Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Gen Azoreductase dalam Produk Susu Berwarna Red 40.

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL GEN
AZOREDUCTASE DALAM PRODUK SUSU BERWARNA
RED 40

RATIH RACHMAWATI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi dan Identifikasi
Bakteri Penghasil Gen Azoreductase dalam Produk Susu Berwarna Red 40 adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Ratih Rachmawati
NIM G84090046

ABSTRAK
RATIH RACHMAWATI. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Gen
Azoreductase dalam Produk Susu Berwarna Red 40. Dibimbing oleh I MADE
ARTIKA dan NOVIK NURHIDAYAT.
Azoreductase merupakan enzim yang memiliki kemampuan mendekolorisasi
warna red 40 yang tergolong senyawa azo menjadi senyawa amina aromatik sehingga
dapat merugikan industri pengolahan susu berwarna. Tujuan dari penelitian adalah
menganalisis keberadaan bakteri penghasil gen azoreductase yang berperan pada
dekolorisasi dalam produk susu. Uji kualitatif dari 17 isolat bakteri menunjukkan
semua sampel susu berwarna merah menjadi putih setelah diinkubasi selama 48
jam. Reduksi zat warna terbaik sampel 25.6 dan 25.1 dengan absorbansi terkecil
0.171 dan 0.173 dilanjutkan analisis statistika perlakuan sampel susu dengan
isolat 25.6 – F berpengaruh nyata dengan kontrol. Uji aktivitas degradasi
azoreductase semi kuantitatif dengan kode isolat 91MO73, A, E dan F

menunjukkan diameter zona degradasi terbesar kode isolat F sebesar 3.2 cm dan
zona degradasi terkecil kode isolat E yaitu sebesar 1.7 cm. Identifikasi dengan
amplifikasi produk gen azoreductase dengan qPCR diperoleh Ct yaitu 24.57,
30.87, 33.48 dan 35.32 menunjukkan bahwa sampel isolat bakteri tersebut
mengandung gen azoreductase.

Kata kunci : azoreductase, Dekolorisasi, Red 40, Real Time PCR

ABSTRACT
RATIH RACHMAWATI. Isolation and Identification for Bacteria which Produce
Gene Azoreductase in Colour Milk Products. Supervised by I MADE ARTIKA
and NOVIK NURHIDAYAT.
Azoreductase is an enzyme that has an ability to docolourize red colour 40 were
clacified as an azo compound become an aromatic so that it will make an
unprofitable for colour milk production industry. The aim of this research was
analyzed existence of bacteria which produce an azoreductase gene that has a
function to decolourize in milk product. The qualitative analyze from 17 bacteria
isolates showed that all of the red colour milk samples become white colour after
48 hours incubated.The best reduction of colour substance are sample 25.6 and
25.1 with smallest absorbance are 0.171 and 0.173 then continue into statistic

analyze that milk sample with isolate 25.6 – F had a real influence against the a
control. Activities analyze of azoreductase degradation with semi quantitative in
isolate code 91MO73, A, E and F showed that the biggest degradation zone
diameter of isolate code F was 3.2 cm and the smallest degradation zone diameter
in isolate code E was 1.7 cm. Identification with amplification azoreductase gene
product by qPCR had a Ct 24.57, 30.87, 33.48 and 35.32 showed that those
bacteria isolate samples contain an azoreductase gene
Keywords: azoreductase, Decolorization, Red 40, Real Time PCR

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL
GEN AZOREDUCTASE DALAM PRODUK SUSU BERWARNA
RED 40

RATIH RACHMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Oen Azoreductase dalam
Produk Susu Berwarna Red 40
Nama
: Ratih Rachmawati
NIM
: 084090046

Disetujui oleh

r Ir I Made Artika, M.App.Sc
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


2 1 AUG 2 Q セ@

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Analisis Data

2


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Hasil

5

Pembahasan

9

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14


Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR GAMBAR
1 Hasil uji kualitatif inkubasi selama 24 jam
2 Hasil uji kualitatif inkubasi selama 48 jam
3 Hasil analisis reduksi zat warna red 40 secara kuantitaif kontrol dan

sampel isolat bakteri dengan nilai absorbansi rerata 511
4 Hasil zona degradasi azoreductase
5 Diamter zona degradasi azoreductase
6. Kurva amplifikasi Real Time PCR gen azoreductase pada sampel isolat
bakteri

5
6
6
7
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram Alir Penelitian
2 Hasil daerah terkonservasi gen azoreductase pada sekuen mikroba
dengan homologi tertinggi
3 Hasil analisis BLASTN gen azoreductase
4 Hasil daerah terkonservasi gen azoreductase dengan menggunakan
program Mega 5

5 Hasil analisis primer dimer azoreductase forward program Gen Runner
6 Hasil analisis primer dimer azoreductase reverse program Gen Runner
7 Hasil pengukuran zona degradasi azoR 4 isolat terpilih
8 Hasil pengukuran kuantitatif reduksi zat warna 511 nm
9 Analisis statistika reduksi zat warna red 40
10 Uji lanjut Duncan terhadap reduksi zat warna red 40
11 Hasil amplifikasi produk DNA dengan Real Time PCR

17
18
19
20
20
21
21
21
22
22
23


1

PENDAHULUAN
Susu merupakan bahan pangan yang diperlukan bagi tubuh manusia yang
mempunyai nilai gizi yang lengkap dan seimbang. Kandungan nutrisi dalam susu
seperti laktosa, lemak, protein, vitamin, mineral, enzim dan beberapa mikroba.
Susu dapat diperoleh dari hasil pemerahan hewan seperti sapi, kuda, kerbau dan
kambing. Susu dapat berfungsi untuk menguatkan otot, tulang dan gigi
pertumbuhan dan pemeliharaan, membantu fungsi normal otak dan sistem syaraf
serta pembentukan sel darah merah (vitamin B12). Di negara maju dan
berkembang susu dijadikan sebagai sumber utama kalsium bagi tubuh dan
merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan gizi tinggi (Kalkwarf et al
2003).
Tingkat konsumsi susu penduduk di Indonesia sekitar 11.09 liter per kapita
per tahun. Nilai tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkat
konsumsi penduduk di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara misalnya
negara Malaysia yang mencapai 40 liter per kapita per tahun. Hal tersebut
menjadikan pihak produsen susu di Indonesia mengembangkan suatu metode
untuk menarik dan meningkatkan selera konsumen dengan menambahkan bahan
tambah pangan (Badan Pusat Statistik 2012).
Bahan tambah pangan adalah bahan yang secara alamiah bukan merupakan
bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena
perlakuan pada saat proses pengolahan, penyimpanan atau pengemasan (Cahyadi
2006). Penggunaan bahan tambah pangan seperti produk susu yang telah
diberikan pewarna akan dapat memperbaiki dan memberikan daya tarik tersendiri
pada produk yang dihasilkan sehingga minuman akan berpenampilan lebih
menarik dan menimbulkan selera dengan warna yang indah.
Penambahan pewarna yang digunakan dalam produk susu menggunakan
pewarna sintetis yang berjenis pewarna azo. Senyawa azo merupakan zat warna
sintetis yang mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan
dengan gugus aromatik. Struktur umum R-N=N-R’ dengan R dan R’ adalah rantai
organik yang sama atau berbeda (Padmavathy et al 2003). Adanya penambahan
zat warna azo dalam pengolahan produk susu sapi segar atau fresh milk tidak
bertahan lama atau cepat pudar karena memberikan efek penghilangan warna atau
dekolorisasi pada susu. Isolat bakteri yang terdapat dalam susu berwarna red 40
mampu mengurangi pewarna jenis senyawa azo dengan bantuan reaksi enzim
azoreductase (Padmavathy et al 2003). Penghilangan warna dalam produk susu
berwarna sebagai akibat tereduksinya senyawa azo oleh aktivitas azoreductase
yang berperan dalam sebagian besar bakteri yang belum teridentifikasi.
Penelitian ini bertujuan menganalisis keberadaan bakteri penghasil gen
azoreductase yang berperan dalam penghilangan warna atau dekolorisasi dengan
menggunakan teknik Real Time PCR. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan dalam mengetahui peran bakteri penghasil gen azoreductase pada susu
yang telah diberikan zat warna tambahan sintetik atau pewarna azo berkaitan
teknik sterilisasi yang baik dalam produk susu berdasarkan kondisi optimum
bakteri yang telah teridentifikasi.

