Sistem pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi dengan pendekatan Structure, Conduct, Performance (SCP)

SISTEM PEMASARAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI
DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT,
PERFORMANCE (SCP)

DWI NURUL AMALIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Pemasaran Karet
Rakyat di Provinsi Jambi dengan Pendekatan Structure, Conduct, Performance
(SCP) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Dwi Nurul Amalia
NIM H451114051

RINGKASAN
DWI NURUL AMALIA. Sistem Pemasaran Karet Rakyat di Provinsi Jambi
dengan Pendekatan Structure, Conduct, Performance (SCP). Dibimbing oleh
RITA NURMALINA dan AMZUL RIFIN.
Komoditas karet merupakan komoditas utama di Provinsi Jambi. Sebagian
besar (80%) perkebunan karet yang diusahakan merupakan perkebunan rakyat.
Produksi karet yang dihasilkan Provinsi Jambi sebagian besar (95%) di diekspor
ke pasar dunia. Namun, tingginya harga jual karet di tingkat dunia belum
dirasakan oleh petani karet di Provinsi Jambi. Hal ini ditunjukkan dari pergerakan
harga karet selama tahun 2008 sampai tahun 2013, peningkatan harga ditingkat
pabrik crumb rubber (eksportir) yang cukup besar tidak diikuti dengan
peningkatan harga ditingkat petani. Masalah mendasar yang dihadapi petani karet
rakyat di Provinsi Jambi adalah posisi tawar petani lemah dalam penentuan harga.
Kondisi pasar yang tidak bersaing mempengaruhi perilaku lembaga pemasaran
berupa mekanisme penentuan harga. Namun bagaimana respon dan seberapa

cepat perubahan harga tersebut dirasakan pada setiap lembaga pemasaran akan
diketahui melalui analisis kinerja pasar.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis sistem
pemasaran karet rakyat dengan pendekatan structure, conduct, performance
(SCP). Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis struktur pasar karet rakyat
di Provinsi Jambi 2) mendeskripsikan perilaku pasar karet rakyat di Provinsi
Jambi 3) menganalisis kinerja pasar karet rakyat di Provinsi Jambi. Analisis yang
digunakan yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif dengan pendekatan SCP.
Pengolahan data kuantitatif menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.
Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur pasar (market structure) yang
dihadapi petani karet di Provinsi Jambi bersifat oligopsoni. Hal ini dikarenakan
kondisi pasar ditingkat pabrik crumb rubber (eksportir) sebagai konsumen akhir
terkonsentrasi dengan tingkat persaingan kecil (CR4=75.70%). Besarnya market
power yang dimiliki pabrik crumb rubber akan mempengaruhi perilaku lembaga
pemasaran di tingkat yang lebih rendah yang ditunjukkan pada perilaku pasar
(market conduct).
Lembaga dan praktek fungsi pemasaran yang terlibat pada pemasaran karet
rakyat yaitu petani karet, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul
kecamatan, pedagang besar provinsi, pasar lelang karet, dan pabrik crumb rubber.
adapun fungsi pemasaran yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran, fisik dan

fasilitas. Saluran pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi terdiri atas 5 saluran.
Saluran pertama, petani-pasar lelang karet-pabrik crumb rubber (eksportir).
Saluran kedua, petani-pedagang pengumpul desa-pasar lelang karet-pabrik crumb
rubber (eksportir). Saluran ketiga, petani-pedagang pengumpul desa-pedagang
besar provinsi-pabrik crumb rubber (eksportir). Saluran keempat, petani-pedagang
pengumpul kecamatan-pedagang besar provinsi-pabrik crumb rubber (eksportir)
dan saluran kelima petani-pabrik crumb rubber (eksportir). Besarnya
ketergantungan petani terhadap pedagang pengumpul disebabkan keterbatasan
petani dalam memperoleh akses permodalan dan informasi pasar. Hal ini
menyebabkan posisi tawar petani lemah dalam proses penentuan harga.

Kondisi petani yang menghadapi struktur pasar oligopsoni dan posisi tawar
petani lemah dalam proses penentuan harga akan mempengaruhi kinerja pasar.
(market performance). Hal ini terlihat dari share harga karet yang diterima petani
masih tergolong rendah (< 60%) dengan marjin pemasaran yang relatif tinggi.
Kondisi ini disebabkan oleh besarnya ketergantungan petani kepada pedagang
pengumpul dan terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki petani sehingga
petani tidak melakukan nilai tambah pada karet yang dipasarkan. Disisi lain,
analisis integrasi pasar vertikal menunjukkan bahwa pasar karet di tingkat petani
tidak terintegrasi dengan harga karet ditingkat pedagang pengumpul desa,

pedagang pengumpul kecamatan, maupun pabrik crumb rubber artinya perubahan
harga karet di tingkat pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan
dan pabrik crumb rubber saat ini dan waktu sebelumnya tidak mempengaruhi
harga karet ditingkat petani. Hal ini menunjukkan bahwa pada jangka pendek
maupun jangka panjang petani cenderung sebagai penerima harga (price taker).
Pendekatan SCP telah menunjukkan bahwa peningkatan harga ditingkat
pabrik crumb rubber (eksportir) yang cukup besar tidak diikuti dengan
peningkatan harga ditingkat petani. Kondisi ini menggambarkan bahwa sistem
pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi belum efisien dilihat dari marjin
pemasaran, farmer share dan integrasi pasar vertikal. Sebagai upaya
meningkatkan posisi tawar petani yaitu melalui pemberdayaan kelompok tani
secara berkelanjutan. Selain itu peran pemerintah dalam menjamin sarana dan
prasarana, pengawasan harga yang sesuai dan menginformasikan perkembangan
harga pasar (lokal dan dunia) serta memfasilitasi adanya kemitraan langsung
petani dengan pabrik crumb rubber. Walaupun saat ini kerjasama yang dibangun
petani dengan pabrik crumb rubber telah ada, namun diharapkan ada peningkatan
dan perubahan sehingga dapat memberikan kepastian harga bagi petani karet.
Upaya ini dapat dilakukan melalui sistem manajemen pabrik crumb rubber yang
profesional dan perbaikan mutu karet ditingkat petani sehingga dapat
meningkatkan posisi tawar petani dalam proses penentuan harga.

