Kadar Sisa Oksigen O

Gambar 4.20 Grafik Kadar CO 2 vs Putaran untuk beban 10 kg. Gambar 4.21 Grafik Kadar CO 2 vs Putaran untuk beban 25 kg.

4.3.4 Kadar Sisa Oksigen O

2 dalam Gas Buang Data hasil pengukuran kadar sisa O 2 dari gas buang hasil pembakaran ke tiga tipe pengujian yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 4.11 Kadar Sisa Oksigen O 2 dalam gas buang. Beban kg Putaran rpm Kadar Oksigen Solar murni C

1:40

C

2:40

C

3:40

10 1000 16,17 16,17 16,67 17,00 1400 14,07 14,22 14,22 14,86 1800 13,20 13,21 13,67 14,00 2200 11,90 12,17 12,53 13,02 2600 11,37 11,26 11,53 11,97 2800 11,95 12,21 12,51 12,51 25 1000 16,97 17,52 17,26 17,52 1400 16,58 16,65 16,75 16,86 1800 15,27 15,27 15,53 15,71 2200 15,42 15,48 16,13 16,50 2600 14,97 15,18 15,36 15,70 2800 14,99 15,12 15,36 15,61 - Pada pembebanan 10 kg, kadar O 2 terendah terjadi saat menggunakan solar pada putaran 2600 yaitu sebesar 11,20 . Sedangkan kadar O 2 tertinggi terjadi saat menggunakan campuran antara zat aditif dengan solar C

3:40

pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 17,00 . - Pada pembebanan 25 kg, kadar O 2 terendah terjadi saat menggunakan solar pada putaran 2600 rpm yaitu 14,97 . Sedangkan kadar O 2 tertinggi terjadi saat menggunakan campuran antara zat aditif dengan solar C

1:40

dan C

3:40

pada putaran 1000 rpm yaitu sebesar 17,52 Universitas Sumatera Utara Perbandingan kadar sisa O 2 yang terdapat dalam gas buang masing- masing sampel pengujian dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar 4.22 Grafik Kadar O 2 vs Putaran untuk beban 10 kg. Gambar 4.23 Grafik Kadar O 2 vs Putaran untuk beban 25 kg. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari pengujian dan perhitungan-perhitungan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahan bakar berbahan baku Total Cetane Plus Diesel dan solar C

1:40

HHV sekitar 42441,284 kjkg, lebih tinggi 5,71 dibanding solar yang memiliki HHV sekitar 40147,048 kjkg. 2. Bahan bakar berbahan baku Total Cetane Plus Diesel dan solar C

2:40

HHV sekitar 44911,879 kjkg, lebih tinggi 11,86 dibanding solar yang memiliki HHV sekitar 40147,048 kjkg. 3. Bahan bakar berbahan baku Total Cetane Plus Diesel dan solar C

3:40

HHV sekitar 43235,404 kjkg, lebih tinggi 7,69 dibanding solar yang memiliki HHV sekitar 40147,048 kjkg. 4. Bahan bakar berbahan baku Total Cetane Plus Diesel dan solar C

1:40

LHV sekitar 37670,804 kjkg, lebih tinggi 6,48 dibanding solar yang memiliki LHV sekitar 35376,568 kjkg. 5. Bahan bakar berbahan baku Total Cetane Plus Diesel dan solar C

2:40

LHV sekitar 40141,399 kjkg, lebih tinggi 13,46 dibanding solar yang memiliki LHV sekitar 35376,568 kjkg. 6. Bahan bakar berbahan baku Total Cetane Plus Diesel dan solar C

3:40

LHV sekitar 38464,924 kjkg, lebih tinggi 8,72 dibanding solar yang memiliki LHV sekitar 35376,568 kjkg. 7. Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan nilai HHV dan LHV dalam bahan bakar campuran solar dengan Total Cetane Plus Diesel terjadi karena peningkatan angka setana dalam campuran. 8. Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan bahwa campuran solar – Total Cetane Plus Diesel C

2:40

memiliki nilai kalor yang paling tinggi, sedangkan pada campuran solar - Total Cetane Plus Diesel C

3:40

menurun,hal ini disebabkan karena campuran zat aditif yang terlalu banyak, tetapi nilai kalor pada C

3:40

masih lebih tinggi dari solar murni. Universitas Sumatera Utara