ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL PROTEASE DARI TERASI UDANG REBON (Mysis relicta)

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL PROTEASE DARI TERASI UDANG REBON(Mysis relicta)

(Skripsi)

Oleh :

DEVI HANAFIARTI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(2)

ABSTRACT

ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF BACTERIA PRODUCING PROTEASE FROM SHRIMP (Mysis relicta)PASTE

By

DEVI HANAFIARTI

The aim of this study were to isolate the bacteria that found in shrimp paste, to identify the bacteria producing protease enzyme in shrimp paste and to determine the activity of protease enzyme in shrimp paste. This research were carried out by a various steps, such as bacteria isolating, protease candidates isolating, protease activity test, and identification of selected isolates. The results showed that there are eight isolates were isolated from shrimp paste origin Labuhan Maringgai, East Lampung there are T1a2, T2b1, T2b2, T2c1, T2c2, T3b1, T3c2, and T3e1. The isolates T1a2, T2c2, T3c2 were chosen for enzyme production because they have the largest index proteolytic (IP). The protease activity test showed that the isolates T1a2 had protease activity value of 0.0068, T2c2 at 0.0010, and T3c2 at 0.0051 (Units/mL). The identification of bacteria were detemined using physiology, morphology and biochemistry method resulted that isolates T1a2 was identical withCorynebacterium sp, T2c2 withFlavobacteriumsp, and T3c2 with Actinobacillussp.


(3)

ABSTRAK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL PROTEASE DARI TERASI UDANG REBON(Mysis relicta)

Oleh

DEVI HANAFIARTI

Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi bakteri yang terdapat pada terasi udang, mengidentifikasi bakteri penghasil enzim protease pada terasi udang dan menguji aktifitas enzim protease dari terasi udang. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan isolasi bakteri, isolasi kandidat protease, uji aktivitas protease, dan identifikasi isolat terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa delapan isolat berhasil diisolasi dari terasi udang rebon asal Labuhan Maringgai Lampung Timur, masing-masing isolat yaitu T1a2, T2b1, T2b2, T2c1, T2c2, T3b1, T3c2, dan T3e1. Isolat T1a2, T2c2, T3c2 dipilih untuk produksi enzim karena memiliki indeks proteolitik (IP) terbesar. Hasil pengujian aktivitas protease menunjukkan bahwa isolat T1a2 memiliki nilai aktivitas protease sebesar 0,0068, T2c2 sebesar 0,0010, dan T3c2 sebesar 0,0051 (Unit/mL). Identifikasi bakteri dengan menggunakkan metode fisiologi, morfologi dan biokimiawi menunjukkan bahwa isolat T1a2 identik dengan Corynebacterium sp, T2c2 denganFlavobacterium sp, dan T3c2 denganActinobacillus sp.


(4)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL PROTEASE DARI TERASI UDANG REBON(Mysis relicta)

Oleh :

DEVI HANAFIARTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambarawa, Pringsewu pada tanggal 06 Desember 1993, sebagai putri sulung dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sujarwo dan Ibu Indun Maysaroh.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK PKK Tejosari Metro pada tahun 1999, Sekolah Dasar di SD Negeri 8 Metro pada tahun 2005, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 4 Metro pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Metro pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis. Selama di perguruan tinggi, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi pengurus HMJ THP FP Unila sebagai Anggota Bidang II Seminar dan Diskusi periode 2013/2014. Pada tahun 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Kedaton 1, Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung Timur dan tahun 2014, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT.


(6)

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T.

Maha Suci Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang

Kupersembahkan sebentuk karya kecil dan curahan pikiranku

sebagai tanda cinta dan baktiku kepada

orang tua ku tercinta bapak dan mamak, adik-adikku

tersayang, dosen-dosen sebagai orang tuaku di kampus yang

telah membimbingku, dan semua sahabat-sahabat.

Serta almamaterku tercinta.


(7)

SANWACANA

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul“Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Protease dari Terasi Udang Rebon(Mysis Relicta)sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran dalam proses penyusunan skripsi.

3. Ibu Dyah Koesoemawardani, S.Pi., M.P. selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama skripsi yang selalu bersedia membimbing selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran, saran, pengarahan, motivasi serta nasehat-nasehatnya yang telah diberikan hingga skripsi ini selesai.


(8)

4. Bapak Mahrus Ali, S.Pi.,M.P. selaku pembimbing kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, evaluasi, kritik dan saran, juga motivasinya kepada penulis.

5. Bapak Ir. Samsul Rizal, M.Si.selaku penguji yang telah memberikan saran-saran untuk kemajuan penulisan skripsi.

6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan wawasan kepada penulis, serta seluruh staf karyawan atas bantuan dan kerjasamanya. 7. Keluarga tercinta Bapak Sujarwo, Ibu Indun Maysaroh, serta Adik-adikku

Refi dan Rizky atas cinta, kasih sayang, dando’auntuk keberhasilan penulis. 8. Seluruh Karyawan Laboratorium Bakteriologi Balai Veterenier Bandar

Lampung, Ibu Ari, Ibu Ima, Ibu Ngatini, Pak Kamso, dan Pak Ujang, yang telah memberikan ilmu, waktu, bimbingan serta arahan kepada penulis. 9. Teman-teman Jurusan THP 2011 “Janji Gerhana” yang aku sayangi dan tidak

bisa aku sebutkan satu persatu, terimakasih untuk cerita, semangat, dukungan dan canda tawa yang akan selalu dikenang.

10. Keluarga besar Jurusan THP yang telah membuat hidup penulis di kampus menjadi penuh warna.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2. Tujuan ... 4

1.3. Kerangka Pemikiran... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Udang rebon ... 6

2.2. Terasi... 8

2.3. Fermentasi Terasi... 10

2.4. Cita Rasa Terasi ... 13

2.5. Komposisi Kimia dan Nutrisi Terasi ... 14

2.6. Proses Pembuatan Terasi Udang... 16

2.7. Protease ... 22

2.8. Bakteri Proteolitik ... 27

III. METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.2. Bahan dan Alat ... 29


(10)

3.4. Pelaksanaan Penelitian... 31

3.4.1. Pengambilan Sampel Terasi... 31

3.4.2. Isolasi Bakteri pada Terasi Udang ... 31

3.4.3. Penapisan Kualitatif Kemampuan Isolat dalam Menghasilkan Protease... 33

3.4.4. Produksi Enzim Kasar... 34

3.4.5. Penentuan Aktivitas Enzim Protease ... 36

3.4.6. Identifikasi Isolat Terpilih... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 46

4.1. Isolasi Bakteri dari Terasi ... 46

4.2. Kemampuan Aktivitas Kualitatif Proteolitik Isolat ... 48

4.3. Hasil Pengujian Aktivitas Protease Kasar dari Tiga Isolat Murni Terpilih... 53

4.4. Identifikasi Bakteri Terasi Udang Rebon ... 55

V. SIMPULAN DAN SARAN... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan unsur gizi terasi per berat bahan 100 gram ... 10

2. Komposisi kimia terasi udang ... 15

3. Profil asam amino terasi... 16

4. Metode pengujian aktivitas enzim protease ... 37

5. Sifat-sifat morfologi sel dari koloni yang diisolasi ... 46

6. Hasil uji indeks proteolitik isolat bakteri dari terasi udang... 49

7. Hasil pengujian aktivitas protease pada isolat terpilih ... 53

8. Uji biokimia tiga isolat bakteri yang menunjukkan aktivitas proteolitik terbaik... 56

9. Nilai absorbansi standar tirosin dengan menggunakkan spektrofotometer 330 nm ... 72

10. Penentuan persamaan garis regresi larutan standar tirosin menggunakkan spektrofotometer 330 nm ... 72


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Udang rebon (Mysis relicta)... 7

2. Proses pengolahan terasi ... 18

3. Diagram alir pembuatan terasi ... 20

4. Proses pembuatan terasi udang rebon produksi Ibu Marni di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur... 21

5. Mekanisme umum hidrolisis enzimatik substrat peptida ... 24

6. Struktur sekunderbeta-sheetdanalpha-helixprotein... 25

7. Diagram alir isolasi bakteri ... 32

8. Pengukuran zona bening ... 34

9. Diagram alir produksi enzim kasar ... 36

10. Reaksi kiamiawi yang dikatalis oleh enzim katalase ... 43

11. Diagram alir proses isolasi dan identifikasi bakteri penghasil protease dari terasi udang rebon(Mysis relicta)... 45

12. Hasil pewarnaan Gram pada setiap isolat murni bakteri terasi ... 47

13. Hidrolisis substrat protein oleh bakteri protease asal terasi udang ... 51

14. Skema isolasi dan pengujian indeks protease dari terasi udang rebon... 52

15. Gambar grafik kurva standar tirosin yang diperoleh... 73

16. Udang rebon yang telah diberi garam ... 75

17. Proses penjemuran udang rebon... 75


(13)

19. Penjemuran terasi setelah pembentukan ... 76

20. Isolasi bakteri terasi... 77

21. Penotolan isolat murni pada media selektif SMA (Skim Milk Agar)... 77

22. Uji Aktivitas Protease ... 78

23. Uji TSIA(Triple Sugar Iron Agar)... 78

24. Uji SCA(Sulfide Indole Motility)... 78

25. Uji LIA(Lysine Iron Agar)... 79

26. Uji OF (Oksidatif/Fermentatif) ... 79

27. Uji Katalase ... 79

28. Uji SIM(Sulfide Indol Motility)... 80

29. Uji MR-VP ... 80


(14)

(15)

(16)

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya bentuk terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan memiliki khas aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Pierson, 2013). Menurut Afrianto dan Liviawaty (2005) terasi adalah merupakan satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang) yang hanya mengalami perlakuan penggaraman tanpa diikuti dengan penambahan asam, kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses

fermentasi.

Salah satu daerah di Provinsi Lampung yang memberikan kontribusi yang besar terhadap hasil laut yaitu Kabupaten Lampung Timur. Hasil laut berupa udang yang dihasilkan di Indonesia termasuk di Kabupaten Lampung Timur yaitu udang rebon (Mysis relicta). Udang rebon mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Berdasarkan Direktorat Gizi Depkes (1992) dalam 100 gram udang rebon segar mengandung protein 16,2 gram dan mengandung kalsium 757 mg. Namun, udang rebon mudah busuk jika tidak diolah. Oleh karena itu, rebon harus diolah terlebih


(18)

2

dahulu agar tidak kehilangan nilai gizinya, salah satu contoh produk olahan yaitu terasi.

Pada pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung karena ada aktivitas enzim yang berasal dari tubuh ikan atau udang itu sendiri atau berasal dari mikroorganisme. Selama fermentasi terjadi hidrolisis protein menjadi asam amino dan peptida dilanjutkan dengan perubahan asam amino menjadi komponen lainnya dan akhirnya produk akan berubah menjadi bentuk pasta atau cairan (Davies, 1982). Kelompok asam amino non-esensial yang terdapat pada terasi dalam jumlah yang tinggi adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin (Moeljohardjo, 1972). Adanya degradasi protein menjadi senyawa yang lebih sederhana selama fermentasi terasi memungkinkan adanya enzim protease yang terbentuk. Bakteri halofilik anaerobik memiliki peranan yang penting selama fermentasi (Moeljohardjo, 1972). Menurut Praptiningsih dkk. (1988), berpendapat bahwa mikroorganisme yang diisolasi dari terasi adalah Micrococcus, Neisseria, Aerococcusdan beberapa jenis kapang. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap terasi yang dibeli di Bogor, Susilowati (1988) dan Rahayu dkk. (1989) mendapatkan bahwa bakteri yang diisolasi adalah Micrococcus, Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, HalobacteriumdanAcinobacter.

