Efektivitas beberapa uji pemalsuan madu kapuk

EFEKTIVITAS BEBERAPA UJI PEMALSUAN MADU KAPUK

SKRIPSI
MAYA RACHMAWATY

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
Maya Rachmawaty D14070069. 2011. Efektivitas Beberapa Uji Pemalsuan Madu
Kapuk. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. B. N. Polii, S.U.
Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C.H Siregar, M.Si.
Pola hidup sehat menyarankan konsumsi madu setiap hari sehingga
permintaan madu semakin meningkat. Bersamaan dengan meningkatnya konsumsi
madu, banyak pihak tertentu yang melakukan pemalsuan madu untuk keuntungan
berlimpah. Secara fisik madu palsu cenderung sama dengan madu asli akan tetapi
komposisi madu asli dan madu palsu berbeda sehingga manfaat nya pun tidak sama.

Pemalsuan madu merugikan konsumen sehingga diperlukan cara-cara sederhana
untuk membedakan madu asli dan madu palsu. Beberapa cara uji pemalsuan madu
telah diketahui masyarakat akan tetapi efektivitasnya belum diketahui. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui nilai efektivitas beberapa uji pemalsuan madu yang
biasa digunakan oleh distributor dan konsumen madu.
Penelitian ini menggunakan tujuh sampel yang terdiri dari madu asli dan
enam sampel madu palsu. Madu palsu yang digunakan terdiri dari tiga modus
pemalsuan madu yakni madu yang dipalsukan dengan penambahan gula (madu
sukrosa, madu glukosa dan madu fruktosa), dipalsukan dengan penambahan
pengental (madu CMC (Carboxy Methyl Celulose) dan madu gelatin) serta
dipalsukan dengan pengental dan gula (madu sagu dan sukrosa). Uji pemalsuan
madu yang digunakan adalah uji semut, uji larut, uji keruh, uji buih, uji pemanasan,
uji tarik, uji lengket, uji segi enam, uji iod, dan uji ikan mentah. Uji kimia juga
dilakukan diantaranya pengukuran kadar air, nilai pH, kadar HMF
(Hidroksimetilfurfural) dan kadar gula dilakukan untuk mendukung hasil uji
pemalsuan madu.
Pengolahan data dilakukan dengan model Rancangan Acak Kelompok
(RAK). Peubah yang diamati adalah nilai efektifitas uji pemalsuan madu. Perlakuan
yang diberikan adalah sepuluh uji pemalsuan madu kapuk, dan kelompok terdiri dari
tiga yakni modus pemalsuan madu. Nilai efektifitas diuji ANOVA dengan model

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan diuji lanjut dengan uji Duncan.
Uji kimia menunjukkan madu yang dipalsukan dengan penambahan gula
meningkat kadar gulanya, sedangkan nilai HMF, pH, dan kadar air hampir sama
dengan madu asli. Madu yang dipalsukan dengan penambahan pengental memiliki
kadar air yang lebih dari 40%, dan kadar gula nya rendah, sedangkan nilai pH dan
HMF cenderung sama dengan madu asli. Madu yang dipalsukan dengan pengental
dan gula memiliki kadar sukrosa yang tinggi 50,13%, kadar air cukup tinggi 32,72%,
nilai pH yang basa yakni 8,23 sedangkan nilai HMF nya sama seperti madu asli.
Nilai efektivitas rata-rata dari setiap uji pemalsuan secara urut dari yang
terbesar sampai terkecil adalah uji larut 83,3%, uji ikan mentah 60%, uji keruh
52,5%, uji pemanasan 49,2%, uji segi enam 41,7%, uji iod 33,3%, uji tarik 25,8%,
uji buih 17,5%, uji semut 0,8%, dan uji lengket 0%. Uji larut merupakan uji yang
paling efektif diantara uji pemalsuan lainnya. Uji pemalsuan lain yang efektif
digunakan adalah uji ikan mentah, uji keruh, dan uji pemanasan.

Berdasarkan uji pemalsuan madu yang telah dilakukan, terdapat jenis madu
palsu yang lebih mudah dideteksi. Madu dengan pemalsuan menggunakan pengental
dan gula seperti MSS (madu sagu dan sukrosa) merupakan jenis madu palsu yang
lebih mudah diketahui karena dapat dideteksi dengan efektivitas tinggi oleh uji
pemanasan, uji segi enam, uji ikan mentah, uji buih, dan uji keruh serta dapat

dideteksi dengan mengukur nilai pH dan kadar air. Madu dengan penambahan
pengental (MC (Madu CMC) dan MGel (Madu Gelatin)) lebih sulit dideteksi dari
pada MSS. Madu dengan penambahan pengental dapat dideteksi dengan uji larut, uji
pemanasan, uji segi enam, uji ikan mentah dan pengukuran kadar air. Madu palsu
dengan penambahan gula (MS (Madu Sukrosa), MF (Madu Fruktosa), dan MG
(Madu Glukosa)) adalah jenis madu palsu yang paling sulit dideteksi dari pada madu
palsu lainnya dalam penelitan ini. Madu palsu dengan penambahan gula hanya bisa
dideteksi dengan uji larut dan uji keruh.
Kata-kata kunci : madu palsu, efektivitas uji, uji pemalsuan madu.

ii

ABSTRACT
The Effectiveness of Several Adulteration Tests Cotton Tree Honey
Rachmawaty, M., B. N. Polii and H. C. H. Siregar
This study was conducted to determine the effectiveness of several
adulteration tests for honey. There were many adulteration tests usually done by
people to distinguish between pure and artificial honey. This experiment studied
several adulteration tests such as ant test, soluble test, turbidity test, foam test, heated
test, pull test, sticky test, hexagon test, raw fish test, and iodine test. The artificial

honey were divided into three, namely artificial honey with thickener (CMC and
gelatin), artificial honey with sugar (sucrose, fructose and glucose), and artificial
honey with sugar and thickener (sugar and sago). Chemical analysis such as pH,
moisture, HMF (Hidroxymethylfurfural) and sugar content (sucrose, fructose and
glucose) were also conducted to support the result of adulteration tests. From all
adulteration tests, the most effective test was soluble test with number of
effectiveness 83,3%. The other effective tests that can be applied to distinguish
between pure honey and artificial honey were raw fish test (60%), turbidity test
(52,5%), and heated test (49,2%). Artificial honey with sugar dan thickener (sugar
and sago) was the most easily to be detected, and artificial honey with sugar
(sucrose, fructose, and glucose) was the most difficult to be detected.
Keywords : artificial honey, adulteration test, effectiveness.

