Aktivitas antibakteri fraksi aktif daun lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain)

ii

ABSTRAK
YANDITYA DWASTU GITASARI. Aktivitas Antibakteri Fraksi Aktif Daun
Lidah Mertua (Sanseviera trifasciata Prain). Dibimbing oleh IRMA HERAWATI
SUPARTO dan DONDIN SAJUTHI.
Lidah mertua (Sanseviera trifasciata Prain) merupakan tanaman yang
berasal dari Afrika dan diindikasikan memiliki aktivitas antibakteri. Tujuan
penelitian ini adalah mengevaluasi potensi tanaman lidah mertua dalam
menghambat aktivitas bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
menggunakan metode difusi agar cakram. Sampel daun diekstraksi dengan
menggunakan metode maserasi. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kasar
pada konsentrasi 1250, 2500, 5000, dan 10000 ppm tidak menunjukkan aktivitas
antibakteri terhadap bakteri uji. Ekstrak kasar yang didapat mengandung
flavonoid, steroid dan alkaloid. Ekstrak kasar selanjutnya difraksinasi dengan
menggunakan metode kromatografi kolom dengan nisbah pelarut kloroform:etil
asetat (1:6). Fraksinasi menghasilkan 10 fraksi. Kesepuluh fraksi diuji aktivitas
antibakterinya dengan konsentrasi 10000, 20000, dan 40000 ppm. Berdasarkan uji
aktivitas antibakteri yang dilakukan hanya terdapat 1 fraksi yang dapat
menghambat bakteri Gram positif (S. aureus), dan diduga metabolit lainnya tidak
menunjukkan aktivitas penghambatan pada bakteri uji.


ABSTRACT
YANDITYA DWASTU GITASARI. Antibacterial Activity of Active
Fractionated Extract of Sansevieria trifasciata Prain. Supervised by IRMA
HERAWATI SUPARTO and DONDIN SAJUTHI.
Sansevieria trifasciata Prain is an indigenous plant of South Africa and
indicated has an antibacterial activity. The purpose of this study is to evaluate the
potential of this speciesas antibacterial to inhibit the activity of Staphylococcus
aureus and Escherichia coli using disc diffusion method. Some leaves were
extracted using maceration method. The result indicated that crude extract at
concentration 1250, 2500, 5000, and 10000 ppm showed no activity against the
test bacterial. Steroids, flavonoids, and alkaloids were found in the crude extract.
The crude extract was fractionated using column chromatography. Ethyl acetate
and chloroform were used as eluent with the best ratio (6:1). The fractionation
yield 10 fractions. The fraction were test at concentration 10000, 20000, and
40000 ppm. The antibacterial assay showed there was only 1 fraction active
against Gram-positive (S. aureus).

1


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia umumnya memiliki iklim tropis
dan
lembab.
Hal
ini
memudahkan
perkembangbiakan mikroorganisme, baik
yang patogen maupun yang non patogen.
Keadaan iklim yang demikian menyebabkan
timbulnya banyak penyakit yang disebabkan
oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya.
Telah
banyak
penelitian-penelitian
mengenai antibakteri yang dilakukan, akan
tetapi saat ini muncul banyak masalah sulit
yang dihadapi, yaitu terjadinya resistensi
bakteri terhadap antibiotik yang digunakan

(Volk & Wheeler 1993). Berkembangnya
resistensi terhadap obat-obatan merupakan
salah satu contoh proses alamiah yang tak
pernah ada akhirnya yang dilakukan oleh
organisme untuk beradaptasi terhadap
keadaan lingkungan yang baru. Resistensi
obat oleh suatu mikroorganisme dapat
disebabkan oleh faktor yang memang sudah
ada pada mikroorganisme itu sebelumnya atau
mungkin juga faktor itu diperoleh kemudian
(Pelczar & Chan 2005). Karena hal itulah,
perlu terus dilakukan usaha untuk mencari
antibakteri baru, terutama suatu bahan atau
tanaman yang mudah tumbuh di Indonesia.
Salah satu tumbuhan yang diindikasikan
dapat dijadikan alternatif sebagai antibakteri
adalah tumbuhan Sansevieria atau biasa
disebut dengan tumbuhan lidah mertua. Hal
ini dikarenakan dalam beberapa penelitian,
tumbuhan Sansevieria diketahui memiliki

potensi sebagai zat antibakteri. Dold dan
Cocks (2001), melaporkan bahwa Sansevieria
mengandung antibiotik yang dapat digunakan
untuk menyembuhkan berbagai penyakit,
antara lain influenza, luka akibat terkena
pukulan, dan luka gigitan ular berbisa.
Menurut Van Wyk et al. (1997), ekstrak S.
hyacinthoides dapat dimanfaatkan sebagai
obat sakit kepala, obat tetes sakit telinga,
borok, bisul, dan obat diare. Penelitian
berbagai ahli herbal seperti Lucas et al.
(1999), menyatakan bahwa biji Sansevieria
bersifat antibakteri yang efektif menekan
Mycobacterium
tuberculosis
penyebab
penyakit TBC. Afolayan et al (2008), telah
melakukan
uji
antibakteri

pada
S.
hyacinthoides dengan menggunakan bakteri
uji
Bacillus
cereus,
Staphylococcus
epidermidis, S. aureus, Micrococcus kristinae,
Escherichia
coli,
dan
Pseudomonas
aeruginosa. dengan konsentrasi 5.0, 2.0, 1.0,

0.5, dan 0.1 mg/ml. Karena hal itulah
penelitian ini bertujuan melakukan uji
aktivitas antibakteri fraksi ekstrak Sansevieria
terhadap S. aureus dan E. coli dengan spesies
yang berbeda, yaitu jenis Sansevieria
trifasciata Prain.


TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan Sansevieria
Sansevieria atau lidah mertua adalah
marga tanaman hias yang cukup populer
sebagai penghias di dalam rumah karena
tanaman ini dapat tumbuh dalam kondisi yang
sedikit air dan cahaya matahari. Sansevieria
memiliki daun keras, tegak, dengan ujung
meruncing dengan panjang antara 30-120 cm,
sedangkan lebarnya sekitar 2.5-8 cm. Daun
Sansevieria sering digunakan sebagai variasi
pada karangan bunga. Sansevieria termasuk
ke dalam kelas Liliopsida (berkeping
satu/monokotil) dan famili Agaveceae.
Tumbuhan ini bahkan dapat bertahan hidup di
negara yang memiliki empat musim sehingga
banyak mengalami penyimpangan bentuk,
corak, dan warna. Tumbuhan ini banyak
tumbuh di daerah bagian utara dan timur di

Afrika selatan (Van Wyk et al. 1997).
Dalam uji fitokimia yang dilakukan oleh
Yoshihiro et al. (1997), S. trifasciata
mengandung karbohidrat, saponin, glikosida,
dan steroid. Menurut Sastradipradja (1997)
dan Departmen Kesehatan RI (1997),
kandungan kimia yang terdapat dalam
tumbuhan Sansevieria, antara lain saponin
polifenol,
kardenolin,
kardamin,
dan
abamagenin. Warna daun Sansevieria
beragam, mulai hijau tua, hijau muda, hijau
abu-abu, perak, dan warna kombinasi putih
kuning atau hijau kuning (Gambar 1). Motif
alur atau garis-garis yang terdapat pada helai
daun juga bervariasi, ada yang mengikuti arah
serat daun, tidak beraturan, dan ada juga yang
zig-zag.