Protease adalah salah satu enzim yang memiliki prospek paling baik untuk dikembangkan karena dipandang cukup luas aplikasinya dalam berbagai industri, baik pangan maupun non pangan. Menurut Gupta dkk ( 2002), industri pengguna enzim protease diantaranya di bidang pangan yaitu sebagai pengempuk daging,


(19)

3

penjernih bir, pembuatan keju dan pembuatancrackerdan dibidang non pangan yaitu industri deterjen, industri kulit, industri tekstil, biomedis sampai industri pakan ternak. Protease merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan diperkirakan sebesar 60% dari total enzim yang diperjual belikan di seluruh dunia (Rao dkk., 1998; Singh dkk, 2001; Gupta dkk, 2005).

Mikroorganisme adalah sumber enzim yang paling banyak digunakan dibandingkan hewan dan tanaman. Sebagai sumber enzim, mikroorganisme dianggap lebih menguntungkan karena pertumbuhannya cepat dan mudah diatur, dapat tumbuh pada substrat yang murah, dapat diproduksi dalam skala besar dan mutu lebih seragam (Suhartono, 1989). Hingga saat ini sebagian besar enzim yang digunakan dalam industri di Indonesia masih diimpor. Hal ini didasarkan pada pernyataan Rajasa (2003) bahwa nilai perdagangan enzim dunia mencapai 3-4 miliar dolar per tahun, 3-4-5 juta dolar di antaranya dari pasar Indonesia yang keseluruhannya diimpor dari negara-negara produsen enzim. Kondisi ini tentunya sangat merugikan jika ditinjau secara ekonomi, padahal Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan sumber alam hayati, terutama mikroba penghasil enzim, termasuk protease. Oleh karena itu, pencarian mikroorganisme indigenous penghasil protease perlu dilakukan di Indonesia. Pada penelitian ini terasi udang digunakan sebagai sumber untuk mendapatkan isolat penghasil protease (bakteri proteolitik) karena mengandung protein yang cukup besar.


(20)

4

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengisolasi bakteri yang terdapat pada terasi udang.

2. Mengidentifikasi bakteri penghasil enzim protease pada terasi udang. 3. Menguji aktifitas enzim protease dari terasi udang.

1.3. Kerangka Pemikiran

Protease adalah enzim yang dapat menghidrolisis protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti peptida kecil dan asam amino (Bains, 1998). Prinsip pengolahaan dalam pembuatan terasi yaitu didasarkan pada proses penguraian daging udang atau ikan oleh enzim pemecah protein yang ada dalam tubuh udang atau ikan itu sendiri (Yunizal,1998). Terjadinya proses autolisis atau enzimatis dengan adanya aktivitas bakteri selama proses fermentasi terasi yang berasal pada tubuh ikan atau media protein memungkinkan adanya enzim protease yang terbentuk.

Mikroba yang berperan dalam fermentasi udang atau udang rebon adalah bakteri pembentuk spora dan bakteri haloteran (tahan garam) antara lainBacillus, Pediococcus, Crynebacterium,danBrevibacterium(Moeljanto, 1992). Berdasarkan beberapa penelitian menyatakan bahwa mikroba yang berperan dalam fermentasi terasi berbeda jenis dan jumlahnya. Ada berbagai mikroba yang terdapat pada terasi seperti bakteri, kapang dan khamir. Menurut Rahayu dkk. (1992), jenis mikroba yang dapat tumbuh pada terasi antara lainRhizopussp,


(21)

5

Penicilliumsp.,Aspergillussp.,Micrococcussp.,Aerococuccussp. danNeisseria sp. Bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel

kemudian dilepaskan keluar dari sel (Abraham dkk, 1993). Salah satu bakteri yang diduga banyak sebagai penghasil enzim proteolitik adalahBacillus(Gupta dkk, 2002).

Jenis-jenis mikroba yang terdapat pada terasi perlu diketahui dengan melakukan identifikasi mikroorganisme melalui isolasi dan karakterisasi. Secara alami bakteri di alam ditemukan dalam populasi campuran. Hanya dalam keadaan tertentu saja populasi bakteri ditemukan dalam keadaan murni. Ini berarti diperlukan biakan murni yang hanya mengandung satu macam bakteri (Lay, 1994). Selain itu untuk memastikan kemampuan bakteri terasi dalam

menghidrolisis protein menjadi senyawa yang lebih sederhana maka diperlukkan pengujian mengenai aktivitas bakteri penghasil enzim protease.

Asam amino non-esensial yang terdapat pada terasi dalam jumlah yang tinggi adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin (Moeljohardjo, 1972). Adanya degradasi protein menjadi senyawa yang lebih sederhana selama fermentasi terasi memungkinkan adanya enzim protease yang terbentuk. Oleh karena itu, terasi sangat potensial apabila dikembangkan menjadi salah satu bahan penghasil isolat bakteri protease. Selain itu diharapkan

penelitian ini juga dapat memberikan informasi ilmiah tentang bakteri yang berpotensi menghasilkan protease yang bersumber dari terasi udang rebon serta aktivitas proteasenya.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Udang Rebon

Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun dengan ukuran yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis udang-udangan lainnya. Karena ukurannya yang kecil inilah, udang ini disebut dengan udang “rebon”. Di

mancanegara, udang ini lebih dikenal denganterasi shrimpkarena memang udang ini merupakan bahan baku utama pembuatan terasi. Di pasaranpun, udang ini lebih mudah ditemukan sebagai bahan seperti terasi, atau telah dikeringkan dan sangat jarang dijual dalam keadaan segar (Astawan, 2009).

Udang rebon merupakanzooplanktondengan ukuran panjang 1 - 1,5 cm yang terdiri dari kelompokCrustaceayaituMysidocea acetesdanlarva peraedaeyang ditemukan disekitar muara (Nontji, 1986). Ciri-ciri udang rebon adalah

mempunyai tiga pasang kaki yang sempurna, restum dan telsonnya pendek, mempunyai kaki renang yang sempurna dan tampak berbulu dan panjang antena sekitar 2-3 kali panjang tubuhnya (Hutabarat dan Evans, 1986). Walaupun tidak setenar seperti daging ayam, daging sapi atau ikan, seperti jenis udang lainnya, udang rebon memiliki kandungan protein yang tinggi. Dari setiap 100 g udang rebon kering, 59,4 g nya merupakan protein. Berlawanan dengan kandungan


(23)

7

protein udang rebon kering, kandungan lemak udang rebon termasuk rendah, hanya 3,6 g dari setiap 100 g udang rebon kering (PERSAGI, 2009).

Klasifikasi udang rebon menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Phylum : Arthropoda Class : Crustacea

Ordo : Decapoda

Famili : Penaidae Genus : Penaeus

Spesies : Panaeus monodon

Gambar 1. Udang rebon (Mysis relicta) (sumber. www.google.com)

Selain kaya akan sumber zat gizi protein, kalsium dan zat besi ternyata terdapat satu manfaat unik dari udang rebon yang bisa jadi sulit didapatkan dari jenis udangan lain, yaitu kulitnya yang berbeda. Berbeda dengan jenis udang-udangan lain yang biasanya hanya dimakan dagingnya saja tanpa kulitnya, seluruh bagian udang rebon dapat dimakan. Hal ini terutama karena ukurannya yang


(24)

8

sangat kecil sehingga tidak memungkinkan untuk membuang kulit atau kepalanya seperti ketika akan memakan udang-udangan lain. Hasilnya, justru inilah yang menjadi salah satu keunggulan udang rebon dibandingkan udang-udangan lain, maupun makanan sumber protein lainnya (Astawan, 2009).

Selain kaya kalsium, kulit udang ternyata mengandung satu zat unik yang

ditemukan dalam cangkang serangga dan cangkang kepiting, yaitu kitosan (Nasir, 2008). Menurut beberapa penelitian kulit udang sangat bermanfaat dalam

mengikat kolesterol dalam tubuh sehingga sangat bermanfaat jika dikonsumsi. Kitosan mulai bekerja saat bercampur dengan asam lambung. Pencampuran ini akan merubah kitosan menjadi semacam gel yang akan mengikat kolesterol dan lemak yang berasal dari makanan. Hasilnya, terjadi penurunan LDL, sekaligus perubahan perbandingan HDL terhadap LDL (Astawan, 2009).

2.2. Terasi

Terasi adalah produk fermentasi udang atau udang rebon. Tahapan proses pembuatan terasi meliputi penjemuran, penggilingan atau penumbukan, serta penambahan garam yang kemudian dilanjutkan fermentasi (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Selama proses fermentasi tersebut, garam sebagai pengawet dan penyeleksi mikrobia yang tumbuh selama proses fermentasi. Fermentasi adalah suatu proses penguraian menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang berasal dari mikroorganisme dalam kondisi tertentu. Fermentasi ada yang berlangsung secara spontan yaitu fermentasi yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme. Dalam fermentasi spontan mikroorganisme


(25)

9

golongan tertentu dari lingkungan tetap bisa berkembang biak dalam media yang terseleksi (Suprihatin, 2010).

Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi ikan. Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada produk yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman. Terasi biasa digunakan sebagai penyedap sehingga pemakaian terasi dalam masakan sangat sedikit, hal ini mengakibatkan kandungan yang terdapat dalam terasi tidak banyak berperan (Yuniar, 2010). Sedangkan menurut Afrianto dan Liviawaty (2005) terasi terdiri dari 3 jenis dilihat dari bahan dasar yang digunakan dalam produksi yaitu terasi udang, ikan, dan terasi campuran antara ikan dan udang. Masyarakat lebih menyukai terasi berbahan dasar udang, karena aromanya lebih sedap dan rasanya lebih lezat.

Pengolahan terasi adalah fermentasi dengan garam sebagai media penyeleksi (Van Veen, 1965). Prinsip pengolahan terasi didasarkan pada proses penguraian daging udang atau ikan oleh enzim pemecah protein yang ada dalam tubuh udang atau ikan itu sendiri (Yunizal, 1998). Proses ini terjadi dalam suasana beragam dan dalam kondisi tertentu sehingga diperoleh terasi udang atau ikan dengan bau, aroma dan rasa yang sangat spesifik. Pada umumnya bentuk terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan memiliki khas aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Pierson, 2013). Bau khas dari terasi sangatlah tajam dan biasanya dipergunakan sebagai sambal terasi (Nasution, 2013). Berikut adalah kandungan unsur gizi terasi berbasis 100 gram pada Tabel 1.