2

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Mikroba, Pusat Penelitian
Biologi LIPI Cibinong. Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2012 sampai
Mei 2013.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat bakteri tambahan dari LIPI
dengan kode strain 84, 83, 92 NO 72, 91 MO73, 27, 3.1, 25.1, 25.3, 25.4, 25.5,
25.6 dan 3.2, susu yang telah berubah warna atau rusak, susu berwarna steril,
media Luria Bertani Agar (Bacto agar, trypton, peptone, NaCl dan K2HPO4),
akuades, zat warna azo.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat timbang, gelas
ukur, Erlenmeyer, magnetic stirrer, vorteks, cawan petri, sudip, laminar air flow,
tip, mikropipet, autoklaf, tabung reaksi, sumbat, spetrofotometer UV-Vis, tabung
Effendorf, waterbath, stopwatch, freezer, balok es dan mesin RT-qPCR.

Prosedur Analisis Data
Pembuatan Media Luria Bertani/ LB (Bertani 1951)
Media yang digunakan untuk peremajaan bakteri adalah Luria Bertani
(LB) sebanyak 3.75 g bacto agar, 3.75 g pepton, 0.75 g tripton, 1.25g NaCl dan
0.62 g K2HPO4 dilarutkan ke dalam 250 mL akuades dalam labu Erlenmeyer.
Larutan diaduk menggunakan magnetic stirrer hingga homogen. Erlenmeyer
ditutup rapat dengan alumunium foil dan disterilisasi dalam autoklaf selama 15
menit pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm. Media yang telah steril dibiarkan agak
dingin dan dituang ke dalam cawan petri steril secara aseptik dalam laminar air
flow dan dibiarkan hingga beku.
Isolasi Bakteri (Modifikasi Cowan 1984)
Sebanyak 100 µL dan 300 µL susu yang telah rusak dan mengalami
perubahan warna, diisolasi dengan media pertumbuhan LB agar dilanjutkan
inkubasi selama 24 jam dengan suhu 370 C dalam inkubator. Isolat bakteri dari
LIPI dengan kode strain 84, 83, 92 NO 72, 91 MO 73, 27, 3.1, 25.1, 25.3, 25.4,
25.5, 25.6 dan 3.2 diremajakan dengan metode yang sama..
Uji Kualitatif (Modifikasi Ladero et al 2010)
Isolat yang telah tumbuh dari susu yang telah rusak dengan kode A, E, F,
D, B dan isolat dari LIPI dengan kode strain 84, 83, 92 NO 72, 91 MO 73, 27,
3.1, 25.1, 25.3, 25.4, 25.5, 25.6, 3.2 diremajakan pada media LB agar miring.
Akuades steril diberikan sebanyak 2 mL kemudian diambil seluruh isi isolat
dalam tabung media LB agar miring dan diambil masing-masing 1 mL kemudian
dipindahkan ke dalam tabung steril yang berisi 9 mL susu berwarna dengan dua

3
kali ulangan. Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pertama dan 48 jam kedua
dalam inkubator suhu 370C. Sebagai kontrol yang pertama tabung reaksi steril
berisi 9 mL susu berwarna segar tanpa penambahan isolat diletakkan dalam
inkubator suhu 370C untuk inkubasi selama 48 jam. Sebagai kontrol kedua tabung
reaksi berisi 9 mL susu berwarna tanpa penambahan isolat dan diletakkan di
bawah sinar UV inkubasi selama 48 jam untuk melihat pengaruh sinar UV
terhadap ketahanan warna red 40.
Analisis Reduksi Red 40 (Modifikasi Cappuccino dan Sherman 1999)
Seleksi hasil isolasi bakteri dari susu yang telah rusak dengan kode A, E,
F, D dan B serta isolat dari LIPI 84, 83, 92NO72, 91MO73, 27, 3.1, 25.1, 25.3,
25.4, 25.5, 25.6, 3.2, dimasukkan 1 hingga 2 ose kedalam 17 tabung reaksi steril
yang berisi LB cair yang telah disterilisasi. Masing-masing tabung diisi 5 mL
untuk pengukuran OD 600 nm dan absorbansi 0.5 untuk dijadikan stok bakteri.
Selanjutnya sebanyak 20 mL zat warna red 40 dengan konsentrasi 0.01% yang
telah diencerkan 10x dicampurkan ke dalam LB cair sebanyak 180 mL dan
dituangkan masing-masing 5 mL ke dalam 18 tabung reaksi steril dengan 2x
ulangan. Selanjutnya ditambahkan 500 µL stok bakteri dengan OD 0.5 kedalam
tabung reaksi berisi 5 mL media LB cair yang telah diberikan pewarna dan
diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah diinkubasi,
sampel disentrifuse dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit dan diambil
supernatan untuk analisis menggunakan spektrofotometri UV-VIS dengan maks
511 nm.
Analisis Statistika (Matjik & Sumertajaya 2002)
Analisis statistika yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dilakukan dengan dua kali
ulangan dan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Hasil disajikan sebagai rata-rata
nilai absorbansi ± SD (standar deviasi) atau rata-rata absorbansi ± SEM (standar
error mean). Model linier yang digunakan adalah :
Yij = + Γi+ εij
Keterangan :
i
= perlakuan pada sumbu x (control, 84, 83…….B)
j
= 1,2
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
= Rataan umum
Γi
= Pengaruh perlakuan ke-i
εij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA)
dengan tingkat kepercayaan 95% dan taraf 0.05. Analisis data dilakukan dengan
program SPSS 18.0. Jika hasil uji berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji
Duncan.
Uji Aktivitas Degradasi Azoreductase Semi Kuantitatif (Modifikasi Montira
L & Sukallaya B 2012).
Isolat bakteri yang telah diremajakan hasil seleksi dengan kode 84, 83, 92
NO72, 91MO73, A, E, F, 27, 3.1, 25.1, 25.3, 25.4, 25.5, 25.6, 3.2, D dan B
selanjutnya ditumbuhkan kembali pada media LB agar pada cawan petri yang

