaitu pada pita gelombang milimeter kondisi line of sight (LOS) harus dipenuhi sehingga pada sistem komunikasi LMDS sel yang terlingkupi pada umumnya berjarak sekitar 1 –5 km. Jarak tempuhnya yang terbatas ini pada umumnya disebabkan karakteristik propagasi sinyal pada frekuensi tinggi mengalami banyak redaman, akibatnya sangat rentan terhadap kondisi lingkungan, terutama akibat hujan.

Besarnya alokasi spektrum yang digunakan memampukan sistem LMDS untuk mendukung layanan-layanan broadband. Jenis layanan yang disediakan oleh sistem LMDS antara lain [13] :

1. Layanan Data Berkecepatan Tinggi. a.Peer to peer(Symetric) services

b.Client/server (asymetric) services

Jaringan bisa terbentuk sendiri atau umum. Kecepatan data downstream

biasanya 15 Mbps sampai 55 Mbps, sedangkan kecepatan upstream dari 64 Kbps sampai 44 Mbps.

2. Layanan suara atau telepon.

Kecepatan dari layanan telepon adalah pada ISDN, E1, dan E3. 4. Layanan video.

5. Video on demand.


(40)

7. Broadcast video, yang dapat disediakan dalam bentuk analog (PAL) maupun digital (MPEG).

Pada Gambar 2.9 ditunjukkan layanan-layanan yang disediakan oleh LMDS.

Gambar 2.10 Arsitektur Sistem LMDS [12]

Untuk membangun sebuah sistem LMDS perlu diperhatikan beberapa parameter. Parameter ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pembangunan sistem yang nyata. Adapun parameter tersebut adalah seperti prediksi pelanggan,

link budget berupa redaman, kualitas transmisi, daya pancar, level sinyal terima, EIRP dan site planning [13]. Pada perhitungan link budget LMDS rugi-rugi lintasan (redaman) tidak hanya disebabkan oleh rugi-rugi ruang bebas melainkan telah dipengaruhi oleh redaman hujan dan penyerapan oleh gas seperti yang ditunjukkan pada persamaan (2.12) [13]. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan frekuensi di atas 10 GHz terjadi efek scatteringdanabsorbtion yang disebabkan oleh partikel hujan sehingga dapat menurunkan kualitas komunikasi.


(41)

PT= C/N - GT- GR–204 + LTX + LRX+ LFS+ Lhujan+ NF +10 log BW + FM (2.12) PT= Daya pancar

LTX= Redaman saluran pada pemancar LRX= Redaman saluran pada penerima

LFS= Redaman lintasan (redaman ruang bebas) Lhujan= Redaman hujan

GT= Gain pada pemancar GR= Gain pada penerima

C/N = Nilai perbandingan antara sinyal yang diterima dengan noise yang diterima.

FM = Fading Margin .

2.6.2 KomunikasiPoint to PointLTE

Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah nama yang diberikan kepada suatu proyek dalam The Third Generation Partnership Project (3GPP) untuk mengembangkan standar komunikasi bergerak Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) dalam mengatasi kebutuhan mendatang. Menurut standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 megabit per detik (Mbps) dan kecepatan downlink hingga 100 Mbps [14]. Perhitungan link budget

LTE ada beberapa jenis antara lain link budget uplink, link budget downlink dan

link budget point to point. Perhitungan link budget yang telah memperhitungkan nilai redaman hujan sepanjang link dan arah link adalahlink budget point to point.


(42)

Pada teknologi LTE yang dimaksud dengan komunikasi point to point adalah komunikasi antara dua eNode-B. Parameter yang digunakan pada komunikasi

point to pointini adalah sebagai berikut [14] : 1. Lokasi eNodeB

2. Frekuensi kerja yaitu : 8GHz, 13GHz, 15GHz dan 22GHz 3. Jarak antar eNode-B

4. Penguatan Antena (dB) 5. EIRP

6. Rugi–rugi lintasan 7. Free Space Loss(dB) 8. Redaman Hujan (dB)

9. Receive Signal LevelRSL(dBm) 10.Fresnel Zone

Adapun parameter masukan dan keluaran perhitungan link budget pada komunikasipoint to pointLTE dapat dilihat pada Lampiran D.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur jalannya penelitian

Mulai

Data Cuaca kota Medan di tiga titik lokasi:

- Padang Bulan - Polonia - Sampali

Perhitungan redaman hujan SST untuk tiga titik lokasi pada link Timur, Timur Laut, Utara, Barat Laut, dan Barat dengan titik acuan Timur

Perhitungan distribusi kumulatif redaman hujan SST

Selesai Nilai redaman hujan SST


(44)

3.1.1 Data Cuaca

Adapun langkah-langkah untuk memperoleh data cuaca adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh sampel curah hujan dilakukan pengamatan di daerah Padang Bulan, Polonia, dan Sampali Medan yakni periode September 2012–November 2012 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Peta lokasi pengambilan sampel

2. Pengukuran Intensitas Hujan dilakukan dengan menggunakan Hellman sedangkan untuk arah dan kecepatan angin menggunakan anemometer mangkok seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4. Sehingga diperoleh data cuaca kecepatan angin v (km/jam), arah angin θ

(0), dan intensitas hujan R (mm/h) untuk daerah Padang Bulan, Polonia, dan Sampali Medan.