Kata kunci: sistem pemasaran, karet rakyat, struktur pasar, perilaku pasar, kinerja
pasar, harga

SUMMARY
DWI NURUL AMALIA. The Marketing System of Rubber Smallholders in
Jambi Province with Structure, Conduct, Performance (SCP) Approachment.
Supervised by RITA NURMALINA and AMZUL RIFIN.
Rubber is the main commodity from Jambi Province. Most (80%) of
rubber plantation is smallholders plantation. Most (95%) of rubber production is
exported to the world market. In the rubber market, increased price at exporters
level is not followed by farmers level. However, the high price of rubber at the
world level has not been transmitted by the rubber farmers in Jambi Province. It is
shown from the volatility of rubber prices during the year 2008 to the year 2013,
the increase in the price level of crumb rubber factory (exporters) are large enough
not followed by an increase in the price of farm level. The fundamental problem
for majority of rubber farmers in Jambi Province is weak bargaining position of
farmers in the pricing process. Market condition will affect the behavior of a
marketing agency and the determination of price. However, how to respond and
how fast the price changes which are responded by marketing agencies will be
identified through analysis of market performance.

Based on these problems, it is necessary to smallholder rubber marketing
system analysis approach to structure, conduct, performace (SCP). The aims of
this study are to 1) analyze the market structure of rubber smallholders in Jambi
Province, 2) describe the market conduct of rubber smallholders in Jambi
Province, 3) analyze the market performance of rubber smallholders in Jambi
Province. The analysis used are the descriptive and quantitative analysis of SCP
approachment. Quantitative data processing use software Microsoft Excel 2007
and Eviews 6. The analysis showed that the market structure that faced by rubber
farmers in Jambi Province is oligopsonistic. This is caused the market condition at
the exporters level was concentrated with a small level of competition (CR4 =
75.70 %). The amount of market power possessed crumb rubber plant will affect
the behavior of a marketing agency in the lower level shown in the behavior of the
market (market conduct).
Institution and practices of marketing function involved are farmers,
village collectors, subdistrict collectors, province trader, rubber auction market
and crumb rubber factory (exporters). The marketing function is exchange
function, physical function and facilities function. Rubber marketing channel in
Jambi Province consist of 5 channels. The first channel is farmer-rubber auction
market-crumb rubber factory (exporters). The second is farmer-village collectorrubber auction market-crumb rubber factory (exporters). The third is farmervillage collector-province trader-crumb rubber factory (exporters). The fourth is
farmer-sub district collector-province trader-crumb rubber factory (exporters) and

the fifth channel is farmer-crumb rubber factory (exporters). Dependence of
farmers on the collector due to the limmitations of the farmer in gainning access
to market information and financial source. This causes weak bargaining position
of farmers in the pricing process.
Conditions of oligopsony market structure is faced by farmers and the
weak bargaining position of farmers in pricing process will affect the performance
of the market. It it proved by the share price of rubber received by farmer still low

(< 60%) with relatively high margin. This condition is caused by dependence of
farmers to collector and limited facilities and infrastructure owned by farmers
with the result that all of farmers do not changed the value added of rubber
product. On the other hand, vertical market integration analysis showed that
rubber price at the farmer market is not integrated with the rubber price at village
collectors, subdistrict collectors and crumb rubber factory market. Its meaning
rubber price changes in the level of village collectors, subdistrict collectors and
crumb rubber factory at this time and the previous time does not affect rubber
price in farmers level. This suggest that farmers tend to be price taker in the short
and long term (price taker).
The SCP approachment has shown that the rubber market increased price
at exporters level is not followed by price at farmers level. This condition

illustrates that rubber marketing system in Jambi Province inefficient showed by
marketing marjin, farmer share and vertical market integration. In an effort to
improve the bargaining position of farmers is through the empowerment of farmer
groups on an ongoing basis. In addition, the role of government in ensuring
infrastructure, appropriate price control and inform the development of the market
price (local and world) as well as facilitate partnerships with farmers directly
crumb rubber factory. Although currently constructed farmers cooperation with
crumb rubber factory has been there, but it is expected there is an increase and
change in order to provide certainty for farmers rubber prices. This can be done
through a system of factory management professional crumb rubber and rubber
quality improvement so that the farmer can improve the bargaining position of
farmers in the pricing process.
Keywords: marketing system, rubber smallholders, market structure, market
conduct, market performance, the price

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SISTEM PEMASARAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI
DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT,
PERFORMANCE (SCP)

DWI NURUL AMALIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr. Ir. Ratna Winandi, MS

Penguji Program Studi

: Dr. Ir. Suharno, MAdev

Judul Tesis : Sistem Pemasaran Karet Rakyat di Provinsi Jambi dengan
Pendekatan Structure, Conduct, Performance (SCP)
Nama
: Dwi Nurul Amalia
NIM
: H451114051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Ketua

Dr Amzul Rifin, SP MA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 12 Desember 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Sistem Pemasaran Karet Rakyat
di Provinsi Jambi dengan Pendekatan Structure, Conduct, Performance (SCP)
dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan
bantuan dari banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.
Amzul Rifin, SP, MA selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian dan Dosen Penguji Luar Komisi yang telah
memberikan banyak arahan dan masukan dalam penyempurnaan tesis.
3. Dr. Ir. Suharno M.Adev selaku Sekretaris Program Studi Magister Sains
Agribisnis sekaligus Dosen Penguji Perwakilan Program Studi pada ujian
tesis atas saran dan kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis ini
serta seluruh staf Program Studi Magister Sains Agribisnis atas bantuan dan
kemudahan yag diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
4. Departemen Agribisnis khususnya Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku
Sekretaris Departemen Agribisnis dan Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS
selaku ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Penelitian
Unggulan Departemen (PUD) Agribisnis Tahun 2013.
5. Dinas Perkebunan Provinsi Jambi dan Dinas Perindustrian Perdagangan
Provinsi Jambi atas bantuan informasi dan data yang diperlukan dalam
penyusunan tesis ini.
6. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Bapak Ilyas Nurdin, SH dan Ibu
Dra. Yusnamar serta keluarga besar yang memberikan doa dan
dukungannya.
7. Teman-teman seperjuangan Angkatan II dan Angkatan III khususnya
Angkatan II Genap pada Program Studi Magister Sains Agribisnis atas
diskusi dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian tesis ini.
Semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat menjadi referensi bagi pihak
yang memerlukan.
Bogor, Desember 2013
Dwi Nurul Amalia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
5
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemasaran Karet Rakyat
Analisis Sistem Pemasaran dengan Pendekatan Structure, Conduct,
Performance (SCP)

6
6
7

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Konseptual
Konsep Pemasaran
Konsep Saluran Pemasaran
Konsep Efisiensi Pemasaran
Konsep SCP (Structure, Conduct, Performance)
Kerangka Pemikiran Operasional

9
9
9
11
12
13
20

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data

21
21
21
22
22

5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
RESPONDEN
Lokasi Perkebunan Karet Rakyat di Daerah Penelitian
Aktivitas Pengolahan dan Pemasaran Karet Rakyat
Kondisi Infrastruktur dan Akses Permodalan
Karakteristik Responden di Daerah Penelitian

26
26
29
35
36

6 ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP)
PASAR KARET RAKYAT
Analisis Struktur Pasar (Market Structure)
Analisis Perilaku Pasar (Market Conduct)
Analisis Kinerja Pasar (Market Performance)
Pengaruh Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Terhadap Pembentukan

38
38
41
51

Harga Karet di Tingkat Petani
Implikasi Kebijakan Terhadap Peningkatan Posisi Tawar Petani Karet
Rakyat di Provinsi Jambi

55
56

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

57
58

DAFTAR PUSTAKA

58

LAMPIRAN

62

RIWAYAT HIDUP

69

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Perkembangan volume dan nilai ekspor karet Provinsi Jambi
Indikator dan analisis pemasaran SCP
Syarat integrasi pasar
Statistik transportasi Provinsi Jambi, tahun 2011
Jumlah lembaga keuangan di Provinsi Jambi, tahun 2011
Identitas responden petani karet rakyat di Provinsi Jambi, tahun 2013
Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 10 pabrik crumb rubber di Provinsi
Jambi
Herfindahl-Hirschman Index (HHI) pabrik crumb rubber di Provinsi
Jambi Tahun 2012
Nilai MES (Minimum Efficiency Scale) pabrik crumb rubber di Provinsi
Jambi Tahun 2007-2012 (%)
Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat petani
Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat pasar lelang karet
Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat pedagang
pengumpul desa
Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat pedagang
pengumpul kecamatan
Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat pedagang besar
provinsi
Fungsi-fungsi pemasaran dan kerjasama di tingkat pabrik crumb rubber
Proses penentuan harga karet pada setiap lembaga pemasaran
Farmer share pada saluran pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi
Marjin pemasaran dan farmer share pada pemasaran karet rakyat di
Provinsi Jambi
Biaya pemasaran karet yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tahun
2013
Harga jual, total biaya, marjin dan farmer share pemasaran pada
masing-masing pola saluran pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi
Analisis integrasi pasar vertikal setiap lembaga pemasaran

2
14
26
35
36
37
39
40
41
44
44
46
47
48
49
50
52
53
54
54
55

DAFTAR GAMBAR
1 Pola pergerakan harga karet ditingkat petani dan eksportir tahun 20082013
2 The Structure-Conduct-Performance Paradigm
3 Kerangka Pemikiran Operasional
4 Tanaman karet rakyat di Provinsi Jambi pola monokultur
5 Tanaman karet pola tumpangsari dengan tanaman mahoni
6 Bahan olahan karet (bokar) dengan kualitas rendah
7 Bahan olah karet (bokar) berkualitas baik
8 Tahap pengolahan bahan olahan karet (bokar) berbentuk slab
9 Pembekuan dan pencetakan bokar dengan berbagai bentuk bak cetak
bokar
10 Tahapan pengolahan pasca panen karet oleh petani
11 Saluran pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi

4
15
20
28
29
30
31
32
33
34
51

DAFTAR LAMPIRAN
1 Produksi, ekspor dan konsumsi karet alam Indonesia 2005-2011(„000)
2 Produksi karet alam Indonesia tahun 2007-2011 („000 Ton)
3 Rata-rata pangsa luas areal, produksi dan produktivitas menurut
provinsi penghasil utama karet alam Indonesia Tahun 2006-2010
4 Luas areal, produksi dan jumlah tenaga kerja pada komoditas karet di
Provinsi Jambi Tahun 2005-2011 („000)
5 Hasil output analisis integrasi pasar vertikal

62
62
62
63
63

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Komoditas karet merupakan komoditas yang penting bagi perekonomian
Indonesia. Nilai ekonomi yang diperoleh dari komoditas karet antara lain sebagai
penyumbang devisa negara dan sebagai salah satu mata pencaharian masyarakat
Indonesia. Sumbangan devisa negara melalui ekspor karet pada tahun 2012
mencapai 11.13 miliar US$ dengan volume mencapai 2.38 juta ton karet kering.
Tujuan ekspor karet Indonesia antara lain Amerika Serikat, Jepang, Singapura,
Unieropa dan negara konsumen lainnya. Pangsa pasar terbesar karet alam
Indonesia yaitu Amerika Serikat sebesar 40 persen, Singapura 32.8 persen,
Unieropa 7.5 persen, Jepang 3.3 persen dan negara lain sebesar 11.4 persen
(Direktorat Jenderal Perkebunan 2012). Laju perkembangan ekspor karet alam
Indonesia terlihat pada Lampiran 1 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
hal ini di karenakan meningkatnya produksi karet dalam negeri dan permintaan
karet alam untuk industri berbasis karet di negara maju.
Perkembangan produksi karet alam Indonesia dalam kurun waktu 20052011 mengalami pertumbuhan yang pesat. Rata-rata laju pertumbuhan produksi
karet alam Indonesia pada kurun waktu 2005-2011 yaitu 5.08 persen. Sebagian
besar produksi karet alam Indonesia ditujukan untuk ekspor yaitu sebesar 85
persen, selebihnya digunakan bagi industri domestik. Pada kurun waktu tersebut,
produksi tertinggi dihasilkan pada tahun 2012 sebesar 3 272 juta ton karet kering
sedangkan produksi terendah dihasillkan pada tahun 2009 sebesar 2 440 juta ton.
Penurunan ekspor pada tahun 2009 terjadi karena adanya penurunan hasil
produksi pada perkebunan rakyat serta adanya pembatasan ekspor sebesar 16
persen oleh negara konsumen (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012).
Produksi karet alam Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan
rakyat selanjutnya dihasilkan oleh perkebunan negara dan perkebunan swasta
seperti terlihat pada Lampiran 2. Dapat disimpulkan bahwa banyak masyarakat
yang menggantungkan kehidupannya pada komoditas karet baik sebagai petani
maupun sebagai pedagang pengumpul. Walaupun produksi yang dihasilkan pada
perkebunan rakyat menyumbang total produksi yang besar bagi perkaretan
Indonesia, berbagai permasalahan terjadi pada pengelolaanya. Antara lain
rendahnya produktivitas karet yang dihasilkan, sistem pemasaran yang belum
efisien dan kesejahteraan petani yang belum memadai. Produktivitas karet yang
dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan perkebunan rakyat di negara
produsen lainnya. Produktivitas karet yang dihasilkan yaitu pada tahun 2011
hanya sebesar 1 085 kg/ha/tahun, sedangkan Malaysia mampu menghasilkan 1
430 kg/ha/tahun dan Thailand sebesar 1 690 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal
Perkebunan 2012). Namun bila dilihat dari produktivitas karet pada tahun
sebelumnya, produktivitas karet tahun 2011 telah mengalami peningkatan yang
signifikan. Hal ini dikarenakan adanya insentif pemerintah melalui program
revitalisasi perkebunan karet.
Penyebaran wilayah produksi karet alam di Indonesia sebagian besar
berada pada Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Kedua wilayah ini

2
menyumbang 75 persen dari Pulau Sumatera dan 25 persen dari produksi Pulau
Kalimantan. Terlihat pada Lampiran 3 wilayah produksi tertinggi di Pulau
Sumatera berada pada Provinsi Sumatera Utara selanjutnya dihasilkan oleh
Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Sedangkan di Pulau
Kalimantan, daerah produksi berada pada Kalimantan Barat dan Kalimantan
Tengah. Salah satu daerah sentra produksi karet alam di Indonesia yaitu Provinsi
Jambi. Provinsi Jambi memiliki luas areal penanaman karet terluas ketiga di
Indonesia yang berada pada wilayah produksi Pulau Sumatera. Walaupun luas
areal penanaman karet di Provinsi Jambi lebih besar dari pada Provinsi Riau,
tetapi produktivitas yang dihasilkan lebih rendah. Hal ini dikarenakan banyaknya
tanaman karet yang sudah tua, penggunaan bibit yang kurang baik serta
pemanenan yang kurang tepat. Perkembangan perkebunan karet di Provinsi Jambi
Tahun 2005-2011 terlihat pada Lampiran 4. Terlihat bahwa laju pengembangan
luas areal penanaman karet semakin meningkat dengan tren sebesar 3.48 persen
diikuti dengan peningkatan tenaga kerja pada komoditas karet dengan tren
peningkatan 5.97 persen.
Komoditas karet merupakan komoditas penting bagi perekonomian
Provinsi Jambi, yakni sebagai penyumbang Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) terbesar pada sektor perkebunan dan penyedia lapangan pekerjaan bagi
masyarakat di pedesaan. Provinsi Jambi merupakan daerah produsen karet alam
Indonesia yang memiliki perkebunan rakyat terluas di Indonesia. Kontribusi karet
terhadap PDRB Provinsi Jambi tahun 2011 sebesar 17 persen dengan laju
pertumbuhan sebesar 6.3 persen. Selain itu, perkebunan karet melibatkan lebih
dari 251 400 orang petani dalam kegiatan produksi, ratusan pedagang perantara
dalam kegiatan pemasaran, serta pemasok bahan baku Bokar (Bahan Olahan Karet
Rakyat) bagi 10 unit pabrik crumb rubber (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi
2012). Dilihat dari volume dan nilai ekspor, komoditas karet menyumbang 30
persen dari total nilai ekspor Provinsi Jambi pada tahun 2011. Perkembangan
ekspor karet di Provinsi Jambi terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan volume dan nilai ekspor karet Provinsi Jambi
Ekspor
Tahun
Volume/kg
Nilai (US$)
2007
193 942 016
412 524 398
2008
188 349 660
421 988 483
2009
181 416 296
301 054 026
2010
292 004 560
774 357 592
2011
387 691 340
910 840 224
2012
288 679 832
754 325 980
Sumber: Disperindag Provinsi Jambi (2012)

Perkembangan volume dan nilai ekspor karet di Provinsi Jambi pada
periode 2007-2012 mengalami tren peningkatan dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Pada tahun 2007 ekspor karet di Provinsi Jambi sebesar 193 942 016
kg hingga tahun 2011 meningkat menjadi 387 691 340 kg. Terlihat pada tabel
diatas, volume ekspor Provinsi Jambi tertinggi yaitu tahun 2011 sebesar 387 691
340 dengan nilai 910 840 224 US$ dengan harga di tingkat eksportir yaitu
sebesar Rp. 32 000/kg. Meskipun peran komoditas karet cukup berarti dalam

3
perekonomian Provinsi Jambi tetapi peranannya terhadap peningkatan
kesejahteraan petani belum signifikan. Masalah mendasar yang dihadapi petani
karet di Provinsi Jambi adalah posisi tawar (bergaining position) petani lemah
dalam proses penentuan harga karena kurangnya akses informasi harga,
keterikatan petani dengan pedagang pengumpul dan belum berfungsinya pasar
lelang dengan baik. Keterbatasan sarana dan prasarana, akses permodalan serta
akses terhadap informasi pasar menyebabkan petani tidak bisa mengontrol
perkembangan harga secara berkelanjutan dan transmisi harga menjadi tidak
seimbang (imbalance transmission) (Giroh et al. 2010; Kizito 2011).
Menurut Baye (2010) perubahan harga pada pasar dapat ditentukan oleh
struktur, perilaku dan kinerja pasar tersebut. Struktur pasar akan menggambarkan
tipe dan jenis pasar yang terbentuk sehingga harga yang tentukan sesuai dengan
jenis pasar tersebut apakah monopoli, oligopoli atau persaingan sempurna. Selain
itu, harga yang diterima petani memiliki peran yang sangat penting dalam
menentukan tingkat pendapatan yang diperoleh petani, para pedagang dan
organisasi bisnis pada umumnya (Umar et al. 2011). Sedangkan perilaku pasar
menekankan pada aktivitas bisnis yang dilakukan oleh pelaku pemasaran sehingga
akan mempengaruhi margin pemasaran tiap lembaga pemasaran yang tercermin
pada kinerja pasar karet tersebut. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa
petani yang mengusahakan komoditas perkebunan cenderung menghadapi struktur
pasar yang tidak bersaing (Ngigi 2008).

Perumusan Masalah
Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah produksi karet alam di
Indonesia. Perkembangan komoditas karet tidak terlepas dari berbagai
permasalahan baik dari aspek produksi maupun aspek pemasaran. Permasalahan
tersebut pada akhirnya berdampak bagi kesejahteraan petani. Masalah mendasar
yang dihadapi petani pada aspek pemasaran adalah posisi tawar petani lemah pada
penentuan harga. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi harga yang diterima
petani dan kualitas bokar yang dihasilkan relatif kurang baik sehingga
berpengaruh terhadap harga jual yang ditentukan oleh pedagang pengumpul.
Selain itu, keterikatan yang kuat antara petani dari aspek ekonomi dan aspek
sosial sehingga petani mengambil peran sebagai price taker pada kondisi tersebut.
Sebenarnya permasalahan pada sistem pemasaran dapat dikurangi dengan adanya
pasar lelang dan Koperasi Unit Desa. Namun, pasar lelang belum dapat berfungsi
dengan baik dikarenakan volume karet yang dijual petani ke pasar lelang relatif
kecil sehingga sulit untuk mengadakan transaksi pada pasar tersebut.
Sistem pemasaran karet tidak terlepas dari penentuan harga. Harga yang
ditentukan oleh pedagang pengumpul sebenarnya sangat bergantung pada harga di
tingkat eksportir dan pasar dunia. Harga tersebut terbentuk karena permintaan dan
penawaran karet oleh negara konsumen. Fluktuasi harga di pasar dunia seharusnya
juga berpengaruh terhadap harga jual karet di tingkat petani. Namun tingginya
harga jual karet oleh eksportir belum sepenuhnya dirasakan oleh petani. Hal ini
ditunjukkan dari pergerakan harga karet selama tahun 2008 sampai 2013, harga di
tingkat eksportir mengalami peningkatan yang cukup besar bila dibandingkan
dengan harga karet ditingkat petani.

4

Harga jual (Rp/kg)

35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
2008

2009
Harga petani

2010

2011

2012

2013

Harga eksportir

Gambar 1 Pola pergerakan harga karet di tingkat petani dan eksportir
tahun 2008-2013

Terlihat pada Gambar 1 peningkatan harga di tingkat petani terlihat tidak
mengikuti peningkatan harga ditingkat eksportir. Harga ditingkat eksportir
meningkat cukup signifikan pada tahun 2008-2011. Sedangkan perkembangan
harga di tingkat petani hanya mengalami sedikit peningkatan. Kondisi yang
seharusnya terjadi adalah adanya keterkaitan harga di tingkat petani dan eksportir
sehingga pergerakan harga ditingkat eksportir sama dengan pergerakan harga
ditingkat petani. Mengapa kondisi tersebut terjadi? Bagaimana sebenarnya
mekanisme penentuan harga ditingkat petani?. Kondisi tersebut tergambar dari
harga yang terjadi ditingkat konsumen tidak ditransmisikan oleh pedagang ke
petani (Shumeta et al. 2012). Salah satu upaya mengatasi permasalahan di dalam
sistem pemasaran yaitu dengan menganalisis sistem pemasaran menggunakan
pendekatan struktur pasar (market structure), perilaku pasar (market conduct) dan
kinerja pasar (market performance) (SCP) (Bosena et al.2011; Funke et al. 2012).
Secara teoritik harga karet ditentukan oleh struktur pasar, perilaku
lembaga pemasaran dan kinerja pasar karet tersebut. Struktur pasar yang terbentuk
akan menentukan sistem penetapan harga karet bila dilihat dari banyaknya
lembaga yang terlibat dan posisi lembaga tersebut pada pasar. Jika produsen
memiliki market power yang cukup besar maka dengan mudah dapat
mempengaruhi harga jual karet di pasar, hal ini terkait juga dengan jumlah
pedagang yang terlibat pada proses penjualan, apabila hanya terdapat sedikit
pedagang pengumpul atau eksportir maka petani cenderung tidak memiliki pilihan
saat menjual karet yang diproduksi apalagi harga yang ditetapkan relatif sama.
Bagaimana strukur pasar karet di Provinsi Jambi? Dalam proses penentuan harga
karet juga tidak terlepas dari keterkaitan antar lembaga pemasaran didalamnya.
Keterkaitan tersebut berkaitan dengan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga
pemasaran dan kerjasama yang terjalin antar lembaga pemasaran.
Perilaku pasar dapat berupa praktek penetapan harga, persaingan bukan
harga, praktek advertensi dan perluasan pasar (Purcell 1979). Bagaimana perilaku
lembaga pemasaran pada pasar karet rakyat di Provinsi Jambi? Apakah terdapat

5
keterkaitan antar lembaga pemasaran?. Akibat dari struktur dan perilaku pasar
yang terbentuk maka akan menentukan kinerja pasar seperti besarnya margin
pemasaran antar lembaga pemasaran, farmer share serta derajat kepekaan harga
ditingkat petani tehadap perubahan harga dipasar acuan. Fluktuasi harga akan
berpengaruh pada kemampuan dan keputusan lembaga pemasaran yang terlibat
dalam merespon perubahan tersebut melalui penetapan harga. Sehingga kajian
sistem pemasaran karet rakyat dengan pendekatan struktur, perilaku dan kinerja
pasar sangat penting dilakukan untuk mengetahui proses penentuan harga yang
berkaitan dengan kesejahteraan petani karet. Pendekatan ini tepat digunakan
karena mampu menangkap kompleksitas permasalahan yang terjadi pada sistem
pemasaran karet rakyat.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian ini secara umum adalah menganalisis sistem pemasaran karet rakyat di
Provinsi Jambi serta secara khusus tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis struktur pasar karet rakyat di Provinsi Jambi.
2. Medeskripsikan perilaku pasar karet rakyat di Provinsi Jambi.
3. Menganalisis kinerja pasar karet rakyat di Provinsi Jambi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan yaitu:
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
penelitian selanjutnya terutama penelitian tentang komoditas karet.
2. Bagi masyarakat ataupun pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai rujukan serta sebagai bahan informasi bagi pembaca mengenai sistem
pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi.
3. Bagi pengambil kebijakan, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan terkait pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pemasaran karet yang dihasilkan melalui
perkebunan karet rakyat di Provinsi Jambi. Unit analisis yang digunakan yaitu
lembaga yang terlibat pada pemasaran karet rakyat di Provinsi Jambi meliputi
pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar
provinsi, pasar lelang karet dan pabrik crumb rubber. Penelitian ini mencakup
analisis struktur pasar (pangsa pasar, konsentrasi pasar dan hambatan masuk
pasar), perilaku pasar (sistem penentuan harga, praktek penjualan dan pembelian,
kerjasama lembaga pemasaran) dan kinerja pasar (margin pemasaran, farmer
share dan integrasi pasar vertikal).

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemasaran Karet Rakyat
Pemasaran atau tataniaga merupakan aktivitas atau kegiatan dalam
mengalirkan produk mulai dari petani sampai ke konsumen akhir.Sistem
pemasaran merupakan suatu kegiatan yang produktif, sangat kompleks, sesuai
dengan ketetapan, dan menimbulkan biaya (Downey et al, 1981). Efisiensi suatu
sistem pemasaran sangat diperlukan bagi kesejahteraan lembaga pemasaran yang
terkait didalamnya. Permasalahan utama yang sering dihadapi dalam kegiatan
pemasaran karet adalah harga di tingkat petani yang rendah meskipun harga di
pasar domestik dan pasar internasional cukup tinggi selain itu posisi tawar petani
yang lemah terkait dengan informasi yang diterima dan pengetahuan petani
tersebut. Beberapa studi yang dilakukan memperlihatkan bahwa pemasaran karet
belum dapat diatasi dengan baik. Limbong (1993) mengemukakan bahwa
pemasaran karet sangat erat kaitannya dengan keterampilan petani yang rendah,
penanganan pasca panen, pengetahuan tentang kualitas dan standarisasi, dan
informasi pasar. Beragam pola pemasaran tidak saja dipengaruhi oleh faktorfaktor ekonomi, tetapi juga faktor-faktor non-ekonomi.
Studi terhadap pemasaran karet pada perkebunan karet rakyat di
Kabupaten Rokan Hilir dilakukan oleh Hutabarat (2007) menemukan empat
macam saluran pemasaran yang dilalui oleh petani. Analisis terhadap data yang
diperoleh menunjukkan bahwa semakin panjang saluran pemasaran maka margin
pemasaran semakin besar dan saluran pemasaran semakin tidak efisien.
Permasalahan utama yang sering dihadapi petani adalah tingkat harga yang masih
rendah meskipun harga di pasar domestik dan pasar internasional sudah cukup
tinggi. Petani umumnya kurang memperhatikan kualitas karet dan kurang
mendapatkan akses terhadap informasi pasar yaitu harga jual karet setiap harinya.
Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya pendapatan petani yang pada akhirnya
berakibat bagi kesejahteraan petani dan kondisi perekonomian wilayah tersebut.
Napitupulu (2007) meneliti tentang pemasaran karet rakyat dalam bentuk
bokar di Provinsi Jambi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa rendahnya
farmer share disebabkan oleh panjangnya rantai pemasaran, besarnya margin
pemasaran, tidak adanya standar harga yang jelas di tingkat petani, kurangnya
insentif harga yang diterima petani dengan kualitas bokar yang baik, dan perilaku
petani pada panen dan penanganan pasca panen yang cenderung menghasilkan
bokar kualitas rendah. Suatu sistem pemasaran karet yang efisien dapat dilihat
dari berbagai aspek, terutama margin pemasaran dan farmer share. Penelitian
yang dilakukan oleh Tarmizi (2009) tentang efisiensi saluran pemasaran bokar di
Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi mengungkapkan bahwa petani lebih
memilih menjual karetnya ke pasar lelang, hal ini dikarenakan tidak adanya
potongan penjualan seperti yang terjadi pada pedagang desa, sehingga penerimaan
petani menjadi lebih tinggi dibandingkan jika menjual ke pedagang desa. Pada
saluran pemasaran KUD/ pasar lelang, harga yang diterima petani lebih tinggi
dibandingkan dengan menjual karet ke pedagang desa.Keuntungan bersih peserta
lelang lebih besar Rp. 300/kg karet kering sedangkan keuntungan bersih yang
diterima pedagang desa lebih kecil Rp. 150/kg karet kering.

7
Penelitian oleh Yuprin (2009) menemukan bahwa lembaga pemasaran karet
rakyat ditingkat desa cenderung terkonsentrasi serta terdapat hambatan masuk
bagi lembaga pemasaran lain. Hambatan bagi lembaga pemasaran lain masuk
pasar antara lain disebabkan: (1) petani dan pedagang desa memiliki hubungan
dalam bentuk langganan dan terikat karena petani sebelumnya telah berhutang
dengan pedagang, baik dalam bentuk barang maupun uang; (2) pedagang tingkat
bawah juga memiliki hubungan dalam bentuk pinjaman modal (berupa uang
maupun barang) tanpa bunga, melainkan hanya jaminan kepercayaan, dalam hal
ini tidak mudah memberikan kepercayaan kepada pedagang baru yang belum
dikenalnya. Hambatan kedua seperti yang telah diuraikan di atas, sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nazari (1996) bahwa faktor penghambat pedagang
karet lain untuk masuk pasar adalah kesulitan permodalan, keterkaitan pedagang
tingkat bawah dengan pedagang tingkat atas, kurangnya pengetahuan mengenai
pasar, dan persaingan tidak sehat antar pedagang.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian Giroh et al. (2010) dalam pasar
karet alam di Nigeria yang menunjukkan bahwa adanya dominasi pelaku
pemasaran yang menentukan harga dan petani cenderung sebagai penerima harga
(price taker). Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya farmer share yang
diterima petani karet. Fluktuasi harga karet ditingkat petani tidak terlepas dari
pengaruh fluktuasi harga karet di pasar dunia. Fluktuasi harga tersebut juga
disebabkan oleh kondisi permintaan bahan baku oleh negara produsen produk
berbasis karet. Kondisi ini menurut Allen et al. (1987) menyebabkan negara
produsen sangat bergantung pada kondisi pasar produk hilir yang dihasilkan oleh
negara konsumen.
Pemasaran karet di Indonesia seharusnya lebih dikembangkan mengingat
potensi yang diperoleh dari komoditas karet sangat besar di Indonesia. Harga
karet alam yang relatif tinggi saat ini harus dijadikan momentum bagi Indonesia,
untuk mendorong percepatan peremajaan karet yang kurang produktif dengan
menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan teknologi budidaya lainnya.
Pengembangan agribisnis karet di Indonesia menurut Anwar (2006) perlu
dilakukan dengan cermat dengan melalui perencanaan dan persiapan yang matang,
antara lain dengan penyedian kredit peremajaan yang layak untuk karet rakyat,
penyedian bahan tanam karet klon unggul dengan persiapan 1-1.5 tahun
sebelumnya, pola kemitraan peremajaan, aspek produksi, pengolahan dan
pemasaran dengan perkebunan besar negara atau swasta. Pada tingkat kebijakan
nasional perlu adanya lembaga yang membantu pengembangan industri karet di
Indonesia dalam semua aspek, mulai dari penggunaan bibit unggul, produksi,
pengolahan bahan baku, industri produk karet, serta pemasaran karet.

Analisis Sistem Pemasaran dengan Pendekatan Structure,
Conduct, Performance (SCP)
Sistem pemasaran gula tebu (cane sugar) diteliti oleh Rosiana (2012)
dengan pendekatan struktur, perilaku dan kinerja. Hasil analisis menunjukkan
bahwa analisis struktur pasar (market structure) industri gula di Provinsi
Lampung yang terbentuk memiliki nilai pangsa pasar sebesar 86.40 persen
didominasi perusahaan swasta. Pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar

8
yang terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang kecil.Struktur pasar industri
gula di Provinsi Lampung cenderung oligopoli. Struktur pasar yang terbentuk
akan berpengaruh pada perilaku pasar (market conduct) gula tebu PTPN VII UU
BUMA. Kegiatan pembelian gula milik petani yang dilakukan cenderung
menimbulkan kolusi oleh pedagang besar yang menyebabkan penentuan harga
gula petani didominasi pihak tersebut. Hasil analisis kinerja pasar (market
performance) gula tebu menunjukkan semakin banyak lembaga pemasaran yang
terlibat maka margin pemasaran semakin tinggi. Hal ini menyebabkan farmer
share yang diterima semakin rendah.
Penelitian analisis pemasaran dilakukan oleh Yuprin (2009) yaitu
pemasaran karet di Kabupaten Kapuas. Penelitian ini menggunakan konsep
struktur, perilaku dan kinerja pasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1)
saluran pemasaran karet terdiri dari enam macam dan dapat diidentifikasi satu
macam saluran terbaik, yaitu petani–pedagang kecamatan–eksportir. Petani
sebagian besar memasarkan karet melalui saluran pemasaran yang dikategorikan
sedang, yaitu petani–pedagang desa–pedagang Kabupaten–eksportir (2) struktur
pasar di tingkat desa, kecamatan, dan Kabupaten bersifat oligopsoni konsentrasi
sedang yang menunjukkan bahwa pedagang memiliki tingkat kekuasaan yang
sedang dalam mempengaruhi pasar. Struktur pasar di tingkat eksportir adalah
monopsoni yang menunjukkan adanya kekuasaan tunggal eksportir dalam
mempengaruhi pasar; (3) perilaku pasar ditunjukkan dengan tidak sempurnanya
keterpaduan harga karet pada pasar yang satu dengan harga karet pada pasar yang
lain, baik secara horisontal maupun vertikal; dan (4) penampilan pasar
ditunjukkan dengan margin pemasaran yang relatif besar dan didominasi oleh
share keuntungan yang besar dan tidak merata.
Fadla (2008) menganalisis integrasi pasar dalam mengukur efisiensi
pemasaran komoditas beras, kacang tanah kupas, dan kedelai kuning di Provinsi
NAD (Nangroe Aceh Darussalam). Dengan menggunakan model ekonometrika
dalam analisis integrasi pasar secara horizontal, vertikal, jangka pendek dan
jangka panjang, serta dari hasil analisis SCP, Hasil analisis dengan pendekatan
SCP menunjukkan terjadinya inefisiensi dalam sistem pemasaran komoditas
pangan (beras, kacang tanah, dan kedelai kuning) hal ini disebabkan juga faktor
sosial politik yang tidak kondusif di Provinsi yang sangat mempengaruhi keadaan
pasar dan perekonomian masyarakat. Hasil analisis elastisitas transmisi harga
menunjukan rata-rata koefisien elastisitas harga tergolong dalam kategori yang
elastis.Artinya di daerah penelitian, perubahan harga di tingkat pasar konsumen
selalu diikuti dengan perubahan harga di tingkat pasar produsen yang lebih besar,
dimana pasar produsen lebih berperan dari pada pasar konsumen dalam
mengendalikan harga. Hal ini menunjukkan proporsi keuntungan yang lebih besar
diperoleh pedagang di pasar tingkat produsen. Analisis integrasi pasar dan
efisiensi pemasaran dengan pendekatan SCP belum memberikan hasil yang
memuaskan, dikarenakan penelitian hanya menggunakan data sekunder.
Analisis sistem pemasaran komoditas rumput laut di Provinsi Sulawesi
Selatan dilakukan oleh Hidayati (2009). Penelitian menunjukkan bahwa struktur
pasar rumput laut di tingkat pedagang pengumpul, pedagang besar yang berada di
lokasi ibukota kabupaten dan eksportir yang berada di ibukota provinsi dan
bersifat oligopsoni (banyak penjual sedikit pembeli). Antara pedagang pengumpul
dengan nelayan memiliki kesepakatan yang tidak tertulis yaitu pedagang besar

9
tidak diizinkan untuk melakukan pembelian langsung ke nelayan agar tidak terjadi
permainan harga. Komponen pembentukan lembaga penunjang tersebut terdiri
dari pengaturan pasar, informasi pasar, penyuluhan dan pelatihan serta sumber
dana. Saat ini, komponen terseebut belum dikelola dengan baik sehingga kinerja
lembaga penunjang belum optimal.
Penerapan konsep struktur, perilaku dan kinerja dalam pemasaran juga
digunakan oleh Wahyuningsih (2013) yang meneliti sistem pemasaran rumput
laut di Kepulauan Tanekke Kabupaten Takkalar Provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan hasil analisis empat pedagang pengumpul terbesar di Kepulauan
Tanekke, diperoleh nilai CR4 yang cukup tinggi yaitu 52 persen. Artinya struktur
pasar rumput laut didominasi oleh empat pedagang pengumpul terbesar di
Kepulauan Tanekke. Maka pasar rumput laut di Kepulauan Tanekke bersifat
oligopsoni. Berdasarkan hasil analisis nilai MES pada tingkat pedagang
pengumpul sebesar 26.04 persen. Hal ini menunjukkan bahwa hambatan masuk
pasar rumput laut di di Kepulauan Tanekke cukup besar, sehingga tidak mudah
bagi pedagang pengumpul baru untuk masuk ke dalam pasar tersebut. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat macam saluran pemasaran.
Hasil analisis integrasi pasar menunjukkan bahwa dalam jangka pendek integrasi
yang terjadi antara petani dan pedagang pengumpul bersifat lemah, namun pada
jangka panjang integrasi yang terjadi antara petani dan pedagang pengumpul
terjadi integrasi yang kuat.
Sejalan dengan penelitian Putri (2013) bahwa pendekatan SCP pada
pemasaran kopi arabika gayo telah menunjukkan bahwa pola pergerakan harga
kopi ditingkat petani tidak megikuti pergerakan kopi ditingkat eksportir. Kondisi
ini menggambarkan bahwa sistem pemasaran kopi arabika gayo di Kabupaten
Aceh Tengah dan Bener Meriah belum efisien. Hal ini ditujukkan dengan struktur
pasar yang bersifat olipopsoni, besarmya ketergantungan petani dengan kolektor
disebabkan keterbatasan petani dalam akses permodalan, informasi pasar dam
alternatif saluran pemasaran. Analisis integrasi pasar menunjukkan bahaw pasar
kopi di tingkat petani tidak terintegrasi dengan pasar kopi arabika gayo ditingkat
kolektor, koperasi dan eksportir. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka
pendek maupun jangka panjang petani cenderung sebagai penerima harga.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Konseptual
Konsep Pemasaran
Pemasaran produk pertanian menurut Kohl dan Uhl (2002), merupakan
keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas
pertanian mulai dari titik produksi (petani) sampai ke tangan konsumen. Limbong
dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa pemasaran mencakup segala aktivitas yang
diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan saluran fisiknya
termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan distribusi barang dari
produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu
yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari barang yang ditujukan

10
untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi
kepada konsumen.
Pemasaran merupakan aktivitas perpindahan barang dan jasa dari tangan
produsen ke tangan konsumen. Hal ini sejalan dengan Dahl dan Hammond (1977)
yang mendefinisikan pemasaran sebagai rangkaian urutan fungsi-fungsi yang
dilakukan ketika produk bergerak dari titik produksi sampai ke konsumen akhir.
Menurut Downey et al (1981) pemasaran merupakan proses aliran produk dari
produsen ke konsumen akhir. Kompleksitas saluran pemasaran tergantung pada
masing-masing komoditas. Pemasaran melibatkan banyak perbedaan aktivitas
yang dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu produk sebagai perubahan
melalui suatu sistem. Dengan kata lain pemasaran merupakan serangkaian fungsi
yang diperlukan untuk menggerakkan produksi mulai dari produsen utama hingga
sampai ke konsumen akhir.
Lamb et al (2001) menyatakan pemasaran dari segi ekonomi merupakan
tindakan atau kegiatan produktif yang menghasilkan pembentukan kegunaan yaitu
kegunaan waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan. Kotler (1993) mendefinisikan
pemasaran sebagai suatu proses sosial dimana individu dan kelompok
mendapatkan apa yang dibutuhkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran
produk-produk yang bernilai. Pemasaran ditinjau dari dua perspektif yaitu
perspektif makro dan mikro (Schaffner, et.al dalam Asmarantaka, 2009).
Perspektif makro menganalisis sistem pemasaran setelah dari petani yaitu fungsifungsi pemasaran untuk menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan
nilai guna, waktu, bentuk, dan tempat, dan kepemilikan kepada konsumen serta
kelembagaan yang terlibat dalam sistem pemasaran. Perspektif mikro menekankan
pada aspek manajemen dimana perusahaan secara individu, pada setiap tahapan
pemasaran dalam mencari keuntungan.
Menurut Solomon, et al. (2006), basis gagasan pemasaran adalah berangkat
dari upaya untuk mengirimkan values (nilai-nilai) kepada setiap orang yang
mampu dipengaruhi dalam sebuah transaksi. Sedangkan Levens (2010) pemasaran
adalah sebuah fungsi organisasi dan kumpulan sebuah proses yang dirancang
dalam rangka untuk merencanakan, menciptakan, mengkomunikasikan, dan
mengantarkan nilai-nilai (values) kepada pelanggan dan untuk membangun
hubungan yang efektif dengan pelanggan dengan adanya benefit yang dirasakan
oleh organisasi dan para stakeholdernya. Tujuan dari pemasaran yaitu agar barang
dan jasa yang dihasilkan oleh petani maupun perusahaan sebagai produsen sampai
ke konsumen.Kegiatan yang dilakukan agar barang dan jasa dapat berpindah dari
sektor produksi ke sektor konsumsi disebut sebagai fungsi pemasaran.
Kohl dan Uhl (2002) mendefinisikan pasar sebagai suatu arena untuk
mengatur dan menfasilitasi aktivitas bisnis serta untuk menjawab pertanyaanpertanyaan dasar ekonomi mengenai: produk apa yang dihasilkan, berapa banyak
produksi, bagaimana cara memproduksi, dan bagaimana produk didistribusikan.
Sedangkan menurut Dahl and Hammond (1977), secara garis besar pasar
merupakan sejumlah lingkungan atau tempat dimana, (1) kekuatan permintaan
dan penawaran saling bertemu, (2) terbentuk harga serta perubahan harga terjadi,
(3) terjadinya perpindahan kepemilikan sejumlah barang dan jasa dan, (4)
beberapa susunan fisik dan institusi dibuktikan. Terdapat beberapa pendekatan
untuk menga