Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan PG Pakis Baru

ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP
KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU

MEGA PRATIWI EKAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kepuasan
Petani Tebu Mitra Terhadap Kemitraan Dengan PG Pakis Baru adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Mega Pratiwi Ekawati
NIM H34090071

ABSTRAK
MEGA PRATIWI EKAWATI. Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap
Kemitraan Dengan PG Pakis Baru. Dibimbing oleh YANTI NURAENI
MUFLIKH.
Bahan baku merupakan suatu kebutuhan yang sangat menentukan
keberlangsungan perusahaan. PG Pakis Baru merupakan salah satu perusahaan
yang menggunakan tebu sebagai bahan bakunya. Keterbatasan PG Pakis baru
dalam pemenuhan tebu mendorong PG untuk menjalin kerjasama dengan petani
tebu. Kerjasama yang dilakukan berbentuk kemitraan dengan pola inti plasma.
Alasan petani melakukan kerjasama kemitraan adalah untuk membantu dalam
permodalan usahatani, budidaya, dan jaminan pemasaran tebu yang dihasilkannya.
Tingkat kepuasan petani tebu mitra terhadap kemitraannya dengan PG Pakis Baru
yang diukur dengan menggunakan analisis Customer Satisfaction Index (CSI)
menunjukkan hasil 94.5 persen. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
petani tebu mitra sangat merasa puas atas kemitraan yang telah dijalinnya dengan

PG Pakis Baru.
Kata kunci: kemitraan, PG Pakis Baru, kepuasan, hubungan

ABSTRACT
MEGA PRATIWI EKAWATI. Analysis of Sugarcane Growers Partners Against
Satisfaction Partnership With PG Pakis Baru. Guided by YANTI NURAENI
MUFLIKH.
The raw material is a crucial need for survival. PG Pakis Baru is one of the
companies that use sugar cane as raw material. Limitations in the fulfillment of
the PG Pakis Baru cane encourage PG to establish cooperation with farmers. The
cooperation form a partnership with the pattern of the plasma core. The reason
farmers cooperative partnership is to assist in the capitalization of farming,
cultivation, and it produces sugarcane marketing collateral. Partner satisfaction
levels sugarcane farmers against partnership with the PG Pakis Baru measured
using analysis Customer Satisfaction Index (CSI) shows the results of 94.5
percent. Results of these calculations indicate that sugarcane farmers are very
satisfied partners over partnerships with PG DI leaders Pakis Baru.
Keywords: partnership, PG Pakis Baru, satisfaction, relationship

ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP

KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU

MEGA PRATIWI EKAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan
PG Pakis Baru
: Mega Pratiwi Ekawati
Nama

: H34090071
NIM

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss
Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Lulus :

2 0 AUG 2013

Judul Skripsi: Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan
PG Pakis Baru
Nama
: Mega Pratiwi Ekawati
NIM
: H34090071


Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
Analisis Kepuasan Petani Tebu Terhadap Kemitraan Dengan PG Pakis Baru.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Netti Tinaprilla, Ir.MM selaku
dosen penguji utama, terima kasih kepada Bapak Rahmat Yanuar, SP.Msi selaku

dosen penguji komdik, dan terima kasih kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP,
M.Agribuss selaku dosen pembimbing. Terima kasih juga saya ucapkan kepada
pihak PG Pakis Baru yang telah memberikan waktu, kesempatan, dan informasi
kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu,
adik serta seluruh keluarga, kepada teman-teman sabimbingan saya Nurma, Getta,
Intan Mega, Emil, Wilaga, teman-teman saya Iqbal, Nawa, Amsetyo, Mada,
Manda, Taufik, Wiggo, Puji, Khonsa, Qisthy, Agatha, Jise, Rama, Tane serta
seluruh keluarga besar Agribisnis IPB 46 atas segala doa, semangat dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Mega Pratiwi Ekawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN

vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
6
Tujuan Penelitian
8
Manfaat Penelitian
9
Ruang Lingkup Penelitian
9
TINJAUAN PUSTAKA
10
Kemitraan
10
Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kemitraan
12
Atribut Yang Digunakan Dalam Penelitian Kepuasan Petani Mitra Terhadap

Kemitraan
13
KERANGKA PEMIKIRAN
14
Kerangka Pemikiran Teoritis
14
Kerangka Pemikiran Operasional
29
METODE PENELITIAN
33
Lokasi dan Waktu Penelitian
33
Jenis dan Sumber Data
33
Metode Pengumpulan Data
33
Metode Analisis Data
34
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
38

Gambaran Umum Lokasi Penelitian
38
Gambaran Umum Perusahaan
38
KARAKTERISTIK USAHA TANI DAN PETANI
41
Karakteristik Usaha Petani Tebu Mitra Responden
41
Karakteristik Petani Tebu Mitra Responden
45
Pola Kemitraan PG Pakis Baru
48
ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP KEMITRAAN
DENGAN PG PAKIS BARU
56
Analisis Kepuasan Petani Mitra
56
Analisis Kesesuaian Skor Kepentingan dan Kinerja
59
Importance Performance Analysis (IPA)

62
Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI)
68
SIMPULAN DAN SARAN
69
Simpulan
69
Saran
70
DAFTAR PUSTAKA
71
LAMPIRAN
73
Lampiran 2 Indikator penilaian petani tebu terhadap kinerja dari atribut
kemitraan
76
RIWAYAT HIDUP
82

DAFTAR TABEL

Table 1 Produk domestik bruto atas harga dasar berlaku menurut
lapangan usaha (miliar rupiah), 2011
Table 2 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) subsektor perkebunan
komoditas tebu, tahun 2008-2012
Table 3 Perkembangan Produksi Pangan Strategis Tahun 2008-2012
(juta ton)
Table 4 Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia
tahun 2008-2012
Table 5 Luas areal tanam tebu dan produksi gula di Indonesia tahun
2007-2011
Table 6 Skor atau nilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja
Table 7 Hasil hubungan antara luas lahan dengan kepuasan petani tebu
mitra dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru
Table 8 Tabel hubungan silang pendidikan formal terakhir petani mitra
dengan kepuasan dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis
Baru
Table 9 Hasil hubungan antara lama bermitra dengan kepuasan petani
tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru
Table 10 Tingkat kesesuaian atribut berdasarkan skor kepentingan dan
kinerja menurut petani tebu mitra responden
Table 11 Koordinat nilai kinerja (x) terhadap kepentingan (y) pada
matriks IPA
Table 12 Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI)