(26)

10

Tabel 1. Kandungan unsur gizi terasi per berat bahan 100 gram

Zat gizi Komposisi

Energi (kal) 155

Protein (gram) 22,3

Lemak (gram) 2,9

Hidrat arang (gram) 9,9

Serat (gram) 2,7

Abu (gram) 31,1

Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Karoten (mkg) 38,2 726 78,5 0

Vitamin A (SI) 0

Vitamin B (mg) 0,24

Vitamin C (mgl) Air (gram) b.d.d (%)

0 33,8 100

Sumber : Daftar komposisi zat gizi pangan indonesia 1995 (Suprapti, 2002).

2.3. Fermentasi Terasi

Pada dasarnya fermentasi adalah pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Tetapi dalam proses fermentasi tidak selalu menghasilkan senyawa tersebut. Fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol(controlled condition)(Moeljanto, 1982). Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat pemecahan kandungan-kandungan bahan tersebut (Winarno dkk, 1980). Tujuan proses fermentasi biasanya untuk a) membuat produk baru, b) memperbaiki nilai gizi, c) memperbaiki sifat fisik misalnya rupa, bentuk, kekerasan danflavourdan d) memperpanjang daya awet produk (Damayanti dan Mudjajanto, 1995).


(27)

11

Proses fermentasi ikan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok yang menghasilkan senyawa-senyawa sebagai pengawet seperti pada pengolahan bekasang dan proses fermentasi yang terjadi yang menghasilkan produk-produk yang mempunyai sifat yang sama sekali berbeda dengan sifat asalnya, misalnya pengolahan terasi dan kecap ikan atau ikan peda (Moeljanto, 1982). Pada awal, selama dan setelah fermentasi, terasi akan mengalami perubahan. Campuran garam, rebon dan bahan lain pada awalnya mempunai pH 6 dan selama proses fermentasi pH terasi naik menjadi 6,5 dan pada tahap akhir turun menjadi 4,5. Bila fermentasi dilanjutkan akan terjadi peningkatan pH dan produksi amonia. Bila garam yang ditambahakan kurang dari 10% campuran akan mengalami fermentasi lebih lanjut menjadi mudah busuk atau rusak karena produksi amonia dalam jumlah besar (Winarno dkk, 1980). Menurut Potter (1987), fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti asam, alkohol, penggunaanstarter, kandungan oksigen, suhu dan garam.

Selama fermentasi, protein dihidrolisa menjadi turunannya seperti pepton, peptida dan asam amino. Fermentasi akan berlangsung secara aerob yaitu pada awal fermentasi di bagian permukaan, sedangkan bagian dalam bongkahan bahan akan bersifat anaerob (Rahayu dkk, 1992). Proses fermentasi terjadi oleh aktivitas mikroba atau oleh enzim pada jaringan bahan mentah (Winarno dkk, 1980). Seperti juga produk fermentasi ikan lain, fermentasi terasi juga menimbulkan citarasa dan aroma yang khas oleh adanya komponen yang mudah menguap (volatil) dalam terasi.


(28)

12

Setelah proses fermentasi, cairan dari dalam udang terekstrak keluar akibat kadar garam yang tinggi. Kandungan nitrogen pada cairan mula-mula rendah namun setelah disimpan beberapa hari (selama proses fermentasi) akan menyebabkan terjadinya proses hidrolisis protein sehingga kandungan nitrogen terlarut naik. Pada prinsipnya protein akan didegradasi menjadi asam-asam amino dan

turunannya. Proses fermentasi ini menghasilkan gas amonia dimana gas tersebut yang menyebabkan aroma yang menyengat pada terasi (Astawan dan Astawan, 1988).

Mikroba yang tumbuh selama fermentasi sangat mempengaruhi mutu hasil produksi hasil fermentasi. Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa mikroba yang berperan dalam fermentasi terasi berbeda jenis dan jumlahnya. Mikroba yang berperan dalam fermentasi terasi adalah bakteri asam laktat, asam asetat, khamir dan jamur (Perderson, 1971). Strain dari bakteri asam laktat adalah Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cereviceae, Lactobacillus plantarum, danSteptococcus faecalis. Menurut Marliana (1992), mikroba dalam terasi berasal dari genusBacillus, Sarcina, Staphylococcus, Clostridium,menyerupai Brevibacterium, menyerupaiFlavobacteriumdan menyerupaiCorynebacterium.

Mikroba yang berperan dalam fermentasi udang atau udang rebon adalah bakteri pembentuk spora dan bakteri haloteran (tahan garam) antara lainBacillus, Pediococcus, Crynebacterium,danBrevibacterium(Moeljanto, 1992).

Sedangkan menurut Perangin (1981). Khamir dan kapang tidak berperan selama fermentasi pembuatan terasi. Menurut Rahayu dkk (1992) menduga bahwa pada


(29)

13

terasi terdapat mikroba dari jenisMicrococcus, Corynebacterium,

Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium,danAcinetobacter.

2.4. Cita Rasa Terasi

Terasi yang bermutu menurut Adawiyah (2007) berwarna gelap, tidak terlalu keras dan lembek. Dengan kandungan protein 15-20%, terasi sangat baik sebagai penyedap rasa masakan. Terasi umumnya terbuat dari udang kecil (rebon) dan dari ikan kecil atau teri. Proses pembuatan produk terasi juga ditambahkan garam yang berfungsi untuk bahan pengawet, bentuknya seperti pasta dan berwarna hitam-coklat, dan bisa dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Bau khas dari terasi sangatlah tajam dan biasanya dipergunakan sebagai sambal terasi (Nasution, 2013). Bahan lainnya adalah tepung terigu, tepung beras dan tepung lainnya. Bahan-bahan campuran inilah yang selanjutnya menentukan mutu dan citarasa dari terasi yang dihasilkan.

Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai berikut ini. Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaman, sedangkan amonia dan amin menyebabkan bau anyir. Senyawa belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan, dan disulfida menyebabkan bau yang merangsang pada terasi.

Senyawa-senyawa karbonil besar sekali kemungkinannya dapat memberikan bau khusus yang terdapat pada hasil-hasil perairan yang diawetkan dengan cara pengeringan, penggaraman, atau dengan cara fermentasi. Senyawa-senyawa volatil yang terdapat dalam terasi berasal dari lemak melalui proses oksidasi dan karena adanya aktivitas mikroba. Kandungan karbonil volatil merupakan


(30)

14

kandungan senyawa volatil yang terbesar diantara komponen volatil lainnya. senyawa tersebut merupakan senyawa yang sangat menentukan citarasa dari terasi (Adawiyah, 2007).

Proses fermentasi akan menghasilkan cita rasa yang khas pada terasi. Aroma khas pada terasi disebabkan oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh hidrolisis

protein selama fermentasi. Yang bertanggung jawab atas pembentukan cita rasa khas yang dihasilkan produk fermentasi adalahStaphylococcussp (Sjafi’i,1988). Saisthi (1967), menemukan bahwa bakteri Gram positif batang yang

menghasilkan aroma asam organik yang khas, Gram negatif oval batang nonmotil yang memproduksi bau khas daging yang merangsang, dan Gram positif

berbentuk batang panjang, memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam amino.

2.5. Komposisi Kimia dan Nutrisi Terasi

Komposisi kimia terasi udang bervariasi seperti dapat dilihat pada Tabel 2, yaitu kadar air 30-50%, kadar protein 20-40%, kadar abu 10-40% dan kadar garam 20,21-23%. Terasi yang diperoleh dari pengecer di Jakarta memiliki kadar air dan kadar garam masing-masing sekitar 8,85-17,24% dan 33,04-44,08% (Sarnianto dkk, 1984). Menurut Van Ven (1965) terasi ikan mengandung 35-50% air, 20-45% protein dan produk-produk hasil degradasi protein, 10-25% mineral (NaCl dan garam kalsium), dan sejumlah kecil senyawa-senyawa lemak. Terasi juga memiliki kandungan vitamin B12yang tinggi.


(31)

15

Tabel 2. Komposisi kimia terasi udang

Komposisi Terasi I*) Terasi II**) Terasi III***) Kadar air (%)

Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar karbohidrat (%)

Kadar serat kasar (%) Kadar abu (%) Kadar Ca (mg/100g) Kadar P (mg/100g) Kadar Fe (mg/100g) Kadar garam (%)

40,0 30,0 3,5 3,5 -100 250 3,1 -34,76 23,37 3,72 -9,02 14,08 -20,21 30,0-50,0 20,0-40,0 2,0-4,0 3,5-5,0 -10,0-40,0 -23,0

Sumber: *) Soedarmo dan Sediaoetama (1977) **) Anonimous (1979)

***) Moeljohardjo (1972)

Asam amino non-esensial yang terdapat dalam jumlah yang tinggi pada terasi adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin (Tabel 3). Soedarmo (1972) menyatakan bahwa terdapat 138 komponen volatile pada terasi masak yang terdiri dari 16 hidrokarbon, 7 alkohol, 46 karbonil, 7 asam lemak, 3 ester, 34 senyawa nitrogen, 15 senyawa sulfur dan 10 senyawa lainnya. Asam lemak volatil memberikan bau keasaman, sedangkan amonia dan senyawa amin menghasilkan bau amoniak. Senyawa-senyawa sulfur seperti H2S, merkaptan, sulfit dan bisulfit memberikan karakteristik bau terasi yang menusuk. Senyawa-senyawa pirazin menghasilkan bau coklat yang enak. Senyawa-senyawa karbonil berkontribusi terhadap bau khas ikan yang diawetkan melalui penggaraman atau pengeringan yang diikuti dengan fermentasi mikrobiologi. Kandungan histamin terasi yang diperoleh dari pengecer di sekitar Jakarta adalah


(32)

16

1,20-24,22 mg% dan masih lebih rendah dari batas yang diperbolehkan terdapat pada produk perikanan (Sarnianto dkk, 1984).

Tabel 3. Profil asam amino terasi

Asam amino Kandungan (mg/16gN)

Asam amino esensial:

Isoleusin 4100 Leusin 6700

Lisin

6500 Sustein 1050 Fenilalanin 3500 Tirosin 3600 Threonin 3600 Triptofan 810 Valin 4500 Methionin 2400

Asam amino semiesensial:

Arginin 2600

Histidin

1200

Asam amino non-esensial:

Alanin 5700

Asam aspartat

8800

Asam glutamat 14400

Prolin 3400

Serin 2600

Ornitin 1350

Taurin 1500

Lisin terlarut 2070

Sumber: Moeljohardjo (1972)

2.6. Proses Pembuatan Terasi Udang

Cara pengolahan terasi secara tradisional yaitu bahan mentah berupa rebon, udang atau ikan kecil-kecil dicuci terlebih dahulu kemudian dilakukan proses penjemuran. Setelah kering, ditumbuk halus, untuk hasil yang baik dapat ditambah garam selama ditumbuk. Garam ditambahkan sedikit saja agar tidak


(33)

17

terlalu asin, tetapi cukup memberi rasa (Hadiwiyoto, 1993). Van Veen (1965), Rahayu dkk, (1992), Putro (1993) dan Winarno (1973) memberikan gambaran prosedur pengolahan terasi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. Bagi pembuatan terasi udang, udang segar hasil tangkapan pada saat di atas kapal segera dicampur dengan garam sebanyak 10 persen. Ketika kapal mendarat di tempat pendaratan ikan, garam sebanyak 5 persen ditambahkan lagi. Setelah itu, udang dihamparkan di atas alas anyaman bambu atau lantai penjemuran dan kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1-3 hari, tergantung keadaan cuaca.