iii

EFEKTIVITAS BEBERAPA UJI PEMALSUAN MADU KAPUK
LEMBAR PERNYATAAN

MAYA RACHMAWATY
D14070069


Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TERKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
iv

Judul
Nama
NIM

: Efektivitas Beberapa Uji Pemalsuan Madu Kapuk
: Maya Rachmawaty
: D14070069


Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Ir. B. N. Polii, SU)
NIP. 19480402 198003 2 001

Pembimbing Anggota,

(Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si)
NIP. 19620617 199003 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc)
NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 13 Mei 2011


Tanggal Lulus :
v

RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara, pasangan Ibu Sita Dewi
dan Bapak Muslihat Ibrahim. Penulis dilahirkan pada 30 April 1990 di Bogor.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1994 di TK Al-Munawar Bogor. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pengadilan 4 Bogor pada tahun 2001,
kemudian menyelesaikan sekolah di SMPN 7 Bogor pada tahun 2004. Penulis
menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA PGRI 4 Bogor pada tahun 2007.
Penulis menjabat sebagai Ketua OSIS dan aktif dalam dunia bela diri KATEDA saat
duduk di bangku SMA. Pada tahun 2007, Penulis diterima menjadi mahasiswa
Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan (IPTP) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa di IPB, Penulis sangat aktif mengikuti kegiatan
kemahasiswaan. Pada Tingkat Persiapan Bersama, Penulis menjadi penyiar di Agri
FM, bergabung dalam Dormitory English Club, Taekwondo IPB, dan Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM). Pada Tingkat Dua, Penulis
berhasil menjadi Juara I Lomba Newscaster Journalistic Fair SCTV dan juara 3

lomba siaran KISI FM Bogor. Selanjutnya Penulis bekerja sebagai penyiar training
di radio KISI FM, dan menjadi bendahara biro Public Relation BEM-D Fapet, serta
Duta Lingkungan BEM-KM IPB, dan asisten pelatih Tae Kwon Do IPB.
Pada Tingkat Tiga, Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada bimbingan
belajar Brilliant Student, dan menjadi pengisi suara untuk CD pembelajaran multi
media Bahasa Inggris. Penulis juga bekerja sebagai asisten dosen, mata kuliah
Bahasa Indonesia untuk kelas mahasiswa asing Program S-2 di MKDU IPB. Penulis
menjadi tiga besar Mahasiswa Berprestasi Fakultas Peternakan pada tahun 2010.
Pada Tingkat Empat Penulis bekerja sebagai Pembaca Berita dan Presenter di
Megaswara TV Bogor. Selama menjadi mahasiswa, Penulis sering menjadi Master of
Ceremony (MC) di berbagai acara. Salah satu acara terbesar yang pernah dibawakan
Penulis adalah acara Internasional The Fifth Indonesian Livestock Industry Award
2010 di Jakarta Covention Centre (JCC).

vi

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan petunjuk-Nya
Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang menjadi syarat untuk kelulusan studi di
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor. Shalawat dan salam juga selalu tercurah kepada junjungan besar
Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul “Efektivitas Beberapa Uji Pemalsuan Madu” ditulis
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember
2010. Penelitian tersebut dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, Fakultas Matematikan dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Industri Agro Kota
Bogor. Skripsi ini berisikan persentase efektivitas dari berbagai uji pemalsuan madu
kapuk yang biasa dilakukan oleh distributor dan konsumen madu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan
dan masih jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat luas, khususnya bagi penulis dan bagi dunia peternakan
serta pembaca pada umumnya.

Bogor, April 2011

Penulis


vii

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................

i

ABSTRACT ..................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................

v

RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................

x


DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
PENDAHULUAN ..........................................................................................

1

Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan …. ...........................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

3
3
3
11
12
12
13
13
13
14

Madu ................................................................................................
Komposisi dan Mutu Madu ................................................................
Gelatin ................................................................................................
Tepung Sagu ........................................................................................
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) .....................................................
Soda Kue ..............................................................................................
Semut ................................................................................................
Madu Palsu ..........................................................................................
Pengujian Madu Palsu…………………………………………….

MATERI DAN METODE ............................................................................. 16
Lokasi dan Waktu ..............................................................................
Materi ................................................................................................
Prosedur ..............................................................................................
Analisis Data……… .…………………………………………..........

16
16
17
25

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 28
Perbedaan Madu Asli dan Madu Palsu ............................................... 28
Hasil Uji Pemalsuan pada Madu Asli ................................................. 32
Uji Kimia ............................................................................................ 36
Uji Pemalsuan Madu .......................................................................... 41
Efektivitas Uji Pemalsuan pada Setiap Jenis Madu Palsu .................. 56

viii

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 59
Kesimpulan ......................................................................................... 59
Saran ................................................................................................ 59
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61
LAMPIRAN ................................................................................................ 65

ix

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Reaksi Penguraian Sukrosa oleh Enzim Invertase…………………..

5

2.

Reaksi Pembentukan HMF, Asam Levulinat, dan Asam Format dari
Monosakarida (Heksosa) dalam Suasana Asam…………………….

5

3.

Uji Semut……………………………………………………………

19

4.

Uji Larut…………………………………………………………….

20

5.

Uji Keruh……………………………………………………………

20

6.

Uji Pemanasan………………………………………………………

21

7.

Uji Tarik……………………………………………………………..

21

8.

Uji Segi Enam……………………………………………………….

22

9.

Uji Ikan Mentah……………………………………………………..

