Analisis Numerik Sistem Dinamik dan Sinkronisasi Propagasi Tipe 1 dan 2 Model Saraf Terkopel Morris-Lecar

(1)

Adam Sukma Putra. Analisis Numerik Sistem Dinamik dan Sinkronisasi Propagasi Tipe 1 dan 2 Model Saraf Terkopel Morris-Lecar. Dibimbing oleh: Dr. Agus Kartono (Pembimbing I), Ardian Arief M.Si. (Pembimbing II).

Analisis model saraf tipe 1 dan 2 pada tugas akhir ini meliputi analisis sistem dinamik dan sinkronisasi pada variasi arus terapan DC konstan, DC dan AC bergantung waktu. Arus DC konstan menghasilkan eksitasi periodik dengan karakteristik dinamik yang tidak berubah. Pada arus bergantung waktu mengalami perubahan pola propagasi dan karakteristik dinamiknya. Pada tipe 1 merupakan bifurkasi saddle-node, pada tipe 2 andronov-hopf. Tipe 1 memiliki pita arus eksitasi lebih sempit dari tipe 2. Analisis sinkronisasi untuk sistem banyak saraf (n=2,3,4), untuk tipe 1 dan 2 meliputi kekuatan kopling εij keterhubungan saraf hij dan

fase propagasi. Sinkronisasi pada kedua tipe dapat terjadi saat keadaan phase-locking tercapai saat tiap sel saraf pada sistem kopling memiliki kekuatan ikatan (ε) yang sama (εi=εj).

keadaan phase-locking dibagi dua yaitu different phase synchronization jika saraf terkopel memiliki fase berbeda dan same phase synchronization jika memiliki fase yang sama.


(2)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem saraf merupakan sistem utama yang berperan dalam pengaturan mekanisme kerja tubuh. Mekanisme kerja tubuh tersebut terkoordinasi dalam suatu sistem pusat yang membentuk fungsi-fungsi spesifik, yang disebut fungsi-fungsi tubuh.1 Berbagai macam stimulus baik dari luar maupun dari dalam tubuh terkoordinasi dan terintegrasi sehingga membentuk respon aktif maupun pasif sebagai umpan balik tubuh. Stimulus ini berupa impuls-impuls saraf yang menjalar akibat adanya perbedaan nilai membran potensial pada sel saraf.1 Berbagai fenomena ini sangat kompleks dalam sistem saraf manusia dan merupakan suatu hal yang menarik untuk dipelajari.

Neuron atau dikenal dengan nama sel saraf meupakan satuan unit dari sistem saraf yang membangun tubuh manusia.1 Saraf memiliki peranan penting dalam sistem koordinasi. Saraf merupakan dasar dari pembangunan sistem saraf pusat yang bertanggung jawab atas kontrol gerak tubuh, sistem kesadaran, ingatan, hingga intelektualitas manusia.1 Meskipun pengkajian yang telah dilakukan untuk memahami bagaimana sistem saraf berinteraksi dalam pembentukan daya inelektualitas sangat terbatas, namun salah satu cara yang sederhana untuk memahaminya adalah dengan cara memodelkan jaringan saraf dengan mempelajari karakteristik penjalaran pada sel saraf individu.2

Jaringan saraf telah banyak dipelajari oleh para peneliti karena sangat menarik dan mudah dalam penerapannya. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa penjalaran impuls saraf melibatkan perubahan potensial membran yang disebabkan oleh adanya aktivitas transpor ionik pada synapses (tempat terjadinya reaksi elektrokimia saat impuls menjalar dari satu sel ke sel lain) pada tiap sel nya. Dalam sistem dinamik saraf, para peneliti memodelkan mekanisme penjalaran impuls saraf sebagai suatu gangguan periodik yang

spontan (spontaneous spiking behavior) karena adanya perubahan membran potensial selama penjalaran.2,3 Fenomena ini dapat digambarkan sebagai kondisi ketika tidak ada stimulus maka tidak akan ada penjalaran impuls atau saraf dalam keadaan istirahat (resting point). Kejadian pada periode ini sama pada setiap sel saraf. Oleh karena itu, untuk mempelajari penjalaran pada jaringan saraf, dapat direpresentasikan oleh satu model sel saraf.1,2

Mekanisme penjalaran impuls pada saraf sangat erat kaitannya dengan perubahan beda potensial pada saraf, energi kinetik dari arus, potensial aktivasi dan istirahat, serta parameter lainnya. Para peneliti telah banyak membuat model saraf ini dengan meninjau mekanisme dinamik yang terjadi pada saraf. Seperti Boltzman activation function yang meninjau perubahan parameter arus pada membran saraf , fungsi laju perubahan potensial membran , dan nilai konduktansi membran.1 Model saraf ini dibangun dalam sebuah persamaan matematis yang dapat dianalisis secara numerik.3

Pemodelan pertama saraf dalam komputasi neuroscience adalah model Hodgkin-Huxley (HH) (1952) yang biasa disebut The Squid Giant Axon Model (SGA). Model ini dibangun dari hasil eksperimen pada gurita raksasa. Hodgkin dan Huxley menyatakan bahwa dalam penjalarannya, SGA membawa tiga arus utama pada mebran saraf yaitu: parameter yang berkaitan dengan aktivasi K+, parameter inaktivasi Na+, dan parameter arus reset yang dikendalikan oleh Cl-. Persamaan ini terangkum dalam sistem empat dimensi dari perubahan membran potensial, dan laju ionik tiap parameter aktivasi. Selain model ini, model lain yang cukup pupuler adalah model Fitzhugh-Nagumo (FN) yang

merupakan sebuah model

penyederhanaan dari HH. Model FN disajikan dalam dua variabel utama yaitu variabel pemercepat (excitation variable) dan variabel pelambat (recovery variable).3


(3)

Pada penelitian ini, digunakan model yang telah di pubikasikan oleh Cathy Morris dan Harold Lecar (1981) (ML Model).24 Model ini diturunkan dari hasil eksperimen mengenai sifat listrik dari serat otot angsa putih (Barnacle Muscle Fiber (BMA)) yang menunjukan aktivitas listrik saat diterapkan suatu arus luar. Serat ini terutama mengandung beda potensial saluran kalium (voltage gated K+) dan arus Ca+ dengan sebuah arus K+ yang diaktifkan oleh Ca+ di bagian dalam sel. Kedua parameter ini sangat berperan dalam aktivasi potensial listrik pada BMA yang dapat terjadi melalui suatu mekanisme perbedaan konduktansi Ca+ dalam aktivasi dan beda potensial K+ untuk pemulihan.24

Model ini terdiri dari persamaan dua dimensi yang melibatkan parameter arus dan kapasitansi membran, dengan parameter aktivasi utama berdasarkan nilai konduktansi dari saluran kalsium dan kalium pada membran. Secara matematis, pada model ini digunakan suatu fungsi persamaan kemungkinan yang diturunkan dengan asumsi bahwa dalam sebuah kesetimbangan (keadaan stabil), keadaan terbuka dan tertutup nya saluran pada membran dibatasi distribusi Boltzmann. Dengan demikian, keterlibatan parameter dalam model dua dimensi ini dapat memudahkan dalam analisisnya baik secara fisika maupun mengenai sistem dinamiknya terhadap interpretasi fungsi biologi dari membran pada saraf dalam suatu jaringan tubuh.

Metode analisis yang dipakai pada penelitian ini adalah dengan penerapan penggunaan perangkat lunak untuk komputasi. Metode yang digunakan adalah analisis numerik persamaan differensial (PD) yang terbagi atas visualisasi penjalaran impuls dengan menggunakan metode Rungge-Kutta 4 (RK-4), analisis sistem dinamik meliputi bifurkasi dan ruang fase, serta metode sinkronisasi penjalaran impuls pada saraf kompleks (lebih dari satu sel saraf). Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan MATLAB sebagai sarana pengolah data dari analisis kuantitatif model persamaan matematis.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh arus listrik terapan tetap serta arus DC dan AC bergantung waktu pada propagasi saraf tipe 1 dan 2. Analisis sistem dinamik saraf tipe 1 dan 2 pada model Morris-Lecar (1981), serta sinkronisasi sistem saraf terkopel pada jaringan kompleks (lebih dari satu saraf).

1.3 Perumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat ketepatan metode RK-4 terhadap pola propagasi saraf tipe 1 dan 2 dengan berbagai variasi nilai arus terapan pada model?

2. Apakah variasi nilai arus terapan pada model Morris-Lecar mempengaruhi pola potensial aksi pada saraf ?

3. Bagaimana karakteristik sistem dnamik pada model Morris-Lecar dapat menjelaskan secara kualitatif pola propagasi saraf tipe 1 dan 2? 4. Bagaimana pola propagasi dan

sinkronisasi saraf tipe 1 dan 2 pada sistem saraf kompleks terkopel? 1.4 Hipotesis

1. Metode RK-4 memiliki keakuratan yang tinggi pada simulasi pola penjalaran saraf.

2. Karakteristik sistem dinamik pada model ML untuk tipe 1 adalah saddle-node dan untuk tipe 2 adalah Andronov-Hopf.

3. Pola propagasi pada sistem kompleks memiliki jenis sinkronisasi sefase dan berbeda fase pada tiap sel saraf terkopel.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saraf

2.1.1 Neurofisiologi

Saraf “neuron” adalah suatu sel saraf yang merupakan unit anatomis dan fungsional dari sistem saraf. Secara fisiologi,saraf terdiri dari tiga bagaian utama yaitu: dendrit, badan sel atau soma, dan axon.1 Dendrit merupakan bagian masukan dari sebuah saraf dan penerima masukan sinaptik dari luar


(4)

Pada penelitian ini, digunakan model yang telah di pubikasikan oleh Cathy Morris dan Harold Lecar (1981) (ML Model).24 Model ini diturunkan dari hasil eksperimen mengenai sifat listrik dari serat otot angsa putih (Barnacle Muscle Fiber (BMA)) yang menunjukan aktivitas listrik saat diterapkan suatu arus luar. Serat ini terutama mengandung beda potensial saluran kalium (voltage gated K+) dan arus Ca+ dengan sebuah arus K+ yang diaktifkan oleh Ca+ di bagian dalam sel. Kedua parameter ini sangat berperan dalam aktivasi potensial listrik pada BMA yang dapat terjadi melalui suatu mekanisme perbedaan konduktansi Ca+ dalam aktivasi dan beda potensial K+ untuk pemulihan.24

Model ini terdiri dari persamaan dua dimensi yang melibatkan parameter arus dan kapasitansi membran, dengan parameter aktivasi utama berdasarkan nilai konduktansi dari saluran kalsium dan kalium pada membran. Secara matematis, pada model ini digunakan suatu fungsi persamaan kemungkinan yang diturunkan dengan asumsi bahwa dalam sebuah kesetimbangan (keadaan stabil), keadaan terbuka dan tertutup nya saluran pada membran dibatasi distribusi Boltzmann. Dengan demikian, keterlibatan parameter dalam model dua dimensi ini dapat memudahkan dalam analisisnya baik secara fisika maupun mengenai sistem dinamiknya terhadap interpretasi fungsi biologi dari membran pada saraf dalam suatu jaringan tubuh.

Metode analisis yang dipakai pada penelitian ini adalah dengan penerapan penggunaan perangkat lunak untuk komputasi. Metode yang digunakan adalah analisis numerik persamaan differensial (PD) yang terbagi atas visualisasi penjalaran impuls dengan menggunakan metode Rungge-Kutta 4 (RK-4), analisis sistem dinamik meliputi bifurkasi dan ruang fase, serta metode sinkronisasi penjalaran impuls pada saraf kompleks (lebih dari satu sel saraf). Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan MATLAB sebagai sarana pengolah data dari analisis kuantitatif model persamaan matematis.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh arus listrik terapan tetap serta arus DC dan AC bergantung waktu pada propagasi saraf tipe 1 dan 2. Analisis sistem dinamik saraf tipe 1 dan 2 pada model Morris-Lecar (1981), serta sinkronisasi sistem saraf terkopel pada jaringan kompleks (lebih dari satu saraf).

1.3 Perumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat ketepatan metode RK-4 terhadap pola propagasi saraf tipe 1 dan 2 dengan berbagai variasi nilai arus terapan pada model?