Selama pengeringan, kadar air udang akan menurun dari 80 menjadi 50 persen. Udang setengah kering yang diperoleh ditumbuk selama 15-20 menit, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari dan ditumbuk lagi menjadi pasta. Pada tahap pengolahan ini pewarna sintetis seperti carthamine DD atau rhodamine B sering ditambahkan sebagai pewarna. Pasta dicetak secara manual menjadi bentuk silinder dan kadang-kadang dibungkus dengan daun pisang kering. Selanjutnya pasta dibiarkan untuk proses fermentasi sampai bau spesifik terasi yang diinginkan terbentuk. Proses fermentasi biasanya memakan waktu 1-4 minggu dengan suhu optimum 20-30oC. Menurut Clucas dan Ward (1996), secara rata-rata rendemen produk akhir terasi adalah 40-50% dari berat bahan mentah udang.


(34)

18

Gambar 2. Proses pengolahan terasi (Rahayu dkk, 1992)

Sedangkan menurut Suprapti (2002), tahapan pembuatan terasi rebon tradisional yakni, pertama dilakukan pembersihan, pencucian, pengukusan, penjemuran 1 (setengah kering), penggaraman, penumbukkan 1, pemeraman (fermentasi) 24 jam, penjemuran 2, penumbukan 2, pemeraman 24 jam, penjemuran 3,

penumbukan 3, pemeraman 3 selama 4-7 hari hingga berbau khas terasi, dicetak dipotong-potong dan terakhir pengemasan. Sedangkan cara pembuatan terasi rebon modern, yakni pertama pembersihan, pencucian, penggaraman,

Udang kecil/rebon

Pencucian

Pengeringan matahari (1-2 hari)

Penumbukan dan penambahan garam

Pencetakan/penggumpalan

Pengeringan dan penumbukan

Pencetakan/penggumpalan

Pembungkusan dengan daun pisang

Fermentasi (1-4 minggu)


(35)

19

penggilingan, pemanasan (mendidih 5 menit), pemeraman 1 (fermentasi) 7 hari, penjemuran 1 (setengah kering).

Proses pembutaan terasi dengan cara lainnya menurut Hadiwiyoto (1983) adalah sebagai berikut:

1. Pencucian

Rebon, udang kecil atau ikan yang masih segar dicuci dengan air bersih agar kotoran, lendir dan bahan-bahan asing yang terikut serta pada waktu penangkapan menghilang.

2. Penjemuran

Rebon yang telah bersih dijemur pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari langsung. Pada proses penjemuran tidak diperkenankan memakai lapisan tebal agar rebon cepat kering. Rebon yang dijemur harus dibolak-balik dan apabila terdapat kotoran maka dibuang. Tujuan penjemuran adalah untuk mengeringkan rebon agar tidak basah atau lembek pada saat digiling.

3. Penggilingan

Rebon yang sudah kering digiling atau ditumbuk sampai halus, kemudian ditambahkan garam atau kadang-kadang ditambahkan zat warna dan tepung tapioka. Jumlah bahan-bahan yang ditambahkan akan menentukan mutu terasi tersebut.

4. Pemeraman

Setelah itu adonan yang telah jadi dibuat gumpalan-gumpalan dengan dikepal-kepal, lalu dibungkus dengan tikar atau daun kering. Kemudian diperam selama semalam. Pemeraman ini merupakan proses fermentasi tahap awal.


(36)

20

5. Pemeraman II

Setelah hari kedua bungkusnya dibuka, kemudian adonan dihancurkan lagi

dengan cara digiling atau ditumbuk sampai halus. Setelah dianggap cukup, dibuat gumpalan-gumpalan sekali lagi dan dibungkus seperti semula.

6. Pemeraman III

Pemeraman selanjutnya dilakukan selama 4-7 hari. Pemeraman ini merupakan proses fermentasi tahap II, pada proses ini akan mulai timbul bau khas terasi. Setelah pemeraman selesai, terasi diiris-iris dalam ukuran-ukuran tertentu untuk dijual. Diagram alir pembuatan terasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pembuatan terasi (Hadiwiyoto, 1983) Terasi

Pencucian

Penjemuran

Penggilingan

Pemeraman II

Pemeraman II Pemeraman


(37)

21

Pembuatan terasi yang dilakukkan di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur sebagian besar sama dengan pembuatan terasi pada umumnya. Pertama udang rebon yang diperoleh dari nelayan kemudian langsung dicuci. Setelah melalui proses pencucian, ditambahkan garam sekitar 10% dari berat udang. Setelah merata, udang rebon dijemur diatas para-para dibawah sinar matahari sambil sortir atau dibuang kotorannya. Ikan-ikan kecil yang tercampur dengan udang rebon juga dipisahkan untuk mempertahankan mutu terasi udang rebon yang dihasilkan. Penjemuran dilakukkan selama 2 hari tergantung dari panas sinar matahari. Setelah kadar air berkurang, selanjutnya udang di tumbuk hingga halus dan dibentuk menjadi bulatan-bulatan kemudian dijemur kembali hingga benar-benar kering (Data Primer, 2015).

Gambar 4. Proses pembuatan terasi udang rebon produksi Ibu Marni di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur (Data Primer, 2015).

Udang Rebon

Pencucian

Penjemuran hingga kering Penambahan garam sebanyak 10%

Penumbukkan dan pembulatan Penjemuran dengan bantuan sinar matahari


(38)

22

2.7. Protease

Enzim merupakan katalisator protein yang mempercepat reaksi kimia dalam makhluk hidup atau dalam sistem biologik. Sebagi protein, enzim memiliki sifat-sifat umum protein, seperti enzim terdenaturasi pada suhu tinggi atau kondisi ekstrim lainnya. Beberapa oksidator, keadaan polaritas larutan, tekanan osmotik yang abnormal juga dapat menghambat kerja enzim (Suhartono, 1989). Enzim memiliki kelebihan terhadap katalisator non-biologis pada kecepatan reaksi serta spesifikasi terhadap substrat yang tinggi. Enzim Orotidin 5’-fosfat (OMP)

dekarboksilase dapat mempercepat reaksi sampai 1017dengan waktu paruh 78 juta tahun, enzim lain rata-rata masih dibawah 1014kali (Radzicka dan Wolfenden, 1995).

Protease merupakan kelompok enzim-enzim yang sangat kompleks yang menduduki posisi sentral dalam aplikasinya pada bidang fisiologis dan produk-produk komersil. Protease merupakan enzim yang digunakan secara luas pada aplikasi industri melalui reaksi sintesis dan reaksi hidrolisis, hampir mencapai 65% dari total penjualan enzim di dunia (Huang, 2006). Enzim protease merupakan enzim penghidrolisa protein yang banyak digunakan dalam bidang industri, seperti pembuatan keju, penjernih bir, pembuatan roti, pengempuk daging hidrolisat protein dan lain sebagainya. Pemakaian enzim protease meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, penjualan enzim protease mencapai 40% dari total penjualan enzim dunia (Word, 1983), pada tahun 1995 meningkat 60% dari total pemakaian enzim dunia yang bernilai lebih dari 2 milyar dollar AS (Suhartono dkk, 1995).


(39)

23

Salah satu contoh penggunaan enzim protease dalam industri pengolahan pangan yaitu pada produksi kejucottage. Kejucottagedihasilkan dari fermentasi susu tanpa pematangan dadih. Kejucottagedapat langsung dikonsumsi setelah dadih (curd)diambil. Keju ini biasa digunakkan masyarakat sebagai bahan campuran dalam pembuatan kue, dan juga dapat dijadikan sebagai isi roti. Pada produksi keju, terdapat suatu proses koagulasi susu yang dapat terjadi dengan

meningkatkan keasaman susu melalui fermentasi menggunakkan kultur bakteri asam laktat dengan penambahan enzim rennet pada susu (Buckle, 2007).

Protease merupakan enzim yang berfungsi untuk menguraikan protein di dalam tubuh dan merupakan enzim proteolitik, yang berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel dari makhluk hidup. Penggunaan protease tidak hanya

dimanfaatkan dalam tubuh makhluk hidup saja, tetapi juga dimanfaatkan untuk keperluan di berbagai bidang di luar kehidupan makhluk hidup. Sebagai contoh dalam bidang farmasi, protease digunakan dalam proses deproteinasi yaitu proses menghilangkan protein. Proses deproteinasi ini misalnya digunakan dalam proses pembuatan chitosan, di mana chitosan ini adalah bahan alami yang

direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet makanan karena tidak beracun dan aman bagi kesehatan (non-formalin). Protease memiliki daya katalitik yang spesifik dan efisien terhadap ikatan peptida dari suatu molekul polipeptida atau protein.

Protease ekstraseluler sebagian besar berperan dalam dihidrolisis substrat

polipeptida besar. Enzim proteolitik intraseluler memainkan peran penting dalam metabolisme dan proses regulasi pada sel hewan, tumbuhan dan mikroorganisme.


(40)

24

Seperti mengganti protein, memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis protein. Protease intraseluler berperan dalam fungsi fisiologis lainnya, seperti pencernaan, maturasi hormon, perakitan virus, respon imun, imflamantasi, fertilasi, koagulasi darah, fibrinolisis, kontrol tekanan darah, sporulasi, germinasi dan patogenesisi (Rao dkk, 1998). Banyak protease mengkatalisasi dengan reaksi yang sama dengan reaksi kimia umum, reaksi hidrolisis yang serupa ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Mekanisme Umum Hidrolisis Enzimatik Substrat Peptida (Pakpahan, 2009).


(41)

25

Hidrolisis ikatan peptida adalah reaksi penambahan-penghilangan, dimana protease bertindak sebagai nukleofili atau bereaksi dengan membentuk satu molekul air (Bauer dkk,1996). Protease disebut juga peptidase atau proteinase, merupakan enzim golongan hidrolase yang akan memecah protein menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti menjadi oligopeptida pendek atau asam amino, dengan reaksi hidrolisis pada ikatan peptide. Enzim ini diperlukan oleh semua mahkluk hidup karena bersifat esensial dalam metabolism protein. Protein ini memiliki banyak struktur sekunderbeta-sheetdanalpha-helixyang sangat pendek (Poliana, 2007).

Gambar 6. Struktur sekunderbeta-sheetdanalpha-helixprotein

Berdasarkan jenis residu asam amino dalam sisi aktifnya, protease dapat

dibedakan menjadi empat golongan, yaitu protease serin, protease tiol, protease logam, dan protease karboksil (Creighton, 1986). Enzim protease dapat

dihasilkan dari berbagai sumber, yaitu bakteri, jamur, virus, tumbuhan, hewan dan manusia. Protease yang dihasilkan dari berbagai bakteri kebanyakan bersifat basa


(42)

26

dan netral, sedangkan protease yang dihasilkan oleh berbagai jamur dapat bersifat asam, netral, dan basa (Rao dkk, 1998).