1
2
2
3
3
35
52

54
55
60
62
69

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pola kemitraan inti plasma
Gambar 2 Pola kemitraan subkontrak
Gambar 3 Pola kemitraan dagang umum
Gambar 4 Pola kemitraan keagenan
Gambar 5 Pola kemitraan Kerjasama Kemitraan Operasional Agribisnis
Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional
Gambar 7 Diagram Importance Performance Analysis (IPA)
Gambar 8 Struktur organisasi PG Pakis Baru
Gambar 9 Luas lahan tebu petani mitra responden
Gambar 10 Status kepemilikan lahan petani tebu mitra responden
Gambar 11 Pekerjaan petani tebu mitra responden di luar usahatani tebu
Gambar 12 Lama petani mitra melakukan usahatani tebu
Gambar 13 Alasan petani tebu mitra menjalin kemitraan
dengan PG Pakis Baru
Gambar 14 Sumber informasi petani tebu mitra terhadap PG Pakis Baru
Gambar 15 Sebaran petani tebu mitra berdasarkan lokasi lahan
Gambar 16 Sebaran petani tebu mitra berdasarkan usia
Gambar 17 Sebaran petani tebu mitra responden berdasarkan
jenis kelamin

23
24
25
25
26
30
34
38
39
40
40
41
42
43
44
45
45

Gambar 18 Sebaran petani tebu mitra responden berdasarkan
pendidikan formal terakhir
Gambar 19 Diagram kartesius hasil perhitungan IPA

46
60

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner penelitian
Lampiran 2 Indikator kepuasan petani tebu terhadap atribut kemitraan
Lampiran 3 Dokumentasi

74
76
80

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik
Brutto (PDB) pada tahun 2011 yaitu sebesar 14.72 persen (BPS 2012). Salah satu
subsektor yang berkontribusi besar dalam penyumbang PDB untuk sektor
pertanian adalah subsektor perkebunan.
Table 1 Produk domestik bruto atas harga dasar berlaku menurut lapangan usaha
(miliar rupiah), 2011
No.
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Lapangan Usaha
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
a. Tanaman Bahan Makanan
b. Tanaman Perkebunan
c. Peternakan
d. Kehutanan
e. Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa

2011
1 093 466.0
530 603.7
153 884.7
129 578.3
51 638.1
227 761.2
886 243.3
1 803 486.3
55 700.6
756 537.3
1 022 106.7
491 240.9
534 975.0
783 330.0

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)

Tabel 1 menunjukkan bahwa subsektor perkebunan menyumbangkan
sebesar 2.07 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian
pada tahun 2011 atau menempati posisi ketiga terbesar setelah subsektor tanaman
bahan makanan dan subsektor perikanan. Tingginya kontribusi subsektor
perkebunan tersebut dikarenakan subsektor perkebunan merupakan penyedia
bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa
(BPS, 2012).
Jumlah penyerapan tenaga kerja di subsektor perkebunan dari komoditi tebu
berdasarkan Tabel 2 mengalami peningkatan setiap tahunnya sepanjang 20082012, tetapi dari tahun 2008 hingga 2009 penyerapan jumlah petani dan tenaga
kerja subsektor perkebunan komoditas tebu mengalami penurunan drastis sebesar
11.41 persen dari 1 067 766 menjadi 945 912 orang.

2

Table 2 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) subsektor perkebunan
komoditas tebu, tahun 2008-2012
Tahun
Penyerapan Tenaga Kerja
2008
1 067 766
2009
945 912
2010
956 466
2011
964 282
2012
996 648
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012 (diolah)

Produk subsektor perkebunan yang berperan dalam perekonomian Indonesia
adalah tebu. Data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 menyatakan bahwa
luas lahan tebu pada tahun 2011 yaitu sebesar 473 ribu hektar. Tebu yang
digunakan sebagai bahan baku industri gula mempunyai peran strategis dalam
perekonomian Indonesia. Industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber
pendapatan bagi ribuan petani tebu dan tenaga kerja di industri gula. Hal tersebut
disebabkan oleh gula yang merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia dan menjadi sumber kalori yang relatif murah.
Table 3 Perkembangan Produksi Pangan Strategis Tahun 2008-2012 (juta ton)
Komoditas
2008
2009
2010
2011
2012
Padi
60.32
64.40
66.47
66.76
68.59
Jagung
16.32
17.63
18.33
17.64
18.94
Kedelai
0.77
0.97
0.91
0.85
0.78
Gula
2.70
2.62
2.21
2.23
2.75
Daging Sapi
0.39
0.41
0.43
0.45
0.483
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)

Gula merupakan komoditas strategis perekonomian Indonesia. Hal tersebut
dikarenakan gula merupakan sumber kalori bagi masyarakat Indonesia. Secara
Nasional, jumlah konsumsi gula lebih besar daripada jumlah produksi gula.
Kekurangan jumlah produksi gula tersebut menimbulkan adanya impor gula
mentah dengan tujuan untuk menutupi kekurangan gula di Indonesia.
Tahun 2008 jumlah produksi gula Indonesia mencapai 2.7 juta ton dan
tahun 2012 mencapai jumlah produksi sebesar 2.75 juta ton. Sepanjang tahun
2008-2012, jumlah produksi gula Indonesia mengalami fluktuasi sesuai dengan
Tabel 3. Data dari Dewan Gula Indonesia menyatakan bahwa jumlah produksi
gula mengalami penurunan sepanjang tahun 2008-2010 dengan presentase 18.61
persen dimana penurunan sebesar 2.96 persen terjadi pada tahun 2009 dan
penurunan sebesar 15.65 persen yang terjadi pada tahun 2010. Keadaan produksi
gula Indonesia setelah tahun 2010 mulai membaik yang dapat dilihat dari adanya
peningkatan jumlah produksi gula dari tahun 2010 sampai tahun 2012 dengan
presentase 24.22 persen. Peningkatan sebesar 0.90 persen terjadi pada tahun 2011
dan 23.32 persen terjadi pada tahun 2012. Adanya peningkatan jumlah produksi
gula tersebut masih belum mampu memenuhi permintaan konsumsi gula
Indonesia.