2. Apakah variasi nilai arus terapan pada model Morris-Lecar mempengaruhi pola potensial aksi pada saraf ?

3. Bagaimana karakteristik sistem dnamik pada model Morris-Lecar dapat menjelaskan secara kualitatif pola propagasi saraf tipe 1 dan 2? 4. Bagaimana pola propagasi dan

sinkronisasi saraf tipe 1 dan 2 pada sistem saraf kompleks terkopel? 1.4 Hipotesis

1. Metode RK-4 memiliki keakuratan yang tinggi pada simulasi pola penjalaran saraf.

2. Karakteristik sistem dinamik pada model ML untuk tipe 1 adalah saddle-node dan untuk tipe 2 adalah Andronov-Hopf.

3. Pola propagasi pada sistem kompleks memiliki jenis sinkronisasi sefase dan berbeda fase pada tiap sel saraf terkopel.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saraf

2.1.1 Neurofisiologi

Saraf “neuron” adalah suatu sel saraf yang merupakan unit anatomis dan fungsional dari sistem saraf. Secara fisiologi,saraf terdiri dari tiga bagaian utama yaitu: dendrit, badan sel atau soma, dan axon.1 Dendrit merupakan bagian masukan dari sebuah saraf dan penerima masukan sinaptik dari luar


(5)

lingkungan saraf atau Bagian soma merupa utama pada saraf y terdapat unit-unit selu seperti inti sel mitokondria.2 Bentuk badan sel yang panjang disebut akson yang be penghantar informasi k lingkungan luar sel Terkadang ada bebera diterima oleh akson. secara umum dapat dili 1.

Gambar 1. Struk Ketiga kompone saling bersinergi sehi kemampuan spesifik meneruskan, dan meny dalam bentuk neural im khas saraf yang sang rangsangan dan dapa pesan elektrokimia.2

Pada akson terdapat synapses, ya yang telah mengalami s tempat neurotransmi untuk berkomunikasi lainnya. Synapses m satunya tempat suatu im dari suatu saraf ke sa

au dari saraf lain.2 rupakan konstruksi

yang didalamnya eluler yang penting (nucleus) dan ntuk perpanjangan ang dan berseludang berfungsi sebagai i ke luar sel menuju el atau sel lain.1 berapa sinyal dapat

on.2 Struktur saraf dilihat pada Gambar

ruktur Saraf.3

ponen utama ini sehingga memiliki k untuk menerima, enyampaikan pesan al impuls karena sifat ngat peka terhadap pat menghantarkan on bagian terminal yaitu bagian akson i spesifikasi struktur nsmitter dilepaskan si dengan saraf merupakan satu-u impsatu-uls dapat lewat

saraf lainnya atau

efektor.1 Melalui me listrik, pada synapses dengan yang lain saling t

Gambar 2. Sina 2.1.2 Mekanisme Ionic

saraf

Aktivitas listrik saraf dalam penjalaranny arus ionik pada membr lain Na+, K+, Ca+, dan tiap ion berbeda pada dalam dan di luar membr luar membran (ekstras konsentrasi ion Na+ da besar.Sedangkan pada membrane (intraselu konsentrasi K+ yang tin bermuatan yang bersifat

Pada keadaan s dalam maupun luar me konsentrasi dan ni keseimbangan tertent menerima rangsangan ini biasa disebut Potential.3 Nilai-ni keseimbangan tiap ion da Gambar 3.

mekanisme difusi apses ini saraf satu

ng terhubung.

2. Sinapsis.1

onic Transport pada

ik yang terjadi pada rannya melibatkan mbran saraf antara dan Cl-.3 Konsentrasi pada lingkungan di mbran. Pada bagian raseluler) memiliki dan Cl- yang lebih da bagian dalam eluler) memiliki tinggi dan molekul fat negatif (A-). n setimbang, bagian

membran memiliki nilai potensial entu saat tidak n dari luar.Kondisi dengan Nernst nilai potensial on dapat dilihat pada


(6)

Gambar 3.Nilai Nernst Potential tiap ion di lingkungan dalam dan luar membran pada mamalia saat T=370C

(310 K) .3

Mekanisme penjalaran saraf terkait dengan mekanisme transport ionik dari dan ke luar membran melalui saluran ionik (ionic channelIs). Saluran ini berupa pori yang mampu melewatkan molekul pada membran. Terdapat beberapa tipe dari saluran ionik. Namun yang paling berpengaruh pada nilai potensial membran adalah saluran Na+ dam K+.4 yang berperan secara aktif dalam mekanisme penjalaran pulsa pada saraf akibat adanya perbedaan beda potensial di dalam dan di luar membran.

Saat saraf dalam keadaan tidak menerima maupun mengirimkan signal disebut dalam keadaan “at rest” (istirahat).4 Pada keadaan ini lingkungan intraseluler lebih negatif. Pada keadaan at rest, ion kalium (K+) dapat melewati membran dengan mudah sedangkan ion natrium (Na+) sulit melewati membran. Begitu pula molekul-molekut negatif (A-) tidak dapat melewati membran. Tiap-tiap ion dan molekul di lingkungan membran memiliki nilai potensial, sehingga pada keadaan istirahat (setimbang), nilai beda potensial keseluruhannya dapat dikalkulasikan yaitu sekitar -70 mV

disebut resting potential (RP).4 Ini berarti bahwa saat keadaan istirahat, lingkungan intraseluler memiliki nilai potensial lebih rendah 70 mV dibandingkan lingkungan ekstraseluler. Nilai RP Ini bervariasi sebagai suatu konsekuensi saat bahwa keadaan saraf satu dengan yang lain berbeda-beda. Sebagai contoh, dalam jurnal E.M Izhikevich (2003) menyebutkan nialai RP berkisar antara -40 mV hingga -60 mV.5

Keadaan keseimbangan dapat tercapai pada saat gradien konsentrasi dan gradien potensial listrik sebanding dan berlawanan arah satu sama lain. Nilai bersih dari arus pada membran adalah nol. Keadaan ini disebut equilibrium potential yang bergantung pada jenis ion spesifik yang di sajikan dalam bentuk Nernst equation berikut;4

=RTzF ln[Ion][Ion] ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (1)

[Ion]indan [Ion]out adalah konsentrasi di

dalam dan luar membran, Z adalah nilai valensi ion [Z(K+)= +1, Z(Na+)= -1], R adalah konstanta gas, T merupakan temperatur absolut, dan F adalah konstanta Faraday.

Kondisi ketika saraf mengirimkan sinyal atau informasi terjadi apabila ada action potential (AP). Keadaan ini biasa disebut “spike” saat terjadi AP.3 AP ini terjadi akibat adanya aktivitas depolarisasi arus pada membran saraf. Ini berarti bahwa saat RP bergerak naik menuju 0 mV. Ketika nilai potential kira-kira mencapai -55 mV, saraf akan terangsang untuk menghasilkan AP. Nilai potensial ketika saraf mulai mengirimkan informasi (spiking) disebut nilai potensial ambang (threshold potential).4

Rangsangan pertama saat terjadinya AP disebabkan oleh saluran


(7)

natrium yang terbuka. Karena pada saat keadaan istirahat lebih banyak ion natrium di luar membran, maka ion ini masuk ke dalam lingkungan intraseluler melalui membran. Ion natrium memiliki muatan positif, menyebabkan saraf lebih bermuatan positif sehingga mengakibatkan depolarisasi. Saat setelah terjadi depolarisasi, saluran kalium mulai terbuka tetapi dengan laju yang lebih lambat dari pembukaan saluran natrium. Saat saluran kalium terbuka, ion kalium akan keluar sel. Ini menyebabkan penghambatan pada proses depolarisasi. Saat pembukaan saluran kalium mencapai maksimum, maka saluran sodium mulai tertutup sehingga menyebabkan nilai AP kembali menuju -70 mV.25

Gambar 4. Mekanisme terjadinya potensial aksi pada saraf .1 2.2Model Morris-Lecar (1981)

Cathy Morris dan Harold Lecar mengusulkan sebuah model untuk menjelaskan mekanisme sifat listrik pada serat otot angsa pada tahun 1981.Model ini merupakan persamaan dua dimensi yang hanya melibatkan sebuah arus pengaktifan Ca+, sebuah arus penyearah

K+ untuk pemulihan, dan arus pasif kebocoran pada membrane (passive leak). Persamaan model ini adalah sebagai berikut.

= −

( )( − )

− !( − )

− "( − ") + $ %%(2)

!=!( ) − !

'(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (3)

Parameter V merupakan membran potensial, dan W merupakan parameter pemulihan yang merepresentasikan nilai variasi normalisasi konduktansi ion K+. parameter W sebanding dengan nilai pengaktifan kemungkinan bahwa saluran ion K+ pada keadaan terbuka (konduksi). Persamaan (3) menggambarkan proses pemulihan oleh saluran protein saat terjadi transisi antara keadaan ion konduksi dengan ion non-konduksi. Kunci utama dari eksitasi listrk yang menyebabkan action potential adalah energi dan tingkat transisi untuk proses pembukaan saluran adalah sangat bergantung pada beda potensial membran.

Secara matematis, fungsi kemungkinan pembukaan saluran M∞(V) dan W∞(V) diturunkan dengan asumsi bahwa pada keadaan setimbang, pembukaan dan penutupan sebuah saluran dibatasi berdasarkan distribusi Boltzman. Fungsi konduksi ini diberikan sebagai berikut.

( ) =

1 + tanh - − .

/ 0

2 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (4)

!( ) =

1 + tanh - − 2

3 0

2 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (5)

Persamaan (4) dan (5) dapat disederhanakan dengan cara


(8)

menghilangkan fungsi hiperbolik tanh menjadi suatu fungsi eksponensial yang lebih sederhana seperti pada persamaan berikut.

( ) =

1

1 + exp 8−2 - − .

/ 09

∙∙∙∙ (6)

!( ) =

1

1 + exp 8−2 - − 2

3 09

∙∙∙∙∙ (7)

Dalam penelitian ini digunakan fungsi seperti pada persamaan (4) dan (5).

Konstanta waktu untuk pemulihan saluran K+ dalam pengaruh perubahan beda potensial bergantung pada beda potensial membran.

'(( ) = 1

∅ cosh - − 2

2 3 0

∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (8)

Parameter ø merupakan skala waktu untuk proses pemulihan. Nilai ø dapat divariasikan untuk berbagai sel yang berbeda-beda dan sangat sensitif terhadap suhu lingkungan membran.26

Model ini sangat sederhana dalam menjelaskan mekanisme listrik pada membran saraf. Model propagasi saraf yang bergantung pada tiga arus ionik: ICa, merupakan penyebab utama

eksitasi listrik, IK, arus utama yang

berperan dalam proses pemulihan, dan IL

merupakan nilai arus kebocoran membran termasuk didalamnya nilai Resting Potential. Berbagai sistem dan fenomena eksitasi potensial dapat dimodelkan dengan memvariasikan nilai konduktansi membran (gCa, gK, dan gL).

24

Karena model ini berdasarkan atas konduktansi dan arus pada membran, maka baik secara teori maupun eksperimen dapat disinkronkan untuk didemonstrasikan.

2.3 Sistem Dinamik dan Bifurkasi Konsep mengenai ruang fase,titik kritis,serta Stabilitas merupakan hal yang fundamental dalam dinamika sistem. Konsep dinamika sistem ini dapat digambarkan oleh suatu set persamaan autonomous. Ini berarti suatu set persamaan yang di dalamnya tidak memiliki hubungan ketergantungan.7 Pada persamaan saraf ini yang dimaksud autonomous berarti laju variabel terkait baik potensial membran V maupun parameter pemulihan W tidak bergantung pada skala waktu untuk nilai arus terapan tetap.3

Pada model saraf Morris-Lecar, variabel dimensional yang terkait adalah potensial membran V dan parameter pemulihan W. jika V dan W di plot pada suatu bidang dua dimensi maka disebut sebagai bidang fase atau ruang fase (phase portrait) sedangkan kurva yang terbentuk merupakan trayektori bagi PDB V dan W.7

2.3.1 Equilibrium

Langkah penting dalam analisis sistem dinamik adalah menentukan nilai keseimbangannya (equilibrium) yaitu pada kondisi:

@(A, C) = 0 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (9) (A, C) = 0 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (10)

titik (x,y) adalah sebuah equilibrium.3 Penginisiasian pada kondisi awal (x0,y0) saat x’= 0 dan y’=0, dan trayektori

yang terjadi tetap selama kondisi equilibrium, maka x(t)=x0, dan y(t)= y0

untuk t ≥ 0. Sifat dari trayektori ini dapat bersifat divergen atau konvergen dari titik equilibriumnya bergantung pada kestabilannya.3 Sebagai contoh, pada model HH terkait pada saluran ion K+ pada kurva I-V memiliki tiga titik nol.