22

10. Uji Iod……………………………………………………………….

23

11. Sampel Madu Asli dan Madu Palsu…………………………………

29

12. Hasil Uji Semut……………………………………………………...

42

13. Efektivitas Uji Semut pada Berbagai Madu Palsu…………………..

42

14. Hasil Uji Larut………………………………………………………

43

15. Efektivitas Uji Larut pada Berbagai Madu Palsu…………………...

44

16. Hasil Uji Keruh……………………………………………………...

45

17. Efektivitas Uji Keruh pada Berbagai Madu Palsu…………………..

46

18. Efektivitas Uji Buih pada Berbagai Madu Palsu……………………

47

19. Hasil Uji Pemanasan………………………………………………...

48

20. Efektivitas Uji Pemanasan pada Berbagai Madu Palsu……………..

49

21. Hasil Uji Tarik………………………………………………………

50

22. Efektivitas Uji Tarik pada Berbagai Madu Palsu…………………...

51

23. Hasil Uji Segi Enam…………………………………………………

52

24. Efektivitas Uji Segi Enam pada Berbagai Madu Palsu……………...

53

25. Hasil Uji Iod…………………………………………………………

54

26. Efektivitas Uji Iod pada Berbagai Madu Palsu……………………...

54

27. Hasil Uji Ikan Mentah……………………………………………….

55

28. Efektivitas Uji Ikan Mentah pada Berbagai Madu Palsu……………

56

x

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Komposisi Madu ……………………………………………………

3

2.

Standar Nasional Mutu Madu di Indonesia ………………………...

4

3.

Warna Madu ………………………………………………………..

29

4.

Aroma Madu ………………………………………………………..

30

5.

Rasa Madu ………………………………………………………….

31

6.

Hasil Uji Pemalsuan yang Diterapkan pada Madu Asli …………….

32

7.

Hasil Uji Kimia……………………………………………………...

37

8.

Efektivitas Uji Pemalsuan pada Sampel Madu Palsu……………….

41

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Gambar Sampel Madu Asli dan Madu Palsu ………………….……

66

2.

Hasil Uji Larut………………………………………………………

67

3.

Hasil Uji Keruh……………………………………………………...

68

4.

Hasil Uji Pemanasan……………….………………………………..

69

5.

Hasil Uji Tarik………………………………………………………

70

6.

Hasil Uji Segi Enam…………………………………………………

71

7.

Komunikasi Pribadi dengan National Honey Board USA……..……

72

8.

Hasil Uji Iod ………………………………………………………...

73

9.

Hasil Uji Ikan Mentah……………………………………………….

74

10. Hasil Uji Pemalsuan dan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan……

75

11. Perhitungan Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu…………..

76

12. Analisis Statistik Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu……..

77

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Madu mengandung banyak nutrisi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan
manusia. Zat-zat atau senyawa yang terkandung dalam madu sangat kompleks dan
kini telah diketahui tidak kurang dari 181 macam zat atau senyawa terdapat dalam
madu (Sihombing, 2005). Keunggulan madu terdapat pada kandungan enzim-enzim
dan karbohidratnya. Enzim yang dominan terdapat pada madu adalah enzim diastase
dan invertase yang berfungsi mengubah karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat
yang lebih sederhana. Karbohidrat yang terdapat dalam madu merupakan karbohidrat
sederhana dengan kandungan utamanya adalah monosakarida, sehingga lebih mudah
diserap oleh tubuh. Berbagai kandungan nutrisi madu membuat madu sangat
bermanfaat untuk kesehatan.
Fungsi madu untuk kesehatan manusia diantaranya sebagai penambah
stamina, kecantikan kulit, antibakteri dan penumbuh jaringan pada luka dan lain
sebagainya. Pola hidup sehat membudayakan konsumsi madu setiap hari, sehingga
banyak masyarakat semakin tertarik mengkonsumsi madu. Seiring dengan
peningkatan konsumsi madu, berkembanglah cara-cara pemalsuan madu oleh pihak
tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Berdasarkan Simamora
(2010), pada saat ini madu yang terdapat di pasar Indonesia hampir 80% merupakan
madu palsu. Pemalsuan madu biasanya dilakukan dengan penambahan gula dan
pengental. Gula yang sering ditambahkan dalam pemalsuan madu adalah glukosa,
fruktosa, dan sukrosa, sedangkan pengental yang biasa digunakan adalah Carboxy
Methyl Cellulose (CMC) dan gelatin. Ada juga madu palsu yang dibuat dari
campuran sagu, gula pasir, dan soda kue.
Munculnya madu palsu membuat konsumen dirugikan, karena komposisi
madu palsu berbeda dengan madu asli sehingga memiliki manfaat yang tidak sama.
Berdasarkan penampilan fisik, madu asli dan madu palsu sangat sulit dibedakan, oleh
karena itu dibutuhkan cara-cara praktis untuk mengujinya. Metode yang digunakan
untuk pengujian pemalsuan madu didasarkan pada pengetahuan yang berlaku di
masyarakat diantaranya uji bakar, uji rembes, uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji
larut. Berdasarkan penelitian Ansori (2002), dari kelima uji tersebut, hanya uji larut
yang paling akurat untuk menguji keaslian madu; Rahmani (2004) menambahkan
1

bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi sebesar 83,3%. Menurut Lee (2008), selain
uji tersebut masih banyak uji pemalsuan madu lainnya yang belum diketahui
kebenarannya. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk mengukur keefektifan
berbagai uji pemalsuan madu. Nilai efektivitas dari uji pemalsuan madu dapat
menunjukkan bahwa uji tersebut efektif digunakan atau tidak untuk membedakan
madu asli dan madu palsu.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas dari
berbagai uji pemalsuan madu yang biasa dilakukan oleh masyarakat khususnya
distributor dan konsumen madu.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Madu
Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang
dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain
dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga (Badan Standarisasi
Nasional, 2004). Berdasarkan Sumoprastowo dan Suprapto (1980), pada jaman
dahulu madu dipakai untuk mengawetkan daging dan kulit. Orang mesir pada waktu
itu mempergunakan madu sebagai bagian dari ramuan rahasianya untuk
mengawetkan jenazah raja-raja. Madu juga digunakan untuk makanan kesehatan,
obat-obatan serta kosmetika. Banyak bukti yang mendukung madu dapat digunakan
untuk luka yakni sebagai antimikroba dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan
pada luka (Molan, 2006).
Komposisi dan Mutu Madu
Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor utama yakni, komposisi nektar
asal madu bersangkutan dan faktor-faktor eksternal tertentu (Sihombing, 2005).
Komposisi madu tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Madu
No

Kandungan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Air
Fruktosa
Glukosa
Sukrosa
Maltosa dan disakarida tereduksi lainnya
Karbohidrat lainnya
Asam organic
Protein
Abu
Zat lain-lain

Jumlah (%)
17,2
38,19
31,28
1,31
7,31
1,5
0,57
0,26
0,17
2,21

Sumber : Gojmerac (1983).