(45)

Gambar 3.3 Anemometer mangkok

Gambar 3.4 Penakar hujan jenis hellman

Penakar hujan jenis Hellman ini merupakan suatu alat penakar hujan berjenisrecordingatau dapat mencatat sendiri. Pengamatan dengan menggunakan alat ini dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu meskipun cuaca dalam keadaan baik/hari sedang cerah. Alat ini mencatat jumlah curah hujan yang terkumpul dalam bentuk garis vertikal yang tercatat pada kertas pias. Alat ini memerlukan perawatan yang cukup intensif untuk menghindari


(46)

kerusakan-Cara kerja penakar hujan jenis Hellman ini, jika hujan turun maka air hujan masuk melalui corongnya yang kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung. Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau naik keatas. Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakkannya selalu mengikuti tangkai pelampung. Gerakkan pena dicatat pada pias yang ditakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per. Jika air dalam tabung hampir penuh (dapat dilihat pada lengkungan selang gelas), pena akan mencapai tempat teratas pada pias. Setelah air mencapai atau melewati puncak lengkungan selang gelas, maka berdasarkan sistem siphon otomatis (sistem selang air), air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung selang dalam tabung. Bersamaan dengan keluarnya air, tangki pelampung dan pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal. Jika hujan masih terus-menerus turun, maka pelampung akan naik kembali seperti diatas. Dengan demikian jumlah curah hujan dapat dihitung atau ditentukan dengan menghitung garis-garis vertikal.

3.1.2 Perhitungan Redaman

Untuk menghitung redaman hujan dapat dilakukan melalui pengukuran curah hujan secara langsung dan penggunaan data cuaca serta pertimbangan arah dan kecepatan angin menggunakan metode statistik Synthetic Storm Technique (SST). Metode ini mendeskripsikan suatu intensitas curah hujan sebagai fungsi dari panjang lintasan/link (km) dimana hujan tersebut bergerak sepanjang lintasan karena adanya pergerakan angin dengan kecepatan tertentu. Konfigurasi perhitungan redaman hujan SSTmulti linkditunjukkan pada Gambar 3.5


(47)

Gambar 3.5 Konfigurasi link [15]

Dari besarnya kecepatan angin dan arah angin maka diperoleh kecepatan angin dalam lintasan (vr). Alat ukur yang digunakan yaitu Hellman. Redaman

hujan yang terjadi pada lintasan terrestrial dari suatu lintasan propagasi sepanjang sumbu horizontal dengan panjang L (km) dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut [16]:

A(x0) = a

/

/ ( ) (3.1)

dengan :

A(x0) =redaman hujan (dB)

R(x) = curah hujan (mm/h) pada suatu titik

adanb =parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang radio

Dengan metode SST maka suatu lintasan radio sepanjang L km dapat dibagi ke dalam N segmen, masing-masing dengan panjang yang merupakan hasil kali antara kecepatan pergeseran sel hujan dengan periode sampling.

Langkah-langkah pengolahan data statistik perhitungan redaman hujan untuk

multilinkdengan metodeSynthetic Storm Technique (SST) menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:


(48)

1. Lokasi link referensi (L1) berada di timur dengan link yang lai LNdengan N = 2,3,4,5 dengan arah berlawanan jarum jam seperti pada Gambar 3.5. 2. Panjang link masing-masing adalah 1 km, 2 km, 3 km, dan 4 km dengan

sudut antar link adalah 450, 9001350, dan 1800terhadap L1.

3. Data kecepatan angin (km/detik) dan arah angin dari Padang Bulan, Sampali, dan Polonia menggunakan kecepatan rata-rata per hari dan arah yang terbanyak.

Langkah-langkah estimasi redaman hujan denganSST multilinkadalah sebagai berikut:

1. Kecepatan angin di link dijelaskan sebagai berikut [11]:

vr=

( ( ) (3.2)

dengan :

vr= kecepatan angin pada link

Ψ = sudut antar link 450, 9001350, dan 1800.

Ө = sudut kedatangan angin

2. Jumlah segmen

Jumlah segmen adalah banyaknya sekat yang terdapat sepanjang link. Persamaan untuk menghitung jumlah segmen ini adalah sebagai berikut [2]:

N= [(L cosӨ / VrT)] (3.3)

dengan :

N = Jumlah segmen L = panjang link (km)


(49)

vr= kecepatan angin pada link

T = waktu sampling 60 detik

3. Kecepatan angin pada link digunakan untuk memperoleh nilai panjang segmen untuk masing-masing link [11]:

Δ L =vrT (3.4)

dengan:

vr= kecepatan angin pada link,

T = waktu sampling 60 detik

4. Redaman hujan pada masing-masing link diperoleh sebagai berikut [11]:

( ) = ( ) Δ Ln (3.5)

dengan:

A (k) = redaman hujan untuk k=1,2,…,n Δ L = panjang segmen,

R = intensitas hujan (mm/h), a,b = koefisien ITU-R

Berikut contoh perhitungan redaman hujan SST pada titik A pada link timur 1 km. Dari hasil pengukuran diperoleh 3 sampel intensitas hujan yaitu R1, R2, dan R3 ( ketiga intensitas hujan dianggap terjadi secara kontiniu) dengan kecepatan angin 7 knot dan arah angin dari timur laut (Ө = 450) dan time sampling adalah 60 detik atau 1 menit. Contoh data hujan dan angin dapat dilihat pada Lampiran A.


(50)

1. Kecepatan angin pada link

Kecepatan angin dalam 7 knot dikonversi menjadi 0.0035 km/detik. Maka dengan menggunakan persamaan (3.2) diperoleh kecepatan angin pada link timur adalah 0.005 km/detik.