Gambar 1 Tumbuhan Sansevieria trifasciata
Prain.

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia umumnya memiliki iklim tropis
dan
lembab.
Hal
ini
memudahkan
perkembangbiakan mikroorganisme, baik
yang patogen maupun yang non patogen.
Keadaan iklim yang demikian menyebabkan
timbulnya banyak penyakit yang disebabkan
oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya.
Telah

banyak
penelitian-penelitian
mengenai antibakteri yang dilakukan, akan
tetapi saat ini muncul banyak masalah sulit
yang dihadapi, yaitu terjadinya resistensi
bakteri terhadap antibiotik yang digunakan
(Volk & Wheeler 1993). Berkembangnya
resistensi terhadap obat-obatan merupakan
salah satu contoh proses alamiah yang tak
pernah ada akhirnya yang dilakukan oleh
organisme untuk beradaptasi terhadap
keadaan lingkungan yang baru. Resistensi
obat oleh suatu mikroorganisme dapat
disebabkan oleh faktor yang memang sudah
ada pada mikroorganisme itu sebelumnya atau
mungkin juga faktor itu diperoleh kemudian
(Pelczar & Chan 2005). Karena hal itulah,
perlu terus dilakukan usaha untuk mencari
antibakteri baru, terutama suatu bahan atau
tanaman yang mudah tumbuh di Indonesia.

Salah satu tumbuhan yang diindikasikan
dapat dijadikan alternatif sebagai antibakteri
adalah tumbuhan Sansevieria atau biasa
disebut dengan tumbuhan lidah mertua. Hal
ini dikarenakan dalam beberapa penelitian,
tumbuhan Sansevieria diketahui memiliki
potensi sebagai zat antibakteri. Dold dan
Cocks (2001), melaporkan bahwa Sansevieria
mengandung antibiotik yang dapat digunakan
untuk menyembuhkan berbagai penyakit,
antara lain influenza, luka akibat terkena
pukulan, dan luka gigitan ular berbisa.
Menurut Van Wyk et al. (1997), ekstrak S.
hyacinthoides dapat dimanfaatkan sebagai
obat sakit kepala, obat tetes sakit telinga,
borok, bisul, dan obat diare. Penelitian
berbagai ahli herbal seperti Lucas et al.
(1999), menyatakan bahwa biji Sansevieria
bersifat antibakteri yang efektif menekan
Mycobacterium

tuberculosis
penyebab
penyakit TBC. Afolayan et al (2008), telah
melakukan
uji
antibakteri
pada
S.
hyacinthoides dengan menggunakan bakteri
uji
Bacillus
cereus,
Staphylococcus
epidermidis, S. aureus, Micrococcus kristinae,
Escherichia
coli,
dan
Pseudomonas
aeruginosa. dengan konsentrasi 5.0, 2.0, 1.0,

0.5, dan 0.1 mg/ml. Karena hal itulah
penelitian ini bertujuan melakukan uji
aktivitas antibakteri fraksi ekstrak Sansevieria
terhadap S. aureus dan E. coli dengan spesies
yang berbeda, yaitu jenis Sansevieria
trifasciata Prain.

TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan Sansevieria
Sansevieria atau lidah mertua adalah
marga tanaman hias yang cukup populer
sebagai penghias di dalam rumah karena
tanaman ini dapat tumbuh dalam kondisi yang
sedikit air dan cahaya matahari. Sansevieria
memiliki daun keras, tegak, dengan ujung
meruncing dengan panjang antara 30-120 cm,
sedangkan lebarnya sekitar 2.5-8 cm. Daun
Sansevieria sering digunakan sebagai variasi
pada karangan bunga. Sansevieria termasuk
ke dalam kelas Liliopsida (berkeping
satu/monokotil) dan famili Agaveceae.
Tumbuhan ini bahkan dapat bertahan hidup di
negara yang memiliki empat musim sehingga
banyak mengalami penyimpangan bentuk,
corak, dan warna. Tumbuhan ini banyak
tumbuh di daerah bagian utara dan timur di
Afrika selatan (Van Wyk et al. 1997).
Dalam uji fitokimia yang dilakukan oleh
Yoshihiro et al. (1997), S. trifasciata
mengandung karbohidrat, saponin, glikosida,
dan steroid. Menurut Sastradipradja (1997)
dan Departmen Kesehatan RI (1997),
kandungan kimia yang terdapat dalam
tumbuhan Sansevieria, antara lain saponin
polifenol,
kardenolin,
kardamin,
dan
abamagenin. Warna daun Sansevieria
beragam, mulai hijau tua, hijau muda, hijau
abu-abu, perak, dan warna kombinasi putih
kuning atau hijau kuning (Gambar 1). Motif
alur atau garis-garis yang terdapat pada helai
daun juga bervariasi, ada yang mengikuti arah
serat daun, tidak beraturan, dan ada juga yang
zig-zag.

Gambar 1 Tumbuhan Sansevieria trifasciata
Prain.

2

Ditinjau berdasarkan jenisnya Sansevieria
ada dua jenis, yaitu Sansevieria keturunan asli
dan hasil persilangan/hibridasi yang bisa
disebut dengan jenis Sansevieria hibrid. Dari
bentuk hibrid ini, tercipta Sansevieria dengan
karakter dan fisik yang berbeda dari induknya.
Mutasi Sansevieria juga dapat terjadi dari
perbanyakan melalui stek daun (Van Wyk et
al. 1997).
Sansevieria mampu menyerap polutan
berbahaya yang terdapat di udara sebab
Sansevieria mengandung bahan aktif pregnan
glikosid yang berfungsi untuk mereduksi
polutan menjadi asam organik, gula, dan asam
amino, dengan demikian unsur polutan
tersebut jadi tidak berbahaya lagi bagi
manusia (Yoshihiro et al. 1997). Sansevieria
juga menjadi objek penelitian tanaman
penyaring udara NASA (National Aeronautics
and
Space
Administration)
untuk
membersihkan udara di stasiun ruang angkasa.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh
Wolfereton Environmental Service (1999),
menyatakan bahwa setiap helai daun
Sansevieria bisa menyerap formaldehid
sebanyak 0.938 g per jam. Riset lainnya
dapat disimpulkan bahwa untuk ruangan
seluas 100 m3 cukup ditempatkan S.
trifasciata Laurentii dewasa sebanyak 5 helai
dalam ruangan tersebut agar bebas polutan
(Arnold 2004).

Bakteri
Bakteri merupakan organisme yang paling
banyak terdapat di alam dibandingkan dengan
organisme lainnya. Bakteri biasanya hanya
berukuran 0.5-5 m, tetapi ada pula jenis yang
memiliki diameter mencapai 0.3 mm. Bakteri
dapat digolongkan menjadi dua kelompok,
yaitu Gram positif dan Gram negatif yang
didasarkan pada perbedaan struktur dinding
sel. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel
yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang
tebal dan asam teikoat. Sementara, bakteri
Gram negatif memiliki lapisan luar,
lipopolisakarida yang terdiri atas membran
dan lapisan peptidoglikan yang tipis dan
terletak pada periplasma (di antara lapisan
luar dan membran sitoplasmik) (Atlas 1995).
Staphylococcus
aureus
merupakan
bakteri Gram positif, tidak bergerak, tidak
berspora, berbentuk bola, dapat ditemukan
satu-satu atau berpasangan (Gambar 2).
Ukuran
Staphylococcus
berbeda-beda
tergantung kepada media pertumbuhannya.
Staphylococcus memiliki diameter 0.5-1,0

mm dengan koloni berwarna kuning. S.
aureus tumbuh dengan optimum pada suhu
37oC dengan waktu pembelahan 0.47 jam.
Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran
pernafasan atas dan kulit (Jawetz et al. 2001).