Madu mengandung air, karbohidrat, protein, abu, dan zat lainnya.
Karbohidrat madu merupakan gula sederhana yang mudah diserap tubuh. Kurang

3

lebih 85% dari gula yang terdapat dalam madu adalah fruktosa dan glukosa
selebihnya adalah polisakarida dan oligosakarida (White, 1979).
Masing-masing negara memiliki standar mutu madu tersendiri untuk dapat
dijual dan dikonsumsi masyarakat. Standar mutu madu di Indonesia tercantum dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) 2004 dan dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Standar Nasional Mutu Madu di Indonesia
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jenis Uji
Aktivitas enzim diastase
Hidroksimetilfurfural (HMF)
Air
Gula pereduksi
Sukrosa
Keasaman
Padatan yang tak larut air
Abu
Cemaran arsen (As)
Cemaran Logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)

Satuan
Diastase Number
mg/kg
%
%, b/b
%, b/b
ml NaOH 1 N/kg
%, b/b
%, b/b
mg/kg

Persyaratan
Minimal 3
Maksimal 50
Maksimal 22
Minimal 65
Maksimal 5
Maksimal 50
Maksimal 0.5
Maksimal 0.5
Maksimal 0.5

mg/kg
mg/kg

Maksimal 1,0
Maksimal 5,0

Keterangan : b/b= berat/berat
Sumber : SNI 01-3545-2004

Enzim
Madu mengandung dua enzim yang paling mencolok yakni enzim diastase
dan invertase. Madu kaya akan karbohidrat sederhana karena lebah pekerja
meminum nektar dan memuntahkannya kembali sambil menambahkan enzim yang
disebut enzim invertase. Pemanasan maupun penyimpanan lama terhadap madu
mengakibatkan inaktivasi enzim madu. Aktifitas enzim juga dipengaruhi oleh pH
lingkungan yang disebabkan oleh terjadinya perubahan ionisasi enzim, substrat, atau
komplek enzim substrat. Nilai pH optimum enzim-enzim pada madu berkisar antara
5,0-5,3 dan suhu optimum berkisar antara 22-50 oC (Sihombing, 2005). Enzim
invertase akan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Diastase berperan
dalam mengubah polisakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana (Achmadi,
1991). Sumber diastase pada madu adalah lebah madu sendiri, meski ada juga yang
menduga nektar sebagai sebagian sumbernya. Reaksi perombakan sukrosa menjadi
fruktosa dan glukosa oleh enzim invertase dapat dilihat pada Gambar 1.

4

Enzim Invertase

Glukosa

Fruktosa

Sukrosa
Gambar 1. Reaksi Penguraian Sukrosa oleh Enzim Invertase (Achmadi, 1991)

Hidroximetilfurfural (HMF)
Hidroximetilfurfural (HMF) yang terdapat dalam madu merupakan senyawa
kimia yang dihasilkan dari perombakan monosakarida madu yang jumlah atom Cnya enam (glukosa dan fruktosa), dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor
(panas) (Achmadi, 1991). Kadar HMF dapat menjadi indikator kerusakan madu oleh
pemanasan yang berlebihan atau karena pemalsuan dengan gula invert. Kedua
perlakuan tersebut akan meningkatkan kadar HMF (Winarno, 1982). Semakin lama
penyimpanan semakin tinggi kadar HMF madu, tetapi kenaikan kadar HMF tersebut
tergantung pada suhu penyimpanan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian
Almayanthy (1998) yang menunjukkan bahwa kadar HMF madu yang disimpan
pada suhu 28 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu 3 dan 5

o

C. Reaksi

pembentukan HMF dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.

Reaksi Pembentukan HMF, Asam Levulinat, dan Asam Format dari
Monosakarida (Heksosa) dalam Suasana Asam (Achmadi, 1991)

5

Kadar Air
Kadar air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang kadar airnya
tinggi, mudah berfermentasi. Fermentasi terjadi karena khamir dari genus
Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat
hidup dalam madu. Sel khamir akan mendegradasi gula dalam madu (khususnya
glukosa dna fruktosa) menjadi alkohol (etanol). Jika alkohol bereaksi dengan
oksigen, alkohol tersebut akan membentuk asam asetat yang mempengaruhi kadar
keasaman, rasa dan aroma madu. Pada akhir proses fermentasi akan terbentuk karbon
dioksida dan air (White, 1979; Achmadi, 1991). Madu tidak mudah larut dalam air.
Berdasarkan Rahmani (2004) rendahnya kelarutan madu asli disebabkan rheologi asli
madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponenkomponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti
protein, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu buatan atau madu palsu.
Menurut Sumoprastowo dan Suprapto (1980), madu bersifat higroskopis
(mudah menarik air), oleh karena itu penyimpanan madu harus memakai tempat
yang tidak tembus udara. Kadar air madu tergantung dari keadaan cuaca, kadar air
awal nektar dari mana nektar tersebut berasal serta kekuatan koloni lebah tersebut
(White, 1992). Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap kadar air madu,
semakin rendah kelembaban udara maka semakin rendah pula kadar airnya. Kadar
air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (RH) udara di
Indonesia yang tinggi (Gojmerac, 1983). Kelembaban relatif (RH) Indonesia berkisar
60% hingga 90%, menghasilkan kadar air madu sekitar 18,3% sampai 33,1%
(Sihombing, 2005).
Karbohidrat
Madu mengandung karbohidrat sederhana yang mudah diserap oleh tubuh.
Jenis karbohidrat yang dominan dalam hampir semua madu adalah monosakarida
levulosa (fruktosa) dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dekstrosanya
(glukosa) lebih tinggi dari levulosa. Fruktosa dan glukosa mencakup 85% - 90% dari
karbohidrat yang terdapat dalam madu dan hanya sebagian kecil oligosakarida dan
polisakarida. Kadar gula madu dipengaruhi oleh kadar air. Madu yang memiliki
kadar air rendah memiliki kadar gula tinggi (Panjaitan, 2000). Berdasarkan
6

Sihombing (2005) gula-gula madu (candy honey) dapat dilelehkan dengan
memanaskan pada suhu 50 oC.
Kandungan karbohidrat madu juga berpengaruh terhadap sifat fisik madu.
Sifat higroskopis madu disebabkan madu merupakan larutan jenuh gula. Fruktosa
merupakan gula yang paling bertanggung jawab akan sifat higroskopis madu karena
fruktosa lebih mudah larut dibandingkan glukosa (White, 1992). Glukosa akan
membuat madu berkristal membentuk madu-permanen. Kandungan glukosa akan
menentukan lama dan bentuk kristal (Sihombing, 2005). Kristalisasi adalah peristiwa
pembentukan glukosa monohidrat dan kristal tersebut lalu memisahkan diri dari air
dan fruktosa. Hal tersebut terjadi karena madu merupakan larutan yang lewat jenuh
dan tidak stabil (Achmadi, 1991). Kandungan karbohidrat juga berpengaruh terhadap
warna madu. Perubahan warna madu dapat disebabkan oleh reaksi mailard antara
nitrogen amino dan gula pereduksi atau oleh kombinasi polifenol dengan zat besi,
maupun oleh ketidakstabilan fruktosa dalam larutan asam ataupun terjadinya
karamelisasi (Sihombing, 2005).
Madu mengandung berbagai gula pereduksi sehingga bila disimpan lama
akan mengalami perubahan. Bila madu disimpan dua tahun di tempat bersuhu kamar,
maltosa akan meningkat mencapai 69%, dan glukosa serta fruktosa turun mencapai
86% dari aslinya. Perubahan fraksi karbohidrat pertama yang terjadi selama
penyimpanan madu adalah peningkatan kadar disakarida pereduksi (maltosa) akibat
penggabungan monosakarida

pereduksi

(glukosa

dan fruktosa). Perubahan

selanjutnya yang mungkin terjadi adalah peningkatan kadar karbohidrat berantai
panjang (oligosakarida) (White, 1979). Penyebabnya antara lain adalah suhu
penyimpanan dan kadar air madu (Sihombing, 2005).
Gula atau karbohidrat terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H) dan
oksigen (O), kadang-kang juga nitrogen (N). Heksosa merupakan contoh karbohidrat
sederhana, misalnya fruktosa, galaktosa, glukosa dan sebagainya. Glukosa dan
fruktosa masing-masing memiliki rumus molekul C6H12O6, tetapi masing-masing
dibedakan oleh posisi gugusan hidroksil (-OH) disekeliling cincin. Perbedaan posisi
gugus-gugus hidroksil tersebut di antaranya mempengaruhi sifat-sifat kelarutan,
kemanisan dan mudah tidaknya difermentasi oleh mikroba tertentuSukrosa, glukosa,

7

fruktosa, dan madu semuanya dapat dipakai dalam berbagai teknik pengawetan
bahan pangan (Winarno, 1997).
Gula banyak digunakan dalam pengawetan buah-buahan dan sayuran serta
sebagai bumbu untuk produk daging. Produk yang dilapisi gula dan sirup biasanya
untuk produksi dalam kaleng. Daya larut yang tinggi dari gula, kemampuan
mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (RH) dan daya mengikat air adalah
sifat-sifat yang menyebabkan gula sering dipakai dalam pengawetan bahan pangan
(Buckle et al., 1987). Jackson (1995) menyatakan bahwa tingkat kelarutan gula ke
dalam air yang bersuhu 22 – 27 oC (suhu ruang) yaitu 72%, tingkat kelarutan gula
akan meningkat menjadi 83% pada suhu 100 oC. Menurut Vail et al. (1978), apabila
gula dipanaskan maka akan melebur (berubah menjadi bentuk cair) pada suhu sekitar
160 oC, dan pada suhu sekitar 170 oC terjadi karamelisasi.
Jika gula dipanaskan sederet reaksi akan terjadi yang pada akhirnya
membentuk karamel. Tahap awal deretan reaksi ini adalah pembentukan gula
anhidro. Karamelisasi sukrosa memerlukan suhu sekitar 200 oC. Pada suhu 160 oC,
sukrosa meleleh dan membentuk anhidrida glukosan dan anhidrida fruktosa. pada
200 oC, urutan reaksi terdiri atas tiga tahap yang jelas terpisah waktunya. Tahap
pertama memerlukan pemanasan 35 menit dan kehilangan bobot 4,5%, sesuai dengan
kehilangan satu molekul air per molekul sukrosa. Setelah dipanaskan lebih lanjut
selama 55 menit, kehilangan bobot menjadi 9% dan pigmen yang terbentuk disebut
karamelan. Pemanasan lebih lanjut lagi selama 55 menit menyebabkan terbentuknya
karamelen. Seyawa ini sesuai dengan kehilangan berat 14%, yang kira-kira 8
molekul air per 3 molekul sukrosa. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan
pembentukan pigmen sangat gelap yang hampir tidak larut, bahan ini disebut
karamelin (deMan, 1997).
Sukrosa. Sukrosa merupakan salah satu karbohidrat sederhana disakarida yang
berlimpah ruah di alam. Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang
berasal dari tebu maupun dari bit. Sukrosa (gula pasir yang umum) didapatkan secara
komersil dari tebu atau bit. Sukrosa adalah gula yang bila terhidrolisis maka
menghasilkan molekul-molekul monosakarida, yakni glukosa dan fruktosa.
Hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dikatalis oleh enzim invertase
(Tavipiono, 2010). Sukrosa mudah larut dalam air dan larutannya memiliki rasa
8

manis. Daya larut sukrosa sebesar 67,1% dalam suhu 20 oC, dan 72,4% dalam suhu
50 oC (Buckle et al., 1987).
Glukosa. Glukosa merupakan monosakarida yakni karbohidrat sederhana yang
terdiri dari satu gugus cincin. Glukosa dalam industri pangan lebih dikenal sebagai
dekstrosa atau juga gula anggur. Glukosa dapat ditemukan pada sayur-sayuran, buah,
madu dan bahan pangan lainnya. Gula (glukosa) mudah larut dalam air, penyebab
kelarutan karbohidrat sederhana dalam air adalah adanya grup hidroksil yang mudah
bereaksi dengan air disekelilingnya (Irawan, 2007). Daya larut glukosa adalah 50%
dalam suhu 20 oC, dan naik menjadi 70% pada suhu 60 oC (Shallenberger dan Birch,
1975).
Fruktosa. Fruktosa dikenal juga dengan nama gula buah, banyak terdapat pada
buah-buahan. Fruktosa merupakan molekul yang mengandung gugus hidroksil dan
gugus karbonil keton pada C-2 dari rantai enam karbon. Fruktosa adalah karbohidrat
sederhana berupa monosakarida yang memiliki rasa manis yang tinggi bila
dibandingkan dengan sukrosa dan glukosa. Menurut Irawan (2007), fruktosa adalah
gula yang memiliki rasa paling manis. Kemanisan relatif berbagai gula secara
berurutan dari yang paling manis adalah fruktosa, sukrosa, glukosa, maltosa,
galaktosa dan laktosa (Gaman dan Sherrington, 1992). Fruktosa lebih mudah larut
dibandingkan glukosa (White, 1992). Fruktosa memiliki daya larut sebesar 80% pada
suhu 20 oC, dan naik menjadi 90% pada suhu 60 oC (Shallenberger dan Birch, 1975).
Protein
Protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan
buih pada madu (Sukartiko, 1986). Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan
terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih
panjang. Dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan mono layer atau
film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan
membentuk gelembung. Pembentukan lapisan mono layer kedua dilanjutkan di
sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari
gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan.
Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi
(pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan
9

pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWatters, 1981).

Krell (1996)

menambahkan bahwa bersama-sama dengan kekentalan, tegangan permukaan
berperan dalam membentuk karakteristik buih pada madu. Pengocokan pada saat uji
buih menurunkan tegangan permukaan madu dan dengan adanya kandungan protein
dalam madu maka terbentuklah buih. Berdasarkan Wasitaatmadja (1997) buih yang
tidak cepat hilang atau cenderung stabil disebabkan adanya zat pembuih atau
surfaktan.
Nilai pH
Madu bersifat asam dengan pH 3,2-4-5. Nilai pH madu yang rendah ini
mendekati pH cuka, tetapi kandungan gula yang tinggi membuat madu terasa manis,
bukan kecut seperti cuka (Mathenson, 1984). Cita rasa (flavor) dan aroma madu
sebagian disumbang oleh asam-asam yang dikandungnya. Aroma madu disebabkan
adanya

senyawa

asam-asam

terbang (volatile

acids)

yakni

formaldehida,

asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil. Keasaman madu ditentukan oleh
disosiasi ion hidrogen dalam larutan air, namun sebagian besar juga oleh kandungan
pelbagai mineral (antara lain Ca, Na, K). Madu yang kaya akan mineral, pH-nya
akan tinggi. Asam yang terdapat pada madu antara lain asam asetat, butirat, format,
glukonat, laktat, malat, maleat, oksalat, piroglutamat, sitrat, suksinat, glikolat, αketoglutaral, piruvat, 3-fosfogliserat, β-gliserofaosfat dan glukose-6-fosfat. Rasa
madu disebabkan oleh kandungan gula, dan asam organik seperti asam glukonat dan
prolin, pada madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab
rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi tumbuhan sumber nektar
(Sihombing, 2005).
Madu dapat menjadi agen antimikroba. Hal tersebut disebabkan kandungan
gulanya yang tinggi, pH madu yang relatif asam, dan kandungan proteinnya yang
rendah. Dengan demikian madu dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk
pertumbuhan mikroba dan dapat menghalangi pertumbuhan bakteri (National Honey
Board, 1997).
Vitamin dan Mineral
Madu pun mengandung berbagai macam vitamin dan mineral. Berbagai
vitamin larut air terdapat dalam madu, antara lain tiamin (B1), riboflavin (B2),
10

piridoksin (B6), asam pantotenat, niasin dan asam askorbat, vitamin-vitamin lain
seperti biotin, asam folat, kholin, dan asetil kholin terdapat juga dalam madu.
Vitamin larut lemak seperti vitamin K juga ditemukan. Kandungan mineral pada
madu juga mempengaruhi warna yang ditunjukkan madu, semakin banyak
kandungan mineral seperti Fe, Mg, dan K maka warna madu akan semakin gelap
(Sihombing, 2005). Mineral yang terkandung di dalam madu yang terpenting ialah
Na, Ca, Mg, Cu, Al, Mn, Fe, K dan P (Sumoprastowo dan Suprapto, 1980).
Zat penyebab warna madu sebagian besar belum diketahui, namun ada yang
menduga terdiri dari fraksi yang larut air dan larut lemak. Pada madu berwarna cerah
warna oleh zat larut air lebih sedikit dari yang larut lemak. Ada juga yang menduga
oleh pelbagai senyawa polifenol, terutama pada madu berwarna pekat. Oksidasi yang
berlangsung akan zat-zat ini akan semakin menimbulkan warna. Warna yang timbul
pada madu yang tersimpan lama disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor,
misalnya gabungan tannat dan polifenol lain-lain dengan zat besi dari kemasan atau
alat pengolah, reaksi dari gula tereduksi dengan senyawa mengandung nitrogen
amino (asam amino, polipeptida, protein), ketidakstabilan fruktosa dalam larutan
asam (karamelisasi). Madu cerah hampir tak mengandung tirosin dan triptofan,
sedang pada madu berwarna pekat hal sebaliknya yang terdapat (Sihombing, 2005).
Gelatin
Gelatin adalah pangan protein yang didapat dari sumber ternak, tetapi
proteinnya mempunyai nilai biologis yang rendah karena kurangnya empat asam
amino essensial yaitu triptophan, threonin, methionin dan isoleusin (Huges dan
Bennion, 1970). Pada industri pangan, gelatin merupakan hidrokoloid atau polimer
larut air yang berfungsi sebagai pembentuk gel, bahan pengental, penjernih dan
pemantap emulsi (Imeson, 1992).

Gelatin juga memiliki sifat perekat sehingga

sering digunakan sebagai lem pada industri farmasi (Ali, 2009). Fungsi gelatin
sebagai pembentuk gel yaitu mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau
mengubah bentuk sol menjadi gel. Menurut Vail et al., (1978), gelatin akan kembali
menjadi sol bila dipanaskan, karena pecahnya agregrat molekul yang kemudian
membentuk disperse koloid makromolekuler. Salah satu sifat gelatin adalah mudah
dilarutkan pada air hangat. Protein ini didapat dari kolagen tulang atau kulit sapi
(gelatin tipe B) atau kolagen kulit babi (gelatin tipe A). Pada proses ekstrasinya
11

gelatin tipe B menggunakan basa dan tipe A menggunakan asam (Igoe dan Hui,
1996). Nilai pH dari gelatin bervariasi 3,8 sampai 6,0 untuk gelatin tipe B dan
kisaran 5 sampai 7,1 untuk gelatin tipe A (Tourtellote, 1980).
Tepung Sagu
Sifat fisik dan komposisi kimia pati sagu memiliki sifat yang tergantung pada
panjang rantai karbonnya dan bercabang atau lurusnya rantai molekulnya. Pati terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
dengan amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai
stuktur lurus dengan ikatan α-1,4-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai
rantai cabang dengan ikatan α-1,6-D-glukosa. Pati sagu mengandung 27% amilosa
dan 73% amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin ini mempengaruhi sifat
kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilosa, maka pati
makin bersifat kering dan kurang lengket cenderung menyerap air lebih banyak
sedangkan semakin tinggi kandungan amilopektin maka pati akan bersifat tidak
kering dan lengket (Wirakartakusumah et al, 1984). Amilosa dengan iodin akan
membentuk kompleks biru, sedangkan amilopektin dengan iodin akan membentuk
warna merah ungu (Mustahib, 2011).
Pada proses gelatinisasi pati, energi panas akan melemahkan ikatan H
sehingga air akan terserap, meyusup diantara molekul-molekulnya. Jika suspensi pati
dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai
membesar. Ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60 oC sampai 80 oC. Granulagranula dapat membesar hingga volumenya lima kali lipat dari volume semula.
Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu kirakira 85 oC granula pati pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air di
sekelilingnya. Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran
pati atau air menjadi semakin kental (Gaman dan Sherrington, 1992).
Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang memiliki
fungsi dasar untuk mengikat air atau memberikan kekentalan sehingga dapat
memantapkan komponen lainnya atau mencegah sineresis (Fardiaz, 1989). Biasanya
CMC digunakan dalam industri pangan untuk memberikan bentuk, konsistensi,
12

tekstur, dan sering digunakan untuk melengkapi sifat hidrokoloid lainnya. Nilai pH
CMC berkisar antara 6 sampai 8 (Hebei, 2011). CMC mudah larut dalam air hangat
atau air dingin (Masfufatun, 2009). Hal tersebut disebabkan CMC memiliki daya
mengikat air yang tinggi. CMC mampu mengikat air dan membentuk struktur gel
dalam air yang kemudian meningkatkan viskositas (Arbuckle dan Marshall, 1996).
Soda Kue
Nama lain dari soda kue adalah natrium hidrogen karbonat, natrium
bikarbonat, atau bikarbonat soda. Larutan soda kue dalam air bersifat basa lemah.
Senyawa ini membantu menetralkan asam dalam tubuh manusia (menetralkan asam
lambung) (Wahyudi, 2010). Soda kue bersifat basa. Soda Kue akan mengeluarkan
gelembung udara jika bertemu dengan cairan dan bahan yang sifatnya asam (buahbuahan, yoghurt, madu, buttermilk, coklat, dan lain-lain). Soda kue biasa digunakan
pada adonan kue atau bahan pangan yang bersifat asam (Riana, 2005).
Semut
Sleigh (2003), menyatakan bahwa semut merupakan serangga berkoloni,
ketika daerahnya didatangi oleh koloni semut lain maka semut akan menunjukkan
sifat agresif untuk mempertahankan daerahnya. Semut dapat melawan koloni lain
untuk mendapatkan makanan. Menurut Newman dan Dalton (1967), sulit untuk
mengkategorikan semut berdasarkan makanannya. Semut memakan protein dan
karbohidrat yang bervariasi. Sebagian semut adalah vegetarian pemakan nektar, dan
sebagian lainnya memakan makanan yang kecil dari hewan atau serangga lain yang
telah mati. Semut membawa makanan ke sarang seperti lebah madu, serangga yang
telah mati dipotong dalam ukuran kecil dan dibawa ke sarang, sedangkan gula atau
makanan cair lainnya disimpan dalam swollen crops di dalam perutnya kemudian
didistribusikan ke sarang dari mulut ke mulut.
Madu Palsu
Madu palsu atau madu tiruan adalah semua bahan makanan yang memakai
nama madu namun tidak diolah atau tidak dihasilkan oleh lebah (Sumoprastowo dan
Suprapto, 1980). Pemalsuan madu dapat digolongkan menjadi tiga modus yaitu
pemalsuan volume, pemalsuan mutu, dan pemalsuan menyeluruh. Pemalsuan volume
dilakukan dengan cara meningkatkan volume madu dengan ditambah bahan lain
13

seperti fruktosa, glukosa, sirup dan bahan pengental. Pemalsuan mutu biasanya
dilakukan dengan memodifikasi kadar air. Pemalsuan menyeluruh yakni madu yang
dibuat tanpa menggunakan madu asli sebagai bahan utama, biasanya menggunakan
campuran sagu, gula pasir dan pewarna. Madu palsu tidak memiliki kandungan
enzim, dan juga tidak memiliki kandungan vitamin mineral yang sama dengan
kandungan madu asli (Harli, 2001).
Pengujian Madu Palsu
Perbedaan nyata antara madu palsu dan madu asli terletak pada komposisi
kimia seperti kadar gula pereduksi, kadar HMF, nilai pH, sukrosa dan kadar air
(Sutami, 2003). Analisis kimia yang dapat dilakukan adalah uji gula dengan cara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Peformance Liquid
Cromatografi (HPLC) (Ratnayani et al., 2008). Pengujian dengan HPLC terutama
dimaksudkan untuk mengetahui kadar fruktosa dan glukosa madu. Uji kimia lain
yang dapat digunakan adalah uji dua parameter umum yang dipandang menjadi ciri
utama keaslian madu yakni keaktifan enzim diastase dan kadar HMF (Moermanto,
1986). Hadisoesilo (1986) menyatakan bahwa dalam rangka mencegah pemalsuan
madu dengan air dan gula maka madu harus diuji dulu kandungan sukrosanya.
Pengujian kadar sukrosa dilakukan karena sebagian besar pemalsuan pada madu
dilakukan dengan penambahan gula pasir, gula merah dan gula lain dari berbagai
sumber, sehingga dapat meningkatkan kandungan sukrosa madu mencapai lebih dari
8% sedangkan berdasarkan Gojmerac (1983) rata-rata kandungan sukrosa pada madu
hanya 1,31%.
Uji kimia untuk membedakan antara madu palsu dan madu asli terlalu mahal
dan tidak praktis untuk konsumen dan distributor madu, sehingga berkembanglah
beberapa pengetahuan mengenai madu yang digunakan sebagai dasar pengujian
madu palsu. Ansori (2002) menguji madu yang dipalsukan dengan sukrosa, fruktosa,
glukosa dan gula aren. Metode yang digunakan untuk pengujian keaslian madu
didasarkan pada pengetahuan yang berlaku di masyarakat diantaranya uji bakar, uji
rembes, uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji larut. Dari kelima uji tersebut, hanya uji
larut yang paling akurat untuk menguji keaslian madu, Rahmani (2004)
menambahkan bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi sebesar 83,3%. Selain kelima
uji tersebut, masih banyak uji pemalsuan madu yang belum diketahui kebenarannya.
14

Berdasarkan Lee (2008), ada beberapa cara untuk membedakan madu asli dan
madu palsu. Cara pertama adalah mencampur madu dengan air putih di dalam gelas
bening, madu asli akan terlihat keruh sedangkan madu palsu bening. Cara kedua
isikan madu ke dalam sendok makan, kemudian dipanaskan di atas nyala lilin, madu
asli akan berbuih dan buih meluber dari sendok, sedangkan buih pada madu palsu
tidak meluber. Jika madu dalam sendok tersebut sudah dingin , madu palsu akan
terasa lengket dan madu asli terasa kalis, selanjutnya apabila diaduk dengan lidi
maka madu asli akan mencair dan tidak membentuk benang tipis sedangkan madu
palsu mengeras dan membentuk benang tipis. Cara ketiga, madu dimasukkan ke
dalam toples dan diisi dengan potongan ikan mentah, kemudian disimpan selama 2
minggu. Ikan mentah pada madu asli akan berkerut dan tidak bau, sedangkan ikan
pada madu palsu akan busuk dan bau. Menurut Lee (2011) cara lain untuk
membedakan madu asli dan palsu adalah dengan cara menuangkan madu pada piring
putih kemudian ditambahkan air perlahan sampai madu tenggelam, dan putar piring
membentuk angka delapan. Madu asli akan membentuk segi enam seperti sarang
madu sedangkan madu palsu tidak. Komunikasi pribadi dengan National Honey
Board (NHB), menyatakan bahwa belum ada teori ilmiah untuk menjelaskan
terbentuknya segi enam ini oleh madu. Cara lain yang biasa dipercaya masyarakat
adalah memberikan madu pada semut. Semut tidak akan memakan madu asli, jika
semut memakan madu, madu tersebut merupakan madu palsu (Okwy, 2011). Malik
(2009) menyatakan bahwa madu asli akan berbuih bila dikocok dan buihnya tidak
cepat hilang, sedangkan madu palsu buihnya cepat hilang. Berdasarkan Nesta (2008),
iod dapat digunakan untuk menguji madu palsu. Cara uji iod dilakukan dengan
melarutkan sedikit tepung jagung dalam air, kemudian ambil sekitar 5 ml dan
dicampur dengan 20 g madu. Setelah beberapa saat teteskan larutan iod, madu palsu
akan menunjukkan warna biru.

15

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di lima tempat yaitu Laboratorium Terpadu,
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa
Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
dan Laboratorium Kimia Bersama, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, IPB serta Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor.
Pelaksanaan penelitian ini dua bulan dimulai sejak tanggal 11 Oktober sampai
dengan 11 Desember 2010.
Materi
Bahan utama yang digunakan adalah madu kapuk asli yang diperoleh dari
Pasuruan, Jawa Timur. Madu tersebut diproduksi dan dipanen pada musim hujan.
Bahan untuk madu palsu dan campurannya antara lain sukrosa, fruktosa, glukosa,
Carboxy Methyl Cellulose (CMC), gelatin, air, pewarna makanan (warna coklat),
sagu dan soda kue. Bahan yang digunakan untuk pengujian yaitu semut, ikan mentah
(bibit ikan mas), larutan iod, akuades, larutan tepung jagung, feroksianida, seng
asetat, natrium bisulfit (NaHSO3) 0,2% dan 0,1%, serta asetonitril dan air yang telah
disaring dengan membran 0,45 mm.
Alat yang digunakan dalam pembuatan madu adalah timbangan, gelas ukur,
kompor, panci, mangkuk besar, botol dan corong. Alat yang digunakan untuk uji
pemalsuan adalah plastik, nampan, gunting, gelas, sendok, lilin, korek api, lap, piring
putih, botol kaca kecil, gelas ukur, pipet tetes, gelas plastik dan karet. Alat yang
digunakan untuk analisis kimia adalah refraktometer, pH meter digital,
spektrofotometer, labu ukur, timbangan digital, pipet volumetrik 5 dan 10 ml,
Erlenmeyer, kertas saring abu, penyumbat, tabung reaksi, penutup tabung reaksi,
pengaduk vortex dan gelas piala. Alat yang digunakan untuk pengukuran kadar gula
adalah instrument HPLC (High Performance Liquid Cromatography), colom CLCNH2 (M) (4,6 x 250 mm), membrane 0,2 dan 0,45, detector RID-10A (Reaktif Index
Bias), Syringe 100 mikro liter, dan loop injector 20 mikro liter.

16

Prosedur
Penelitian ini dibagi tiga tahapan yakni : (1) Pembuatan madu palsu, (2) Uji
pemalsuan madu, dan (3) Uji Kimia.
Pembuatan Madu Palsu
Sampel yang digunakan adalah madu asli dan ma