2. Jumlah segmen

Dalam metode SST panjang link 1 km dibagi ke dalam beberapa segmen. Dengan mengunakan persamaan 3.3 diperoleh jumlah segmen yaitu 2 segmen. 3. Panjang segmen

Dengan menggunakan persamaan 3.4 diproleh panjang segmen yakni 0.3 km maka panjang link akan terbagi menjadi 2 panjang segmen dengan masing-masing panjang segmen Δ L1= 0.3 km dan Δ L2= 0.7 km.

4. Untuk ilustrasi perhitungan redaman hujan yang terjadi pada link timur 1 km dengan catatan intensitas hujan yang diukur/ditampung setiap jam dibagi waktu samplingnya (tR) menjadi 60 detik atau 1 menit. Sehingga total waktu sampling sebanyak 181, dimana intensitas hujan R1 terjadi pada waktu sampling 1–61, intensitas hujan R2 terjadi pada waktu sampling 61-121, dan intensitas hujan R3terjadi pada waktu 121-181.

a. Pada tR1=1 (waktu sampling pada menit pertama).

Kecepatan dan arah angin dari timur laut akan menyebabkan hujan dengan intensitas hujan (R1/60) akan mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman sebesar:


(51)

b. Pada tR1= 2 (waktu sampling pada menit ke-2).

Intensitas hujan (R1/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (2R1/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (2) = a((2R1/60)bΔ L1+ a(R1/60)bΔ L2 c. Pada tR1= 3 (waktu sampling pada menit ke-3).

Intensitas hujan (2R1/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (3R1/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (3) = a((3R1/60)bΔ L1+ a(2R1/60)bΔ L2 d. Pada tR1= 4 (waktu sampling pada menit ke-4)

Intensitas hujan (3R1/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (4R1/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (4) = a((4R1/60)bΔ L1+ a(3R1/60)bΔ L2 e. Pada tR1= 5 (waktu sampling pada menit ke-5).

Intensitas hujan (4R1/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (5R1/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (5) = a((5R1/60)bΔ L1+ a(4R1/60)bΔ L2 f. Pada tR1= 6 (waktu sampling pada menit ke-6).

Intensitas hujan (5R1/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (6R1/60) mengenai panjang segmen yangpertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :


(52)

A (6) = a((6R1/60)bΔ L1+ a(5R1/60)bΔ L2 g. Pada tR1= 7 (waktu sampling pada menit ke-7).

Intensitas hujan (6R1/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (7R1/60) mengenai panjang segmen yang pertama

Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar : A (7) = a((7R1/60)bΔ L1+ a(6R1/60)bΔ L2 h. Pada tR1= 8 (waktu sampling pada menit ke-8).

Intensitas hujan (7R1/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (8R1/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (8) = a((8R1/60)bΔ L1+ a(7R1/60)bΔ L2 i. Pada tR1= 9 (waktu sampling pada menit ke-9).

Intensitas hujan (8R1/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (9R1/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (9) = a((9R1/60)bΔ L1+ a(8R1/60)bΔ L2 j. Pada tR1= 10 (waktu sampling pada menit ke-10).

Intensitas hujan (9R1/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (10R1/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (10) = a((10R1/60)bΔ L1+ a(9R1/60)bΔ L2

k. Prosedur yang sama dilakukan sampai tR1 = 61 (waktu sampling pada menit ke- 61). Pada keadaan ini, intensitas hujan (R1) akan bergerak


(53)

ke panjang segmen yang kedua Δ L2dan intensitas hujan (R2/60) sudah mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (61) = a((R1)bΔ L2+ a((R2/60)bΔ L1

Setelah keadaan ini intensitas hujan R1 sudah tidak mengenai segmen lagi atau intensitas hujan R1 telah selesai dan waktu sampling menit pertama untuk intensitas hujan R2((tR2= 1 ).

l. Pada tR2= 62 (waktu sampling menit ke-2 untuk intensitas hujan R2). Pada keadaan ini, intensitas hujan (R2/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (2R2/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1dengan catatan intensitas hujan R1 telah selesai (tidak mengenai segmen) sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (62) = a((2R2/60)bΔ L1+ a((R2/60)bΔ L2

m. Pada tR2= 63 (waktu sampling ke-3 untuk intensitas hujan R2).

Intensitas hujan (3R2/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (2R2/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (63) = a((3R2/60)bΔ L1+ a(2R2/60)bΔ L2

n. Pada tR2= 64 (waktu sampling ke-4 untuk intensitas hujan R2).

Intensitas hujan (4R2/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (3R2/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :


(54)

o. Pada tR2= 65 (waktu sampling ke-5 untuk intensitas hujan R2).

Intensitas hujan (3R2/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (2R2/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (65) = a((5R2/60)bΔ L1+ a(4R2/60)bΔ L2

p. Pada tR2= 66 (waktu sampling ke-6 untuk intensitas hujan R2).

Intensitas hujan (6R2/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (5R2/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (66) = a((6R2/60)bΔ L1+ a(5R2/60)bΔ L2

q. Prosedur yang sama dilakukan sampai tR2= 121 (waktu sampling pada menit ke-121). Pada keadaan ini, intensitas hujan (R2) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2dan intensitas hujan (R3/60) sudah mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (121) = a((R2)bΔ L2+ a((R3/60)bΔ L1

Setelah keadaan ini intensitas hujan R2 sudah tidak mengenai panjang segmen lagi atau intensitas hujan R1telah selesai dan waktu sampling menit pertama untuk intensitas hujan R3(tR3= 1).

r. Pada tR3= 122 (waktu sampling menit ke-2 untuk intensitas hujan R3). Pada keadaan ini, intensitas hujan (R3/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (2R3/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1dengan catatan intensitas hujan R1


(55)

telah selesai (tidak mengenai segmen) sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (122) = a((2R3/60)bΔ L1+ a((R3/60)bΔ L2

s. Pada tR3= 123 (waktu sampling ke-3 untuk intensitas hujan R3).