Untuk memproduksi enzim protease dari bakteri, diperlukan proses pencarian, identifikasi dan isolasi galur unggul, yaitu galur yang menghasilkan enzim protease dalam jumlah dan aktivitas yang lebih tinggi. Selain itu, kondisi produksi juga perlu dikontrol dengan mengoptimasi berbagai faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan laju produksi enzim, seperti suhu, pH, komposisi medium (penambahan surfaktan dan logam), dan kondisi aerasi (transfer oksigen) (Palmer, 1995).

Untuk menguji suatu biakan bakteri menghasilkan enzim protease ekstraseluler, maka bakteri tersebut harus ditumbuhkan pada medium padat yang mengandung kasein yaitu Skim Milk Agar (Fardiaz, 1993). Kasein adalah salah satu jenis protein. Hidrolisis kasein digunakan untuk memperlihatkan aktivitas hidrolitik protease yang memutuskan ikatan peptida CO-NH. Hidrolisis protein ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekeliling pertumbuhan bakteri (Susanti, 2003). Pengujian secara kualitatif bakteri penghasil enzim protease ekstraseluler dilakukan dengan cara mengamati zona bening yang berada disekitar koloni bakteri, kemudian membagi diameter zona bening dengan diameter koloni bakteri. Hasil bagi diameter tersebut dinyatakan sebagai aktifitas protease secara relatif (Sastono, 2008). Besar-kecil diameter zona menunjukkan konsentrasi dan

aktivitas enzim yang dihasilkan (Palmer, 1995). Bakteri penghasil enzim protease ekstraseluler disebut juga sebagai bakteri proteolitik.


(43)

27

2.8. Bakteri Proteolitik

Bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel (Abraham dkk, 1993). Pada umumnya bakteri proteolitik adalah bakteri dari genusBacillus,Pseudomonas,Proteus (Schlegel,1994),Steptobacillus,Staphylococcus(Akmal,1996).

Tingkat aktivitas proteolitik dapat dilihat dari keaktifan enzim dalam menghidrolisis protein. Aktivitas bakteri proteolitik dapat diketahui secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang ultra violet 280 nm. Panjang gelombang tersebut dapat ditangkap dan dipantulkan kembali oleh asam amino suatu protein berdasarkan gugus aromatik terutama asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin. Kelebihan metode ini yaitu sederhana, mudah serta tidak memerlukan penambahan reagen tertentu (Walker, 2002).

Semua bakteri umumnya mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim protease ekstraseluler. Struktur protein yang lebih kompleks menyebabkan dekomposisi protein oleh mikroorganisme lebih

kompleks dibandingkan pemecahan karbohidrat dan produk akhirnya juga lebih bervariasi. Mikroorganisme melalui suatu sistem enzim yang kompleks, memecah protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Senyawa-senyawa intermediet dan produk akhir hasil pemecahan asam amino sangat bervariasi (Rao


(44)

28

dkk, 1998). Bakteri proteolitik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok (Rao dkk, 1998):

1. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora, misalnya PseudomonasdanProteus.

2. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, membentuk spora, misalnyaBacillus. 3.Bakteri anaerobik pembentuk spora, misalnya sebagian spesiesClostridium.

Berbagai jenis bakteri sepertiBacillus,Pseudomonas,Clostridium,Proteus, dan Seratiamerupakan penghasil enzim protease yang cukup potensial (Suhartono 1989). Beberapa penelitian yang telah dilakukan Choi dan Kim (2000) yang memproduksi protease serin dengan menggunakanBacillus amyloliquefaciens DJ-4 hanya menitikberatkan pada pengaruh NaCl dan kestabilannya terhadap panas. Son dan Kim (2003) selanjutnya melakukan penelitian tentang identifikasi protease dengan menggunakan bakteriBacillus amyloliquefaciensS-94 yang dapat menghasilkan endopeptidase.


(45)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015 di Laboratorium Bakteriologi, Balai Veterenier Bandar Lampung.

3.2. Bahan dan Alat

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah terasi yang diproduksi dari industri rumah tangga di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest,Nutrient Agar(NA), Nutrient Broth(NB), Kristal Violet, larutan mordan, larutan safarin, minyak imersi, medium O/F, MediaSulfide Indole Motility(SIM), mediaMotility Indol Ornithyn(MIO), reagen kovac, mediaLysine Iron Agar(LIA), mediaTriple Sugar Iron Agar(TSIA), mediaSimmons’s Citrat Agar(SCA), media MR/VP, TCA (Trichloroacetic Acid), larutan H2O2,Skim Milk Agar(SMA) (0,1 %NaCl, 0,1 % K2HPO4, 0,01 % MgSO4.7H2O, 0,05 %yeastekstrak, 1%skim milk, 2% Bacto Agar), gelatin, Na2CO3,folin Ciocalteau, Kasein Hammerstein, alkohol 70% (v/v), NaOH 0,1N, CuSO4.5H2O, Tyrosin, dan Natrium Kalium Tartrat 1%.


(46)

30

Alat-alat yang digunakan adalah dalam penelitian ini meliputi autoklaf, inkubator, kompor,sentrifuge, pH meter, erlenmeyer,shaker, cawan petri,stirrer, bunsen, tusuk gigi steril, labu ukur, pipet tetes, kapas, alumunium foil, gelas ukur, vortex, bunsen, mikropipet, pipet tip, gelas preparat, jarum ose, tabung reaksi, rak tabung reaksi, spektrofotometer, timbangan digital,refrigerator, thermometer, kertas label, sarung tangan karet, dan tutup sumbat.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggguanakan 5 tahap metode yaitu 1) pengambilan sampel terasi, 2) isolasi bakteri terasi udang, 3) isolasi kandidat protease, 4) uji aktivitas

protease, dan 5) identifikasi isolat terpilih. Data yang diperoleh kemudian disajiakan dalam bentuk grafik dan tabel yang dianalisis dengan metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2005), metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Pengertian metode deskriptif menurut Umi Narimawati (2008), yaitu metode yang

menggambarkan atau menguraikan hasil penelitian yang dijabarkan melalui narasi, grafik, maupun gambar. Dengan kata lain penelitian deskriptif merupakan suatu bentuk metode penyajian data yang sistematis, faktual dan akurat mengenai suatu masalah yang akan dipecahkan melalui analisis dan intrepretasinya.


(47)

31

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pengambilan Sampel Terasi

Sampel terasi yang digunakan diambil dari industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual oleh ibu Marni di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan

Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel dilakukan

berdasarkan sampel terasi yang sudah jadi yaitu pada hari ke 3 setelah fermentasi. Terasi yang telah jadi kemudian dibawa dengan wadah tertutup dan diusahakan dalam kondisi dingin yaitu menggunakkan (cool box). Semua proses

pengambilan sampel dilakukan secara steril dan aseptis untuk kemudian dilakukan pengujian di laboratorium.

3.4.2. Isolasi Bakteri pada Terasi Udang Rebon

Tujuan dari tahap isolasi bakteri terasi adalah untuk untuk memisahkan koloni-koloni bakeri yang terdapat pada terasi udang rebon sehingga didapatkan isolat murni yang selanjutnya akan dilakukan pengujian lanjutan untuk mengetahui karakteristik bakteri (Waluyo, 2005). Metode yang digunakkan dalam isolasi terasi udang rebon dilakukan menurut Amin Fatoni (2008), yaitu dengan

membiakkan bakteri terasi ke medium NA dengan pengenceran 10-0sampai 10-5. Pada tahapan awal isolasi dilakukan dengan pengamatan morfologi koloni dan sel yang terlihat (bentuk, tepian, elevansi dan warna). Selanjutnya masing-masing koloni dimurnikan dengan metode goresan kuadran dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24-48 jam dalam posisi terbalik. Setiap koloni yang memiliki perbedaan morfologi kemudian dilihat melalui proses pewarnaan Gram untuk


(48)

32

melihat bentuk dan sifat Gram bakteri. Hasil permunian koloni yang terpisah tunggal atau disebut dengan isolat murni selanjutnya ditumbuhkan pada media SIM dan disimpan pada suhu ruang. Isolat yang dikatakan murni yaitu apabila bentuk sel dan sifat bakteri adalah seragam apabila dilihat dibawah mikroskop. Diagram alir proses isolasi bakteri pada terasi udang rebon dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram alir isolasi bakteri (Amin Fatoni, 2008) Sampel

diinkubasi pada suhu sesuai habitat asal selama 48 jam diinokulasi kedalam medium NA &diinkubasi selama

24 jam pada kondisi yang sesuai

0,1 ml sampel dari medium pengayaan

ditumbuhkan secara sebaran pada medium NA dan diinkubasi 48 jam

ditumbuhkan pada medium NA secara goresan dilakukan pengamatan koloni yang menunjukkan

kenampakan yang berbeda


(49)

33

3.4.3. Penapisan Kualitatif Kemampuan Isolat dalam Menghasilkan Protease

Setelah dilakukan tahapan isolasi mikroba selanjutnya isolat murni bakteri terasi tersebut kemudian diuji kemampuannya dalam menghasilkan protease. Isolasi dapat dilakukan dengan menggunakan medium yang mengandung kasein, yang merupakan substrat yang baik untuk mengisolasi bakteri penghasil enzim protease dan menginduksi sintesis enzim protease alkalin (Ward, 1983; Fujiwara dan Yamamoto, 1987). Kemampuan bakteri dalam menghidrolisis protein ditandai dengan pembentukan zona jernih. Masing-masing isolat bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik ditumbuhkan pada media selektif agar susu skim (pH 6,5).

Media selektif yang digunakan yaituMinimal Synthetic Medium(MSM) dengan komposisi 0.1% NaCl, 0.1% K2HPO4, 0.01% MgSO4.7H2O, 0.05%yeast extract, 1%skim milkdan 2% bacto Agar. Sebanyak 4gr susu skim dilarutkan dalam 200 ml aquadest kemudian dipasteurisasi (700C selama 1 jam). Bahan-bahan lainnya kemudian dicampurkan dalam 200 ml aquadest, disterilkan dan dicampur dengan larutan susu waktu masih panas. Isolat bakteri kemudian ditanam secara gores dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Selanjutnya isolat yang tumbuh diambil sebanyak 1 ose dan dipoint plateke dalam cawan petri yang berisi Minimal Synthetic Medium(MSM), lalu diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 370C. Indeks proteolitik dihitung dengan cara mengukur luas areal bening dan luas koloni bakteri.

Perhitungan indeks proteolitik adalah perbandingan luas areal bening dengan luas koloni bakteri (Baehaki dkk, 2011). Koloni yang membentuk zona jernih


(50)

34

merupakan penghasil protease dan digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu pembuatan ekstrak enzim kasar. Nilai indeks proteolitik (IP) diukur dengan membandingkan diameter zona bening terhadap diameter koloni. Isolat dengan nilai indeks proteolitk relatif tinggi diduga sebagi isolat potensial untuk diuji lebih lanjut. Hasil bagi zona bening dan zona pertumbuhan dinilai sebagai kekuatan enzim secara nisbi (Widyastuti dan Dewi, 2001). Isolat dengan indeks proteolitik terbesar kemudian diambil untuk dilakukan proses pengujian selanjutnya yaitu pengujian aktivitas protease dan indentifikasi bakteri terasi udang rebon. Pengukuran indeks proteolitik dapat dilihat seperti pada Gambar 8.

