Study of The Benefits of Adding Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg Leaf Extract and Its Effect on The Quality of Palm Sugar.

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PARENGPENG
(Macaranga javanica Blume Mull. Arg) SEBAGAI SENYAWA
ANTIMIKROBA PADA NIRA AREN DAN PENGARUHNYA
TERHADAP MUTU GULA SEMUT YANG DIHASILKAN

LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis tentang Pemanfaatan Ekstrak
Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa
Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang
Dihasilkan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor,

Juni 2013

Lidia Chronika Simanjuntak
NIM F351090021

RINGKASAN

LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK. Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng
(Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira
Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan. Dibimbing
oleh LIESBETINI HARTOTO dan MUHAMMAD ROMLI.
Tanaman aren merupakan tanaman penghasil nira yang dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan gula aren atau gula semut. Kendala yang

ditemukan pada pemanfaatan nira aren tersebut adalah lamanya penyadapan dan
jauhnya jarak yang ditempuh ke tempat pengolahan, sehingga diperlukan upaya
pengawetan nira aren agar tidak mudah rusak. Alternatif pengawetan gula nira
tanpa merusak komposisi dan kandungan gizi adalah dengan menambahkan zat
aktif yang ada pada tanaman parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg)
karena mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi dalam
penelitian ilmiah.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efektivitas ekstrak parengpeng
sebagai pengawet nira aren sebelum diolah lebih lanjut menjadi gula semut.
Penelitian ini dimulai dengan tahap pembuatan ekstraksi daun parengpeng,
penentuan kandungan fitokimia, penentuan Minimum Inhibitory Concentrate
(MIC) dengan Metode Kontak, dan pembuatan gula semut dengan penambahan
ekstrak parengpeng pada konsentrasi terpilih.
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan rancangan
lengkap (RAL) dengan (2) faktor, yaitu konsentrasi ekstrak parengpeng (0%, 6%,
9% dan 12%) dan waktu inkubasi (selama 13 jam). Proses ekstraksi komponen
aktif ekstrak parengpeng dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut
etanol menghasilkan total rendemen sebesar 16.03%. Hasil analisis fitokimia
menunjukkan ekstrak parengpeng mengandung flavonoid, saponin, steroid dan
tanin. Konsentrasi ekstrak parengpeng yang digunakan sebagai pengawet pada

pembuatan gula semut melalui perhitungan nilai MIC adalah konsentrasi 6%.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa pengaruh penambahan 6% ekstrak
parengpeng pada pembuatan gula semut berpengaruh nyata terhadap pH awal nila
aren yaitu pH 7, kadar asam 0.22%, total mikroba menurun menjadi 103 CFU/g,
warna gula semut agak coklat, aroma agak langu, tekstur agak keras, rasa agak
pahit, memiliki aftertaste pahit, dan berdasarkan uji organoleptik tingkat kesukaan
pada level agak tidak suka.
Key word: Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg, antimikroba, MIC, gula
semut.

SUMMARY

LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK. Study of The Benefits of Adding
Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg Leaf Extract and Its Effect on The
Quality of Palm Sugar. Supervised by LIESBETINI HARTOTO and
MUHAMMAD ROMLI.
Aren plant is that produce sap as raw material for for palm sugar. The
problems found in the use of palm juice is the time of process is very long and the
distance between plantation and factory is too far. So that, new alternative is
needed to overcome this problem. One of the solution is to add active ingredient

from Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg plant (parengpeng).
The aim of this research is to investigate affectivity of parengpeng extract
to preserve palm sap before actual produce palm sugar. The steps of this research
is extraction of parengpeng, the determination of phytochemical content, the
determination the determination of Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) with
the method of contact, and the manufacture of palm sugar with the addition of
parengpeng extract at the concentration elected.
The result showed that addition of 6% parengpeng will inhibits damage to
palm sap. Total microbe count is significantly decrease compared to non-added
palm sap. This also affecting the pH and acidity degree of palm sap mixture. The
result showed more stable existence of acid material which also gives more stable
fluctuation of mixture’s pH degree. The sensory properties however showed
slightly undesired changes which are the color are less brown and have bitter
taste. Organoleptic test showed slight decrease taste from the panelist compared to
sugar available in the market produced by people in parigin village.
Keyword : Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg, antimikroba, MIC, palm
sugar

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PARENGPENG
(Macaranga javanica Blume Mull. Arg) SEBAGAI SENYAWA
ANTIMIKROBA PADA NIRA AREN DAN PENGARUHNYA TERHADAP
MUTU GULA SEMUT YANG DIHASILKAN

LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Prayoga Suryadarma, MT

Judul Tesis : Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (macaranga javanica
Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren
dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan
Nama
: Lidia Chronika Simanjuntak
NIM
: F351090021

Disetujui oleh

セ@


Komisi Pembimbing

-----

Dr Ir Liesbetini Hartoto, MS
Ketua

ャ^sセ@
Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc ST
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian

Dr Ir Machfud, MS

Tanggal Ujian:
(28 Juni 2013)


Dr If Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Lulus:

30 JUL 2013

Judul Tesis :.Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica
Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren
dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan
Nama
: Lidia Chronika Simanjuntak
NIM
: F351090021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Liesbetini Hartoto, MS
Ketua


Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc ST
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Machfud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian:
(28 Juni 2013)

Tanggal Lulus:

PRAKATA


Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2012
berjudul Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume
Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya
Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS
selaku ketua komisi pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli
MSc. ST selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, teman-teman
yang tercinta atas segala doa, dukungan, bantuan dan kasih sayangnya dan juga
kepada pihak lain yang turut berperan dalam penelitian dan penyusunan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Lidia Chronika Simanjuntak

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Aren
Tanaman Macaranga javanica Blume Mull. Arg
Nira Aren
Kerusakan Nira Aren
Mikroba Perusak dalam Nira Aren
Saccharomyces cerevisiae
Leuconostoc mesenteroides
Lactobacillus delbrueckii
Ekstraksi
Mekanisme Kerja Penghambatan Zat Aktif
3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Tahap Penelitian
Prosedur Analisis Data

6
6
7
8
9
9
10
11
12
13
14
16
16
16
16
17
22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Senyawa Aktif
Analisisi kualitatif dan kuantitatif Fitokimia Ekstrak
Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC)
Sifat dan karasteristik nira aren
Pertumbuhan Total Mikroba Pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam
Pertumbuhan Jumlah Khamir pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam
Pertumbuhan Jumlah BAL pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam
Perubahan Total Gula Parengpeng
Perubahan Kadar Total Asam Selama Inkubasi 13 jam
Uji Aktivitas Ekstrak Parengpeng Terhadap nilai pH Nira Aren

23
23
24
28
29
30
31
32
33
35
36

Hubungan Antara pH, Kadar Asam Dan Bakteri Asam Laktat
Kimia Karakteristik Gula Semut
Komposisi dan Sifat Kimia Gula Semut
Karakteristik Organoleptik Gula Semut Parengpeng Mutu Hedonik
Uji Hedonik (Kesukaan)
Analisis Warna Gula Semut
Indikator Kerusakan Makanan Oleh Mikroba
Kajian Potensi Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng Sebagai Gula
Fungsional

37
38
38
39
41
42
43
44

5 SIMPULAN DAN SARAN

46

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

46
46
47

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

77

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7

Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng
Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Parengpeng
Karaksteristik nira aren dari Desa Pegradin
Hasil Analisis Kimia Pada Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng
Komposisi Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng
Analisis Warna gula semut dengan nilai L, a, dan b
Hasil Analisis Mikroba Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng 6%
Setelah Disimpan Selama 10 Bulan
8 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Gula Semut Ekstrak Parengpeng 6%

25
28
29
38
39

42
44
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Pohon Aren
7
Tanaman Macaranga javanica Blume Mull. Arg
8
Saccharomyces cerevisiae
10
Leuconostoc mesenteroides
12
Lactobacillus delbrueckii
13
Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Aren Menggunakan Ekstrak
Parengpeng
17
Deskripsi Nilai L, a, b pada Pembacaan Chromamater
21
Rendemen ekstrak daun perengpeng
24
Hasil analisis senyawa alkaloid
25
Hasil analisis senyawa flavonoid, saponin dan tannin
27
Hasil analisis senyawa steroid
27
Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC)
28
Pertumbuhan Total Mikroba Pada Nira Selama inkubasi 13 jam
31
Pertumbuhan Total Khamir selama 13 jam
32
Pertumbuhan Total BAL selama 13 Jam
33
Pengukuran Total Gula Nira Aren Selama 13 Jam
34
Total Asam Pada Nira Selama Inkubasi 13 Jam
35
Perubahan pH Nira Selama Inkubasi 13 Jam
36
Grafik Hubungan BAL, Kadar Asam dan pH
37
Gula semut hasil penelitian
75
Gula semut petani
75
Alat evaporasi yang digunakan untuk memekatkan ekstrak
76

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng
Uji Aktivitas Antimikroba
Prosesur Analisis Kimia Nira
Formulir Uji Organoleptik Produk Gula Semut
Prosedur Analisis Kimia Gula Semut
Nilai MIC ekstrak parengpeng terhadap Mikroba Uji
Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan pH nira aren
Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan total asam
Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan Kadar Gula
Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan MRSA
Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan PCA
Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan PDA
Hasil uji beda (T-test) mutu hedonik gula parengpeng

57
59
61
62
64
66
67
68
69
70
71
72
73

RIWAYAT HIDUP

77

Penulis dilahirkan di Sumatra Utara pada tanggal 12 Agustus 1971.
Penulis adalah anak bungsu dari enam bersaudara dari keluarga Bapak Salmon
Simanjuntak dan Ibu Sabeda Silitonga. Saat ini penulis telah menikah dengan
Robert Panjaitan.
Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi
Ilmu Biologi Lingkungan di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, lulus
tahun 2000. Tahun 2009, penulis mendapat tugas belajar untuk melanjutkan
pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Mayor
Teknologi Industri Pertanian. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari
BPPS Dikti, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar berstatus pegawai negeri sipil di
Fakultas Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Negeri Pontianak
Kalimantan Barat sejak tahun 2002. Selama bekerja penulis mendapat tugas
mengajar matakuliah Pengolahan dan pemanfaatan limbah dan ilmu lingkungan
dipoliteknik negeri Pontianak, Kalimantan Barat.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman aren (Arenga pinnata Blume Mull. Arg) merupakan tanaman
yang banyak tumbuh di Indonesia dan tersebar di wilayah Sulawesi Utara,
Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur. Tanaman aren
menghasilkan nira yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula aren
atau gula semut dan minuman beralkohol. Selain itu, nira aren juga dapat
dijadikan sebagai bahan baku penghasil energi misalnya bioetanol. Kelebihan lain
tanaman ini adalah tidak mudah terserang hama dan penyakit, sehingga
penggunaan pestisida dapat dihindari dan aman bagi lingkungan (DKPJT 2011).
Nira aren yang menetes dari tandan bunga aren memiliki pH di atas 7.
Proses penyimpanan akan menyebabkan penurunan pH, peningkatan total
mikroba dan penurunan kandungan sukrosa. Hal ini dapat diatasi dengan
pengolahan langsung nira aren yang baru disadap, misalnya untuk pembuatan gula
semut. Gula semut merupakan gula merah yang berbentuk bubuk, sering disebut
pula sebagai gula palem (palm sugar). Prospek permintaan pasar terhadap gula
semut semakin hari semakin meningkat dan mempunyai peluang ekspor cukup
besar karena bernilai ekonomis yang tinggi. Tahun 2012 produksi gula Indonesia
hanya mampu mencukupi 60% kebutuhan Nasional dari jumlah konsumen
(DJPDN 2012). Pemanfaatan gula semut pada makanan dan minuman digunakan
yaitu sebagai bahan pemanis dan juga sebagai bahan tambahan pada industri
makanan dan minuman.
Nira aren mengandung gula yang cukup tinggi, sehingga mudah dirusak
oleh mikroba kontaminan. Phaichamnan et al. (2010) melakukan penelitian
terhadap perubahan nira yang disimpan pada suhu ruang yang steril. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan kerusakan nira akibat pencemaran oleh mikroba
terjadi pada saat penyadapan dan penyimpanan sebelum nira diolah lebih lanjut.
Naknean et al. (2010) menyebutkan jenis mikroba yang mengkontaminasi nira
antara lain Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces carlbergensis var
alkoholophila. Mikroba tersebut akan memanfaatkan gula dan menghasilkan
alkohol dan selanjutnya teroksidasi menghasilkan asam asetat. Selain itu terdapat
juga bakteri yang dapat merusak nira aren, seperti Leuconostoc mesenteroides dan
Lactobacillus delbrueckii yang menghasilkan asam laktat. Dengan demikian,
terjadinya kerusakan pada nira aren ditandai dengan menurunnya nilai pH, sebagai
akibat terbentuknya asam. Kondisi ini dapat menyebabkan produk gula aren yang
dihasilkan menjadi lunak akibat sukrosa terkonversi menjadi glukosa dan fruktosa
oleh mikroba. Selain itu, bila pH nira aren rendah maka akan menyebabkan warna
gula yang diproduksi menjadi coklat pucat (Manel et al. 2010). Warna gula aren
menurut SNI 01-3743-1995 adalah kuning sampai kecoklatan.
Kendala lain pada pemanfaatan nira aren tersebut adalah lamanya
penyadapan dan jauhnya jarak yang ditempuh ke tempat pengolahan, sehingga
diperlukan upaya pengawetan nira aren agar tidak mudah rusak. Selain itu, upaya
pengawetan perlu dilakukan untuk mempertahankan kualitas nira aren agar selalu
stabil dan tidak berubah komposisinya sebelum dilakukan pengolahan. Menurut

2

Tranggono et al. (1990) pengawetan gula aren sebaiknya dilakukan dengan
menambahkan zat pengawet alami dan memiliki dampak positif bagi kesehatan,
bukan dari bahan pengawet kimia atau yang tidak aman bagi manusia.
Sejak dahulu, para penyadap nira telah melakukan pengawetan terhadap
nira yang disadap. Beberapa bahan alami yang digunakan untuk mengawetkan
nira aren secara tradisional adalah akar kawao, kulit dan buah manggis, laru, kulit
batang kosambi, daun jambu mete, tangkai dan kulit batang nangka, serta kulit
batang ralu. Selain itu juga dapat dilakukan pengawetan dengan cara memanaskan
terlebih dahulu nira sampai mendidih agar nira aren dapat bertahan sampai
beberapa jam sebelum aren tersebut diolah. Hasil pengawetan ini belum optimal,
karena nira aren bila dibiarkan beberapa jam saja akan cepat mengalami
kerusakan menjadi asam (Sedarnawati 1999).
Penelitian pengawetan nira aren yang dilakukan oleh Lalujan (1995)
dengan menggunakan bahan kimia natrium metabisulfit, natrium benzoat dan
kalsium oksida menunjukkan perbedaan hasil pada pH setelah diinkubasi selama
48 jam. Penambahan bahan kimia natrium metabisulfit menyebabkan penurunan
pH dari 7,8 menjadi 7,3. Pada Penambahan natrium benzoat pH berubah dari 6,6
menjadi 6,4. Sebaliknya penambahan kalsium oksida akan meningkatkan pH nira
aren dari 7,0 hingga 8,5 serta nira aren menjadi berwarna kuning, mempunyai rasa
pahit, dan bau yang tidak sedap.
Marsigit (2005) telah melakukan penelitian pengawetan nira aren dengan
menggunakan beberapa bahan pengawet seperti buah safat, deterjen, biji jarak,
biji kemiri dan minyak kelapa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penambahan zat pengawet tersebut dapat mencegah kerusakan nira dan
mempertahankan pH nira aren dan memenuhi syarat untuk diolah menjadi gula.
Kelemahan dari perlakuan menggunakan zat pengawet biji kemiri dan minyak
kelapa adalah menyebabkan kadar padatan tak terlarut gula semut tidak
memenuhi syarat mutu SNI. Demikian juga perlakuan buah safat dan deterjen
tidak efektif untuk mencegah kerusakan nira dan gula semut yang dihasilkan tidak
memenuhi syarat mutu SNI yakni kadar gulanya lebih rendah akibat sudah
terdegradasi. Di samping itu detergen tidak dianjurkan sebagai zat pengawet
makanan sesuai dengan peraturan Depertemen Kesehatan RI tentang zat
pengawet.
Peneliti lain melakukan pengawetan nira aren dengan menggunakan asap
cair tempurung kelapa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah dilakukan
pengawetan lebih dari 9 jam, terjadi penurunan dari pH 7,3 menjadi ± 5,5. Bila
dibiarkan sampai keesokan harinya, kerusakan nira terus terjadi, sehingga
menurunkan mutu produk gula aren yang dihasilkan (Tubagus 2009).
Penelitian produksi gula merah yang diberi tepung kemiri sebagai
pengawet pada nira aren yang disimpan selama 8 minggu menunjukkan bahwa
perlakuan tanpa penambahan tepung kemiri menyebabkan kadar air dan gula
pereduksi yang lebih tinggi dari nira yang diberi tepung kemiri, namun kadar
sukrosa mengalami penurunan (Duma 2010). Hal tersebut akan berdampak pada
lebih rendahnya rendemen produk gula yang dihasilkan dari nira aren.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, dapat dikatakan belum
ditemukan pengawet yang efektif mencegah pertumbuhan mikroba, sehingga
kerusakan nira aren dapat diminimalkan. Tanamana Macaranga javanica Blume
Mull. Arg atau yang dikenal parengpeng (Sunda) termasuk tanaman hutan tropis

3

Indonesia yang mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi
dalam penelitian ilmiah. Tanaman ini memiliki beberapa senyawa yang dapat
digunakan sebagai sebagai bahan baku obat penyembuh beberapa penyakit seperti
malaria dan gatal-gatal.
Senyawa bioaktif yang terdapat dalam tumbuhan merupakan hasil proses
metabolit sekunder tanaman. Senyawa ini bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Pada tanaman senyawa bioaktif tersebut berfungsi untuk melindungi tanaman dari
serangan serangga, bakteri, fungi dan jenis hewan patogen lainnya. Menurut
Achmadi et al. (2001), tanaman Macaranga javanica atau yang dikenal
parengpeng (Sunda) termasuk tanaman hutan tropis Indonesia yang mengandung
senyawa bioaktif. Hasil penelitiannya menunjukkan ekstrak metanol dari kulit
kayu Macaranga javanica mengandung senyawa tripernoid, flavonoid, dan
tannin. Macaranga javanica merupakan salah satu jenis kerangka hidrokarbon
triterpenoid yang mempunyai tiga cincin sikloheksana (cincin A, B, dan C) dan
satu cincin siklopentana (cincin D), oleh karena itu termasuk ke dalam golongan
triterpenoid tetrasiklik. Senyawa triterpenoid yang secara tentatif diidentifikasi
sebagai 3-asetoksi lanost-22-en-24-on.
Schutz et al.(1995) menyatakan daun Macaranga pleiostemona
mengandung senyawa flavanon yang berfungsi sebagai zat antimikroba terhadap
Escherichia coli dan Micrococcus luteus. Macaranga triloba tergolong dalam
family Euphorbia. Dinh et al. 2006 dan Zakaria et al. 2010 menyatakan bahwa
senyawa flavonoid pada Macaranga triloba terdiri dari 4 golongan. Keempat
golongan tersebut terdiri dari 6-prenyl-3'-metoksi-eriodictyol, B-nymphaeol, Cnymphaeol, dan 6-farnesyl-3', 4', 5, 7-tetrahydroxyflavanone.
Yazaki et al. (2009) menyatakan flavonoid merupakan senyawa hasil
metabolisme sekunder tanaman obat yang mempunyai aktivitas biologis, seperti
anti-kanker, anti-androgen, anti-leishmania dan antinitrik produksi oksida.
Flavonoid berfungsi sebagai obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit dan
sebagai makanan fungsional. Basile et al. (1999) menyatakan flavonoid dapat
digunakan sebagai senyawa antibakteri seperti Enterobacter cloaceae,
Enterobacter aerogenes dan Pseudomonas aeruginosa.
Ushio et al. (2011) menyatakan tannin adalah komponen senyawa yang
berlimpah pada tanaman. Tanin merupakan hasil metabolisme sekunder dari
tanaman berfungsi dalam untuk pengendalian hama herbivora pada tanaman.
Senyawa ini terdapat pula pada tanaman parengpeng.
Markstadter et al. (2000) menyatakan batang tanaman Macaranga
(Euphorbiaceae) mengandung senyawa triterpenoid. Triterpenoid akan
membentuk benang seperti kristal lilin pada epicuticular batang yang berfungsi
untuk melindungi tanaman dari hama semut. Lim et al. (2009) menyatakan
ekstrak metanol daun segar Macaranga gigantea, Macaranga pruinosa,
Macaranga tanarius dan Macaranga triloba mengandung senyawa fenol yang
bersifat sebagai antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Grampositif.
Daun parengpeng secara tradisional telah digunakan oleh masyarakat di
Desa Pegradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor sebagai bahan pengawet
nira agar nira yang diperoleh tidak cepat rusak. Tanaman ini dapat dikatakan
belum banyak dieksploitasi dalam penelitian ilmiah. Penggunaan ekstrak tanaman
sebagai senyawa antimikroba lebih praktis oleh karena itu dalam penelitian ini

4

perlu dilakukan penelitian tentang ekstraksi tanaman dengan menggunakan
pelarut yang berbeda-beda berdasarkan kepolaritasan, sehingga diharapkan
senyawa bioaktif dapat terekstrak dengan baik sesuai dengan sifat kepolaran
pelarut yang digunakan. Sifat fitokimia kualitatif dan kuantitatif ekstrak daun
parengpeng perlu diuji. Selain itu perlu ditentukan konsentrasi ekstrak yang sesuai
berdasarkan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) terhadap mikroba
yang biasa mengkontaminasi nira aren.
Penelitian selanjutnya mengkaji
pemanfaatan ekstrak daun parengpeng sebagai senyawa antimikroba untuk
mengawetkan nira aren sebelum diolah menjadi nira aren.

Perumusan Masalah
Nira aren mengandung nutrisi yang cukup tinggi, terutama sukrosa,
sehingga bila dibiarkan beberapa jam pada suhu ruang akan mengalami
kerusakan. Kerusakan tersebut terutama diakibatkan oleh tumbuhnya mikroba
yang merusak nira, dengan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dan
akan menghasilkan senyawa asam asetat dan asam laktat, sehingga akan
mempengaruhi mutu gula semut yang dihasilkan. Oleh sebab itu nira aren perlu
diawetkan dengan menggunakan bahan pengawet sebelum nira diolah lebih lanjut
menjadi gula semut. Ekstrak daun parengpeng mengandung senyawa anti mikroba
yang diduga berpotensi besar untuk mengawetkan nira aren sebelum diolah lebih
lanjut.
Penyiapan ekstrak parengpeng memerlukan menggunakan pelarut yang
sesuai dengan karakteristik kepolaran senyawa aktif yang berfungsi sebagai
pengawet. Serbuk parengpeng dibuat dengan cara maserasi yaitu daun terlebih
dahulu dikeringkan lalu dihancurkan dan disaring sampai diperoleh ukuran
partikel tertentu.
Penggunaan parengpeng secara langsung dalam bentuk esktrak sebagai
bahan pengawet pada nira aren belum pernah dilakukan. Penggunaan tanaman
parengpeng diharapkan dapat menjadi salah satu pengawet alternatif untuk nira
aren yang aman dan lebih tergula petani proses penggunaannya. Oleh karena itu,
kajian potensi parengpeng sebagai bahan pengawet, serta pengkajian pengaruh
ekstrak parengpeng terhadap pertumbuhan mikroba yang merusak nira aren perlu
dilakukan. Di samping itu akan diteliti pengaruh pengawetan menggunakan
ekstrak parengpeng terhadap produk gula semut yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji efektivitas ekstrak
parengpeng sebagai pengawet nira aren sebelum diolah lebih lanjut menjadi gula
semut. Sedangkan tujuan khususnya yaitu :
1) Mendapatkan pelarut yang sesuai untuk mengekstraksi senyawa aktif
antimikroba pada tanaman parengpeng berdasarkan rendemen yang tertinggi.
2) Menentukan sifat fitokimia secara kualitatif dan kuantitatif ekstrak daun
parengpeng.

5

3) Menentukan konsentrasi ekstrak parengpeng sebagai pengawet alami nira
melalui perhitungan nilai MIC terhadap mikroba yang ditentukan dan
selanjutnya mengkaji pengaruh konsentrasi ekstrak daun parengpeng sebagai
anti mikroba terhadap perubahan nira aren meliputi total mikroba, jumlah
BAL (bakteri asam laktat), jumlah khamir, total gula, total asam, parameter
pH.
4) Mempelajari pengaruh penambahan ekstrak parengpeng konsentrasi terpilih
terhadap uji organoleptik terhadap mutu hedonik gula semut parengpeng
yang dihasilkan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, aftertaste, dan tingkat
kesukaan pada tingkat agak tidak suka.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang alternatif
bahan yang dapat digunakan untuk mengawetkan nira aren agar lebih tahan dan
memiliki kualitas yang baik. Selain itu juga penelitian ini diharapkan memberikan
informasi para petani gula dan industri pembuat gula untuk dapat meningkatkan
pemanfaatan bahan lokal yang tidak berbahaya dan bersifat alami sebagai bahan
pengawet.

6

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Aren
Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati yang terdiri atas flora
dan fauna. Salah satu flora jenis pohon yang banyak ditemui di Indonesia adalah
tanaman aren (Arenga pinnata). Tanaman aren dapat tumbuh subur di tengah
pepohonan lain, di semak-semak, di dataran, lereng bukit, lembah, dan gunung
dengan ketinggian hingga 1,400 meter diatas permukaan air laut (mdpl). Akar
tanaman ini dapat mencapai kedalaman 6-8 m yang dapat menahan erosi serta
sangat efektif menarik dan menahan air. Aren termasuk jenis palma yang banyak
kegunaannya sebab seluruh bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan.
Sejak tahun 2007, pemerintah Indonesia mencanangkan program nasional
penanaman aren di wilayah Indonesia. Perencanaan program tersebut memicu
semangat para petani aren untuk menanam tanaman aren. Permintaan aren tak
hanya untuk memenuhi industri gula saja, namun juga untuk industri bioetanol.
Diperkirakan luas lahan potensial yang bisa digarap untuk lahan aren sekitar
65.000 hektar (DKPJT 2011).
Pohon aren tidak bercabang, tinggi batang mencapai 25 m, diameter 65
cm, sebagian batang berdaun, dibawahnya terdapat pelepah daun yang tepinya
sobek-sobek menjadi serabut hitam yang dikenal sebagai ijuk (Gambar
1). Tangkai daun panjangnya mencapai 1,5 m, helaian daun mencapai 145 cm,
lebar 7 cm, bagian bawah terdapat lapisan lilin. Pohon Aren berumah satu,
tongkol betina dan jantan panjangnya sekitar 2,5 m. Tongkol bercabang satu kali.
Bunga jantan berpasangan, panjang 12 sampai 15 mm serta benang sari banyak.
Bunga betina berdiri sendiri, bentuk bulat dan bakal buah beruang 3 dengan 3
putik (BPTH 2009).
Tanaman aren diklasifikasikan dalam :
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Spadicitlorae
Suku
: Palmae
Marga
: Arenga
Jenis
: Arenga pinnata Merr.
Nama umum/dagang : Aren (DKPJT 2011).

7

Gambar 1 Pohon Aren (Arenga pinnata)
(http://gulasemutaren.blogspot.com/2004/09/pohon-aren-kawung.html.2012)

Tanaman Macaranga javanica Blume Mull. Arg
Tanaman golongan macaranga adalah tanaman pelopor yang tumbuh di
daerah tropis yang menyebar di sekitar Asia Tenggara terutama untuk golongan
famili Euphorbiaceae (Heil et al.1998). Menurut studi Zakaria et al. (2008) genus
Macaranga yang paling banyak ditemukan di pulau Penang adalah jenis
Macaranga tanarius dan Macaranga javanica dan jenis paling langka adalah
Macaranga amissa. Macaranga javanica termasuk tanaman hutan tropis
Indonesia yang mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi
dalam penelitian ilmiah. Macaranga javanica Muell. Arg adalah tanaman keras
dengan tinggi tanaman 12-24 m yang tumbuh di ketinggian 10 m sampai 1100 m
di atas muka laut (Gambar 2). Morfologi daun adalah bentuk bulat panjang
dengan dasar bulat (deltoid), cukup kecil, sampai 15 cm, biasanya kurang,
berambut ketika masih muda dengan panjang 6,525 cm dan lebar 2,5-9 cm.
Tangkai daun berwarna merah kecoklatan, berambut dengan panjang 2,512 cm.
Morfologi buah berbentuk dua bulatan, berduri pendek dengan ukuran 3 mm x 4
sampai 4,5 mm, dan bijinya berbentuk setengah lonjong, berwarna hitam
mengkilat dengan panjang 2,5 – 2,75 mm (Becker et al. 1963).
Tanaman parengpeng diklasifikasikan dalam :
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Euphorbiales
Suku
: Euphorbiaceae
Marga
: Macaranga
Jenis
: Macaranga javanica Blume Mull. Arg
Parengpeng (Sunda)

8

Gambar 2 Macaranga javanica Blume Mull. Arg
http://www.natureloveyou.sg/Macaranga%20heynei/Main.html (2012)

Nira Aren
Nira adalah cairan yang keluar dari bunga tanaman palma seperti kelapa,
aren, dan siwalan ketika disadap. Cairan yang keluar dari tangkai bunga ini steril,
dan oleh masyarakat cairan ini digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan
gula atau dapat juga digunakan untuk pembuatan produk mimunan beralkohol
(tuak) dan asam cuka. Sekalipun cairan yang keluar dari tangkai ini steril, namun
cairan ini akan rusak karena adanya fermentasi gula dari sejak awal penyadapan
yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba selama penyadapan berlangsung.
Mikroba akan tumbuh dengan baik karena nira sebagai sumber nutrisi dan akan
menghasilkan enzim yang akan mengkonversi sukrosa menjadi gula invert,
alkohol dan CO2. Gula invert (glukosa dan fruktosa) dan asam yang terbentuk di
dalam nira akan menurunkan mutu gula yang dihasilkan (Yasnil et al. 1997).
Komposisi gula pada nira aren tiap tanaman berbeda-beda, hal ini
disebabkan oleh perbedaan pohon dan tempat tumbuhnya dan juga disebabkan
oleh faktor-faktor lainnya. Menurut Sukriya (1982) komposisi nira aren terdiri
dari : protein 0,26 %, sukrosa 10,87%, gula pereduksi 0,13%, vitamin C 1,5%,
nilai pH sekitar 7 dan total asam (asam asetat) 0,025%.
Nira dapat diolah menjadi produk gula semut. Pada pembuatan gula semut
pH nira harus 7 (netral), kemudian nira dimasak sampai kental dengan panas api
yang stabil. Setelah nira mencapai kekentalan tertentu, nira kental tersebut
dipindahkan ke dalam wadah kemudian didinginkan suhu kamar sampai nira
mengeras dan nira dimasukkan ke wadah sentrifus untuk pemecahan menjadi
butiran, sehingga terbentuk gula semut yang siap untuk dikemas (Kristina et al.
2007).

9

Kerusakan Nira Aren
Amin et al. (2010) menyatakan bahwa nira aren mengandung sukrosa yang
cukup tinggi. Sukrosa dalam nira dapat diinversi menjadi glukosa dan fruktosa
oleh mikroba yang mengkontaminasi nira. Reaksi konversi sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa adalah sebagai berikut :
C12H22O11
Sukrosa

+

H2O

C6H12O6 + C6H12O6
Glukosa
Fruktosa

Lee et al. (2010) menyatakan bahwa sukrosa adalah sumber karbon yang
sangat disukai oleh mikroba. Pada akhir fermentasi, sukrosa akan membentuk
senyawa asam asetat dan asam laktat. Fermentasi nira aren terjadi terutama karena
adanya komponen gula yang mudah diuraikan oleh mikroba. Mikroba pengurai
pada nira aren terdiri dari golongan khamir (Deryabin et al. 2006). Glukosa dan
fruktosa selanjutnya akan dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae
menghasilkan etanol (Horvath et al. 2003). Reaksi pemecahan glukosa dan
fruktosa adalah sebagai berikut :
C6H12O6 + Saccharomyces cerevisiae
Glukosa/ Fruktosa

2CO2 + 2C2H5OH
Etanol

Oleh bakteri asam asetat, etanol akan dioksidasi menjadi asam asetat dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
C2H5OH
Etanol

+ O2

CH3COOH + H2O
Asam asetat

Jenis bakteri pembentuk senyawa asam organik antara lain Streptococcus
thermophilus, Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus, Lactobacillus
acidophilus dan Bifidobacterium bifidum.
Pembentukan senyawa fruktosa dari hasil pemecahan sukrosa oleh
Lactobacillus delbrueckii subsp. akan menghasilkan senyawa asam organik yang
ditandai dengan penurunan nilai pH netral menjadi kurang dari 4,5 dalam waktu
24-36 jam (Popa et al. 2011), sehingga akan berpengaruh terhadap pembentukan
gula semut.

Mikroba Perusak dalam Nira Aren
Secara tradisional penyadapan nira dilakukan dengan menggunakan wadah
terbuat dari bambu yang dinamakan lodong. Lodong harus dalam keadaan bersih
untuk mencegah kontaminasi nira aren. Salah satu cara untuk mencegah
kerusakan nira adalah dengan cara mencuci lodong dengan air bersih, kemudian
dijemur untuk dikeringkan. Cara ini diharapkan dapat dipertahankan kadar
sukrosa dan pH dari nira. Penggunaan lodong secara berulang-ulang akan
menyebabkan tingginya kontaminan mikroba pada nira.

10

Perubahan sifat nira aren akibat adanya fermentasi akan tampak setelah
satu sampai dua jam setelah tangkai tanaman aren disadap. Perubahan ini antara
lain dengan meningkatnya kadar asam-asam organik dan terjadi penurunan pH.
Nira aren yang dibiarkan sampai 96 jam dan tanpa adanya penambahan senyawa
bioaktif akan menyebabkan nira aren akan mengalami fermentasi menjadi asam
laktat, asam asetat dan asam tartarat. Jenis mikroba yang berperan dalam
fermentasi nira tersebut antara lain Saccharomyces cerevisiae dan
Schizosaccharomyces pombe, Lactobacillus plantarum serta Leuconostoc
mesenteroides (Bettcock at al. 1998).
Sumanti (1994) menyatakan bahwa perubahan nira aren segar dimulai dari
terbentuknya senyawa asam laktat, alkohol dan asam asetat. Jenis bakteri yang
mengkontaminasi nira terdiri dari golongan bakteri asam laktat (BAL), khamir
dan bakteri asam asetat. Beberapa jenis BAL yang tumbuh pada nira segar adalah
Leuconostoc spp dan Lactobacillus spp. Jenis khamir umum yang mengubah
menjadi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi akhir dilakukan
oleh Acetobacter spp, Schizosaccha, Pichia spp, Aspergillus, Mucor dan
Rhyzopus spp. Jenis mikroba dan jumlah mikroba yang tumbuh pada nira selama
fermentasi sangat beragam tergantung komposisi nira, musim dan cara
penyadapannya.

Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang termasuk ke dalam
kelompok Hemiascomytes dan genus Saccharomyces. Sel Saccharomyces
cerevisiae pada umumnya berbentuk bulat, berelongasi dan pada umumnya
berbentuk pseudomiselium. Reproduksi mikroba ini adalah dengan pembentukan
askospora yang diikuti dengan proses konyugasi dan pembentukan sel diploid
pada tahap vegetatifnya. Askospora memiliki bentuk oval atau bulat telur
(Gambar 3).

Gambar 3 Saccharomyces cerevisiae
http://redchinchilla.org/wp-content/plugins/nextgen-gallery/saccharomycescerevisiae (2012)
Saccharomyces cerevisiae banyak digunakan dalam industri makanan dan
minuman (Vicente et al. 2005). Spesies ini dikenal sebagai khamir yang bersifat
fermentatif dan dapat tumbuh dengan cepat pada suhu 20ºC. Khamir ini dapat
tumbuh dengan baik karena keberadaan misellium (akar) yang dapat tumbuh

11

dengan cepat dan menghasilkan karbon dioksida. Khamir ini pada industri
makanan berfungsi penghasil etanol. Hasil akhir dari fermentasi gula oleh
Saccharomyces cerevisiae adalah sitrat, asam suksinat, dan tartarat. Proses
fermentasi alkohol oleh Saccharomyces cerevisiae akan menggunakan gula
dalam bentuk fruktosa, glukosa dan sukrosa (Li et al. 2010).

Leuconostoc mesenteroides
Bakteri asam laktat sering di jumpai di habitat alaminya yaitu pada
tanaman yang sudah mati dan juga pada susu. Produk fermentasi yang melibatkan
bakteri asam laktat antara lain pikel buah dan sayuran, sauerkraut, kimchi,
minuman berarkohol, taucho, miso, tempe, yogurt, keju, yakult dan dadih (Surono
2004).
Leuconostoc mesenteroides merupakan bakteri yang tergolong ke dalam
genus Leuconostoc. Genus ini bersifat heterofermentatif, memiliki kemampuan
memfermentasikan gula menjadi asam laktat dan sejumlah senyawa lainnya
seperti asam asetat, etanol, dan karbon dioksida.
Dalam proses produksi makanan tertentu Leuconostoc memiliki sifat
karakteristik yang sangat penting yang dapat mengubah bahan menjadi produk
fermentasi. Sifat karakteristik tersebut diantaranya adalah (1) memproduksi
diasetil dan penambah rasa pada produk makanan, (2) toleran terhadap kosentrasi
garam, (3) memiliki kemampuan mengawali fermentasi pada sayuran dan
cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan bakteri kompetitif lainnya.
Bakteri ini menghasilkan asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri non laktat, (4) toleran terhadap konsentrasi gula yang tinggi, (>55-60%
untuk Leuconostoc mesenteroides). Hal ini memungkinkan beberapa spesies ini
untuk tumbuh pada sirup, kue cair, dan campuran es krim, (5) memproduksi
sejumlah gas karbondioksida dari gula yang difermentasi dan menyebabkan
rusaknya kualitas keju dan beberapa produk makanan yang lain (Frazier et al.
1978).
Leuconostoc mesenteroides merupakan salah satu golongan dari bakteri
asam laktat. Bakteri ini bersifat Gram-positif terhadap pewarnaan, bentuk sel bulat
(Gambar 4), tidak membentuk spora, tidak bergerak, katalase negatif, tumbuh
lebih baik pada kondisi anaerob atau mikroaerofilik dan hidup pada kondisi pH
(6.5). Berdasarkan tipe fermentatifnya Leuconostoc mesenteroides digolongkan ke
dalam heterofermentatif, dimana glukosa dikonversikan menjadi asam laktat,
etanol dan gas CO2 (Hemme et al. 2004).
Berdasarkan tipe fermentasi terhadap subtrat, bakteri asam laktat ada dua
macam yaitu pertama bakteri bersifat homofermentatif adalah bakteri asam laktat
yang mampu mengubah subtrat glukosa 95% menjadi asam laktat, CO2 dan
senyawa volatil, kedua bakteri bersifat heterofermentatif adalah bakteri yang
dapat menggunakan subtrat gula 90% yang ada pada medium menghasilkan selain
asam laktat juga senyawa lain seperti etanol, asam asetat dan CO2 (Rahayu 1992).
Bakteri asam laktat tumbuh optimum dengan konsisi lingkungan antara
lain kisaran suhu 30ºC sampai 37ºC, pH 3 sampai 8, dan sumber gula pada
medium pertumbuhan adalah glukosa dan fruktosa.

12

Berdasarkan kebutuhan oksigen untuk pertumbuhannya bakteri asam laktat
(BAL) diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah bakteri
asam laktat bersifat fakultatif anaerob, dimana bakteri tersebut dapat tumbuh pada
lingkungan yang ada atau tidak ada oksigen di lingkungan. Mikroba tersebut
antara lain Lactobacillus, Streptococcus, dan Leuconostoc. Kelompok kedua
adalah bakteri asam laktat yang bersifat aerob yaitu bakteri hanya dapat tumbuh
apabila ada oksigen untuk pertumbuhannya, misalnya Bifidobacterium (Mc
Donald et al. 1991).

Gambar 4 Leuconostoc mesenteroides
http://cooknkohlmesenteroides.pbworks.com/w/page/16454572/Function (2013)

Lactobacillus delbrueckii
Lactobacillus delbrueckii merupakan bakteri Gram-positif berbentuk
batang (Gambar 5), tumbuh pada pH 3-5, tetapi tidak tumbuh pada pH 7.
Lactobacillus delbrueckii adalah bakteri asam laktat yang termasuk ke dalam
famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. Bakteri ini pada umumnya
memiliki bentuk seperti batang dan silinder dan membentuk rantai pada beberapa
spesies. Bakteri kelompok Lactobacillus biasanya bersifat aerofilik, namun ada
sebagian kecil yang bersifat anaerob, memiliki karakteristik fisiologi yaitu dapat
menghasilkan asam laktat dari fermentasi gula (bakteri heterofermentatif). Selain
itu juga menghasilkan sejumlah kecil asam asetat, karbondioksida, dan beberapa
produk fermentasi yang lain (Dellaglio et al. 2005).
Mikroba ini mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi, hidup
pada toleransi pH asam, dan memproduksi senyawa asam laktat (Akpinar et al.
2011). Lactobacillus delbrueckii termasuk ke dalam bakteri heterofermentatif
yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37ºC atau lebih tinggi. Jenis spesies ini
dikenal dengan bakteri thermofilik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu
tinggi (Zago et al. 2006).

13

Gambar 5 Lactobacillus delbrueckii
http://bioinformatica.uab.es/biocomputacio/treballs00-01/estradaillescas/pag3.htm (2012)

Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari
campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
Komponen aktif pada tumbuhan dapat dipisahkan dengan cara mengektrasi bahan
tanaman tersebut. Zat ekstraktif adalah sejumlah senyawa yang dipisahkan dari
beberapa komponen terlarut lainnya. Pelarut organik yang umum digunakan untuk
memperoleh ekstrak dari tanaman dan bagian-bagian tanaman lain dari tanaman
adalah etil asetat, heksan, petroleum eter, benzene, toluen, etanol, isopropanol,
aseton, dan air dan pelarut-pelarut lain tergantung dari jenis komponen aktif yang
akan di ekstrak.
Wijesekera (1991) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi
proses ekstraksi bahan adalah jenis dan ukuran partikel bahan yang akan
diekstrak, proses difusi, pH, ukuran partikel, suhu dan jenis pelarut.
Proses ekstraksi yang dilakukan harus cepat, efisien, sederhana dan dapat
mengekstrak sebanyak mungkin senyawa yang diinginkan. Untuk mempermudah
proses ekstraksi biasanya dilakukan proses preparasi bahan sebelum melakukan
ekstrasi melalui pengeringan dan penghancuran dinding sel atau jaringan dengan
cara menambahkan enzim atau memperkecil ukuran bahan sebelum diekstrak
(Jones et al. 2006). Penghancuran atau memperkecil ukuran bahan berfungsi
untuk memperluas permukaan bahan sehingga kontak larutan bahan juga semakin
besar, dan akan memberikan hasil ektrak yang lebih tinggi. Beberapa cara dapat
digunakan sebelum mengekstrak bahan sehingga diperoleh hasil ekstrasi yang
optimum adalah penghancuran, pengeringan, lama ekstraksi, jumlah pelarut, suhu
pelarut dan jenis pelarut yang digunakan (Benardini 1983). Pemilihan pelarut
untuk mengekstrak tergantung dari sifat zat yang akan dilarutkan karena setiap zat
memiliki tingkat kelarutan yang berbeda-beda (Achmadi 1992).
Cara ekstraksi bahan dengan pelarut untuk memisahkan komponen aktif
pada bahan tanaman menurut Ansel (1989) dapat dilakukan dengan 2 metode : (1)
Metode Maserasi : metode ini dilakukan dengan merendam simplisia pelarut yang
sesuai disertai dengan pengadukan atau penggojlokan sehingga senyawa aktif
dapat tersaring dengan sempurna, (2) Metode Perkolasi : metode ini dilakukan

14

dengan menggunakan penambahan pelarut secara berkesinambungan (continuous
extraction process) sehingga senyawa aktif dapat terekstrak dengan sempurna.
Dibandingkan dengan cara ekstraksi lain, maserasi dapat mencegah rusaknya
senyawa bioaktif.
Ekstraksi bahan juga dapat dilakukan dengan bantuan peralatan yang
disebut dengan alat Soxhlet. Metode ini disebut dengan Metode Soxhlet dimana
pemisahan bahan aktif dilakukan dengan cara pelarut dan simplisia berada pada
tempat terpisah dan penyarian terjadi secara berulang dan dilakukan proses
pemanasan dan kondensasi pada pelarut, sehingga senyawa aktif dapat tersarikan
(Ruiz 2004).

Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Bioaktif
Senyawa antimikroba dapat menghambat dan membunuh mikroba.
Mekanisme daya hambat dan daya bunuh senyawa aktif terhadap mikroba
dijelaskan oleh Tatiya et al. (2010) dan Oloyede et al. (2012) ada 4 cara yaitu : (1)
adanya senyawa bioaktif bila berinteraksi terhadap sel mikroba sehingga
menyebabkan dinding sel mikroba menjadi lisis atau rusak dan metabolis sel
menjadi terganggu Kerusakan dinding sel ini disebabkan oleh perbedaan
konsentrasi di dalam dan diluar dari sel. (2) senyawa bioaktif akan mengubah
permeabilitas membran sitoplasma sel mikroba. Salah satu komponen dinding sel
yang terdiri dari protein akan mengalami denaturasi dinding sel, sehingga
permeabilitas membran menjadi rusak dan mengakibatkan kematian sel tersebut.
(3) adanya senyawa bioaktif akan merusak enzim-enzim pada membran sel,
contohnya enzim ATPase dan fosfolipase, sehingga pembentukan asam nukleat
dan transformasi genetik bakteri terganggu. (4) kerusakan dinding sel terjadi
karena senyawa bioaktif mampu mengikat dinding sel, sehingga proses
pembentukan struktur dinding sel akan terhambat.
Menaga et al. (2012) menyatakan bahwa senyawa bioaktif terpenoid,
saponin dan tannin adalah senyawa yang menimbulkan efek lisis pada membran
sel hingga menyebabkan kematian pada sel bakteri Gram-positif. Senyawa
flavonoid akan mengganggu permeabilitas membran sel E.coli
sehingga
mengakibatkan membran sel mengalami kebocoran (lisis).
Senyawa tannin memiliki sifat antimikroba. Kerusakan membran atau
kematian sel terjadi karena adanya interkasi tannin dengan dinding sel bakteri.
Senyawa bioaktif ini dapat di gunakan sebagai alternatif obat herbal di masa yang
akan datang. Konsentrasi 1% senyawa fenolik akan mengakibatkan lisisnya
membran sel. Senyawa tannin dengan sifat kesat (astringent) akan mengakibatkan
kematian sel mikroba Staphylococcus aureus.
Senyawa fenol yang terdapat pada tanaman Livistona chinensis akan
menyebabkan kerusakan pada DNA, enzim dan protein Staphylococcus aureus.
Senyawa Fenol akan berinteraksi dengan biomolekul dinding sel, sehingga protein
penyusun dinding sel akan mengalami denaturasi. Kerusakan protein dinding sel
akan menyebabkan kematian pada sel tersebut (Kaur et al. 2008).
Vital et al. (2009) mengemukakan ekstrak etanol daun Chromolaena
odorata mengandung senyawa flavonoid, saponin, tannin, steroid dan alkaloid.
Hasil penelitiannya menyatakan senyawa bioaktif tersebut dapat menghambat

15

pertumbuhan bakteri seperti Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, dan
Salmonella typhimurium. Bakteri tersebut adalah bakteri yang bersifat Grampositif. Dinding sel bakteri Gram-positif terdiri dari peptidoglikan yang
mempunyai fungsi sebagai pengatur permeabilitas membran sel. Lapisan terluar
dari sel yang disebut membran sitoplasma berfungsi untuk melindungi sel dari
pengaruh luar sel, sehingga sel dapat dilindungi dari infeksi yang disebabkan oleh
faktor dan luar sel.
Metabolisme sekunder merupakan sistem pertahanan tubuh organisme
untuk melawan serangga, bakteri, virus, dan fungi. Senyawa metabolit sekunder
yang dihasilkan tanaman antara lain adalah terpenoid, fenol, dan alkaloid, tannin,
steroid dan saponin (Vickery at al. 1981). Total flavonoid yang terkandung pada
tiap tanaman bervariasi.
Terpenoid adalah senyawa yang tersusun dari molekul isoprene
CH2=C(CH3)-CH=CH2 dengan kerangka karbon dibangun oleh penyambungan
dua atau lebih satuan C5. Terpenoid terdiri dari atas beberapa macam senyawa,
mulai dari komponen minyak dan seskuiterpen yang mudah menguap.
Alkaloid merupakan senyawa terbanyak yang terdapat dari tanaman, yang
umumnya bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Ekstraksi
alkaloid dari jaringan tumbuhan biasanya menggunakan pelarut alkohol yang
bersifat basa lemah kemudian diendapkan dengan penambahan amoniak pekat.
Fungsi alkaloid pada tanaman masih belum jelas, diduga sebagai pengatur tumbuh
atau penghalang atau penarik serangga.
Tannin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman. Tannin
merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang disintesis oleh tanaman.
Tannin tergolong senyawa polifenol. Tannin dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
tannin yang mudah terhidrolisis dan tannin yang terkondensasi. Tannin dapat
bereaksi dengan komponen dinding sel mikroba, sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba.
Steroid merupakan salah satu dari bahan bioaktif yang terdapat pada
makhluk hidup. Steroid merupakan terpenoid yang memiliki karakteristik 4 cincin
karbon yang menentukan jenis dari steroid tersebut. Steroid berfungsi sebagai
hormon. Steroid adalah kelompok lipofilik terdiri dari strogen, androgen,
gestagens dan kortikosteroid dan berasal adalah kolesterol.
Saponin merupakan glikosida berasal dari tanaman. Saponin berfungsi
sebagai pelindung tanaman dari serangan kapang. Biosintesis saponin pada
tanaman berpotensi untuk pengendalian penyakit tanaman (Harbone 1996).

16

3

METODOLOGI UMUM

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2012. Pembuatan
ekstrak parengpeng dan beberapa analisis seperti analisis total asam, total gula,
uji mikrobiologi dan pengukuran pH dilakukan di Laboratorium Kimia PAU
(Pusat Antar Universitas) IPB Bogor. Uji fitokimia parengpeng dilakukan di
laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB Baranangsiang, Bogor. Identifikasi
tanaman parempeng dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong.
Pembuatan gula semut dilakukan langsung di Desa Pegradin, Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan berupa : daun tanaman parempeng, nira aren
segar, alkohol 70%, akuades, medium nutrient agar (NA), medium nutrient
browth (NB), medium deMan’s Rogosa Sharpe Agar (MRSA), medium deMan’s
Rogosa Sharpe Broth (MRSB), medium potato dextrose agar (PDA), medium
Plate Count Agar (PCA), asam tartarat, kultur murni berupa Lactobacillus
delbrueckii, Leuconostoc mesenteroides,dan Saccharomyces cerevisiae.

Alat