Intensitas hujan (3R3/60) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 dan intensitas hujan (2R3/60) mengenai panjang segmen yang pertama Δ L1sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (123) = a((3R3/60)bΔ L1+ a(2R3/60)bΔ L2

t. Prosedur yang sama dilakukan sampai tR3= 181 (waktu sampling pada menit ke-61). Pada keadaan ini, intensitas hujan (R3) akan bergerak ke panjang segmen yang kedua Δ L2 sehingga diperoleh redaman hujan sebesar :

A (181) = a((R3)bΔ L2

Setelah keadaan ini intensitas hujan R3 sudah tidak mengenai segmen lagi. Setelah itu, sampel redaman hujan yang diperoleh dari perhitungan di atas akan digunakan untuk menghitung nilai redaman hujan sepanjang link menggunakan persamaan (3.5) dan untuk source code

programnya dapat dilihat pada Lampiran B.

3.1.3 Nilai Redaman Hujan

Pengukuran intensitas hujan menggunakan Hellman di daerah Padang Bulan, Polonia, dan Sampali Medan pada periode September – November 2012 menghasilkan intensitas hujan dalam satuan mm/h. Semua hasil perhitungan redaman hujan pada masing-masing event hujan akan dikumpulkan dalam satu


(56)

matrik kemudian dikonversi dalam satu tahun diplot sebagai fungsi Complement Cumulatif Distribution Function (CCDF) atau kurva distribusi redaman hujan absolut [11].

P(A>Ap) = [(z/365.25 x 24 x 60)] (3.5) dengan :


(57)

BAB IV

PERHITUNGAN REDAMAN HUJAN PADA KANAL GELOMBANG MILIMETER

4.1 Redaman Hujan SST

Pada pengukuran intensitas hujan dengan menggunakan Hellman akan dihasilkan data hujan harian yang merepresentasikan intensitas hujan R (mm/h) sebagai fungsi waktu sedangkan hasil pengukuran kecepatan dan arah angin diambil rata-rata tiap hari. Dari hasil pengukuran intensitas hujan, kecepatan angin dan arah angin digunakan untuk menghitung redaman hujan sepanjang lintasan. Dengan asumsi letak link seperti pada Gambar 3.5 maka perhitungan redaman hujan dengan metode SST dengan memperhatikan kecepatan angin rata-rata per hari dan arah angin terbanyak.

Redaman hujan yang terjadi pada masing-masing link tidak sama tergantung pada besarnya intensitas hujan, kecepatan angin, letak link, dan arah angin. Sebagai contoh event hujan pada tanggal 9 Oktober 2012 untuk daerah polonia dengan kecepatan angin 6 knot dengan arah angin dari timur untuk panjang link 1 km. Pada link timur dan link barat kecepatan angin dengan arah angin dari timur akan membentuk sudut 00terhadap link dengan catatan link timur akan mengalami redaman hujan lebih dahulu dibandingkan link barat. Sedangkan pada link timur laut dan link barat laut kecepatan angin dengan arah angin dari timur akan membentuk sudut 450 terhadap link dan link timur laut akan mengalami redaman hujan lebih dahulu dibandingkan link barat laut. Hasil perhitungan SST diperoleh redaman hujan pada link utara yang memiliki redaman


(58)

hujan paling besar dibandingkan link yang lain. Hal ini disebabkan pada link utara dan kecepatan angin dengan arah dari timur sehingga tegak lurus terhadap link utara maka intensitas hujan akan langsung masuk sepanjang link sehingga diperoleh redaman hujan paling besar.

Hasil pengukuran intensitas hujan dengan Helman dan data kecepatan angin rata-rata pada periode September – November 2012 di daerah Polonia, Sampali, dan Padang Bulan Medan akan digunakan untuk perhitungan redaman hujan SST multi link pada masing-masing event hujan dengan panjang link 1 km, 2 km, 3 km dan 4 km. Semua hasil perhitungan redaman hujan pada masing -masing event hujan akan dikumpulkan dalam satu matrik kemudian dikonversi dalam satu tahun diplot sebagai fungsi CCDF atau kurva distribusi redaman hujan absolut menggunakan persamaan 3.5.

4.2 Perhitungan Redaman Hujan Untuk Daerah Padang Bulan

Nilai redaman hujan SST multi link untuk daerah Padang Bulan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.2) sampai (3.6). Nilai redaman hujan SST multilink untuk daerah Padang Bulan ditunjukkan pada Gambar 4.1 sampai 4.4.


(59)

Gambar 4.1 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link timur dan barat 1 -4 km

Gambar 4.2 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link timur laut 1 -4 km


(60)

Gambar 4.3 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link barat laut 1 -4 km


(61)

Gambar 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4 menunjukkan bahwa semakin panjang link maka nilai redaman hujan semakin besar. Tabel 4.1 menunjukkan secara rinci nilai redaman hujan SST multilinkmaksimum yang terjadi untuk daerah Padang Bulan berdasarkan Gambar 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4.

Tabel 4.1 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkmaksimum Padang Bulan

Lokasi

Redaman Hujan (dB)

L=1 km L=2 km L=3 km L=4 km

Link Timur 00 7 14 21 28

Link Timur Laut 450 5,8 11,6 17,4 23,3

Link Utara 900 6,9 13,8 20,7 27,6

Link Barat Laut 1350 2,8 5,55 8,25 11

Link Barat 1800 7 14 21 28

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat redaman hujan paling besar terjadi pada link Timur dan Barat dengan panjang link 4 km yang mencapai 28 dB sedangkan redaman hujan paling kecil terjadi pada link Barat Laut dengan panjang link 1 km yang mencapai 2,8 dB.