Gambar 8. Pengukuran zona bening (Setyaningsih, 2013 )

Rumus indeks proteolitik: Keterangan:

a = diameter zona bening b = diameter koloni

3.4.4. Produksi Enzim Kasar

Isolat dengan nilai indeks proteolitik terbesar dipilih untuk diproduksi. Isolat bakteri yang sudah diremajakan pada media SIM diambil 3 ose dan


(51)

35

diinokulasikan ke dalam erlenmeyer yang berisi 50 ml mediaNutrient Broth kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C di atasshakerdengan kecepatan 120 rpm. Selanjutnya sebanyak 1ml biakan bakteri dari stater dipindahkan pada media produksi 100 ml yang mengandung media MSM cair ditambah skim milk 0,5% dan diinkubasi pada suhu 370C selama ± 48 jam dengan pengocokan menggunakanshaker. Enzim kasar diperoleh dengan

mensentrifugasi medium kultivasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Kemudian diambil supernatan untuk diuji aktivitas enzim proteasenya (Baehaki dkk, 2011). Diagram alir proses produksi enzim kasar dapat dilihat pada Gambar 9.


(52)

36

Gambar 9. Diagram alir produksi enzim kasar (Baehaki dkk, 2011)

3.4.5. Penentuan Aktivitas Enzim Protease

Aktivitas protease diukur dengan metode Bergmeyer dan Grassl (1983), dengan menggunakan substrat Kasein Hammerstein 2% (w/v). Prosedur pengujian aktivitas protease adalah mereaksikan 0,2 ml enzim dengan 1 ml substrat Kasein Hammerstein dan 1 ml bufer borat. Campuran reaksi diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit, lalu ditambahkan 0,1 M TCA (Trichloroacetic Acid). Larutan

Protease kasar

Endapan Supernatan

3 ose isolat bakteri proteolitik

diinokulasi ke dalam 50 ml medium cair(Nutrient Broth)

diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam dan dishakerdengan kecepatan 120 rpm.

disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.

1ml biakan bakteri dari stater dipindahkan pada 100 ml media yang mengandung media MSM cair ditambah skim milk 0,5%

diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam dan dishakerdengan kecepatan 120 rpm.


(53)

37

diinkubasi kembali pada suhu 370C selama 10 menit, dilanjutkan dengan

sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm 10 menit. Dari campuran hasil sentrifugasi diambil 1,5 ml supernatan dan ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml Na2CO30,4 M, kemudian ditambahkan 1 ml pereaksiFolin Ciocalteau(1:2) dan diinkubasi pada suhu 370C selama 20 menit. Hasil inkubasi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 578 nm.

Tabel 4. Metode pengujian aktivitas enzim protease

Blanko (ml)

Standard (ml)

Sampel(ml) Bufer Borat (0,01 M, pH 8)

Substrat Kasein (20 mmol, pH 8)

Enzim dalam CaCl2 (2mM) Tirosin Standard Aquadest 1,0 1,0 -0,2 1,0 1,0 -0,2 -1,0 1,0 0,2 -Inkubasi pada 370C selama 10 menit

TCA (0,1 M) CaCl2 (2mM)

Enzim dalam CaCl2 (2mM)

2,0 -0,2 2,0 -0,2 2,0 0,2 -Inkubasi pada 370C selama 10 menit Sentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit Filtrat

Na2CO3 (0,4M) Pereaksi Folin (1:2)

1,5 5,0 1,0 1,5 5,0 1,0 1,5 5,0 1,0 Diamkan selama 20 menit pada suhu 370C Baca absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm

Aktivitas ptotease dihitung dalam satuan PU (Protease Unit) per ml ekstrak enzim (Djajasukma, 1993).


(54)

38

Keterangan :

PU : Unit Aktivitas Protease (Unit/ml) Asb : Nilai Absorbansi Sampel

Ast : Nilai Absorbansi Standard Abl : Nilai Absorbansi Blanko T : Waktu

3.4.6. Identifikasi Isolat Terpilih

Isolat yang telah dipilih dengan indeks protease tertinggi, selanjutnya dilakukan identifikasi sifat morfologi dan biokimianya. Karakterisasi sifat morfologi mencakup bentuk sel, motilias, dan sifat Gram. Motilitas diamati dengan menggunakan medium semi padatSulfide Indole Motily(SIM). Pengujian biokimia merupakan salah satu hal yang sangat penting di dalam dunia mikrobiologi (Lim, 1998). Sifat biokimia yang diamati mencakup uji sitrat dengan mediaSimons Citrat Agar(SCA), uji LIA, uji TSIA, uji MR-VP, uji, MIO, dan uji katalase dengan menggunakan larutan 3% H2O2(Cappuccino dan Sherman, 1983). Identifikasi isolat terpilih mengacu pada Cowan and Steels

Manual for the Identification of medical Bacteria” (1974). Tata cara uji morfologi dan uji biokimiawi yaitu sebagai berikut :


(55)

39

1. Pewarnaan Gram

Menurut Lay (1994), koloni yang tumbuh diatas agar lempengan perlu diperhatikan bentuk, warna tepi elevansi dan sifat tembus cahaya untuk memperoleh ciri morfologinya. Sifat Gram bakteri dapat diketahui dengan perubahan warnanya. Bakteri Gram negatif menghasilkan warna merah, sedangkan Gram positif menghasilkan warna biru. Pada bakteri Gram positif dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yang tidak larut oleh aseto alkohol sehingga warna biru komples zat warna kristal violet tetap dipertahankan pada waktu pewarnaan (Lay, 1994).

Pengamatan mikroskopik bakteri dilakukan dengan membuat sediaan tipis diatas gelas preparat, dan diwarnai menurut teknik pengecatan yang dikehendaki. Cara kerja dilakukan yaitu mula-mula gelas preparat dibersihkan menggunakan alkohol, kemudian suspense bakteri dibuat dengan mencampur setetes aquades dengan sebagian kecil koloni bakteri dan diratakan hingga menjadi sediaan yang tipis. Preparat selanjutnya dikering anginkan dan difiksasi di atas nyala api dan ditetesi dengan larutan Kristal violet sebanyak 2-3 tetes,diamkan selama 1 menit. Kemudian preparat dicuci dengan air mengalir, dan dikering anginkan.

Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan mordan, dibiarkan selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir dan kering anginkan. Preparat dicuci dengan larutan peluntur selama ± 30 detik cuci dengan air mengalir kemudian dikering anginkan dan diberi larutan safranin selama 2 menit. Selanjutnya dicuci dengan air

mengalir dan dikering anginkan kembali. Terakhir preparat diamati dengan mikroskop menggunakan minyak imersi dan dilihat warnanya. Bakteri Gram


(56)

40

Positif berwarna violet, Gram Negatif berwarna merah, sedangkan Gram Variabel dapat berwarna merah dan atau violet.

2. Uji O/F

Tujuan uji oksidatif fermentatif adalah untuk mengetahu sifat oksidasi dan fermentasi suatu bakteri terhadap glukosa. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme untuk menggunakan karbohidrat dengan cara fermentasi atau oksidasi (Cowan danSteel’s, 1974). Cara kerja pengujian O/F yaitu yang pertama disediakan dua medium O/F dalam tabung reaksi. Kemudian masing-masing bakteri diinokulasikan kedalam medium dan diberi paraffin cair steril setebal 1 cm pada salah satu tabung reaksi. Selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar selama 18-24 jam dan diamati perubahan warna yang terjadi dalam medium. Bakteri bersifat fermentatif jika kedua medium yang diinokulasi berubah warna menjadi kuning. Bakteri bersifat oksidatif jika tabung terbuka berwarna kuning, sedangkan yang ditutup paraffin warnanya tetap.

3. Uji MIO(Motility Indol Ornithyn)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri dapat membentuk Indol dari degradasi asam amino tryptophan karena tidak semua bakteri mampu

mendegradasi tryptophan menjadi bentuk indol. Medium yang digunakan untuk pengujian ini adalah medium tryptone broth, uji ini dilakukan dengan cara menginokulasi masing-masing isolat bakteri ke dalam tryptone broth lalu


(57)

41

diinkubasi selama 24 jam. Setelah inkubasi, kemudian ditambahkan beberapa tetes reagen Kovac’spada kultur broth tersebut. Pada pengujian ini kultur broth

yang telah ditetesi reagen Kovac’stidak perlu dihomogenkan. Hasil positif menunjukkan warna merah muda pada permukaan broth. Warna merah muda ini terbentuk karena indol yang dihasilkan oleh bakteri bereaksi dengan

para-dimetilaminobenzaldehid (p-para-dimetilaminobenzaldehid) yang terkandung dalam

reagen Kovac’s(Cappuccino dan Sherman, 2005)

4. Uji SIM (Sulfide Indole Motily)

Uji Motilitas dilakukan dengan cara menginokulasikan isolat bakteri dengan cara menusukkan jarum ose secara tegak lurus hingga setengah tinggi mediaSulfit Indol Motilitypada tabung reaksi. Tabung diinkubasi selama 48 jam pada suhu 400C, setelah itu diperhatikan jejak pergerakan bakteri.

5. Uji LIA(Lysine Iron Agar)

Uji LIA dilakukan untuk mengetahui jika bakteri hanya memfermentasi dekstrosa maka dasarnya akan berwarna kuning, tetapi bakteri yang memfermentasi

dekstros serta memotong ikatan karboksil asam amino lysine, maka pH kembali menjadil alkali sehingga akan terlihat medium secara keseluruhan bewarna ungu dengan adanya indikatorBrom crose purple. Terjadinya warna ungu pada seluruh bagian media uji berarti tes positif. Jika tidak ada perubahn warna atau dasarnya berwarna kuning maka tes dinyatakan negatif. Bakteri diinokulasi ke media LIA,


(58)

42

Kemudian diinkubasi pada inkubator selama 18-24 jam. Setelah diinkubasikan amati perubahan reaksi yang terjadi, bakteri dikatakan memiliki enzimLysin decarboxilaseditandai dengan perubahan warna yang makin merah, sebaliknya jika medium semakin pudar maka bakteri dikatakan tidak memiliki enzim tersebut.

6. Uji TSIA(Triple Sugar Iron Agar)

Uji TSIA merupakan uji biokimiawi untuk mengetahui kemampuan mikroba dalam memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa yang terkadung pada medium. Proses fermentasi pada medium TSIA akan dihasilkan Asam format yang

kemudian dioksidasi sempurna menjadi gas hidrogen (H2) dan karbondioksida (CO2) dengan bantuan enzim Formate Hydrogenase. Gas H2bersifat tidak larut dalam media sehingga terakumulasi dalam bentuk gelembung udara di sepanjang jalur inokulasi, antara media dan tabung, atau di bagian dasar tabung. Gas H2 tersebut menyebabkan media agar menjadi terangkat atau pecah. Berbeda dengan gas CO2yang bersifat lebih mudah larut dalam media sehingga tidak terbentuk gelembung udara di jalur inokulasi.

7. Uji Katalase

Menurut Lay (1994), katalase adalah enzim yang dapat mengkatalis penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan O2. Karena kemampuannya


(59)

43

bagi sistem enzimnya sendiri. Namun demikian bakteri tersebut masih dapat hidup dengan adanya anti metabolit (enzim katalase) yang dihasilkannya yaitu mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigan (Hadioetomo, 1985). Uji katalase menunjukkan hasil positif ditandai dengan pembentukkan gelembung udara (seperti busa sabun) pada koloni dan sekitarnya Reaksi terbentuknya gelembung udara pada proses katalisasi enzim katalase dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Reaksi kiamiawi yang dikatalis oleh enzim katalase

8. Uji MR-VP(Methyl Red-Voges Proskauer)

Medium yang digunakan untuk pengujian ini adalah medium MR-VP broth. Uji Methyl Red(MR) digunakan untuk menentukan apakah glukosa dapat diubah menjadi produk asam seperti asam laktat, asam asetat, atau asam format. Uji ini dilakukan dengan cara menginokulasikan masing-masing isolat bakteri kedalam MR-VP broth lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi kemudian ditambahkan 3-5 tetesmethyl redpada masing-masing tabung reaksi lalu

dihomogenkan. Hasil positif menunjukkan warna merah muda pada broth. Hasil negatif menunjukkan warna kuning (Cappuccino dan Sherman, 2005).

katalase


(60)

44

UjiVoges-Proskauer(VP) Medium yang digunakan untuk pengujian ini adalah medium MR-VP broth. UjiVoges-Proskauer(VP) digunakan untuk menentukan apakah glukosa dapat diubah menjadi asetil metil karbinol. Uji ini dilakukan dengan cara menginokulasi masing-masing isolat bakteri ke dalam medium MR-VP broth lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi kemudian

ditambahkan 5 tetes reagen VP A (yang mengandung naphtol) dan ditambahkan pula 5 tetes reagen VP B (yang mengandung KOH), kemudian dikocok hingga homogen. Sebelum memastikan hasilnya, dibiarkan dahulu selama 15-20 menit agar bereaksi. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi pink atau merah yang mengindikasikan adanya kehadiran aseton.

Sedangkan reaksi negatif pada broth adalah tidak berubahnya warna medium atau menjadi warna tembaga (Cappuccino dan Sherman, 2005).

9. Uji Simmon’s Sitrat Agar

Tujuan dari uji SCA ini adalah untuk mengetahui jenis bakteri yang mengutilisasi sitrat. Bakteri yang bermanfaat sitrat sebagai sumber karbon akan menghasilkan Natrium Karbonat yang bersifat alkali, sehingga dengan adanya indikatorBrom Thymol Bluemenyebabkan warna biru pada media. Bakteri dinokulasi pada mediumsimmon’s citrateselama 18-24 jam, dan diamati perubahan yang terjadi. Apabila berubah biru, maka bakteri mampu memanfaatkan sitrat sebagai sumber karbon untuk proses metabolisme dengan menghasilkan kondisi yang alkali, sebaliknya apabila medium tetap hijau maka bakteri tidak mampu memanfaatkan


(61)

45

sitrat. Secara umum, diagram alir proses isolasi dan identifikasi bakteri protease dari terasi udang rebon dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Diagram alir proses isolasi dan identifikasi bakteri penghasil protease dari terasi udang rebon(Mysis relicta)

Kualitatif

Uji Proteolitik Uji Fisiologi bakteri

penghasil protease Terbentuk Zona Bening

Kuantitatif

uji SCA, uji LIA, uji TSIA, uji O/F, uji MIO, uji SIM,

uji katalase

Identifikasi jenis bakteri dengan pewarnaan gram Produksi Enzim

Protease

Aktivitas Protease Isolat terpilih Bakteri protease


(62)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diperoleh 8 isolat murni bakteri terasi udang rebon dari Labuhan

Maringgai, Lampung Timur, masing-masing isolat yaitu pada T1a2 , T2b1, T2b2, T2c1, T2c2, T3b1, T3c2, dan T3e1.

2. Hasil pengujian aktivitas protease menunjukkan bahwa isolat T1a2 memiliki nilai aktifitas protease sebesar 0,0068, T2c2 sebesar 0,0010, dan T3c2 sebesar 0,0051(Unit/mL).

3. Hasil identifikasi bakteri dengan menggunakkan metode fisiologi, morfologi dan biokimiawi pada isolat T1a2 identik dengan

Corynebacteriumsp, T2c2 denganFlavobacteriumsp,dan T3c2 dengan Actinobacillussp.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Akmal, A., Helmi, dan A. Romita. 1996. Isolasi Mikroba Tanah Penghasil Antibiotika dan Sampel Tanah pada Lokasi Penumpukan Sampah. Cermin Dunia Kedokteran. No. 108. 1996 45.

Abraham, A. G., G. L. De Antoni, dan M. C. Anon. 1993. Proteolitic Activity of Lactobacillus bulgaricusGrown in Milk. J. Dairy Sci. 76:1498–1505. Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. 137

hlm.

Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 128 hlm.

Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 148 hlm.

Agrios, G. N. 1997. Plant Pathology Fift Edition. Departemen of Plant Pathology. University of Florida. 952 hlm.

Astawan, M. W., dan M. Astawan. 1988. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta. 120 hlm.

Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Penebar Swadaya. Jakarta. 174 hlm.

Baehaki, A., Rinto, dan A. Budiman. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Protease dari Bakteri Tanah Rawa Indralaya Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 22(1): 40-45.

Bains, W. 1998. Biotechnology From A to Z. Second Edition. Oxford University Press. New York. 420 hlm.

Balai Pengendalian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah. 2011. Corynebacterium. Diakses 20 Juni 2015 www. laboratoriumphpbanyumas. com.


(64)

65

Banjarnahor, M. R. 2010. Pengendalian Hayati. Diakses 14 Mei 2015 www. raflesmartohap.blogspot.com.

Bauer, M. W., S. B. Halio, dan R. M. Kelly. 1996. Proteases and Glycosyl Hydrolases from Hyperthermophilic Microorganisms. Adv Protein Chem. 48: 271-310.

Bergmeyer, H. U., dan M. M. Grassl. 1983. Method of Enzymatic Analysis. Ed ke-2.Weinheim. Verlag Chemie. hlm 1007-1009.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia. Jakarta. Buller, N. B. 2004. Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals. A Practical

Identification Manual. CABI Publishing. Wallingford. hlm 12. 75-76. Cappuccino, J. G., dan N. Sherman. 1983. Microbiology a Laboratory Manual 4th

ed. Menlo park: Addison-Wesley Publ. Company. Inc.

Cappucino, J. G., dan N. Sherman. 2005. Microbiology a Laboratory Manual International Edition 7th ed. San Francisco. Pearson Education Inc. publishing as Benjamin Cummings.

Choi, N. S. dan S. H. Kim. 2000. The Effect of Sodium Chloride on The Serine-type Fibrinolytic Enzymes and the Thermostability of Extracellular Protease from Bacillus amyloliquefaciens DJ4. Journal of Biochemistry and Molecullar Biology. Volume 34. Nomor 2. Korea.

Clucas, J. J., dan A. R. Ward 1996. Post-Harvet Fisheries Development.A Guide to Handling. Preservation. Processing and Quality. NRI. United Kingdom. Cowan, S. T. dan Steel’s. 1974. Manual for The Identification of Medical

Bacteria. Cambridge University Press. London. 238p.

Creighton, H. 1986. Law Every Nurse Should Know. Philadelphia:W.B. Saunders.

Damayanti, E., dan E. S. Mudjajanto. 1995. Teknologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Data Primer. 2015. Hasil wawancara penulis dengan Ibu Marni produsen terasi udang rebon di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur. 05 Maret 2015 pukul 09.00 WIB.

Davies, H. L. 1982. Nutrition and growth. Hedges and belly Pty. Ltd. Melbaurne. Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia.


(65)

66

Direktotat Gizi Depkes. 1992. Produk Fermentasi Ikan Garam. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Djajasukma. 1993. Isolasi Enzim Protease dari Mucor javanicus. Pros. Seminar Hasil Litbang SDH.

Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas dan Lembaga Sumber daya Informasi IPB. Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjutan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 283 hlm. Fardiaz, S. 1993. Analisa mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta. 200 hlm.

Fatoni, Amin. 2008. Isolasi dan Karakteisasi Protease Ekstraseluler dari Bakteri dalam Limbah Cair Tahu. Jurnal Natur Indonesia.10 (2): 83-88.

Fujiwara, N., dan K. Yamamoto. 1987. Production Of Alkaline Protease In Low Cost Medium by AlkalophilicBacillussp. and Properties of The Enzyme. J. Fenrment. Technol. 65(3):345-348.

Gupta, R., Q. K. Beg, dan P. Lorenz. 2002. Bacterial Alkaline Proteases: Molecular Approaches and Industrial Applications. Appl. Micobiol. Biotechnol. 59:15-32.

Gupta, A., I. Roy, R. K. Patel, S. P. Singh, S. K. Khare, dan M. N. Gupta. 2005. One Step Purification and Characterization of an Alkaline Protease From HaloalkaliphilicBacillussp. J. Chromatogr. 1075:103-108.

Hadioetomo, R. S. 1985. Mikrobilogi Pangan dalam Praktek Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia. Jakarta.

Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty. Yogyakarta. 151 hlm.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Penerbit Liberty. Yogyakarta. 275 hlm.

Huang, G., T. Ying, P. Huo, dan J. Jiang. 2006. Purification and Characterization of Protease from Thermophilic Bacillus strain HS08. African. Biotechnol. 5:2433-2438.

Hutabarat, S., dan S. M. Evans. 1986. Kunci Identifikasi Zooplankton. UI Press. Jakarta. 98 hlm.


(66)

67

Lim, D. 1998. Microbiology. Ed ke-2. McGraw-Hill. New York.

Manik, C. A. 2011. Uji EfektivitasCorynebacteriumdan Dosis Pupuk K terhadap Serangan Penyakit Kresek (Xanthomonas campestris pv oryzae) Pada Padi Sawah (Oriza sativa L) di Lapangan. www.repository.usu.ac.id. Dikses 27 Juni 2015.

Marliana. 1992. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Gula Merah dan Garam Terhadap Mutu Efisiensi Terasi Udang. (Skripsi). Jurusan hasil perikanan IPB. Bogor. 132 hlm.

Moeljanto, R. 1982. Pengasapan dan Fermentasi Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Moeljanto, R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta. 259 hlm.

Moeljohardjo, D. S. 1972. The Flavor Coumpounds Of Cooked Trassi, A Cured Shrimp Paste Condiment Of The Far East.Centre For Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen.

Naiola, E., dan N. Widhyastuti. 2007. Semi Purifikasi dan Karakterisasi Enzim ProteaseBacillussp. Berkala Penelitian Hayati. 13 (51–56).

Narimawati, U. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Teori dan Aplikasi. Bandung.

Nasir. 2008. Chitosan, Limbah Kulit Udang Untuk Diabetes dan Hipertensi. Diakses dari http://katakiti.multiply.com/reviews/item/69 pada tanggal 05 Januari 2015.

Nasution. 2013. Terasi Khas Lampung. Diakses tanggal 29 juni 2015. http://lampungsaibertapis.com.

Nontji, A. 1986. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. 368 hlm.

Pakpahan, R. 2009. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Bakteri Protease Termofilik Dari Sumber Air Panas Sipoholon Tapanuli Utara Sumatera Utara. (Thesis). Universitas Sumatera Utara.

Palmer, T. 1995. Understanding Enzymes 4th edition. Prentice Hall. London. Pederson, C. 1971. Microbiology and Food Fermentation. The AVI Publishing.

Co. Inc. Westport. Connecticut. 537 hlm.

Pelczar, M. J., dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.


(1)

Direktotat Gizi Depkes. 1992. Produk Fermentasi Ikan Garam. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Djajasukma. 1993. Isolasi Enzim Protease dari Mucor javanicus. Pros. Seminar Hasil Litbang SDH.

Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas dan Lembaga Sumber daya Informasi IPB. Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjutan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 283 hlm. Fardiaz, S. 1993. Analisa mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta. 200 hlm.

Fatoni, Amin. 2008. Isolasi dan Karakteisasi Protease Ekstraseluler dari Bakteri dalam Limbah Cair Tahu. Jurnal Natur Indonesia.10 (2): 83-88.

Fujiwara, N., dan K. Yamamoto. 1987. Production Of Alkaline Protease In Low Cost Medium by AlkalophilicBacillussp. and Properties of The Enzyme. J. Fenrment. Technol. 65(3):345-348.

Gupta, R., Q. K. Beg, dan P. Lorenz. 2002. Bacterial Alkaline Proteases: Molecular Approaches and Industrial Applications. Appl. Micobiol. Biotechnol. 59:15-32.

Gupta, A., I. Roy, R. K. Patel, S. P. Singh, S. K. Khare, dan M. N. Gupta. 2005. One Step Purification and Characterization of an Alkaline Protease From HaloalkaliphilicBacillussp. J. Chromatogr. 1075:103-108.

Hadioetomo, R. S. 1985. Mikrobilogi Pangan dalam Praktek Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia. Jakarta.

Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty. Yogyakarta. 151 hlm.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Penerbit Liberty. Yogyakarta. 275 hlm.

Huang, G., T. Ying, P. Huo, dan J. Jiang. 2006. Purification and Characterization of Protease from Thermophilic Bacillus strain HS08. African. Biotechnol. 5:2433-2438.

Hutabarat, S., dan S. M. Evans. 1986. Kunci Identifikasi Zooplankton. UI Press. Jakarta. 98 hlm.


(2)

Lim, D. 1998. Microbiology. Ed ke-2. McGraw-Hill. New York.

Manik, C. A. 2011. Uji EfektivitasCorynebacteriumdan Dosis Pupuk K terhadap Serangan Penyakit Kresek (Xanthomonas campestris pv oryzae) Pada Padi Sawah (Oriza sativa L) di Lapangan. www.repository.usu.ac.id. Dikses 27 Juni 2015.

Marliana. 1992. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Gula Merah dan Garam Terhadap Mutu Efisiensi Terasi Udang. (Skripsi). Jurusan hasil perikanan IPB. Bogor. 132 hlm.

Moeljanto, R. 1982. Pengasapan dan Fermentasi Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Moeljanto, R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta. 259 hlm.

Moeljohardjo, D. S. 1972. The Flavor Coumpounds Of Cooked Trassi, A Cured Shrimp Paste Condiment Of The Far East.Centre For Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen.

Naiola, E., dan N. Widhyastuti. 2007. Semi Purifikasi dan Karakterisasi Enzim ProteaseBacillussp. Berkala Penelitian Hayati. 13 (51–56).

Narimawati, U. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Teori dan Aplikasi. Bandung.

Nasir. 2008. Chitosan, Limbah Kulit Udang Untuk Diabetes dan Hipertensi. Diakses dari http://katakiti.multiply.com/reviews/item/69 pada tanggal 05 Januari 2015.

Nasution. 2013. Terasi Khas Lampung. Diakses tanggal 29 juni 2015. http://lampungsaibertapis.com.

Nontji, A. 1986. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. 368 hlm.

Pakpahan, R. 2009. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Bakteri Protease Termofilik Dari Sumber Air Panas Sipoholon Tapanuli Utara Sumatera Utara. (Thesis). Universitas Sumatera Utara.

Palmer, T. 1995. Understanding Enzymes 4th edition. Prentice Hall. London. Pederson, C. 1971. Microbiology and Food Fermentation. The AVI Publishing.

Co. Inc. Westport. Connecticut. 537 hlm.

Pelczar, M. J., dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.


(3)

Perangin, R., S. Budhyatni, dan S. Rahayu. 1981. Pengamatan Mikroflora pada terasi dan mikrobiologi di Indonesia. Kumpulan Makalah Konggres Nasional Mikrobiologi III. Jakarta.

Persatuan ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 27 hlm.

Pierson, S. 2013. Kajian Terasi atau Balacan Sebagai Bahan Tambahan Makanan. Diakses tanggal 25 Maret 2015. http://www.detikfood.com.

Poliana, J., dan C. A. P. Mac. 2007. Industrial Enzymes: Structure, Function, and Applications. Dordrecht. Springer. hlm 24.

Potter, N. N. 1987. Food Science. Westport Connecticut. The AVI Publishing Company. Inc.

Praptiningsih, Y. S., Hartanti, S., A. Sudewo, dan Maryanto. 1988. Penggunaan Starter Pada Pembuatan Terasi. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor .

Putro, S. 1993. Fish fermentation technology in Indonesia. Di dalam Fish fermentation Technology (Eds. Lee, C. H., Steinkraus, K. H. and Reilly, P. J. A.) United Nation University Press. Korea. hlm. 107 128.

Radzicka, A., dan R. Wolfenden. 1995. Aproficient enzyme. Science. 6.267:90– 93

Rahayu, K., dan S. Sudarmadji. 1989. Mikrobiologi Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. hlm 73-180.

Rahayu, W. P., S. Ma’oen, dan S. Fardiaz. 1992. Bahan Pengajaran Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 140 hlm.

Rajasa, H. 2003. Pidato pembukaan 3nd conference on industrial enzyme and biotechnology. Technology and Business Opportunity for Industrial Enzyme in Harmony with Environment. BPPT. Jakarta. 6-7 Oktober 2003.

Rao, M. B., A. M. Tanksale, M. S. Ghatge, dan V. V. Deshpande. 1998. Molecular and Biotechnological Aspect of Microbial Proteases. Microbiology and Molecular Biology Rev. Sci Am. 62: 597-635.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta. Bandung. 245 hlm

Saisthi, P. 1967. Traditional Fermented Fish Product with Special Reference to Thai Product. Asean Food Journal. Vol.3. No. 1:3-10.


(4)

Salle, A. J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. McGraw-Hill Co. Inc. New York.

Sarnianto, P., H. E. Irianto, dan S. Putro. 1984. Studies on the histamine content of fermented fish product. Laporan Penelitian Teknologi Perikanan. 32: 35-39.

Sastono, U., Sutardi, O. F. Verdial. 2008. Opimasi Pemecahan Emulsi Kanil Dengan Cara Pendinginan Dan Pengadukan Pada Virgin Coconut Oil (VCO): (Abstrak) Prosiding Seminar. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setyanigsih, I., T. Nurhayati, U. Aremhas. 2013. Pengaruh Media Kultivasi

Chaetoceros gracilis Terhadap Kandungan Kimiawi dan Potensi Inhibitor Protease. J. Teknol. dan Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 24(2).

Singh, J., N. Batra., dan C. R. Sobti. 2001. Serine Alkaline Protease from a Newly IsolatedBacillussp. SSR1. Proc. Biochem. 36:781-785.

Sjafi’I, A. 1988. Mutu Mikrobiologi Beberapa Ragam Peda (skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 78 hlm.

Soedarmo, P., dan A. D. Sediaoetama. 1977. Ilmu Gizi. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.

Sofro, A. S. M. 1990. Biokimia. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Son, E. S. dan J. I. Kim. 2003. Multicatalytic Alkaline Serine Protease from the Psychrotropic from Bacillus amyloliquefaciens S94. The Journal of Microbiology. Volume 41. Nomor 1. Korea.

Sugiyono, A. J., Lintang, R. A. Sabe. 2003. Penapisan dan Karakterisasi Protease Bakteri Termofilik Asal Mata Air Laut Panas Poso Sulawesi Tengah. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.

Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Depdikbud. Ditjen Dikti-PAU. IPB. Bogor. 53-102 p.

Suhartono, M. T., L. N. Lestariono, dan T. Tanoyo. 1995. Study on Protease from Aspergillus oryzae Isolated from Soy Sauce Processing in Indonesia. J. Indonesia Trop. Agric. 6 (2):21–25.


(5)

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Universitas Negeri Surabaya. University Press. Surabaya.

Susanti, E. 2003. Penentuan Aktivitas dan Jenis Protease dari Bacillus sp. BAC4¹.Sainmat,1: 56-57.

Susilowati, R. F. R. 1988. Mempelajari sifat fisiologi bakteri halotoleran yang diisolasi dari terasi.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Van Veen, A. G. 1965. Fermented and Dried Sea Food Product in Southeast Asia,

dalam Fish as Food Volume III Processing Part I. Edited George Borsgstrom-Academic Press. New York.

Walker dan M. John. 2002. Protein Protocols Handbook. Humana Press Inc. Totowa.

Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

Ward, O. P. 1983; Fujiwara dan Yamamoto, 1987; Ward, O.P. 1983. Proteinase. Di dalam Microbial Enzyme and Biotechnology. W. M. Fogarty. Applied Science Publisher. New York.

Ward, O. P. 1985. Proteolytic enzymes. In Young, M.M. (Ed.). Comprehensive Biotechnology: The principles, Applications, and Regulations of Biotechnology in Industry, Agriculture and Medicine. Vol. 3. Pergamon Press. Oxford.

Widhyastuti, N., dan R. M. Dewi. 2001. Isolasi Bakteri Proteolitik Dan Optimasi Produksi Protease. Laporan Teknik Proyek Inventarisasi dan Karakterisasi Sumberdaya Hayati. Pusat penelitian Biologi. LIPI.

Winarno, F. G., dan Laksmi. 1973. Pigmen dalam Pengolahan Pangan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pangan dan Mekanisasi Pertanian IPB Bogor. Bogor. 22-23.

Winarno, F.G., dan S. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Angkasa. Bandung.

Wong dan Jackson. 1977. Malaysian belachan (shrimp paste dalam Steinkrauss ed hand book of indigenus fermented food. Institute of food science cirone university.

Word, O. P. 1983. Properties of Microbial Protease. In Microbial Enzyme and Biotechnology. (Ed Forgety). Appl. Publ. London. 56–102.

Yuniar, S. 2010. Resep Makanan Indonesia. Diakses tanggal 29 Agustus 2015. http://Pangan Indonesia.


(6)

Yunizal, J. T. Murtini, N. Dolaria, B. Purdiwoto, Abdulrokhim, dan Carkipan. 1998. Proseur Analisis Kimiawi Ikan dan produk Olahan Hasil-hasil Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Yusufa, M. H., C. P. Masdiana, dan D. A. Octavianie. 2010. Identifikasi dan Studi Aktivitas Protease Bacillus sp Asal Limbah Cair Rumah Potong Ayam Tradisional Sebagai Kandidat Penghasil Biodeterjen. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang.