Analisis industri pakaian jadi (garmen) di Indonesia (pendekatan structure-conduct-performance)

(1)

OLEH

RYAN FEBRIYANTI H14102071

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

(Pendekatan Structure-Conduct-Performance) (dibimbing oleh BUNGARAN SARAGIH).

Industri pakaian jadi merupakan industri yang bersifat padat karya dan memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada nilai ekspor TPT di Indonesia. Namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi pada saat ini, antara lain mengenai penyelundupan produk pakaian jadi dari China dengan harga murah serta masalah restrukturisasi permesinan. Hal ini tentu mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri pakaian jadi di Indonesia. Ketatnya persaingan dapat mempengaruhi bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisa struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di Indonesia (2) menganalisa pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja industri pakaian jadi di Indonesia. Untuk menganalisa struktur pasar, perilaku dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia dilakukan analisis deskriptif, sedangkan untuk membahas pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja dilakukan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS), dengan menggunakan

software E-views 4.1.

Hasil penelitian menunjukkan industri pakaian jadi di Indonesia termasuk ke dalam tipe pasar persaingan monopolistik dimana pasar ini bersifat banyak penjual dan pembeli, produk yang heterogen, serta hambatan untuk masuk dan keluar dari pasar yang rendah. Perilaku-perilaku yang terdapat pada industri pakaian jadi antara lain adalah perilaku dalam menentukan harga berdasarkan pada jenis bahan, inovasi produk pada desain dan warna, promosi produk melalui

contact buyer (menghubungi pembeli), pola distribusi yang cenderung ekspor, adanya integrasi vertikal pada industri ini serta perilaku sourcing atau tindakan untuk mencari bahan baku. Kinerja industri pakaian jadi di Indonesia sudah relatif baik dengan menerima margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) yang cukup rendah dengan rata-rata sebesar 24,93 persen dan tingkat efisiensi-X yang cukup tinggi sebesar 60,27 persen.

Berdasar pada hasil regresi yang telah dianalisis dapat diketahui pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja. Variabel CR4 yang mewakili struktur pasar berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap kinerja (PCM). Karena tingginya tingkat persaingan yang terdapat pada industri pakaian jadi di Indonesia akan semakin mengurangi keuntungan yang diterima. Faktor lainnya yang diwakili oleh variabel Growth berpengaruh secara signifikan terhadap PCM. Sementara variabel krisis (dummy) tidak berpengaruh terhadap PCM. Variabel efisiensi-X dan Produktivitas berpengaruh secara signifikan terhadap PCM. Oleh karena itu jika terjadi peningkatan terhadap ketiga variabel yang signifikan


(3)

bagaimana bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja yang terdapat pada industri lainnya sebagai bagian dari industri TPT di Indonesia.


(4)

Oleh

RYAN FEBRIYANTI H14102071

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Ryan Febriyanti

Nomor Registrasi Pokok : H14102071 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Industri Pakaian Jadi

(Garmen) di Indonesia

(Pendekatan Structure-Conduct-Performance)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dr. Ir.Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

Ryan Febriyanti H14102071


(7)

Penulis bernama Ryan Febriyanti lahir pada tanggal 1 Februari 1985 di

Jakarta, Ibukota negara Republik Indonesia. Penulis adalah anak pertama dari

empat bersaudara, dari pasangan Mufrizal Ramadhani dan Sri Nurdiaty. Jenjang

pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar

pada SDN 07 Pagi Jakarta Timur, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 252

Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima

di SMUN 81 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis meninggalkan Ibukota Jakarta tercinta untuk

melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB)

menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan

mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi

pembangunan Ibukota Jakarta pada khususnya dan kota-kota lain pada umumnya.

Penulis masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program

Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan

Manajemen.

Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif pada organisasi Hipotesa dan

menjabat sebagai bendahara. Keikutsertaan penulis pada organisasi ini telah

memberikan banyak manfaat dan pengalaman.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Pengertian Industri ... 9

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 10

2.3. Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)... 12

2.4. Struktur Pasar ... 14

2.4.1 Pangsa Pasar... 17

2.4.2 Konsentrasi... 17

2.4.3 Hambatan Untuk Masuk ... 18

2.4.4. Pasar Persaingan Monopolistik ... 19

2.5. Perilaku Pasar... 20

2.5.1. Kerjasama dan Kolusi ... 21

2.5.2. Integrasi Vertikal, Konglomerasi dan Merger ... 22

2.5.3. Diferensiasi Produk... 23

2.6. Kinerja Pasar ... 24

2.7. Penelitian Terdahulu ... 26

2.8. Kerangka Pemikiran... 29


(9)

III. METODOLOGI PENELITIAN... 32

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3. Metode Analisis ... 33

3.3.1. Struktur Pasar ... 34

3.3.2. Perilaku Pasar... 36

3.3.3. Kinerja Pasar ... 38

3.3.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan kinerja ... 39

3.3.5. Uji Statistika dan Ekonometrika ... 45

IV. GAMBARAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI INDONESIA... 50

4.1. Sejarah Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi (Garmen) ... 50

4.2. Periode Pada Industri Pakaian Jadi ... 52

4.2.1. Periode Sebelum Krisis ... 52

4.2.2. Periode Krisis ... 54

4.2.3. Periode Pasca Krisis... 56

4.3. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 59

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 60

5.1. Struktur Pasar ... 60

5.1.1. Pangsa Pasar... 61

5.1.2. Konsentrasi... 62

5.1.3. Hambatan Masuk ... 63

5.2. Perilaku Pasar... 64

5.2.1. Strategi Harga dan Produk ... 64

5.2.2. Strategi Promosi ... 66

5.2.3. Strategi Distribusi... 66

5.2.4. Integrasi Vertikal... 67

5.2.5. Perilaku Lainnya yang Terkait dengan Industri Pakaian Jadi di Indonesia ... 68

5.3. Kinerja Pasar ... 70

5.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja ... 71


(10)

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(11)

OLEH

RYAN FEBRIYANTI H14102071

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

(Pendekatan Structure-Conduct-Performance) (dibimbing oleh BUNGARAN SARAGIH).

Industri pakaian jadi merupakan industri yang bersifat padat karya dan memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada nilai ekspor TPT di Indonesia. Namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi pada saat ini, antara lain mengenai penyelundupan produk pakaian jadi dari China dengan harga murah serta masalah restrukturisasi permesinan. Hal ini tentu mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri pakaian jadi di Indonesia. Ketatnya persaingan dapat mempengaruhi bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisa struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di Indonesia (2) menganalisa pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja industri pakaian jadi di Indonesia. Untuk menganalisa struktur pasar, perilaku dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia dilakukan analisis deskriptif, sedangkan untuk membahas pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja dilakukan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS), dengan menggunakan software E-views 4.1.

Hasil penelitian menunjukkan industri pakaian jadi di Indonesia termasuk ke dalam tipe pasar persaingan monopolistik dimana pasar ini bersifat banyak penjual dan pembeli, produk yang heterogen, serta hambatan untuk masuk dan keluar dari pasar yang rendah. Perilaku-perilaku yang terdapat pada industri pakaian jadi antara lain adalah perilaku dalam menentukan harga berdasarkan pada jenis bahan, inovasi produk pada desain dan warna, promosi produk melalui contact buyer (menghubungi pembeli), pola distribusi yang cenderung ekspor, adanya integrasi vertikal pada industri ini serta perilaku sourcing atau tindakan untuk mencari bahan baku. Kinerja industri pakaian jadi di Indonesia sudah relatif baik dengan menerima margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) yang cukup rendah dengan rata-rata sebesar 24,93 persen dan tingkat efisiensi-X yang cukup tinggi sebesar 60,27 persen.

Berdasar pada hasil regresi yang telah dianalisis dapat diketahui pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja. Variabel CR4 yang mewakili struktur pasar berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap kinerja (PCM). Karena tingginya tingkat persaingan yang terdapat pada industri pakaian jadi di Indonesia akan semakin mengurangi keuntungan yang diterima. Faktor lainnya yang diwakili oleh variabel Growth berpengaruh secara signifikan terhadap PCM. Sementara variabel krisis (dummy) tidak berpengaruh terhadap PCM. Variabel efisiensi-X dan Produktivitas berpengaruh secara signifikan terhadap PCM. Oleh karena itu jika terjadi peningkatan terhadap ketiga variabel yang signifikan


(13)

bagaimana bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja yang terdapat pada industri lainnya sebagai bagian dari industri TPT di Indonesia.


(14)

Oleh

RYAN FEBRIYANTI H14102071

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(15)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Ryan Febriyanti

Nomor Registrasi Pokok : H14102071 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Industri Pakaian Jadi (Garmen) di Indonesia

(Pendekatan Structure-Conduct-Performance)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dr. Ir.Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872


(16)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

Ryan Febriyanti H14102071


(17)

Penulis bernama Ryan Febriyanti lahir pada tanggal 1 Februari 1985 di

Jakarta, Ibukota negara Republik Indonesia. Penulis adalah anak pertama dari

empat bersaudara, dari pasangan Mufrizal Ramadhani dan Sri Nurdiaty. Jenjang

pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar

pada SDN 07 Pagi Jakarta Timur, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 252

Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima

di SMUN 81 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis meninggalkan Ibukota Jakarta tercinta untuk

melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB)

menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan

mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi

pembangunan Ibukota Jakarta pada khususnya dan kota-kota lain pada umumnya.

Penulis masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program

Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan

Manajemen.

Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif pada organisasi Hipotesa dan

menjabat sebagai bendahara. Keikutsertaan penulis pada organisasi ini telah

memberikan banyak manfaat dan pengalaman.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Pengertian Industri ... 9

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 10

2.3. Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)... 12

2.4. Struktur Pasar ... 14

2.4.1 Pangsa Pasar... 17

2.4.2 Konsentrasi... 17

2.4.3 Hambatan Untuk Masuk ... 18

2.4.4. Pasar Persaingan Monopolistik ... 19

2.5. Perilaku Pasar... 20

2.5.1. Kerjasama dan Kolusi ... 21

2.5.2. Integrasi Vertikal, Konglomerasi dan Merger ... 22

2.5.3. Diferensiasi Produk... 23

2.6. Kinerja Pasar ... 24

2.7. Penelitian Terdahulu ... 26

2.8. Kerangka Pemikiran... 29


(19)

III. METODOLOGI PENELITIAN... 32

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3. Metode Analisis ... 33

3.3.1. Struktur Pasar ... 34

3.3.2. Perilaku Pasar... 36

3.3.3. Kinerja Pasar ... 38

3.3.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan kinerja ... 39

3.3.5. Uji Statistika dan Ekonometrika ... 45

IV. GAMBARAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI INDONESIA... 50

4.1. Sejarah Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi (Garmen) ... 50

4.2. Periode Pada Industri Pakaian Jadi ... 52

4.2.1. Periode Sebelum Krisis ... 52

4.2.2. Periode Krisis ... 54

4.2.3. Periode Pasca Krisis... 56

4.3. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 59

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 60

5.1. Struktur Pasar ... 60

5.1.1. Pangsa Pasar... 61

5.1.2. Konsentrasi... 62

5.1.3. Hambatan Masuk ... 63

5.2. Perilaku Pasar... 64

5.2.1. Strategi Harga dan Produk ... 64

5.2.2. Strategi Promosi ... 66

5.2.3. Strategi Distribusi... 66

5.2.4. Integrasi Vertikal... 67

5.2.5. Perilaku Lainnya yang Terkait dengan Industri Pakaian Jadi di Indonesia ... 68

5.3. Kinerja Pasar ... 70

5.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja ... 71


(20)

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Tabel Profil Industri Pakaian Jadi ... 2

2.1. Tabel Ciri-ciri Tipe Pasar... 15

4.1. Tabel Utilitas Produksi Industri Pakaian Jadi ... 54

4.2. Tabel Ekspor dan Impor Industri Pakaian Jadi ... 58

5.1. Hasil Dugaan Awal Persamaan PCM Pada Industri Pakaian jadi Indonesia ... 72

5.2. Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen Tahap Awal ... 74

5.3. Hasil Dugaan Persamaan PCM Pada Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 75


(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 2.1. Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 11 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran ... 30 4.1. Nilai Ekspor Industri yang Terdapat Pada Industri TPT Nasional ... 57


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Nama-Nama Perusahaan Garmen Berskala Besar ... 88 2. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 89 3. CR4 Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 90 4. Nilai Minimum Efficiency Scale (MES)

Industri Pakaian Jadi Indonesia(1983-2003)... 91 5. Price-Cost-Margin Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 92 6. Nilai Efisiensi-X Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 93 7. Growth Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 94 8. Produktivitas Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 95 9. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika... 96 10. Uji Multikolinearitas ... 97 11. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 1... 98 12. Uji Multikolinearitas Tahap 1 ... 99 13. Hasil Output Minitab Tahap 1 ... 100 14. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 2... 101 15. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 3... 102 16. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 4... 103 17. Barang Hasil Produksi Industri Pakaian Jadi (Garmen) ... 104


(24)

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) berperan cukup penting bagi banyak negara dalam memulai proses industrialisasi. Bagi Indonesia, TPT yang semula hanya merupakan produksi substitusi impor saat ini telah berubah menjadi komoditi ekspor andalan. Menurut ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Benny Sutrisno, ekspor industri TPT Indonesia pada tahun 2005 mencapai US$ 7,5 Miliar dan diproyeksikan untuk tahun 2006 ini mencapai US$ 8,35 Miliar (Kompas, 2006).

Menurut API, TPT Indonesia juga memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki industri pertekstilan yang lengkap dari hulu ke hilir, yakni dari produk serat (fibers), produk benang/pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), rajutan (knitting), pakaian jadi (garment), dan produk tekstil lainnya (other textile). Indonesia memiliki industri pemintalan (spinning) yang besar di kawasan Asia dan Oceania. Demikian pula dengan industri pertenunan yang produksinya kedua terbesar setelah Cina, serta industri pakaian jadi yang dikenal di dunia internasional.

Sampai saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor ke-11 terbesar di dunia dengan pangsa pasar 3,15 persen dari total pasar tekstil dunia sebesar US$ 194,7 Miliar pada tahun 2004. Untuk ekspor pakaian jadi, Indonesia menempati urutan kesembilan dengan pangsa pasar sebesar 4,45 persen dari total nilai pasar tekstil dunia sebesar US$ 258,1 Miliar (Kompas, 2006).


(25)

Pada industri TPT ini, salah satu sub sektor yang cukup menjadi pusat perhatian adalah sub sektor industri pakaian jadi atau garmen. Hal tersebut dikarenakan industri pakaian jadi merupakan sub-sektor industri hilir dengan sifat padat karya. Selain itu, sub sektor ini memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada nilai ekspor TPT di Indonesia. Seperti yang sudah terangkum dalam tabel 1.1, pada tahun 2004 industri pakaian jadi mengalami peningkatan kapasitas produksi dan produksi riil yang masing-masing sebesar 12,88 persen dan 12,14 persen dibandingkan tahun 2003. Pada tahun 2004 terjadi penurunan volume ekspor sebesar 2,84 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun karena rata-rata unit price produk pakaian jadi pada tahun tersebut meningkat 13,17 persen, maka secara keseluruhan terjadi peningkatan nilai ekspor sebesar 9,94 persen.

Tabel 1.1. Tabel Profil Industri Pakaian Jadi

Tahun Deskripsi Unit

2002 2003 2004 2005 Perusahaan Unit 849 855 861 n/a Investasi Kapital Milyar Rp 2.913 2.958 n/a n/a Mesin Unit 285.136 290.838 n/a n/a Tenaga Kerja Pekerja 350.901 352.457 353.590 n/a Kapasitas Produksi ‘000 Ton 591 590 666 n/a

Value Milyar Rp 52.085 54.637 55.887 48.545

Produksi

Volume ‘000 Ton 462 461 517 383

Value Juta US$ 3.805 3.926 4.289 4.899

Ekspor

Volume ‘000 Ton 328 332 324 367

Sumber: API, 2005

Namun terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi pada saat ini. Impor produk pakaian jadi ilegal atau penyelundupan merupakan isu utama yang bahkan tidak saja harus dihadapi oleh industri pakaian jadi tetapi juga merupakan isu utama yang harus dihadapi oleh industri tekstil dan


(26)

produk tekstil (TPT) nasional. Penyelundupan yang terjadi lebih dikarenakan banyaknya produk-produk pakaian jadi dengan harga murah yang berasal dari Cina memenuhi pasar pakaian jadi didunia. Sehingga banyak dari pengusaha yang melihat peluang tersebut memasukkan produk-produk pakaian jadi dari Cina ke Indonesia dengan berbagai cara.

Menurut Sekretaris Eksekutif BPN API, Ernovian G. Ismy, data penyelundupan TPT selama tahun 2004 meningkat. Ini berdasarkan total konsumsi nasional sebanyak 881.904 ton, tetapi total penjualan produsen TPT lokal hanya sebanyak 634.000 ton. Artinya terdapat selisih angka sebanyak 247.904 ton, atau TPT ilegal mengambil porsi TPT domestik sebesar 20 persen (Bisnis Indonesia, 2006).

Sekretaris Eksekutif BPN API, Ernovian G. Ismy, menjelaskan keberadaan produk TPT ilegal tersebut semakin mengganggu produk lokal, terutama kategori produk pakaian jadi yang dihasilkan oleh industri menengah-kecil. Peranan industri pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan, imbuhnya, sangat besar menyerap output industri pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting). Jika pasar industri pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan mengalami gangguan, maka hal ini juga akan menggganggu industri di sektor hulu pertenunan dan perajutan, bahkan produsen serat (Bisnis Indonesia, 2006).

Dari data penjualan TPT domestik, diketahui bahwa industri pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan punya peran sentral dalam rantai pola distribusi, khususnya sebagai pembeli utama produk kain domestik. Dari total output produk kain tahun 2004 sebanyak 131 juta ton, sebanyak 39,4 persen diserap oleh industri


(27)

pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan, sementara 42,6 persen diserap oleh industri pakaian jadi besar dan sisanya diekspor (Bisnis Indonesia, 2006).

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di dalam menghadapi permasalahan penyelundupan yang tengah dialami oleh industri TPT adalah dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) oleh Menperindag No. 276/MPP/Kep/4/2003 tentang Varifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). SK tersebut bertujuan untuk mengantisipasi kegiatan penyelundupan yang masih marak terjadi di Indonesia, meningkatkan upaya perlindungan konsumen dari dampak negatif importasi tekstil dan produk tekstil dan meningkatkan iklim usaha yang kondusif. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mengurangi tingkat penyelundupan yang semakin marak terjadi dan memberikan berbagai dampak positif lainnya bagi industri pakaian jadi di Indonesia.

Masalah lain yang juga dialami oleh industri pakaian jadi Indonesia adalah masalah restrukturisasi mesin. Industri pakaian jadi memiliki mesin berusia lebih dari 10 tahun sebanyak 31.997 unit. Industri pakaian jadi sebagai bagian dari industri TPT termasuk ke dalam industri yang beresiko tinggi, hal ini membuat perbankan nasional sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit mereka kepada industri pakaian jadi (Sinar Harapan, 2006).

Standar operasional bank menerapkan aturan pengajuan kredit harus dianalisis melalui 5C, yakni pertama, Carracter guna menunjukkan track record debitur; kedua, Capital untuk mengetahui kemampuan finansial mengembalikan kredit; ketiga, Condition of Economy yakni prospek bisnis berkaitan dengan


(28)

situasi sekarang dan dimasa mendatang; keempat, Capacity adalah kemampuan meningkatan usahanya dalam memenuhi kewajiban kepada bank; dan kelima, Collateral untuk mengetahui jaminan debitur terhadap kemungkinan risiko yang timbul. Dari kelima analisis tersebut, industri TPT paling tidak memenuhi syarat Capacity. Sektor ini dinilai tidak mampu meningkatkan kemampuan usahanya yang diduga disebabkan oleh masalah manajerial yang masih kurang baik sehingga kinerjanya tidak kompetitif. Hal ini juga dialami oleh industri pakaian jadi nasional sebagai bagian dari industri TPT (Sinar Harapan, 2006).

Pada sisi lain, pihak perbankan membantah tidak menyalurkan kredit kepada sektor TPT. Bank tetap bersedia menyalurkan kredit kepada industri TPT guna mendorong industri TPT agar dapat menyelesaikan masalah yang kini tengah dihadapi oleh industri tersebut. Namun, hal tersebut dilakukan perbankan secara selektif dan melihat perkembangan dari sektor-sektor TPT, termasuk di dalamnya industri pakaian jadi. Jika restrukturisasi permesinan dapat segera dilakukan, maka produsen-produsen pakaian jadi nasional tentu akan dapat bersaing dengan produsen-produsen lainnya yang berasal dari luar negeri. Berdasarkan pada situasi yang tengah dihadapi oleh industri pakaian jadi saat ini, maka penelitian mengenai industri pakaian jadi ini dirasakan cukup menarik bagi peneliti untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

1.2. Perumusan Masalah

Industri pakaian jadi merupakan industri padat karya yang dapat memperkerjakan jutaan pekerja. Selain itu, investasi yang terdapat pada industri


(29)

ini memiliki nilai yang sangat besar. Investasi yang terdapat pada industri pakaian jadi sebagai bagian dari industri TPT pada tahun 2003 jumlahnya hampir mencapai US$ 3 Miliar dengan tenaga kerja langsung sebanyak 360.000 orang dan tenaga kerja tidak langsung 700.000 orang (Sinar Harapan, 2006).

Industri pakaian jadi sebagai penyumbang ekspor terbesar dari seluruh ekspor TPT pada saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan antara lain perubahan permintaan pasar yang semakin cepat. Seiring dengan percepatan perkembangan fashion dunia yang tidak hanya mengandalkan musim tetapi trend mode, menyebabkan pesanan untuk pakaian jadi pun cepat berubah. Kemampuan industri pakaian jadi untuk berkompetisi tidak hanya di pasar global tetapi juga di pasar domestik sangatlah tergantung pada keseriusan semua pihak sehingga industri ini dapat terus berkembang.

Kondisi lainnya yang saat ini juga dihadapi oleh industri pakaian jadi Indonesia adalah produk-produk pakaian jadi dari Cina yang semakin memenuhi pasar domestik, baik yang legal maupun ilegal. Data API menunjukkan total pertumbuhan impor pakaian jadi Cina yg tercatat resmi, belum termasuk ilegal, dalam lima tahun terakhir, tahun 2004 mencapai 380 persen (Kompas, 2006).

Produk-produk tersebut diperjualbelikan dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan produk-produk dari dalam negeri, hal ini tentu saja sangat merugikan produsen pakaian jadi nasional. Selain murah, produk dari Cina juga memiliki keunggulan dalam desain. Sebagai contoh, setelan baju tidur (anak perempuan) dari Cina dijual seharga Rp 350.000 per kodi (20 pasang atau Rp 17.500 per pasang). Harga untuk produk lokal yang sejenis adalah lebih dari Rp


(30)

400.000 per kodi atau Rp 20.000 per pasang. Setelan pakaian anak-anak yang terdiri dari celana, rompi, dan kaus diperdagangkan hanya Rp 40.000 per pasang. Sementara itu celana untuk anak-anak buatan dalam negeri dijual dengan harga Rp 30.000 per potong (Kompas, 2006).

Masalah restrukturisasi permesinan pada industri pakaian jadi juga merupakan sebuah hambatan dalam meningkatkan produktivitas dalam industri ini. Sebagian besar mesin tergolong tua, buatan tahun 1970-an, dengan tingkat efisiensi yang rendah. Data API menyebutkan bahwa pada industri pakaian jadi terdapat sekitar 81 persen mesin tua yang memerlukan adanya peremajaan (Kompas, 2006).

Berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi serta semakin meningkatnya jumlah perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia, mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri ini. Hal ini tentu mempengaruhi bentuk struktur pasar dari industri industri pakaian jadi di Indonesia. Selanjutnya untuk dapat terus bertahan dalam persaingan yang semakin ketat, perusahaan-perusahaan tersebut melakukan beberapa perilaku. Kinerja dari industri pakaian jadi pada akhirnya yang menentukan apakah perusahaan yang berada dalam industri tersebut sudah termasuk perusahaan-perusahaan yang sudah dikelola dengan baik.

Dari berbagai hal yang telah diuraikan maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu :

1) Bagaimana struktur, perilaku, dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia?


(31)

2) Bagaimana pengaruh struktur (CR4) dan faktor-faktor lainnya (Growth, Produktivitas, dan Dummy) terhadap kinerja (PCM) industri pakaian jadi di Indonesia?

I.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menganalisa struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di Indonesia, 2) Menganalisa pengaruh struktur (CR4) dan faktor-faktor lainnya (Growth,

Produktivitas, dan Dummy) terhadap kinerja (PCM) industri pakaian jadi di Indonesia.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

1) Gambaran yang lebih jelas mengenai industri pakaian jadi di Indonesia. 2) Bahan rujukan bagi pembaca dan informasi untuk penelitian selanjutnya. 3) Sarana pembelajaran bagi penulis dalam memahami industri pakaian jadi dan


(32)

dan kinerja pasar akan diperlukan pengetahuan tentang teori dalam ekonomi industri. Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi yang membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar (Jaya, 2001).

2.1. Pengertian Industri

Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang erat (Hasibuan, 1993). Sedangkan menurut Dumairy (1995) istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Dalam konteks ini sebutan industri tekstil, misalnya, berarti himpunan atau kelompok perusahaan penghasil tekstil. Kedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

Sementara itu, industri berbeda dengan perusahaan, sebab perusahaan menurut Badan Pusat Statistik (2002) merupakan suatu satuan usaha yang melakukan kegiatan ekonomi dengan tujuan menghasilkan dan atau menjual


(33)

barang atau jasa. Perusahaan tersebut terletak atau menempati lokasi tersendiri dan bersifat menetap, mempunyai aktivitas dan catatan administrasi yang dapat dipisahkan dari kegiatan lain serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab penuh atas resiko usaha serta dapat menjamin kelangsungan usaha tersebut baik sebagai pemilik atau pimpinan ataupun sebagai pekerja.

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja

Model Struktur-Perilaku-Kinerja (Structure-Conduct-Performance), pada awalnya menggunakan kesimpulan dari analisis mikroekonomi untuk membahas organisasi industri. Dalam paradigma Struktur-Perilaku-Kinerja, suatu industri sangat bergantung kepada perilaku pembeli dan penjual, dimana perilaku ini bergantung kepada struktur pasar sedangkan struktur pasar pada gilirannya bergantung kepada kondisi-kondisi dasar atau awal seperti teknologi dan permintaan terhadap suatu produk. Hubungan yang sesungguhnya, bagaimanapun tidak pernah dijelaskan secara detail (Carlton, D.W., et al., 2000).

Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja ditunjukkan dalam gambar 2.1 dimana struktur pasar dianggap mempengaruhi perilaku melalui tingkah laku perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam industri dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerjanya dalam hubungan satu arah atau satu jalur. Sejalan dengan perkembangan studi ekonomi industri maka hubungan antara ketiga variabel semakin kompleks, bukan lagi hanya hubungan satu arah tetapi juga hubungan dua arah (hubungan sebab akibat). Namun sebagian besar analisis


(34)

hubungan sebab akibat dimulai secara terarah dari struktur yang akhirnya mempengaruhi perilaku dan atau kinerja.

Sumber: Jaya, 2001

Gambar 2.1 Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja

Dalam penelitian-penelitian empiris pada umumnya tingkah laku perusahaan seringkali diabaikan. Pengujian hipotesa dengan pola hubungannya seperti di atas selalu terbentur variabel tingkah laku yang sulit diukur dan

Kondisi pasar

Permintaan Penawaran

Elastisitas harga Elastisitas harga Tingkat pertumbuhan Teknologi Bentuk pemasaran Daya tahan produk Metode pembelian Bahan mentah Elastisitas silang dan elastisitas subtitusi Kebijakan pemerintah

Struktur (Structure)

Struktur biaya Integrasi vertikal Difereniasi produk Skala ekonomi Hambatan masuk (barriers to entry) Struktur biaya Diversifikasi

Perilaku (Conduct)

Strategi harga Tingkat kerjasama Iklan Riset dan inovasi Strategi produk

Kinerja (Performance)

Efisiensi Pemeratan Kemajuan teknologi Pertumbuhan


(35)

dijabarkan sehingga sulit untuk mendapatkan hasil pengujian yang berarti untuk hubungan antara struktur dan perilaku. Oleh karena itu, perkiraan atas kinerja industri dapat diketahui melalui unsur-unsur yang dimasukkan sebagai variabel bebas.

Pengujian hipotesa pola hubungan struktur dan kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu indikator tertentu dari struktur pasar seperti tingkat konsentrasi penjual dan menggunakan PCM sebagai indikator kinerja. Tetapi akan lebih baik bila memasukkan unsur-unsur struktur pasar yang lain dalam pengujian.

2.3. Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)

Tekstil merupakan hasil dari proses pertenunan atau perajutan benang yang hasilnya akan berbentuk tekstil lembaran, tenunan dan rajutan. Produk tekstil adalah hasil proses lanjutan dari tekstil lembaran yang produknya antara lain berupa pakaian jadi untuk keperluan individu (Hartanto, NS dan Watanabe, 1993).

Industri tekstil dan industri produk tekstil memiliki pengertian yang terpisah menurut API (2005), industri tekstil merupakan gabungan dari industri pembuatan serat, pemintalan, pertenunan, pencelupan dan penyempurnaan kain. Sementara industri produk tekstil adalah industri yang mencakupi industri pakaian jadi atau garmen dan industri produk tekstil lainnya. Sehingga industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan industri yang mencakup mulai dari industri serat hingga industri produk tekstil lainnya.


(36)

Secara teknis, struktur industri TPT nasional dibagi menjadi tiga subsektor (Djafrie dalam Yulaekha, 2005), yaitu :

1. Sektor hulu (upstream)

Industri sektor hulu adalah industri pembuat serat (fibre) dan pemintal (spinning), seperti serat kapas, serat sintetik, serat selulosa dan bahan baku serat sintetik. Pada umumnya sifat yang dimiliki oleh industri pada sektor hulu adalah padat modal, full-automatic, berskala besar, output tenaga kerja besar dan jumlah tenaga kerja sedikit.

2. Sektor menengah (midstream)

Sektor ini meliputi industri yang bergerak pada bidang pemintalan (spinning), pertenunan (weaving) dan pencelupan atau penyempurnaan (dyeing/finishing). Pada umumnya sifat yang dimiliki oleh sektor menengah adalah semi padat modal dan teknologi yang digunakan telah berkembang serta penyerapan tenaga kerjanya lebih besar dari sektor hulu.

3. Sektor hilir (downstream)

Industri yang terdapat pada sektor hilir adalah industri pakaian jadi (garment). Industri pakaian jadi ini merupakan industri yang mengolah bahan kain menjadi produk akhir berupa pakaian jadi yang siap dikonsumsi. Sifat industrinya yang padat karya, mengindikasikan bahwa sektor ini adalah sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Pembeda pada sektor-sektor ini adalah pada jumlah tenaga kerjanya, yaitu sebagian besar dari tenaga kerjanya adalah wanita.


(37)

2.4. Struktur Pasar

Istilah struktur pasar (market structure) mengacu pada semua aspek (feature) yang dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan di suatu pasar, misalnya, jumlah perusahaan di pasar, atau jenis produk yang mereka jual (Lipsey, et al., 1996). Untuk menyederhanakan analisis struktur pasar, para ahli ekonomi memusatkan perhatian pada empat struktur pasar teoritis yang mencakupi sebagian besar keadaan aktual. Struktur ini dinamakan persaingan sempurna, monopoli, persaingan monopolistik, dan oligopoli.

Perbedaan struktur pasar yang ada dapat terjadi karena (Legowo, 1996) : 1. Adanya perbedaan dalam tingkat konsentrasi antara penjual dengan pembeli

yang diukur dari jumlah penjual dan pembeli yang termasuk dalam pasar tersebut.

2. Tingkat mobilitas sumberdaya, dapat diketahui melalui kemudahan produk perusahaan untuk masuk ke dalam pasar atau ada hambatan masuk dalam industri (barriers to entry).

3. Sifat-sifat produk yang ditawarkan, homogen atau heterogen.

4. Kemampuan perusahaan dalam menguasai atau memproduksi sendiri bahan-bahan (input) untuk produksi serta kemampuan dalam menguasai saluran distribusi dari produk yang dihasilkan (integrasi vertikal).

5. Tingkat kekuatan perusahaan dalam menguasai sejumlah pasar dari produk yang dihasilkan yang telah didiferensiasi.

6. Tingkat pengetahuan dari pelaku ekonomi (perusahaan, pemasok, konsumen) terhadap harga dan biaya produksi.


(38)

Ciri-ciri dan tipe pasar suatu industri dapat diketahui sebagai berikut : Tabel 2.1. Ciri-ciri Tipe Pasar

Ciri-ciri Monopoli Perusahaan Dominan Oligopoli Persaingan Monopolistik Persaingan Murni Kondisi utama Memiliki 100 persen pangsa pasar Menguasai 50 persen sampai dengan 100 persen pangsa pasar tanpa pesaing kuat Gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang pangsa pasarnya 60 persen sampai dengan 100 persen Banyak pesaing yang efektif dan tidak satu pun memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar Lebih dari 50 pesaing yang tidak satupun memiliki pangsa pasar yang berarti Indeks Hirschman-Herfindhal (HHI) HHI = 10.000 2.500<HHI <10.000 1.000<HHI <2.500 100<HHI< 1000 HHI<100 Jumlah Produsen

Satu Banyak Sedikit Banyak Sangat Banyak

Entry/Exit barrier

Sangat tinggi

Tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah Tipe produk Heterogen Heterogen Homogen/

Heterogen Heterogen Homogen Kekuasaan menentukan Sangat besar

Relatif Relatif Sedikit Tidak ada Persaingan

selain harga

Tidak ada Besar Besar Besar Tidak ada Informasi Sangat terbatas Cukup terbuka Terbatas Cukup terbuka Terbuka Profit Berlebih Berlebih Agak

berlebih Normal Normal Efisiensi Kurang baik Kurang baik Kurang baik

Cukup baik Baik

Sumber: diolah dari berbagai sumber.

Pasar monopoli terdiri dari satu produsen yang menguasai pangsa pasar keseluruhan atau sebesar 100 persen dan memiliki hambatan masuk pasar yang sangat tinggi karena produsen yang menguasai pasar akan berusaha keras agar tidak ada pesaing pada pasar yang dipimpinnya. Pada struktur pasar yang


(39)

dipimpin oleh perusahaan dominan, pelaku usaha terdiri dari beberapa perusahaan namun hanya ada satu pelaku usaha yang terlihat mendominasi pasar. Hambatan untuk masuk pasar ini cukup tinggi namun biasanya informasi pasarnya cukup terbuka.

Pada pasar oligopoli terdapat beberapa pelaku usaha yang memimpin pasar dengan pangsa pasar gabungannya sebesar 60 persen sampai dengan 100 persen. Hambatan masuknya cukup tinggi dan informasi yang diterima terbatas. Para oligopolis juga bertindak sebagai monopolis terutama jika mereka melakukan kerjasama sehingga efisiensinya menjadi kurang baik.

Pasar monopolistik terdiri dari banyak produsen dimana banyak pesaing yang efektif dan tidak ada satu pun yang memiliki pangsa pasar diatas 10 persen. Para produsen menjual produknya dengan karakteristik yang berbeda-beda dan dapat menjualnya dengan harga yang diinginkan. Hambatan masuk dan informasinya cukup terbuka sehingga tingkat persaingannya tinggi dan efisiensinya cukup baik. Sementara pasar persaingan murni setiap produsen tidak memiliki pangsa pasar yang berarti. Dengan hambatan masuk yang rendah dan informasi yang terbuka maka para pesaing potensial dapat mudah memasuki pasar. Struktur pasar merupakan suatu pokok bahasan yang kompleks, dengan sejumlah konsep yang terpadu serta dibutuhkan banyak data untuk mengevaluasinya (Jaya, 2001).


(40)

2.4.1. Pangsa Pasar

Pangsa pasar dapat juga diartikan sebagai persentase perusahaan dari total pendapatan industri yang dapat diukur dari 0 persen hingga 100 persen. Pangsa pasar yang besar biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar, sebaliknya pangsa pasar perusahaan yang kecil berarti perusahaan tidak mampu bersaing dalam tekanan persaingan.

Peranan pangsa pasar, seperti halnya elemen struktur pasar lainnya, adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Hipotesa umum mengatakan adanya hubungan antara tiap pangsa pasar perusahaan dengan tingkat keuntungannya (Jaya,2001).

2.4.2. Konsentrasi

Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis di mana mereka menyadari adanya suatu ketergantungan (Jaya, 2001). Kelompok perusahaan ini terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan. Kombinasi pangsa pasar mereka membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar.

Alat yang digunakan untuk mengukur konsentrasi perusahaan dalam penelitian ini adalah Concentration Ratio (CR4), yaitu alat ukur paling sederhana untuk mengukur tingkat konsentrasi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki pangsa pasar terbesar. CR4 dirumuskan:

Total jumlah penjualan 4 perusahaan terbesar

CR4 = (2.1) Total penjualan industri


(41)

Nilai CR4 yang dihasilkan antara nol sampai satu. Semakin besar nilai CR4 yang dihasilkan maka struktur pasar semakin monopoli, sebaliknya jika nilainya semakin kecil (mendekati nol) maka persaingannya sempurna (Jaya, 2001). Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran perusahaan-perusahaan yang memimpin pasar. Pengukuran ini lebih jelas daripada pengukuran yang lain dan mempunyai pengertian yang lebih mantap.

2.4.3. Hambatan Untuk Masuk

Menurut Jaya (2001) ada beberapa hal umum mengenai hambatan memasuki suatu pasar yang harus dipahami. Pertama, hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat.

Kedua, hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tanpa hambatan sama sekali (“bebas masuk”), hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi di mana tidak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Peranan hambatan untuk masuk suatu pasar masih diperdebatkan.

Hal lain yang dapat dijadikan faktor hambatan masuk adalah dengan pengukuran Minimum Efficiency Scale (MES). Pesaing baru tidak akan masuk kecuali yakin akan memperoleh keuntungan setelah masuk dalam pasar. Jika MES relatif besar terhadap pasar maka perusahaan baru tidak akan dapat membuka pabrik yang beroperasi secara efisien tanpa meningkatkan output industri.


(42)

Perusahaan yang memasuki pasar dengan kondisi di bawah MES tidak akan sanggup bersaing dengan perusahaan yang telah ada di pasar.

Beberapa ukuran yang dapat dijadikan proksi bagi MES yaitu output dari pabrik terbesar, ukuran rata-rata dari seluruh pabrik yang berada pada kelas distributor tinggi dan ukuran rata-rata dari beberapa pabrik yang terbesar yang menguasai 50 persen output industri.

2.4.4. Pasar Persaingan Monopolistik

Persaingan monopolistik adalah suatu jenis pasar yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Jaya, 2001):

1) Banyak perusahaan dan pembeli

Pasar terdiri dari sejumlah besar perusahaan dan pembeli yang bertindak secara bebas.

2) Produk yang dibedakan

Produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersaing memiliki perbedaan dalam satu atau lebih hal antara satu produk dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan ini mungkin dalam hal fisiknya yaitu yang meliputi penampilan atau perbedaan-perbedaan yang diciptakan melalui iklan dan promosi penjualan.

3) Pasar yang bebas dimasuki dan ditinggalkan

Pasar yang tidak memiliki hambatan-hambatan untuk dimasuki (barriers to entry) oleh perusahaan-perusahaan baru atau hambatan-hambatan bagi perusahaan-perusahaan yang sudah ada di dalam pasar tersebut untuk ke luar.


(43)

4) Dalam jangka pendek akan menghasilkan laba diatas normal

Dalam jangka panjang laba diatas normal akan menyebabkan perusahaan-perusahaan baru memasuki pasar, yang kemudian akan mengakibatkan turunnya volume penjualan pada tingkat harga yang berlaku. Proses masuknya perusahaan-perusahaan baru akan berlangsung sampai laba lebih yang diperoleh sebelumnya tidak ada lagi. Posisi laba yang normal dari perusahaan untuk jangka panjang adalah sama dengan posisi keseimbangan jangka panjang perusahaan tersebut dalam persaingan sempurna.

Akan tetapi persaingan monopolistik akan menghasilkan kinerja pasar yang kurang efisien bila dibandingkan dengan persaingan sempurna. Khususnya bagi perusahaan monopolistik yang bersaing untuk memproduksi tingkat output yang lebih rendah dan menjual output tersebut dengan haga yang lebih tinggi dibndingkan dengan harga-harga output perusahaan yang bersaing secara sempurna.

2.5. Perilaku Pasar

Perilaku pasar merupakan tindakan dan kegiatan yang dilakukan perusahaan-perusahaan dalam kapasitasnya sebagai produsen atau penjual dan pembeli barang dan jasa. Beberapa elemen yang menentukan perilaku pasar (Legowo, 1996):

1. Tujuan perusahaan (Firm Objectives). Contohnya: Laba, target pertumbuhan perusahaan dan lainnya.


(44)

2. Cara berkompetisi yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuannya, terutama dalam kebijakan menentukan harga, besarnya produksi, adanya diferensiasi produk yang dihasilkan.

3. Pengaturan perilaku perusahaan. Seberapa jauh diperkenankannya adanya persaingan antara perusahaan-perusahaan dalam pasar. Kemungkinan terjadinya koordinasi di antara perusahaan dalam menentukan harga dan melakukan kolusi secara terang-terangan (kartel) atau secara diam-diam (price leadership).

Perilaku perusahaan menjadi subjek analisis yang menarik hanya jika persaingan yang terjadi tidak sempurna, akan berbeda jika yang terjadi pasar persaingan sempurna. Pada pasar persaingan tidak sempurna, ada insentif bagi perusahaan untuk melakukan promosi, mengamati tindakan pesaing, melakukan kolusi atau kerjasama, atau berusaha menghalangi masuknya perusahaan baru (Jaya, 2001).

2.5.1. Kerjasama dan Kolusi

Kerjasama yang dapat bertahan lama akan memberikan keuntungan lebih banyak bagi kelompok perusahaan yang melakukan kerjasama tersebut. Hal itu dikarenakan dengan adanya kerjasama maka kelompok perusahaan dapat menaikkan harga. Kerjasama yang dapat bertahan lama akan menjadikan kolusi berjalan dengan sangat efektif. Semakin sempurnanya kerjasama diantara perusahaan-perusahaan tersebut, pasar akan semakin menyerupai pasar monopoli (Shepperd, 1990).


(45)

Kondisi-kondisi yang mendorong adanya kolusi antara lain adalah konsentrasi dan kelangkaan, biaya, kondisi permintaan, “titik pusat”, persaingan bukan harga dan informasi. Ada beberapa macam kolusi yang dilakukan oleh perusahaan dalam suatu industri. Kategori-kategori utamanya adalah kartel, pengawasan terhadap masuknya perusahaan baru dan daerah pasar, persetujuan penetapan harga, dan kolusi terselubung (Jaya, 2001).

2.5.2. Integrasi Vertikal, Konglomerasi Dan Merger

Merger adalah suatu penggabungan (kombinasi) dua atau lebih perusahaan yang kemudian diberi nama (yang hidup) salah satu dari perusahaan yang bergabung itu. Merger biasanya dilakukan atas dasar pengujian bersama yang bertujuan meningkatkan efisiensi karena diharapkan ada pengaruh sinergis (Legowo, 1996).

Terdapat tiga tipe merger:

1. Merger Horizontal adalah merger antara perusahaan-perusahaan dalam pasar yang sama (pesaing dalam pasar). Contoh: pabrik semen A merger dengan pabrik semen B, dll.

2. Merger Vertikal adalah merger perusahaan-perusahaan antara kolom perusahaan (kolom dari industri hulu ke hilir). Contoh: pabrik tepung terigu merger dengan pabrik mie instan, dll.

3. Merger Konglomerat adalah merger antara perusahaan-perusahaan yang tidak ada hubungannya dalam pasar baik vertikal maupun horizontal. Tujuannya


(46)

untuk melakukan diversifikasi kegiatan dan menyebar resiko. Contoh: bank merger dengan perusahaan otomotif, dll.

Integrasi vertikal adalah penggabungan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kelanjutan proses produksi. Jenis integrasi juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu integrasi ke hulu (up stream) dan integrasi ke hilir (down stream). Jadi, integrasi dapat terjadi antara perusahaan-perusahaan yang mempunyai proses produksi yang berkelanjutan, baik di hulu maupun di hilir (Hasibuan, 1993). Selanjutnya, istilah konglomerat, yang artinya tidak lebih dari perkumpulan atau pengelompokan memilki sebutan yang lebih umum yaitu merger konglomerat.

2.5.3. Diferensiasi Produk

Persaingan akan berjalan dengan sempurna apabila pembeli dapat membandingkan barang yang satu dengan barang yang lainnya. Bila barang-barang didiferensiasi maka persaingan menjadi tidak efektif. Perbandingan produk yang satu dengan yang lainnya menjadi sulit dilakukan karena memang berbeda. Pembeli menjadi tertarik pada suatu produk tertentu.

Suatu perusahaan tidak dapat bertahan hidup tanpa menciptakan produk baru. Produk yang sebelumnya dihasilkan akan menjadi semakin dewasa dan pada suatu saat nanti akan mengalami penurunan sehingga layak digantikan. Oleh karena itu sebuah produk memiliki siklus yang dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu perkenalan (introduction), pertumbuhan (growth), kedewasaan (maturity) dan penurunan (decline) (Jaya, 2001).


(47)

Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai akibat dari struktur pasar yang dihadapinya. Perilaku pada penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu : perilaku dalam startegi harga, strategi produk, strategi promosi, dan strategi distribusi. Selain keempat jenis perilaku tersebut, penelitian ini juga akan membahas perilaku lainnya yang terkait dengan industri pakaian jadi di Indonesia.

2.6. Kinerja Pasar

Kinerja pasar adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri (Hasibuan, 1993). Elemen-elemen yang terdapat di dalam kinerja pasar adalah (Legowo,1996):

1. Efisiensi dalam produksi. Kemampuan berproduksi dengan efisien.

2. Efisiensi dalam penyaluran. Kemampuan mendistribusikan hasil produksi dengan biaya yang rendah (efisien).

3. Efisiensi dalam mengalokasikan sumber daya sehingga harga yang dikenakan kepada pembeli bisa rendah sesuai dengan rendahnya biaya produksi termasuk keuntungan yang normal bagi produsen.

4. Kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi, sehingga dapat diperoleh biaya produksi yang rendah dan teknik distribusi yang lebih tepat.

5. Kinerja berupa mutu, harga dan jumlah (variasi produk) yang sesuai dan bisa memuaskan konsumen (masyarakat).

Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi


(48)

dan keseimbangan dalam industri (Jaya, 2001). Efisiensi mempunyai dua bagian utama, yaitu efisensi internal dan efisiensi alokasi.

Tingkat efisiensi internal menggambarkan perusahaan yang dikelola dengan baik. Efisiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai input setiap perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan alokasi sumber daya ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai output.

Kemajuan teknologi dan tindakan inovasi merupakan suatu bentuk upaya terus-menerus untuk melakukan tindakan-tindakan yang memberikan dorongan kemajuan. Sementara keseimbangan dalam industri dilihat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan untuk memenuhi harapan-harapan serta penghargaan yang nyata dan bernilai.

Kinerja juga dapat dilihat dari pola keuntungan yang didapat perusahaan-perusahaan dalam industri. Pola keuntungan ini dapat digambarkan oleh Price-Cost-Margin (PCM). Penggunaan PCM sebagai variabel kinerja pertama kali digunakan oleh Collins dan Preston pada tahun 1968. PCM dapat diperoleh dengan membagi selisih antara nilai tambah dikurangi upah yang harus dibayarkan terhadap nilai pengiriman (Jaya, 2001).

Nilai tambah adalah nilai pengiriman dikurangi nilai material, persediaan dan tempat penyimpanan, bahan bakar, tenaga listrik dan kontrak kerja. Upah yang harus dibayarkan merupakan total pengeluaran perusahaan untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan nilai barang yang dihasilkan adalah bagian dari nilai output perusahaan yang menunjukan jumlah total dari hasil produksi. Analisis


(49)

tentang hubungan stuktur dan kinerja pasar akan berusaha menunjukan adanya pengaruh antara variabel-variabel struktur pasar terhadap keuntungan yang diproksi dengan PCM. Tingkat PCM yang tinggi hanya dapat tercipta jika terdapat monopoly power atau rasio konsentrasi yang tinggi.

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Struktur-Perilaku-Kinerja dari suatu industri telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Meskipun begitu penelitian-penelitian tersebut meneliti industri yang berbeda-beda dan penelitian-penelitian ini juga meneliti industri yang berbeda pula dengan penelitian sebelumnya. Dua diantaranya adalah penelitian dengan judul “Analisis Structure-Conduct-Performance industri ban di Indonesia” yang telah dilakukan oleh Delima (2005) kemudian mengenai industri susu dengan judul “Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu Di Indonesia” yang telah dilakukan oleh Andiani (2006).

Hasil penelitian Delima (2005) menunjukkan bahwa struktur pasar industri ban di Indonesia adalah termasuk ke dalam tipe pasar oligopoli ketat dimana pasar ini terbentuk dikarenakan penggabungan pangsa pasar dari empat perusahaan besar yang menghasilkan pangsa pasar sebesar 60 persen sampai dengan 100 persen.

Perilaku dari industri ban Indonesia berdasarkan pada hasil penelitian Delima (2005) antara lain menunjukkan adanya strategi dalam harga berupa adanya kesepakatan harga yang terjadi dalam pasar yang dilakukan oleh asosiasi produsen ban di Indonesia, pengembangan feature produk dengan cara


(50)

memodifikasi karakteristik fisik produk, mengembangkan kualitas yang sesuai dengan SNI, dan menambah model serta ukuran, perilaku promosi yang dilakukan oleh industri ban Indonesia melalui media massa baik cetak maupun media elektronik. Perilaku pengalihan dari pasar domestik ke pasar ekspor ketika pasar domestik mengalami kelesuan adalah strategi distribusi yang dilakukan oleh produsen ban Indonesia.

Dari segi kinerja, industri ban di Indonesia menerima margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) sebesar 17,41 persen selama tahun 1985 sampai dengan tahun 2003. Diduga kasus yang terjadi pada industri ban di Indonesia adalah penurunan konsentrasi rasio disebabkan karena pertambahan jumlah perusahaan pada industri mampu meningkatkan persaingan. Pertambahan jumlah perusahaan (yang relatif cukup besar) pada industri yang bersangkutan, selain menekan konsentrasi rasio juga mampu menciptakan andil pendapatan yang besar. Sehingga secara keseluruhan pendapatan industri yang bersangkutan mengalami peningkatan pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang ada pada industri merupakan perusahaan-perusahaan yang besar dan mempunyai daya saing yang tinggi.

Penelitian selanjutnya mengenai industri susu dengan judul “Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu Di Indonesia” telah dilakukan oleh Andiani (2006). Hasil dari penelitian dengan menggunakan data dari tahun 1983 sampai dengan tahun 2003 tersebut menunjukkan bahwa industri susu di Indonesia memiliki struktur pasar oligopoli ketat. Hal ini berdasarkan pada cukup


(51)

tingginya tingkat konsentrasi dari industri susu di Indonesia, dengan nilai rata-rata CR4 sebesar 73,79 persen.

Perilaku yang terdapat pada industri susu di Indonesia berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya strategi harga dan produk serta strategi promosi. Dalam melakukan penetapan harga, umumnya perusahaan susu melakukan pengamatan tingkat harga yang ditetapkan pesaing dengan asumsi harga yang ditetapkan semua pesaing adalah harga yang tinggi. Strategi produk yang dilakukan oleh produsen susu adalah melakukan inovasi melalui produk dan merek dengan memproduksi susu sesuai dengan jenis. Terdapat tiga jenis susu yang diklasifikasikan lagi sesuai dengan umur konsumen. Pemberian merek dagang pada setiap kemasan yang menarik akan menjadi perhatian konsumen dalam memilih produk untuk dikonsumsi. Sementara itu, strategi promosi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan susu adalah melalui promosi berbentuk merek, promosi berdasarkan industri atau pasar dan promosi secara politik.

Kinerja dari industri susu di Indonesia menunjukkan hasil bahwa nilai efisiensi-X dan nilai margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) yang cukup tinggi. Rata-rata efisiensi-X pada industri ini mencapai 66,99 persen. Sementara itu nilai rata-rata PCM pada industri susu mencapai 43,28 persen.

Struktur pasar oligopoli ketat memiliki efisiensi yang kurang baik dan keuntungan yang agak berlebih. Meskipun begitu, kebijakan yang dibuat oleh produsen dari masing-masing industri dapat mengantisipasi kelemahan yang terjadi sebagai dampak dari bentuk struktur pasar. Untuk industri susu, produsen


(52)

dalam industri ini menjaga keseimbangan antara penawaran produksi dan permintaannya yang bertujuan untuk menghindari dari kerugian perusahaan. Sehingga meskipun memiliki struktur pasar yang sama dengan industri ban, industri susu memiliki kinerja yang lebih baik.

2.8. Kerangka Pemikiran

Di dalam kerangka pemikiran untuk menganalisis berjalannya suatu proses pasar perlu diketahui bahwa ada hubungan antara struktur (structure), perilaku (conduct) dan kinerja (performance) dari industri tersebut. Ketiga unsur tersebut saling berinteraksi, struktur pasar akan mempengaruhi perilaku dan kinerja dari pasar tersebut. Sebaliknya, perilaku pasar dapat mempengaruhi struktur dan kinerja pasar. Demikian pula kinerja pasar dapat mempengaruhi struktur dan perilaku pasar.

Pada penelitian ini terlebih dahulu akan menganalisa struktur pasar dan perilaku industri, kemudian untuk selanjutnya menganalisa kinerja industri. Tujuannya adalah untuk menganalisa apakah terdapat suatu kesesuaian hubungan yang tercipta antara struktur dengan perilaku pada industri pakaian jadi di Indonesia dimana kesesuaian maupun ketidaksesuaiannya dapat mempengaruhi kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia.

Konsumen atau masyarakat mengharapkan adanya kinerja pasar yang bisa memberikan kesejahteraan kepada mereka antara lain dapat memperoleh barang dan jasa dengan harga murah, mutu baik, jumlah yang cukup, cepat diperoleh dan lain-lainnya. Untuk bisa mendapatkan hal tersebut, maka perlu dilakukan kinerja


(53)

yang efisien. Semua ini bisa diperoleh jika perilaku industri serta struktur pasarnya mendukung kinerja industri yang bisa mencapai tujuan yang dimaksud.

Selain struktur pasar (CR4), variabel efisiensi-X (XEff) dan produktivitas (Prod), penelitian ini juga akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja (PCM) dari industri pakaian jadi di Indonesia diantaranya adalah pertumbuhan output industri (Growth) dan dummy yang berguna untuk membedakan periode sebelum dan sesudah krisis.

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran

2.9. Hipotesis

Berdasarkan keadaan industri pakaian jadi atau garmen di Indonesia dan teori-teori yang mendasari penelitian ini maka hipotesis yang diajukan adalah: 1. Pendugaan terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di

Indonesia yaitu: Struktur

Pasar Kinerja

Faktor-faktor Lainnya: 1. Growth 2. Produktivitas 3. Dummy atau

Krisis Industri

Pakaian Jadi di Indonesia


(54)

a. Struktur pasar industri pakaian jadi di Indonesia diduga merupakan struktur pasar yang bersifat persaingan monopolistik.

b. Perilaku yang dimiliki oleh industri pakaian jadi di Indonesia diduga merupakan perilaku yang terkait dengan harga, produk, promosi dan distribusi produk, serta perilaku-perilaku lainnya yang pada umumnya terdapat di dalam suatu industri karena dipengaruhi oleh struktur pasar. c. Diduga kinerja industri pakaian jadi di Indonesia memiliki tingkat

efisiensi-X dan tingkat keuntungan yang diperoleh cukup rendah. Hal ini dikarenakan banyaknya perusahaan yang terdapat dalam industri pakaian jadi dan tingginya persaingan yang terjadi.

2. Mengenai analisis pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja diduga struktur pasar (CR4) berpengaruh positif terhadap kinerja (PCM). Variabel lain (Growth, Xeff, Prod) diduga berpengaruh positif terhadap kinerja (PCM). Sedangkan variabel dummy atau krisis diduga berpengaruh negatif terhadap kinerja (PCM).


(55)

Penelitian dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang berasal dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Badan Pusat Statistik, Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan yang semuanya berlokasi di Jakarta. Penelitian ini berlangsung pada bulan Januari - Juni 2006.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari data-data yang telah diolah pada instansi-instansi terkait yaitu API, BPS dan Departemen perindustrian. Pengumpulan data juga diperoleh dari studi kepustakaan serta literatur yang relevan dengan penelitian ini. Data tersebut berasal dari perpustakaan pusat Institut Pertanian Bogor, perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan dengan mengambil data-data dari laporan-laporan industri melalui internet. Unit analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah industri garmen di Indonesia dan tidak menggunakan unit analisa berupa pemilihan perusahaan. Sehingga tidak diperlukan penjelasan mengenai penentuan sampel dalam penelitian ini.

Data yang digunakan untuk analisis SCP secara deskriptif adalah data dari tahun 1983 sampai 2003. Data statistik yang diestimasi merupakan data time series dari tahun 1983 sampai 2003 dan diolah dengan menggunakan software EViews. 4.1. Data statisitk yang diperoleh harus disesuaikan dalam bentuk riil


(56)

agar dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya pada saat ini dengan cara membagi data nominal dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) kemudian dikalikan dengan 100.

Nilainominal

Nilairiil = X 100 (3.1)

IHPB

IHPB adalah angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga perdagangan besar atau harga grosir dari komoditas-komoditas yng diperdagangkan di suatu negara atau daerah. Komoditas tersebut merupakan produksi dalam negeri yang dipasarkan di dalam negeri, diekspor, atau diimpor (Badan Pusat Statisitk, 2003). IHPB yang digunakan pada penelitian ini adalah IHPB Indonesia dengan tahun dasar 1993 (1993 = 100) yang diperoleh dari BPS.

3.3. Metode Analisis

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan memberikan gambaran dari hasil penelitian maupun secara kuantitatif dengan melihat pengaruh variabel-variabel yang saling berhubungan. Pada awal pembahasan mengenai struktur pasar, perilaku dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, sedangkan untuk membahas hubungan struktur dan faktor-faktor lainnya dengan kinerja digunakan metode kuantitatif.

Statistik deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1995). Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan


(57)

informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Statistik kuantitatif digunakan dalam menentukan hubungan antara struktur dan faktor-faktor lainnya dengan kinerja pada industri pakaian jadi di Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan untuk melihat kondisi Industri pakaian jadi (garmen) di Indonesia adalah pendekatan SCP ( Structure-Conduct-Performance) dengan penjelasan sebagai berikut :

3.3.1. Struktur Pasar (Market Structure)

a. Pangsa Pasar

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri yang berkisar antara 0 persen hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Menurut literatur Neo-Klasik landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualannya.

si

msi = X 100% (3.2)

stot Keterangan:

msi = pangsa pasar perusahaan i (%), si = penjualan perusahaan i,


(58)

b. Konsentrasi Industri

Tingkat konsentrasi industri merupakan suatu variabel yang dapat diukur. Dengan mengetahui tingkat konsentrasi maka tipe pasar yang dihadapi suatu industri juga dapat diketahui. Penggunaan CR dalam menjelaskan struktur pasar dilakukan agar konsisten dengan penjelasan hubungan struktur pasar pada hubungan tersebut. CR juga digunakan dalam model untuk menggantikan Indeks Hirschman-Herfindahl (Hd) karena dianggap lebih mewakili kondisi industri pakaian jadi di Indonesia.

si

msi = X 100% (3.3)

stot Keterangan:

CRm = rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan (%), msi = pangsa pasar perusahaan ke-i (%).

c. Hambatan Masuk Pasar

Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaing-pesaing potensial untuk masuk ke suatu pasar. Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan-hambatan ini tidak hanya dalam bentuk perangkat-perangkat yang legal tapi juga dapat terjadi secara alami. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah dengan mengukur skala ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang menguasai pasar lebih dari 50 persen. Nilai output tersebut kemudian dibagi


(59)

dengan output total industri. Data ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale (MES),

Output perusahaan terbesar

MES = (3.4)

Output total

3.3.2. Perilaku Pasar (Market Conduct)

Penelitian dalam melihat bagaimana perilaku dari pelaku usaha yang berada dalam industri pakaian jadi di Indonesia akan dilakukan dengan penjelasan deskriptif. Pembentukan perilaku yang secara umum dipengaruhi oleh struktur dan kinerja pasar akan dapat dilihat dari variabel-variabel struktur pasar (tingkat konsentrasi perusahaan dan hambatan masuk ke dalam pasar) dan variabel kinerja pasar (PCM dan efisiensi internal).

Elemen-elemen dalam perilaku pasar dari industri pakaian jadi Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Strategi harga dan produk

Dalam hal ini akan dilihat bagaimana strategi penetapan harga yang akan dilakukan oleh industri pakaian jadi serta bagaimana strategi khusus dalam menentukan produk yang akan dijual. Penetapan harga pada industri pakaian jadi pada umumnya tergantung pada bahan baku sebagai faktor produksi.

2. Strategi promosi

Strategi promosi merupakan salah satu perilaku yang dibutuhkan oleh produsen untuk menarik konsumen.


(60)

3. Strategi distribusi

Strategi distribusi juga diperlukan agar produk yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

Bentuk-bentuk perilaku lainnya dari pelaku usaha industri pakaian jadi di Indonesia yang mungkin terjadi antara lain adalah integrasi vertikal dan Sourcing. Hal tersebut didasarkan atas informasi yang berasal dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia, yang diterima oleh peneliti. Perilaku integrasi vertikal yang terjadi pada industri pakaian jadi disebabkan karena industri pakaian jadi itu sendiri merupakan bagian dari industri tekstil dan produk tekstil yang saling berhubungan. Industri pakaian jadi membutuhkan industri serat dan industri lainnya yang terdapat pada industri TPT untuk menunjang kelangsungan industri pakaian jadi itu sendiri.

Perilaku sourcing yang terjadi pada industri pakaian jadi merupakan suatu perilaku atau kegiatan untuk mencari bahan baku. Pembeli (buyer) dalam industri ini terlebih dahulu akan melakukan pemesanan baju, dimana pembeli akan menunjukkan bahan seperti apa yang diinginkannya untuk membuat baju yang akan dipesan. Kemudian produsen pakaian jadi yang menerima pesanan akan mencari bahan tersebut. Kegiatan pencarian bahan inilah yang dinamakan sourcing. Informasi mengenai perilaku dari industri pakaian jadi ini diperoleh dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) serta penelitian kepustakaan dan informasi dari berbagai media.


(61)

3.3.3. Kinerja Pasar (Market Performance)

Untuk menjelaskan kinerja suatu industri dilakukan dengan menggunakan analisis efisiensi internal atau efisiensi-X dan Price-Cost Margin (PCM). Efisiensi internal menunjukkan kemampuan perusahaan dalam kemampuan suatu industri dalam menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Semakin efisien suatu perusahaan, semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Untuk mengukur tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dengan input industri tersebut.

nilai tambah industri

XEff = (3.5)

nilai input industri

Nilai tambah diperoleh dengan mengurangkan biaya input terhadap nilai outputnya. Nilai output itu sendiri adalah nilai dari seluruh barang dan jasa atau disebut juga sebagai produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia seperti tenaga listrik yang dijual, jasa industri, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang jadi dan penerimaan lain.

Sementara itu nilai input memiliki pengertian yang dikelompokkan menjadi dua yaitu :

ƒ Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan).

ƒ Input primer adalah biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi antara lain tenaga kerja, tanah, modal


(62)

dan kewirausahaan. Contoh : upah gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal, dan pajak tidak langsung netto.

Variabel yang digunakan sebagai indikator kinerja yang berikutnya adalah proksi dari keuntungan Price-Cost Margin (PCM). PCM dinyatakan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga diatas biaya produksi. PCM diperoleh dengan membagi selisih antara nilai tambah yang dikurangi pengeluaran upah bagi pekerja dengan nilai barang jadi (output yang dihasilkan). Tingkat PCM yang tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio konsentrasi pasar yang tinggi.

P – AVC nilai tambah – upah total

PCM = = (3.6)

P barang yang dihasilkan

3.3.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja

Hubungan struktur suatu industri dan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruh kinerja industri tersebut dapat dilihat dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS) seperti persamaan 3.7.

Pemilihan metode OLS untuk meramalkan model disebabkan oleh mudahnya penggunaan serta pendeskripsian hasil dari regresi. Disamping itu metode ini juga lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode lain. Metode ini merupakan salah satu metode yang cukup sering digunakan para peneliti di bidang ekonomi untuk melihat hubungan antar variabel-variabel ekonomi.


(63)

Variabel terikat dalam model ini adalah proksi dari keuntungan suatu industri yaitu PCM (%). Variabel bebas yang digunakan adalah konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), pertumbuhan output (growth), effisiensi-X (XEff), produktivitas (Prod), dan dummy untuk membedakan periode sebelum dan sesudah krisis. Penggunaan variabel PCM sebagai proksi keuntungan telah digunakan oleh Collins dan Preston pada tahun 1968 kemudian digunakan pula oleh Shepherd pada tahun 1972 dan kini semakin banyak digunakan dalam penelitian-penelitian ilmiah (Delima, 2005).

Penelitian ini menggunakan model yang pernah digunakan oleh Delima (2005) yang juga mengacu kepada model (persamaan 3.7) yang pernah digunakan oleh Chou (1986). Aspek perdagangan luar negeri dimasukkan sebagai faktor yang diperkirakan mempengaruhi hubungan struktur dengan kinerja. Kemudian Delima (2005) menggantikan beberapa variabel karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi industri yang ditelitinya.

PCMt = a0+a1HDt+a2MESMSt+a3GRSt+a4Pet+a5Tmt+a6Txt+a7FDIt+ut (3.7)

Keterangan:

PCM = Price-Cost Margin,

HD = Indeks Hirschman-Herfindahl,

MESMS = Pangsa pasar domestik tiap perusahaan untuk mencapai

skala efisiensi minimum,

GRS = Tingkat pertumbuhan nilai produksi industri yang

mewakili kondisi permintaan pasar,


(64)

Tm = Intensitas impor,

Tx = Intensitas ekspor,

FDI = Rasio jumlah perusahaan asing terhadap total jumlah

perusahaan yang ada,

u = Unsur gangguan,

a0 = Intercept,

a1,a2,a3,a4,a5,a6,a7 = Koefisien kemiringan parsial, a1>0 ; a2>0 ; a3>0 ; a4>0 ; a5<0 ; a6<0 ; a7<0.

Delima (2005) menggantikan variabel Hd dengan variabel CR4 karena dianggap lebih mewakili struktur industri yang ditelitinya. Variabel MESMS dan FDI juga tidak digunakan karena adanya keterbatasan data. Sementara itu variabel PE tidak digunakan pula karena sudah tidak ada lagi perusahaan yang berstatus sebagai perusahaan negara. Variabel MES juga tidak dapat digunakan, hal ini dikarenakan variabel ini tidak memberikan hasil terbaik pada penelitian ini. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka model yang digunakan oleh Delima (2005) dan yang akan digunakan sebagai model acuan pada penelitian ini adalah: PCMi=a0+a1CR4t+a2Growtht+a3Tmt+a4Txt+a5XEfft+a6Prodt+a7dummy+ut (3.8)

Keterangan:

PCMi = Rasio keuntungan industri yang mencerminkan

kelebihan atas biaya langsung pada tahun ke-t (%)

CR4t = Konsentrasi empat perusahaan terbesar dalam suatu


(65)

GRSt = Tingkat pertumbuhan nilai produksi industri yang mewakili kondisi permintaan pasar pada tahun ke-t (%)

Tmt = Intensitas impor tahun ke-t (%)

Txt = Intensitas ekpor tahun ke-t (%)

XEfft = Rasio efisiensi yang dinyatakan sebagai

perbandingan antara nilai tambah dan nilai input industri pada tahun ke-t untuk mengukur efisiensi industri (%)

Prodt = Produktivitas yang dinyatakan sebagai

perbandingan antara nilai output dan nilai input tenaga kerja pada tahun ke-t (%)

dummy = Variabel pembeda periode sebelum dan sesudah

krisis

ut = Unsur gangguan

a0 = Intercept

a1,a2,a3,a4,a5,a6,a7 = Koefisien kemiringan parsial a1>0 ; a2>0 ; a3<0 ; a4>0 ; a5>0 ; a6>0 ; a7<0.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Nilai tambah - upah

PCMi = x 100% (3.9)

Barang yang dihasilkan Imports

Tmt = x 100% (4.0)


(66)

Exports

Txt = x 100% (4.1)

Sales

Nilai tambah industri

XEfft = x 100% (4.2)

Barang yang dihasilkan Nilai output

Prodt = x100% (4.3)

Nilai input tenaga kerja

Model yang akan digunakan pada penelitian ini dan yang telah digunakan oleh Delima (2005), menggunakan variabel efisiensi-X. Hal ini didasarkan pada pendapat Shepherd (Shepherd dalam Delima, 2005) yang mengatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari pangsa pasar, konsentrasi, hambatan masuk, efisiensi internal, dan kondisi eksternal. Variabel produktivitas juga digunakan dalam model PCM pada penelitian ini. Penggunaan variabel produktivitas dalam model PCM ini mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu Delima (2005) dan Andiani (2006).

Pemilihan variabel CR4 dilakukan karena variabel ini dapat mewakili kondisi industri pakaian jadi di Indonesia. Variabel Tx dan Tm tidak dapat digunakan dalam penelitian ini karena adanya keterbatasan data, dimana data penjualan (sales) tidak dapat dipublikasikan oleh perusahaan-perusahaan pakaian jadi (garmen). Selain itu, variabel Growth digunakan untuk meneliti pertumbuhan output yang terjadi pada industri pakaian jadi di Indonesia. Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya maka model yang akan digunakan pada penelitian ini adalah persamaan (4.4), atau


(1)

Lampiran 14. Hasil Estimasi Output Regresi dan Uji Ekonometrika Tahap 2 Dependent Variable: PCM

Method: Least Squares Date: 07/26/06 Time: 16:27 Sample(adjusted): 1984 2003

Included observations: 20 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -19,83180 6,451094 -3,074177 0,0089

CR4 -0,102530 0,054603 -1,877734 0,0830

GROWTH 0,056497 0,016469 3,430512 0,0045

XEFF 0,420186 0,067125 6,259715 0,0000

PROD 0,011572 0,002497 4,634351 0,0005

DUMMY 0,126356 1,320494 0,095688 0,9252

PCM(-1) 0,376421 0,127371 2,955301 0,0112

R-squared 0,870409 Mean dependent var 24,96550 Adjusted R-squared 0,810597 S.D. dependent var 3,723207 S.E. of regression 1,620356 Akaike info criterion 4,072386 Sum squared resid 34,13220 Schwarz criterion 4,420892

Log likelihood -33,72386 F-statistic 14,55254

Durbin-Watson stat 2,885318 Prob(F-statistic) 0,000043 Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 5,574820 Probability 0,035979 Obs*R-squared 6,344099 Probability 0,011777 Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 2,597430 Probability 0,092894 Obs*R-squared 15,62504 Probability 0,155632 Uji Multikolinearitas

PCM CR4 GROWTH XEFF PROD DUMMY

PCM 1,000000 -0,407130 0,313599 0,256086 0,319444 0,373556 CR4 -0,407130 1,000000 -0,178528 0,345836 -0,487863 -0,462914 GROWTH 0,313599 -0,178528 1,000000 -0,083574 0,039146 -0,461026

XEFF 0,256086 0,345836 -0,083574 1,000000 -0,721059 0,049177 PROD 0,319444 -0,487863 0,039146 -0,721059 1,000000 0,305853 DUMMY 0,373556 -0,462914 -0,461026 0,049177 0,305853 1,000000


(2)

102

Lampiran 15. Hasil Estimasi Output Regresi dan Uji Ekonometrika Tahap 3 Dependent Variable: PCM

Method: Least Squares Date: 06/19/06 Time: 15:59 Sample(adjusted): 1985 2003

Included observations: 19 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -22,56495 11,04279 -2,043411 0,0657

CR4 -0,224038 0,074847 -2,993279 0,0122

GROWTH 0,012976 0,032048 0,404895 0,6933

XEFF 0,465276 0,095046 4,895263 0,0005

PROD 0,012663 0,003527 3,589856 0,0042

DUMMY -2,476615 1,946236 -1,272515 0,2294

PCM(-1) 0,363062 0,201129 1,805123 0,0985

PCM(-2) 0,130482 0,183428 0,711352 0,4917

R-squared 0,785441 Mean dependent var 24,86053 Adjusted R-squared 0,648903 S.D. dependent var 3,794702 S.E. of regression 2,248492 Akaike info criterion 4,753958 Sum squared resid 55,61288 Schwarz criterion 5,151617

Log likelihood -37,16260 F-statistic 5,752550

Durbin-Watson stat 2,921972 Prob(F-statistic) 0,005391 Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 6,836073 Probability 0,025837 Obs*R-squared 7,714708 Probability 0,005477 Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 16,89946 Probability 0,002851 Obs*R-squared 18,57720 Probability 0,136807

Uji Multikolinearitas

PCM CR4 GROWTH PROD XEFF DUMMY

PCM 1,000000 -0,407130 -0,245985 0,319444 0,256086 0,373556 CR4 -0,407130 1,000000 0,224064 -0,487863 0,345836 -0,462914 GROWTH -0,245985 0,224064 1,000000 -0,319403 0,068643 -0,668160 PROD 0,319444 -0,487863 -0,319403 1,000000 -0,721059 0,305853 XEFF 0,256086 0,345836 0,068643 -0,721059 1,000000 0,049177 DUMMY 0,373556 -0,462914 -0,668160 0,305853 0,049177 1,000000


(3)

Lampiran 16. Hasil Estimasi Output Regresi dan Uji Ekonometrika Tahap 4 Dependent Variable: PCM

Method: Least Squares Date: 06/27/06 Time: 21:50 Sample(adjusted): 1984 2003

Included observations: 20 after adjusting endpoints Convergence achieved after 21 iterations

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -12,52113 8,333686 -1,502471 0,1569

CR4 -0,145094 0,071300 -2,034981 0,0628

GROWTH -0,012408 0,032553 -0,381173 0,7092

XEFF 0,458079 0,096437 4,750045 0,0004

PROD 0,014992 0,003724 4,025867 0,0014

DUMMY -1,806095 1,865771 -0,968015 0,3507

AR(1) -0,122316 0,320947 -0,381109 0,7093

R-squared 0,702524 Mean dependent var 24,96550 Adjusted R-squared 0,565227 S.D. dependent var 3,723207 S.E. of regression 2,454981 Akaike info criterion 4,903332 Sum squared resid 78,35013 Schwarz criterion 5,251839

Log likelihood -42,03332 F-statistic 5,116835

Durbin-Watson stat 2,007658 Prob(F-statistic) 0,006651 Inverted AR Roots -,12

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0,319135 Probability 0,582535 Obs*R-squared 0,518113 Probability 0,471648 Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 19,42816 Probability 0,000034 Obs*R-squared 18,91806 Probability 0,025899 Uji Multikolinearitas

PCM CR4 GROWTH XEFF PROD DUMMY

PCM 1,000000 -0,407130 -0,245985 0,256086 0,319444 0,373556 CR4 -0,407130 1,000000 0,224064 0,345836 -0,487863 -0,462914 GROWTH -0,245985 0,224064 1,000000 0,068643 -0,319403 -0,668160

XEFF 0,256086 0,345836 0,068643 1,000000 -0,721059 0,049177 PROD 0,319444 -0,487863 -0,319403 -0,721059 1,000000 0,305853 DUMMY 0,373556 -0,462914 -0,668160 0,049177 0,305853 1,000000


(4)

104

Lampiran 17. Barang Hasil Produksi Industri Pakaian Jadi (Garmen) No. Barang hasil produksi industri

pakaian jadi (Garmen)

No. Barang hasil produksi industri pakaian jadi (Garmen) 1. Pakaian luar pria dari batik

(dewasa/anak-anak)

30. Setelan batik wanita 2. Pakaian luar pria selain dari batik

(dewasa/anak-anak)

31. Blouse batik wanita 3. Pakaian dalam pria

(dewasa/anak-anak)

32. Kemeja batik wanita 4. Pakaian dalam wanita

(dewasa/anak-anak)

33. Gaun motif batik wanita 5. Pakaian bayi 34. Rok dan rok terpisah batik 6. Pakaian olah raga pria/wanita

lainnya

35. Celana panjang dan pendek batik wanita

7. Pakaian jadi lainnya 36. Daster batik

8. Jaket batik pria 37. Gaun malam batik wanita 9. Kemeja lengan panjang batik pria 38. Mantel wanita

10. Kemeja lengan pendek batik pria 39. Setelan wanita lainnya 11. Celana panjang dan pendek batik

pria

40. Jas/blazer wanita lainnya 12. Setelan pria lainnya 41. Jaket wanita lainnya 13. Jas/blazer pria lainnya 42. Baju hangat wanita lainnya 14. Jaket pria lainnya 43. Rompi wanita

15. Baju hangat pria lainnya 44. Blouse wanita 16. Rompi pria lainnya 45. Kemeja wanita 17. Jas hujan pria lainnya 46. Kebaya 18. Kemeja lengan panjang pria lainnya 47. Gaun wanita

19. Kemeja lengan pendek pria lainnya 48. Rok dan rok terpisah 20. Celana panjang dan pendek pria

lainnya

49. Celana panjang dan pendek wanita 21. Piyama pria lainnya 50. Daster lainnya

22. Jubah pria lainnya 51. Gaun malam wanita lainnya 23. Pakaian renang pria 52. Piyama wanita

24. Baju koko 53. Pakaian luar wanita lainnya 25. Pakaian luar pria lainnya 54. Pakaian dalam wanita lainnya 26. Pakaian luar wanita dari batik

(dewasa/anak-anak)

55. Pakaian renang wanita 27. Pakaian luar wanita selain dari batik

(dewasa/anak-anak)

56. Pakaian training

28. Pakaian dalam pria lainnya 57. Pakaian adat (bukan kebaya) 29. Pakaian kerja khusus 58. Perlengkapan bayi lainnya


(5)

Lampiran 2. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi di Indonesia

Biaya 2000 2001 2002 2003

Jumlah (000 Rp) % Jumlah (000 Rp) % Jumlah (000 Rp) % Jumlah (000 Rp) % Bahan baku dan

penolong 11.896.133.548 74,6 13.113.849.614 69,4 11.885.833.174 66,2 14.345.270.647 66,7 Bahan bakar, tenaga

listrik dan gas 207.811.723 1,3 623.263.854 3,3 560.382.312 3,1 1.002.980.786 4,6

Bahan lainnya 221.473.133 1,4 - - - - - -

Pemeliharaan dan

jasa industri 419.283.363 2,6 - - - - - -

Sewa gedung, mesin

dan alat 114.272.914 0,7 182.762.502 1 193.397.960 1,1 297.387.312 1,4

Jasa non industri 1 075.346.206 6,8 1.904.436.212 10,1 1.467.002.170 8,2 2.088.197.998 9,7 Pengeluaran untuk

tenaga kerja 2.016.730.570 12,6 3.064.827.841 16,2 3.842.328.237 21,4 3.783.943.220 17,6

Total biaya 15.951.051.457 100 18.889.140.023 100 17.948.943.853 100 21.517.779.963 100

Nilai output 22.148.564.012 24.919.212.827 25.706.294.198 29.509.469.443


(6)