Untuk mengetahui besar redaman hujan dengan probabilitas kurang dari 0,1 % dapat dilihat pada Tabel 4.2 berdasarkan Gambar 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4.


(62)

Tabel 4.2 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkdenganoutage probability0,1% Daerah Padang Bulan

Lokasi

Redaman Hujan A0,1(dB)

L=1 km L=2 km L=3 km L=4 km

Link Timur 00 0,3 0,3 0,3 0,3

Link Timur Laut 450 0,75 0,8 0,9 0,9

Link Utara 900 0,6 0,6 0,65 0,65

Link Barat Laut 1350 0,9 1,5 1,65 1,7

Link Barat 1800 0,3 0,3 0,3 0,3

4.3 Perhitungan Redaman Hujan Untuk Daerah Sampali

Nilai redaman hujan SST multi link untuk daerah Sampali dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.2) sampai (3.5). Nilai redaman hujan SST

multilinkuntuk daerah Sampali ditunjukkan pada Gambar 4.5 sampai 4.8.

Gambar 4.5 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link timur dan barat 1 -4 km


(63)

Gambar 4.6 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link timur laut 1 -4 km

Gambar 4.7 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link barat laut 1 -4 km


(64)

Gambar 4.8 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link utara 1 -4 km

Gambar 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8 menunjukkan bahwa semakin panjang link maka nilai redaman hujan semakin besar. Tabel 4.3 menunjukkan secara rinci nilai redaman hujan SSTmultilinkmaksimum yang terjadi untuk daerah Sampali.

Tabel 4.3 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkmaksimum Sampali

Lokasi

Redaman (dB)

L=1 km L=2 km L=3 km L=4 km

Link Timur 00 6 12 18 24

Link Timur Laut 450 1,5 1,5 1,5 2

Link Utara 900 2,55 4 7,7 10,3

Link Barat Laut 1350 1,5 1,5 1,5 1,5


(65)

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat redaman hujan paling besar terjadi pada link Timur dan Barat dengan panjang link 4 km yang mencapai 24 dB sedangkan redaman hujan paling kecil terjadi pada link Barat Laut dan Timur Laut dengan panjang link 1 km, 2 km, dan 3 km yang mencapai 1,5 dB.

Untuk mengetahui besar redaman hujan dengan probabilitas kurang dari 0,1 % dapat dilihat pada Tabel 4.4 berdasarkan Gambar 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8.

Tabel 4.4 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkdenganoutage probability0,1% Daerah Sampali

Lokasi

Redaman Hujan A0,1(dB)

L=1 km L=2 km L=3 km L=4 km

Link Timur 00 0,2 0,2 0,2 0,2

Link Timur Laut 450 0,21 0,4 0,25 0,22

Link Utara 900 1,5 1,5 1,5 1,5

Link Barat Laut 1350 0,48 0,48 0,48 0,48


(66)

4.4 Perhitungan Redaman Hujan Untuk Daerah Polonia

Nilai redaman hujan SST multi link untuk daerah Polonia dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.2) sampai (3.5). Nilai redaman hujan SST

multilink untuk daerah Polonia ditunjukkan pada Gambar 4.9, 4.10, 4.11 dan 4.12.

Gambar 4.9 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link timur dan barat 1–4 km

Gambar 4.10 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link timur laut 1 -4 km


(67)

Gambar 4.11 Kurva distribusi kumulatif redaman hujan pada link barat laut 1 - 4 km


(68)

Gambar 4.9, 4.10, 4.11 dan 4.12 menunjukkan bahwa semakin panjang link maka nilai redaman hujan semakin besar. Tabel 4.5 menunjukkan secara rinci nilai redaman hujan SSTmultilinkmaksimum untuk daerah Polonia.

Tabel 4.5 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkmaksimum Polonia

Lokasi

Redaman (dB)

L=1 km L=2 km L=3 km L=4 km

Link Timur 00 3,8 6 8,9 13,5

Link Timur Laut 450 5,75 11,55 17,45 23,25

Link Utara 900 8,3 16,5 25 33,1

Link Barat Laut 1350 4 5,9 9,65 11,75

Link Barat 1800 3,8 6 8,9 13,5

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat redaman hujan paling besar terjadi pada link Utara dengan panjang link 4 km yang mencapai 33,1 dB sedangkan redaman hujan paling kecil terjadi pada link Timur dan Barat dengan panjang link 1 km yang mencapai 3,8 dB.

Untuk mengetahui besar redaman hujan dengan probabilitas kurang dari 0,1 % dapat dilihat pada Tabel 4.6 berdasarkan Gambar 4.9, 4.10, 4.11 dan 4.12.


(69)

Tabel 4.6 Nilai Redaman Hujan SSTmultilinkdenganoutage probability0,1% Daerah Polonia

Lokasi

Redaman Hujan A0,1(dB)

L=1 km L=2 km L=3 km L=4 km

Link Timur 00 1 1,6 1,6 1,6

Link Timur Laut 450 0,9 1,5 1,55 1,55

Link Utara 900 1 1,25 1,1 2

Link Barat Laut 1350 1,05 2 2,25 2,25

Link Barat 1800 1 1,6 1,6 1,6

4.5 Redaman Hujan Kota Medan

Dengan mengambil nilai rata-rata redaman maksimum untuk ketiga lokasi penelitian yakni daerah Padang Bulan, dan Sampali akan diperoleh nilai redaman hujan SSTmulti linkkota Medan pada jarak 1 km, 2 km, 3 km, 4 km seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.6.