3

Table 4 Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia tahun
2008-2012
Produksi Gula
Konsumsi Gula Nasional
Impor Gula (juta
Tahun
(juta ton)
(juta ton)
ton)
2008
2.70
4.03
1.82
2009
2.62
4.13
1.60
2010
2.21
4.55
2.91
2011
2.23
4.67
2.60
2012
2.75
5.20
2.53
Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2013 (diolah)

Kebutuhan gula di Indonesia tahun 2012 menurut Dewan Gula Indonesia
adalah sebesar 5.20 juta ton yang terdiri dari 3.3 juta ton untuk keperluan
konsumsi rumah tangga, dan 1.9 juta ton untuk keperluan industri. Permintaan
gula Indonesia tersebut tidak diimbangi dengan supply tebu nasional pada tahun
2012 yang hanya mencapai 2.75 juta ton dan menyebabkan adanya impor gula
mentah oleh industri gula di Indonesia untuk kelangsungan proses produksinya.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan produksi gula
agar mampu memenuhi kebutuhan gula Indonesia tanpa harus bergantung kepada
gula impor.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi gula
tersebut tidak terlepas dari penyediaan bahan baku utama dalam industri gula
yaitu tebu. Ketersediaan bahan baku tebu dalam bidang industri gula mempunyai
keterbatasan yang disebabkan oleh kurangnya lahan yang berakibat kepada
kurangnya produksi tebu di Indonesia.
Table 5 Luas areal tanam tebu dan produksi gula di Indonesia tahun 2007-2011
Tahun
Luas areal Pertumbuhan
Produksi
Pertumbuhan Rendemen
(Hektar)
(Persen)
(Ton)
(Persen)
2007
427.799
7,91
2.623.786
13,73
7,35
2008
436.505
2,04
2.668.428
1,70
8,20
2009
443.832
1,68
2.849.769
6,80
7,83
2010
434.257
-2,15
2.694.227
-5,45
6,47
2011
473.923
9,13
3.159.836
17,28
7,35
Sumber : Direktorat Jendreral Perkebunan, 2013 (diolah)

Kekurangan tebu sebagai bahan baku industri gula di Indonesia
menyebabkan kurangnya jumlah gula yang dihasilkan oleh pabrik gula di
Indonesia. Kurangnya suplai tebu yang dirasakan dalam industri gula mendorong
perusahaan untuk menentukan strategi dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam mengatasi kurangnya
pasokan bahan baku tebu untuk produksinya adalah dengan menjalin kemitraan
dengan petani tebu.
Pola kemitraan yang banyak dilaksanakan oleh pabrik gula dengan petani
tebu di Indonesia menurut Hafsah (2000) dapat berupa pola kemitraan inti plasma,
pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan, pola waralaba. Masingmasing pola kemitraan yang dijalankan di Indonesia tersebut mempunyai kendala
dalam pelaksanaannya.

4

Penyimpangan yang sering terjadi dalam pelaksanaan kemitraan yaitu
penyimpangan dari perjanjian yang telah disepakati seperti adanya kewajiban
yang tidak dipenuhi oleh pihak yang bermitra. Kendala lain yang terjadi dalam
kemitraan adalah pondasi kemitraan yang mendasari dilakukannya kemitraan
kurang kuat seperti kemitraan yang dijalin berdasarkan belas kasihan atau atas
dasar paksaan dari pihak lain, bukan alasan untuk maju dan berkembang bersama
pihak bermitra.
Alasan lain penyebab kegagalan kemitraan adalah kurangnya etika bisnis
yang diterapkan dalam pelaksanaan kemitraan sehingga kemitraan tersebut akan
menjadi rapuh dan menyebabkan kemitraan tidak berjalan dengan baik. Kondisi
ini menjadikan kedudukan usaha kecil di pihak yang lemah dan usaha menengah
dan besar sangat dominan cenderung mengeksploitasi yang kecil. Selain itu,
lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki usaha kecil juga sering menjadi
faktor kegagalan kemitraan usaha.
Penelitian mengenai kepuasan kemitraan dalam subsektor perkebunan telah
dilakukan oleh Rochmatika (2006) dengan topik mengenai kepuasan petani mitra
terhadap pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula XYZ. Penelitian yang dilakukan
tersebut menunjukkan hasil bahwa masih banyaknya penyimpangan yang terjadi
dalam pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula XYZ seperti masih lemahnya
perjanjian kemitraan dari sisi hukum yang dapat mengakibatkan adanya klausul
perjanjian yang tidak sesuai dengan kenyataan. Selain karena lemahnya
kedudukan perjanjian kemitraan dari sisi hukum, permasalahan petani juga
berkaitan dengan bantuan biaya garap yang kurang dan adanya keterlambatan
dalam menyaluran bantuan biaya garap dari pabrik gula ke petani tebu mitranya.
Penyimpangan lain yang terdapat dalam kemitraan pada penelitian tersebut adalah
adanya keluhan petani tebu mitra terhadap kurangnya respon dari pabrik gula dan
kurang transparannya perhitungan rendemen tebu petani mitra oleh pabrik gula.
Pabrik Gula (PG) Pakis Baru merupakan salah satu pabrik gula yang masih
kekurangan dalam pemenuhan bahan bakunya. Hal tersebut mendorong PG Pakis
Baru untuk menjalin kemitraan dengan petani tebu yang bertujuan memenuhi
kekurangan persediaan bahan baku tebu yang digunakan dalam produksinya.
Pemenuhan bahan baku tebu PG Pakis Baru yang belum mencukupi baik dalam
standar dan jumlah dengan adanya kemitraan mendorong PG Pakis Baru untuk
mengetahui kepuasan dari petani tebu mitra.
Terdapat banyak penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan antara PG
Pakis Baru dengan petani tebu mitra. Penyimpangan dari segi petani tersebut
dapat dilihat dari adanya petani yang masih menjual tebu hasil produksinya ke PG
lain dengan alasan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hal tersebut
dikarenakan, PG Pakis Baru tidak mentolerir tebu hasil petani mitra yang
mengandung rendemen dibawah rata-rata untuk dapat dihitung harganya sesuai
dengan harga tebu dengan rendemen rata-rata. Tidak adanya toleransi harga dari
PG Pakis Baru kepada tebu hasil petani mitranya mendorong petani tebu mitra
yang menghasilkan tebu dengan rendemen dibawah rata-rata lebih cenderung
untuk memilih menjual tebu hasil produksinya ke PG lain yang bersedia
memberikan harga yang lebih tinggi atas tebunya seperti menjual ke PG Rendeng
yang berani membayar tebu berrendemen rendah dengan harga yang sesuai
dengan harga tebu dengan rendemen rata-rata.