Gambar 2 Bakteri Staphylococcus aureus
(Sumber : www.hartoke.files.wordpress.com)
Escherichia coli, atau E. coli, adalah salah
satu jenis spesies utama bakteri Gram negatif
(Gambar 3). Pada umumnya, bakteri yang
ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat
ditemukan dalam usus besar manusia.
Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, tetapi
beberapa, seperti E. coli tipe O157:H7, dapat
mengakibatkan keracunan makanan yang
serius pada manusia. E. coli banyak
digunakan dalam teknologi rekayasa genetika.
Biasa digunakan sebagai vektor untuk
menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan
untuk dikembangkan. E. coli dipilih karena
pertumbuhannya sangat cepat dan mudah
dalam penanganannya (Jawetz et al. 2001).

Gambar 3 Bakteri Escherichia coli
(Sumber :www.astrographics.com)

Antibakteri
Zat antibakteri adalah zat yang dapat
mengganggu pertumbuhan atau metabolisme
bakteri (Pelczar & Chan 2005). Berdasarkan
aktivitasnya zat antibakteri dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu antibakteri bakteriostatik
yang bekerja menghambat populasi bakteri
tetapi tidak mematikan bakterinya. Kelompok

3

kedua adalah antibakteri bakterisida yang
bekerja dengan membunuh bakteri. Umumnya
terdapat transisi antara kerja bakteriostatik
dengan bakterisida. Ada beberapa antibakteri
yang bersifat bakteriostatik dapat berubah
menjadi bakterisida jika digunakan dalam
dosis tinggi (Schunack et al. 1990).
Berdasarkan efektivitas kerjanya terhadap
berbagai mikroorganisme maka senyawa
antibakteri
digolongkan
menjadi
dua
kelompok, yaitu antibakteri berspektrum luas
yang efektif terhadap berbagai jenis
mikroorganisme dan antibakteri berspektrum
sempit yang hanya efektif terhadap
mikroorganisme tertentu (Volk & Wheeler
1988). Senyawa antibakteri dapat bekerja
dengan berbagai macam cara, tergantung pada
strukturnya, diantaranya menghambat sintesis
molekul kecil esensial (contoh trimetoprim),
menghambat sintesis dinding sel (contoh
penisilin dan amoksilin), dan menghambat
sintesis
asam
nukleat
(misal
bromodeoksiuridin) (Schunack et al. 1990).

Ekstraksi dan Fraksinasi
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik
semua komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada
perpindahan massa komponen zat padat ke
dalam pelarut dimana perpindahan mulai
terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut (Sudjadi
1986).
Metode ekstraksi yang digunakan pada
percobaan kali ini adalah metode maserasi.
Metode maserasi digunakan untuk melarutkan
simplisia yang mengandung komponen kimia
yang mudah larut dalam pelarut, tidak
mengandung benzoin, tiraks, dan lilin.
Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di
luar sel dan di dalam sel. Selama proses
maserasi
dilakukan
pengadukan
dan
penggantian pelarut setiap hari. Endapan yang
diperoleh dipisahkan kemudian filtratnya
dipekatkan (Sudjadi 1986).
Kromatografi kolom merupakan salah satu
metode kromatografi yang dapat digunakan
untuk fraksinasi ini merupakan cara yang
terbaik untuk pemisahan campuran dalam
jumlah besar (lebih dari 1 g). Campuran yang
akan dipisahkan pada kromatografi kolom
adalah berupa pita pada bagian atas kolom
penjerap yang berada dalam tabung kaca,
tabung logam, atau bahkan tabung plastik.
Pelarut eluen dibiarkan mengalir melalui

kolom karena aliran yang disebabkan oleh
gaya berat atau didorong dengan tekanan
(Rouessac & Rouessac 2004).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan
ini adalah daun Sansevieria trifasciata Prain
dari kebun percobaan Kampus Lodaya IPB,
kultur bakteri yang terdiri dari E. coli (ATCC
25922) dan S. aureus (ATCC 25923). Media
yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri
adalah Nutrient Agar (NA), larutan metanol
96%, larutan NaCl, kloroform, etil-asetat, nheksana, diklorometan, metanol, eter, FeCl
1%, H2SO4 pekat, serbuk Mg, amil
alkohol,HCl 2 N, pereaksi Mayer, pereaksi
Dragendorf, pereaksi Wagner, pereaksi
Lieberman-Buchard, dan akuades, Silika G 60
(E. Merck 230 400 mesh), pelat aluminium
jenis silika gel G60F254, media Muller-Hinton,
cakram kosong, standar amoksilin dan
trimetoprim
Alat-alat yang digunakan antara lain,
evaporator, kertas saring,
jarum ose,
mikropipet, pengaduk magnetik, pelat
penangas botol timbang, oven, cawan
porselein, plat penangas alat timbang, kolom
pengemas, kapas bebas lemak atau wol kaca,
pelat kromatografi lapis tipis (KLT), labu
erlenmeyer, tabung reaksi, pipet volumetrik,
dan autoklaf.

METODE
Preparasi Sampel
Daun
Sansevieria
sebagai
sampel
dibersihkan dengan air mengalir, kemudian
dikeringkan dengan menggunakan tisu.
Sampel dipotong-potong kecil kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 60o C
selama 3 x 24 jam.

Penentuan kadar air (AOAC 2006)
Cawan kosong kering beserta tutupnya
ditimbang dan dicatat bobotnya. Sebanyak 3 g
sampel dimasukkan ke dalam cawan,
kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya.
Cawan beserta ekstrak tersebut dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam.
Cawan dikeluarkan dari dalam oven dan
didinginkan di dalam eksikator selama 30

3

kedua adalah antibakteri bakterisida yang
bekerja dengan membunuh bakteri. Umumnya
terdapat transisi antara kerja bakteriostatik
dengan bakterisida. Ada beberapa antibakteri
yang bersifat bakteriostatik dapat berubah
menjadi bakterisida jika digunakan dalam
dosis tinggi (Schunack et al. 1990).
Berdasarkan efektivitas kerjanya terhadap
berbagai mikroorganisme maka senyawa
antibakteri
digolongkan
menjadi
dua
kelompok, yaitu antibakteri berspektrum luas
yang efektif terhadap berbagai jenis
mikroorganisme dan antibakteri berspektrum
sempit yang hanya efektif terhadap
mikroorganisme tertentu (Volk & Wheeler
1988). Senyawa antibakteri dapat bekerja
dengan berbagai macam cara, tergantung pada
strukturnya, diantaranya menghambat sintesis
molekul kecil esensial (contoh trimetoprim),
menghambat sintesis dinding sel (contoh
penisilin dan amoksilin), dan menghambat
sintesis
asam
nukleat
(misal
bromodeoksiuridin) (Schunack et al. 1990).