(9)

Gambar 5.Titik kritis pada keadaan stabil.3

Gambar 6.Titik kritis pada keadaan tak Stabil. (a) tiga equilibrium -66 mV, -56 mV, dan -28 mV (b) satu equilibrium -61

mV.3

Kedaan trayektori pada equilibrium berkaitan dengan stabilitas sistem dinamik. Sebuah equilibrium dikatakan stabil apabila setiap trayektori mendekati titik equilibrium pada t ≥ 0. Ini berarti trayektori bersifat convergen terhadap equilibrium (Gambar 5) untuk t→∞. Sebaliknya sebuah equilibrium dikatakan tidak stabil apabila trayektori bersifat divergen atau menyebar dari equilibrium (Gambar 6.)

2.3.2 Analisis linier lokal

Agar lebih memahami mengenai analisis sistem dinamik, perlu diketahui karakteristik suatu sistem dinamik itu sendiri dengan menganalis keadaan disekitar sistem pada keadaan stabil. Diberikan sistem dinamik dua dimensi sebagai berikut:

A= @(A, C) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (11) C= (A, C) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (12)

memiliki titik equilibrium (x0,y0). Fungsi

nonlinier f dan g dapat dilinierisasi dekat equilibrium sebagai berikut.

@(A, C) = G(A − AH) + I(C − CH)

+ ℎK ℎLMNOM ∙∙∙∙∙∙∙ (13)

(A, C) = P(A − AH) + N(C − CH)

+ ℎK ℎLMNOM ∙∙∙∙∙∙∙ (14)

high order dapat berupa (x-x0) 2

, (x-x0)(y-y0), (x-x0)

3

, dan seterusnya. a, b, c, dan d adalah suatu operator sebagai berkut:

G =Q@QA (AH, CH) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (15. G) I =Q@QC (AH, CH) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (15. I) P =QQA (AH, CH) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (15. P) N =QQC (AH, CH) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (15. N)

Sebagai contoh untuk menganalisis persamaan berikut

S= GS + IT ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (16) T= PS + NT ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (17)

Bentuk matriksnya adalah sebagai berikut

UST′′V = 8G IP N9 8 S

T9 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (18)

matiks linierisasi yang terkait adalah

W = 8G IP N9 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (19)

disebut matriks jacobian.

2.3.3 Nilai eigen dan vektor eigen Sebuah vektor yang elemennya tidak ada yang nol disebut vektor eigen V dari sebuah matriks L yang berkaitan dengan nilai eigen λjika;


(10)

LV = λV (notasi matriks)………… (20) nilai eigen sangat penting dalam hal analisis sistem dinamik dilihat dari stabilitas titik equilibriumnya. Untuk menentukan nilai eigen harus melalui suatu persamaan karakteristik berikut:

NOX 8G − YP N − Y9 = 0 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (21)I

bentuk polinomial dari persamaan matriks diatas adalah

(G − Y)(N − Y) − IP = 0 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (22)

atau,

Y/− 'Y + ∆= 0 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (23) 8'∆9 = 8det W9 = 8XMW GN − IP9 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (24)G + N

sebagi suatu fungsi polinomial maka memiliki dua nilai solusi dalam bentuk

Y.,/=

τ± √'/− 4∆

2 ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (25)

nilai eigen bernilai real (nyata) jika

√'/− 4∆≥ 0 atau komplek-konjugat

jika √'/− 4∆< 0 . Pada keadaan ini

solusi umum dari sistem linier ini berbentuk

US(X)T(X)V = P.O`.ab.+ P/O`/ab/∙∙∙∙∙ (26)

ketika nilai eigen keduanya bernilai negatif maka akan stabil. Jika sedikitnya satu nilai eigen bernilai positif maka akan tidak stabil.

2.3.4 Klasifiaksi equilibrium

Nilai eigen mempengaruhi karakteristik geometri di dekat titik equilibrium. Dari nilai eigen yang diperoleh, didapatkan titik-titik

karakteristik sebagai kombinasi tiap-tiap kemungkinan nilai eigen seperti pada Gambar 7.3

Gambar 7. Klasifikasi titik equilibrium.3 • Titik node, terjadi jika nilai eigen

adalah real dan memiliki tanda yang sama. Titik ini stabil ketika nilai eigen keduanya bernilai negatif dan tidak stabil ketika keduanya bernilai positif. Trayektori bersifat konvergen saat stabil dan divergen saat tak stabil Gambar 8.

Gambar 8. Tititk equilibrium node ,λ1=-1,

λ2=-3 (stabil), λ1=+1, λ2=+3 (tidak stabil).3

• Titik saddle, terjadi jika nilai eigen adalah real dan memiliki tanda yang


(11)

berlawanan. Titik saddle selalu tidak stabil, dikarenakan terdapat nilai eigen yang bernilai positif. Vektor eigen bersifat konvergen menuju nilai eigen negatif dilanjutkan divergen dari nilai eigen positif.

Gambar 9. Saddle equilibrium λ1=+1,

λ2=-1.3

• Titik focus nilai eigen imajiner (kompleks-konjugat). Stabil pada saat nilai eigen memiliki suku real negatif dan tak stabil ketika memiliki suku real yang positif. Suku imajiner dari nilai eigen menentukan frekuensi rotasi dari trayektori yang mengelilingi titik focus.3

Gambar 10.Focus equilibrium λ1

=-3±i (stabil) atau λ1=+3±i (tidak

stabil).3 2.4 Propagasi saraf

Jaringan saraf memiliki sifat dapat terangsang (excitability). Dalam kasus ini berarti suatu jaringan saraf memiliki sifat khas pada keadaan istirahat menuju keadaan eksitasi yang menghasilkan suatu potensial aksi pada keadaan ketika saraf mengalami

rangsangan.3 Berbagai macam stimulus dari luar sel saraf sangat mempengaruhi prilaku saraf saat setelah terstimulasi. Saraf yang terkena stimulus, belum tentu akan menghasilkan suatu potensial aksi jika stiumulus tersebut tidak sesuai dengai karakteristik kimia dan fisik dari jaringan saraf tertentu, atau tidak cukup untuk mencapai nilai potensial ambang (threshold potential).

Dari sudut pandang sistem dinamik, saraf memiliki sifat excitable atau dapat terangsang karena saraf memiliki bifurkasi keadaan keseimbangan yang dekat dengan keadaan potensial aksi dalam ruang fasenya.3 Tipe dari bifurkasi ini akan menentukan tipe propagasi dalam saraf. Dalam hal ini, akan dijelaskan hubungan antara jenis bfurkasi dengan tipe propagasi saraf yang berkaitan dengan sistem dinamik saraf tersebut.

Sebuah sistem dinamik pada saraf dengan dengan sebuah keseimbangan yang stabil, adalah excitable. Ini berarti bahwa jika terdapat suatu rangsangan yang letaknya dekat dengan titik keseimbangan, maka akan meninggalkan titik keseimbangan tersebut (dengan stimulus yang cukup) dan akan membentuk suatu trayektori dan akan kembali lagi ke titik keseimbangan tersebut seperti pada Gambar11.3 Jika stimulus tersebut terjadi secara berkelanjutan, maka akan menimbulkan trayektori yang periodik sehingga membentuk suatu limit cycle, Seperti dapat dilihat pada Gambar 11.


(12)

Gambar 11.Suatu limit cycle. (a)keadaan terangsang excitability.Sebuah trayektori

(kotak kecil) terinisiasi dengan titik kestabilan dan kembali ke tiik kestabilan

tersebut.(b)sistem tereksitasi dekat dengan bifurkasi akan membenmtuk limit

cycle karena titik keseimbangannya belum terinisiasi (selama stimulus

diterapkan secara kontinu).3 2.4.1 Bifurkasi

Dari bahasan sebelumnya, bifurkasi yang terjadi pada sistem dinamik saraf berkaitan dengan nilai dan vektor eigen. Sebuah sistem dinamik akan stabil apabila semua nilai eigen dari matriks jacobian pada keadaan setimbang memiliki nilai real negatif. Ketika suatu parameter berubah (misal arus eksternal I ) berubah maka nilai eigen akan berubah tanda. Ini dapat menyebabkan suatu bifurkasi saat keseimbangan (bifurcation of the equilibrium).3 Dengan asumsi sistem memiliki dua keadaan stabil (Bistable), Selama keseimbangan dekat dengan limit cycle dan berlangsung secara periodik, Dua kemungkinan bifurkasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

• Sebuah nilai eigen yang negatif akan berubah menjadi nol. Ini dapat terjadi pada tipe bifurkasi saddle-node dan titik keseimbangan menghilang baik di dalam maupun luar trayektori.

• Dua nila eigen kompleks-konjugat dengan bagian real negatif mendekati sumbu imaginer sehingga nilainya akan imaginer. Ini terjadi pada bifurkasi tipe Andronov-Hopf, dan titik keseimbangan akan kehilangan kestabilan tetapi tidak menghilang. Dari kombinasi ketiga titik keseimbangan (node, saddle, focus), dengan perubahan tanda pada nilai eigen, maka akan dihasilkan 4 tipe bifurkasi pada keadaan transisi istirahat (equilibrium) menuju keadaan eksitasi (spiking state). Disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12.Transisi terjadi dari keadaan istirahat menuju keadaan eksitasi yang terjadi melalui bifurkasi keseimbangan (tanda panah).Bifurkasi saddle-node pada in vitropyramidal neuron of rat’s primary visual cortex.BifurkasiAndronov-Hopf pada in vitro brainstem mesencephalic V

neuron.3

Menurut sebuah teori yang berkaitan dengan sistem dinamik pada saraf yang menghubungkan sebuah sistem tereksitasi adalah merupakan bagian dari suatu bifurkasi dari keadaan


(13)

dinamik (spiking state) yang berulang (oscillatory dynamics) menuju kedaan istirahat (resting) akan menghasilkan suatu bifurkasi pada keadaan eksitasi (bifurcation of a limit cycle). Bifurkasi ini terjadi ketika sebuah trayektori terinisiasi diluar titik keseimbangan dan memiliki kemampuan untuk eksitasi secara periodik. Ini akan menghasilkan sistem dinamik yang menampilkan suatu limit cycle (Gambar 13).

Gambar 13.Limit cycle empat bifurkasi pada keadaan istirahat.3

Dalam hal ini, suatu sistem dinamik dapat beralih dari keadaan istirahat (resting state) menuju keadaan eksitasi (spiking state) baik melalui keadaan bistable maupun tidak (monostable). Secara singkat dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Sistem dinamik tereksitasi dapat memiliki bifurkasi yang berbeda baik melalui keadaan

bistable atau tidak.3

2.4.2 Klasifikasi propagasi saraf

Mekanisme bifurkasi pada saraf tereksitasi pertama kali dipelajari oleh Hodgkin (1948). Ia menerapkan berbagai variasi nilai arus pada membran tereksitasi sel saraf otak tikus dan mencatat hasil yang didapatkan. Dalam penelitiannya menunjukan ketika arus yang diterapkan lemah, saraf target tidak menunjukan reaksi apapun. Ketika arus yang diterapkan kuat, maka terjadi eksitasi pada membran sehingga menyebabkan potensial aksi. Berdasarkan besar atau kecilnya nilai rata-rata arus yang diterapkan pada membran untuk terjadinya suatu potensial aksi, secara garis besar


(14)

Hodgkin (1948) mengklasifikasikan eksitasi saraf menjadi dua kelas.24

• Eksitasi saraf tipe 1 (class 1 neural excitability). Suatu potensial aksi dapat dihasilkan dengan frekuensi acak rendah dan bergantung pada arus yang diterapkan.

• Eksitasi saraf tipe 2 (class 2 neural excitability). Suatu potensial aksi dapat dihasilkan dalam suatu pita frekuensi tertentu dan relatif tidak bergantung terhadap perubahan kekuatan arus yang diterapkan.

Gambar 15. Propagasi eksitasi saraf (a) tipe 1 dan (b) tipe 2 dengan arus terapan

DC konstan pada sela saraf tikus.3 Tipe eksitasi 1 dan 2 ini lah yang akan dibahas pada penelitian ini dengan perlakuan variasi nilai arus terapan sebagai suatu konstanta, arus DC atau pun AC bergantung waktu. Selain itu, dibahas pula untuk analisis dinamik dan model saraf terkopel untuk kasus yang lebih kompleks.

2.5 Sinkronisasi

Otak manusia merupakan sebuah jaringan kompleks yang memiliki sekitar 1011 sel saraf yang saling terhubung oleh

1014 sampai 1015 penghubung (conector).10 ini menunjukan bahwa fenomena sinkronisasi antar sel saraf dalam proses pengolahan informasi dalam bentuk impuls adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam sistem dinamik pada saraf.11

Sistem kompleks pada saraf merupakan suatu set kumpulan unit saraf yang terhubung dan saling terosilasi yang dapat dimodelkan sebagai sutau unit sel yang berpasangan (coupled oscillator) . coupled oscillator ini saling tersinkronisasi dalam proses pengolahan informasi pada saraf.12

Salah satu cara untuk menganalisis dan memahami fenomena ini adalah dengan mengasumsikan sistem kompleks ini menjadi suatu unit kecil osilator, kemudian menganalisis mode ini pada dimensi yang lebih kecil dari sudut pandang fisisnya saja. Hoppensteadt dan Izhikevich (1997) telah melakukan beberapa analisis kualitatif pada sistem kompleks ini dengan memodelkan suatu solusi periodik dan sinkronisasinya pada dua sel saraf terkopel.3 Analisis yang dilakukan oleh Izhikevich dan Hoppensteadt adalah dengan mereduksi model satu saraf menjadi suatu model fase (phase model) yang diturunkan dari sistem dinamik limit cycle pada spiking neuron.. Hasil dari analisis model fase dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari osilator tekopel pada model saraf kompleks.12

Model fase digambarkan oleh suatu variabel fase (ϑ). Θ didefinisikan sebagai fase setelah spiking neuron. Dua osilator terkopel dapat menempati tiga

keadaan sinkronisasi yaitu in-phase,

anti-phase, atau out-of-phase ketika

perbedaan fasenya ϑ2- ϑ1 masing-masing

sebanding dengan 0, setengan periode, atau variasi nilai lainnya. (Lihat Gambar 16).3


(15)

(a) (b) (c) Gambar. 16. Tiga kondisi sinkronisasi (a)

sefase (b) berlawanan fase (c) berbeda fase.3

Secara umum, osilator saraf terkopel dapat di modelkan seperti persamaan berikut:

A = @ (A ) + e f

g gh.

(A )ijX − Xg∗ − lgm ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (27)

Dengan xi € [0,1] merupakan potensial

membran ke-I pada saraf. Fungsi fi

merupakan persamaan pada sistem dinamik.. ketika xi mencapai 1, maka

saraf ke-I akan spiking dan xi akan

kembali ke 0. Xg∗ merupakan waktu yang dibutuhkan saat spiking hingga reset. Parameter dimensional ε menggambarkan kekuatan dari koneksi antar unit saraf. Fungsi gij mewakili parameter yang

berkaitan dengan efek dari pasangan unit saraf ke-j saat spiking terhadap unit saraf ke-I saat spiking. ε gij(xi) merupakan

increament bagi xi setelah lij ≥ 0.

Increamnet ini dihasilkan dari suatu fungsi delta dirac δ dengan δ(t) =0 untuk

semua X ≠ 0, i(0) =NGo p i = 1

dengan mengasumsikan fi dan gij adalah

kontinu.13

Bentuk sederhana dari persamaan (27) adalah model n saraf dengan pengaruh keterhubungan antar unit saraf dan kekuatannya.

= @(b ) + q

gf g

h.

jbgm ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (28) K = 1,2,3, … . . , os = 1,2,3, … … o

V merupakan potensial membran, f(vi)

merupakan fungsi potensial membran ke-i sepertke-i pada persamaan (21). ε

merupakan parameter yang bertanggung jawab atas kekuatan kopling. Sedangkan gij merupakan sutau fungsi kopling antar

saraf. Fungsi kopling ini memiliki berbagai macam bentuk bergantung terhadap acuan apa model fungsi tersebut dibangun. Pada model ini, diasumsikan bahwa saraf terhubung satu dengan lainnya secara sinaptik dengan fungsi kopling sebagai fungsi sigmoid berikut.4

gjbgm = 1

1 + exp 8σjbg− tgm9∙∙∙∙ (29)

Dengan parameter σ berperan dalam pengaturan laju kopling dan θj

merupakan potensial ambang tiap sel saraf ke-j.

Contoh hasil simulasi yang telah dilakukan oleh Izhikevich dengan menggunakan model integrate and fire untuk dua saraf terkopel disajikan pada Gambar 17.13

Gambar 17. Dua saraf terkopel dengan peta frekuensi impuls (a)berbeda fase (b)


(16)

Pada model integrate and fire terkopel memiliki dua kemungkinan keadaan sinkronisasi yaitu sefase (atas) dan berbeda fase (bawah). Anaisis sinkronisasi ini dapat diterapkan pada berbagai model seperti Hodgkin-Huxley, Fitzhugh-Nagumo, dan Morris-Lecar karena merupakan suatu set persamaan sistem dinamik dimensional.14

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitianinidilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor (IPB) dan kediaman peneliti. Waktu penelitian dilakukan selama 5 bulan dari bulan 8 Desember 2010 hingga 8 Mei 2011.

3.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah PC dengan prosesor Intel Core 2 Quad (2.3 GHz), 4 GB RAM (Lab. Teoridan Komputasi) dan PC dengan prosesor Intel Core 2 Duo (2.9 GHz), 2 GB RAM (Kediaman peneliti). Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah MS. Office 2007 dan MATLAB R2009b. Selain PC, peralatan yang digunakan berupa bahan rujukan dan pustaka yang peneliti dapat kandari internet, perpustakaan dan buku catatan.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Studi pustaka

Penelitian ini diawali dengan studi pustaka yang meliputi pencarian pustaka mengenai mekanisme transport rmembran pada saraf, penjalaran impuls saraf, hingga pustaka mengenai model saraf dalam persamaan matematis. Pemecahan model saraf dalam bentuk persamaan differensial(PD) dilakukan dengan analisis numerik menggunakan metode Rungge-Kutta4 (RK-4) dengan simulasi MATLAB pada berbagai variasi parameter. Sedangkan untuk karakteristik dinamiknya dipecahkan dengan cara analisis sistem dinamik dengan

menerapkan nilai eigen dari matriks jacobian.

3.3.2 Analisis numerik solusi propagasi saraf Morris-Lecar dengan metode RK-4

Suatu fungsi dalam differensiasi numerik diperlukan dalam perkembangan penggunaan algoritma pemrograman untuk memecahkan suatu nilai batas untuk PD biasa (PDB) dan PD parsial (PDP). Contoh yang biasa digunakan pada differensiasi numerik yaitu pada penggunaan pendekatan numerik yang dapat dibandingkan dengan solusi eksak. Salah satu metode pemecahan PD secara numerik yaitu dengan menggunakan metode RK-4. RK-4 merupakan metode pendekatan analisis PD numerik yang memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Dengan nilai increament yang sangat kecil dan berulang-ulang kemudian diambil nilai rata-ratanya, dapat memberikan tingkat pendekatan dengan hasil eksak yang akurat.

Model saraf Morris-Lecar (1981) terdiri dari dua PDB dengan dua-variabel dimensi (V) dan (W) . selanjutnya model PDB ini dianalisis dengan menggunakan RK-4 untuk menampilkan solusi secara numerik. Solusi numerik yang akan dianalisis dilakukan pada arus terapan tetap, DC bergantung waktu, dan AC bergantung waktu.

3.3.3 Analisis sistem dinamik model saraf Morris-lecar

Analisis sistem dinamik ini dilakukan dengan mencari nilai eigen, dan nilai akar-akar nol pada model PDB ML. Selanjutnya dibangun suatu matriks Jacobi untuk mengetahui jenis titik kritis pada sistem yang dapat menetukan jenis bifurkasi pada model PDB dengan analisis pada ruang fase pada sistem. Analisis sistem dinamik ini dilakukan pada arus terapan tetap, DC bergantung waktu, dan AC bergantung waktu. 3.3.4 Sinkronisasi model saraf Morris-Lecar terkopel

Proses ini merupakan simulasi terakhir dari penelitian ini dengan asumsi bahwa sistem saraf kompleks dapat dimodelkan oleh suatu sistem saraf


(17)

terkopel. Analisis yang dilakukan pada sistem terkopel ini dilakukan hanya pada model dengan arus AC bergantung waktu saja. Pada sistem terkopel ini akan dibahas propagasi sistem kompleks saat terisolasi (tidak terkopel), terkopel, dan sinkronisasi dengan variasi fase propagasi yang berbeda dengan melibatkan kekuatan kopel antar saraf. Hasil yang didapat dalam analisis ini ditampilkan dengan menggunakan MATLAB berupa propagasi sistem banyak saraf (n=2,3,4) terkopel.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama beberapa dekade terakhir ini, penelitian mengenai jaringan saraf tiruan (JST) berkembang seiring dengan kemajuan berbagai teknologi perangkat lunak dalam hal analisis JST tersebut. Dalam proses interpretasi JST, berbagai model telah dipublikasikan oleh para peneliti untuk memvisualisasikan bagaimana mekanisme propagasi pada jaringan saraf dalam bentuk action potential (AP). Salah satu model yang telah berhasil memvisualisasikan mekanisme AP pada jaringan saraf adalah model Morris-Lecar (1948) yang merupakan sistem pesamaan differensial biasa (PDB) terhadap waktu dengan dua variabel dimensional utama yaitu V dan W.

Dengan meninjau kembali persamaan (2) dan (3), model saraf Morris-Lecar (ML) merupakan model yang diaplikasikan untuk suatu sistem jaringan saraf yang memiliki sensitifitas terhadap tegangan listrik akibat adanya konduktansi pada membran sel saraf.15 Model ini memiliki dua variabel dimensional utama yaitu V dan W yang masing-masing mewakili potensial membran saraf dan suatu recovery variable yang berhubungan dengan normalisasi konduktansi ion K+ dalam peristiwa depolarisasi. Fungsi ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa nilainya sebanding dengan nilai instan dari kemungkinan saluran ion tersebut berada pada keadaan terbuka. Iapp

merupakan variabel yang bertanggung

jawab atas adanya rangsangan dari luar berupa arus listrik yang diterapkan pada sel saraf. C merupakan parameter kapasitansi total dari membran saraf. Parameter VCa, VK,, dan Vl mewakili

potensial kesetimbngan dari ion Ca2+, K+, dan faktor koreksi dari arus kebocoran (Leakage Current). Sedangkan gCa, gK,

dan gl, merupakan konduktansi

maksimum yang bertanggung jawab atas arus ionik yang terjadi pada sel saraf. Fungsi M∞(V) bergantung pada nilai

potensial membran merupakan sutau fungsi yang berkaitan dengan peluang terbukanya saluran Ca2+ dapat dilihat pada persamaan (4). Persamaan (5) menggambarkan proses pemulihan yang dilakukan oleh saluran protein yang bertransformasi dengan membran saraf diantara keadaan terkonduksi ion-ion atau tidak. Pada persamaan kedua ini terdapat dua buah fungsi kemungkinan W∞dan τ∞ yang masing masing merupakan fungsi kemungkinan terbukanya saluran K+ dan suatu fungsi skala waktu yang berkaitan dengan proses pemulihan (depolarisasi).

Pada persmaan (8), parameter ø merupakan skala waktu proses pemulihan. Nilai ø dapat divariasikan untuk berbagai sel yang berbeda-beda dan sangat sensitif terhadap suhu lingkungan membran. Parameter V1, dan

V3 merupakan suatu nilai tengah saat arus

ionik Ca2+ dan K+ada pada keadaan setengah teraktivasi (half activated), V2

merupakan sebuah konstanta potensial yang bertanggung jawab kepada loncatan potensial saat aktivasi, sedangkan V4

adalah faktor kemiringan laju aktivasi ion K+.16

Secara keseluruhan, saat saraf menerima rangsangan dari luar ,maka akan terjadi suatu potensial aksi karena mekanisme elektrik yang menyebabkan perubahan beda potensial, arus, konduktansi, dan kapasitansi pada membran dalam proses penjalaran impuls tersebut.

4.1 Solusi Numerik Propagasi Saraf dengan Metode RK-4

Untuk menyelesaikan PDB diatas digunakan pendekatan secara numerik


(18)

terkopel. Analisis yang dilakukan pada sistem terkopel ini dilakukan hanya pada model dengan arus AC bergantung waktu saja. Pada sistem terkopel ini akan dibahas propagasi sistem kompleks saat terisolasi (tidak terkopel), terkopel, dan sinkronisasi dengan variasi fase propagasi yang berbeda dengan melibatkan kekuatan kopel antar saraf. Hasil yang didapat dalam analisis ini ditampilkan dengan menggunakan MATLAB berupa propagasi sistem banyak saraf (n=2,3,4) terkopel.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama beberapa dekade terakhir ini, penelitian mengenai jaringan saraf tiruan (JST) berkembang seiring dengan kemajuan berbagai teknologi perangkat lunak dalam hal analisis JST tersebut. Dalam proses interpretasi JST, berbagai model telah dipublikasikan oleh para peneliti untuk memvisualisasikan bagaimana mekanisme propagasi pada jaringan saraf dalam bentuk action potential (AP). Salah satu model yang telah berhasil memvisualisasikan mekanisme AP pada jaringan saraf adalah model Morris-Lecar (1948) yang merupakan sistem pesamaan differensial biasa (PDB) terhadap waktu dengan dua variabel dimensional utama yaitu V dan W.

Dengan meninjau kembali persamaan (2) dan (3), model saraf Morris-Lecar (ML) merupakan model yang diaplikasikan untuk suatu sistem jaringan saraf yang memiliki sensitifitas terhadap tegangan listrik akibat adanya konduktansi pada membran sel saraf.15 Model ini memiliki dua variabel dimensional utama yaitu V dan W yang masing-masing mewakili potensial membran saraf dan suatu recovery variable yang berhubungan dengan normalisasi konduktansi ion K+ dalam peristiwa depolarisasi. Fungsi ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa nilainya sebanding dengan nilai instan dari kemungkinan saluran ion tersebut berada pada keadaan terbuka. Iapp

merupakan variabel yang bertanggung

jawab atas adanya rangsangan dari luar berupa arus listrik yang diterapkan pada sel saraf. C merupakan parameter kapasitansi total dari membran saraf. Parameter VCa, VK,, dan Vl mewakili

potensial kesetimbngan dari ion Ca2+, K+, dan faktor koreksi dari arus kebocoran (Leakage Current). Sedangkan gCa, gK,

dan gl, merupakan konduktansi

maksimum yang bertanggung jawab atas arus ionik yang terjadi pada sel saraf. Fungsi M∞(V) bergantung pada nilai

potensial membran merupakan sutau fungsi yang berkaitan dengan peluang terbukanya saluran Ca2+ dapat dilihat pada persamaan (4). Persamaan (5) menggambarkan proses pemulihan yang dilakukan oleh saluran protein yang bertransformasi dengan membran saraf diantara keadaan terkonduksi ion-ion atau tidak. Pada persamaan kedua ini terdapat dua buah fungsi kemungkinan W∞dan τ∞ yang masing masing merupakan fungsi kemungkinan terbukanya saluran K+ dan suatu fungsi skala waktu yang berkaitan dengan proses pemulihan (depolarisasi).

Pada persmaan (8), parameter ø merupakan skala waktu proses pemulihan. Nilai ø dapat divariasikan untuk berbagai sel yang berbeda-beda dan sangat sensitif terhadap suhu lingkungan membran. Parameter V1, dan

V3 merupakan suatu nilai tengah saat arus

ionik Ca2+ dan K+ada pada keadaan setengah teraktivasi (half activated), V2

merupakan sebuah konstanta potensial yang bertanggung jawab kepada loncatan potensial saat aktivasi, sedangkan V4

adalah faktor kemiringan laju aktivasi ion K+.16

Secara keseluruhan, saat saraf menerima rangsangan dari luar ,maka akan terjadi suatu potensial aksi karena mekanisme elektrik yang menyebabkan perubahan beda potensial, arus, konduktansi, dan kapasitansi pada membran dalam proses penjalaran impuls tersebut.

4.1 Solusi Numerik Propagasi Saraf dengan Metode RK-4

Untuk menyelesaikan PDB diatas digunakan pendekatan secara numerik


(19)

dengan menggunakan metode Rungge-Kutta orde-4 (RK-4). V’ merupakan nilai perubahan potensial membran terhadap waktu yaitu dV/dt sedangkan W’ merupakan laju proses depolarisasi pada membran dW/dt sehingga persamaan (2) dan (3) menjadi.

N

NX = − ( )( − )

− !( − )

− "( − ") + $ %%∙∙∙∙∙

∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (30) N!

NX =!

( ) − !

'(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (31)

Dalam pendekatan secara numerik, solusi yang akan dibangun merupakan hasil iterasi PDB dengan anggapan bahwa nilai V dan W akan berubah terhadap selang waktu dt. Sehingga dalam hal ini variabel dt merupakan suatu parameter iterasi pada suatu pendekatan numerik atau sering disebut sebagai increament. Persamaan (30) dan (31) dapat disederhanakan penulisannya menjadi suatu fungsi f(v,w) dan g(v,w).dengan membuat ruas kiri kedua persamaan masing-masing hanya terdiri dari parameter dV dan dW, maka persamaan sebelumnya akan menjadi persamaan (32) dan (33),

N = @(b, T)NX ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (32) N! = (b, T)NX ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (33)

dengan nilai f(v,w) dan g(v,w) masing-masing:

@(b, T) = (− _ G _∞ ( )( − _ G ) − _w !( − _w ) − _W (

− _W ) + $_Gxx)/ ∙∙∙∙∙∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (34)

(b, T) =!( ) − !

'(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (35)

Bentuk persamaan (32) dan (33) ini dianalisis secara numerik (Lampiran 3) dengan menggunakan metode RK-4. 4.1.1 Solusi numerik dengan arus terapan DC tetap

Dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB, didapatkan hasil analisis numerik pada model ML yang disajikan pada Gambar 18. Dengan nilai parameter yang terkait adalah C=20 µF/cm2, gK=8 ms/cm

2

, gl=2 ms/cm 2

gCa=4

ms/cm2 , ø=1/15 s-1, VCa= 120 mV, VK

=-80 mV, Vl= -60 mV, V1=-1.2 mV, V2=18

mV, V4=17.4 mV ,V3=12 mV. dan Iapp=

50 µA.

Gambar 18. Aktivitas listrik (action potential) model saraf Morris-Lecar tipe

1

Program dengan metode RK-4 dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2.

Pada bab 2, telah dijelaskan bahwa mekanisme propagasi saraf memiliki berbagai macam bentuk dinamik (neural properties). Dalam hal ini, antara sel satu dengan yang lain memiliki karakteristik spesifik saat menerima rangsangan dari luar. Baik ditinjau dari kecepatan responnya, besar kecil rangsangan (applied current) , nilai resting potential (RP), maupun sifat dinamik dalam propagasinya. Semua kombinasi ini menghasilkan suatu mekanisme dinamik yang bervariasi dalam suatu propagasi saraf.

Bentuk propagasi yang dibahas dalam penelitian ini seperti yang telah di klasifikasikan oleh Hodgkin (1948) dilihat dari segi rata-rata frekuensi arus yang diterapkan pada sel untuk suatu peristiwa eksitasi adalah Eksitasi Saraf Tipe 1 (class 1) dan Eksitasi Saraf Tipe 2 (class 2). Gambar 1.merupakan bentuk propagasi class 1 dengan nilai arus Iapp

merupakan arus DC dengan nilai yang konstan. Dengan menggantikan nilai

0 200 400 600 800 1000 1200

-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40

time t (ms)

m

e

m

b

ra

n

e

v

o

lt

a

g

e

v

(

m

V


(20)

parameter V3 menjadi 2 mV dan Iapp= 55

µA maka didapatkan bentuk propagasi class 2 seperti pada Gambar19.

Gambar 19. Bentuk propagasi saraf tipe 2.

Hasil simulasi tidak menunjukan adanya perbedaan antara Tipe 1 dan 2. Kedua tipe propagasi tersebut sebenarnya memiliki perbedaan dalam hal sistem dinamiknya. Perbedaan nilai titik keseimbangan dan jenis bifurkasi sangat jelas terlihat pada suatu bidang fase pada tipe 1 dan 2. Pembahasan lebih lengkapnya, akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

Berdasarkan hasil simulasi, pada kedua tipe propagasi memiliki nilai minimum Iapp untuk melakukan eksitasi

secara periodik (Gambar 18 dan 19). Nilai minmum untuk tipe 1 dan 2 masing-masing adalah 40 mA dan 50 mA. nilai ini merupakan nilai minimum agar suatu potensial aksi dapat menjalar secara periodik. Jika nilai IappImin, maka sel

saraf tersebut tidak cukup kuat untuk mengirimkan sinyal, atau dalam arti lain hanya mampu melakukan sekali eksitasi kemudian akan kembali ke keadaan istirahat.

Gambar 20. Nilai Iapp pada (a) tipe 1 dan

(b) tipe 2 masing-masing 40 µA dan 50 µA. Kedua bentuk propagasi tidak dapat

terjadi secara periodik.

4.1.2 Solusi numerik dengan arus terapan DC bergantung waktu

Nilai arus Iapp atau arus yang

diterapkan pada sel saraf sangat mempengaruhi bentuk propagasinya. Pada sub bab sebelumnya, telah dibahas bentuk propagasi saraf pada tipe 1 dan 2 dengan nilai arus terapan adalah konstan, yaitu masing-masing 50 µA dan 55 µA untuk tipe 1 dan 2. Dengan nilai tersebut, saraf dapat menjalar secara periodik.

Jika arus Iapp pada sel saraf tidak

bernilai tetap, atau nilainya berubah terhadap waktu, maka bentuk propagasi dan sistem dinamiknya berubah. Dalam penelitian ini dimodelkan suatu persamaan yang merupakan fungsi arus terapan Iapp terhadap waktu I(t) sebagai

berikut:

$(X) = $z {|X + $ a∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (36)

fungsi arus I(t) pada persamaan (36) dimodelkan sebagai suatau fungsi linier yang berbanding lurus dengan waktu. Ini berarti bahwa nilai arus terapan pada sel saraf akan berubah dengan bertambahnya waktu. Parameter Imax merupakan nilai

penambahan (gradien) arus maksimum tiap detik, sedangkan α merupakan nilai koefisien penambahan yang bertanggung jawab atas besar kecil laju perubahan arusnya.

Dengan mensubstitusikan persamaan (36) ke persamaan (34) dengan menggantikan parameter Iapp

dengan I(t), persamaan (34) menjadi persamaan (37) sebagai berikut:

0 200 400 600 800 1000 1200 -50

-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40

time t (ms)

m

e

m

b

ra

n

v

o

lt

a

g

e

v

(

m

V

)

Class 2 Excitability

0 100 200 300 400 500 600

-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40

Class 1

0 100 200 300 400 500 600

-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30

Class 2

(a)


(21)

@(b, T) = (− _ G _∞ ( )( − _ G ) − _w !( − _w ) − _W ( − _W ) + $(X))/ (37)

persamaan (37) kemudian disubstitusikan kembali ke persamaan (32), kemudian dengan menggunakan MATLAB didapatkan solusi numerik seperti pada Gambar 21. (class 1) dan Gambar 22. (class2).

Gambar 21. Propagasi saraf tipe 1 dengan arus I(t).

parameter untuk propagasi tipe 1 adalah Imax= 5 µA, Iinit= 0, dan α=0.011 s

-1

, sedangkan untuk tipe 2 adalah Imax= 10

µA, Iinit=0, dan α=0.016 s -1

.