5

Penyimpangan lain yang dilakukan petani tebu mitra adalah berkaitan
dengan tebu yang diserahkan oleh petani mitra kepada PG Pakis Baru. Standar
tebu yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru adalah tebu yang bersih, segar, dan
manis. Standar tersebut merupakan standar rata-rata yang digunakan oleh semua
pabrik gula di Indonesia. Kemitraan yang berjalan antara PG Pakis Baru dengan
petani mitranya mengalami penyimpangan terkait standar tebu yang diserahkan
petani mitra kepada PG Pakis Baru. Masih banyak dijumpai petani mitra yang
menyerahkan hasil tebunya dengan kondisi yang masih kotor seperti masih
terdapat tanah pada akarnya serta kesegarannya yang kurang diperhatikan oleh
petani mitra. Kesegaran tebu yang diserahkan petani mitra kepada PG Pakis Baru
tersebut dinilai masih kurang segar karena ternyata petani mitra telah melakukan
panennya pada beberapa hari sebelum tebu diserahkan ke PG Pakis Baru.
Penyimpangan dari segi PG Pakis Baru terhadap pelaksanaan kemitraan
dapat dilihat dari kurangnya respon dan perhatian dari PG Pakis Baru kepada
petani tebu mitra. Hal tersebut mengakibatkan petani kesulitan dalam menghadapi
permasalahan selama proses budidaya berlangsung. Selain itu, penyimpangan
terhadap perhitungan rendemen juga terjadi dalam pelaksanaan kemitraannya. PG
Pakis Baru kurang transparan dalam perhitungan rendemennya sehingga petani
hanya mampu menerima hasil sesuai dengan yang diputuskan oleh pihak PG.
Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan antara PG
Pakis Baru dengan petani tebu mitra tersebut dapat berpengaruh terhadap jumlah
petani mitra yang akan mempengaruhi jumlah pasokan bahan baku tebu oleh PG
Pakis Baru. Petani mitra yang merasa tidak puas atas jalannya kemitraan dapat
memberikan dampak kepada jumlah pasokan tebu PG Pakis Baru. Hal tersebut
dikarenakan petani yang tidak puas atas kemitraannya akan lebih memilih untuk
menjual tebu hasil produksinya ke PG lain yang dinilai lebih memberikan
keuntungan dari segi pendapatan sehingga pasokan bahan baku tebu PG Pakis
Baru juga akan berkurang. Untuk mengurangi kemungkinan menurunnya jumlah
pasokan tebu PG Pakis Baru yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah petani
mitra karena adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka PG Pakis Baru
harus memperhatikan kepuasan petani tebu mitra terhadap jalannya kemitraan
sehingga petani akan merasa puas dan dapat merekomendasikan kemitraannya
kepada petani lain yang belum bermitra yang akan dapat meningkatkan jumlah
persediaan tebu PG Pakis Baru.
Kepuasan petani tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan dinilai penting
bagi kelangsungan produksi PG Pakis Baru karena kepuasan petani tebu mitra
terhadap kemitraan mampu membantu PG untuk mengembangkan kemitraannya
dengan menambah jumlah petani tebu mitra sehingga dapat menambah pasokan
bahan baku tebu yang digunakan dalam proses produksinya. Petani tebu mitra
yang merasa puas atas kemitraan yang dijalinnya dengan PG Pakis Baru akan
merekomendasikan kemitraan kepada petani tebu lain yang belum bermitra
sehingga jumlah petani tebu mitra PG Pakis Baru akan bertambah yang akan
mengakibatkan pada bertambahnya jumlah tebu yang digunakan sebagai bahan
baku produksi oleh PG Pakis Baru.

6

Perumusan Masalah
PG Pakis Baru merupakan salah satu industri gula yang menggunakan tebu
sebagai bahan bakunya. Supply tebu yang digunakan sebagai bahan baku oleh PG
Pakis Baru pada tahun 2012 mengalami kekurangan. Kekurangan bahan baku tebu
PG Pakis Baru dikarenakan pasokan tebu yang dihasilkan oleh PG Pakis Baru dari
lahan milik sendiri masih belum mampu menghasilkan tebu dengan jumlah yang
dibutuhkan PG untuk berproduksi. Hal tersebut mendorong PG Pakis Baru untuk
menetapkan strategi dalam memenuhi pasokan bahan baku tebunya. Strategi yang
dilakukan oleh PG Pakis Baru adalah menjalin kemitraan dengan petani tebu.
Permintaan tebu oleh PG Pakis Baru dalam masa giling tahun 2012 adalah
sebesar 276 295.1 ton, sedangkan tebu yang dihasilkan petani mitra yaitu sebesar
168 343.06 ton dan tebu yang dihasilkan dari lahan PG Pakis Baru sendiri adalah
sebesar 9 373 ton (Bagian Tanaman PG Pakis Baru, 2013). Kurangnya jumlah
tebu yang dihasilkan dari petani mitra mendorong PG Pakis Baru untuk membeli
tebu hasil petani tebu yang tidak menjalin mitra. Terjadinya transaksi jual beli
oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu non mitra mampu membantu PG untuk
memenuhi pasokan bahan baku tebu untuk produksinya. Hal tersebut
memungkinkan PG Pakis Baru untuk mengembangkan kemitraannya dengan
petani tebu non mitra untuk meningkatkan jumlah pasokan bahan baku tebu yang
mempengaruhi kegiatan produksinya.
Pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru mempunyai
tujuan untuk meningkatkan pasokan bahan baku tebu. Salah satu cara untuk
mampu mengembangkan kemitraannya adalah dengan melalui rekomendasi dari
petani tebu mitra kepada petani tebu non mitra, sehingga PG Pakis Baru harus
mampu memuaskan petani tebu mitra. Petani tebu mitra yang merasa puas
terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru akan cenderung bertahan
untuk bermitra dan dapat merekomendasikan kemitraan tersebut kepada petani
tebu lain yang belum menjalin mitra dengan PG Pakis Baru. Hal tersebut
mempengaruhi PG Pakis Baru untuk mengetahui kepuasan petani tebu mitra
sebagai sarana dalam mengembangkan kemitraannya sehingga dapat
meningkatkan jumlah pasokan tebu yang digunakan untuk produksinya.
Tujuan utama dilakukannya kemitraan oleh PG Pakis Baru dengan petani
tebu adalah untuk memenuhi pasokan bahan baku yang digunakan dalam proses
produksinya. PG Pakis Baru mempunyai kemampuan dalam hal permodalan,
tetapi mereka kekurangan tenaga kerja untuk mengolah lahan yang dimilikinya
sehingga PG memanfaatkan petani tebu untuk menggarap lahannya dan
menghasilkan tebu sehingga proses produksinya dapat terus berlangsung. Petani
mempunyai tenaga kerja yang mampu menjalankan usahatani tebu, tetapi petani
tidak mempunyai modal, teknologi, dan informasi untuk menjalankan
usahataninya serta tidak memiliki jaminan pasar yang jelas sehingga petani
memanfaatkan keadaan PG yang mengalami kekurangan tenaga kerja untuk dapat
bekerjasama sehingga dapat saling menguntungkan.
Pola kemitraan yang dijalankan oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu
mitra adalah pola kemitraan inti plasma dimana PG Pakis Baru bertindak sebagai
pihak inti dan petani tebu mitra bertindak sebagai plasma. Pola kemitraan inti
plasma yang dijalankan oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra memberikan
kewajiban kepada pihak inti yaitu PG Pakis Baru untuk menyediakan modal yang

7

diperlukan petani tebu mitra dalam menjalankan usahataninya dengan imbalan
pihak PG menerima hasil tebu petani mitra sesuai dengan yang diharapkan oleh
PG Pakis Baru untuk produksinya. Petani tebu mitra sebagai pihak plasma
menerima bantuan modal dari pihak inti dan berkewajiban untuk mentaati segala
aturan yang telah ditetapkan oleh PG Pakis Baru dalam pelaksanaan usahataninya
dan menghasilkan tebu sesuai dengan permintaan PG Pakis Baru sebagai pihak
inti.
Kemitraan yang dijalin oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra
mempunyai kendala dalam pelaksanaannya. Kendala yang terdapat dalam
kemitraan PG Pakis baru dengan petani tebu mitra adalah adanya penyimpangan
dalam perhitungan rendemen tebu hasil petani mitra. Petani merasa bahwa dalam
perhitungan rendemen tebu hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh
petani. Rendemen pada tebu hasil produksinya dinilai tinggi oleh petani yang
dapat dilihat selama proses berlangsungnya budidaya, tetapi hasil perhitungan
rendemen yang dilakukan oleh PG Pakis Baru dinilai rendah dan tidak sesuai
dengan yang diharapkan petani. Penyimpangan tersebut menyebabkan petani
mitra kurang puas terhadap kemitraan yang dijalinnya dengan PG Pakis Baru
sehingga petani mitra menjual tebu hasilnya ke PG lain yang memberikan nilai
tinggi terhadap rendemennya.
Penyimpangan lain yang dirasakan petani tebu mitra dalam kemitraannya
yaitu pelaksanaan pendampingan yang telah disepakati tidak dijalankan sesuai
dengan perjanjian dan ketentuan yang telah disepakati bersama. Respon petani
tebu mitra yang diharapkan petani mitra dapat membantu petani mitra dalam
menyelesaikan masalah ternyata juga tidak berjalan sesuai dengan harapan petani
mitra. Hal tersebut dapat dilihat dari lambatnya respon PG Pakis Baru atas
keluhan petani tebu mitra selama proses budidaya berlangsung.
Penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan tidak hanya dirasakan petani
tebu mitra, tetapi juga dirasakan oleh PG Pakis Baru. Pihak PG Pakis Baru
merasakan penyimpangan dalam penyerahan hasil tebu dari petani tebu mitra.
Penyimpangan tebu hasil petani mitra dapat ditemukan dari adanya tebu yang
belum layak panen tetapi sudah dipanen oleh petani dan diserahkan kepada PG
Pakis Baru. Selain itu, jumlah tebu yang dikirimkan oleh petani mitra juga belum
mampu memenuhi jumlah yang seharusnya diterima oleh PG Pakis Baru. Kualitas
tebu yang dihasilkan petani mitra juga masih belum mampu memenuhi standar
yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru (sehat, manis, bersih). Petani mitra masih
menyerahkan tebu hasil produksinya kepada PG Pakis Baru dalam kondisi kotor
seperti masih terdapatnya tanah pada akar tebu. Petani mitra juga sering
menyerahkan tebu hasil produksinya ke PG Pakis Baru dalam kondisi yang
kurang segar karena penyimpanan yang cukup lama setelah panen dan dengan
umur yang belum sesuai dengan yang ditetapkan PG Pakis Baru.
Kepuasan yang dirasakan oleh petani tebu mitra yaitu dari penetapan harga
yang diberikan PG Pakis Baru kepada tebu hasil petani mitra dengan rendemen
yang sama jika dijual ke PG lain, tetapi harga yang diberikan oleh PG Pakis Baru
lebih tinggi dari PG lainnya. Hal tersebut dikarenakan perhitungan rendemen di
PG Pakis Baru masih tergolong kedalam perhitungan yang akurat karena mesin
yang digunakan untuk menghitung rendemen tebu hasil petani mitra masih
tergolong baik sehingga tidak terdapat kesalahan ataupun kebocoran dalam
perhitungan rendemen tebu tersebut.

8

Kelemahan dari PG Pakis Baru terkait dengan penetapan harga untuk tebu
rendemen rendah adalah PG Pakis Baru tidak dapat mentolerir harga tebu
berendemen rendah menjadi sama dengan harga tebu berendemen rata-rata. Hal
tersebut bermaksud, PG Pakis Baru akan tetap memberikan harga yang sesuai
dengan rendemen tebu hasil petani mitra. Petani mitra yang menghasilkan tebu
dengan rendemen rendah atau dibawah rata-rata PG akan menerima harga yang
sesuai dengan rendemennya, karena perhitungan harga tebu di PG Pakis Baru
terhadap tebu dengan rendemen rendah atau dibawah rata-rata adalah sesuai
dengan keadaan rendemen tebu. PG Pakis Baru tidak memberikan harga yang
sama dengan harga rata-rata bagi tebu yang menghasilkan rendemen dibawah
rata-rata, hal tersebut memicu petani yang menghasilkan tebu dengan rendemen
rendah untuk menjual hasil tebunya ke PG yang berani memberikan nilai lebih
tinggi dengan rendemen yang rendah tersebut.
Penyimpangan-penyimpangan yang dirasakan oleh PG Pakis Baru maupun
petani tebu mitra tersebut mendorong adanya perubahan baik dalam jumlah mitra
maupun jumlah pasokan tebu oleh PG Pakis Baru. Hal tersebut dikarenakan
jumlah petani mitra akan berpengaruh terhadap jumlah pasokan bahan baku tebu
PG Pakis Baru karena sebagian besar pasokan bahan baku tebu PG Pakis Baru
berasal dari petani tebu mitra, sehingga kepuasan petani tebu mitra akan
kemitraan dengan PG Pakis Baru harus diperhatikan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa diperlukan pengukuran
kepuasan dari petani tebu mitra dalam pelaksanaan kemitraannya dengan PG
Pakis Baru untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepuasan petani tebu mitra
terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru selama ini. Kepuasan
petani tebu mitra dalam kemitraannya dirasakan sangat penting oleh PG Pakis
Baru karena petani mitra yang merasa puas dapat merekomendasikan kemitraan
dengan PG Pakis Baru kepada petani tebu lainnya yang belum bermitra maupun
yang sudah habis masa mitranya dengan PG yang lain., sehingga dapat
dirumuskan permasalahannya adalah:
1.
Bagaimana karakteristik petani plasma yang bermitra dengan PG Pakis
Baru?
2.
Bagaimana pola kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru?
3.
Bagaimana tingkat kepuasan petani plasma terhadap pelaksanaan kemitraan
dengan PG Pakis Baru?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
Menganalisis karakteristik petani plasma yang bermitra dengan PG Pakis
Baru.
Menganalisis pola kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru.
Menganalisis tingkat kepuasan petani plasma terhadap pelaksanaan
kemitraan dengan PG Pakis Baru.

9

Manfaat Penelitian
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Dari hasil penelitian ini, diharapkan akan berguna bagi :
Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan ilmu yang
telah dipelajari di bangku kuliah sekaligus memberikan pengalaman kepada
peneliti untuk langsung terjun ke masyarakat dan menganalisis suatu
kondisi, permasalahan, dan fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat
merumuskannya berdasarkan teori yang telah dipelajari selama kuliah.
Bagi perusahaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan yang berguna bagi pihak perusahaan terkait dengan kemitraan
dalam mengambil keputusan untuk menyempurnakan pelaksanaan
kemitraan sehingga petani mitra dapat semakin berkomitmen dalam
pelaksanaan kemitraan dengan perusahaan serta dapat merekomendasikan
kemitraannya kepada petani tebu lain yang belum bermitra, sehingga dapat
membantu perusahaan dalam mengatasi permasalah yang ada terkait
kurangnya pasokan bahan baku produksi.
Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
keadaan petani suatu daerah dalam kaitannya dengan pelaksanaan budidaya
tebu yang didukung oleh adanya kemitraan dengan pabrik gula sehingga
pemerintah dapat membantu kelancaran pelaksanaan kemitraan dengan
kebijakan-kebijakan terkait dengan gula yang berhubungan dengan tebu,
dimana tebu digunakan sebagai bahan baku produksi penghasil gula yang
dapat mendukung tercapainya swasembada gula Jawa Tengah tahun 2013
dan swasembada gula Nasional tahun 2014.
Bagi petani, penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada pihak
perusahaan untuk lebih memperbaiki kinerjanya dalam pelaksanaan
kemitraan dengan petani mitra sehingga petani merasa lebih puas dalam
bermitra dan menjadi lebih loyal untuk menjual hasil tebunya ke pabrik gula
yang bersangkutan. Selain itu, penelitian ini juga akan membantu petani
untuk menyampaikan keluh kesahnya selama kemitraan berlangsung.
Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai tambahan informasi mengenai
pelaksanaan kemitraan petani tebu di Kabupaten Rembang dengan PG Pakis
Baru serta memberikan informasi tentang kepuasan petani tebu tersebut atas
kemitraan terhadap PG Pakis Baru.
Bagi pihak lain, penelitian ini berguna sebagai rujukan untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut, serta dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian
selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada komoditi tebu yang diusahakan oleh petani di
Kabupaten Rembang untuk menganalisis kepuasan petani tebu mitra terhadap
kemitraan dengan PG Pakis Baru dan melihat kepuasan dari PG Pakis Baru dalam
kemitraannya dengan petani tebu mitra. Data yang digunakan adalah data primer
yang merupakan hasil wawancara langsung dengan pihak PG Pakis Baru dan
petani mitra serta menggunakan kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari
instansi-instansi terkait yang mendukung data penelitian seperti Badan Pusat

10

Statistik, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, dan media
elektronik (internet).