Ekstraksi dan Fraksinasi
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik
semua komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada
perpindahan massa komponen zat padat ke
dalam pelarut dimana perpindahan mulai
terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut (Sudjadi
1986).
Metode ekstraksi yang digunakan pada
percobaan kali ini adalah metode maserasi.
Metode maserasi digunakan untuk melarutkan
simplisia yang mengandung komponen kimia
yang mudah larut dalam pelarut, tidak
mengandung benzoin, tiraks, dan lilin.
Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di
luar sel dan di dalam sel. Selama proses
maserasi
dilakukan
pengadukan
dan
penggantian pelarut setiap hari. Endapan yang
diperoleh dipisahkan kemudian filtratnya
dipekatkan (Sudjadi 1986).
Kromatografi kolom merupakan salah satu
metode kromatografi yang dapat digunakan
untuk fraksinasi ini merupakan cara yang
terbaik untuk pemisahan campuran dalam
jumlah besar (lebih dari 1 g). Campuran yang
akan dipisahkan pada kromatografi kolom
adalah berupa pita pada bagian atas kolom
penjerap yang berada dalam tabung kaca,
tabung logam, atau bahkan tabung plastik.
Pelarut eluen dibiarkan mengalir melalui

kolom karena aliran yang disebabkan oleh
gaya berat atau didorong dengan tekanan
(Rouessac & Rouessac 2004).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan
ini adalah daun Sansevieria trifasciata Prain
dari kebun percobaan Kampus Lodaya IPB,
kultur bakteri yang terdiri dari E. coli (ATCC
25922) dan S. aureus (ATCC 25923). Media
yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri
adalah Nutrient Agar (NA), larutan metanol
96%, larutan NaCl, kloroform, etil-asetat, nheksana, diklorometan, metanol, eter, FeCl
1%, H2SO4 pekat, serbuk Mg, amil
alkohol,HCl 2 N, pereaksi Mayer, pereaksi
Dragendorf, pereaksi Wagner, pereaksi
Lieberman-Buchard, dan akuades, Silika G 60
(E. Merck 230 400 mesh), pelat aluminium
jenis silika gel G60F254, media Muller-Hinton,
cakram kosong, standar amoksilin dan
trimetoprim
Alat-alat yang digunakan antara lain,
evaporator, kertas saring,
jarum ose,
mikropipet, pengaduk magnetik, pelat
penangas botol timbang, oven, cawan
porselein, plat penangas alat timbang, kolom
pengemas, kapas bebas lemak atau wol kaca,
pelat kromatografi lapis tipis (KLT), labu
erlenmeyer, tabung reaksi, pipet volumetrik,
dan autoklaf.

METODE
Preparasi Sampel
Daun
Sansevieria
sebagai
sampel
dibersihkan dengan air mengalir, kemudian
dikeringkan dengan menggunakan tisu.
Sampel dipotong-potong kecil kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 60o C
selama 3 x 24 jam.

Penentuan kadar air (AOAC 2006)
Cawan kosong kering beserta tutupnya
ditimbang dan dicatat bobotnya. Sebanyak 3 g
sampel dimasukkan ke dalam cawan,
kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya.
Cawan beserta ekstrak tersebut dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam.
Cawan dikeluarkan dari dalam oven dan
didinginkan di dalam eksikator selama 30

4

menit. Bobot cawan beserta ekstrak kering
ditimbang dan dicatat nilainya. Pemanasan
dan penimbangan diulang setiap 24 jam
sampai didapat bobot konstan. Kadar air
dihitung dengan cara berikut:
Kadar air (%) =

a−b
X 100%
a

dengan
a = bobot awal sample (g)
b = bobot akhir sampel setelah dioven (g)

Ekstraksi
Sampel yang telah dikeringkan dalam
oven dihaluskan menggunakan blender
sampai menjadi serbuk. Sampel kemudian
ditimbang sebanyak 20 g. kemudian
dimaserasi dengan menggunakan pelarut
metanol 30% sebanyak 200 ml lalu didiamkan
selama 3 x 24 jam. Sampel kemudian disaring
sebanyak 3 kali dengan perbandingan yang
sama. Filtrat yang didapatkan ditampung
dalam labu erlenmeyer. Ekstrak yang
terkumpul kemudian dievaporasi pada suhu
37°C hingga pelarut menguap. Sebagian
ekstrak pekat digunakan pada uji fitokimia
dan sebagian lagi digunakan untuk uji
aktivitas antibakteri.
Rendemen ekstrak (%) =

×100%

Keterangan :
a = bobot ekstrak (g)
b = bobot sampel kering (g)
ka = kadar air

Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji saponin dan tanin
Sebanyak 1 g sampel diekstraksi dengan
akuadestilata
secukupnya
kemudian
dipanaskan dengan penangas air selama 5
menit. Campuran disaring dan filtrat dibagi ke
dalam dua tabung reaksi. Bagian pertama, uji
saponin filtrat didiamkan sampai agak dingin
kemudian dikocok kuat sampai timbul busa.
Bila busa stabil dalam 10 menit, maka filtrat
positif mengandung saponin. Uji tanin, filtrat
yang didapatkan ditambahkan dengan FeCl 3 1
%, bila dihasilkan warna hijau, biru, atau
hitam maka filtrat positif mengandung tanin.

Uji steroid dan triterpenoid
Sampel ditimbang sebanyak 1 g dan
dilarutkan dengan 25 ml etanol panas (50oC),
kemudian disaring ke dalam pinggan porselein

dan diuapkan sampai kering. Residu yang
didapatkan dilarutkan dalam eter dan
dipindahkan ke dalam tabung reaksi lalu
ditambahkan pereaksi Lieberman-Buchard (3
tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4
pekat). Terbentuknya warna merah atau ungu
menunjukkan adanya kandungan triterpenoid,
sedangkan jika terbentuk warna hijau atau
biru menunjukkan adanya steroid.

Uji alkaloid
Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam 10
ml kloroform lalu ditambahkan beberapa tetes
kloroform-amonia lalu disaring. Filtrat yang
diperoleh ditambahkan 10 tetes H2SO4 2M,
kemudian dikocok hingga terbentuk 2 lapisan.
Lapisan asam yang tidak berwarna
dipindahkan ke dalam tabung reaksi lain, lalu
diteteskan
pada lempeng tetes dan
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan
Wagner. Adanya alkaloid ditunjukkan dengan
terbentuknya endapan berwarna jingga, putih,
dan coklat.

Uji flavonoid
Sebanyak 1 g sampel ditambahkan air
panas secukupnya, lalu dipanaskan selama 5
menit dan disaring. Sebanyak 5 ml filtrat
ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCl
pekat dan 1 ml amil alkohol kemudian
dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan
dengan terbentuknya warna merah/jingga/
kuning pada lapisan amil alkohol.

Uji polifenol
Ekstrak kasar Sansevieria. ditambahkan
dengan larutan FeCl3 1 %. Warna hijau
kehitaman yang terbentuk setelah proses
penambahan menunjukkan adanya senyawa
golongan polifenol.

Pemilihan Eluen Terbaik
Pelat KLT yang digunakan adalah pelat
aluminium jenis silika gel. Ekstrak pekat dari
sampel ditotolkan pada pelat KLT. Setelah
kering kemudian dielusi dalam eluen yang
telah dijenuhkan. Eluen tunggal yang
digunakan, yaitu metanol, diklorometan,
kloroform, n-heksan, dan etil asetat. Noda
hasil elusi diamati di bawah lampu UV pada
panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen
dengan spot terbaik kemudian diuji kembali
dengan perbandingan (9:1), (6:1), (3:1), (2:1),
dan (1:1).

5

Fraksinasi
Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan
senyawa sesuai dengan polaritasnya. Metode
fraksinasi yang digunakan adalah metode
kolom. Bubur adsorben dibuat dengan
mencampurkan silika gel dalam eluen terbaik
dengan perbandingan (1:10). Bubur adsorban
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
kolom hingga mencapai 3/4 tinggi kolom.
Pelarut dibiarkan turun melalui cerat kolom.
Pelarut terus ditambahkan sampai laju alirnya
konstan, yang menunjukkan bahwa kolom
telah terkemas dengan baik. Ekstrak contoh
dimasukkan ke dalam kolom. Eluat yang
keluar ditampung dengan menggunakan
tabung reaksi. Pemisahan yang terjadi
dicirikan dengan terbentuknya pita-pita
berwarna. Eluat yang keluar ditampung dalam
tabung reaksi sebanyak masing-masing 5 ml.
Fraksi
hasil
penampungan
kolom
ditotolkan pada plat silika gel G60F254, lalu
dibiarkan
hingga
kering.
Kemudian
dimasukkan ke dalam bejana KLT yang sudah
jenuh dengan eluen dan dibiarkan sampai
eluen merambat naik hingga garis akhir. Pelat
KLT dianalisis dengan menggunakan sinar
UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366
nm. Kemudian dihitung nilai Rf-nya dengan
rumus:
Rf = Jarak titik pusat spot noda titik awal
Jarak garis depan dari titik awal
Eluen yang digunakan adalah eluen terbaik
berdasarkan uji yang dilakukan pada berbagai
jenis eluen yang semakin meningkat
kepolarannya dari kloroform sampai ke etil
asetat dengan perbandingan (100%), (9:1),
(6:1), (3:1), (2:1) dan (1:1). Setiap fraksi yang
memiliki nilai Rf yang sama digabung
kemudian
diujikan
kembali
aktivitas
antibakterinya untuk menentukan fraksi yang
paling aktif. Selanjutnya fraksi yang paling
aktif diuji fitokimianya untuk menentukan
golongan senyawanya.

Uji Aktivitas Antibakteri
Pelaksanaan uji aktivitas antibakteri
dilakukan secara aseptik dengan metode difusi
agar cakram. Pembuatan masing-masing
suspensi
bakteri
dilakukan
dengan
menyiapkan tabung reaksi yang telah berisi
media larutan NaCl steril kemudian
diinokulasi dengan 1 loop biakan bakteri uji.
Untuk uji aktivitas antibakteri, digunakan
biakan bakteri dengan kepadatan sel 108

sel/ml. Kepadatan suspensi bakteri diukur
kepadatan selnya dengan metode standar
McFarland (Mc Farland 1987). Biakan bakteri
kemudian dioles pada permukaan media
Muller-Hinton (Collin and Lyne 1995).
Ekstrak kasar dibuat pada konsentrasi
10000, 5000, 2500, dan 1250 ppm dalam
pelarut DMSO. Setelah itu cakram kosong
diletakkan di atas permukaan agar dan ditetesi
dengan 7,5 l ekstrak. Sebagai kontrol negatif
atau pelarut digunakan cakram yang telah
diteteskan DMSO dan sebagai kontrol positif,
yaitu obat standar trimetoprim (25 g/cakram)
dan amoksilin (25 g/cakram). Cawan petri
ini diinkubasi dengan cara terbalik selama 24
jam pada suhu 37oC. Daerah bening disekitar
kertas cakram menunjukkan uji positif atau
terjadinya proses penghambatan oleh zat uji
(Sahoo et al. 2006; Rath et al. 1999).
Diameter daerah bening sekeliling cakram
diukur dan dibandingkan daerah hambatannya
dengan kedua obat standar.
Masing-masing fraksi hasil kromatografi
kolom dan KLT juga dilakukan uji aktivitas
antimikroba dengan cara yang sama seperti
ekstrak metanol sampel. Konsentrasi yang
digunakan untuk setiap fraksi, yaitu 40000,
20000, dan 10000 ppm dalam larutan DMSO.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandung dalam bahan yang dinyatakan
dalam persen (Winarno 1997). Daun
sansevieria segar yang telah dikeringkan
dalam oven pada suhu 105 oC memiliki kadar
air sebesar 90.60 % dan serbuknya
menghasilkan kadar air sebesar 7.40 %
dengan nilai selang kepercayaan 95 % berada
pada kisaran 7.296-7.570 yang dapat
diartikan bahwa terdapat 95 % kemungkinan
bahwa suatu nilai sampel yang dipilih secara
acak dari suatu sampel yang menyebar normal
dalam kisaran tersebut.
Kadar air merupakan salah satu
karakteristik yang sangat penting pada bahan
pangan, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan
pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan
pangan tersebut. Kadar air yang baik adalah
kurang dari 10%, karena pada tingkat kadar
air tersebut waktu simpan sampel akan relatif
lebih lama dan terhindar dari pencemaran

5

Fraksinasi
Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan
senyawa sesuai dengan polaritasnya. Metode
fraksinasi yang digunakan adalah metode
kolom. Bubur adsorben dibuat dengan
mencampurkan silika gel dalam eluen terbaik
dengan perbandingan (1:10). Bubur adsorban
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
kolom hingga mencapai 3/4 tinggi kolom.
Pelarut dibiarkan turun melalui cerat kolom.
Pelarut terus ditambahkan sampai laju alirnya
konstan, yang menunjukkan bahwa kolom
telah terkemas dengan baik. Ekstrak contoh
dimasukkan ke dalam kolom. Eluat yang
keluar ditampung dengan menggunakan
tabung reaksi. Pemisahan yang terjadi
dicirikan dengan terbentuknya pita-pita
berwarna. Eluat yang keluar ditampung dalam
tabung reaksi sebanyak masing-masing 5 ml.
Fraksi
hasil
penampungan
kolom
ditotolkan pada plat silika gel G60F254, lalu
dibiarkan
hingga
kering.
Kemudian
dimasukkan ke dalam bejana KLT yang sudah
jenuh dengan eluen dan dibiarkan sampai
eluen merambat naik hingga garis akhir. Pelat
KLT dianalisis dengan menggunakan sinar
UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366
nm. Kemudian dihitung nilai Rf-nya dengan
rumus:
Rf = Jarak titik pusat spot noda titik awal
Jarak garis depan dari titik awal
Eluen yang digunakan adalah eluen terbaik
berdasarkan uji yang dilakukan pada berbagai
jenis eluen yang semakin meningkat
kepolarannya dari kloroform sampai ke etil
asetat dengan perbandingan (100%), (9:1),
(6:1), (3:1), (2:1) dan (1:1). Setiap fraksi yang
memiliki nilai Rf yang sama digabung
kemudian
diujikan
kembali
aktivitas
antibakterinya untuk menentukan fraksi yang
paling aktif. Selanjutnya fraksi yang paling
aktif diuji fitokimianya untuk menentukan
golongan senyawanya.

Uji Aktivitas Antibakteri
Pelaksanaan uji aktivitas antibakteri
dilakukan secara aseptik dengan metode difusi
agar cakram. Pembuatan masing-masing
suspensi
bakteri
dilakukan
dengan
menyiapkan tabung reaksi yang telah berisi
media larutan NaCl steril kemudian
diinokulasi dengan 1 loop biakan bakteri uji.
Untuk uji aktivitas antibakteri, digunakan
biakan bakteri dengan kepadatan sel 108

sel/ml. Kepadatan suspensi bakteri diukur
kepadatan selnya dengan metode standar
McFarland (Mc Farland 1987). Biakan bakteri
kemudian dioles pada permukaan media
Muller-Hinton (Collin and Lyne 1995).
Ekstrak kasar dibuat pada konsentrasi
10000, 5000, 2500, dan 1250 ppm dalam
pelarut DMSO. Setelah itu cakram kosong
diletakkan di atas permukaan agar dan ditetesi
dengan 7,5 l ekstrak. Sebagai kontrol negatif
atau pelarut digunakan cakram yang telah
diteteskan DMSO dan sebagai kontrol positif,
yaitu obat standar trimetoprim (25 g/cakram)
dan amoksilin (25 g/cakram). Cawan petri
ini diinkubasi dengan cara terbalik selama 24
jam pada suhu 37oC. Daerah bening disekitar
kertas cakram menunjukkan uji positif atau
terjadinya proses penghambatan oleh zat uji
(Sahoo et al. 2006; Rath et al. 1999).
Diameter daerah bening sekeliling cakram
diukur dan dibandingkan daerah hambatannya
dengan kedua obat standar.
Masing-masing fraksi hasil kromatografi
kolom dan KLT juga dilakukan uji aktivitas
antimikroba dengan cara yang sama seperti
ekstrak metanol sampel. Konsentrasi yang
digunakan untuk setiap fraksi, yaitu 40000,
20000, dan 10000 ppm dalam larutan DMSO.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandung dalam bahan yang dinyatakan
dalam persen (Winarno 1997). Daun
sansevieria segar yang telah dikeringkan
dalam oven pada suhu 105 oC memiliki kadar
air sebesar 90.60 % dan serbuknya
menghasilkan kadar air sebesar 7.40 %
dengan nilai selang kepercayaan 95 % berada
pada kisaran 7.296-7.570 yang dapat
diartikan bahwa terdapat 95 % kemungkinan
bahwa suatu nilai sampel yang dipilih secara
acak dari suatu sampel yang menyebar normal
dalam kisaran tersebut.
Kadar air merupakan salah satu
karakteristik yang sangat penting pada bahan
pangan, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan
pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan
pangan tersebut. Kadar air yang baik adalah
kurang dari 10%, karena pada tingkat kadar
air tersebut waktu simpan sampel akan relatif
lebih lama dan terhindar dari pencemaran

6

Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Kasar
Berdasarkan hasil uji antibakteri metode
difusi agar terhadap ekstrak kasar daun S.
trifasciata Prain pada konsentrasi 1250
sampai 10000 menunjukkan bahwa tidak
adanya penambahan diameter pada zona
bening di sekitar cakram (Gambar 4). Hal
tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kasar
daun S. trifasciata Prain tidak memiliki
aktivitas antibakteri.
41
34
30
25

00

0

6 6

10

00

6 6

50

00
25

SO

6 6

im

DM

pr
im

6 6

et
o

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

sis
ilin

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui
kandungan metabolit sekunder dalam suatu
bahan alam. Ekstrak sampel yang telah
didapat dilakukan uji kandungan saponin,
tanin, flavonoid, steroid, triterpenoid, dan
alkaloid. Data hasil uji fitokimia dapat dilihat
pada Tabel 1.
Pengujian kandungan senyawa saponin,
tanin, flavonoid, serta triterpenoid pada
ekstrak daun S. trifasciata Prain menunjukkan
hasil yang negatif. Hasil pengujian kandungan
steroid terbentuk warna hijau kehitaman yang
menunjukkan terdapat kandungan steroid pada
ekstrak.
Ekstrak
daun
juga
positif
mengandung senyawa alkaloid, hal ini
ditunjukkan dari terbentuknya endapan

Hasil ini sedikit berbeda dengan Yoshihiro
et al. (1997), diperoleh Sansevieria
mengandung saponin dan steroid, serta
menurut Sastradipradja (1997), kandungannya
antara lain polifenol dan saponin. Perbedaan
ini dapat dikarenakan perbedaan tempat dan
kondisi tanaman tersebut ditanam, contohnya
antara lain suhu dan hara tanah. Selain itu
perbedaan pelarut dan metode ekstraksi yang
digunakan
juga
dapat
mempengaruhi
perbedaan kandungan metabolit sekunder.

Tr

Uji Fitokimia

Ket : (+) mengandung golongan senyawa
(-) tidak mengandung golongan senyawa

ok

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari
campurannya dengan pembagian sebuah zat
terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat
tercampur untuk mengambil zat terlarut
tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain
(Sudjadi 1986). Serbuk S. trifasciara Prain
sebanyak 20 g dilarutkan dalam metanol
dengan perbandingan (1:10) selama 3 x 24
jam sebanyak 5 kali pengulangan. Cairan hasil
maserasi kemudian dievaporasi, untuk
menguapkan sisa pelarut yang dipakai. Selain
itu untuk memekatkan ekstrak sehingga
diperoleh ekstrak kental berwana hijau
kehitaman. Nilai rerata rendemen ekstrak
yang didapatkan dari 5 kali pengulangan
(lampiran 2) adalah sebesar 15.50 % dengan
nilai standar deviasi sebesar 1.4823 dengan
selang kepercayaan 95 % pada kisaran
13.660-17.346 Proses ekstraksi dilakukan
dengan menggunakan metode maserasi.
Penggunaan metode maserasi dikarenakan
tidak diketahuinya sifat sampel yang akan
diekstraksi tahan panas atau tidak.
Metanol 96% digunakan karena dengan
menggunakan pelarut ini tidak hanya senyawa
polar yang dapat terekstrak tetapi senyawa
non polar juga dapat terekstrak. Semakin
besar nisbah pelarut dibandingkan sampel
maka kemampuan melarutkan sampel juga
akan semakin lebih besar dan efektif.

Tabel 1. Hasil uji fitokimia ekstrak daun S.
trifasciata Prain.
Golongan senyawa
Hasil uji
Saponin
Tanin
Flavonoid
+
Steroid
+
Triterpenoid
Alkaloid
+

Daya ham bat (mm )

Ekstraksi

berwarna jingga, putih, dan coklat setelah
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan
Wagner.

Am

yang disebabkan oleh mikroba. Kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri,
kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan
pangan. (Winarno 1997).

Konsentrasi (ppm)

*Diameter daya hambat termasuk diameter cakram 6
mm

Gambar 4 Diameter hambat ekstrak kasar S.
trifasciata dengan E. coli ( ) dan
S. aureus ( ).

7

Hasil ini berbeda dengan hasil uji
antibakteri dari S. hyacinthoides
yang
menghasilkan diameter zona bening berkisar
antara 20-30 mm pada berbagai galur bakteri
(Afolayan et al. 2008).

Fraksinasi Ekstrak Metanol
Proses fraksinasi dilakukan dengan metode
kromatografi kolom. Sebelum dilakukan
kromatografi kolom ekstrak diidentifikasi
dengan
menggunakan
KLT
untuk
memperoleh campuran dan perbandingan
eluen yang tepat. Metode KLT digunakan
karena metodenya sederhana, murah, proses
kerja singkat dan sampel yang digunakan
sedikit. (Rouessac & Rouessac 2007).
Fase diam yang digunakan adalah silika
gel dan eluen tunggal yang digunakan pada
metode KLT ini adalah metanol, heksana,
kloroform, diklorometan dan etil asetat.
Berdasarkan hasil uji KLT, perbandingan
eluen yang terbaik adalah etil asetat:kloroform
dengan perbandingan (6:1). Hal ini karena
pada perbandingan kedua pelarut tersebut
didapatkan hasil kromatogram dengan spot
yang terbanyak, yaitu tujuh spot.

Gambar 5 Kromatogram KLT ekstrak daun S.
trifasciata Prain dengan eluen
terbaik kloroform : etil asetat (6:1).
Eluen terbaik yang telah didapatkan
selanjutnya
digunakan
pada
proses
kromatografi kolom. Metode kromatografi
kolom yang digunakan adalah secara gradien
yaitu berdasarkan peningkatan kepolaran.
Penggunaan cara gradien bertujuan agar
dengan peningkatan polaritas sistem eluen,

semua komponen akan terbawa lebih cepat
(Harvey 2000).
Kromatografi kolom diawali dengan
melakukan elusi dengan pelarut kloroform
100%, kemudian diikuti kloroform : etil asetat
dengan perbandingan 9:1, 6:1, 3:1, 2:1, 1:1,
1:9, 1:6, 1:3, 1:2, dan diakhiri dengan pelarut
etil asetat 100%. Hasil pemisahan ekstrak
ditampung sebanyak 5 ml dalam tiap tabung
reaksi.
Eluat pada masing-masing tabung reaksi
tersebut kemudian diuji dengan menggunakan
KLT. Hasil pengujian KLT dapat dilihat pada
Lampiran 4. Tabung-tabung yang memiliki
pola KLT yang sama kemudian disatukan dan
didapatkan fraksi-fraksi yang berjumlah 10
fraksi. Kesepuluh fraksi tersebut kemudian
dihitung
jumlah
rendemennya
untuk
digunakan pada uji aktivitas antibakteri
(Lampiran 3). Fraksi yang telah didapatkan
dari proses kromatografi tersebut kemudian
digunakan dalam pengujian aktivivitas
antibakteri.

Uji Antibakteri Fraksi Aktif
Sepuluh fraksi hasil fraksinasi selanjutnya
dilakukan uji antibakteri terhadap E. coli dan
S. aureus dengan kontrol positif yang sama
untuk ekstrak kasar. Konsentrasi yang
digunakan adalah 10000 ppm, 20000 ppm,
dan 40000 ppm. Pemilihan konsentrasi ini
dikarenakan pada pengujian ekstrak kasar
dengan konsentrasi 10000 ppm didapatkan
hasil yang negatif, sehingga konsentrasinya
ditingkatkan melebihi 10000 ppm.
Berdasarkan hasil pengukuran diameter
zona bening di sekitar cakram kertas terlihat
adanya penambahan diameter fraksi 1 pada
bakteri S. aureus. Kesembilan fraksi lainnya
tidak ada daerah bening yang terbentuk
disekitar cakram kertas (Gambar 6).
Diameter yang dihasilkan pada fraksi 1
untuk bakteri S. aureus dengan konsentrasi
10000 ppm dan 20000 ppm adalah sebesar 7
mm, sedangkan pada konsentrasi 40000
diameter yang terbentuk adalah sebesar 9 mm.
Hasil uji untuk bakteri E. coli dengan fraksi
dan konsentrasi yang sama tidak ada
terbentuknya zona bening disekitar cakram.
Hal ini menunjukkan bahwa fraksi teraktif S.
trifasciata
Prain
memiliki
aktivitas
penghambatan terhadap bakteri Gram positif
tetapi tidak pada bakteri Gram negatif.

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

40
30
28
22

9

00
0

6

40

20
00
0

10
00
0

SO

op

sil

6 7

m

et

6 7

didapatkan hasil pada fraksi 1 mengandung
senyawa steroid dan alkaloid. Fraksi 2 sampai
10 tidak ditemukan adanya senyawa steroid,
hanya terdapat senyawa alkaloid dan
flavonoid. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa steroid diduga memiliki aktivitas
dalam penghambatan bakteri.

t ri

ok
si
Am

DM

rim

6 6

in

Daya hambat (mm)

8

Konsentrasi (ppm)

*Diameter daya hambat termasuk diameter cakram 6 mm.

Gambar 6 Diameter daya hambat fraksi
teraktif dengan E. coli ( ) dan S.
aureus ( ).
Bakteri
Gram negatif
mempunyai
ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa
antimikroba dibandingkan dengan bakteri
Gram positif. Bakteri Gram negatif memiliki
sistem seleksi terhadap zat-zat asing, yaitu
pada lapisan lipopolisakarida (Branen &
Davidson 1993). Pelczar dan Chan (2005)
menyatakan struktur dinding sel bakteri Gram
positif relatif lebih sederhana, sehingga
memudahkan senyawa antimikroba untuk
masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran
untuk merusak struktur dinding sel. Struktur
dinding sel bakteri Gram negatif relatif lebih
kompleks, berlapis tiga, yaitu lapisan luar
yang berupa lipoprotein, lapisan tengah yang
berupa lipopolisakarida, dan lapisan dalam
peptidoglikan.
Zona bening untuk kedua antibakteri
terhadap bakteri E. coli dengan nomer ATCC
25922 dan S. aureus dengan nmer ATCC
25923 ini menghasilkan zona bening disekitar
cakram dengan diameter masing-masing 22
mm dan 40 mm terhadap amoksilin,
sedangkan trimetoprim 28 mm dan 30 mm.
DMSO sebagai kontrol negatif tidak
menghasilkan penambahan diameter disekitar
cakram, atau tidak terbentuknya zona bening
di sekitar cakram (Gambar 7 dan 8).
Penggunaan
obat
standar
berupa
amoksilin dan trimetoprim dikarenakan kedua
obat tersebut merupakan zat antibiotik yang
berspektrum luas yang aktif pada sebagian
besar mikroorganisme, sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri baik
bakteri Gram negatif maupun bakteri Gram
positif (Jawetz 2001).
Berdasarkan hasil pengamatan pada fraksi
1 ditemukan adanya aktivitas penghambatan
antibakteri pada bakteri Gram positif. Uji
fitokimia dilakukan pada kesepuluh fraksi dan

Gambar 7 Hasil pengamatan uji antibakteri
obat
standar
amoksilin,
trimetoprim dan DMSO pada
bakteri E. coli.

Gambar 8 Hasil pengamatan uji antibakteri
obat
standar
amoksilin,
trimetoprim dan DMSO pada
bakteri S. aureus.
Amoksilin dan trimetoprim memiliki
metode penghambatan bakteri yang berbeda.
Penghambatan pertumbuhan bakteri amoksilin
dilakukan dengan menghambat sintesis
dinding sel bakteri, sedangkan pada
trimetoprim dengan cara menghambat sintesis
asam nukleat. Senyawa penghambat akan
berikatan dengan enzim atau komponen lain
yang berperan dalam tahap sintesis, sehingga
tidak ada substrat yang direaksikan. Karena
kekurangan nutrisi maka pembentukan
dinding sel akan terhalangi, yang selanjutnya
akan menyebabkan kematian sel (Jawetz
2001).
Uji fitokimia dilakukan pada kesepuluh
fraksi dan pada seluruh fraksi diperoleh
alkaloid. Fraksi yang teraktif, yaitu fraksi 1
ternyata mengandung steroid juga. Hasil uji
fitokimia pada Tabel 3.

9

Tabel 3 Hasil uji fitokimia fraksi daun S.
trifasciata Prain
Uji Fitokimia*

Fraksi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

FV
+
+

SP
-

AL
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

ST
+
-

TR
-

*Keterangan:FV=flavonoid, SP=Saponin, AL=Alkaloid,
ST= steroid, TR= triterpenoid

Menurut Afolayan (2008), gabungan
saponin dan steroid dalam satu fraksi mampu
menghasilkan antibakteri yang lebih baik bila
dibandingkan dengan keberadaan steroid dan
saponin yang terpisah. Hal ini diduga
menyebabkan fraksi 1 hanya mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif (S. aureus) saja, sedangkan pada
bakteri Gram negatif tidak menunjukkan
adanya aktivitas penghambatan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji antibakteri yang dilakukan
terhadap ekstrak kasar metanol daun
Sanseviera trifasciata Prain menunjukkan
bahwa tidak ada aktivitas penghambatan
pertumbuhan bakteri. Hasil fraksinasi yag
mengandung senyawa steroid menunjukkan
adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan
antibakteri hanya pada S. aureus dengan
konsentrasi 10000, 20000, dan 40000 ppm.

Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
untuk menelaah aktivitas antibakteri pada
daun Sanseviera trifasciata Prain dengan
menggunakan beberapa metode ekstraksi yang
berbeda, pelarut yang berbeda, serta dengan
menggunakan variasi konsentrasi yang
berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Afolayan AJ, Jimoh FO, Aliero AA. 2008.
Antioxidant and antibacterial properties of
Sansevieria hyacinthoides. Internat J Pure
Appl Sci 2(3) : 103-110.
Arnold MA. 2004. Landscape Plants for
Environment 3rd Edition. Texas: Odenwald
Inc.
Atlas RM. 1995. Principles of Microbiology.
St. Louis:Mosby
Brannen LA, Davidson PM. 1993.
Antimicrobials in Food. New York:Marcel
Dekker Inc.
Collins CH, Lyne PM. 1995. Microbiological
Methods 7th ed. London:Butterworths.
Departemen
Kesehatan
RI.
1997.
Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia,
Vol. IV. DepKes. RI:Jakarta.
Dold AP, Cocks ML. 2001.Traditional
Veterinary Medicine in The Alice District
of the Eastern Cape Province, South
Africa. S. Afr J Sci 97:375-379.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia,
penuntun Cara Modern Menganalisisa
Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah.
Terjemahan dari: Phytochemical Method a
Guide to Modern Techniques of Plant
Analysis. Bandung: ITB.
Harvey D. 2000. Modern Analytical
Chemistry. New York:McGraw-Hill.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2001.
Medical Herb Index in Indonesia. Ed ke-2.
Jakarta:EGC.
Levaro J, Rojas G. 2001. Antimicrobial
evaluation of certain plants used in
Mexican traditional medicine for the
treatment of respiratory disease. J
Ethnopharmacol 74:97-101.
Lucas H, David JK, Duke J. 2001.
Bioshyntesis
of
Natural
Plant.
Maryland:Chicster Ellis Horwood Ltd.
McFarland J. 1987 Standardization of
bacterial culture for disc diffusion assay. J
Americ Med Assoc 49:1176-1178.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2005. Dasar-Dasar
Mikrobiologi 1. Hadioetomo RS, Teja I,
Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah.
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari
Elements of Microbiology.

9

Tabel 3 Hasil uji fitokimia fraksi daun S.
trifasciata Prain
Uji Fitokimia*

Fraksi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

FV
+
+

SP
-

AL
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

ST
+
-

TR
-

*Keterangan:FV=flavonoid, SP=Saponin, AL=Alkaloid,
ST= steroid, TR= triterpenoid

Menurut Afolayan (2008), gabungan
saponin dan steroid dalam satu fraksi mampu
menghasilkan antibakteri yang lebih baik bila
dibandingkan dengan keberadaan steroid dan
saponin yang terpisah. Hal ini diduga
menyebabkan fraksi 1 hanya mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif (S. aureus) saja, sedangkan pada
bakteri Gram negatif tidak menunjukkan
adanya aktivitas penghambatan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji antibakteri yang dilakukan
terhadap ekstrak kasar metanol daun
Sanseviera trifasciata Prain menunjukkan
bahwa tidak ada aktivitas penghambatan
pertumbuhan bakteri. Hasil fraksinasi yag
mengandung senyawa steroid menunjukkan
adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan
antibakteri hanya pada S. aureus dengan
konsentrasi 10000, 20000, dan 40000 ppm.

Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
untuk menelaah aktivitas antibakteri pada
daun Sanseviera trifasciata Prain dengan
menggunakan beberapa metode ekstraksi yang
berbeda, pelarut yang berbeda, serta dengan
menggunakan variasi konsentrasi yang
berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Afolayan AJ, Jimoh FO, Aliero AA. 2008.
Antioxidant and antibacterial properties of
Sansevieria hyacinthoides. Internat J Pure
Appl Sci 2(3) : 103-110.
Arnold MA. 2004. Landscape Plants for
Environment 3rd Edition. Texas: Odenwald
Inc.
Atlas RM. 1995. Principles of Microbiology.
St. Louis:Mosby
Brannen LA, Davidson PM. 1993.
Antimicrobials in Food. New York:Marcel
Dekker Inc.
Collins CH, Lyne PM. 1995. Microbiological
Methods 7th ed. London:Butterworths.
Departemen
Kesehatan
RI.
1997.
Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia,
Vol. IV. DepKes. RI:Jakarta.
Dold AP, Cocks ML. 2001.Traditional
Veterinary Medicine in The Alice District
of the Eastern Cape Province, South
Africa. S. Afr J Sci 97:375-379.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia,
penuntun Cara Modern Menganalisisa
Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah.
Terjemahan dari: Phytochemical Method a
Guide to Modern Techniques of Plant
Analysis. Bandung: ITB.
Harvey D. 2000. Modern Analytical
Chemistry. New York:McGraw-Hill.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2001.
Medical Herb Index in Indonesia. Ed ke-2.
Jakarta:EGC.
Levaro J, Rojas G. 2001. Antimicrobial
evaluation of certain plants used in
Mexican traditional medicine for the
treatment of respiratory disease. J
Ethnopharmacol 74:97-101.
Lucas H, David JK, Duke J. 2001.
Bioshyntesis
of
Natural
Plant.
Maryland:Chicster Ellis Horwood Ltd.
McFarland J. 1987 Standardization of
bacterial culture for disc diffusion assay. J
Americ Med Assoc 49:1176-1178.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2005. Dasar-Dasar
Mikrobiologi 1. Hadioetomo RS, Teja I,
Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah.
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari
Elements of Microbiology.

AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI AKTIF DAUN
LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata Prain)

YANDITYA DWASTU GITASARI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

9

Tabel 3 Hasil uji fitokimia fraksi daun S.
trifasciata Prain
Uji Fitokimia*

Fraksi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

FV
+
+

SP
-

AL
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

ST
+
-

TR
-

*Keterangan:FV=flavonoid, SP=Saponin, AL=Alkaloid,
ST= steroid, TR= triterpenoid

Menurut Afolayan (2008), gabungan
saponin dan steroid dalam satu fraksi mampu
menghasilkan antibakteri yang lebih baik bila
dibandingkan den