BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN
4.1 PENGUJIAN NILAI KALOR BAHAN BAKAR
Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan T
1
dan T
2
yang telah diperoleh pada pengujian bom kalorimeter selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai kalor atas high heating value, HHV bahan bakar dengan
persamaan berikut: HHV = T2 – T1 – Tkp x Cv
di mana: HHV = nilai kalor atas bahan bakar kJkg
T1 = temperatur air pendingin sebelum penyalaan C
T2 = temperatur air pendingin sesudah penyalaan C
Tkp = kenaikan temperatur akibat kawat penyala 0,05 C
Cv = panas jenis bom kalorimeter 73529,6 kJkg . C
Standar nilai kalor solar adalah 40297,32 kjkg sumber :spesifikasi bahan bakar gas dan cair,Pertamina,2001, karena dalam pengujian solar menggunakan
bom kalorimeter didapat HHV sebesar 66911,936 kJkg, maka pada pengujian ini, digunakan faktor koreksi Fk sebesar :
C
f
= kg
kkal kg
kkal 936
, 66911
32 ,
40297
= 0,6. Pada pengujian pertama bahan bakar solar murni, diperoleh:
T1 = 26,65 C
T2 = 27,75 C
maka, HHVsolar murni = 27,75 – 26,65 – 0,05 x 73529,6 x C
f
= 77206,080 x 0,6 = 46323,648 kJkg.
Universitas Sumatera Utara
Pada pengujian pertama bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C
1:40
diperoleh : T1 = 24,31
C T2 = 25,37
C maka,
HHV
C1:40
= 25,37 – 24,31 – 0,05 x 73529,6 x C
f
= 44558,937 kJkg. Pada pengujian pertama bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C
2:40
, diperoleh :
T1 = 25,21 C
T2 = 26,27 C
maka, HHV
C2:40
= 26,27 – 25,21 – 0,05 x 73529,6 x C
f
= 45000,115 kJkg. Pada pengujian pertama bahan bakar campuran zat aditif dengan solar C
3:40
diperoleh : T1
= 26,12 C
T2 = 27,09
C, maka: HHV
C3:40
= 27,09 – 26,12 – 0,05 × 73529,6 x C
f
= 40588,339 kjkg
Keterangan : C
1:40
= Campuran 100 ml aditif + 4000 ml solar C
2:40
= Campuran 200 ml aditif + 4000 ml solar C
3:40
= Campuran 300 ml aditif + 4000 ml solar
Cara perhitungan yang sama dilakukan hingga pengujian yang kelima pada setiap jenis bahan bakar. Selanjutnya, untuk memperoleh rata-rata nilai kalor atas
bahan bakar HHVrata-rata digunakan persamaan berikut ini: HHVrata-rata =
5
5 1
i i
HHV
=
Σ
Dengan diperolehnya nilai kalor atas HHV bahan bakar ini, maka dapat dihitung pula nilai kalor bawah LHV dari bahan bakar yang uji.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengujian ini, diasumsikan gas buang yang keluar dari knalpot mesin uji masih mengandung uap air uap air yang terbentuk dari proses
pembakaran bahan bakar yang belum sempat mengalami kondensasi di dalam silinder sebelum langkah buang terjadi sehingga kalor laten kondensasi uap air
tidak diperhitungkan sebagai nilai kalor pembakaran bahan bakar LHV, Low Heating Value. Hal ini berarti untuk mendapatkan nilai LHV, maka nilai kalor
bahan bakar yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya HHV, High Heating Value dengan menggunakan bom kalorimeter harus dikurangkan dengan
besarnya kalor laten kondensasi uap air yang terbentuk dari proses pembakaran. LHV = HHV – Q
lc
Lit.5 Hal.6 di mana:
LHV = Low Heating Value kJkg HHV = High Heating Value kJkg
Q
lc
= kalor laten kondensasi uap air kJ Dengan mengasumsikan tekanan parsial yang terjadi pada knalpot mesin
uji adalah sebesar 20 kNm
2
tekanan parsial yang umumnya terjadi pada knalpot motor bakar, maka dari tabel uap diperoleh besarnya kalor laten kondensasi uap
air, yaitu sebesar 2400 kJkg. Bila diasumsikan pembakaran yang terjadi adalah pembakaran sempurna, maka besarnya uap air yang terbentuk dari pembakaran
bahan bakar dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Berat H dalam bahan bakar =
. .