TINJAUAN PUSTAKA
Kemitraan
Penelitian tentang kemitraan dilakukan oleh Iftaudin (2005) tentang kajian
kemitraan serta pengaruhnya terhadap pendapatan usahatani dan efisiensi faktor
produksi udang windu. Penelitian ini dilakukan pada kemitraan udang windu di
Desa Banjar Sari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Tujuan
penelitian ini untuk mempelajari pelaksanaan kemitraan antara PT Atina dengan
petani udang windu serta mengidentifikasikan manfaat dan kendala kemitraan
serta memberikan masukan alternatif pemecahan dari kendala-kendala tersebut.
Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani udang windu
dan efisiensi penggunanaan faktor-faktor produksi. Sejak awal berdiri PT Atina
melakukan kemitraan dengan petani udang windu untuk memenuhi ekspor ke
jepang dengan bentuk kemitraan sub kontrak. Manfaat kemitraan bagi petani mitra
antara lain peningkatan penerimaan, tambak bersertifikat organik, dan bimbingan
teknis budidaya tambak organik. Manfaat bagi PT Atina antara lain pasokan
bahan baku terpenuhi, kemudahan memasuki pasar udang Internasional dan
investasi untuk kemitraan tidak terlalu besar.
Kartika (2005) melakukan penelitian di PT Inter Agro Prospek. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menjelaskan mekanisme kemitraan Pola Inti Rakyat
(PIR) yang dilakukan oleh PT Inter Agro Prospek dengan peternak plasma.
Pelaksanaan kemitraan mencakup persyaratan menjadi peternak plasma,
penetapan harga sarana produksi, pengaturan pola produksi, pemberian bonus dan
sanksi serta pengawasan dari inti. Alat analisis yang digunakan yaitu alat analisis
deksriptif dan analisis usahatani. Peternak dibagi menjadi tiga skala. Hasil analisis
pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan peternak skala I adalah Rp 2 584 843
per periode. Pendapatan yang diterima peternak skala II adalah Rp 6 970 493.79
per periode. Untuk peternak skala III pendapatan yang diterimanya sebesar Rp 11
544 761.90 per periode. Perolehan nilai positif pada pendapatan total rata-rata
menunjukkan bahwa peternak mendapat mendapatkan keuntungan dari usaha
ternaknya.
Insentif perusahaan inti diperoleh dari penjualan pakan, DOC, obat-obatan,
vaksin dan vitamin serat selisih harga jual ayam di pasar dengan harga
kesepakatan. Mekanisme dalam hal pemasokan DOC inti memperoleh insentif
dari selisih harga beli DOC dengan kesepakatan plasma sebesar Rp 400/ekor.
Insentif pakan merupakan selisih harga beli pakan dengan harga kesepakatan
sebesar Rp 100/kg sedangkan insentif obat-obatan, vaksin dan vitamin inti
memperoleh harga antara 15-25 persen dari perusahaan obat.
Marliana (2008) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Manfaat dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan
Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan”. Bertujuan untuk mengkaji pola
pelaksanaan kemitraan dan juga mengetahui proses perkembangan serta kendala
yang dihadapi petani, menganalisa manfaat kerjasama kemitraan dari aspek

11

teknologi dan pemasaran, menganalisa tingkat pendapatan usahatani Lettuce di
petani mitra dan non mitra untuk mengetahui manfaat pendapatan yang diperoleh
petani mitra dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani
untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Data dan informasi yang diperoleh
selanjutnya akan diolah untuk dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan kemitraan dengan
menguraikan gambaran umum mengenai pola kemitraan. Pola kemitraan
mencakup manfaat-manfaat yang diperoleh, kendala-kendala yang dihadapi petani
dan perusahaan, serta kegiatan budidaya di petani. Analisis manfaat kemitraan
menggunakan analisis usahatani R/C rasio. Fungsi dari analisis BEP yaitu untuk
mengetahui tingkat penjualan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba, atau
penjualan sama dengan biaya yang dikeluarkan.
Widianto (2008) melakukan penelitian tentang pemberdayaan komunitas
petani melalui program kemitraan agribisnis paprika di Desa Pasirlangu,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
lebih jauh mengenai bentuk kemitraan yang telah terjalin antara petani dengan
perusahaan swasta dan juga ingin mengetahui kemitraan tersebut yang merupakan
jalan keluar dalam usaha pemberayaan masyarakat. Bina Tani Mandiri adalah
perusahaan kemitraan dengan sistem kemitraan yang memiliki interaksi negatif,
dimana para petani saling berpencar dan menghindari berhubungan dengan
perusahaan mitra. Hal tersebut disebabkan karena pola komunikasi yang
dijalankan bersifat satu arah, keputusan semua berada di tangan perusahaan.
Keadaan ini membuat petani mencari alternatif lain.
Tiara (2009) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Rencana Kemitraan
Antara Petani Kacang Tanah dengan CV. Mitra Priangan (Kasus Pada Petani
Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masingmasing pelaku kemitraan, dalam hal ini kondisi CV. Mitra Priangan dengan petani
mitra dan menentukan pola kemitraan yang sesuai dengan CV. Mitra Priangan dan
petani mitra. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kemitraan dapat
dipengaruhi oleh tujuan masing-masing pelaku sebagai pendorong internal dan
faktor-faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi oleh kedua pelaku mitra.
Analisis juga dilakukan untuk mengetahui faktor bagi penentuan pola kemitraan
CV. Mitra Priangan dan kelompok tani mitranya. Pola kemitraan kenjelaskan
hubungan kerjasama dan posisi kedua pelaku dalam pelaksanaan kemitraan. Pola
kemitraan yang ideal dan efektif dapat menjadi solusi terbaik untuk
pengembangan usaha kedua pelaku.
Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya, penulis menjadikan beberapa
kajian sebelumnya sebagai referensi dalam penelitian yang dilakukan. Hal
tersebut dikarenakan adanya persamaan yang mendasar dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan pada metode analisis dalam penelitian ini adalah
mempunyai kesamaan topik penelitian yaitu membahsa mengenai kemitraan.
Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik analisis kemitraan
terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang dilakukan, misalnya dalam
penentuan lokasi dan objek yang diteliti.

12

Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kemitraan
Kemitraan yang dilakukan harus dikaji tingkat kepuasannya untuk
mengevaluasi pelaksanaan kemitraan yang dilihat dari sisi konsumen produk
kemitraan yang dalam hal ini adalah petani mitra. Penelitian tentang kepuasan
petani terhadap kemitraan dilakukan oleh Firwiyanto (2008) dengan mengukur
tingkat kepuasan peternak terhadap kemitraan ayam broiler. Perhitungan
dilakukan untuk menemukan indeks tingkat kepuasan peternak terhadap
pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budidaya dan pelayanan pasca panen
dengan penentuan bobot berdasarkan metode Importance Performance Analysis
(IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Melalui analisis IPA dapat diketahui
atribut dari kemitraan yang berada pada kuadran I, dimana atribut tersebut tingkat
kinerjanya belum optimal dan harus menjadi prioritas untuk ditingkatkan.
Disamping itu kinerja atribut pada kuadran II harus tetap dipertahankan, dan
meningkatkan kinerja atribut kuadran III setelah perbaikan kinerja atribut kuadran
I. Secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut
kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti. Hal ini dilihat dari nilai CSI
sebesar 0.74 atau 74 persen.
Lestari (2009) juga melakukan penelitian mengukur kepuasan petani mitra
menggunakan metode IPA dan CSI. Atribut yang digunakan oleh peneliti terdiri
dari tujuh belas atribut, dimana terdapat empat atribut yang memiliki tingkat
kepentingan yang tinggi tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak
plasma sehingga digolongkan kedalam kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas
pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis
kesesuaian juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai
kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma
merasa puas dengan kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal
tersebut diketahui dari nilai CSI sebesar 63.38 persen dimana nilai ini berada di
skala puas.
Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani
mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT SHS. Metode IPA dapat melihat
tingkat kepentingan dan kepuasan petani terhadap atribut kepuasan yang
digunakan dalam penelitian ini, sehingga akan dapat diperoleh atribut yang
menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja pelaksanaan kemitraan.
Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Lestari adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih
pokok, harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh
sarana produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi
yang diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani,
bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan
kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi,
bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana
transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu
pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui
kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian dari penelitian sebelumnya, penulis menjadikan
beberapa kajian sebelumnya sebagai referensi dalam penelitian yang dilakukan.
Hal tersebut dikarenakan adanya persamaan yang mendasar dengan penelitian

13

sebelumnya. Persamaan pada metode analisis dalam penelitian ini adalah
mempunyai kesamaan topik penelitian yaitu membahas mengenai kemitraan dan
kepuasan petani terhadap kemitraan. Beberapa penelitian sebelumnya yang
relevan dengan topik analisis kemitraan dan kepuasan petani terhadap kemitraan
terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang dilakukan yang terletak
dalam komoditi yang diusahakan dan lokasi penelitian.
Atribut Yang Digunakan Dalam Penelitian Kepuasan Petani Mitra Terhadap
Kemitraan
Kusumah (2008) dalam penelitiannya mengenai tingkat kepuasan peternak
plasma terhadap pola kemitraan Tunas Mekar Farm menggunakan beberapa
atribut yang diduga berpengaruh terhadap kepuasan peternak yaitu penerapan
harga kontrak DOC, kualitas pakan, obat dan vaksin, serta bimbingan teknis yang
diberikan pihak inti. Atribut yang menjadi prioritas utama yang harus diperbaiki
berdasarkan penelitian Kusumah (2008) adalah kualitas DOC yang diharapkan
oleh peternak plasma adalah DOC yang memiliki performa baik dan lebih tahan
terhadap penyakit stress. Atribut yang menjadi prioritas utama yaitu atribut yang
memiliki tingkat kepentingan tinggi namun kinerjanya dinilai masih rendah oleh
peternak plasma. Hasil dari penentuan atribut yang menjadi prioritas utama akan
berbeda dari masing-masing perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Firwiyanto (2008) menyimpulkan atribut
utama dalam penelitiannya adalah jadwal pengiriman sarana produksi, kesesuaian
waktu panen, pelayanan dan materi bimbingan, dan kecukupan sarana produksi.
Lestari (2009) melakukan penelitian dengan topik yang sama yaitu terkait denagn
tingkat kepuasan dan pendapatan peternak ayam broiler. Atribut yang digunakan
dalam penelitian Lestari (2009) yaitu prosedur penerimaan mitra, penerapan harga
kontrak DOC, harga kontrak pakan, kualitas DOC dan pakan, harga dan kualitas
obat vaksin, jadwal pengiriman sarana produksi, frekuensi bimbingan teknis,
pelayanan dan materi bimbingan, penerapan standar produksi, kesesuaian waktu
panen, respon terhadap keluhan, kesesuaian harga jual output, kecepatan
pembayaran hasil panen, pemberian bonus, dan pemberian kompensasi. Alat
analisis yang digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan peternak terhadap
atribut tersebut adalah dengan menggunakan metode Importance Performance
Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Tiap atribut diberikan
skala skor 1 sampai 4 dengan alasan untuk menghindari ketidakpastian responden
(central tendency), yaitu kecenderungan responden memilih jawaban tengah atau
jawaban kategori cukup. Hasil dari penelitian Lestari (2009) menunjukkan bahwa
atribut yang menjadi prioritas utama adalah kualitas DOC, kualitas pakan,
kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus.

14

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka teoritis adalah suatu kerangka yang menjelaskan mengenai teoriteori yang sesuai dengan topik penelitian. Kerangka pemikiran teoritis dalam
penelitian ini meliputi kemitraan, konsep kepuasan kemitraan dan pengukuran
kepuasan.
Kemitraan
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 menyatakan bahwa kemitraan adalah
kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan
saling menguntungkan. Definisi tersebut mengandung arti kemitraan sebagai
tanggungjawab moral. Pengusaha menengah atau besar membimbing dan
membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya
sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan
kesejahteraan bersama. hal tersebut berarti bahwa masing-masing pelaku mitra
harus menyadari adanya kelemahan pada masing-masing baik di bidang
manajemen, penguasaan iptek maupun penguasaan sumberdaya sehingga pelaku
mitra harus mampu saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing.
Kemitraan adalah strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih
dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip
saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000). Keberhasilan
kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam
menjalankan etika bisnis karena kemitraan merupakan suatu strategi bisnis.
Kemitraan yang ideal menurut Hafsah (2000) adalah kemitraan antara usaha
menengah dan usaha besar yang kuat di kelasnya dengan pengusaha kecil yang
kuat di bidangnya yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau kesamaan
derajat bagi pihak mitra sehingga tidak ada pihak lain yang dirugikan, karena
tujuan utama dari kemitraan adalah untuk meningkatkan keuntungan atau
pendapatan melalui pengembangan usahanya tanpa saling mengeksploitasi satu
sama lain serta tumbuh berkembang dengan rasa saling percaya diantara pelaku
mitra. Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1997 menyatakan bahwa kemitraan
adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau
dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah
dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat, dan saling menguntungkan.
Kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama yang mengacu pada
terbentuknya keseimbangan, keselarasan, dan keterampilan yang didasari oleh
sikap paling percaya antara kedua belah pihak yang bermitra yaitu perusahaan dan
kelompok, dimana adanya hubungan kemitraan ini akan terwujud hubungan saling
menguntungkan, saling membutuhkan, dan saling memperkuat. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa kerjasama dalam bentuk kemitraan ini bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, adanya jaminan supply,
meningkatkan kualitas produksi, meningkatkan kualitas kelompok mitra,
meningkatkan usaha, serta menciptakan kelompok mitra yang mandiri.

15

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kemitraan merupakan kerjasama usaha yang dilakukan sebagai strategi bisnis
antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan yang disertai adanya satu pembinaan dan
pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing-masing pihak
pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan y