Khasiat antioksidasi ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) terhadap peroksidasi lipid pada hati tikus hiperurisemia
KHASIAT ANTIOKSIDASI EKSTRAK KULIT KAYU
MAHONI
(Swietenia macrophylla
King) TERHADAP
PEROKSIDASI LIPID PADA HATI TIKUS
HIPERURISEMIA
PUTRA HIDAYAT NASUTION
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(2)
ABSTRAK
PUTRA HIDAYAT NASUTION,
Khasiat Antioksidasi Ekstrak Kulit Kayu
Mahoni (
Swietenia macrophylla
King) Terhadap Peroksidasi Lipid pada Hati
Tikus Hiperurisemia. Dibawah bimbingan SULISTIYANI dan SYAMSUL
FALAH
Kulit kayu tumbuhan mahoni (
Swietenia macrophylla
King) diketahui
mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai antioksidan. Namun
belum ada pembuktian secara
in vivo
tentang efektivitas antioksidasinya terhadap
peroksidasi lipid hati tikus hiperurisemia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
pengaruh ekstrak kulit kayu mahoni (
Swietenia macrophylla
King) terhadap
peroksidasi lipid pada hati tikus hiperurisemia. Tikus sebanyak 33 ekor dibagi
dalam 5 kelompok yaitu normal, hiperurisemia (HU), alopurinol (HU I), ekstrak
air (HU II) dan ekstrak metanol (HU III). Induksi hiperurisemia dilakukan dengan
memberikan campuran jus hati ayam dan natrium karboksil metil selulosa 0.5%.
Pemberian dilakukan secara oral selama 4 minggu dengan dosis 25 g/Kg BB.
Setelah itu, diberikan ekstrak air dan ekstrak metanol dengan dosis 500 mg/Kg
BB selama 7 hari. Analisis lipid peroksida hati dilakukan dengan menggunakan
metode asam tiobarbiturat (TBA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi peroksida lipid kelompok hiperurisemia 101,51 ± 54,74 nmol/gram,
allopurinol 108,55 ± 45, nmol/gram dan ekstrak metanol 101,04 ± 26,68
nmol/gram. Pemberian ekstrak air memiliki efek antioksidan terhadap peroksidasi
lipid pada hati tikus dengan konsentrasi adalah 63,57 ± 16,84 nmol/gram, lebih
kecil dibanding kelompok normal 93,83 ± 29,55 nmol/gram. Secara statistik,
ekstrak air cenderung menurunkan konsentrasi peroksida lipid hati tikus
hiperurisemia sebesar 32,25% (p = 0,054).
(3)
3
ABSTRACT
PUTRA HIDAYAT NASUTION
, Antioxidative Effect of Mahogany (
Swietenia
macrophylla King
) Bark Extracts on Lipid Peroxidation of Hyperuricemic Rats
Liver. Under the direction of SULISTIYANI and SYAMSUL FALAH
The bark of mahogany (
Swietenia macrophylla
King) contains bioactive
compounds, which has been reported as an antioxidant. But there had been very
few in vivo evidence of the antioxidant effectiveness on the liver lipid
peroxidation in hyperuricemic rats. This study aimed to test the effect of
mahogany (
Swietenia macrophylla
King) bark extracts against lipid peroxidation
in hyperuricemic rat liver. Thirty three rats were divided into 5 groups, namely
normal, hyperuricemic (HU), allopurinol (HU I), aqueous extract (HU II) and
methanol extract (HU III). Hyperuricemic induction was carried out by giving the
juices of chicken liver and sodium carboxyl methyl cellulose 0.5%. The induction
was administered orally for 4 weeks with dosage of 25 g/kg BW. Afterwards, rat
were administered by aqueous extract and methanol extract at 500 mg/Kg BW day
for 7 days. Liver lipid peroxides analysis was determined by using thiobarbituric
acid (TBA) method. The results showed that the lipid peroxide concentrations of
hyperuriemic, allopurinol and methanol extracts group were 101.51 ± 54.74
nmol/gram, 108.55 ± 45, nmol/g and 101.04 ± 26.68 nmol/gram, respectively. The
aqueous extract has the antioxidants effect on rat liver lipid peroxidation with the
concentration of 63.57 ± 16.84 nmol/g, smaller than that of the normal group
(93.83 ± 29.55 nmol/gram). Statistically, the aqueous extract tend to decrease the
liver lipid peroxide concentration of hiperuricemic rat by 32.25% (p = 0.054).
(4)
KHASIAT ANTIOKSIDASI EKSTRAK KULIT KAYU
MAHONI
(Swietenia macrophylla
King) TERHADAP
PEROKSIDASI LIPID PADA HATI TIKUS
HIPERURISEMIA
PUTRA HIDAYAT NASUTION
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(5)
5
Judul Skripsi
: Khasiat Antioksidasi Ekstrak Kulit Kayu Mahoni
(Swietenia
macrophylla
King
)
Terhadap Peroksidasi Lipid pada Hati Tikus
Hiperurisemia
Nama
: Putra Hidayat Nasution
NRP
: G84060116
Disetujui,
Komisi pembimbing
drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D
Dr. Syamsul Falah, S. Hut, M.Si
Ketua
Anggota
Diketahui,
Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc.
Ketua Departemen Biokimia
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putra pasangan bapak
M. Yan Nasution dan Ibu Mariani. Penulis dilahirkan di Tapaktuan pada tanggal 6
November 1988. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar pada tahun 1994
sampai tahun 2000 di SD Negeri 1 Tapaktuan dan pada tahun 2000 sampai 2003
di SMP Negeri 1 Tapaktuan. Pada tahun 2003 hingga tahun 2006 penulis
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri Unggul Kabupaten Aceh Selatan.
Pada tahun 2006, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Penulis
diterima sebagai mahasiswa Mayor di Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2007 melalui jalur
mayor-minor. Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat pernah menjadi sebagai staf
departemen kebijakan nasional pada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-KM)
periode 2006/2007.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Struktur dan
Fungsi Biomolekul dan Biokimia Umum pada tahun ajaran 2009/2010 dan
2010/2011. Penulis melakukan praktik Lapangan pada tahun 2009 di
Laboratorium Pangan dan Pakan, Balai Penelitian SEAMEO BIOTROP.
(7)
7
PRAKATA
Segala puji dan syukur hanya tercurahkan pada Allah SWT atas segala
nikmat dan bimbingan yang telah diberikan-Nya. Hanya dengan izin-Nya saya
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Khasiat Antioksidasi Ekstrak Kulit
Kayu Mahoni (
Swietenia macrophylla
King) Terhadap Lipid Peroksida Hati Tikus
Hiperurisemia. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini didanai oleh program Penelitian Stategis Unggulan IPB
2009 atas nama Dr. Syamsul Falah, S.Hut., M.Si. dkk. Terima kasih saya
sampaikan kepada drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Syamsul Falah, S.Hut.,
M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan kritik dan saran yang
membangun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bakuh Darminto dan
Avisa Lavenia selaku rekan kerja yang selalu memberikan bantuan selama
penelitian.
Bogor, April 2011
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Radikal Bebas dan peroksidasi Lipid ... 2
Efek Kondisi Hiperurisemia Terhadap Kenaikan Jumlah Radikal Bebas . 3
Peroksidasi Lipid dalam Hati ... 3
Antioksidan dan Manfaatnya ... 4
Asam Urat sebagai Antioksidan ... 5
Mahoni sebagai Antioksidan Alami ... 6
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ... 7
Metode Penelitian ... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Lipid Peroksida pada Perlakuan Hiperurisemia dan
Allopurinol ... 8
Perbandingan Konsentrasi Lipid Peroksida Hati Kelompok Ekstrak
Metanol dan Ekstrak air ... 10
Korelasi Lipid Perokida Darah dengan Lipid Peroksida Hati Tikus ... 11
SIMPULAN DAN SARAN ... 13
DAFTAR PUSTAKA ... 13
(9)
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Reaksi tahapan pembentukan radikal bebas ... 2
2
Reaksi peroksidasi lipid ... 3
3
Reaksi antara TBA dengan MDA ... 3
4
Morfologi tanaman mahoni(
Swietenia macrophylla
King) ... 6
5
Rata-rata konsentrasi lipid peroksida hati kelompok normal,
hiperurisemia dan alopurinol ... 9
6
Penurunan konsentrasi lipid peroksida tiap kelompok terhadap
kelompok normal ... 10
7
Korelasi konsentrasi lipid peroksida darah dan hati tikus
kelompok nonekstrak ... 12
8
Korelasi konsentrasi lipid peroksida darah dan hati tikus
kelompok ekstrak ... 12
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Desain percobaan ... 17
2 Panjang gelombang maksimum ... 18
3 Kurva standar ... 18
4 Bobot hati hewan uji ... 19
5 Konsentrasi asam urat darah tikus hari ke-35 ... 20
6 Konsentrasi lipid peroksida darah tikus hari ke-35 ... 21
7 Analisis lipid peroksida hati ... 22
8 Uji Anova ... 23
(11)
PENDAHULUAN
Kesibukan manusia dengan segala aktivitasnya menyebabkan manusia tersebut terbiasa dengan pola hidup yang tidak sehat. Gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, mengkonsumsi makanan tinggi kolesterol dan purin, mengkonsumsi alkohol, dan banyak menghirup polusi udara ini dapat meningkatkan jumlah radikal bebas di dalam tubuh. Peningakatan radikal bebas sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat memicu munculnya berbagai penyakit seperti kanker,
stroke, dan penyakit jantung.
Radikal bebas merupakan senyawa atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan pada kulit terluarnya. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan terhadap senyawa biomolekul seperti karbohidrat, protein, lipid, dan DNA. Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh radikal bebas seperti kerusakan protein, membran sel dan DNA, sehingga menimbulkan berbagai kondisi klinis seperti gangguan ginjal dan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner dan stroke.
Pembentukan asam urat yang tinggi telah dilaporkan dapat membebaskan radikal superoksida dan hidrogen peroksida melalui aktivasi enzim xantin oksidase (Haidari et al. 2009).
Molekul yang sangat mudah terserang oleh radikal bebas adalah lipid. Oksigen reaktif radikal bebas akan menyerang asam lemak tak jenuh dalam lipid dan menghasilkan lipid peroksida yang merugikan bagi tubuh apabila terdapat dalam jumlah yang berlebih. Lipid peroksida adalah molekul lipid yang mengalami oksidasi berlanjut secara terus menerus oleh radikal bebas. Peroksidasi lipid merupakan suatau rantai reaksi yang berlangsung terus menerus, sebab reaksi ini dapat menghasilkan radikal bebas yang lain, sehingga peroksidasi berlangsung lebih lanjut.
Spesies oksigen reaktif tidak selamanya bersifat merugikan tubuh. Pada kondisi tertentu keberadaannya sangat dibutuhkan misalnya untuk membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Keberadaannya yang masih dibutuhkan tubuh menyebabkan perlu adanya pengendalian jumlah SOR oleh sistem antioksidan tubuh. Proses oksidasi yang disebabkan oleh SOR yang tak terkendali dapat dicegah oleh senyawa antioksidan. Senyawa ini mampu mencegah
terjadinya kerusakan terhadap berbagai biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas. Sebenarnya tubuh manusia mampu mensintesis berbagai senyawa antioksidan sendiri (endogen), seperti enzim superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan asam urat.
Asam urat saat ini telah diketahui sebagai antioksidan. Senyawa asam urat diperkirakan memiliki kemampuan mengurangi efek oksidasi radikal bebas. Asam urat merupakan salah satu antioksidan endogen yang berperan dalam menangkap senyawa oksigen reaktif (Stinefelt 2003). Lavenia (2010) dan Safaati (2007) dalam penelitiannya terhadap tikus yang diberi perlakuan khusus melaporkan bahwa peningkatan kadar asam urat dalam serum darah tikus dapat menurunkan kadar lipid peroksidanya.
Selain antioksidan endogen, terdapat juga antioksidan eksogen yang berfungsi untuk membantu kerja dari antioksidan endogen. Antioksidan eksogen banyak didapat dari makanan dan ramuan tumbuhan obat tertentu. Dalam makanan, antioksidan yang ada berupa vitamin A, vitamin C, vitamin E, beta karoten, seng, mangan dan selenium. Sedangkan pada tumbuhan tertentu antioksidan yang didapat berasal dari senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder tumbuhan tersebut, seperti senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, dan terpenoid serta turunan dari senyawa-senyawa tersebut.
Tumbuhan menjadi salah satu sumber antioksidan alami yang sedang dikembangkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Jenis tumbuhan yang telah dilaporkan memiliki kandungan antioksidan yang dan diuji khasiat antioksidasinya adalah, daun jati belanda. Ekstrak daun jati belanda dapat menurunkan lipid peroksida hati tikus hiperlipidemia (Alviani 2007). Saat ini telah diketahui juga suatu jenis tumbuhan yang secara in vitro terbukti memiliki kemampuan sebagai antioksidan tumbuhan tersebut adalah mahoni (Swietenia macrophylla King).
Kulit kayu mahoni mengandung senyawa katekin, epikatekin dan swietemakrofilanin yang telah diuji aktivitas antioksidasinya (Falah et al. 2008). Lavenia (2010) juga melaporkan bahwa ekstrak air kulit kayu mahoni dapat menurunkan lipid peroksida darah tikus hiperurisemia. Nammun sampai saat ini belum ada pembuktian secara ilmiah mengenai
(12)
efektivitas ekstrak mahoni (Swietenia macrophylla King) sebagai antioksidan secara in vivo pada hati tikus, terutama pada kondisi hiperurisemia. Penelitian mengenai potensi antioksidasi ekstrak kulit kayu mahoni dan efek peningkatan konsentrasi asam urat terhadap konsentrasi lipid peroksida hati tikus secara in vivo perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji pengaruh ekstrak kulit pohon mahoni (Swietenia macrophylla King) terhadap konsentrasi lipid peroksida di hati tikus hiperurisemia. Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak kulit pohon mahoni (Swietenia macrophylla
King) dapat menurunkan konsentrasi lipid peroksida hati tikus pada kondisi hiperurisemia. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai khasiat ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla) sebagai antioksidan dalam peroksidasi lipid di hati dan meningkatkan pemanfaatan limbah kulit kayu mahoni sebagai antioksidan.
TINJAUAN PUSTAKA
Radikal Bebas dan Peroksidasi Lipid
Radikal bebas merupakan senyawa atau molekul yang pada kulit terluarnya terdapat elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas akan menyerang atau menarik elektron di sekelilingnya. Di dalam tubuh, radikal bebas juga dihasilkan melalui proses metabolisme sel normal, peradangan atau inflamasi, kekurangan gizi, akibat polusi, asap rokok, dan lingkungan. Keadaan hiperurisemia, yaitu kondisi asam urat dalam darah meningkat juga dapat menyebabkan kenaikan sejumlah radikal bebas atau spesies oksigen reaktif (SOR) di tubuh (Winarsi 2007).
Pembentukan radikal bebas terjadi dalam beberapa tahap reaksi. Pertama adalah tahapan inisiasi yang merupakan tahapan awal pembentukan radikal bebas. Tahap kedua adalah tahap propagasi atau pemanjangan rantai radikal. Propagasi akan terjadi secara terus-menerus sebab reaksi ini
menghasilkan radikal bebas (R•) lainnya
yang akan bereaksi dengan senyawa lainnya. Tahap akhir atau terminasi yaitu tahap bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkal radikal, sehingga potensi propagasinya rendah (Gambar 1).
Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa radikal bebas
bereaksi dengan senyawa asam lemak tak jenuh majemuk (poly unsaturated fatty acid
atau PUFA) yang disebut juga peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid berlangsung secara terus menerus, sebab reaksi ini menghasilkan adikal bebas yang lain, sehingga peroksidasi belangsung secara lebih lanjut. Pada umumnya peroksidasi lipid dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Murray et al. 2003).
Reaksi radikal bebas dengan PUFA
akan menghasilkan lipid bebas (R•). Lipid
bebas yang bereaksi dengan oksigen akan
membentuk radikal peroksi lipid (ROO•).
Apabila radikal peroksi lipid tersebut bereaksi dengan PUFA lain maka akan membentuk lipid hidroperoksida (ROOH) dan lipid bebas yang baru dan reaksi ini berlansung terus menerus. Hal ini disebabkan adanya lipid bebas baru yang terbentuk sehingga reaksi berlanjut. Faktor perkembangan peroksdasi lipid yaitu pembentukan radikal oksigen bebas, keberadaan substrat lipid, dan aktivitas antioksidan (Miller et al. 1998).
Reaksi peroksidasi lipid dimulai dari pengambilan pengambian sebuah atom hydrogen dari gugus metilena pada PUFA yang dilakukan oleh radikal bebas. Tahap ini merupakan proses pembentukan radikal bebas karbon (-*CH-) yang disebabkan adanya penghilangan satu atom H pada CH2. Hal tersebut terjadi karena adanya ikatan rangkap pada asam lemakyang dapat melemahkan ikatan antara atom C dan H yang berdekatan dengan ikatan rangkap, menyebabkan atom H mudah berikatan dengan radikal bebas.
Tahap berikutnya merupakan penstabilan radikal bebas karbon melalui penataan ulang ikatan rangkap, sehingga terbentuknya senyawa diena terkonjugasi. Jika diena terkonjugasi ini berikatan dengan O2 maka akan terbentuk radikal lipid peroksida (ROO*). Radikal lipid peroksida ini akan memudahkan pengambilan atom hidrogen dari molekul lipid lain. Selanjutnya. Radikal peroksida ini bergabung dengan atom H yang lain membentuk Lipid Hidroperoksida dan radikal bebas yang baru. Selain itu, radikal peroksida ini dapat membentuk peroksida siklik yang disebut endoperoksida (Gambar 2). Proses ini akan berhenti jika radikal lipid peroksida bereaksi dengan radikal bebas yang lain seperti senyawa antioksidan atau senyawa biologi seperti protein.
(13)
3
Menurut Yagi (1994) konsentrasi lipid peroksida dapat diukur dengan metode asam tiobarbiturat (TBA) yang mengukur adanya malondialdehia (MDA) sebagai produknya. TBA akan bereaksi dengan gugus karbonil dari MDA, yaitu satu molekul MDA akan berikatan dengan dua molekul TBA sehingga membentuk senyawa kompleks warna (Halliwel dan Gutteridge 1999) (Gambar 3).
In
isiasi RH + OH• → R• +
H2O
Propagasi RH + R• → R• + RH
Terminasi R• + R• → RR
Gambar 1 Reaksi tahapan pembentukan radikal bebas
Gambar 2 Reaksi peroksidasi lipid (Murrayet al 2001)
Gambar 3 Reaksi antara TBA denganMDA (Halliwel & Gutteridge 1999)
Efek Kondisi Hiperurisemia terhadap Jumlah Radikal Bebas
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan bahwa keadaan meningkatnya konsentrasi asam urat dalam darah dapat meningkatkan kerusakan oksidatif pada beberapa kondisi. Keadaan meningkatnya konsentrasi asam urat dalam darah disebut juga dengan hiperurisemia. Hiperurisemia biasanya diakibatkan oleh
kelebihan produksi asam urat atau adanya gangguan ekskresinya di ginjal. Konsentrasi asam urat dapat meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan bobot badan. Faktor makanan juga berpengaruh terhadap hiperurisemia di antaranya konsumsi alkohol tinggi yang akan meningkatkan produksi purina dan menurunkan ekskresi asam urat, dan konsumsi makanan berpurina tinggi, seperti daging dan makanan laut.
Keadaan hiperurisemia dapat menyebabkan kenaikan sejumlah radikal bebas atau spesies oksigen reaktif (SOR) di tubuh yang juga mempunyai andil dalam perkembangan penyakit degeneratif (Winarsi 2007). Pembentukan asam urat yang tinggi akan membebaskan radikal superoksida dan hidrogen peroksida melalui aktivasi enzim xantin oksidase (Haidari et al. 2009). Radikal bebas tersebut dapat merusak sel endotel pembuluh darah dan menimbulkan berbagai kondisi klinis seperti gangguan ginjal dan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner dan stroke.
Radikal bebas yang bereaksi dengan lipid membran sel dapat menyebabkan pembentukan lipid peroksida yang merugikan bagi tubuh apabila terdapat dalam jumlah yang berlebih.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara kosentrasi asam urat dalam plasma dan resiko penyakit jantung (Benzie & Strain dalam Santos et al.
1999). Safaati (2007) dalam laporan penelitiannya menyebutkan bahwa kenaikan konsentrasi asam urat meningkatkan lipid peroksida darah. Kenaikan tersebut terjadi karena aktivitas enzim xantin oksidase yang mengubah xantin menjadi hipoxantin selanjutnya membentuk asam urat melalui serangkaian reaksi oksidasi. Rangkaian pembentukan asam urat tersebut menghasilkan sejumlah radikal superoksida, sehingga berakibat pada peningkatan konsentrasi lipid peroksidanya (Halliwel & Gutteridge 1999).
Makanan yang dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi asam urat diantaranya alkohol berlebih dan makanan berpurina tinggi seperti daging atau makanan laut serta anggur, keju, kacang-kacangan, ikan kecil, sarden, hati, ginjal, dan krim (Choi et al. 2004 dalam Luk dan Simkin 2005). Fruktosa juga merupakan salah satu senyawa yang dapat menyebabkan terjadinya hiperurisemia. Fruktosa mempercepat katabolisme adenina. Penelitian terbaru menunjukkan konsumsi
(14)
lima apel dapat meningkatkan asam urat darah sebesar 35% dalam enam jam setelah apel dikonsumsi (Luk & Simkin 2005)
Peroksidasi Lipid dalam Hati
Hati merupakan salah satu organ terbesar pada manusia dengan bobot sekitar 1.5 kg. Beberapa pembuluh darah masuk dan keluar dari hati, seperti vena hepatika dan arteri hepatika. Walaupun bobot hati hanya sekitar 2-3% dari bobot tubuh, namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen. Organ hati merupakan pusat dari metabolisme dalam sebagian besar hewan (Ganong 1971). Oleh karena itu kerusakan sel hati dapat berakibat sangat fatal bagi kelancaran metabolisme tubuh. Organ ini berfungsi dalam proses detoksifikasi senyawa-senyawa toksik, sekresi produk akhir metabolisme seperti bilirubin, amonia, urea, hematologik, sistem imun tubuh, serta berperan dalam proses metabolisme biomolekul (protein, karbohidrat, dan hormon) (Kaplan dan Pesce 1989).
Membran-membran mikrosom hati sangat rentan terhadap peroksidasi lipid, karena membran tersebut banyak sekali mengandung asam lemak tak jenuh. Proses peroksidasi lipid pada mikrosom hati dapat berlangsung secara enzimatis dan nonenzimatis. Proses secara enzimatis yaitu peroksidasi lipid bergantung oleh NADPH, sedangkan secara nonenzimatis yaitu peroksidasi lipid yang bergantung oleh ion Fe3+, ion ini berfungsi sebagai pengkompleks ADP, pirofosfat, dan EDTA (Halliwel dan Gutteridge 1999).
Peningkatan konsentrasi lipid peroksida dapat menyebabkan awal rusaknya sel hati dan akan menyebabkan terjadinya nekrosis hati. Menurut Yagi (1994) apabila konsentrasi lipid peroksida di hati meningkat, maka lipid peroksida ini dapat merusak sel hati sehingga peroksida akan keluar dari hati menuju pembuluh darah dan dapat merusak organ atau jaringan lain.
Lipid peroksida merupakan molekul yang stabil pada suhu tubuh. Ion logam transisi seperti besi (Fe), dan tembaga (Cu) dapat mengkatalisis penguraian lipid peroksida tersebut hingga membentuk produk yang berbahaya seperti epoksida, keton, asam, dan aldehid. Dua diantara sejumlah aldehid yang dihasilkan adalah malonildehida dan 4-hidroksinonenal yang dapat menyerang protein terutama pada gugus tiol (-SH) dan gugus amin (-NH2), sehingga enzim-enzim yang membutuhkan
senyawa tersebut untuk aktivitasnya akan mengalami hambatan bila proses peroksidasi lipid sedang berlangsung. Reaksi peroksidasi lipd yang diakibatkan oleh radikal bebas dapat menyebabkan membran sel mengalami kekurangan fuliditas dan
gangguan transport (O’Brien 1981 dalam Widyarti 1995). Konsentrasi lipid peroksida yang berlebihan pada jaringan maupun organ dapat mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Penyakit yang sering ditimbulkan adalah penyakit degeneratif seperti penyakit jatung koroner (PJK) dan stroke.
Analisis terhapad lipid peroksida hati bermaksud untuk memastikan efektivitas khasiat ekstrak kulit kayu mahoni terhadap lipid peroksida dalam serum darah yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan berdasarkan adanya korelasi antara lpid peroksida dalam serum darah dan dalam hati, yaitu pada awalnya lipid peroksida terbentuk di dalam mikrosom hati yang kemudian masuk kedalam pembuluh darah.
Konsentrasi lipid peroksida dapat diukur dengan metode thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) melalui pengukuran malondialdehida sebagai produk akhir oksidasi lipid. Menurut Handleman dan Pryor (1998) diacu dalam Winarsi (2007), TBARS merupakan salah satu indikator peroksidasi lipid yang paling awal digunakan dalam penelitian. Pengukurannya menggunakan spektrofotometer atas dasar penyerapan warna yang terbentuk pada panjang gelombang 532 nm dari reaksi dua molekul TBA dan gugus karbonil dari satu molekul MDA. Metode ini sering digunakan dalam pengukuran lipid peroksida karena murah, mudah diaplikasikan, dan sensitif terhadap lipid peroksida (Moore & Roberts 1998 dalam Yagi 1998).
Antioksidan dan Manfaatnya
Senyawa antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas atau suatu bahan yang berfungsi mencegah sistem biologi tubuh dari efek yang merugikan yang timbul dari proses ataupun reaksi yang menyebabkan oksidasi berlebihan (Hariyatmi 2004). Antioksidan memiliki peranan penting dalam melindungi tubuh dari serangan oksidatif oleh peroksida, radikal hidroksil dan radikal anion superoksida. Ativitas antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan cara melengkapi kekurangan elektron pada
(15)
5
radikal bebas, dan menghambat proses reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang menimbulkan stres oksidatif.
Ketersediaan antioksidan dalam tubuh hus dipertahankan dan ditingkatkan untuk menanngkal serangan radikal bebas. Jika ketersediaan antiksidan dalam tubuh tidak memadai, maka daya tahan tubuh akan menurun dan akan menyebabkan terjadinya proses penuaan dini (Wirakusumah 2000 dalam Hariyatmi 2004). Kerja antioksidan dalam reaksi oksidasi adalah menghambat terbentuknya radikal bebas pada tahap inisiasi atau menghambat kelanjutan reaksi berantai pada tahap propagasi dari reaksi autooksidasi.
Antioksidan dapat berupa antioksidan endogen, yaitu antioksidan yang diproduksi di dalam tubuh seperti glutation peroksidase, superoksida dismutase, dan katalase yang merupakan jenis antioksidan alami enzimatis. Aktivitas glutation peroksidase berfungsi melindungi sel karena asam lemak peroksida cenderung berubah menjadi radikal bebas. Aktivitas ini tergantung pada selenium yang merupakan bagian fungsional enzim yang membuat enzim memiliki aktivitas antioksidan. Superoksida dismutase dan katalase bereaksi secara langsung dengan radikal bebas, menurunkan kemampuannya untuk mengoksidasi molekul dan menyebabkan kerusakan seluler. Antioksidan alami nonenzimatis yang terdapat dalam tubuh adalah asam urat yang bekerja pada keadaan awal proses terjadinya penyumbatan pembuluh darah pada kisaran fisiologis.
Selain antioksidan endogen, terdapat juga antioksidan eksogen yang membantu kerja antioksidan endogen. Antioksidan eksogen dapat berasal dari makanan, seperti vitamin E, vitamin C, beta-karoten, zinc, dan selenium. Betakaroten merupakan senyawa pemungut oksigen tunggal, vitamin C dapat mengikat superoksida dan radikal bebas yang lain, sedangkan vitamin E merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran sel dan Low Density Lipoprotein
(LDL) (Krishnamurthy 1983; Watson & Leonard 1986; Packer 1995 dalam Hariyatmi 2004). Vitamin E yang larut dalam lemak merupakan antioksidan yang melindungi Poly Unsaturated Faty Acids
(PUFAs) dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas (Dutta-Roy 1994 dalam Hariyatmi 2004).
Beberapa jenis antioksidan eksogen dapat diperoleh dari senyawa hasil metabolit
sekunder tumbuhan tertentu seperti flavonoid, terpenoid, saponoid, katekin, dan alkaloid. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa turunan polifenol yang mampu membuat radikal fenol dari antioksidan menjadi lebih stabil. Hagerman (1998) menyebutkan bahwa kelompok fenolik merupakan kandidat kuat sebagai antioksidan karena potensial redoks yang dimilikinya dan stabilitas relatif dari radikal ariloksi. Emami et al. (2007) juga menambahkan bahwa beberapa senyawa fenolik (katekin, flavon, flavonol, dan isoflavon), tanin (asam elagat, asam galat, proantosianin), fenil isopropanoid (asam kafein, asam koumarin, dan asam ferulat), lignan, catchol, dan banyak lainnya merupakan antioksidan. Penelitian lain memperlihatkan bahwa polifenol mampu melindungi sel darah merah dari kerusakan selama penyerangan oleh radikal bebas (Shils et al. 1999). Polifenol juga melindungi oksidasi LDL dan HDL, yang merupakan faktor penting dalam pencegahan dari pembentukan aterosklerosis atau penyakit jantung koroner (Ivanov et al. 2001).
Asam Urat sebagai Antioksidan
Asam urat merupakan produk terakhir dari metabolisme senyawa purina. Asam urat merupakan asam lemah yang berbentuk kristal putih, pada pH normal tidak berwarna dan akan terionisasi dalam darah dan jaringan menjadi ion urat. Ion urat selanjutnya akan bereaksi dengan berbagai kation yang ada dan membentuk garam monosodium urat. Asam urat dapat dibentuk dari purin melalui hipoksantin dan xantin akibat adanya aktivitas enzim xantin oksidase. Senyawa purin berasal dari dalam tubuh dan dari luar tubuh. Tubuh sendiri menghasilkan purin dari hasil pemecahan sel-sel yang rusak (Wed 2005). Kemampuan asam urat sebagai antioksidan terkait dengan kemampuan asam urat menginaktivasi oksidan melalui transfer elektron sebelum oksidan tersebut bereaksi dengan molekul biologis lainnya. Terdapat laporan yang menyatakan bahwa asam urat dapat meredam radikal hidroksil yang dihasilkan pada reaksi kimia Fenton (Stinefelt 2003).