4
telah diberikan penambahan red 40. Sebelumnya dilakukan pembuatan media LB
agar sebanyak 100 mL dan penambahan 0.01 % red 40 dicampurkan dan diaduk
secara homogen dilanjutkan proses sterilisasi dan kemudian diletakkan ke dalam
cawan petri. Setelah media padat, isolat sampel diambil 1 jarum ose dan
ditumbuhkan 1 titik spot pada media LB agar yang telah berwarna merah untuk
dilihat zona bening dan diinkubasi selama 48 jam dan diukur zona beningnya.
Adanya 1 spot isolat bakteri yang dikelilingi oleh zona tidak berwarna
menunjukkan aktivitas degradasi oleh azoreductase. Rumus perhitungan ukuran
zona bening sebagai berikut :
Ukuran zona bening ═
Studi Bioinformatika
Pencarian Daerah Terkonservasi Gen Azoreductase
Identifikasi sekuen-sekuen yang homolog dari gen Azoreductase dapat dilakukan
dengan menggunakan program dari National Center for Biotechnology
Information (NCBI) atau (http ://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/) dan memilih
analisis BLASTN untuk membandingkan sekuen nukleotida dengan sekuen
nukletida dalam database. Hasil dari analisis BLAST, dapat dipilih beberapa
sekuen yang menunjukkan homologi cukup tinggi dengan query (nilai bit score
tinggi). Selanjutnya menggunakan program Multiple sequence alignment Clustal
W (http://www.ebi.ac.uk/clustalw//) untuk melihat hasil alignment yang
menunjukkan daerah homolgi sekuen yang tinggi diantara seluruh sekuen atau
daerah terkonservasi.
Perancangan Primer (Sulistyaningsih 2007)
Primer dirancang melalui situs http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/ dan memilih
tampilan menu Primer-Blast kemudian menyalin sekuen target dari daerah
terkonservasi yang mengandung gen azoreductase pada box input sequence.
Perancangan primer dapat dipilih dengan kriteria yaitu, panjang primer berkisar
antara 15 – 25 nukleotida, mempunyai 40-60 % GC content, kedua primer
sebaiknya tidak mengalami self annealing sehingga sepasang primer tidak saling
komplemen, suhu annealing tidak melebihi 700C dan perbedaan temperatur
annealing (melting point) antara kedua primer kurang lebih sama.
Ekstraksi DNA / Heat Shock (Modifikasi Ogier & Serror 2002)
Isolat bakteri yang tumbuh dari zona bening diremajakan dalam LB agar
miring. Setelah tumbuh, diambil 1 jarum ose dan dimasukkan ke dalam tabung
Effendorf ukuran 1 mL yang berisi 500 µL akuades steril. Selanjutnya divorteks
hingga homogen dan dipanaskan kedalam waterbath pada suhu 950C selama 15
menit dan dimasukkan ke dalam freezer pada suhu -200 C selama 15 menit.
Tahapan selanjutnya dilakukan sentrifugasi kecepatan 5000 rpm selama 5 menit
dan diambil supernatan untuk dijadikan sumber DNA template dalam pengujian
qPCR.
Amplifikasi Gen Azoreductase (Alarcon et al 2006)
DNA dari sampel yang akan diujikan digunakan sebagai sumber DNA
template dalam pengukuran qPCR. Campuran reaksi dengan total volume sebesar
20 µL dan mengandung 1 µL primer untuk masing – masing Forward dan

5
Reverse, DNA template 1 µL, Syber Green Premix 10 µL dan deoxynucleoside
triphosphate sebanyak 7 µL.
Reaksi amplifikasi dengan primer 5’ATTTTGACCTGGTTGCACGC3’
(AzoR F) dan 5’TAAAGCCGAGGAACGTGGAC3’ (AzoR R) yang akan
digunakan dalam program qPCR dengan tahapan pradenaturasi 950 C selama 3
menit, denaturasi akhir 950 C selama 10 detik dan annealing pada suhu 560 C
selama 30 detik. Amplifikasi gen azoreductase dilakukan sebanyak 40 siklus.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis Uji Kualitatif
Hasil analisis secara kualitatif (Gambar 1) sampel susu berwarna
ditambahkan dengan isolat bakteri yang telah diseleksi dari susu yang telah rusak
atau berubah warna dengan kode A, E, F, D dan B serta isolat tambahan dari LIPI
dengan kode 84, 83, 92MO72, 91MO73, 27, 3.1, 25.1, 25.3, 25.4, 25.5, 25.6, 3.2
dicampur akuades steril sebanyak 1 mL menunjukkan bahwa, pada inkubasi
selama 24 jam pertama baik ulangan 1 dan ulangan 2 terjadi perubahan warna dari
warna merah muda menjadi agak keputihan. Sampel kontrol yang memiliki
perlakuan sama namun tidak ditambahkan dengan isolat bakteri tidak mengalami
perubahan warna. Sampel yang diletakkan di bawah sinar ultraviolet juga tidak
mengalami perubahan warna dengan warna tetap merah muda.
Sampel pada inkubasi selama 48 jam, dapat dilihat pada Gambar 2, yang
menunjukkan bahwa hampir semua sampel susu dengan penambahan 17 kode
isolat bakteri telah mengalami perubahan warna menjadi putih dan mengalami
gumpalan padat atau koagulasi baik pada ulangan 1 maupun ulangan 2. Sampel
kontrol dan sampel yang diletakkan di bawah sinar ultraviolet tidak mengalami
perubahan warna dan berbentuk cair

1

2

3 4 5 6 7

1 2 3

4

8

5 6 7

9 10 11 12
13
Ulangan 1

14 15

16

17

18 19

8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19
Ulangan 2
Gambar 1 Hasil uji kualitatif inkubasi 24 jam pada ulangan 1 dan ulangan 2

6
Keterangan :
1 = Kontrol +
2 = Sinar UV
3 = 84
4 = 83

1 2 3

5 = 92NO72
6 = 91MO73
7=A
8=E

6 7 8

13 = 25.3
14 =25.4
15 =25.5
16 =25.6

19

9 10 11 12
13 14 15 16 17 18
Ulangan 2
Gambar 2 Hasil uji kualitatif inkubasi 48 jam ulangan 1 dan ulangan 2

19

3 4 5 6

9 10 11 12
13
Ulangan 1

14

17 = 3.2
18 = D
19 = B

18

1 2

4 5

9 =F
10 = 27
11 = 3.1
12 = 25.1

15

16 17

7 8

Keterangan :
1 = Kontrol +
2 = Sinar UV
3 = 84
4 = 83

5 = 92NO72
6 = 91MO73
7=A
8=E

9 =F
10 = 27
11 = 3.1
12 = 25.1

13 = 25.3
14 =25.4
15 =25.5
16 =25.6

17 = 3.2
18 = D
19 = B

Analisis Reduksi Zat Warna Red 40
Hasil analisis uji reduksi red 40 pada 511 nm oleh 17 isolat bakteri dan 1
kontrol dengan dua kali ulangan menunjukkan bahwa sampel isolat dengan kode
25.6 dan 25.1 memiliki kemampuan mereduksi zat warna red 40 paling banyak
dengan hasil absorbansi rerata paling rendah dengan nilai 0.171 dan 0.173.

Gambar 3 Hasil analisis secara kuantitaif kontrol dan sampel isolat bakteri dengan
nilai absorbansi rerata 511

7
Berdasarkan analisis uji secara statistika, dapat dilihat pada tabel analisis
ANOVA (Lampiran 7) bahwa memiliki nilai signifikan sebesar 0.017 yang
menandakan bahwa pengamatan pada uji reduksi zat warna red 40 memiliki nilai
berpengaruh nyata dengan perlakuan lainnya sehingga diperlukan uji lanjut
dengan uji Duncan.
Hasil uji Duncan pada reduksi zat warna red 40 dalam penelitian ini
berkisar antara 0.171- 0.679. Nilai ini menunjukkan bahwa reduksi zat warna red
40 oleh beberapa sampel bakteri berpengaruh nyata antara kontrol dan perlakuan
sampel dengan isolat bakteri 25.6 – F, namun sampel 84 tidak berpengaruh nyata
dengan kontrol. Sampel 25.6 hingga sampel F menunjukkan bahwa nilai reduksi
zat warna red 40 kelompok kontrol nyata P > 0.05 lebih tinggi daripada kelompok
perlakuan lainnya. Kelompok 25.6 dan 25.1 memiliki nilai absorbansi lebih
rendah yang berarti isolat 25.6 dan 25.1 memiliki kemampuan mereduksi zat
warna red 40 paling kuat.
Aktivitas Degradasi Azoreductase
Isolasi bakteri yang telah diseleksi pada 17 isolat (84, 83, 92MO72,
91MO73, A, E, F, 27, 3.1, 25.1, 25.3, 25.4, 25.5, 25.6, 3.2, D dan B)
menunjukkan bahwa hanya 4 isolat dengan kode 91MO73, A, E dan F memiliki
aktivitas degradasi AzoR yang kuat. Aktivitas degradasi ini ditunjukkan dengan
terbentuknya zona bening yang tidak berwarna merah di sekitar koloni (Gambar
3).
1
4

2
3
Gambar 4 Hasil zona degradasi azoR 4 sampel A, E, F dan 91MO73 pada media
pertumbuhan LB agar dan zat warna
Keterangan :
1=A
2=E

3=F
4 = 91MO73

Diameter zona bening yang menunjukkan degradasi azoR dihasilkan oleh
4 isolat dengan kode isolat 91 MO73, A, E dan F. Ukuran zona bening masingmasing berturut – turut 1.8 cm, 2.1 cm, 1.7 cm dan 3.2 cm. Isolat yang
menunjukkan diameter zona degradasi azoR terbesar adalah isolat F sebesar 3.2
cm sedangkan isolat E menunjukkan diameter zona degradasi azoR terkecil yaitu
1.7 cm (Gambar 5).

8

Gambar 5 Diameter zona degradasi azoreductase 4 isolat 91MO73, A, E dan F
Perancangan Primer
Hasil perancangan primer disajikan pada Tabel 1. Primer gen azoreductase
dalam penelitian ini memiliki nilai Tm atau suhu melting pada forward dengan
nilai 59.970C dan nilai primer reverse 60.040C, sedangkan nilai persentase basa
GC dengan nilai pada primer forward 50.00 dan primer reverse 55.00.
Tabel 1 Hasil perancangan primer gen azoreductase dengan menggunakan Primer
Blast
Primer
Sekuen (5'->3')
Tm 0C
% GC
AzoR F
ATTTTGACCTGGTTGCACGC
59.97
50.00
AzoR R
TAAAGCCGAGGAACGTGGAC
60.04
55.00
Amplifikasi Real Time PCR gen azoreductase
Plot hasil amplifikasi real time PCR ditunjukkan pada sampel target A, E,
F, 91MO73, DM dan CM sedangkan sampel Enterobacter 8, Enterobacter 7 dan
Escherichia coli sebagai target yang merupakan kontrol positif dan Lactobacillus
sp. sebagai undeterminan.
Hasil gambar menunjukkan bahwa cycle number (cycle threshold)
diperlukan untuk mencapai tingkat fluorescence tertentu pada masing-masing
DNA target (garis horizontal) yang terletak di fase eksponensial dari ke 10 sampel
reaksi PCR tersebut. Masing – masing reaksi pada target sampel dalam PCR
memiliki nilai Ct yang menunjukkan berapa banyak konsentrasi dan jumlah
molekul DNA yang telah diamplifikasi pada siklus yang dihasilkan.
Sampel E.coli sebagai kontrol positif, dapat menghasilkan amplifikasi atau
copy DNA terbanyak pada siklus ke 20.71 bila dibandingkan dengan sampel
kontrol positif lainnya. Sampel Enterobacter 8 dapat mengamplifikasi DNA pada
siklus 21.79 dan Enterobacter 7 pada siklus 23.02. Sebagai target sampel DNA
dari isolat bakteri yang berbeda dengan kode 91MO73, F, Colour milk, E, DM,
Lactobacillus dan sampel A berturut-turut dapat menunjukkan hasil produk
amplifikasi DNA yang mengandung gen Azoreductase dicapai pada siklus 24.57,
30.87, 33.37, 33.48, 34.14, 34.16 dan 35.32 (Gambar 7).

9

Gambar 6 Kurva amplifikasi Real Time PCR gen azoreductase pada sampel isolat
bakteri
Keterangan :
1 = Ct E.coli 20.71
2 = Ct Entero 8 21.79
3 = Ct Entero 7 23.02
4 = Ct 91MO73 24.57
5 = Ct F 30.87

6 = Ct CM 33.37
7 = Ct E 33.48
8 = Ct Lactobacillus 34.16
9 = Ct DM 34.14
10 = Ct A 35.32

Pembahasan
Pengujian secara kualitatif kemampuan 17 isolat bakteri
Sampel susu berwarna dengan penambahan 17 kode isolat bakteri pada
masa inkubasi selama 24 jam pertama dan 48 jam kedua dengan suhu 370 C
menunjukkan bahwa, terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi putih dan
sebagian besar mengalami koagulasi atau membentuk gumpalan. Sampel kontrol
tidak mengalami perubahan warna karena tidak ada penambahan isolat bakteri.
Sampel susu berwarna yang diletakkan di bawah paparan sinar UV juga tidak
mengalami perubahan warna selama inkubasi 24 jam pertama dan 48 jam kedua.
Sampel susu yang telah mengalami perubahan warna berbeda dengan
sampel kontrol yang warnanya tetap bertahan sebagai akibat adanya aktivitas
biologis dalam susu yang menyebabkan terjadinya reaksi enzimatik. Reaksi
enzimatik yang berperan adalah azoreductase. Adanya kontrol susu berwarna
tanpa penambahan isolat bakteri diletakkan di bawah sinar UV mengindikasikan
bahwa sinar UV dapat berpotensi dalam meminimalisir pertumbuhan bakteri
dalam susu sehingga mencegah terjadinya ekspresi gen AzoR.
Menurut Purwakakusumah 2007, adanya penyinaran oleh sinar ultraviolet
menyebabkan bakteri yang terkandung dalam susu tersebut atau yang berada di
lapisan permukaan tabung reaksi yang digunakan akan mati dan proses
metabolisme bakteri tersebut tidak ada. Selain itu, menurut Stolz 2001 dan Pandey
et al 2007 bahwa pewarna azo jenis red 40 merupakan pewarna sintetis yang

10
tahan terhadap sinar cahaya matahari maupun sinar UV sehingga pada sampel
kontrol yang diletakkan di bawah paparan sinar UV warnanya akan tetap
bertahan.
Reduksi zat warna Red 40
Penghilangan zat warna red 40 menunjukkan adanya aktivitas reduksi gen
penyandi azoreductase oleh beberapa sampel bakteri. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan penambahan red 40 dengan konsentrasi 0.01 % dicampur dengan media
LB cair. Sampel perlakuan dengan jumlah 17 isolat bakteri dan 1 kontrol dengan
dua kali ulangan diukur dengan 511 nm menunjukkan bahwa isolat dengan kode
25.6 dan 25.1 memiliki ukuran absorbansi rerata paling kecil yaitu sebesar 0.171
dan 0.173.
Nilai tersebut dibuktikan dengan uji statistika yang menunjukkan bahwa,
sampel isolat bakteri dengan kode isolat 25.6 – F berpengaruh nyata dengan
kontrol, namun sampel 84 tidak berpengaruh nyata dengan kontrol. Kelompok
isolat dengan kode 25.6 dan 25.1 memiliki nilai absorbansi terendah yang
menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut memiliki kemampuan mereduksi zat
warna azo red 40 paling kuat bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Semakin rendah nilai absorbansi suatu sampel maka menandakan bahwa
isolat tersebut mampu mereduksi zat warna red 40 yang menyebabkan
penghilangan warna. Menurut Liu et al 2008 dan Liu et al 2009 bahwa adanya
keterlibatan aktivitas oleh azoreductase dalam proses percepatan penghilangan zat
warna azo atau dekolorisasi. Selain itu, adanya peran azoreductase yang
mengkatalisis NADPH menjadi NADP dalam mereduksi senyawa azo dengan
memecah ikatan gugus -N═N- yang menyebabkan terjadinya degradasi pewarna
azo (Chen 2006).
Sampel dengan kode isolat bakteri 84 tidak berpengaruh nyata dengan
sampel kontrol. Hal tersebut karena pada pewarna red 40 bukan merupakan
substrat yang baik untuk aktivitas azoreductase sehingga pewarna red 40 ini akan
lebih sulit untuk diangkut kedalam sel bakteri kode 84 dan karena adanya gugus
fungsi yang terdapat dalam pewarna red 40 tersebut. Studi terbaru menunjukkan
bahwa adanya gugus fungsi dalam struktur pewarna azo misalnya gugus orto,
meta dan para dapat mempengaruhi kerentanan terhadap dekolorisasi atau proses
penghilangan warna (Hsueh dan Chen 2007, Hsueh dan Chen 2008, Hsueh et al
2009).
Molekul zat warna merupakan suatu gabungan dari zat organik tidak jenuh
dengan kromofor sebagai pewarna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan
serat. Sekitar 60-70 % zat warna dalam daftar Color Index merupakan jenis zat
warna azo yang digunakan dalam makanan dan minuman. Zat warna azo
mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan
gugus aromatik. Struktur umum R-N=N-R’ dengan R dan R’ adalah rantai organik
yang sama atau berbeda (Padmavathy et al 2003).
Mekanisme dekolorisasi dari pewarna azo dari penelitian ini dengan
reduksi enzimatik secara aerob. Bakteri yang digunakan mampu mengurangi
senyawa azo dan menghasilkan amina aromatik dengan bantuan katalis enzim
spesifik yakni azoreductase. Azoreductase yang terdapat dalam bakteri dapat
tumbuh dalam pewarna azo red 40 yang dijadikan sebagai sumber karbon dan
energi. Pemecahan ikatan azo (-N = N-) berlangsung melalui dua tahap dan setiap

11
tahap, dua elektron ditransfer ke zat warna azo yang bertindak sebagai akseptor
elektron. Hal ini berkaitan dengan mediator redoks seperti NADH, NADPH,
FMNH2 dan FADH2 bertindak sebagai koenzim untuk mempercepat pemecahan
ikatan azo (Guo et al 2010).
Aktivitas degradasi warna red 40 semi kuantitatif 17 isolat bakteri
Aktivitas degradasi azoR dilakukan untuk menunjukkan bakteri yang dapat
berperan dalam degradasi zat warna azo Red 40.Degradasi azoR dilakukan dengan
menambahkan 1 spot isolat bakteri pada media LB agar yang telah mengandung
senyawa zat warna azo Red 40 dengan konsentrasi 0.01 %. Adanya 1 spot bakteri
pada media LB warna yang dikelilingi oleh zona tidak berwarna merah atau zona
bening menunjukkan adanya aktivitas degradasi azoR yang dihasilkan oleh bakteri
tersebut.
Aktivitas degradasi azoR terhadap 17 sampel isolat menunjukkan bahwa
hanya 4 isolat dengan kode 91MO73, A, E dan F memiliki kemampuan dalam
mendegradasi zat warna azo red 40 dalam media LB berwarna. Diameter zona
degradasi terbesar ditunjukkan dengan kode isolat F yaitu sebesar 3.2 cm dan zona
degradasi terkecil ditunjukkan dengan kode isolat E yaitu sebesar 1.7 cm. Hal ini
menunjukkan perbedaan aktivitas degradasi oleh gen AzoR yang dihasilkan.
Semakin lebar ukuran zona bening menandakan semakin besar potensi
isolat bakteri tersebut dalam mengekspresikan gen AzoR sehingga pewarna azo
red 40 yang digunakan dapat terdegradasi. Zona tidak berwarna ini atau zona
bening disekeliling koloni menunjukkan adanya gen AzoR yang berperan dalam
mereduksi pewarna azo red 40 pada media LB (Montira L & Sukallaya B 2012) .
Alignment Daerah Terkonservasi
Pencarian daerah terkonservasi pada bakteri yang mengandung gen
azoreductase dapat dilakukan melalui situs National Center for Biotechnology
Information (NCBI). Identifikasi gen azoreductase ini, dirancang berdasarkan
sekuen Escherichia coli strain K -12 yang diperoleh dari situs http://www.
ncbi.nlm.nih.gov/. Selanjutnya dicari tingkat homologi dengan menggunakan
program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) melalui situs
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/) dan memilih analisis BLASTN untuk
membandingkan sekuen nukleotida dengan sekuen nukleotida dalam database.
Tingkat homologi suatu sekuen DNA dari gen azoreductase dapat
ditentukan berdasarkan parameter hasil BLASTN yaitu bit score, expect value (E)
dan query. Bit score merupakan nilai perhitungan statistik hasil perbandingan
antara data query sequence dan subject sequence. Semakin tinggi nilai bit score,
maka semakin tinggi tingkat hubungan kekerabatan bakteri satu dengan yang
lainnya (Thompson et al 2002).
Adanya nilai E merupakan jumlah sekuen pada subject sequence yang
tidak terkait dengan query sequence. Semakin kecil nila E value maka semakin
tinggi tingkat kepercayaan terhadap similaritas sekuen tersebut (Thompson et al
2002). Selanjutnya daerah terkonservasi yang telah dipilih dengan sekuen
tertinggi dari gen azoreductase dapat ditentukan dengan menggunakan program
Bioedit yang kemudian dilakukan dalam perancangan primer.

12
Perancangan Primer
Hasil alignment daerah terkonservasi sekuen gen azoreductase dari
program Bioedit kemudian dapat dilakukan analisis perancangan Primer dengan
PRIMER-BLAST dari situs (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/). Pasangan
primer AzoR reverse dan AzoR forward untuk amplifikasi gen azoreductase dari
daerah terkonservasi memiliki ukuran panjang ( 323 – 490 bp ).
Berdasarkan Tabel 1, primer AzoR forward memiliki sekuen
5’
ATTTTGACCTGGTTGCACGC3’. Primer ini memiliki nilai melting temperature
(Tm) sebesar 59.970 C dan % GC sebesar 50 % sedangkan primer AzoR reverse
dengan sekuen 5’ TAAAGCCGAGGAACGTGGAC3’ memiliki nilai Tm
60.040C dan % GC 55 %. Nilai Tm diatas menunjukkan bahwa kedua nilai primer
memiliki hasil terbaik berkisar pada suhu 550 – 600C dan kedua primer memiliki
nilai yang saling berdekatan sehingga spesifitas dan terjadinya amplifikasi PCR
dapat dicapai (Maier et al 2009)). Hasil % GC forward primer dengan nilai 50.00
dan reverse primer pada 55.00 menunjukkan bahwa presentase jumlah G dan C
terhadap jumlah basa total pada primer berkisar antara 40-60%.
Hasil primer forward dan reverse memiliki panjang 20 bp. Nilai tersebut
sesuai dengan literatur bahwa panjang primer optimal adalah 18-22 bp. Panjang
ini cukup panjang untuk mencapai spesifisitas yang cukup dan cukup pendek bagi
primer untuk terikat dengan mudah pada DNA template pada suhu annealing-nya
(Sulistyaningsih 2007). Berdasarkan analisis dengan program Gene Runner,
primer AzoR forward dan reverse terdapat kemungkinan dimer sekitar 4 bp dan
primer
Amplifikasi gen azoreductase
Isolat bakteri dari hasil uji aktivitas degradasi azoreductase dengan kode
91MO73, A, E dan F serta isolat induk dari E.coli, Lactobacillus, Enterobacter 7
dan 8 diekstraksi dengan metode heat shock untuk diambil bagian DNA. Fungsi
ekstraksi DNA dalam bakteri dengan metode kejut panas atau heat shock agar
dapat melisis bagian membrane sel sehingga DNA yang diharapkan dapat
dijadikan sebagai sumber DNA template (Sambrook & Russel 2003).
Analisis amplifikasi gen azoreductase (AzoR) dilakukan melalui analisis
DNA menggunakan real time PCR (qPCR). Analisis qPCR dilakukan terhadap 10
target sampel isolat bakteri yang berhasil diisolasi dan dijadikan sebagai sumber
DNA template. Sampel isolat tersebut dipilih karena pada uji secara semi
kuantitatif menunjukkan hasil pengukuran zona degradasi warna koloni yang jelas
pada isolat bakteri dengan kode A, E, F dan 91MO73.
Kontrol positif diambil dari isolat bakteri E.coli dan Enterobacter dengan
kode 8 dan 7 yang merupakan hasil sekuen dari analisis BLASTN dalam database
pada NCBI dan mengandung gen azoreductase dengan daerah homologi tertinggi
(Thompson et al 2002). Isolat dengan kode DM dan CM didapatkan dari susu
yang telah mengalami perubahan warna dan susu yang masih dalam keadaan
steril. Begitu juga dengan sampel Lactobacillus, yang belum diketahui ada atau
tidaknya gen azoreductase.
Hasil kurva amplifikasi dengan qPCR menunjukkan bahwa dalam
identifikasi gen azoreductase dalam beberapa sampel bakteri dapat dilihat muncul
pancaran sinar fluorescence dari pewarna SYBR Green yang dihasilkan setiap
siklusnya pada fase eksponensial. SYBR Green ini akan bergabung atau terikat

13
dengan dsDNA dan memancarkan sinyal. SYBR Green ketika terikat dengan
dsDNA tidak dapat berpendar. Setelah mengalami satu siklus pada tahap
denaturasi atau pemanasan suhu 950 C, dsDNA akan menjadi ssDNA akibat
pemanasan (Smith 2008). Selanjutnya, ketika template menjadi ssDNA, tahap
annealing atau penempelan primer yang spesifik terjadi dan pewarna SYBR Green
disini akan berpendar mengeluarkan deteksi sinyal fluorescence yang menandakan
bahwa gen azoreductase tersebut dapat teridentifikasi secara kualitatif (Manit et al
2005).
Sampel Escherichia coli yang bertindak sebagai kontrol positif pada
Gambar 6 menunjukkan bahwa, bakteri tersebut dapat menghasilkan copy DNA
atau amplikon DNA yang mengandung gen azoreductase terbanyak dengan nilai
Ct 20.71. Hasil amplifikasi DNA pada sampel target tersebut jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan sampel target bakteri dengan kode A yang dalam
menghasilkan produk amplifikasi gen azoreductase baru didapatkan pada Ct
35.32.
Hal tersebut dapat dilihat selama proses amplifikasi DNA terjadi pada saat
fase eksponensial yang dapat menghasilkan 2 kali lipat amplikon DNA setiap satu
siklus. Hal ini terkait dengan adanya nilai Ct (Cycle threshold) yang berbanding
terbalik dengan jumlah DNA awal. Semakin cepat atau semakin rendah nilai Ct
(cycle threshold) yang didapatkan maka semakin banyak dan semakin tinggi
konsentrasi DNA awal yang dihasilkan sehingga banyaknya jumlah molekul gen
azoreductase yang didapatkan juga semakin banyak. Sebaliknya, semakin lama
atau semakin tinggi nilai Ct (cycle threshold) yang didapatkan maka semakin
sedikit dan semakin rendah jumlah DNA awal sehingga dihasilkan jumlah
molekul amplikon gen azoreductase semakin sedikit (Manit et al 2005).
Target sampel dengan kode 91MO73, F, E dan A dapat menghasilkan
produk amplifikasi DNA pada Ct berturut-turut 24.57, 30.87, 33.48 dan 35.32.
Nilai Ct tersebut menunjukkan bahwa bakteri tersebut dapat mengamplifikasi gen
azoreductase tersebut dengan jumlah molekul atau copy number DNA yang
berbeda-beda tergantung pada hasil pancaran sinar dari SYBR Green yang
didapatkan pada fase eksponensial. Sampel bakteri Lactobacillus yang diduga
tidak mengandung gen azoreductase, namun pada Gambar 6, ditunjukkan bahwa
pada siklus 34.16, bakteri ini dapat menghasilkan produk amplifikasi DNA yang
mengandung gen azoreductase yang dapat ditangkap oleh pewarna SYBR Green
pada fase eksponensial (Manit et al 2005).
Hasil Ct di atas merupakan hasil visualisasi secara kualitatif ada tidaknya
gen azoreductase dalam masing-masing sampel bakteri, namun belum diketahui
berapa banyak konsentrasi dan jumlah molekul DNA secara kuantitatif yang
dihasilkan pada nilai Ct yang didapatkan. Hal ini karena perlu dilakukan
perhitungan lebih lanjut dimana diperlukan adanya kurva standar DNA yang
selanjutnya konsentrasi DNA pada masing-masing sampel target dapat ditentukan
dengan membandingkan nilai Ct terhadap nilai kurva standar DNA (Victor et al
2012)
Sampel target DM yang telah mengalami perubahan warna dapat dilihat
hasil produk amplifikasi. Gambar 6 menunjukkan siklus 34.14 sampel DM baru
mendapatkan hasil produk amplifikasi. Nilai Ct tersebut berbeda halnya dengan
sampel CM yang merupakan susu yang masih dalam keadaan steril, namun

14
memiliki nilai Ct yang sedikit jauh lebih tinggi bila dibandingkan pada sampel
DM yakni sebesar 33.37.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada sampel CM yang berupa susu
steril dapat menghasilkan jumlah molekul DNA lebih banyak bila dibandingkan
dengan sampel DM. Hasil produk amplifikasi sampel CM sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan DM, karena adanya bakteri penghasil gen azoreductase
yang terdapat pada susu steril yang dapat mereduksi substrat pewarna red 40.
Akibatnya dalam jangka waktu tertentu, susu steril tersebut dapat menghasilkan
lebih banyak lagi jumlah molekul dan konsentrasi DNA seiring dengan terjadinya
perubahan warna dalam sampel susu tersebut (Montira L & Sukallaya B 2012).
Hasil sampel DM yang telah mengalami perubahan warna dapat
menghasilkan jumlah molekul DNA lebih sedikit bila dibandingkan dengan
sampel CM yang merupakan susu steril. Hal ini karena adanya perbedaan aktivitas
azoreductase dalam mereduksi substrat dari pewarna red 40 dimana pada sampel
DM, komponen substrat dari pewarna red 40 telah direduksi sebelumnya sehingga
pada saat dilakukan qPCR sampel DM telah mengalami pengurangan aktivitas
atau masa aktif sehingga menghasilkan hasil produk amplifikasi lebih sedikit
(Montira L & Sukallaya B 2012).
Pengamatan secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan Real
Time PCR dapat dilihat pada reaksi yang berlangsung cepat hanya pada fase
eksponensial yang dapat menghasilkan produk amplifikasi DNA dengan nilai dua
kali lipat setiap siklusnya secara tepat dan akurat (Manit et al 2005). Grafik yang
menunjukkan fase linier merupakan reaksi amplifikasi yang terjadi mulai
melambat dan produk PCR tidak lagi menjadi dua kali lipat pada setiap siklusnya.
Fase plateau menunjukkan bahwa reaksi telah berhenti dan tidak ada lagi produk
amplifikasi yang sedang dibuat (Vanguilder et al 2008).
Keuntungan dari penggunaan real time PCR bila dibandingkan dengan
PCR standar biasa adalah bila dilihat dari segi kuantitatif real time PCR dapat
dilihat jumlah produk PCR pada fase eksponensial namun pada PCR standar biasa
hanya dapat membandingkan intensitas dari band hasil elektroforesis yang
membutuhkan pewarna EtBr secara semi kuantitatif (Smith 2008).

SIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan analisis uji secara kualitatif, reduksi zat warna secara
kuantitatif dan aktivitas degradasi semi kuantitatif menunjukkan bahwa dari 17
sampel isolat bakteri, hanya 4 isolat dengan kode 91MO73, A, E dan F dapat
mengekspresikan gen azoreductase yang berpotensi terhadap penghilangan warna
senyawa azo red 40 dalam susu. Hasil produk amplifikasi DNA dengan qPCR
keempat sampel isolat menunjukkan nilai cycle tresshold (Ct) berturut – turut
24.57, 30.87, 33.37 dan 33.48 yang menandakan semakin kecil nilai Ct maka
semakin banyak jumlah produk amplifikasi gen azoreductase yang dihasilkan.

15
Saran
Karakterisasi lebih lanjut perlu dilakukan dengan identifikasi jenis bakteri
menggunakan DNA sequencing. Bagi pihak industri minuman susu, agar dalam
pengolahan produk susu berwarna dalam hal proses sterilisasi disesuaikan dengan
kondisi optimum bakteri yang telah diidentifikasi. Selain itu, penambahan
pewarna sintetis jenis azo sesuai dengan batas optimum pewarna yang telah
ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Peternakan 2012. Konsumsi Susu Per
Kapita Per Tahun 2009 – 2012. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Alarcon B, B Vicedo, and R. Aznar. 2006. PCR based procedures for detection
and quantification of Staphylococcus aureus and their application in food.
J Appl Microbiol 100:352−364.
Cahyadi W. 2006. Analisis dan Aspek kesehatan Bahan Tambahan Pangan.Edisi
Kedua. Jakarta : Penerbit Bunga Aksara.
Cappuccino GJ, Sherman N. 1999. Fourth Edition. Microbiology A. Laboratory
Manual. J Addison Wesley. 37(4):129-183.
Chen H. 2006. Recent advances in azo dye degrading enzyme research. Current
Protein and Peptide Science 7:101-111.
Cowan ST. 1984. Manual for the Identification of Medical Bacteria. Second
Edition. Cambridge : Cambridge University Press.
Guo J.Li K, Wang X, Yang J. 2010. The Handbook of Environmental Chemistry.
New York : Springer Heidelberg Inc.
Hsueh CC, Chen BY, Yen CY. 2009. Understanding effects of chemical structure
on azo dye decolorization characteristics by Aeromonas hydrophila. J
Hazard Materials.167:995-1001.
Hsueh CC, Chen BY. 2007. Comparative study on reaction selectivity of azo dye
decolorization by Pseudomonas luteola. J Hazard Materials 141:842-849.
Hsueh CC, Chen BY. 2008. Exploring effects of chemical structure on azo dye
decolorization characteristics by Pseudomonas luteola. J Hazard
Materials 154:703-710.
Kalkwarf et al. 2003. Milk Intake During Childhood and Adolescence, Adult
Bone Density and Osteoporosis Fractures in US Women. American
Journal Clinical Nutrition 77:257–265.
Ladero V, Martinez N, Martin MC, Fernandez M, Alvarez MA. 2010. qPCR for
quantitative detection of tyramine producing bacteria in dairy products. J
Food Microbiology 43:289-295.
Liu G, Zhou J, Jin R, Zhou M, Wang J, Lu H, Qu Y. 2008. Enhancing survival of
Escherichia coli by expression of azoreductase AZR possessing quinone
reductase activity. Applied Microbiology Biotechnology. 80: 409-416.
Liu G, Zhou J, Wang J, Zhou M , Lu H, Jin R. 2009. Acceleration of azo dye
decolorization by using quinone reductase activity of azoreductase and
quinone redox mediator. Bioresource Technology. 100:2791-2795.

16
Maier RM, Pepper IL, Gerba CP. 2009. Environmental Microbiology. London :
Elsevier Inc.
Manit A, Iqbal S, Magali W, Lyndon G, Neehar A, Hitendra. 2005. Basic
principles of real-time quantitative PCR. FD Expert Rev Mol Diagn 5(2).
Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS. Bogor : IPB Press.
Montira L, B Sukallaya. 2012. Characterization of the decolorizing activity of azo
dyes by Bacillus subtilis azoreductase AzoR1. Songklanakkarin Journal of
Science and Technology. 34(5):509–516
Ogier JC, Serror P. 2008. Safety Assessment of Dairy Microorganism the
Enterococcus genus. J Food Microbiol 126:291–301.
Padmavathy SS, Sandhya K, Swaminathan YV, Subrahmanyam T. Chakrabarti,
and SN Kaul. 2003. Aerobic Decolorization of Reactive Azo Dyes in
Presence of Various Cosubstrates. Chem Biochem Eng.17(2):147–151.
Padmavathy SS, Sandhya K, Swaminathan YV, Subrahmanyam T.Chakrabarti,
SN Kaul. 2003. Aerobic Decolorization of Reactive Azo Dyes in Presence
of Various Cosubstrates. Chem Biochem Eng. 17(2):147–151.
Pandey A, Singh P, Iyengar L. 2007. Bacterial decolorization and degradation of
azo dyes. International Biodeterioration & Biodegradation. 59:73-84.
Purwakusumah W. 2007. Filter Ultra Violet Sinar UV [Internet] ; [diunduh 2013
Juni 01]. Tersedia pada : http://www.o-fish.com/Filter/filter uv.php.
Sambrook J, Russel DW. 2003. Molecular Clonning : A laboratory manual
Edition 3. New York : Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Smith C, Mark O. 2008. Advantages and limitations of quantitative PCR based
approaches in microbial ecology [editorial]. FEMS Department of Animal
and Plant Sciences : University of Sheffield, Westren Bank.
Stolz A. 2001. Basic and applied aspects in the microbial degradation of azo dyes.
Applied Microbiology Biotechnology. 56:69-80.
Sulistyaningsih E. 2007. Polymerase Chain Reacton (PCR) : Era Baru Diagnosis
dan Manajemen Penyakit Infeksi. Jurnal Biomedis Vol 1.
Thompson JD, Gibson TJ, Higgins DG. 2002. Multiple sequence alignment using
ClustalW and ClustalX. Curr Protoc Bioinformatics. Chapter 2:3.
VanGuilder HD, Vrana KE, Freeman WM (2008).Twenty-five years of
quantitative PCR for gene expression analysis. J Biotech 44: 619–626.
Victor L, Elena C, Marta P, Cruz Maria, Maria F, Alvarez M. 2012. Multiplex
qPCR for the detection and quantification of putrescine=producing lactic
acid bacteria in dairy products. J Food Microbiology 27:307–313.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
Pembuatan Media dan Isolasi Bakteri

Analisis Uji Kualitatif

Analisis reduksi warna red 40 secara
Kuantitatif

Analisis Statistika

Uji Aktivitas Degradasi Azoreductase Semi
Kuantitatif

Studi Bioinformatika

Perancangan Primer

Amplifikasi DNA dengan qPCR

18
Lampiran 2 Hasil Pensejajaran (alignment) daerah terkonservasi gen azoreductase
pada sekuen bakteri dengan homologi tertinggi
ATGAGCAAGGTATTAGTTCTTAAATCCAGCATCCTGGCAGGGTACTCT
CAGTCTAATCAGTTGTCCGATTATTTTGTTGAACAATGGCGCGAAAAG
CACTCCGCTGATGAAATCACCGTTCGCGACCTGGCTGCAAATCCGATT
CCGGTACTGGATGGCGAACTGGTTGGCGCTCTGCGTCCGAGCGATGCG
CCGCTGACTCCGCGTCAGCAGGAAGCTCTGGCGCTTTCCGATGAGCTG
ATTGCCGAGCTGAAAGCCCACGACGTTATCGTTATTGCGGCACCGATG
TATAACTTCAACATCTCAACTCAGTTGAAAAACTATTTTGACCTGGTTG
CACGCGCAGGCGTTACTTTCCGCTATACCGAGAACGGTCCGGAAGGTC
TGGTAACGGGTAAAAAAGCCATCGTTATTACCAGCCGCGGTGGGATCC
ACAAAGATGGACCAACGGACCTGGTGACGCCGTATCTGTCCACGTTCC
TCGGCTTTATCGGCATTACCGATGTGAAATTTGTCTTCGCCGAAGGGAT
CGCATACGGTCCGGAAATGGCAGCGAAAGCGCAGTCTGACGCGAAAG
CAGCCATCGACAGCATTGTTGCTGCATAA
Lampiran 3 Hasil analisis BLASTN gen azoreductase

19

20
Lampiran 4 Hasil daerah terkonservasi gen azoreductase dengan menggunakan
program Mega 5

Lampiran 5 Hasil analisis Primer dimer AzoR forward program Gen Runner

21
Lampiran 6 Hasil analisis Primer dimer AzoR reverse program Genne Runner

Lampiran 7 Hasil pengukuran zona degradasi azoR 4 isolat terpilih
No

Kode Isolat

1
2
3
4

91MO73
A
E
F

Diamater Zona
Bening (cm)
1.1
1.3
1.2
1.6

Diameter
Koloni (cm)
0.6
0.6
0.7
0.5

Rasio Zona
Bening
1.8
2.2
1.7
3.2

Lampiran 8 Hasil pengujian secara kuantitatif reduksi zat warna 511 nm
Sampel

A rerata

Standar Deviasi

Nilai Perbedaan Rata-rata

Kontrol
84
83
92No72
91Mo73
A
E
F

0.679
0.481
0.309
0.226
0.303
0.240
0.247
0.376

0.001
0.266
0.171
0.072
0.177
0.078
0.049
0.171

0.679a ± 0.001
0.481a ± 0.266
0.309bc ± 0.171
0.226c ± 0.072
0.303bc ± 0.177
0.24bc ± 0.078
0.247bc ± 0.049
0.376bc ± 0.171

22
Sampel

A rerata

Standar Deviasi

Nilai Perbedaan Rata-rata

27
3.1
25.1
25.3
25.4
25.5
25.6
3.2
D
B

0.215
0.218
0.173
0.315
0.347
0.318
0.171
0.281
0.215
0.192

0.013
0.019
0.036
0.024
0.130
0.017
0.019
0.001
0.017
0.023

0.215c ± 0.013
0.218c ± 0.019
0.173c ± 0.036
0.315bc ± 0.024
0.347bc ± 0.130
0.318bc ± 0.017
0.171c ± 0.019
0.281bc ± 0.001
0.215c ± 0.017
0.192c ± 0.023

Lampiran 9 Analisis statistika Reduksi zat warna red 40
ANOVA
Reduksi_Zat_Warna
Between Groups
Within Groups
Total

Sum of Squares
.526
.195
.721

df
17
18
35

Mean Square
.031
.011

F
2.854

Sig.
.017

Lampiran 10 Uji lanjut Duncan terhadap reduksi zat warna red 40
Reduksi_Zat_Warna
Duncan
Perlakuan
a

N
25.6
25.1
B
D
27
3.1
92MO72
A
E
3.2
91MO73
83
25.3
25.5
25.4
F
84
Control
Sig.

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

Subset for alpha = 0.05
1
2
3
.170500
.172500
.191500
.215000
.215500
.217500
.226000
.240000
.240000
.246500
.246500
.281500
.281500
.303500
.303500
.308500
.308500
.315000
.315000
.318000
.318000
.347000
.347000
.376000
.376000
.481000
.481000
.679000
.105
.060
.073

23
Lampiran 11 Hasil amplifikasi produk DNA dengan Real Time PCR
Well Fluor Target Content
Sample
Cq
Color SQ
A01 SYBR Azr
Unkn
A
35,32 Green N/A
A02 SYBR Azr
Unkn
E
33,48 Green N/A
A03 SYBR Azr
Unkn
F
30,87 Green N/A
A04 SYBR Azr
Unkn
91M073
24,57 Green N/A
A05 SYBR Azr
UnDeterm
Lactobacillus 34,16 Blue N/A
A06 SYBR Azr
Pos Ctrl
Entero 8
21,79 Red
N/A
A07 SYBR Azr
Pos Ctrl
Entero7
23,02 Red
N/A
A08 SYBR Azr
Pos Ctrl
E.coli
20,71 Red
N/A
A09 SYBR Azr
Unkn
DM
34,14 PalePink
A10 SYBR Azr
Unkn
CM
33,37 Pink N/A

N/A

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 29 Desember 1990 dari ayahanda
Mr Munarto dan ibunda GCH.Susita Hermiyati. Penulis merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kudus dan
melanjutkan sekolah di Institut Pertanian Bogor Program Studi Biokimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Kesatuan
Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI). Penulis juga aktif menjadi anggota beberapa
kepanitiaan yang diadakan oleh IPB seperti menjadi tim Humas pada acara Hari
Olahraga Kemaki tahun 2010, anggota tim divisi bidang keilmuan Bioanalisis di
Crebs tahun 2011, anggo