Z Y
X
O H
C MR
H AR
y
x 100 Lit.6 Hal.191
di mana: x,y, dan z
= konstanta jumlah atom AR H
= berat atom Hidrogen
Z Y
X
O H
C MR
= berat molekul
Z Y
X
O H
C Massa air yang terbentuk = ½ x y x berat H dalam bahan bakar x massa bahan
bakar.
Universitas Sumatera Utara
Harga LHV untuk solar C
12
H
26
dihitung dengan cara yang sama: berat H dalam solar =
100
26 12
x H
MRC ARH
x y
= 100
1 26
12 12
1 26
x x
x x
+ = 15,29 .
Jumlah uap air yang terbentuk dari pembakaran tiap 1 kg solar:
kg kg
x x
x 9877
, 1
1 100
29 ,
15 26
2 1
=
Kalor laten kondensasi uap air dari pembakaran tiap 1 kg solar: Q
lc solar murni
= 2400 kJkg x 1,9877 kg = 4770,48 kJ per 1 kg solar.
Besarnya LHV solar murni: LHV
solar murni
= HHV
solar murni
– Q
lc solar murni
= 40147,048 kJkg – 4770,480 kJkg = 35376,568 kJkg.
Sedangkan harga LHV untuk bahan bakar yang merupakan campuran antara zat aditif dengan solar dihitung dengan menggunakan kalor laten kondensasi uap air
solar, sebab kalor laten kondensasi uap air pada zat aditif diabaikan. Besarnya LHV C
1:40
: LHV
C1 :40
= HHV
C1 : 40
- Q
lc solar
= 42441,284 kjkg – 4770,48 kjkg = 37670,804 kjkg
Besarnya LHV C
2:40
: LHV
C2:40
= HHV
C2 :40
- Q
lc solar
= 44911,879 kjkg – 4770,48 kjkg = 40141,399 kjkg
Universitas Sumatera Utara
Besarnya LHV C
3:40
: LHV
C3:40
= HHV
C3 :40
- Q
lc solar
= 43235,404 kjkg – 4770,48 kjkg = 38464,924 kjkg
Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan T
1
dan T
2
serta hasil perhitungan untuk HHV dan LHV dapat dilihat seperti tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Data Hasil Perhitungan Uji Bom Kalorimeter
Bahan Bakar No.
Pengujian T
1
C T
2
C HHV
kJkg HHVrata-rata
kJkg LHVrata-rata
kJkg
Solar Murni 1
26,65 27,75 46323,648
40147,048 35376,568
2
27,75 28,61 35735,386
3 28,68 29,70
42794,227
4 25,71 26,57
35735,386
5 26,95 27,91
40147,162
C
1:40
1 24,31 25,37
44558,937
42441,284 37670,804
2
25,38 26,34 40147,161
3 27,32 28,32
41911,872
4 26,42 27,43
42353,049
5 24,91 25,94
43235,404
C
2:40
1 25,21 26,27
45000,115
44911,879 40141,399
2
26,09 27,07 41029,516
3
26,33 27,39 44558,937
4 27,78 28,88
46323,648
5 27,00 28,13
47647,181
C
3:40
1 26,12 27,15
43235,404
43235,404 38464,924
2 27,38 28,45
45000,115
3 28,58 29,63
44117,76
4 25,75 26,71
40147,161
5 26,66 27,70
43676,582
Universitas Sumatera Utara
- Pencampuran zat aditif terhadap solar murni akan menyebabkan perubahan
nilai kalor atas HHV solar murni itu sendiri. Hal ini terjadi karena nilai kalor solar murni telah dipengaruhi oleh nilai kalor zat aditif. Dengan pencampuran
ini, maka nilai kalor solar murni akan meningkat. -
Berdasarkan analisa diatas, campuran solar – Total Cetane Plus Diesel C
2:40
memiliki nilai kalor yang paling tinggi, sedangkan pada campuran solar – Total Cetane Plus Diesel C
3:40
menurun, hal ini disebabkan karena campuran Total Cetane Plus Diesel yang terlalu banyak, tetapi nilai kalor pada
C
3:40
masih lebih tinggi dari solar murni.
Perbandingan nilai HHV dan LHV masing-masing dapat dilihat pada gambar di bawah.
Gambar 4.1 Grafik HHV kjkg vs jenis bahan bakar.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Grafik LHV kjkg vs jenis bahan bakar. Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa harga HHV dan LHV campuran
zat aditif dengan solar lebih tinggi dari solar, hal ini diakibatkan adanya peningkatan nilai cetane dalam bahan bakar campuran zat aditif dengan solar.
4.2 Pengujian Performansi Motor Diesel