Gambar 22. Propagasi saraf tipe 2 dengan arus I(t).

Propagasi saraf tipe 1 dan 2 ini memiliki karaktersitik masing-masing dalam merespon rangsangan dari luar. Dengan mengubah nilai Iapp menjadi

suatu nilai yang bergantung dengan waktu, Nilai parameter kedua tipe berbeda. Selain I(t), nilai V3 padakedua

tipe berbeda yaitu 12 mV dan 2 mV untuk tipe 1 dan 2. Perbedaan nilai ini pada kedua tipe saraf tersebut menampilkan bentuk propagasi yang berbeda. Berdasarkan Gambar 21., tipe 1 mulai melakukakn eksitasi pada saat t≈800 ms (spike state) yaitu pada saat nilai I≈130 µA. Saat nilai I sangat besar (I≈350 µA) potensial aksi mulai menghilang (t≈2050 ms). Sedangkan untuk tipe 2 (Gambar 22.) saraf mulai tereksitasi saat t≈350 ms dengan nilai I≈60 µA dan saat t≈1600 ms (I≈260 µA) propagasi berada pada keadaan istirahat.

Kondisi ini berkaitan dengan karaktersitk saraf. Sebagai suatu komponen biologi fungsional, sel saraf memiliki karakteristik spesifik dalam merespon rangsangan dari luar. Secara fisis, sel-sel saraf pada tubuh cenderung sensitif terhadap adanya rangsangan dari luar berupa adanya arus yang diterapkan. ketika nilai arus yang diterapkan tidak cukup untuk melakukan depolarisasi maka tidak akan terjadi suatu potensial aksi. Ketika mulai mencapai potensial ambang, maka akan terjadi suatu potensial aksi. Jika nilai arus yang diterapkan melebihi ambang batas saraf, atau diluar interval saraf untuk menghasilkan suatu potensial aksi, maka tidak akan terjadi propagasi pada saraf.18 0 500 1000 1500 2000 2500

-60 -40 -20 0 20 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V )

0 500 1000 1500 2000 2500 0 200 400 time (ms) a p p lie d c u rr e n t (m ic ro A m p e re )

Pulse of Class 1 Current Time Dependent

spike state rest state

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

-80 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V )

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0 200 400 time (ms) a p p lie d c u rr e n t (m ik ro A m p e re )

Pulse of Class 2 current time dependent

spike state rest state

0 500 1000 1500 2000

-70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30

time (ms ) s pik e

s tate res t

s tat e

36 s pik es /1200 ms

Clas s 2


(22)

Gambar 23. Frekuensi Frekuensi propagasi (spike/second) pada (a) tipe 1

dan (b) tipe 2

Pada model ini, kedua tipe saraf tersebut memiliki nilai resting potential yang hampir sama yaitu sekitar -60 mV. Bentuk propagasi saraf tipe 1 dan 2 merupakan tipe eksitasi saraf utama yang digolongkan berdasarkan besar atau kecilnya nilai rata-rata arus yang diterapkan pada membran untuk terjadinya suatu potensial aksi. Hodgkin (1948) menklasifikasikan bahwa propagasi tipe 1 dapat dihasilkan dengan frekuensi eksitasi yang rendah dan bergantung pada besar arus yang diterapkan. Sedangkan untuk tipe 2 dapat terjadi hanya pada pita frekuensi eksitasi tertentu dan tidak bergantung oleh besar arus yang diterapkan. Berdasarkan hasil yang ditampilkan pada Gambar 23., dapat dilihat bahwa frekuensi eksitasi pada tipe 2 (36 spikes/1200 ms) lebih besar dari tipe 1 (28 spikes/1200 ms). Berdasarkan hasil eksperimen Hodgkin (1848) dan penelitian lebih lanjut oleh E. M. izhikevich (2003), menunjukan bahwa perbedaan kualitatif antara tipe 1 dan 2 ditandai oleh nilai arus yang diterapkan pada sel. Arus terapan akan kontinu dan menuju stabil dalam menghasilkan suatu potensial aksi untuk tipe 1, sedangkan tipe 2 memiliki nilai rentang arus tertentu untuk menghasilkan suatu potensial aksi. Jika di luar pita ini, maka tidak dapat dihasilkan suatu potensial aksi.

Agar lebih memahami teori pita frekuensi pada eksitasi tipe 1 dan 2, akan ditinjau kembali nilai I(t). Nilai Iapp pada

model sebelumnya memiliki gradien yang positif bahwa nilai arus akan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu. Parameter yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah

α yang bertanda positif (+). Dengan mengubah tanda pada parameter α

menjadi negatif (-), maka gradien fungsi akan negatif sehingga menyebabkan fungsi arus terapan akan terus berkurang dengan bertambahnya waktu. Dengan menggunakan nilai parameter sebelumnya dan mengubah nilai Iinit pada

tipe 1 dan 2 masing-masing bernilai 100 µA dan 280 µA, maka didapatkan bentuk propagasi seperti pada Gambar 24.

Gambar 24. Propagasi (a) tipe 1 dan (b) tipe 2 dengan gradient I(t) negatif

Teori mengenai propagasi tipe 1 dan 2 dapat dijelaskan dengan melihat hasil yang didapatkan pada Gambar24. Pada tipe 1, proses eksitasi periodik terus terjadi bersamaan dengan perubahan nilai arus Iapp, hingga pada

nilai Iapp tertentu saraf tidak cukup energi

untuk melakukan eksitasi karena nilai Iapp

yang terus berkurang. Sedangkan pada tipe 2, pita frekuensi eksitasi terlihat dengan jelas. Eksitasi saraf periodik hanya terjadi pada pita frekuensi tertentu yaitu pada selang sekitar 500-1500 ms,

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V )

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-100 -50 0 50 100 time (ms) ap p lie d c u re n t (m ic ro A m p e re ) Periodic Spike Resting State Class 1

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V )

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-200 -100 0 100 time (ms) a p p li e d c u rr e n t (m ic ro A m p e re ) no spike no spike Class 2 Periodic Spike

0 500 1000 1500 2000 2500

-60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40

time (ms ) 28 s pikes/1200 ms Class 1

res t s tate s pike s tate (b) (b) (a)


(23)

dengan nilai Iapp sekitar 50 µA hingga

-150 µA.

Kedua keadaan diatas, yaitu ketika kedua tipe diberi arus terapan yang berubah terhadap waktu (baik bertambah maupun berkurang) yang artinya bahwa kedua tipe propagasi tersebut memiliki perbedaan dalam sistem dinamiknya. Hal yang harus digaris bawahi adalah, parameter yang diubah pada pendekatan numerik ini hanya parameter-parameter yang berkaitan dengan nilai arus terapan. Jika parameter-parameter diluar arus terapan divariasikan nilainya, maka akan menghasilkan pola propagasi dan sistem dinamik yang berbeda.

4.1.3 Solusi numerik dengan arus terapan AC bergantung waktu

Nilai parameter Iapp dapat

divariasikan bedasarkan karakteristik dari tiap-tiap sel pada jaringan saraf. Pada sub bab ini, akan digunakan suatu nilai arus terapan yang bergantung terhadap waktu I(t) dan nilainya selalu berubah. Parameter yang digunakan ini adalah nilai Iapp dengan fungsi masukan berupa

nilai arus AC (alternating current) yang dapat dilihat pada persamaan (38).

$(X) = $z {sin (~X) + $ a∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (38)

Dengan mengganti fungsi I(t) pada persamaan (37) dengan persamaan (38), maka arus terapan pada model akan berupa arus AC yang nilainya menunjukan suatu hubungan sinusoidal terhadap waktu. Parameter Imax dan Iinit

memiliki arti fisis yang sama dengan fungsi arus DC bergantung waktu pada sub bab sebelumnya, sedangkan parameter yang berbeda adalah ω yang merupakan nilai frekuensi masukan pada sinyal arus AC yang diterapkan pada model.

Dengan memasukan nilai Imax ,

Iinit dan ω pada tipe 1 dan 2, maka

dihasilkan suatu propagasi saraf seperti Gambar 25.

(a)

(b)

Gambar 25. Propagasi saraf dengan fungsi arus terapan AC.(a) tipe 1.(b) tipe

2.

nilai paramer untuk tipe 1 adalah Imax = 8

mV, Iinit =50 mA dan ω = 0.011 s -1

, Sedangkan untuk tipe 2 adalah Imax =10

mV, Iinit = 55 mA dan ω = 0.0016 s -1

. Pengaruh adanya masukan arus AC pada kedua tipe propagasi menyebakan perubahan mekanisme sistem dinamik pada masing-masing tipe propagasi. Tipe 1 merupakan propagasi saraf yang dapat mengalami eksitasi saat arus yang diterapkan berada pada frekuensi yang rendah sedangkan pada tipe 2 relatif sedikit lebih tinggi untuk mengalami eksitasi dan memiliki pita frekuensi eksitasi tertentu. Jika dilihat

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms) m em br an e Vo lta ge (m V)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -10 0 10 time (ms) ap pl ie d cu rr en t ( AC )

Class 1 excitability with applied AC current

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms) m em br an e vo lta ge (m V)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -20 0 20 time (ms) ap pl ie d cu rr en t (( m ik cr oA m pe re )


(24)

hasil pada Gambar 25., saat nilai arus definit positif, pada tipe 1 maupun 2 mengalami eksitasi. Perbedaan pada kedua tipe propagasi ini terletak pada saat nilai arus masukan bernilai negatif. Pada tipe 1, meskipun nilai arus masukan memasuki negatif, eksitasi masih dapat terjadi tetapi mengalami penurunan frekuensi eksitasi (spike frequence) dibandingkan saat nilai arus adalah positif. Hal yang berbeda terjadi pada tipe 2. Saat nilai arus negatif, pada tipe 2 tidak terjadi eksitasi sama sekali. Ini berkaitan dengan karakteristik dari propagasi tipe 2, karena pada tipe ini saraf cenderung harus diterapkan oleh nilai arus yang lebih tinggi dengan pita frekuensi eksitasi yang lebih sempit (spesifik).17

Agar lebih memahami fenomena ini, pada tiap tipe 1 dan 2 diperlakukan suatu variasi nilai ω. Nilai ω

menunjukkan besar kecilnya frekuensi arus listrik masukan AC pada saraf. Nilai variasi ω dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Variasi nilai ω terhadap bentuk propagasi saraf

Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 26., pada propagasi tipe 1, semakin besar nilai ω, perubahan frekuensi spike tidak terlalu besar namun terdapat perubahan fase propagasi menuju stabil. Sedangkan pada tipe 2, perubahan nilai ω yang semakin besar, sangat terlihat perubahan yang signifikan. Pada nilai ω=0.016, tipe 2 melakukan burst, saat nilainya dinaikan menjadi 0.056, propagasi burst menghilang dan menjadi suatu tonic spiking. Saat nilai ω

dinaikan lagi menjadi 0.106, peristiwa burst kembali muncul dan saat ω

bernilai 0.206 propagasi kembali stabil (regular spiking).

Dapat disimpulkan bahwa pada tipe 1, kenaikan nilai ω cenderung tidak mengubah bentuk propagasi saraf (neural properties) hanya mengubah keteraturan propagasi saraf dilihat dari fase propagasi tiap eksitasi (spike) hingga mencapai kestabilan. Sedangkan pada tipe 2, perubahan (kenaikan) nilai ω dapat mengubah bentuk propagasi saraf baik itu berupa spike atau burst secara berulang. 4.2 Analisis Sistem Dinamik Propagasi Saraf

Langkah terakhir dari analisis kualitatif suatu sistem dinamik adalah analisis bifurkasi. Suatu sistem dinamik dikatakan mengalami bifurkasi alamiah ketika ruang fasenya memiliki karakteristik perubahan secara kualitatif.3 Perubahan secara kualitatif adalah perubahan karakteristik sistem dinamik saat ada atau tidak ada dalam keadaan dinamik. Suatu sel saraf berada pada keadaan ada atau tidak dinamik bergantung pada kondisi awal dan parameter alamiah yang berkaitan dengan saraf tersebut. Dalam hal ini yang paling terlihat jelas adalah parameter potensial membran.

Bifurkasi merupakan proses perubahan titik keseimbangan (equilibrium) baik jenis maupun jumlah akibat adanya perubahan parameter yang terkandung pada suatu persamaan.7 Dalam hal ini parameter dan persamaan yang dimaksud terangkum dalam sutau model saraf. Model yang digunakan adalah model ML dengan parameter

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-50 0 50

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-50 0 50

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-50 0 50

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-50 0 50

omega 0.011

0.051

0.101

0.201

Class 1 Excitability

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-50 0 50

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-100 -50 0 50

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-100 -50 0 50

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

-100 -50 0 50

omega 0.016

0.056

0.106

0.206

Class 2 Excitability

ω


(1)

t =[]; V1 =[]; w1 =[]; V2=[]; w2=[]; V1(1)=-40; V2(1)=0; %initial value of membrane Potential

w1(1)=0; w2(1)=0; %initial value of recovery variable

tau = dt; %timespan (cacahan) t(1)= 0;

for k=1:n

t(k+1)=t(k)+tau;

k1v1=tau*feval(mrva1, t(k), V1(k), w1(k), V2(k));

k1v2=tau*feval(mrva2, t(k), V2(k), w2(k), V1(k));

k1w1=tau*feval(mrwa1, t(k), V1(k), w1(k)); k1w2=tau*feval(mrwa2, t(k), V2(k), w2(k)); k2v1=tau*feval(mrva1, t(k)+tau/2,

V1(k)+k1v1/2, w1(k)+k1w1/2, V2(k)+k1v1/2); k2v2=tau*feval(mrva2, t(k)+tau/2,

V2(k)+k1v2/2, w2(k)+k1w2/2, V1(k)+k1v2/2); k2w1=tau*feval(mrwa1, t(k)+tau/2, V1(k)+k1v1/2, w1(k)+k1w1/2); k2w2=tau*feval(mrwa2, t(k)+tau/2, V2(k)+k1v2/2, w2(k)+k1w2/2); k3v1=tau*feval(mrva1, t(k)+tau/2,

V1(k)+k2v1/2, w1(k)+k2w1/2, V2(k)+k2v1/2); k3v2=tau*feval(mrva2, t(k)+tau/2,

V2(k)+k2v2/2, w2(k)+k2w2/2, V1(k)+k2v2/2); k3w1=tau*feval(mrwa1, t(k)+tau/2, V1(k)+k2v1/2, w1(k)+k2w1/2); k3w2=tau*feval(mrwa2, t(k)+tau/2, V2(k)+k2v2/2, w2(k)+k2w2/2); k4v1=tau*feval(mrva1, t(k)+tau,

V1(k)+k3v1/2, w1(k)+k3w1, V2(k)+k3v1/2); k4v2=tau*feval(mrva2, t(k)+tau,

V2(k)+k3v2/2, w2(k)+k3w2, V1(k)+k3v2/2); k4w1=tau*feval(mrwa1, t(k)+tau, V1(k)+k3v1/2, w1(k)+k3w1); k4w2=tau*feval(mrwa2, t(k)+tau, V2(k)+k3v2/2, w2(k)+k3w2);

V1(k+1)=V1(k)+(k1v1+ 2*k2v1+ 2*k3v1+ k4v1)/6;

V2(k+1)=V2(k)+(k1v2+ 2*k2v2+ 2*k3v2+ k4v2)/6;

w1(k+1)=w1(k)+(k1w1+ 2*k2w1+ 2*k3w1+ k4w1)/6;

w2(k+1)=w2(k)+(k1w2+ 2*k2w2+ 2*k3w2+ k4w2)/6;

end

Untuk n=3

function

[t,V1,w1,V2,w2,V3,w3]=classcoupled3(mrva1, mrwa1,mrva2,mrwa2,mrva3,mrwa3,dt,n)

t =[]; V1 =[]; w1 =[]; V2=[]; w2=[]; V3=[]; w3=[];

V1(1)=0; V2(1)=0; V3(1)=0; %initial value of membrane Potential

w1(1)=0; w2(1)=0; w3(1)=0; %initial value of recovery variable

tau = dt; %timespan (cacahan) t(1)= 0;

for k=1:n

t(k+1)=t(k)+tau;

k1v1=tau*feval(mrva1, t(k), V1(k), w1(k), V2(k), V3(k));

k1v2=tau*feval(mrva2, t(k), V2(k), w2(k), V1(k), V3(k));

k1v3=tau*feval(mrva3, t(k), V3(k), w3(k), V1(k), V2(k));

k1w1=tau*feval(mrwa1, t(k), V1(k), w1(k)); k1w2=tau*feval(mrwa2, t(k), V2(k), w2(k)); k1w3=tau*feval(mrwa3, t(k), V3(k), w3(k)); k2v1=tau*feval(mrva1, t(k)+tau/2,

V1(k)+k1v1/2, w1(k)+k1w1/2, V2(k)+k1v1/2, V3(k)+k1v1/2);

k2v2=tau*feval(mrva2, t(k)+tau/2,

V2(k)+k1v2/2, w2(k)+k1w2/2, V1(k)+k1v2/2, V3(k)+k1v2/2);

k2v3=tau*feval(mrva2, t(k)+tau/2,

V3(k)+k1v3/2, w3(k)+k1w3/2, V1(k)+k1v3/2, V2(k)+k1v2/2);

k2w1=tau*feval(mrwa1, t(k)+tau/2, V1(k)+k1v1/2, w1(k)+k1w1/2); k2w2=tau*feval(mrwa2, t(k)+tau/2, V2(k)+k1v2/2, w2(k)+k1w2/2); k2w3=tau*feval(mrwa3, t(k)+tau/2, V3(k)+k1v3/2, w3(k)+k1w3/2); k3v1=tau*feval(mrva1, t(k)+tau/2,

V1(k)+k2v1/2, w1(k)+k2w1/2, V2(k)+k2v1/2, V3(k)+k2v1/2);

k3v2=tau*feval(mrva2, t(k)+tau/2,

V2(k)+k2v2/2, w2(k)+k2w2/2, V1(k)+k2v2/2, V3(k)+k2v2/2);

k3v3=tau*feval(mrva3, t(k)+tau/2,

V3(k)+k2v3/2, w3(k)+k2w3/2, V1(k)+k2v3/2, V2(k)+k2v3/2);

k3w1=tau*feval(mrwa1, t(k)+tau/2, V1(k)+k2v1/2, w1(k)+k2w1/2); k3w2=tau*feval(mrwa2, t(k)+tau/2, V2(k)+k2v2/2, w2(k)+k2w2/2);


(2)

k3w3=tau*feval(mrwa3, t(k)+tau/2, V3(k)+k2v3/2, w3(k)+k2w3/2); k4v1=tau*feval(mrva1, t(k)+tau,

V1(k)+k3v1/2, w1(k)+k3w1, V2(k)+k3v1/2, V3(k)+k3v1/2);

k4v2=tau*feval(mrva2, t(k)+tau,

V2(k)+k3v2/2, w2(k)+k3w2, V1(k)+k3v2/2, V3(k)+k3v2/2);

k4v3=tau*feval(mrva3, t(k)+tau,

V3(k)+k3v3/2, w3(k)+k3w3, V1(k)+k3v3/2, V2(k)+k3v3/2);

k4w1=tau*feval(mrwa1, t(k)+tau, V1(k)+k3v1/2, w1(k)+k3w1); k4w2=tau*feval(mrwa2, t(k)+tau, V2(k)+k3v2/2, w2(k)+k3w2); k4w3=tau*feval(mrwa3, t(k)+tau, V3(k)+k3v3/2, w3(k)+k3w3);

V1(k+1)=V1(k)+(k1v1+ 2*k2v1+ 2*k3v1+ k4v1)/6;

V2(k+1)=V2(k)+(k1v2+ 2*k2v2+ 2*k3v2+ k4v2)/6;

V3(k+1)=V3(k)+(k1v3+ 2*k2v3+ 2*k3v3+ k4v3)/6;

w1(k+1)=w1(k)+(k1w1+ 2*k2w1+ 2*k3w1+ k4w1)/6;

w2(k+1)=w2(k)+(k1w2+ 2*k2w2+ 2*k3w2+ k4w2)/6;

w3(k+1)=w3(k)+(k1w3+ 2*k2w3+ 2*k3w3+ k4w3)/6;

end

Untuk n=4

function

[t,V1,w1,V2,w2,V3,w3,V4,w4]=classcoupled4( mrva1,mrwa1,mrva2,mrwa2,mrva3,mrwa3,mrv a4,mrwa4,dt,n)

t =[]; V1 =[]; w1 =[]; V2=[]; w2=[]; V3=[]; w3=[]; V4=[]; w4=[];

V1(1)=0; V2(1)=0; V3(1)=0;

V4(1)=0;%initial value of membrane Potential w1(1)=0; w2(1)=0; w3(1)=0;

w4(1)=0;%initial value of recovery variable tau = dt; %timespan (cacahan)

t(1)= 0; for k=1:n

t(k+1)=t(k)+tau;

k1v1=tau*feval(mrva1, t(k), V1(k), w1(k), V2(k), V3(k), V4(k));

k1v2=tau*feval(mrva2, t(k), V2(k), w2(k), V1(k), V3(k), V4(k));

k1v3=tau*feval(mrva3, t(k), V3(k), w3(k), V1(k), V2(k), V4(k));

k1v4=tau*feval(mrva3, t(k), V4(k), w4(k), V1(k), V2(k), V3(k));

k1w1=tau*feval(mrwa1, t(k), V1(k), w1(k)); k1w2=tau*feval(mrwa2, t(k), V2(k), w2(k)); k1w3=tau*feval(mrwa3, t(k), V3(k), w3(k)); k1w4=tau*feval(mrwa4, t(k), V4(k), w4(k)); k2v1=tau*feval(mrva1, t(k)+tau/2,

V1(k)+k1v1/2, w1(k)+k1w1/2, V2(k)+k1v1/2, V3(k)+k1v1/2, V4(k)+k1v1/2);

k2v2=tau*feval(mrva2, t(k)+tau/2,

V2(k)+k1v2/2, w2(k)+k1w2/2, V1(k)+k1v2/2, V3(k)+k1v2/2, V4(k)+k1v2/2);

k2v3=tau*feval(mrva3, t(k)+tau/2,

V3(k)+k1v3/2, w3(k)+k1w3/2, V1(k)+k1v3/2, V2(k)+k1v3/2, V4(k)+k1v3/2);

k2v4=tau*feval(mrva4, t(k)+tau/2,

V4(k)+k1v4/2, w4(k)+k1w4/2, V1(k)+k1v4/2, V2(k)+k1v4/2, V3(k)+k1v4/2);

k2w1=tau*feval(mrwa1, t(k)+tau/2, V1(k)+k1v1/2, w1(k)+k1w1/2); k2w2=tau*feval(mrwa2, t(k)+tau/2, V2(k)+k1v2/2, w2(k)+k1w2/2); k2w3=tau*feval(mrwa3, t(k)+tau/2, V3(k)+k1v3/2, w3(k)+k1w3/2); k2w4=tau*feval(mrwa4, t(k)+tau/2, V4(k)+k1v4/2, w4(k)+k1w4/2); k3v1=tau*feval(mrva1, t(k)+tau/2,

V1(k)+k2v1/2, w1(k)+k2w1/2, V2(k)+k2v1/2, V3(k)+k2v1/2, V4(k)+k2v1/2);

k3v2=tau*feval(mrva2, t(k)+tau/2,

V2(k)+k2v2/2, w2(k)+k2w2/2, V1(k)+k2v2/2, V3(k)+k2v2/2, V4(k)+k2v2/2);

k3v3=tau*feval(mrva3, t(k)+tau/2,

V3(k)+k2v3/2, w3(k)+k2w3/2, V1(k)+k2v3/2, V2(k)+k2v3/2, V4(k)+k2v3/2);

k3v4=tau*feval(mrva4, t(k)+tau/2,

V4(k)+k2v4/2, w4(k)+k2w4/2, V1(k)+k2v3/2, V2(k)+k2v3/2, V3(k)+k2v3/2);

k3w1=tau*feval(mrwa1, t(k)+tau/2, V1(k)+k2v1/2, w1(k)+k2w1/2); k3w2=tau*feval(mrwa2, t(k)+tau/2, V2(k)+k2v2/2, w2(k)+k2w2/2); k3w3=tau*feval(mrwa3, t(k)+tau/2, V3(k)+k2v3/2, w3(k)+k2w3/2); k3w4=tau*feval(mrwa4, t(k)+tau/2, V4(k)+k2v4/2, w4(k)+k2w4/2); k4v1=tau*feval(mrva1, t(k)+tau,

V1(k)+k3v1/2, w1(k)+k3w1, V2(k)+k3v1/2, V3(k)+k3v1/2, V4(k)+k3v1/2);

k4v2=tau*feval(mrva2, t(k)+tau,

V2(k)+k3v2/2, w2(k)+k3w2, V1(k)+k3v2/2, V3(k)+k3v2/2, V4(k)+k3v2/2);


(3)

k4v3=tau*feval(mrva3, t(k)+tau,

V3(k)+k3v3/2, w3(k)+k3w3, V1(k)+k3v3/2, V2(k)+k3v3/2, V4(k)+k3v3/2);

k4v4=tau*feval(mrva4, t(k)+tau,

V4(k)+k3v4/2, w4(k)+k3w4, V1(k)+k3v3/2, V2(k)+k3v3/2, V3(k)+k3v3/2);

k4w1=tau*feval(mrwa1, t(k)+tau, V1(k)+k3v1/2, w1(k)+k3w1); k4w2=tau*feval(mrwa2, t(k)+tau, V2(k)+k3v2/2, w2(k)+k3w2); k4w3=tau*feval(mrwa3, t(k)+tau, V3(k)+k3v3/2, w3(k)+k3w3); k4w4=tau*feval(mrwa4, t(k)+tau, V4(k)+k3v4/2, w4(k)+k3w4);

V1(k+1)=V1(k)+(k1v1+ 2*k2v1+ 2*k3v1+ k4v1)/6;

V2(k+1)=V2(k)+(k1v2+ 2*k2v2+ 2*k3v2+ k4v2)/6;

V3(k+1)=V3(k)+(k1v3+ 2*k2v3+ 2*k3v3+ k4v3)/6;

V4(k+1)=V4(k)+(k1v4+ 2*k2v4+ 2*k3v4+ k4v4)/6;

w1(k+1)=w1(k)+(k1w1+ 2*k2w1+ 2*k3w1+ k4w1)/6;

w2(k+1)=w2(k)+(k1w2+ 2*k2w2+ 2*k3w2+ k4w2)/6;

w3(k+1)=w3(k)+(k1w3+ 2*k2w3+ 2*k3w3+ k4w3)/6;

w4(k+1)=w4(k)+(k1w4+ 2*k2w4+ 2*k3w4+ k4w4)/6;

end

subplot(2,2,1); plot(t,V1,'-r'); hold on; plot(t,V2,'-g'); hold on; plot(t,V3,'-b'); hold on; plot(t,V4,'-y'); %tau=[0:1:1800]; %alpha=0.056; %Im=5; %Im=10;

%Iapp=Im*alpha*tau; %Iapp=Im*sin(alpha*tau); %plot(t,V2,'-g');

%figure subplot(2,2,2) plot (V1,w1,'-r'); hold on;

plot (V2,w2,'-g');

hold on

plot (V3,w3,'-b'); hold on;

plot (V4,w4,'-y'); subplot(2,2,4) plot3 (V1,w1,t,'-r'); hold on;

plot3 (V2,w2,t,'-g'); hold on;

plot3 (V3,w3,t,'-b'); hold on;

plot3 (V4,w4,t,'-y'); subplot(2,2,3); tau=[0:1:1000]; alpha=0.016; %Im=8; Im=10;

%Iapp=Im*alpha*tau; Iapp=Im*sin(alpha*tau)+55; plot(tau,Iapp);

%CopyRight of Adam Sukma Putra

%[t,V1,w1,V2,w2,V3,w3,V4,w4]=classcoupled 4(@mrva1,@mrwa1,@mrva2,@mrwa2,@mrva 3,@mrwa3,@mrva4,@mrwa4,dt,n)

Lampiran 9. Program untuk saraf 1,2,3,

dan 4

Saraf 1

function mrva1=mrva1(t,V1,w1,V2,V3,V4) C=20; %membrane capacitance (mikroFarad/cm^2)

%Iapp=-14; %applied dc contant current (microAmpere/cm^2)

%I=50; %class I %I for once spike I=40 mikroVolt

I=55; %class II %I for once spike I=50 mikroVolt

%omega=0; %no AC current %omega=0.011; %class I omega=0.016; %class II %Im=8; %class I Im=10; %class II

Iapp=Im*sin(omega*t)+I; %injection AC current

%Iapp=Im*omega*t; %injection DC current

%Synchronization parameter Vc=2;


(4)

g12=1.25; g13=0.5; g14=0.5; teta=-40; lamb=0.01; c12=1; c13=1; c14=0; %if V2>teta % c=1; %else % c=1; %end

H12=1/(1+exp(lamb*(V2-teta))); H13=1/(1+exp(lamb*(V3-teta))); H14=1/(1+exp(lamb*(V4-teta)));

Isyn1=-(V1-Vc)*(g12*c12*H12+g13*c13*H13+g14*c14* H14);

Va=-1.2; %in mV Vb=18; %in mV

%reamaining parameter

VCa=120; %initial value of Ca channel potential (mV)

VK=-80; %initial value of K channel potential (mV)

VL=-60; %initial value of Leakage channel potential (mV)

gCa=4; %initial value of CaCahnnel conductance (mS/cm^2)

gK=8; %initial value of K channel conductance (mS/cm^2)

gL=2; %initial value of Leak channel conductance (mS/cm^2)

%remaining variable

ICa=gCa*(0.5*(1+tanh((V1-Va)/Vb)))*(V1-VCa);

IK=gK*w1*(V1-VK); IL=gL*(V1-VL);

mrva1=(-ICa-IK-IL+Iapp+Isyn1)/C;

function mrwa1=mrwa1(t,V1,w1) psi=1/15; %in s^-1

Vd=17.4; %in mV %Vc=4.6; %critical point

%Vc=12; %Class I Vc=2; %Class II %Vc=18; %Resonator %Vc=-3; %Integrator

mrwa1=(0.5*(1+tanh((V1-Vc)/Vd))-w1)*(psi)*cosh((V1-Vc)/(2*Vd));

Saraf 2

function mrva2=mrva2(t,V2,w2,V1,V3,V4)

%Synchronization parameter Vc=2;

g21=0.25; g23=0.5; g24=0.5; teta=-40; lamb=0.01; c21=1; c23=1; c24=0; %if V1>teta % c=1; %else % c=1; %end

H21=1/(1+exp(lamb*(V1-teta))); H23=1/(1+exp(lamb*(V3-teta))); H24=1/(1+exp(lamb*(V4-teta)));

Isyn2=-(V2-Vc)*(g21*c21*H21+g23*c23*H23+g24*c24* H24);

%remaining variable

ICa=gCa*(0.5*(1+tanh((V2-Va)/Vb)))*(V2-VCa);

IK=gK*w2*(V2-VK); IL=gL*(V2-VL);

mrva2=(-ICa-IK-IL+Iapp+Isyn2)/C;

function mrwa2=mrwa2(t,V2,w2) psi=1/15; %in s^-1

Vd=17.4; %in mV %Vc=4.6; %critical point %Vc=12; %Class I Vc=2; %Class II %Vc=18; %Resonator %Vc=-3; %Integrator


(5)

mrwa2=(0.5*(1+tanh((V2-Vc)/Vd))-w2)*(psi)*cosh((V2-Vc)/(2*Vd));

Saraf 3

function mrva3=mrva3(t,V3,w3,V1,V2,V4) %Synchronization parameter

Vc=2; g31=0.5; g32=0.5; g34=1.25; teta=-40; lamb=0.01; c31=1; c32=0; c34=1; %if V2>teta % c=1; %else % c=1; %end

H31=1/(1+exp(lamb*(V1-teta))); H32=1/(1+exp(lamb*(V2-teta))); H34=1/(1+exp(lamb*(V4-teta)));

Isyn3=-(V3-Vc)*(g31*c31*H31+g32*c32*H32+g34*c34* H34);

%remaining variable

ICa=gCa*(0.5*(1+tanh((V3-Va)/Vb)))*(V3-VCa);

IK=gK*w3*(V3-VK); IL=gL*(V3-VL);

mrva3=(-ICa-IK-IL+Iapp+Isyn3)/C;

function mrwa3=mrwa3(t,V3,w3) psi=1/15; %in s^-1

Vd=17.4; %in mV %Vc=4.6; %critical point %Vc=12; %Class I Vc=2; %Class II %Vc=18; %Resonator %Vc=-3; %Integrator

mrwa3=(0.5*(1+tanh((V3-Vc)/Vd))-w3)*(psi)*cosh((V3-Vc)/(2*Vd));

Saraf 4

function mrva4=mrva4(t,V4,w4,V2,V3,V1) %Synchronization parameter

Vc=2; g41=0.5; g42=0.5; g43=0.25; teta=-40; lamb=0.01; c41=1; c42=0; c43=1; %if V2>teta % c=1; %else % c=1; %end

H41=1/(1+exp(lamb*(V1-teta))); H42=1/(1+exp(lamb*(V2-teta))); H43=1/(1+exp(lamb*(V3-teta)));

Isyn4=-(V4-Vc)*(g41*c41*H41+g42*c42*H42+g43*c43* H43);

%remaining variable

ICa=gCa*(0.5*(1+tanh((V4-Va)/Vb)))*(V4-VCa);

IK=gK*w4*(V4-VK); IL=gL*(V4-VL);

mrva4=(-ICa-IK-IL+Iapp+Isyn4)/C; function mrwa4=mrwa4(t,V4,w4) psi=1/15; %in s^-1

Vd=17.4; %in mV %Vc=4.6; %critical point %Vc=12; %Class I Vc=2; %Class II %Vc=18; %Resonator %Vc=-3; %Integrator

mrwa4=(0.5*(1+tanh((V4-Vc)/Vd))-w4)*(psi)*cosh((V4-Vc)/(2*Vd));


(6)

No.

Simbol

Satuan

Keterangan

1

V

mV

Potensial membran sel saraf

2

W

mV

Parameter pemulihan (depolarisasi saraf) yang berkaitan

dengan normalisasi ion K

+

3

M

(V) dan W

(V)

-

Parameter fungsi konduksi, fungsi probabilitas keadaan

terbuka dan tertutupnya saluran ionik yang sebanding

dengan distribusi boltzman

4

τ

ω

(V)

-

Fungsi waktu terbuka saluranK

+

.

5

V

1

, dan V

3

mV

Nilai tengah saat arus ionic Ca

2+

dan K

+

ada pada keadaan

setengah teraktivasi (half activated)

6

V

2

mV

Konstanta potensial yang bertanggung jawab kepada

loncatan potensial saat aktivasi

7

V

4

mV

Faktor kemiringan dari laju aktivasi ion K

+

8

ø

s

-1

Skala waktu proses pemulihan

9

I

Ca

,I

K

, dan I

L

µA

Arus ion Ca

+

, K

+

, dan leak current

10

g

Ca

, g

K

, dan g

L

mS/cm

2

Nilai konduktansi membran

11

I

app

µA

Arus listrik terapan pada membran

12

C

µF/cm

2

Kapasitansi membran sel saraf

13

I

init

µA

Nilai arus saat t=0

14

I

max

µA

Nilai penambahan (gradien) arus maksimum tiap detik

15

α

s

-1

Penambahan yang bertanggung jawab atas besar kecilnya

laju perubahan arus DC bergantung waktu

16

ω

s

-1

Merupakan nilaifrekuensi masukan pada sinyal arus AC

17

ε

mS/cm

2

Kekuatan kopling

18

g

ij

-

Fungsi kopling

19

σ

-

Pengaturan laju kekuatan koling

20

θ

j

mV

Potensial ambang tiap sel saraf ke-j

21

V

s

mV

Potensial pembalik dengan jenis hubungan sinaptik

inhibitory

22

h

ij

-

Fungsi

Heaviside

yang menentukan apakah antara kedua

saraf terhubung atau tidak

23

I

syn

µA

Fungsi arus sinaptik

24

J

Jacobian matriks

25

λ

Nilai eigen