(70)

Tabel 4.7 Redaman hujan SSTmultilinkkota Medan

Lokasi

Redaman (dB)

L=1 km L=2 km L=3 km L=4 km

Link Timur 00 5,6 10,67 15,96 21,83

Link Timur Laut 450 4,35 8,2 12,11 16,18

Link Utara 900 5,91 7,73 17,8 23,67

Link Barat Laut 1350 2,76 5,31 6,46 8,08

Link Barat 1800 5,6 10,67 15,96 21,83

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat redaman hujan paling besar terjadi pada link Utara dengan panjang link 4 km yang mencapai 23,67 dB sedangkan redaman hujan paling kecil terjadi pada link Barat Laut dengan panjang link 1 km yang mencapai 2,76 dB.

Perhitungan besar redaman hujan yang terjadi pada suatu daerah sangat diperlukan untuk perancangan komunikasi gelombang millimeter. Salah satunya pada penggunaan perhitungan link budget pada aplikasi teknologi LMDS dan komunikasipoint to pointLTE seperti yang ditunjukkan pada Lampiran D.

Dalam perhitungan redaman hujan SST dengan semakin panjang link maka menghasilkan panjang segmen yang bertambah sehingga akan menghasilkan sampel redaman hujan yang banyak. Jika sampel redaman hujan semakin banyak maka redaman hujan akan semakin besar. Lampiran E menunjukkan peningkatan sampel redaman hujan apabila panjang link semakin besar.


(71)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Perhtiungan redaman hujan SST dipengaruhi oleh faktor intensitas hujan, kecepatan angin, arah angin, panjang link, dan letak suatu link.

2. Nilai redaman hujan SST daerah Padang Bulan Medan untuk panjang link 1 km mencapai 6,9 dB, untuk panjang link 2 km mencapai 14 dB, untuk panjang link 3 km mencapai 21 dB, dan untuk panjang link 4 km mencapai 28 dB. 3. Nilai redaman hujan SST daerah Sampali Medan untuk panjang link 1 km

mencapai 6 dB, untuk panjang link 2 km mencapai 12 dB, untuk panjang link 3 km mencapai 18 dB, dan untuk panjang link 4 km mencapai 24 dB.

4. Nilai redaman hujan SST daerah Polonia Medan untuk panjang link 1 km mencapai 8,3 dB, untuk panjang link 2 km mencapai 16,5 dB, untuk panjang link 3 km mencapai 17,45 dB, dan untuk panjang link 4 km mencapai 33,1 dB. 5. Nilai redaman hujan SST kota Medan untuk panjang link 1 km mencapai 5,91 dB, untuk panjang link 2 km mencapai 10,67 dB, untuk panjang link 3 km mencapai 17,8 dB, dan untuk panjang link 4 km mencapai 23,67 dB.

6. Semakin panjang link maka jumlah sampel redaman hujan akan semakin banyak dan redaman hujan akan semakin besar.


(72)

5.2 Saran

Adapun Adapun saran yang dapat penulis berikan untuk menjadi masukan bagi studi berikutnya :

1. Menambah waktu pengamatan agar diperoleh nilai redaman hujan yang akurat.

2. Menggunakan alat yang lebih presisi dalam mencatat intensitas hujan dan data yang ditampilkan dalam bentuk digital.


(73)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Salehudin M, Suharto H, Purnomo A, “Prediction of Ka-Band Satelilite Communication Link Performance in Indonesia”, Italy :Procceeding of 4th

Ka Band Utilization Conference Venice, pp. 293-298, November 1998. [2] Hendantoro, Gamantyo. Sistem Komunikasi Nirkabel Gelombang

millimeter. Surabaya: ITS Press, 2012.

[3] Principles of Radio Wave Prpagation. Georgia : US Army Signal Center and Fort Gordon, 2005.

[4] Propagasi Gelombang Radio. Bandung: Divisi Pelatihan Telkom, 1996. [5] Stalings, William, Komunikasi & Jaringan Nirkabel. Edisi kedua. Jakarta:

Erlangga, 2007.

[6] Collin, Robert E.,Antennas and Radiowave Propagation. United states Of America: McGraw-Hill, Inc., 1985.

[7] Sofyan, Analisis Perbandingan Model Propagasi Untuk Komunikasi Bergerak Pada Sistem GSM 900, Medan: USU, 2011.

[8] Crane, Robert. K., Propagation Handbook for Wireless communication system Design (Electrical engineering and applied signal processing series 13). Washington, DC: CRC Press, 2003.

[9] Olsen, R., Rogers, D., Hodge, D., “The aRb Relation in the Calculation of Rain Attenuation”, IEEE Transactions on Antennas and Propagation, vol. 26, no.2, hal. 318-329. 1978.


(74)

[10] Rogers R.R, “Statistikal Rainstorm Models : Their Theoritical And Physical Foundations”,IEEE Transactions on Antennas and Propagation, hal. 547-565. July 1976.

[11] Mahmudah H., “Prediksi Redaman Hujan Menggunakan Synthetic Storm Technique. Ph.D. thesis, Dept. Elect. Eng., Institute of Surabaya, Surabaya, Indonesia, 2008.

[12] Uman, Uke Kurniawan, “Sistem LMDS, Layanan Broadband Wireless pada Frekuensi 28 GHz – 31 GHz”, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI2006), Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia, 2006.

[13] Rudianto,Analisis Kinerja Local Multipoint Distribution Service (LMDS) Sebagai Akses Layanan Nirkabel Pita Lebar,Medan : USU, 2007.

[14] Anisah, Analisa Link Budgetpada TeknologiLong Term Evolution(LTE), Surabaya : PENS, 2012.

[15] Suwadi, G. Hendrantoro, C.D. Murdaningtyas, Kinerja Selection Combining dan Adaptive Coded Modulation Pada Sistem Komunikasi Nirkabel Gelombang Milimeter Di Bawah Pengaruh Redaman Hujan di Indonesia, Surabaya: ITS, 2009.

[16] Matricciani, Physical-Mathematical Model of Dynamics of Rain attenuation Basrd on Rain Rate Times Series and Two Layer Vertikal Structure of Precipitation, Radio Science, Vol. 31, no.2, pp. 281-295. 1996.

[17] ITU-R Rec. P.530-10, Propagation Data and Prediction Methods Required for the Designed of Terrestrial Line of Sight systems. 2001.


(75)

[18] ITU-R Rec. P.838, Specific attenuation model for rain for use in prediction.2003.

[19] Noman Shabir,dkk, Comparison of Radio Propagation Models for Long Term Evolution (LTE) Network, IJNGN Vol.3, No.3, Pakistan, September 2011.


(76)

LAMPIRAN A

DATA HUJAN DAN DATA ANGIN

Tabel 1. Data Hujan bulan Oktober 2012 Polonia Medan

T

angga

l JUMLAH HUJAN TIAP JAM ( Milimeter )

Jumlah 24 jam 07-08 08-09 09-10 10-11 11-12 12-13 13-14 14-15 15-16 16-17 17-18 18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 00-01 01-02 02-03 03-04 04-05 05-06 06-07 1 0.0 2 0.0

3 0.7 2.8 0.2 0.1 3.8

4 13.0 47.0 29.0 0.5 2.5 1.2 0.1 93.3

5 6 7 8

9 0.7 0.2 0.5 41.0 1.8 0.3 0.1 44.6

10 11 12 13


(77)

15 1.3 0.9 8.8 2.9 0.9 14.8

16 0.2 0.2

17

18 0.9 0.7 0.1 1.7

19 0.1 0.1 1.5 0.5 2.2

20

21 10.0 9.2 3.5 0.1 0.2 0.2 23.2

22 1.0 1.5 2.5

23 24

25 0.3 5.0 1.5 0.1 6.9

26 1.2 1.0 3.8 3.3 0.4 9.7

27 0.8 0.1 0.9

28 29

30 6.0 1.7 0.8 0.1 1.9 1.0 0.2 11.7


(78)

Tabel 2. Data Kecepatan dan Arah Angin bulan Oktober 2012 Polonia Medan

Tanggal Kecepatan angin v

(knot) Arah anginӨ

3-10-2012 5 W

4-10-2012 5 NW

7-10-2012 8 NE

9-10-2012 6 E

14-10-2012 7 N

15-10-2012 4 N

16-10-2012 4 W

18-10-2012 5 NW

19-10-2012 6 NW

21-10-2012 6 SW

22-10-2012 6 NE

25-10-2012 5 NW

26-10-2012 6 W

27-10-2012 5 NE


(79)

LAMPIRAN B

Source Code Program simulasi Clear all;

%Pengumpulan data A (sampel redaman hujan) dalam satu matriks

T = [A1A2A3,…, An];

%Pengurutan data dan nonzeros

a=sort(T); a=fliplr(a); a=nonzeros(a); p=length(a); pl1=0:1/(p-1):1;

a2=((p/(365.25*24*60))*100).*a; % distribusi kumulatif

% Gambar kurva distribusi kumulatif

figure (1)

semilogy(a,pl1,'-','Linewidth',2'); % kurva semilogaritmik


(80)

LAMPIRAN C Bagan Rancangan Penelitian

Mulai

Penetapan titik-titik lokasi penelitian :

1. Padang Bulan 2. Polonia 3. Sampali

Penetapan periode penelitian : September–November 2012

Perhitungan kecepatan angin pada link : Data cuaca :

1. Intensitas Hujan R (mm/h) 2. Kecepatan angin v (knot) 3. Arah angin (0)

Perhitungan jumlah segmen: N= [(L cos Ө / VrT)]

Nilai kecepatan angin pada link vr(km/detik)


(81)

Nilai jumlah segmen (N)

Perhitungan panjang setiap segmen: Δ L =vrT

Nilaipanjang segmen (Δ L)

Perhitungan redaman hujan untuk masing-masing link per hari:

( ) = ( )Δ Ln

Nilai redaman hujan per hari (A)

Perhitungan distribusi kumulatif redaman hujan :

P(A>Ap) = [(z/365.25 x 24 x 60)]

Kurva redaman hujan dan nilai redaman hujan (A) dengan periode penelitian September–November 2012


(82)

Parameter Perhitungan :

1. Vr= kecepatan angin pada link (km/detik)

2. Ψ = sudut antar link 450, 9001350, dan 1800 3. Ө = sudut kedatangan angin (0)

4. v = kecepatan angin diperoleh dari data penelitian (knot) 5. T = waktu sampling 60 detik

6. N = Jumlah segmen 7. L = panjang link (km)

8. A (k) = redaman hujan untuk k=1,2,…,n 9. Δ L = panjang segmen (km)

10. R = intensitas hujan (mm/h), 11. a,b = koefisien ITU-R


(83)

Lampiran D

Komunikasipoint to pointLTE

Masukan Parameter Nilai Satuan Range

Value Parameter

Umum Frekuensi 13 GHz

enodeB-1 (pemancar)

Latitude -7,2281

Longitude 112,738

Daya Pancar 32 dBm ≤32

Tinggi antenna 30 meter

Diamater antenna 0,6 meter

Jumlah konektor 4 buah

enodeB-2 (penerima)

Latitude -7,21

Longitude 112,732

Tinggi antenna 30 meter

Diameter antenna 0,6 meter

Jumlah konektor 4 buah

Keluaran

enodeB-1 (pemancar)

Panjang saluran pemancar 45 meter

Cable loss 8.60 dB

Connector loss 1.68 dB

Antenna gain 36,42 dBi

-enodeB-1 (penerima)

Panjang saluran Penerima 45 meter

Cable loss 8,60 dB

Connector loss 1,68 dB

Antenna gain 36,42 dBi

-Propagasi

Jarak 1,73 km

Sudut 112,64 derajat

Arah link Barat Laut

Redaman Hujan 17,23 dB

Free space loss 119,46 dB

Fresnel zone 3,16 meter

Daya

EIRP 58,15 dBm

IRL (non kondisional) -61,31 dBm IRL (kondisional) -78,54 dBm RSL (non kondisional) -35,16 dBm RSL (kondisional) -52,39 dBm


(84)

LAMPIRAN E

Jumlah Sampel Redaman Hujan SSTMultilinkKota Medan

Lokasi

Sampel (buah)

L=1 km L=2 km L=3 km L=4 km

Link Timur 00 1199 2144 3149 3945

Link Timur Laut 450 1199 2097 3073 3903

Link Utara 900 1074 1955 2195 3167

Link Barat Laut 1350 1057 2113 3021 3827


(1)

LAMPIRAN B

Source Code Program simulasi Clear all;

%Pengumpulan data A (sampel redaman hujan) dalam satu matriks T = [A1A2A3,…, An];

%Pengurutan data dan nonzeros a=sort(T);

a=fliplr(a); a=nonzeros(a); p=length(a); pl1=0:1/(p-1):1;

a2=((p/(365.25*24*60))*100).*a; % distribusi kumulatif

% Gambar kurva distribusi kumulatif figure (1)

semilogy(a,pl1,'-','Linewidth',2'); % kurva semilogaritmik grid on;


(2)

LAMPIRAN C Bagan Rancangan Penelitian

Mulai

Penetapan titik-titik lokasi penelitian :

1. Padang Bulan 2. Polonia 3. Sampali

Penetapan periode penelitian : September–November 2012

Perhitungan kecepatan angin pada link : Data cuaca :

1. Intensitas Hujan R (mm/h) 2. Kecepatan angin v (knot) 3. Arah angin (0)

Perhitungan jumlah segmen: N= [(L cos Ө / VrT)]

Nilai kecepatan angin pada link vr(km/detik)


(3)

Nilai jumlah segmen (N)

Perhitungan panjang setiap segmen: Δ L =vrT

Nilaipanjang segmen (Δ L)

Perhitungan redaman hujan untuk masing-masing link per hari:

( ) = ( )Δ Ln

Nilai redaman hujan per hari (A)

Perhitungan distribusi kumulatif redaman hujan :

P(A>Ap) = [(z/365.25 x 24 x 60)]

Kurva redaman hujan dan nilai redaman hujan (A) dengan periode penelitian September–November 2012


(4)

Parameter Perhitungan :

1. Vr= kecepatan angin pada link (km/detik)

2. Ψ = sudut antar link 450, 9001350, dan 1800 3. Ө = sudut kedatangan angin (0)

4. v = kecepatan angin diperoleh dari data penelitian (knot) 5. T = waktu sampling 60 detik

6. N = Jumlah segmen 7. L = panjang link (km)

8. A (k) = redaman hujan untuk k=1,2,…,n 9. Δ L = panjang segmen (km)

10. R = intensitas hujan (mm/h), 11. a,b = koefisien ITU-R


(5)

Lampiran D

Komunikasipoint to pointLTE

Masukan Parameter Nilai Satuan Range

Value Parameter

Umum Frekuensi 13 GHz

enodeB-1 (pemancar)

Latitude -7,2281

Longitude 112,738

Daya Pancar 32 dBm ≤32

Tinggi antenna 30 meter

Diamater antenna 0,6 meter

Jumlah konektor 4 buah

enodeB-2 (penerima)

Latitude -7,21

Longitude 112,732

Tinggi antenna 30 meter

Diameter antenna 0,6 meter

Jumlah konektor 4 buah

Keluaran

enodeB-1 (pemancar)

Panjang saluran pemancar 45 meter

Cable loss 8.60 dB

Connector loss 1.68 dB

Antenna gain 36,42 dBi

-enodeB-1 (penerima)

Panjang saluran Penerima 45 meter

Cable loss 8,60 dB

Connector loss 1,68 dB

Antenna gain 36,42 dBi

-Propagasi

Jarak 1,73 km

Sudut 112,64 derajat

Arah link Barat Laut

Redaman Hujan 17,23 dB

Free space loss 119,46 dB

Fresnel zone 3,16 meter

Daya

EIRP 58,15 dBm

IRL (non kondisional) -61,31 dBm IRL (kondisional) -78,54 dBm


(6)

LAMPIRAN E

Jumlah Sampel Redaman Hujan SSTMultilinkKota Medan

Lokasi

Sampel (buah)

L=1 km L=2 km L=3 km L=4 km

Link Timur 00 1199 2144 3149 3945

Link Timur Laut 450 1199 2097 3073 3903

Link Utara 900 1074 1955 2195 3167

Link Barat Laut 1350 1057 2113 3021 3827