Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King.) sebagai Bahan Suplemen Antihiperkolesterolemia

i

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL
EKSTRAK KULIT KAYU MAHONI (Swietenia macrophylla
King.) SEBAGAI BAHAN SUPLEMEN
ANTIHIPERKOLESTEROLEMIA

DYAH KENYAR NINDITA HERMANUS

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ii

ABSTRAK
DYAH KENYAR NINDITA HERMANUS. Sintesis dan Karakterisasi
Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) sebagai
bahan suplemen antihiperkolesterolemia. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH

dan DIMAS ANDRIANTO.
Ekstrak kulit kayu mahoni berpotensi sebagai obat herbal. Upaya untuk
mengoptimalkan efisiensi penyerapan ekstrak kulit kayu mahoni dalam tubuh
adalah dengan cara penyalutan menggunakan enkapsulasi. Penelitian bertujuan
mensintesis nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni, serta menguji karakteristik
dan ukuran dari nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni. Optimalisasi pembuatan
nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni meliputi variasi konsentrasi kitosan dan
natrium tripolifosfat (STPP), serta variasi metode, yaitu pengaduk magnet dan
ultrasonikasi. Karakterisasi nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni diukur dengan
Pengukur Ukuran Partikel (PSA), Mikroskop Elektron Payaran (SEM),
Spektoskopi Infra Merah (FTIR), dan Difraksi Sinar-X (XRD). Pembuatan
nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni paling optimal yaitu menggunakan metode
ultrasonikasi dengan komposisi 1% kitosan dan 1% STPP. Nanopartikel memiliki
rerata distribusi ukuran sebesar 50.79 nm dengan morfologi permukaan yang
halus, cembung, dan bulat.
Kata

kunci:

nanopartikel, mahoni,

antihiperkolesterolemia

pengaduk

magnet,

ultrasonikasi,

iii

ABSTRACT
DYAH KENYAR NINDITA HERMANUS. Synthesis and Characterization of
Mahogany (Swietenia macrophylla King) Bark Extract Nanoparticles as
antihypercholesterolemic supplemental material. Under the directioned of
SYAMSUL FALAH and DIMAS ANDRIANTO.
Mahogany bark extract is a potential herbal medicine. An effort to
optimize the efficiency of absorption mahogany barks extract in human body was
carried out using encapsulation. Objectives of research were formulated
nanoparticles of mahogany bark extract, identified the characterization, and
measured the size of nanoparticles of mahogany bark extract. Optimization of

formulated nanoparticles of mahogany bark extract covered various chitosan and
sodium tripolyphosphate (STPP) concentration, also used two methods, those
were magnetic stirrer and ultrasonicator. Characterization nanoparticles of
mahogany bark extract measured by Particle Size Analyzer (PSA), Scanning
Eletron Microscope (SEM), Fourier Transformer Infrared Spectroscopy (FTIR),
dan X-Ray Diffraction (XRD). The best synthesized nanoparticles mahogany bark
extract by using ultrasonication and the composition were 1% chitosan dan 1%
STPP. Nanoparticles have average diameter of 50.79 nm of size and with
morfology smoothed surface, convex, and globular.
Keywords: nanoparticles, mahogany, magnetic stirrer, ultrasonication,
antihypercholesterolemic

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL
EKSTRAK KULIT KAYU MAHONI (Swietenia macrophylla
King.) SEBAGAI BAHAN SUPLEMEN
ANTIHIPERKOLESTEROLEMIA

DYAH KENYAR NINDITA HERMANUS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ii

Judul Skripsi

Nama
Nim

: Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu
Mahoni (Swietenia macrophylla King.) sebagai Bahan
Suplemen Antihiperkolesterolemia

: Dyah Kenyar Nindita Hermanus
: G84080062

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dimas Andrianto, S.Si. M.Si.
Anggota

Dr. Syamsul Falah, S.Hut. M.Si.
Ketua

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:

iii


PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta junjungan Nabi besar
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
baik. Judul penelitian yang dipilih adalah Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel
Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King.) sebagai Bahan
Suplemen Antihiperkolesterolemia. Penelitian ini telah dilaksanakan selama lima
bulan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium
Penelitian Departemen Biokimia FMIPA IPB, Pusat Studi Biofarmaka IPB,
Puslitbang Kehutanan Bogor, Laboratorium SEM FMIPA ITB, dan Laboratorium
XRDFakultas Teknik Pertambang dan Perminyakan (FTTM) ITB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Syamsul Falah, M.Si dan
Dimas Andrianto, M.Si selaku komisi pembimbing atas segala kesabaran dan
keihlasannya dalam memberikan bimbingan, arahan, dan masukkan bagi penulis.
Terima kasih kepada semua staf Laboratorium Biokimia, Bapak Faisal dari Fisika
FMIPA IPB untuk karakterisasi PSA, Kak Nio dan Mbak Wiwik dari Pusat Studi
Biofarmaka untuk karakterisasi FTIR, Bu Susan dari Laboratorium SEM FMIPA
ITB untuk karakterisasi SEM, Bapak Yopi dari FTTM ITB untuk karakterisasi
XRD, dan Bapak Nurwanto dari Pusat Antar Universitas (PAU) IPB untuk

pengeringan semprot (spray drying). Ucapan terima kasih tak terhingga kepada
ayah penulis Urip Hermanus, S.T., M.BA, ibu penulis Lina Noviana, Radite
Arandityo Hermanus, S.Psi sebagai kakak penulis, dan adik penulis Syed
Shaquille Hermanus atas dukungan materi dan moril. Terima kasih kepada temanteman terdekat M. Athoul Furqon, Silvy, Elsha, Dini, Gian, Yoan, Yudith, Rizki,
Santia, dan Uty. Rekan-rekan di Laboratorium Biokimia Aros, Isul, Dita, Aji, dan
Elvita atas segala dukungan dan bantuan dalam proses pengerjaan dan
penyelesaian karya tulis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2012

Dyah Kenyar Nindita Hermanus

iv

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 13 Februari 1990 dari
pasangan Urip Hermanus dan Lina Noviana. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Negeri 10 Tangerang pada tahun 2008 dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program
Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama menjalani perkuliahan, penulis mendapatkan kesempatan menjadi
atlet voli Departemen Biokimia pada tahun ajaran 2010-2012, juara 2 drama
musikal pada acara SPIRIT (Sport Competition and Art Festival on MIPA
Faculty) tahun 2010, penulis adalah anggota Gentra Kaheman divisi tari rampak
kendang pada tahun 2008-2010, penulis pernah bergabung dalam beberapa
kepanitian salah satunya adalah OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB) 2010, dan
Masa Perkenalan Departemen (MPD) Biokimia tahun 2010. Penulis juga
berkesempatan menjalani kegiatan Praktik Lapangan di Pusat Studi Biofarmaka,
Bogor dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Flavonoid dengan
Ekstrak Air-Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn.).

v

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................


x

PENDAHULUAN ..............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Mahoni .........................................................................................................
Kitosan .........................................................................................................
Nanopartikel dan Karakterisasi ....................................................................
Hiperkolesterolemia .....................................................................................

2
2
3
6

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan .............................................................................................

Metode Percobaan ........................................................................................

7
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni ..................................................................... 8
Nanopartikel Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni Tersalut Kitosan .................... 9
Ukuran dan Morfologi Nanopartikel Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni ........... 9
Gugus Fungsi Spesifik Nanopartikel Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni ........... 11
Derajat Kristalinitas Nanopartikel Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni ............... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...................................................................................................... 12
Saran ............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13
LAMPIRAN ........................................................................................................ 16

vi

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Pembuatan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan pengaduk
magnet ..........................................................................................................

7

2

Pembuatan nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan ultrasonikasi ..

8

3

Rendemen ekstrak kulit kayu mahoni ..........................................................

9

4

Hasil distribusi ukuran nanopartikel ekstrak kuli kayu mahoni dengan
pengaduk magnet ......................................................................................... 11

5

Hasil distribusi ukuran nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni dengan
ultrasonikasi……………………………………………………………… . 11

6

Bilangan gelombang FTIR nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni .......... 12

7

Derajat kristalinitas nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni....................... 12

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Pohon mahoni (Swietenia macrophylla King.) ...........................................

2

2

Stuktur kimia kitosan ...................................................................................

3

3

Skema kerja SEM ........................................................................................

4

4

Skema kerja FTIR ........................................................................................

5

5

Skema kerja XRD ........................................................................................

5

6

Skema kerja PSA .........................................................................................

6

7

Hasil pengering semprot ..............................................................................

9

vii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram alir penelitian secara umum .......................................................... 17

2

Perhitungan rendemen ekstrak air kulit kayu mahoni.................................. 17

3

Hasil analisis PSA ........................................................................................ 18

4

Hasil analisis SEM dengan pengaduk magnet ............................................. 19

5

Hasil analisis SEM dengan ultrasonikasi ..................................................... 20

6

Hasil analisis FTIR dengan pengaduk magnet ............................................. 20

7

Hasil analisis FTIR dengan ultrasonikasi .................................................... 21

8

Hasil analisis FTIR ekstrak kulit kayu mahoni ............................................ 21

9

Hasil analisis FTIR kitosan .......................................................................... 22

10 Rujukan bilangan gelombang FTIR ............................................................. 22
11 Hasil XRD nanopartikel ektrak kulit kayu mahoni ...................................... 23

1

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara
megabiodiversitas terbesar di dunia dan juga
dikenal sebagai gudangnya tumbuhan obat
(herbal). Salah satu tanaman herbal yang
dapat
dimanfaatkan
dalam
teknologi
nanobiomedis adalah mahoni (Swietenia
macrophylla King.). Mahoni adalah salah satu
jenis pohon hutan yang berasal dari Meksiko
(Yucatan) dan banyak ditemukan di Indonesia
(Nurhasybi & Sudrajat 2001).
Mahoni
dipercaya memiliki banyak manfaat terutama
kulit kayu dan bijinya.
Kulit kayu mahoni selama ini hanya
digunakan sebagai kayu bakar. Kulit kayu
mahoni
merupakan
limbah
industri
pengolahan berbahan baku kayu mahoni.
Berdasarkan uji fitokimia kulit kayu mahoni
mengandung senyawa metabolit sekunder
seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan
saponin (Suhesti et al. 2007). Beberapa
penelitian melaporkan adanya senyawa
polifenol (flavonoid dan tanin) dapat
berpengaruh
menurunkan
penyerapan
kolesterol (Park et al. 2002). Menurut
penelitian Ferdiansyah (2012), kulit kayu
mahoni memiliki potensi sebagai penurun
kolesterol
darah
pada
tikus
putih
hiperkolesterolemia, dosis ekstrak kulit kayu
mahoni yang efektif untuk menurunkan
konsentrasi kolesterol darah adalah 300
mg/kgBB. Kulit kayu mahoni mengandung
juga
katekin,
epikatekin,
dan
swietemakrofilanin yang memiliki aktivitas
antioksidan (Falah et al. 2008).
Konsumsi ekstrak kayu mahoni secara oral
sebagai obat dapat mengurangi efisiensi
penyerapan oleh tubuh karena ukuran
partikelnya
yang
relatif
besar
dan
kelarutannya rendah yaitu kurang dari 10%
yang menyebabkan ekstrak sulit menyebar
dalam darah. Salah satu upaya yang telah
dikembangkan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah penyalutan dengan metode
enkapsulasi. Menurut Poulain & Nakache
(1998) enkapsulasi dengan menggunakan
nanopartikel menyebabkan ekstrak mudah
menyebar dalam darah dan lebih akurat dalam
mencapai sel target. Pengurangan atau
pengecilan
ukuran
partikel
akan
meningkatkan
luas
permukaan
yang
menyebabkan
kelarutannya
meningkat.
Enkapsulasi dilakukan agar suatu ekstrak
dengan ukuran nano dapat berperan sebagai
sistem pengantaran obat sehingga dapat
melalui kapiler ke sel-sel individual yang
ditargetkan dalam tubuh (Yih & Fandi 2006).

Menurut Hu et al. (2007) salah satu bahan
yang aman digunakan sebagai penyalut adalah
kitosan yang merupakan hasil ekstraksi
limbah kulit hewan golongan Crustacea.
Kitosan telah banyak digunakan sebagai
penyalut
obat
dengan
tujuan
mengoptimalisasikan penyerapan obat pada
sel target. Sifat mekanik kitosan yang rapuh
harus distabilkan dengan natrium tripolifosfat
(STPP) sebagai ikatan silangnya. Desai &
Park (2005) telah membuktikan bahwa
mikrosfer kitosan yang berikatan silang
dengan STPP dapat digunakan sebagai
penyalut obat dengan metode pengeringan
semprot (spray drying). Metode yang dapat
digunakan untuk pembuatan nanopartikel
adalah ultrasonikasi, homogenisasi, dan
dengan
pengaduk
magnet.
Metode
ultrasonikasi didasarkan pada pemanfaatan
gelombang ultrasonik (Kim et al. 2006).
Nanoteknologi merupakan ilmu dan
rekayasa material, struktur fungsional,
maupun peranti berskala nanometer. Material
berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat
kimia dan fisika yang lebih unggul dari
material berukuran normal (Setiowati 2011).
Menurut Mohanraj & Chen (2006), penelitian
tentang pengubahan bentuk mikropartikel
menjadi nanopartikel saat ini sedang
berkembang. Nanopartikel memiliki kisaran
ukuran 10-1000 nm. Nanopartikel antara lain
memiliki luas permukaan yang besar serta
jumlah atom yang banyak di permukaan,
sehingga memiliki energi permukaan dan
tegangan permukaan yang rendah yang
memudahkan partikel menembus ke dalam
membran sel. Sifat-sifat tersebut dapat
diubah-ubah dengan mengatur ukuran
material, komposisi kimiawi, memodifikasi
permukaan,
dan
mengatur
interaksi
antarpartikel (Greco 2002).
Penelitian ini bertujuan melakukan sintesis
nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni, serta
menguji karakteristik dan ukuran dari
nanopartikel ekstrak kulit kayu mahoni.
Hipotesis penelitian ini adalah nanopartikel
ekstrak
kulit
kayu
mahoni
dengan
menggunakan pengaduk magnet memiliki
ukuran lebih kecil dibandingkan nanopartikel
dengan ultrasonikasi sehingga nanopartikel
lebih efisien mengenai target. Manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah dapat
mengetahui karakterisasi nanopartikel ekstrak
kulit kayu mahoni, memberikan inovasi
teknologi berupa sediaan nanopartikel ekstrak
kulit kayu mahoni yang akan lebih mudah
diserap
oleh
tubuh
sebagai
antihiperkolesterolemia.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Mahoni
Mahoni masuk dalam kerajaan Plantae,
divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida,
ordo Sapindales, suku Meliaceae, genus
Switenia, dan spesies Switenia macrophylla
King (Martawijaya et al. 1981). Mahoni
mempunyai tajuk berbentuk kubah dengan
daun berwarna hijau gelap, rapat, dan
menggugurkan daun. Pada tanaman muda,
tajuknya sempit. Pada umumnya jenis ini
dapat mencapai tinggi 40 meter dan diameter
lebih dari 100 cm. Bunganya tersusun
majemuk, tangkainya berwarna coklat muda.
Mahkota bunga berbentuk silindris dan
berwarna kuning kecoklatan. Bentuk batang
silindris, agak lengkung, berserpih dalam
jalur-jalur dengan warna kulit coklat kelabu
(Dadan & Ceng 2010).
Pohon mahoni biasanya mengandung
getah yang berasal dari kulit kayu. Getah
mahoni biasa digunakan sebagai bahan baku
perekat atau lem. Buah mahoni berbentuk
kapsul, bertekstur keras, panjang 12-15 cm,
berwarna
abu-abu
kecokelatan,
dan
ketebalannya 5-7 mm. Benang sari merekat
pada mahkota bunga. Kepala sari merekat
pada mahkota bunga. Kepala sari berwarna
putih kuning kecokelatan. Pada umur tujuh
tahun, tanaman mahoni baru berbunga (Dadan
& Ceng 2010).
Mahoni merupakan jenis pohon yang
tumbuh di daerah lembab, menyebar secara
alami dan dibudidayakan di Indonesia.
Merupakan jenis asli dari Meksiko (Yucatan),
bagian tengah dan utara Amerika Selatan
(Wilayah Amazona). Penanaman secara luas
terutama di Asia Selatan dan Pasifik, juga
diintroduksi di Afrika Barat (Nurhasybi &
Sudrajat 2001). Sedangkan di Indonesia,
menurut Martawijaya et al. (1981), pohon
mahoni menyebar di seluruh Pulau Jawa.
Tanaman ini banyak ditemukan di
Indonesia sebagai peneduh. Nama lain mahoni
di beberapa daerah diantaranya mahagoni,
maoni, dan moni. Hasil kayu mahoni
tergolong ke dalam kayu keras (hardwood).
Jenis kayu ini biasanya digunakan sebagai
bahan baku pembuatan perabot rumah tangga
dan perabot ukiran. Selain itu kayu mahoni
sering digunakan sebagai bahan baku
pembuatan penggaris kayu karena bentuk dan
fisiknya tidak mudah berubah (Dadan & Ceng
2010). Kulit kayu mahoni memiliki pontensi
sebagai penurun kolesterol darah pada tikus
putih hiperkolesterolemia (Ferdiansyah 2012).

Gambar 1 Mahoni (Swietenia macrophylla
King.)
Ekstrak biji mahoni terbukti mempunyai
aktivitas
sebagai
antiinflamasi,
antimutagenenis, antitumor (Guevera et al.
1996), antidiare, antibakteri, dan antifungi
(Maiti et al. 2007). Menurut Falah et al.
(2008),
ekstrak
kulit
kayu
mahoni
mengandung senyawa katekin, eipkatekin, dan
swietemacrophyllanin yang memiliki aktivitas
antioksidan. Tiga senyawa ini kemudian diuji
aktivitas antioksidannya secara in vitro
dengan
menggunakan
1,1-difenil-2pikrilhidrazil (DPPH) dan terbukti bahwa
swietemacrophyllanin memiliki aktivitas
antioksidan yang paling tinggi dibandingkan
katekin dan epitekin. Ekstrak kulit kayu
mahoni juga mengandungsenyawa tanin,
terpenoid, saponin, alkoloid, dan flavonoid
(Ningsih 2010). Senyawa alkaloid dan
flavonoid adalah bahan alam yang memiliki
aktivitas
antidiabetes
(Salim
2006),
antihiperglikemia
(Cing
2010),
antihiperkolesterolemia (Mustika 2010).
Kitosan
Cangkang udang merupakan limbah yang
tidak dimanfaatkan. Pengolahan cangkang
udang yang dapat memberikan nilai tambah
dengan menjadikannya sebagai serbuk yang
kemudian diolah menjadi kitin dan kitosan.
Kitin merupakan biopolimer polisakarida
terbanyak kedua setelah selulosa. Kitin
berasal dari eksoskeleton krustasea seperti
kepiting, udang, dan lobster. Selain itu, kitin
juga dapat diperoleh dari serangga, jamur, dan
cendawan yang jumlahnya beragam (Sugita
1992). Pada umumnya, kitin tidak dalam
keadaan bebas, tetapi berikatan dengan
protein, mineral, dan berbagai jenis pigmen.
Kulit udang sendiri mengandung 25–40%
protein, 40–50% CaCO3 dan 15–20% kitin.
Jumlah setiap komponen tersebut masih

3

bergantung pada jenis udangnya (Rahmania
2011).
Kitosan merupakan polimer yang dapat
diperoleh dari deasetilasi parsial kitin.
Struktur kitosan terdiri atas unit berulang poli(2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa)
yang
terhubung oleh ikatan -(1,4) (Sugita et al.
2009). Kitosan menunjukkan sifat polimer
biomedis nontoksik, biokompatibel, dan
biodegradabel. Kitosan larut dalam pelarut
organik, asam asetat 1%, HCl encer, HNO 3
encer, dan H2PO4 0.5%, tetapi tidak larut
dalam basa kuat H2SO4. Sifat kelarutan
kitosan ini dipengaruhi oleh bobot molekul
(BM) dan derajat deasetilasi (DD), yang
nilainya beragam bergantung pada sumber dan
metode isolasi (Sari 2011 diacu dalam
Jamaludin 1994).
Kitosan tidak beracun dan mudah
terbiodegradasi. Kitosan bersifat polikationik
pada suasana asam karena terjadi protonasi
gugus amino dan membentuk gel dalam
lambung. Dengan struktur yang mirip selulosa
dan kemampuannya membentuk gel dalam
suasana asam, kitosan memiliki sifat-sifat
sebagai matriks dalam sistem pengantaran
obat (Sutriyo et al. 2005). Sejauh ini kitosan
telah digunakan dalam berbagai bidang.
Dalam bidang makanan kitosan dapat
berfungsi sebagai bahan pembentuk gel,
pembentuk tekstur, dan pelembut (Sanford
1989). Dalam bidang kesehatan dan farmasi,
kitosan dapat digunakan sebagai diet serat dan
obat penurun kandungan kolestrol di dalam
darah (Kato et al. 1994). Kitosan digunakan
sebagai matriks pengantar obat karena bersifat
polikationik
alami,
biodegradabel,
biokompatibel, mucoadhesiveness, dan mudah
dimodifikasi dalam sifat fisik dan kimanya
(Lee et al. 2006). Kitosan bersifat tahan air,
sangat tidak beracun dan terbukti dapat
menghambat pertumbuhan jamur, bakteri dan
kapang sehingga dapat berfungsi sebagai
pengawet.

Gambar 2 Struktur kimia kitosan (Sugita et
al. 2009).

Parameter mutu kitosan biasanya dilihat
dari nilai derajat deasitilasi, kadar air, kadar
abu, bobot molekul, dan viskositas. Derajat
deasitilasi (DD) menyatakan banyaknya gugus
amino bebas dalam polisakarida. Kitosan
merupakan kitin dengan DD lebih dari 70%.
Deasitilasi adalah proses pengubahan gugus
asetil (-NHCOCH3) dan rantai molekular kitin
menjadi gugus amina lengkap (-NH2) pada
kitosan
dengan
penambahan
NaOH
konsentrasi tinggi. Kemampuan kitosan
bergantung pada derajat kimia reaktif yang
tinggi gugus aminonya (Ramania 2011).
Nanopartikel dan Karakterisasi
Nanopartikel merupakan suatu teknik
penyalutan bahan yang ukurannya sangat
kecil, dengan diameter rata-rata 10-1000 nm
(Mohanraj & Chen 2006). Nanopartikel
didefinisikan sebagai suatu padatan pengantar
obat yang berukuran submikron (nano), dapat
bersifat biodegradabel (Reis et al. 2006).
Penelitian nanopartikel sedang berkembang
pesat karena dapat diaplikasikan secara luas
seperti dalam bidang lingkungan, elektronik,
optis, dan biomedis (Jain 2008).
Keuntungan penggunaan nanopartikel
sebagai sistem pengantaran terkendali obat
ialah ukuran dan karakterisktik permukaan
nanopartikel mudah dimanipulsai untuk
mencapai target pengobatan. Nanopartikel
juga mengatur dan memperpanjang pelepasan
obat selama proses transpor ke sasaran, dan
obat dapat dimasukkan ke dalam sistem
peredaran darah dan dibawa oleh darah
menuju target pengobatan (Mohanraj & Chen
2006).
Dibandingkan
mikropartikel,
nanopartikel memiliki kelebihan yaitu daya
serap intraseluler yang relatif tinggi. Ukuran
nanometer mampu melewati biological
barrier (Reis et al. 2005).
Permukaan
nanopartikel
menjadi
pertimbangan yang sangat penting dalam
mencapai target pengobatan. Sebenarnya
dalam aliran darah, umumnya nanopartikel
konvensional (tanpa modifikasi permukaan)
dan partikel-partikel bermuatan negatif
dengan cepat akan dibersihkan oleh
makrofage. Modifikasi permukaan pada
sistem nanoparticulate dengan menggunakan
polimer hidrofilik adalah cara yang sangat
umum untuk mengontrol proses opsonisasi
dan meningkatkan sifat permukaan sistem,
atau
dengan
modifikasi
penyalutan.
Modifikasi penyalutan dapat dilakukan
dengan penempelan senyawa polimer seperti
polyethylene glycol (PEG) (Reis et al. 2005).

4

Menurut Mohanraj dan Chen (2006),
nanopartikel terbagi dua berdasarkan bentuk
permukaannya yaitu nanosfer dan nanokapsul.
Nanosfer adalah sistem yang memiliki tipe
struktur matriks. Pada sistem nanosfer, suatu
bahan tersebar secara fisik dan merata yang
kemudian diserap oleh permukaan penyalut.
Nanokapsul adalah sistem vesikular, suatu
bahan pada rongga yang terdiri dari inti
dikelilingi oleh membran polimer. Suatu
bahan aktif dapat berada di dalam inti
(nanokapsul) dan juga teradsorpsi di sekeliling
permukaan (nanosfer).
Studi mengenai nanopartikel khususnya
nanokapsul saat ini sedang berkembang pesat
dan mendapat perhatian yang lebih dari para
peneliti karena pemanfaatan yang diciptakan
dalam bidang bioteknologi, kimia, dan
kesehatan (Marlina 2008). Dua sifat istimewa
nanokapsul adalah dapat melindungi atau
mengisolasi zat inti dari pengaruh lingkungan
luar dan melepaskannya dengan pola
terkontrol. Penggunaan nanokapsul pada
pangan dapat membantu penyerapan zat gizi
yang lebih baik. Nanokapsul
dapat
mengurangi rasa dan bau yang kurang
menyenangkan
dari
bahan
pangan.
Nanoteknologi memungkinkan dibuatnya
lapisan tipis untuk melindungi makanan (Reis
et al. 2006).
Ultrasonikasi digunakan untuk memecah
molekul polimer menjadi ukuran yang lebih
kecil dengan energi ultrasonik. Semakin lama
waktu ultrasonikasi, proses pemecahan
molekul polimer akan terus berlangsung
(Sidqi 2011). Metode pengeringan yang
digunakan adalah spray drying karena mudah
dan sederhana. Metode ini digunakan karena
diharapkan nanopartikel ekstrak kulit kayu
mahoni tersalut kitosan dalam bentuk serbuk.
Ukuran nanopartikel yang sangat kecil
memerlukan karakterisasi yang berbeda
dengan mikromolekul pada umumnya.
Karakterisasi nanopartikel kitosan dapat
dilakukan secara fisiologi dan struktur fisik.
Beberapa karakterisasi fisiologis yang telah
dilakukan antara lain stabilitas nanopartikel
dalam larutan garam, nilai pH, serta fenomena
agregrasi akibat pengaruh suhu dan waktu
(Kauper et al. 2007). Poole & Owens (2003)
membagi
metode
karakterisasi
fisik
nanopartikel menjadi tiga macam yaitu
metode kristalografi, mikroskopi, dan
spektroskopi.
Kristalografi
dengan
menggunakan sinar X sangat berguna untuk
mengidentifikasi kristal isomorfik yaitu kristal
yang memiliki kesamaan struktur tetapi
berbeda dalam pola-pola geometrisnya.

Metode mikroskopi dapat digolongkan
menjadi mikroskop elektron transmisi,
mikroskop elektron payaran, dan mikroskop
medan ion. Karakterisasi dengan spektroskopi
dapat menggunakan fotoemisi, spektroskopi
resonansi magnetik, spektroskopi infra merah
(Fourier Transform Infra Red/ FTIR), dan
spektroskopi sinar X (X ray diffractometry/
XRD).
Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM)
digunakan dalam pengamatan morfologi dan
penentuan ukuran nanopartikel. Metode ini
merupakan cara yang efisien dalam
memperolah gambar permukaan spesimen.
Cara kerja mikroskop ini adalah dengan
memancarkan elektron ke permukaan
spesimen. Informasi tentang permukaan
partikel dapat diperoleh dengan pengenalan
probe dalam lintasan pancaran elektron yang
mengenai permukaan partikel. Informasi juga
dapat dibawa oleh probe yang menangkap
elektron pada terowongan antara permukaan
partikel spesimen dengan tip probe atau
sebuah probe yang menangkap gaya dorong
antara permukaan dengan tip probe (Poole &
Owens 2003).
Instrumen SEM memiliki komponen
bagian seperti sumber cahaya, elektron, sistem
lensa, detektor, dan layar LCD. Mekanisme
alat ini digambarkan pada Gambar 3. Sumber
cahaya elektron dihasilkan dalam suatu
penembak elektron yang berbentuk filamen
pemanas berupa tabung hampa udara. Sumber
cahaya elektron dipercepat dan difokuskan
oleh sistem lensa magnetik yang berada di
atas objek. Elektron dikumpulkan dalam
detektor diubah dalam bentuk voltase (energi
listrik), kemudian dihamburkan (Balaz 2008).

Gambar 3 Skema kerja SEM (Balaz 2008)

5

Hasil visualisasi SEM lebih baik bila
dibandingkan dengan mikroskop cahaya
konvensional. SEM memiliki jangkauan
pandang yang luas terhadap objek yang
diamati sehingga menghasilkan gambar detail
permukaan objek yang jelas. Hal ini
dikarenakan sumber cahaya yang digunakan
SEM berupa elektron yang memiliki energi
sangat besar yaitu 1000 kali lebih kuat
dibandingkan dengan energi dari cahaya
tampak (2-3Ev). SEM mampu memperbesar
bayangan hingga 400000 kali. Disamping itu,
SEM juga mampu mencitrakan objek dengan
kontras yang lebih baik (Balaz 2008).
Spektroskopi Infra Merah (FTIR)
Instrumen
FTIR
digunakan
untuk
mengidentifikasi gugus kompleks dalam
senyawa tetapi tidak dapat menentukan unsurunsur penyusunnya. Pada FTIR, radiasi infra
merah dilewatkan pada sampel. Sebagian
radiasi sinar infra merah diserap oleh sampel
dan sebagian lainnya diteruskan. Jika
frekuensi dari suatu vibrasi spesifik sama
dengan frekuensi radiasi infra merah yang
langsung menuju molekul, molekul akan
menyerap radiasi tersebut.
Spektrum
yang
dihasilkan
menggambarkan penyerapan dan transmisi
molekuler. Transmisi ini akan membentuk
suatu sidik jari molekuler suatu sampel.
Karena bersifat sidik jari, tidak ada dua
struktur molekuler unik yang menghasilkan
spektrum infra merah yang sama (Kencana
2009).
Mekanisme kerja FTIR dapat dilihat pada
Gambar 4. Sumber radiasi (Z) pada FTIR
berupa laser inframerah. Cahaya inframerah
memiliki energi yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan ultraviolet dan sinar
tampak. Hal tersebut menentukan tebal (S)
yang dipakai, yaitu sekita 0.02 mm. Sampel
(S) berupa padatan yang dicampur dengan
KBr kering di dalam mortar. Campuran
tersebut dipadatkan hingga menjadi pelet tipis
yang akan dibaca dalam FTIR. Prisma (P)
merupakan tempat terjadinya pemisahan
komponen cahaya monokromatik. Rotasi
perlahan prisma menghasilkan suatu radiasi
dengan frekuensi yang berbeda, kemudian
radiasi tersebut jatuh pada detektor (D).
Detektor (D) dapat merekam frekuensi dan
menghasilkan aliran radiasi (R). Hasil FTIR
berupa puncak yang terlihat dimonitor,
puncak tersebut muncul sesuai dengan gugus
fungsi yang khas pada sampel tersebut
(Hendayana 1994 diacu dalam Elizabeth
2011).

Gambar 4 Skema kerja FTIR (Hendayana
1994 diacu dalam Elizabeth
2011), Z (sumber radiasi), S
(sampel), P (prisma), D
(detektor), dan R (aliran radiasi)
Difraksi Sinar X (XRD)
Sinar
X
merupakan
radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang
10-10 m. sinar ini terbentuk akibat pembagian
spektrum eletktromagnetik anatar sinar dan
ultraviolet. Sinar X mampu menyelidiki
struktur kristal dari suatu padatan berada di
daerah yang sama dengan panjang gelombang
sinar X, kemudian sinar X dapat melewati
padatan (Balaz 2008). Analisis difraksi sinar
X menggunakan prinsip emisi sinar X yang
dihasilkan oleh tumbukan elektron dan atom
Cr, Fe, Co, Cu, Mo, atau W. Analisis XRD
dapat memberikan informasi mengenai
struktur sampel seperti parameter kisi,
orientasi, dan sistem kristal. Analisis XRD
juga berguna untuk mengindentifikasi fase
sampel semi kuantitatif, dengan menghitung
fraksi volume suatu sampel dan perbandingan
fraksi area kristalin terhadap fraksi total area
(Poole & Owens 2003).
Metode penentuan struktur kristal material
dengan XRD berdasarkan pada hukum Bragg.
Hukum Bragg menyatakan bahwa jika
seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan
membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang sama dengan antar kisi dalam
bidang tersebut (Wulandary 2010). Difraksi
sinar X membutuhkan sumber cahaya, filter,
sampel, dan detector (Gambar 5). Hasil dari
analisis XRD adalah berupa puncak-puncak
yang menjelaskan karakteristik sampel yang
diamati (Balaz 2008).

Gambar 5 Skema kerja XRD (Balaz 2008)

6

Particles Sized Analyzer (PSA)
Analisis ukuran partikel adalah sebuah
sifat fundamental dari endapan suatu partikel
yang dapat memberikan informasi tentang
tentang asal dan sejarah partikel tersebut.
Distribusi ukuran juga merupakan hal penting
seperti untuk menilai perilaku granular yang
digunakan oleh suatu senyawa atau gaya
gravitasi. Diantara senyawa-senyawa dalam
tubuh hanya ada satu partikel yang
berkarakteristik dimensi linear. Partikel
irregular memiliki banyak sifat dari beberapa
karakteristik dimensi linear (James & Syvitski
1991).
Perhitungan partikel secara modern
umumnya menggunakan alinasis gambar atau
beberapa jenis penghitung partikel. Gambar
didapatkan
secara
tradisional
dengan
mikroskop elektron atau untuk partikel yang
lebih kecil menggunakan SEM (James &
Syvitski 1991). Penyinaran sinar laser pada
analisis ukuran partikel dalam keadaan
tersebar. Pengukuran distribusi intensitas
difraksi cahaya spasial dan penyebaran cahaya
dari partikel. Distribusi ukuran partikel
dihitung dari hasil pengukuran. Difraksi sinar
laser analisis ukuran partikel meliputi
perangkat laser untuk mennghasilkan sinar
laser ultraviolet sebagai sumber cahaya dan
melekatkan atau melepaskan flourescent
untuk mengetahui permukaan photodiode
array yang menghitung distribusi intensitas
cahaya spasial dan penyebaran cahaya selama
terjadinya pengukuran (Totoki 2007).
Pengukuran sampel diperoleh dari
penyebaran partikel yang akan diukur (P)
dalam suatu pelarut kemudian mengalir
melalui aliran sel (1) dengan pompa (Gambar
6). Aliran sel (1) terbuat dari leburan silika
yang
mampu
mentransmisikan
sinar
ultraviolet. Sistem penyinaran optik (2) dan
sistem pengukuran optik (3) dikeluarkan
melalui aliran sel (1). Sistem penyinaran optik
(2) terdiri atas laser (2a) untuk menghasilkan
sinar laser ultraviolet dengan panjang
gelombang 325 nm untuk gas sedangkan
panjang gelombang 266 nm untuk padatan
dan carian, kondensator (2b), penyaring
spasial (2c), dan lensa kolimator (2d) (Totoki
2007).
Sistem pengukuran optik (3) terdiri atas
kondensator (3a), cincin detektor (3b), dan
fluorescent (3c) yang dilekatkan atau
dikeluarkan mendekati permukaan cincin
detektor (3b). Cincin detektor (3b) adalah
photodiode array yang terbentuk dari
photodiodes. Photodiodes cincin detektor (3b)
mengirimkan output menuju data sampling

circuit (4). Data sampling circuit (4)
terbentuk dari amplifier untuk memperkuat
output dari photodiodes secara terpisah berupa
data digital. Data digital tersebut akan dikirim
ke komputer (5), computer akan merubah
distribusi intesitas data menjadi data
algoritma. Hasil dari pengukuran akan muncul
pada layar monitor (6) atau dicetak
menggunakan printer (7) (Totoki 2007).

Gambar 6 Skema kerja PSA (Totoki 2007),
aliran sel (1), sistem penyinaran
optik (2), sistem pengukuran
optik (3), data sampling circuit
(4), komputer (5), layar monitor
(6), & printer (7)
Hiperkolesterolemia
Beberapa jenis penyakit
degenatif
diantaranya penyakit jantung koroner,
diabetes mellitus, hipertensi, dan kanker.
Organisasi
Kesehatan
Dunia
(WHO)
menyatakan bahwa penyakit jantung adalah
penyebab kematian tertinggi kedua di dunia
yang mencapai 8 juta kasus pada tahun 2007
setelah kanker. Seseorang yang mempunyai
kolesterol darah lebih dari 200 mg/dL sudah
dianggap mengalami hiperkolesterolemia
(Ferdiansyah 2012).
Hiperkolesterolemia merupakan suatu
keadaan kadar kolesterol di dalam darah
melebihi
batas
yang
diperlukan.
Hiperkolesterolemia dapat terjadi karena
beberapa faktor, yaitu bobot badan, usia, dan
pola konsumsi makanan sehari-hari yang
tinggi kolesterol. Menurut Herbey et al.
(2005) tingginya total kadar kolesterol di
dalam serum daran disebabkan perubahan
dinding pembuluh darah, peningkatan
hipoksida pada jaringan usus besar, perubahan
homeostatis sel-sel umur heriditas, kesalahan
pola makan, gaya hidup, polusi lingkungan,
konsumsi alkohol, dan merokok dalam jangka
waktu lama.
Hiperkolesterolemia terjadi akibat adanya
akumulasi kolsterol dan lipid pada dinding
pembuluh darah. Kolesterol merupakan
molekul yang sangat penting dalam sintesis
membran sel, prekusor sintesis hormon
steroid, hormon korteks adrenal, sintesis

7

asam-asam empedu dan vitamin D
(Ferdiansyah 2012).
Kolesterol yang terdapat dalam tubuh
dapat berasal dari masakan (eksogen) atau
disentesis oleh tubuh (endogen). Jika
kolesterol yang berasal dari makanan sedikit,
untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan
organ lain, maka tubuh akan mensintesis
kolesterol di dalam hati dan usus. Untuk
menanggulangi hiperkolesterolemia dapat
digunakan
agen
inhibitor
3-hidroksi3metilglutaril Koenzim A (HMG-KoA),
misalkan lovastatin (Cuchel et al. 1997).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan
nanopartikel antara lain kertas saring, gelas
ukur, gelas piala, sudip, neraca digital, labu
Erlenmeyer, jerigen, penggiling 100 mesh
(Willey Mill), pipet tetes, pipet volumetrik,
rotary vacuum evaporator, pengaduk magnet,
spray drayer, penggiling kayu Wiley Mill,
dan ultrasonikator. Alat yang digunakan untuk
karakterisasi
nanopartikel
antara
lain
mikroskop elektron payaran (SEM) JEOL
fourier
JSM-6510LV,
Spektroskopi
transform infrared (FTIR) Bruker Tensor 37,
difraksi sinar X (XRD) Philips, dan particles
size analyzer (PSA) VASCO DLS.
Bahan-bahan yang dibutuhkan selama
penelitian antara lain sampel kulit kayu
mahoni, akuades, kitosan, STTP (sodium
tripolifosfat), asam asetat 1%, dan Tween 80.
Kitosan yang digunakan diperoleh dari
Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP),
IPB. Kitosan yang digunakan pada penelitian
ini memiliki DD 85%.
Metode Penelitian
Ekstraksi Kulit Kayu Mahoni
Ekstraksi kulit kayu mahoni pada
penelitian ini menggunakan metode rebusan
yaitu dengan merebus serbuk kulit kayu
mahoni dan air. Hal ini mengikuti metode
yang dikerjakan oleh Rahmi (2012). Kulit
kayu mahoni dibuat serbuk berukuran 60-80
mesh dengan Willey Mill. Serbuk kulit kayu
mahoni sebanyak 100 g ditambahkan aquades
dengan perbandingan 1:10. Ekstraksi dengan
air panas dilakukan pada temperatur 100 oC
selama 2 jam. Selanjutnya larutan ekstrak air
panas disaring dan filtratnya dikeringkan
dengan
menggunakan
rotary
vaccum
evaporator pada suhu 60ºC hingga diperoleh
ekstrak kasar kering.

Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Kulit
Kayu
Mahoni
Tersalut
Kitosan
Menggunakan
Pengaduk
magnet
(Modifikasi Rahmania 2011)
Kitosan dibuat dengan konsentrasi 1% dan
2%. Sebanyak 1 gram kitosan dilarutkan
menggunkan pengaduk magnet selama 1 jam
dalam 100 mL asam asetat 1% sehingga
diperoleh konsentrasi kitosan 1% (b/v).
Kemudian larutan kitosan ditambahkan tween
80 0.1% sebanyak 1 mL. Empat labu
Erlenmeyer telah disiapkan, dua labu
Erlenmeyer (sampel 1 & 2) dimasukkan
kitosan dengan konsentrasi 1% kemudian
setelah 30 menit ditambahkan 50 mL STPP
1% (sampel 1) dan 50 mL STPP 1.5% (sampel
2) dalam akuades (Lihat tabel 1). Setelah itu
dua labu Erlenmeyer lagi (sampel 3 & 4)
dimasukkan kitosan dengan konsentrasi 2%
kemudian setelah 30 menit ditambahkan 50
mL STPP 1% (sampel 3) dan 50 mL STTP
1.5% (sampel 4) larut dalam akuades (Lihat
Tabel 1). Setelah 30 menit larutan
ditambahkan dengan 1 mL ekstrak yang larut
dalam aquades. Kemudian campuran diaduk
menggunakan pengaduk magnet selama 15
menit untuk mempercepat pelarutan. Lalu
larutan tersebut dikeringkan menggunakan
spray dryer.
Tabel 1 Pembuatan nanopartikel ekstrak kulit
kayu mahoni dengan pengaduk
magnet
Sampel
Kitosan (%)
STPP (%)
1
1
1
2
1
1.5
3
2
1
4
2
1.5
Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Kulit
Kayu Mahoni Tersalut Kitosan dengan
Metode Ultrasonikasi (Modifikasi Kim et
al. 2006)
Sebanyak 1 dan 2 gram kitosan dilarutkan
dalam 100 mL asam asetat 1% dalam Labu
Erlenmeyer yang berbeda sehingga diperoleh
konsentrasi kitosan 1% (sampel 5 & 6) dan
kitosan 2% (sampel 7 & 8) (b/v). Campuran
diaduk dengan pengaduk magnet untuk
mempercepat pelarutan. Kemudian larutan
ditambahkan 50 mL STPP 1% (sampel 5 & 7)
dan 50 mL STPP 1.5% (sampel 6 & 8) larut
dalam akuades (Lihat Tabel 2). Larutan
kemudian ditambahkan tween 80 0.1%
sebanyak 1 mL dan ditambahkan dengan 1
mL ekstrak yang larut dalam akuades. Larutan
kitosan-STPP kemudian dipecah dengan

8

ultrasonikator dengan daya 130 W, frekuensi
20 KHz dan amplitudo 40% selama 60 menit.
Larutan kiotan-STPP yang telah dipecah
kemudian dikeringkan dengan pengering
semprot (spray dryer), pada suhu 173ºC
sehingga diperoleh sampel dalam bentuk
serbuk.

Sampel diambil dengan menggunakan sudip,
kemudian dilarutkan dalam 3 mL etanol dan
diaduk sampai homogen. Larutan kemudian
dimasukan ke dalam tabung dengan tinggi
larutan maksimum 15 mm. Lalu sampel
diukur distribusi diameternya menggunakan
VASCO Nano Particle Analyzer.

Tabel 2 Pembuatan nanopartikel ekstrak kulit
kayu mahoni dengan ultrasonikasi
Sampel
Kitosan (%)
STPP (%)
5
1
1
6
1
1.5
7
2
1
8
2
1.5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan
Ukuran
dan
Morfologi
Nanopartikel dengan Mikroskop Elektron
Payaran (Modifikasi Desai & Park 2005)
Serbuk nanopartikel kitosan diletakkan pada
potongan kuningan (stub) berdiameter 1 cm
dengan menggunakan selotip dua sisi.
Selanjutnya serbuk tersebut dibuat menjadi
konduktif secara elektrik dengan seberkas
sinar dari platina lapis tipis (coating) selama
30 detik pada tekanan dibawah 2 Pa dan kuat
arus 30 mA. Foto diambil pada tegangan
elektron 10 kV dengan perbesaran 5000x dan
10000x.
Karakterisasi Gugus Fungsi Nanopartikel
dengan Fourier Transform Infrared (FTIR)
(Kencana 2009)
Sebanyak 2 mg sampel nanopartikel
dicampur dengan 100 mg KBr untuk dibuat
pelet dengan pencetak vakum. Pelet yang
terbentuk dikenai sinar infra merah pada
jangkauan bilangan gelombang 4000 – 400
cm-1. Latar belakang penyerapan dihilangkan
dengan cara pelet KBr dijadikan satu pada
setiap pengukuran.
Karakterisasi
Derajat
Kristalinitas
Nanopartikel dengan Difraksi Sinar X
(XRD) (Kencana 2009)
Sebanyak 200 mg sampel dicetak langsung
pada aluminium berdiameter 2 cm dengan
bantuan
perekat.
Derajat
kristalinitas
ditentukan menggunakan alat XRD dengan
sumber sinar dari tembaga pada panjang
gelombang 1.5406 Ǻ.
Particles Size Analyzer (PSA) (Triani 2011)
Uji
ukuran
partikel
dilakukan
menggunakan mikroskop digital serta
pengujian PSA (Partilces Size Analyzer).

Ekstrak Kulit Kayu Mahoni
Ekstraksi kulit kayu mahoni menggunakan
metode rendaman air panas. Metode ini diacu
dari Rahmi (2012). Metode ini digunakan
karena mudah dan murah. Metode rendam air
panas merupakan metode yang didasarkan
pada kebiasaan masyarakat Indonesia yang
sering mengkonsumsi tanaman obat dengan
cara menyeduhnya dengan air panas
(Sriningsih et al 2008). Bobot ekstrak air kulit
kayu mahoni yang diperoleh adalah sebesar
45.01 gram atau memiliki rendemen sebesar
9.00% dengan 500 gram simplisia. Sehingga
rendemen pada penelitian ini lebih besar.
Nilai rendemen ekstrak air kulit kayu
mahoni pada penelitian ini lebih besar dari
penelitian terdahulu (Rahmi 2012) dengan
nilai rendemen sebesar 5.86%. Hal ini dapat
terjadi karena kulit kayu mahoni yang
digunakan berasal dari tempat yang berbeda.
Cuaca pada saat penebangan pohon juga dapat
berpengaruh, karena kulit kayu mahoni yang
digunakan pada penelitian ini sangat basah
dan diambil pada saat musim hujan.
Penelitian ini menggunakan pohon yang
umurnya lebih tua (20-30 tahun) dibandingkan
dengan yang digunakan Rahmi (2012) yang
umurnya
10-15
tahun,
sehingga
mempengaruhi senyawa metabolit yang
terkandung di dalamnya. Metabolit sekunder
suatu tanaman dipengaruhi oleh genetik,
nutrisi, enzim, umur tanaman, dan interaksi
tanaman dengan lingkungan baik biotik
maupun abiotik. Akumulasi metabolit
sekunder tergantung pada musim dan tahap
perkembangan tanaman. Kondisi curah hujan
yang berbeda dapat mempengaruhi kuantitas
dan kualitas dari metabolit sekunder sebagai
cekaman yang ditimbulkan oleh lingkungan
(Nurcholis 2008).
Tabel 3 Rendemen ekstrak air kulit kayu
mahoni
Bobot
Bobot Ekstrak
Simplisia
Rendemen
(gram)
(gram)
500
45.01
9.00%

9

Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni
Tersalut Kitosan
Kitosan yang digunakan pada penelitian
ini menggunakan kitosan larut asam. Sampel
diberi beberapa perlakuan, pertama dengan
konsentrasi kitosan yang berbeda yaitu 1%
dan 2%. Kedua, larutan kitosan diberi
perlakuan dengan konsentrasi STTP yang
berbeda yaitu 1% dan 1.5%. Selain itu,
pembuatan nanopartikel ini menggunakan dua
metode yang berbeda yaitu dengan
menggunakan
pengaduk
magnet
dan
ultrasonikator. Penggunaan dua metode yang
berbeda ini dilakukan untuk membandingkan
karakterisasi ukuran dan morfologi terbaik.
Sampel hasil pengaduk magnet dan
ultrasonikasi kemudian dikeringkan dengan
pengering semprot. Pengeringan semprot
menggunakan panas untuk menghilangkan air
pada sampel. Penguapan dilakukan pada saat
larutan
sampel
disemprotkan.
Hasil
pengeringan semprot ini berbentuk serbuk.
Pengeringan semprot banyak digunakan untuk
sampel yang mengandung partikel yang larut
dalam air, memiliki sifat kristalinitas dan
mudah berdifusi. Selain itu, sampel yang
dikeringkan dengan pengering semprot harus
tahan terhadap panas (Patel et al 2009 dalam
Sidqi 2011).
Optimalisasi pembuatan nanopartikel
ekstrak kulit kayu mahoni menggunakan
variasi konsentrasi kitosan dan STPP. Bahan
yang digunakan sebagai penyalut ekstrak kulit
kayu mahoni adalah kitosan. Kitosan adalah
jenis polimer alami yang dihasilkan dari
proses deasetilasi kitin. Kitosan mempunyai
sifat yang khas, yaitu bioaktif, biodegradasi,
dan tidak beracun (Rahmania 2011).
Pencampuran polimer kitosan dan sodium
tripoliposfat akan menghasilkan interaksi
antara muatan positif pada gugus amino
kitosan
dengan
muatan
tripoliposfat
(Mohanraj & Chen 2006). Penambahan STTP
bertujuan untuk membentuk ikatan silang
ionik antar molekul kitosan sehingga dapat
digunakan sebagai bahan penjerap (Mi et al.
1999 dalam Rahmania 2011). STTP dianggap
sebagai zat pengikat silang yang paling baik
(Mohanraj & Chen 2006).
Penelitian
nanopartikel
kitosan
termodifikasi yang menggunakan emulsifier
yang merupakan senyawa pengikat silang dan
surfaktan. Surfaktan yang banyak digunakan
adalah surfaktan nonionik (Tween 80 dan
Span 80). Penambahan surfaktan dapat
memperkecil ukuran partikel kitosan (Silvia et
al. 2005). Surfaktan yang digunakan pada
penelitian ini adalah Tween 80.

1

2

5

3

6

7

4

8

Gambar 7 Hasil pengaduk magnet (sampel 1,
2, 3, & 4) dan hasil ultrasonikasi
(sampel 5, 6, 7, & 8)
Ukuran dan Morfologi Nanopartikel
Ekstrak Kulit Kayu Mahoni
Keberhasilan suatu sampel menjadi
nanopartikel diketahui dengan melihat
distribusi ukuran sampel tersebut. Hasil
particles size analyzer (PSA) sampel 1
menggunakan pengaduk magnet menunjukkan
rerata distribusi ukuran 362.43 nm. Hasil PSA
sampel 2 menunjukkan rerata distribusi
ukuran 101.11 nm. Hasil PSA sampel 3
menunjukkan rerata distribusi ukuran 780.85
nm. Sedangkan hasil PSA sampel 4
menunjukkan rerata distribusi ukuran 514.02
nm (Tabel 4).
Hasil distribusi ukuran dengan metode
pengaduk magnet, sampel 2 memiliki rerata
distribusi ukuran terkecil. Sedangkan sampel
3 memiliki rerata ukuran terbesar. Sampel
dengan konsentrasi kitosan 1% memiliki
distribusi ukuran lebih kecil dibandingkan
dengan sampel dengan konsentrasi kitosan
2%. Sedangkan sampel dengan konsentrasi
STTP 1% memiliki distribusi ukuran lebih
besar
dibandingkan
sampel
dengan
konsentrasi STPP 1.5%.
Hasil PSA sampel 5 menggunakan
ulrasonikasi menunjukkan rerata distribusi
ukuran 50.79 nm. Hasil PSA sampel 6
menunjukkan rerata distribusi ukuran 2933.29
nm. Hasil PSA sampel 7 menunjukkan rerata
distribusi ukuran 61.39 nm (Tabel 5). Tetapi
sampel 8 tidak dapat terukur dengan
menggunakan PSA. Ini terjadi mungkin
karena ukuran partikel dalam sampel 8 lebih
dari β0000 nm atau β0 μm. Karena particles
size analyzer (PSA) VASCO DLS dapat
mengukur partikel hingga 20 μm.
Hasil
distribusi
ukuran
dengan
ultrasonikasi didapatkan rerata ukuran terkecil
pada sampel 5. Sedangkan sampel 6 memiliki
rerata distribusi ukuran terbesar. Sampel
dengan konsentrasi kitosan 1% memiliki
distribusi ukuran yang lebih kecil dari sampel
dengan konsentrasi 2%. Sedangkan sampel

10

dengan konsterasi STPP 1% lebih kecil
dibandingkan sampel dengan konsentrasi
STPP 1.5.
Jika
hasil
metode
ultrasonikasi
dibandingkan dengan metode pengaduk
magnet, distribusi ukuran diameter dengan
ultrasonikasi memiliki ukuran yang lebih kecil
dari metode pengaduk magnet pada sampel 5
dengan rerata 50.79 nm. Sampel 5 memiliki
distribusi ukuran paling kecil. Tetapi, metode
pengaduk magnet lebih merata dan rerata
ukuran partikelnya dibawah 1000 nm.
Menurut Rahmania (2011) ini disebabkan
karena pengaruh cara pengecilan ukuran
dengan pengaduk magnet dengan kecepatan
tinggi, akan menyamaratakan energi yang
diterima oleh seluruh bagian sisi larutan
sehingga ukuran partikel semakin homogen.
Penyebaran energi dengan ultrasonikator tidak
sama, sehingga energi yang dipantulkan pada
molekul
dalam
larutan
berbeda-beda.
Wulandari (2010), terjadinya pemantulan
yang berbeda-beda menyebabkan molekul
dalam larutan ada yang terpecah terlebih
dahulu dan ada yang lebih lama sehingga
menghasilkan ukuran partikel yang tidak
homogen.
Penambahan jumlah STPP akan menurun
kan jumlah nanopartikel. Banyaknya ikatan
silang yang terbentuk antara kitosan dan TPP
akan meningkatkan kekuatan matriks kitosan
sehingga akan membuat nanopartikel semakin
kuat dan keras, serta semakin sulit terpecah
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Mi et
al. 1999 dalam Rahmania 2011). Konsentrasi
kitosan yang tinggi dengan jumlah TPP yang
tetap akan menyebabkan penggumpalan
(aglomerasi) pada molekul kitosan sehingga
proses pemecehan menjadi kurang efektif.
Namun, seiring dengan penambahan jumlah
konsetrasi kitosan, akan meningkatkan jumlah
nanopartikel kitosan. hal ini menyatakan
bahwa, konsentrasi kitosan harus lebih besar
dibandingkan dengan konsentrasi STPP yang
digunakan (Wahyono 2010).
Banyak penelitian yang menunjukkan
bahwa nanopartikel memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan mikropartikel sebagai
sistem pengantaran obat. Menurut Desai &
Park (2005), dengan nanopartikel berukuran
100 nm memiliki daya serap 2.5 kali lebih
besar dari mikropartikel yang berukuran 1 µm
dan memiliki daya serap 6 kali lebih besar
dari mikropartikel yang berukuran 10 µm. Hal
ini menujukkan berdasarkan ukuran partikel