Asam urat memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas sebesar 60% di darah manusia (Arnes et al. 1981 dalam Kutzing dan Firestein 2007). Asam urat dapat menangkap superoksida, radikal hidroksil dan oksigen singlet. Asam urat
(16)
dapat membantu pembuangan superoksida dengan mencegah degradasi superoksida dismutase (Pacher et al. 2007 dalam Kutzing dan Firestein 2007). Pembuangan superoksida akan membantu mencegah reaksinya dengan nitrat oksida, sehingga menghalangi pembentukan peroksinitrit. Penurunan konsentrasi asam urat dapat menurunkan kemampuan tubuh untuk menangkal peroksinitrit dan radikal bebas lainnya yang dapat merusak komponen seluler. Menurut Davies et al. (1986) dalam Kutzing dan Firestein (2007), asam urat juga memiliki kemampuan untuk berikatan dengan besi dan menghambat oksidasi askorbat, sehingga mencegah peningkatan produksi radikal bebas. Serum asam urat pada masa awal proses aterosklerosis diketahui berperan sebagai antioksidan dan mungkin memiliki kapasitas antioksidan plasma yang terkuat (Hayden dan Tyagi 2004).
Mahoni sebagai Antioksidan Alami
Mahoni berdaun lebar atau dalam nama ilmiah disebut Swietenia macrophylla King merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam famili Meliaceae, yaitu suatu kelompok tanaman yang dikenal memiliki aktivitas sebagai insektisida dan dapat digunakan sebagai obat herbal. Mahoni merupakan tumbuhan yang mudah beradaptasi dan tumbuh dengan cepat, sehingga telah ditumbuhkan sebagai penghasil kayu dan juga regenerasi hutan di daerah tropis termasuk Indonesia (Falah et al. 2008). Tanaman mahoni mampu tumbuh hingga mencapai ketinggian kira-kira10 m atau lebih. Ciri tanaman ini adalah memiliki daun berwarna hijau gelap, batang kokoh, dan kulit batang berwarna abu-abu yang tersusun sangat kuat (Chan et al. 1976) (Gambar 4).
Pohon mahoni dapat tumbuh hingga 30-40 meter dan lilitannya mencapai 34 meter (Jøker 2001). Kulitnya berwarna abu-abu dan halus ketika muda, kemudian berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua. Daunnya bertandan dan menyirip dengan panjang hingga 35-50 cm. Bunganya kecil berwarna putih dengan panjang 10-20 cm. Buah mahoni berbentuk kapsul, keras, memiliki panjang 12-15 cm, berwarna abu-abu coklat. Bagian luar buah mengeras dengan tebal 5-7 mm. umumnya buah mengandung 35-45 biji. Benih mahoni berwarna coklat, lonjong dan padat dengan panjang mencapai 7.5-15 cm (Jøker 2001).
Gambar 4 Tanaman mahoni (Swietenia macrophylla King) (a) pohon mahoni, (b) daun mahoni (c) kulit kayu mahoni (Jǿker 2001) Di Indonesia dan Filipina, tanaman mahoni umunya digunakan sebagai bahan baku industri properti seperti mebel, bingkai dan papan. Selain itu, mahoni memiliki khasiat sebagai obat yaitu untuk pengobatan hipertensi (darah tinggi), kanker, diabetes melitus, amoebiasis, sakit ulu hati, intestine parasitism, hipertensi, kencing manis, rematik dan obat diare (Maiti et al 2007) serta antihelminthics dan agen antikanker (Mata & Segura-Correa 1993). Mahoni digunakan sebagai obat diare karena menghambat peristaltis usus kecil dan meningkatkan penyerapan air dan konsistensi feses.
Benih mahoni telah telah dibuktikan memiliki aktivitas sebagai antitumor antiinflamasi, dan antimutagenisitas (Guevera at al. 1996). Benihnya telah digunakan secara tradisional sebagai obat antidiare. Benih mahoni juga memiliki aktivitas antibakteri dan antifungi (Murningsih et al. 2005). Kulit kayu mahoni memiliki aktivitas anti-HIV, antimikrob, antimalaria, antitumor dan berguna dalam pengobatan hipertensi (Munoz et al. 2000).
Pengujian in vitro ekstrak kulit mahoni menunjukkan aktivitas antimikrob dan antifungi (Dewanjee et al. 2007). Buah mahoni mengandung flavanoid dan saponin. Buah ini telah digunakan secara luas dalam bidang pangan dan kesehatan. Konsentrat buah ini telah digunakan secara tradisional untuk meningkatkan sirkulasi dan menjaga kesehatan kulit (Tan et al. 2009). Permadi (2003) menyebutkan bahwa penyakit yang bisa disembuhkan antara lain hipertensi, kencing manis, dan rematik. Kandungan flavonoid berguna untuk melancarkan peredaran darah, terutama untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah akibat
b
a
(17)
7
penumpukan lemak ada dinding pembuluh darah. Selain itu, flavonoid juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan mengurangi produksi radikal bebas. Sedangkan saponin berguna untuk mencegah penyakit sampar, menurunkan kadar lemak tubuh, meningkatkan sistem imunitas, mencegah pembekuan darah dan menurunkan kadar gula darah serta sebagai hepatoprotektor (Taufik 2005). Ekstrak metanol biji mahoni juga memiliki efek hipoglikemia dan hipolipidemia (Maiti et al.
2008).
Ekstrak kulit kayu mahoni telah digunakan dalam pengobatan luka dan digunakan sebagai zat warna merah. ( Falah
et al. 2008). Kulit kayu mahoni mengandung triterpenoid, limonoid, flavanoid, dan tanin (Guha dan Chakraborty 1951 dalam Mootoo 1999). Kulit kayu mahoni mengandung katekin, epikatekin, dan swietemakrofilanin (Falah et al. 2008). Aktivitas antioksidan dari ketiga komponen ini telah diuji menggunakan metode DPPH dan hasilnya menunjukkan bahwa swietemakrofilanin memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan katekin, epikatekin, dan trolox.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah NaCl dingin 0.9%, KCl dingin 1.15%, sodium dodesil sulfat (SDS) 8.1%, NaOH 1 M, asam asetat 20%, asam tiobarbiturat (TBA) 1.0% dalam pelarut asam asetat 50%, akuades, n-butanol:piridin (15:1 v/v), serta 1,1,3,3-tetrametoksi propana (TMP) sebagai larutan standar.
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah alat-alat gelas, refluks,
rotary evaporator, oven, juicer, timbangan analitik, gunting, pipet volumetrik,
homogenizer manual, sentrifus klinis, pH meter, spektrofotometer UV-Vis, penangas air, kertas saring, vortex.
Metode Penelitian
Ekstraksi dan Fraksinasi Kulit batang Mahoni (S. macrophylla King).
Ekstrak kulit batang mahoni diperoleh dari penelitian Mardisadora (2009). Pada penelitian tersebut dilakukan pengeringkan kulit batang mahoni dan digiling hingga berbentuk serbuk berukuran 40-80 mesh. Serbuk diekstraksi dengan dua pelarut yang
berbeda. Serbuk kulit batang mahoni sebanyak 3000 g direndam dengan pelarut aseton selama 48 jam pada temperatur ruang hingga menghasilkan ekstrak aseton. Ekstraksi dengan aseton dilakukan 3 kali menggunakan 3 L aseton dan ekstrak yang dihasilkan diuapkan dengan rotary evaporator hingga kering. Residu ekstrak aseton kemudian ditimbang dan diekstraksi dengan metanol. Hasil ekstraksi diuapkan dengan rotary evaporator hingga didapat rendemen metanol sebesar 6.65%. Serbuk kulit batang mahoni sebanyak 500 g direndam dengan pelarut air panas selama 4 jam, kemudian ekstraksi diulang kembali. Air rendaman diuapkan dengan rotary evaporator sampai kering dan didapatkan rendemen sebesar 6.44% (Mardisadora 2009).
Desain Percobaan dan Dosis Penggunaan Ekstrak
Sampel hati, diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Darminto (2010). Dalam penelitian tersebut digunakan hewan coba yaitu tikus putih jantan galur
Spraque Dawley, sehat dan memiliki aktivitas normal, berusia 8 minggu dengan berat 150-200 gram. Dosis ekstrak kulit batang mahoni yang digunakan didasarkan pada dosis optimum dari uji orientasi toksisitas akut yang dilakukan terhadap mencit dan uji aktivitas antioksidan secara in vitro.
Rancangan penelitian (Darminto 2010) yang dipakai sebagai berikut, yaitu 35 ekor dibagi atas 5 kelompok yaitu kelompok normal, kelompok kontrol hiperurisemia, kelompok pembanding alopurinol, dan dua kelompok perlakuan. Kelompok normal adalah kelompok yang hanya diberi cekok akuades. Kelompok kontrol negatif atau kelompok hiperurisemia merupakan kelompok yang diinduksi dengan jus hati ayam selanjutnya hanya diberi larutan CMC 0.5% sebanyak 25 mg/kg BB. Kelompok alopurinol merupakan kelompok pembanding dengan tikus yang diinduksi jus hati ayam selanjutnya diberi obat antihiperurisemia yaitu alopurinol dengan dosis 3.3 mg/kg BB. Kelompok perlakuan adalah kelompok tikus yang diinduksi dengan jus hati ayam yang selanjutnya dicekok dengan ekstrak. Masing-masing kelompok perlakuan diberi ekstrak mahoni (ekstrak air dan methanol) dengan dosis 25 ppm, dan 50 ppm. Ekstrak yang dicekok pada tikus dilarutkan dengan CMC 0.5%.
(18)
Induksi hiperurisemia dilakukan dengan memberikan pakan tikus yang telah dicampur dengan hati ayam. Induksi hiperurisemia dilakukan selama 21 hari dan pakan tetap diberikan selama perlakuan pemberian ekstrak. Sebelum dan selama perlakuan, darah tikus diambil untuk diukur kadar lipid peroksidanya. Pengambilan darah dilakukan 16-17 jam setelah dipuasakan melalui pembuluh darah vena ekor pada hari ke-0, 14, 21 setelah induksi hiperurisemia dan hari ke-28 setelah pemberian ekstrak selama 7 hari.
Dosis ekstrak kulit batang mahoni yang digunakan didasarkan pada dosis optimum dari uji orientasi toksisitas akut yang dilakukan terhadap mencit (Ningsih 2009) dan uji aktivitas antioksidan secara in vitro
(Mardisadora 2009). Nilai LD50 ekstrak air
kulit batang mahoni sebesar 21420.91 mg/Kg BB, dan ekstrak metanol kulit batang mahoni sebesar 16334.52 mg/Kg BB. Oleh karena itu, ditetapkan dosis aman bagi hewan model yang jauh berada di bawah dosis farmakologis sebesar 1/10 dosis letal yaitu 500 mg/Kg BB.
Pengukuran Konsentrasi Lipid
Peroksidasi (Yagi 1994)
Pengukuran Panjang Gelombang
Maksimum. Panjang gelombang maksimum
dapat diperoleh dengan mengukur larutan standar pada suatu selang panjang gelombang. Panjang gelombang yang digunakan adalah 500-550 nm. Ke dalam eppendorf 2 mL dimasukkan 25 µL standar asam urat kemudian ditambahkan 1000 µL pereaksi. Campuran dikocok dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 20-25oC. Nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 500-550 nm dengan selang 5 nm. Nilai absorbansi diplotkan ke dalam kurva sehingga diperoleh puncak. Puncak tersebut merupakan nilai panjang gelombang maksimum.
Pembuatan Kurva Standar. Kurva
standar dibuat dengan menggunakan larutan stok pereaksi 1,1,3,3-tetrametoksi propana (TMP) 6 M yang diencerkan dengan akuades menjadi konsentrasi 0.9, 1.5, 2.4, 3, 4.5, dan 6 μM. Larutan masing-masing dipipet sebanyak 4 ml ke dalam tabung reaksi, lalu masing-masing tabung ditambah 1 ml TBA 1.0% dalam pelarut asam asetat 50% dan dipanaskan di penangas air dengan suhu 95ºC selama 60 menit dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian masing-masing tabung ditambahkan 1.0 ml akuades dan 5
ml n-butanol:piridin (15:1 v/v), diaduk dengan vorteks, lalu disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Lapisan atas larutan yang terbentuk diambil, lalu serapanya diukur pada panjang gelombang maksimum yang sudah di cari sebelumnya.
Analisis Lipid Peroksida Hati.
Pengukuran kadar lipid peroksida hati dilakukan pada sampel yang telah di bekukan sebelumnya. Sebanyak 1-2 g hati disimpan dalam larutan NaCl dingin 0.9%. Dari hati tersebut dibuat 10% b/v homogenat hati dalam larutan KCl dingin 1.15%. lalu diambil sebanyak 0.1 mL homogenat ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ke dalam tiap tabung ditambahkan 0.2 mL SDS 8.1% dan 1.5 mL asam asetat 20%, serta diatur pHnya dari 2.5 menjadi pH 3.5 oleh NaOH 1 M dengan menggunakan pH meter. Selanjutnya ditambahkan 0.7 mL akuades dan 1.5 mL TBA 1.0% dalam pelarut asam asetat 50%, kemudian dipanaskan ke dalam penangas air mendidih pada suhu 95 °C selama 60 menit, didinginkan pada suhu ruang. Lalu tiap tabung ditambahkan 1 mL akuades dan 5 mL n-butanol:piridin (15:1 v/v), diaduk dengan vorteks, disentrifus pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, diambil lapisan atasnya, diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm.
Analisis Statistik
Data konsentrasi lipid peroksida hati dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA), untuk korelasi konsentrasi lipid peroksida darah dan hati menggunakan analisis korelasi Pearson. Rancangan yang digunakan pada penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL). Model rancangan tersebut adalah sebagai berikut:
Yij =µ + τi + εij
Keterangan:
µ = pengaruh rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i, i =
1,2,3,4,5
εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke j, j= 1,2,3,4,5
Yij= pengamatan perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
i1 = kelompok kontrol normalang hanya
diberi akuades
i2 = kelompok kontrol hiperurisemia yang
diinduksi dengan jus hati dan larutan CMC 0,5%
(19)
9
i3 = kelompok kontrol alopurinol yang
diinduksi dengan hati dan diberi alopurinol dengan dosis 3,3 mg/kgBB i4 = kelompok perlakuan yang diberi ekstrak
air kulit batang mahoni
i5 = kelompok perlakuan yang diberi ekstrak
metanol kulit batang mahoni
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbandingan Konsentrasi Lipid Peroksida Hati Tikus Normal denganTikus
Hiperurisemia
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi lipid peroksida kelompok normal lebih kecil dibandingkan dengan kelompok hiperurisemia (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh dari perlakuan pemberian jus hati ayam untuk meningkatkan jumlah asam urat tikus kelompok hiperurisemia terhadap peningkatan konsentrasi lipid peroksida hati. Induksi hiperurisemia dengan memberikan jus hati ayam mampu meningkatkan konsentrasi asam urat serum darah tikus sebesar 32,5% (Darminto 2010). Secara statistik, kenaikan konsentrasi lipid peroksida kelompok hiperurisemia dibandingkan dengan kelompok normal tidak berbeda nyata (p=0,765). Berdasarkan rataan terlihat bahwa konsentrasi lipid peroksida kelompok hiperurisemia lebih besar 7,56% dibandingkan kelompok normal
Besarnya konsentrasi lipid peroksida kelompok hiperurisemia terjadi akibat peningkatan kerja enzim xantin oksidase dalam proses pembentukan asam urat, sehingga menimbulkan stress oksidatif. Peningkatan kerja enzim xantin oksidase diawali dari peningkatan aktivasi xantin oksidase sebagai katalisator yang menghasilkan radikal superoksida dan hidrogen peroksida sehingga memicu kondisi prooksidan (Haidari et al. 2009). Proses tersebut terjadi akibat adanya perlakuan induksi hierurisemia yang meningkatkan substrat dari xantin oksidase.
Peningkatan substrat berupa xantin akan meningkatkan perubahan enzim xantin dehidrogenase (XDH) yang pada keadaaan normal lebih banyak dalam keadaan fisiologis, menjadi xantin oksidase. Perubahan enzim tersebut lebih menggunakan oksigen molekuler daripda NAD+ sebagai penangkap elektron, sehingga pada proses lebih lanjut akan menyebabkan terjadinya pembentukan anion superoksida dan hidrogen peroksida (Haidari et al.
2009). Hidrogen peroksida lebih lanjut dapat bereaksi dengan ion logam (seperti Fe2+) dalam reaksi Fenton maupun bereaksi dengan O2- dan OH- dalam reaksi
Haber-Weiss. Lebih jauh, hasil reaksi tersebut akan menghilangkan keseimbangan antara status antioksidan dan prooksidan tubuh, sehingga menimbulkan keadaan stres oksidatif (Hayden & Tyagi 2004).
Gambar 5 Rata-rata konsentrasi lipid peroksida hati kelompok normal, hiperurisemia dan alopurinol
(20)
Stres oksidatif akibat peningkatan konsentrasi asam urat dapat menyebabkan perubahan fungsi antioksidan asam urat menjadi prooksidan. Keadaan stres oksidatif berkontribusi dalam pembentukan radikal bebas yang selanjutnya akan mengoksidasi lipid. Semakin tinggi konsentrasi asam urat darah maka semakin besar kemungkinan peroksidasi lipid serta penumpukan lipid peroksida sebagai hasilnya (Stinefelt et al.
2005).
Menurut teori Haidari et al. (2009) yang menjelaskan kenaikan lipid peroksida pada kelompok hiperurisemia, seharusnya konsentrasi lipid peroksida hati kelompok alopurinol akan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok hiperuisemia. Hal tersebut karena allopurinol merupakan jenis obat komersil yang digunakan untuk menurunkan konsentrasi asam urat dengan menghambat kerja enzim xantin oksidase. Tetapi berdasarkan hasil analisis data menyebutkan bahwa konsentrasi lipid peroksida kelompok alopurinol lebih besar dibandingkan kelompok hiperurisemia.
Pada penelitian yang dilakukan Darminto (2010), menginformasikan bahwa ekstrak mahoni dan alopurinol memberikan pengaruh yang sama dalam menurunkan konsentrasi asam urat di serum darah. Namun sebagai antioksidan hanya pemberian ekstrak yang mampu menurunkan konsentrasi lipid peroksida serum darah (Lavenia 2010). Padahal kerja alopurinol dalam menghambat sintesis asam urat juga dapat digolongkan dalam kerja melawan pembentukan oksidan radikal hasil pembentukan asam urat.
Besarnya konsentrasi lipid peroksida kelompok alopurinol terjadi akibat adanya penurunan konsentrasi asam urat yang disebabkan pemberian obat alopurinol. Hal tersebut akan mempengaruhi kerja asam urat sebagai penangkap radikal bebas. Asam urat merupakan antioksidan endogen tubuh yang bekerja menghambat reaksi oksidasi terhadap lipid, yang dapat menyebabkan naiknya konsentrasi lipid peroksida. Koolman & Roehm (2005) menyebutkan bahwa alopurinol merupakan senyawa yang dapat menghambat pembentukan asam urat. Oleh karena itu kerja alopurinol dalam menghambat pembentukan asam urat akan menurunkan konsentrasi asam urat dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kenaikan konsentrasi lipid peroksida dalam tubuh. Pada percobaan yang dilakukan, diketahui bahwa aktivitas antioksidasi alopurinol hanya terbatas dalam penghambatan pembentukan radikal bebas dari sintesis asam urat saja. Hal inilah yang menyebakan konsentrasi lipid peroksida kelompok alopurinol lebih besar dibandingkan dengan kelompok normal.
Perbandingan Konsentrasi Lipid Peroksida Hati Kelompok Ekstrak Metanol dan
Ekstrak Air
Data yang diperoleh menginformasikan bahwa rata-rata konsentrasi lipid peroksida kelompok ekstrak air sebesar 63,57±16,84 nmol/gram yang berarti lebih kecil dari kelompok normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air kulit kayu mahoni cenderung dapat menurunkan konsentrasi lipid peroksida hati sebesar tiga
Gambar 6 Penurunan konsentrasi lipid peroksida tiap kelompok terhadap kelompok normal
(21)
11
kali lebih rendah daripada kelompok normal (p=0,054) (Gambar 6). Hal tersebut konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lavenia (2010), yang melaporkan bahwa ekstrak air kulit kayu mahoni menurunkan konsentrasi lipid peroksida darah sebebesar 26,86%, sedangkan ekstrak metanol tidak memiliki efek antioksidasi.
Penurunan konsentrasi lipid peroksida oleh ekstrak air diketahui karena adanya senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak kulit kayu mahoni. Penelitian yang dilakukan Suhesti et al. (2007) menunjukkan bahwa serbuk kulit batang mahoni memiliki kandungan senyawa aktif berupa saponin, terpenoid dan flavonoid. Flavonoid berperan dalam menghambat kerja xantin okidase (Cos et al. 1998, Mo et al. 2007), dan meningkatkan aktivitas superoksida dismutase tubuh serta mampu melindungi tubuh dari stres oksidatif yang ditunjukkan oleh meningkatnya status antioksidan plasma (Vedavanam et al. 1999). Selain itu, Mardisadora (2009) melaporkan bahwa terdapat senyawa kuersetin sebagai suatu jenis flavonoid yang terdapat di dalam kulit kayu mahoni. Flavonoid dalam bentuk kuersetin juga diketahui mampu mencegah peroksidasi non-enzimatik yang diinduksi oleh asam askorbat atau ferosulfat dalam otak tikus (Tombilangi 2004).
Kemampuan flavonoid dalam menghambat peroksidasi lipid tergantung dari nilai Radical Scavenging Activity
(RSA). Kuersetin adalah salah satu flavonoid yang diketahui memiliki nilai lebih dari 50% (Amic at al. 2003), sehingga dapat dikatakan mampu menangkap radikal bebas dengan baik.Tanin dan golongan alkaloid juga berperan sebagai antioksidan. Menurut Hussein et al. (2006) tanin yang merupakan polifenol larut air yang bertindak sebagai antioksidan superior. Oksidasi tanin mengawali oligomerisasi dan produksi sejumlah situs reaktif. Selain itu, tanin mampu bertindak sebagai antioksidan dengan cara menangkap tembaga. Tanin juga melindungi protein dari oksidasi dan glikasi.
Berbeda dengan ekstrak air, pemberian ekstrak metanol ternyata tidak memberi efek antioksidan terhadap konsentrasi lipid peroksida hati. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanol meningkatkan konsentrasi lipid peroksida hati kelompok ekstrak metanol sebesar 101,04±26,68 nmol/gram. Hasil ini sangat
berbanding terbalik dengan pengaruh ekstrak metanol yang digunakan pada kondisi in vitro. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Ningsih (2009), kandungan flavonoid yang lebih tinggi terdapat pada ekstrak metanol yang mengindikasikan bahwa ekstrak metanol berpotensi lebih baik dalam mencegah reaksi oksidasi dibandingkan ekstrak air. Mardisadora (2009) melaporkan bahwa ekstrak metanol kulit batang mahoni memiliki potensi antioksidasi lebih tinggi dibandingkan ekstrak air. Hasil persentase daya hambat 200 ppm ekstrak dengan metode TBA untuk ekstrak metanol sebesar 59.81% dan untuk ekstrak air sebesar 54.65%.
Besarnya kandungan flavonoid dalam suatu bahan belum tentu mempengaruhi fungsi flavonoid sebagai antioksidan dalam tubuh. Flavonoid yang masuk ke dalam tubuh akan didetoksifikasi oleh hati sebab flavonoid akan dikenali sebagai bahan asing oleh hati. Secara teknis terdapat perbedaan kerja masing-masing ekstrak tersebut di dalam tubuh. Perbedaan tersebut disebabkan karena ekstrak air kulit kayu mahoni menggunakan pelarut air, sehingga saat dilarutkan dengan aquades untuk pencekokkan, ekstrak air akan terlarut dengan baik. Oleh karena itu tubuh dapat menyerap ekstrak lebih baik. Berbeda dengan ekstrak metanol, potensi antioksidasi metanol yang rendah mungkin terjadi karena senyawa aktif yang terekstrak di metanol tidak terlarut dengan baik pada aquades dan mengendap, sehingga tidak dapat diserap tubuh dengan baik.
Tubuh menyerap air lebih baik dibandingkan metanol menyebabkan senyawa fitokimia yang terekstrak di air dapat bekerja lebih baik dibanding ekstrak metanol. Senyawa aktif yang terlarut di air akan terlarut pada darah, sehingga kerja senyawa aktif tersebut lebih cepat dibandingkan pada ekstrak metanol, sedangkan metanol dapat menginduksi stres oksidatif yang mempengaruhi fungsi asam urat dan memicu pembentukan radikal bebas. Menurut Parthasarathy et al. (2006), proses oksidasi metanol di hati akan meningkatkan NADH dan pembentukan anion superoksida yang dapat berkontribusi dalam peroksidasi lipid. Paparan metanol juga berhubungan dengan kerusakan mitokondria dan peningkatan proliferasi mikrosomal yang berujung pada peningkatan produksi oksigen radikal.
(22)
Korelasi Jumlah Lipid Peroksida dalam Darah dan dalam hati
Pada penelitian ini dilakukan analisis korelasi antara konsentrasi lipid peroksida darah dan hati tikus. Analisis korelasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh dari peningkatan lipid peroksida hati terhadap lipid peroksida darah. Gambar 7 menunjukkan hubungan antara lipid peroksida darah dan lipid peroksida hati kelompok nonekstrak. Besarnya pengaruh konsentrasi kolesterol hati terhadap konsentrasi lipid peroksida darah dapat dilihat berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2). Nilai R2 kelompok nonekstrak adalah 0,996 atau dapat disebut bahwa pengaruh konsentrasi lipid peroksida hati terhadap konsentrasi lipid peroksida darah sebesar 99,6 %. Selain itu dilihat dari
nilai P<α (α=0.05), maka diketahui adanya
hubungan korelasi yang signifikan antara kedua variabel tersebut (Tabel 1). Hal ini berarti bahwa kenaikan lipid peroksida hati memilliki pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan lipid peroksida darah.
Korelasi yang signifikan tersebut disebabkan karena fungsi hati yang menampung semua senyawa toksik untuk didetoksifikasi. Lipid peroksida merupakan senyawa toksik yang jika jumlah berlebih di dalam organ hati, maka akan dikeluarkan menuju pembuluh darah. Menurut Yagi (1994) apabila konsentrasi lipid peroksida di hati meningkat, maka lipid peroksida ini dapat merusak sel hati sehingga peroksida akan keluar dari hati menuju pembuluh darah dan dapat merusak organ atau jaringan lain. Oleh karena itu kerusakan sel hati dapat berakibat sangat fatal bagi kelancaran metabolisme tubuh.
Begitu juga kelompok ekstrak dengan R2 masing-masing sebesar 91,7% untuk ekstrak air dan 97,9% untuk ekstrak metanol (Gambar 8). Nilai korelasi yang sangat positif tersebut menginformasikan bahwa pemberian ekstrak terhadap lipid peroksida hati memiliki pengaruh terhadap konsentrasi lipid peroksida darah. Secara statistik korelasi yang terjadi pada kelompok ekstrak signifikan (p<0.01) (Tabel 2), dengan kata lain dapat disebutkan bahwa kenaikan atau penurunan konsentrasi lipid peroksida hati yang diberi ekstrak dapat mempengaruhi kenaikan atau penurunan konsentrasi lipid peroksida darah. Kondisi korelasi yang signifikan ini juga memperkuat alasan bahwa fungsi hati sangat berperan dalam peningkatan atau penurunan lipid peroksida
darah. Jika terjadi kerusakan hati akibat akumulasi senyawa toksik termasuk lipid peroksida, maka senyawa-senyawa tersebut akan dikeluarkan ke darah.
Tabel 1 Uji korelasi kelompok nonekstrak. Kelompok (KK) (R2) P
Nonekstrak 0.998 0.996 0.000bn KP = Koefisien Pearson
R2 = Koefisien determinasi
P<α = α0.01 maka bn berarti signifikan
Tabel 2 Uji Korelasi kelompok ekstrak. Kelompok (KK) (R2) p E. Air E. Metanol 0.958 0.990 0.917 0.979 0.003bn 0.000 bn KP = Korelasi Pearson
R2 = Koefisien determinasi
P<α = α0.01 maka bn berarti signifikan
Gambar 7 Korelasi konsentrasi lipid peroksida darah dan hati tikus kelompok nonekstrak
Gambar 8 Korelasi konsentrasi lipid peroksida darah dan hati tikus kelompok ekstrak metanol ( ) dan kelompok ekstrak air ( )
(23)
13
SIMPULAN DAN SARAN
Pemberian ekstrak air kulit kayu mahoni dapat menurunkan lipid peroksida hati tikus sebesar 32,25% dibanding kelompok normal (p=0,054), sedangkan ekstrak metanol tidak menunjukkan efek antioksidasi terhadap peroksidasi lipid hati tikus hiperurisemia. Kenaikan dan penurunan lipid peroksida hati memiliki korelasi positif terhadap lipid peroksida darah tikus kelompok ekstrak dan kelompok nonekstrak (p<0,01).
Sebagai saran perlu ditentukan penentuan dosis efektif ekstrak kulit batang mahoni untuk mendapatkan efek antioksidasi maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Amic D, Davidovic-Amic D, Beslo D. 2003. Structural-radical scavenging activity relationships of flavonoids. CCACCA. 76:55-61
Alviani. 2007. Khasiat ramuan ekstrak daun jati belanda terhadap peroksidasi lipid hati tikus hiperlipidemia. [Skripsi]. Bogor: Departemen Biokimia FMIPA IPB.
Chan KC, Tang TS, Toh HT. 1976. Isolation of swietenolide diacetate from Swietenia macrophyla. Phytochem 15 : 429-430.
Cos et al.. 1998. Structure-activity relationship and classification of flavonoids as inhibitor of xanthine oxidase and superoxide scavengers. J Nat Prod 61 : 71-76.
Dalimartha S. 2001. 96 Resep Tumbuhan Obat untuk Reumatik. Jakarta : Penebar Swadaya.
Darminto B. 2010. Khasiat antihiperuresemia ekstrak kulit batang mahoni (Swietenia macrophyla King) pada tikus putih galur Sprague dawley [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengethaun Alam, Institut Pertanian Bogor.
Dewanjee S et al. 2007. In vitro evaluation of antimicrobial activity of crude extract from plants Diospyros peregrine, Coccinia grandis and Swietenia macrophylla. Trop J Phar Research 6: 773-778.
Emami SA, Asili J, Mohagheghi Z, dan Hassanzadeh MK. 2007. Antioxidant activity of leaves and fruits of iranian corifers. eCAM 4: 313-319.
Falah S, Suzuki T, Katayama T. 2008. Chemical constituents from Swietenia macrophylla bark and their antioxidant activity. Pak J Biol Sci 11: 2007-2012. Ganong WF. 1971. Review of Medical
Physiology. California : Lang Medical Pb.
Guevera AP, Apilado A, Sakarai H, Kozuka M, dan Tokunda. 1996. H.Anti-inflammatory, antimutagenecity and antitumor activity of mahagony seeds
Swietenia macrophylla (Meliaceae). Phill J of Sci 125: 271-278.
Hagerman AE. 1998. Tannin Chemistry. Miami: Oxford University.
Haidari F, Keshavarz SA, Rashidi MR, Shahi MM. 2009. Orange juice and hesperetin supplementation to hyperuricemic rats alter oxidative stress markers and xanthine oxidoreductase activity. J Clin Biochem Nutr 45: 285-291.
Halliwel B, Gutteridge JMC. 1999. Free Radical in Biology and Medicine. Ed-3. New York: Oxford University.
Hariyatmi. 2004. Kemampuan vitamin e sebagai antioksidan Terhadap radikal bebaspada lanjut usia. Jurnal MIPA vol 14 No.1.Surakarta. UMS.
Hayden MR, Tyagi SC. 2004. Uric acid: a new look at an old risk marker for cardiovascular disease, metabolic syndrome, and type 2 diabetes mellitus: the urate redox shuttle. Nutrition & Metabolisme 1:10-25.
Hussein HM, El-Sayed EM, Said AA. 2006. Antihyperglycemic, antihyperlipidemic, and antioxidant effects of Zizyphus spina christi and Zizyphus jujuba in alloxan diabetic. Int J Pharm 5: 563-570. Ivanov V, Carr AC, Frei B. 2001. Red wine
antioxidants bind to human lipoproteins and protect them from metal ion-dependent and -inion-dependent oxidation."
Journal of Agricultural and Food Chemistry 49: 4442–4449.
(24)
Jøker D. 2001. Informasi Singkat Benih:
Swietenia macrophylla King. Bandung: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Kaplan LA, Pesce AJ. 1989. Clinical
Chemistry. Ed-3. New York: Mosby Tear Book.
Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Koolman J, Rohm KH. 1995. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Wanandi SI, penerjemah; Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari: Color Atlas of Biochemistry.
Lavenia A. 2010. Potensi ekstrak kulit batang mahoni (Swietenia macrophylla
King) sebagai antioksidan pada tikus hiperurisemia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengethaun Alam, Institut Pertanian Bogor.
Kutzing MK, Firestein BL. 2007. Altered uric acid levels and disease states. J Phar Exp Ther 1: 107-126.
Luk AJ, Simkin PA. 2005. Epidemiology of hyperuricemia and gout. Am J Manag Care 11: 5435-5443.
Maiti A, Dewanjee S, Mandal SC. 2007. In vivo evaluation of Antidiarrhoeal activity of the seed of Swietenia macrophylla
King (Meliaceae). Tropical J Pharm. Research 6 :711-716.
Maiti A, Dewanjee S, Jana G, Mandal SC. 2008. Hypoglucemic effect of Swietenia macrophylla seeds against type II diabetes. Int. J Green Pharmacy 2: 224-227.
Mardisadora O. 2009. Identifikasi dan potensi antioksidan flavonoid kulit kayu mahoni ( Swietena macrophylla King) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengethaun Alam, Institut Pertanian Bogor.
Mata R, Sigura-Correa R. 1993. New tetranorterpenoid from Swietenia humulis. J Nat Prod 56 : 1567-1574.
Miller et al. 1998. Effect of dietary patterns on measures of lipid peroxidation: results from a randomized clinical trial.
Circulation 98: 2390-2395.
Mootoo BS, Allisha A, Motilal R, Pingal R, Ramlal A, Khan A, Reynolds WF,
McLean S. 1999. Limonoids from Swietenia macrophylla and S. aubrevilleana. J Nat Prod 62(11): 1514-1517.
Munoz V, Sauvain M, Bourdy G, Callapa J, Rojas I, Vargas L, Tae A, Deharo E. 2000. The search for natural bioactive compounds through a multidisciplinary approach in Bolivia. Part II. Antimalarial activity of some plants used by
Mosetene.
Murningsih, Subekti T, Matsuura H, Takahashi K, Yamasaki M. 2005. Evaluation of the inhibitory activities of extract of Indonesian traditional medicinal plant against Plasmodium falsiparum and Babesia gibsoni. J. Vet. Med. Sci. 67 : 829-831.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Harper’s
Biochemistry 26th edition. California: Lange Medical.
Ningsih F. 2009. Kandungan flavonoid ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) dan toksisitas akutnya terhadap mencit [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Parthasarathy NJ, Kumar RS, Manikandan S, Devi RS. 2006. Methanol-induced oxidative stress in rat lymphoid organs. J Occup Health 48:20-27
Permadi A. 2003. Membuat Kebun Tanaman Obat. Jakarta : Bunda
Puspha SA, Goonetilkhe P, Billingham NC. 1995. Rubber Chemistry & Technology
68: 705-716.
Safaati NS. 2007. Potensi ramuan jahe merah dan herba suruhan sebagai antioksidan pada tikus putih hiperurisemia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengethaun Alam, Institut Pertanian Bogor.
Santos CX, Edson JA, Ohara A. 1999. Uric acid oxidation by peroxinitrite: multiple reaction, free radical formation, and amplification of lipid oxidation. Archives of Biochemistry and Biophysics 372: 285-294.
Shils ME, Olson JA, Shike M, and Ross AC. 1999. Modern Nutrition in Health and Disease. Baltimore: Williams & Wilkins.
(25)
15
Stinefelt B, Leonard SS, Blemings KP, Shi X, Klandorf H. 2005. Free radical scavenging, DNA protection, and inhibition of lipid peroxidation mediated by uric acid. Annals Clin Lab Sci 35:37-45.
Suhesti TS, Kurniawan DW, Nuryanti. 2007. Penjaringan senyawa antikanker pada kulit batang katu mahoni (Swietenia mahogani Jacq) dan uji aktiovitasnya terhadap larva udang (Artemia salina
Leach.). Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan 3 : 155-162.
Taufik A. 2005. Buah mahoni, tingkatkan vitalitas dan penyembuhan. [Tempo]
Januari 2005.
Tan SK, Osman H, Wong KC, Boey PL. 2009. New phragmalin-type limonoids from Swietenia macrophylla King. J Food Chem 115:1279-1285.
Tombilangi AK. 2004. Khasiat ekstrak daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) terhadap kadar lipid peroksida darah kelinci yang hiperlipidemia. [skripsi]. Bogor: Jurusan Kimia FMIPA IPB.
Vedavanam K, Srijayanta S, O’Reilly J.
1999. Antioxidant action and potential antidiabetic properties of an isoflavonoid-containing soybean phytochemical extract (SPE).
Phytotheraphy Res 13:601-608.
Wed. 2005. Asam Urat. Republika 16 Maret hal 4.
Widyarti S. 1995. Pengaruh pemberian ekstrak the hijau terhadap kadar peroksida lipid tikus yang diberi diet protein rendah dan lemak tinggi [tesis]. Bogor :Program Pasca Sarjana, IPB. Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan
Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius. Yagi K. 1994. Lipid peroxides in hepatic,
gastrointestional, dan pancreatic disease, hlm. 165-169. Di dalam Free Radicals in Diagnostic Medicine. Penyunting Amstrong D. New York: Plenum Press.
(26)
(27)
17
Lampiran 1 Desain percobaan (Darminto 2010)
Kelompok
HU III
Kelompok
HU II
Kelompok HU I
Kelompok
Hiperurisemia
(HU)
Kelompok
Normal
Nekropsi dan Analisis
Lipid Peroksida Hati
Kelompok Kontrol Normal dicekok dengan akuades
Kelompok Kontrol HU dicekok dengan NaCMC 0.5%
Kelompok HU I dicekok dengan Alopurinol 3.3 mg/Kg BB
Kelompok HU II dicekok dengan ekstrak air kulit batang
mahoni 500 mg/Kg BB
Kelompok HU III dicekok dengan ekstrak Metanol kulit
batang mahoni 500 mg/Kg BB
Induksi
Hiperurisemia (0-35)
Aklimatisasi Hewan
Uji (4 minggu)
Hewan Coba
(33 Ekor Tikus)
(28)
Lampiran 2 Panjang gelombang maksimum
PanjangGelombang (nm)
Absorbansi
Panjang Gelombang
(nm)
Absorbansi
Panjang Gelombang
(nm)
Absorbansi
520 0.315 531 0.517 542 0.412
521 0.333 532 0.526 543 0.394
522 0.354 533 0.530 544 0.369
523 0.379 534 0.529 545 0.338
524 0.406 535 0.525 546 0.310
525 0.429 536 0.518 547 0.279
526 0.453 537 0.510 548 0.253
527 0.472 538 0.495 549 0.232
528 0.485 539 0.474 550 0.208
529 0.497 540 0.456
530 0.508 541 0.435
*Angka yang dihitamkan merupakan nilai panjang gelombang maksimum
Lampiran 3 Kurva Standar
Konsentrasi Absorbansi
(µM) 1 2 rataan
0,9 0,108 0,114 0,111
1,5 0,173 0,179 0,176
2,7 0,324 0,330 0,327
3 0,362 0,360 0,361
4,5 0,562 0,548 0,555
6 0,754 0,746 0,750
r= 0,9997 R² = 0,9994 Y = -0,0104 + 0,1259x
(29)
19
Lampiran 4 Bobot hati hewan uji (Darminto 2010)
No Tikus Kelompok Bobot Hati (gram)1
Normal
118
2 118
3 118
7 122
12 136
27 128
6
HU
120
8 120
13 120
17 130
29 132
30 120
31 136
9
HU I
122
15 130
16 118
20 116
22 136
23 128
28 138
4
HU II
116
5 120
10 128
11 138
14 126
33 134
18
HU III
120
19 116
21 118
24 124
25 138
26 126
(30)
Lampiran 5 Konsentrasi asam urat darah tikus hari ke-35 (Darminto 2010)
KELOMPOK No tikus
Hari ke 35 (nmol/L)
NORMAL 1 3.04
2 2.07
3 2.07
7 3.36
12 3.04
27 2.79
RERATA 2.73±0.54
HU 6 4.14
8 4.14
13 4.21
17 3.21
29 3.14
30 3.86
31 3.50
RERATA 3.74±0.46
HU I 9 1.14
15 1.04
16 1.29
20 1.32
22 1.25
23 1.25
28 1.21
RERATA 1.21±0.10
HU II 4 2.61
5 3.07
10 2.68
11 3.50
14 2.71
33 3.54
RERATA 3.02±0.42
HU III 18 3.68
19 2.29
21 3.00
24 3.07
25 3.21
26 2.32
32 2.54
(31)
21
Lampiran 6 Konsentrasi lipid peroksida darah tikus hari ke-35 (Lavenia 2010)
KELOMPOK No Tikus
Hari ke 35 (nmol/L)
NORMAL 1 0.714
2 0.522 3 0.512 7 0.655 12 0.616 27 0.616
RERATA 0.606±
HU 6 0.512
8 0.483 13 0.882 17 0.542 29 0.522 30 0.704 31 0.764
RERATA 0.630±
HU I 9 0.862
15 0.704 16 0.719 20 0.567 22 0.571 23 0.581 28 0.576
RERATA 0.654±
HU II 4 0.507
5 0.502 10 0.468 11 0.419 14 0.493 33 0.616
RERATA 0.501±
HU III 18 0.616
19 0.507 21 0.680 24 0.665 25 0.640 26 0.714 32 0.571
(32)
Lampiran 7 Analisis lipid peroksida hati
Kelompok normal
N0 Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid peroksida (nmol/g)
1 2,0312 0,337 135,85
2 2,0221 0,146 61,46
3 2,0176 0,139 58,80
7 2,0454 0,275 110,83
12 2,0486 0,241 97,60
27 2,0371 0,242 98,41
Rataan = 93,83
SD = 29,546
Kelompok Hiperurisemia
no Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid Peroksida (nmol/g)
6 2,0121 0,132 56,21
8 2,0369 0,129 54,36
13 2,0512 0,481 190,28
17 2,0304 0,167 69,40
29 2,0417 0,147 61,23
30 2,0288 0,316 127,79
31 2,0237 0,375 151,27
Rataan = 101,51
SD = 54,735
Kelompok Alopurinol
no Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid Peroksida (nmol/g)
9 2,0465 0,481 190,72
15 2,0319 0,337 135,80
16 2,0277 0,325 131,38
20 2,0281 0,184 76,13
22 2,0450 0,193 79,00
23 2,0413 0,160 66,30
28 2,0362 0,196 80,51
Rataan = 108,55
SD = 45,664
Kelompok Ekstrak Air
N0 Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid peroksida (nmol/g)
4 2,0376 0,149 62,14
5 2,0245 0,144 60,58
10 2,0411 0,128 53,70
11 2,0269 0,119 50,71
14 2,0390 0,137 57,42
33 2,0373 0,238 96.84
Rataan = 63,57
SD = 16,843
Kelompok Ekstrak Metanol
no Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid Peroksida (nmol/g)
18 2,0296 0,248 101,12
19 2,0314 0,129 54,51
21 2,0376 0,281 113,59
24 2,0251 0,292 118,61
25 2,0405 0,260 105,26
26 2,0277 0,334 134,91
32 2,0283 0,192 79,26
Rataan = 101,04
(33)
23
Lampiran 8 Uji Anova (p=0,1)
normal vs hiperurisemia
LP
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 190,594 1 190,594 ,094 ,765
Within Groups 22340,339 11 2030,940 Total 22530,933 12
normal vs alopurinol
LP
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 700,378 1 700,378 ,457 ,513 Within Groups 16876,031 11 1534,185
Total 17576,408 12
normal vs ekstrak air
LP
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 2747,003 1 2747,003 4,750 ,054 Within Groups 5783,284 10 578,328
Total 8530,287 11
normal vs ekstrak metanol
LP
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 168,048 1 168,048 ,214 ,653 Within Groups 8635,396 11 785,036
Total 8803,444 12
Lampiran 9 Analisis korelasi
korelasi kelompok nonekstrak
LP Hati LP Darah
LP Hati Pearson Correlation 1 .998(**)
Sig. (2-tailed) .000
N 13 13
LP Darah Pearson Correlation .998(**) 1
Sig. (2-tailed) .000
N 13 13
(34)
Lanjutan lampiran 9
korelasi kelompok ekstrak air
LP Hati LP Darah
LP Hati Pearson Correlation 1 .958(**)
Sig. (2-tailed) .003
N 6 6
LP Darah Pearson Correlation .958(**) 1
Sig. (2-tailed) .003
N 6 6
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
korelasi kelompok ekstrak metanol
LP Hati LP Darah
LP Hati Pearson Correlation 1 .990(**)
Sig. (2-tailed) .000
N 7 7
LP Darah Pearson Correlation .990(**) 1
Sig. (2-tailed) .000
N 7 7
(1)
Lampiran 4 Bobot hati hewan uji (Darminto 2010)
No Tikus Kelompok Bobot Hati (gram)1
Normal
118
2 118
3 118
7 122
12 136
27 128
6
HU
120
8 120
13 120
17 130
29 132
30 120
31 136
9
HU I
122
15 130
16 118
20 116
22 136
23 128
28 138
4
HU II
116
5 120
10 128
11 138
14 126
33 134
18
HU III
120
19 116
21 118
24 124
25 138
26 126
(2)
Lampiran 5 Konsentrasi asam urat darah tikus hari ke-35 (Darminto 2010)
KELOMPOK No
tikus
Hari ke 35 (nmol/L)
NORMAL 1 3.04
2 2.07
3 2.07
7 3.36
12 3.04
27 2.79
RERATA 2.73±0.54
HU 6 4.14
8 4.14
13 4.21
17 3.21
29 3.14
30 3.86
31 3.50
RERATA 3.74±0.46
HU I 9 1.14
15 1.04
16 1.29
20 1.32
22 1.25
23 1.25
28 1.21
RERATA 1.21±0.10
HU II 4 2.61
5 3.07
10 2.68
11 3.50
14 2.71
33 3.54
RERATA 3.02±0.42
HU III 18 3.68
19 2.29
21 3.00
24 3.07
25 3.21
26 2.32
32 2.54
(3)
Lampiran 6 Konsentrasi lipid peroksida darah tikus hari ke-35 (Lavenia 2010)
KELOMPOK No
Tikus
Hari ke 35 (nmol/L)
NORMAL 1 0.714
2 0.522
3 0.512
7 0.655
12 0.616
27 0.616
RERATA 0.606±
HU 6 0.512
8 0.483
13 0.882
17 0.542
29 0.522
30 0.704
31 0.764
RERATA 0.630±
HU I 9 0.862
15 0.704
16 0.719
20 0.567
22 0.571
23 0.581
28 0.576
RERATA 0.654±
HU II 4 0.507
5 0.502
10 0.468
11 0.419
14 0.493
33 0.616
RERATA 0.501±
HU III 18 0.616
19 0.507
21 0.680
24 0.665
25 0.640
26 0.714
32 0.571
(4)
Lampiran 7 Analisis lipid peroksida hati
Kelompok normal
N0 Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid peroksida (nmol/g)
1 2,0312 0,337 135,85
2 2,0221 0,146 61,46
3 2,0176 0,139 58,80
7 2,0454 0,275 110,83
12 2,0486 0,241 97,60
27 2,0371 0,242 98,41
Rataan = 93,83 SD = 29,546 Kelompok Hiperurisemia
no Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid Peroksida (nmol/g)
6 2,0121 0,132 56,21
8 2,0369 0,129 54,36
13 2,0512 0,481 190,28
17 2,0304 0,167 69,40
29 2,0417 0,147 61,23
30 2,0288 0,316 127,79
31 2,0237 0,375 151,27
Rataan = 101,51 SD = 54,735 Kelompok Alopurinol
no Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid Peroksida (nmol/g)
9 2,0465 0,481 190,72
15 2,0319 0,337 135,80
16 2,0277 0,325 131,38
20 2,0281 0,184 76,13
22 2,0450 0,193 79,00
23 2,0413 0,160 66,30
28 2,0362 0,196 80,51
Rataan = 108,55 SD = 45,664 Kelompok Ekstrak Air
N0 Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid peroksida (nmol/g)
4 2,0376 0,149 62,14
5 2,0245 0,144 60,58
10 2,0411 0,128 53,70
11 2,0269 0,119 50,71
14 2,0390 0,137 57,42
33 2,0373 0,238 96.84
Rataan = 63,57 SD = 16,843 Kelompok Ekstrak Metanol
no Bobot (g) Absorbansi (A) Lipid Peroksida (nmol/g)
18 2,0296 0,248 101,12
19 2,0314 0,129 54,51
21 2,0376 0,281 113,59
24 2,0251 0,292 118,61
25 2,0405 0,260 105,26
26 2,0277 0,334 134,91
32 2,0283 0,192 79,26
Rataan = 101,04 SD = 26,679
(5)
Lampiran 8 Uji Anova (p=0,1)
normal vs hiperurisemia
LP
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 190,594 1 190,594 ,094 ,765
Within Groups 22340,339 11 2030,940
Total 22530,933 12
normal vs alopurinol
LP
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 700,378 1 700,378 ,457 ,513
Within Groups 16876,031 11 1534,185
Total 17576,408 12
normal vs ekstrak air
LP
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2747,003 1 2747,003 4,750 ,054
Within Groups 5783,284 10 578,328
Total 8530,287 11
normal vs ekstrak metanol
LP
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 168,048 1 168,048 ,214 ,653
Within Groups 8635,396 11 785,036
Total 8803,444 12
Lampiran 9 Analisis korelasi
korelasi kelompok nonekstrak
LP Hati LP Darah
LP Hati Pearson Correlation 1 .998(**)
Sig. (2-tailed) .000
N 13 13
LP Darah Pearson Correlation .998(**) 1
Sig. (2-tailed) .000
N 13 13
(6)
Lanjutan lampiran 9
korelasi kelompok ekstrak air
LP Hati LP Darah LP Hati Pearson Correlation 1 .958(**)
Sig. (2-tailed) .003
N 6 6
LP Darah Pearson Correlation .958(**) 1 Sig. (2-tailed) .003
N 6 6
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
korelasi kelompok ekstrak metanol
LP Hati LP Darah
LP Hati Pearson Correlation 1 .990(**)
Sig. (2-tailed) .000
N 7 7
LP Darah Pearson Correlation .990(**) 1
Sig. (2-tailed) .000
N 7 7