Nilai Ekonomi Penggunaan Trichoderma harzianum dalam Pengelolaan Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada Sayuran Kubis-Kubisan di Daerah Puncak, Cianjur

NILAI EKONOMI PENGGUNAAN Trichoderma harzianum
DALAM PENGELOLAAN PENYAKIT AKAR GADA
(Plasmodiophora brassicae Wor.) PADA SAYURAN
KUBIS-KUBISAN DI DAERAH PUNCAK, CIANJUR

SANDY SETIAWAN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
 

ABSTRAK

SANDY SETIAWAN. Nilai Ekonomi Penggunaan Trichoderma harzianum
dalam Pengelolaan Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada
Sayuran Kubis-Kubisan di Daerah Puncak, Cianjur. Dibimbing oleh ALI
NURMANSYAH dan AUNU RAUF.
Penyakit akar gada merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman

kubis-kubisan yang disebabkan oleh cendawan Plasmodiophora brassicae Wor.
Cendawan tersebut merupakan patogen tular tanah dan dapat bertahan sangat lama
di dalam tanah meskipun tidak terdapat tumbuhan inang di sekitar tanah
terinfestasi. Berbagai upaya pengendalian telah banyak dilaporkan untuk
mengurangi serangan P. brassicae, salah satunya ialah dengan memanfaatkan
mikroorganisme antagonis T. harzianum. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
nilai ekonomi dari penggunaan T. harzianum dalam mengendalikan penyakit akar
gada (P. brassicae Wor.) pada petani kubis-kubisan di daerah Puncak, Cianjur.
Metode yang dilakukan ialah dengan wawancara langsung menggunakan daftar
pertanyaan terstruktur terhadap petani brokoli, kubis kol, dan pak choy di dua
kecamatan Kabupaten Cianjur, yaitu Kecamatan Cipanas (Desa Cimacan dan
Sindang Jaya) dan Kecamatan Pacet (Desa Cipendawa dan Sukatani). Responden
berjumlah 42 orang petani, terdiri atas 12 orang petani pengguna T. harzianum
(petani Trichoderma) dan 30 orang petani bukan pengguna T. harzianum (petani
non-Trichoderma). Tingkat serangan penyakit akar gada pertanaman kubiskubisan yang dikelola oleh petani menunjukkan bahwa petani Trichoderma lebih
rendah dibandingkan dengan petani non-Trichoderma. Berdasarkan data hasil
panen, penerimaan, dan keuntungan yang diperoleh, petani Trichoderma lebih
tinggi dibandingkan dengan petani non-Trichoderma. Analisis ekonomi rata-rata
total nisbah manfaat-biaya (B/C ratio) menunjukkan bahwa petani Trichoderma
memperoleh nilai lebih tinggi (2.39) dibandingkan dengan petani nonTrichoderma (1.11). Ini membuktikan bahwa penggunaan T. harzianum di

pertanaman kubis-kubisan mempunyai manfaat yang besar untuk mengurangi
tingkat serangan penyakit akar gada, serta meningkatkan hasil panen dan ekonomi
petani sayuran kubis-kubisan.
Kata kunci:

Ekonomi, Trichoderma harzianum, Plasmodiophora brassicae,
kubis-kubisan.

NILAI EKONOMI PENGGUNAAN Trichoderma harzianum
DALAM PENGELOLAAN PENYAKIT AKAR GADA
(Plasmodiophora brassicae Wor.) PADA SAYURAN
KUBIS-KUBISAN DI DAERAH PUNCAK, CIANJUR

SANDY SETIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul :

Nilai Ekonomi Penggunaan Trichoderma harzianum dalam
Pengelolaan Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae Wor.)
pada Sayuran Kubis-Kubisan di Daerah Puncak, Cianjur

Nama :

Sandy Setiawan

NRP

: A34062697


Disetujui
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si

Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc

NIP. 19630212 199002 1 001

NIP. 19500622 197703 1 001

Diketahui
Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc
NIP. 19640204 199002 1 002


Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Sandy Setiawan, dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 27 Februari 1988. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara
pasangan Lego Priyanto dan Iyan Rosmiati.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar hingga menegah atas di
Bekasi. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di SDN Teluk Angsan II pada
tahun 2000. Pendidikan menengah penulis tempuh di SLTP Negeri 3 Bekasi, lulus
pada tahun 2003. Pendidikan kemudian dilanjutkan di SMA Negeri 1 Bekasi
selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan di
IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2006,
dan pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi, penulis aktif di
organisasi. Pada tahun 2007 - 2008, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB sebagai wakil ketua umum. Pada tahun 2009
- 2010, penulis aktif sebagai Ketua Panitia Fieldtrip Mahasiswa Proteksi Tanaman
dan Ketua Biro Pengawas Angkatan (BPA) Mahasiswa Proteksi Tanaman IPB.

Pada tahun 2010, penulis pernah mengikuti kepanitiaan Lokakarya Wereng Coklat
yang diadakan oleh IPB dan Seminar Nasional VI Perhimpunan Entomologi
Indonesia Cabang Bogor.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Nilai
Ekonomi Penggunaan Trichoderma harzianum dalam Pengelolaan Penyakit Akar
Gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada Sayuran Kubis-Kubisan di Daerah
Puncak, Cianjur”. Penyusunan ini dilakukan berdasarkan atas penelitian yang
telah penulis lakukan pada bulan Maret hingga Mei 2011 di Kecamatan Cipanas
dan Pacet, Kabupaten Cianjur.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si dan
Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc atas bimbingan, nasihat, dan motivasi yang telah
diberikan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian hingga penyusunan
skripsi ini, Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti M.Agr selaku dosen penguji tamu pada
sidang skripsi yang berkenan memberikan saran dan kritik yang membangun, Ir.
Djoko Prijono, MAgrSc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis menjadi mahasiswa di

Departemen Proteksi Tanaman (DPT), dan juga dosen-dosen komisi pendidikan
yang telah memberikan masukan dan dorongan secara moril agar penulis segera
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua khususnya
almarhumah ibu Iyan Rosmiati atas segala perhatian, motivasi, dan doa yang
selalu tercurah kepada penulis hingga akhir hayatnya. Ucapan terimakasih juga
penulis ucapkan kepada kakak-adik (Defu Fuad Hasan dan Putri Damayanti)
yang selalu memberikan semangat dan nasihat kepada penulis. Terima kasih
kepada Juni Ermawati yang selalu memberikan dorongan semangat di saat susah.
Terima kasih kepada sahabat-sahabat mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman
IPB atas semangat dan inspirasi yang diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini, serta rekan-rekan DPT lainnya (angkatan
42, 43, 44, dan 45) yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih kepada
Pak Saodik, Pak Wawan, Pak Edi, Pak Usa, Pak Dadang, Pak Yusuf, dan semua
pegawai di Departemen Proteksi Tanaman yang juga telah banyak membantu
memberikan masukan kepada penulis. Terakhir tidak lupa penulis ucapkan
terimakasih kepada para petani kubis-kubisan di Kabupaten Cianjur yang bersedia
menyempatkan waktu untuk diwawancarai oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan merupakan suatu karya tulis
ilmiah yang sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan masukan berupa

kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis maupun para pembacanya.
Bogor, September 2011
Penulis 

vii 
 

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................


x

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang ........................................................................................

1

Tujuan Penelitian ...................................................................................

3

Manfaat Penelitian ..................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................


4

Famili Kubis-Kubisan .............................................................................

4

Permasalahan OPT .................................................................................

4

Plasmodiophora brassicae Wor. ............................................................

5

Trichoderma spp. ....................................................................................

7

Analisis Usahatani ...................................................................................


8

BAHAN DAN METODE ..............................................................................

9

Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................

9

Metode Penelitian ...................................................................................

9

Pengumpulan Data ..........................................................................

9

Analisis Data ...........................................................................................

10

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................

11

Karakteristik Petani dan Praktek Budidaya ............................................

11

Permasalahan Penyakit Akar Gada .........................................................

15

Analisis Ekonomi ....................................................................................

17

Analisis Sosial .........................................................................................

20

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................

23

Kesimpulan .............................................................................................

23

Saran ........................................................................................................

23

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

24

LAMPIRAN ...................................................................................................

27

vii 
 

DAFTAR TABEL

Nomor
1.
2.

3.

Halaman
Rata-rata dan simpangan baku luas lahan yang diusahakan petani
sayuran kubis-kubisan daerah Puncak, Cianjur ................................

14

Rata-rata dan simpangan baku tingkat serangan penyakit akar gada
pada tanaman kubis- kubisan yang diaplikasi dengan dan tanpa
penggunaan T. harzianum. ................................................................

16

Rata-rata dan simpangan baku hasil panen pada tiga komoditas
sayuran kubis-kubisan antara petani pengguna dan bukan pengguna
T. harzianum. ....................................................................................

17

4.

Rata-rata dan simpangan baku penerimaan, biaya produksi, dan
keuntungan usahatani petani brokoli, kubis kol, dan pak choy dengan
dan tanpa penggunaan T. harzianum ............................................... 18

5.

Rata-rata dan simpangan baku penerimaan, biaya produksi, dan
keuntungan usahatani tanaman kubis-kubisan dengan dan tanpa
penggunaan T. harzianum. ................................................................

6.

19

Rata-rata dan simpangan baku nilai nisbah manfaat-biaya usahatani
tanaman kubis-kubisan dengan dan tanpa penggunaan T. harzianum 20

vii 
 

DAFTAR GAMBAR

Nomor
1
2
3
4
5.
6.
7.

Halaman
Sebaran tingkat pendidikan petani sayuran kubis-kubisan daerah
Puncak, Cianjur. ................................................................................

11

Sebaran usia petani sayuran kubis-kubisan derah Puncak,
Cianjur...............................................................................................

12

Sebaran pengalaman bertani petani sayuran kubis-kubisan daerah
Puncak, Cianjur .................................................................................

13

Pola tanam yang dilakukan petani sayuran kubis-kubisan daerah
Puncak, Cianjur .................................................................................

15

Gejala penyakit akar gada tanaman kubis-kubisan bagian atas
permukaan tanah (a) dan bagian akar (b) ..........................................

16

Keikutsertaan petani sayuran kubis-kubisan dalam kelompok tani
dan pelatihan Trichoderma ................................................................

21

Sebaran jumlah tanggungan keluarga petani sayuran kubis-kubisan
di daerah Puncak, Cianjur .................................................................

22

vii 
 

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
1
2
3.
4.
5.
6.

Halaman
Hasil analisis uji t statistik rata-rata total luas lahan yang
diusahakan petani Trichoderma dan non-Trichoderma.....................

27

Hasil analisis uji t statistik rata-rata total tingkat serangan penyakit
akar gada petani Trichoderma dan non-Trichoderma .......................

27

Hasil analisis uji t statistik rata-rata hasil panen komoditas brokoli
petani Trichoderma dan non-Trichoderma .....................................

28

Hasil analisis uji t statistik rata-rata hasil panen komoditas kubis
kol petani Trichoderma dan non-Trichoderma ................................

28

Hasil analisis uji t statistik rata-rata hasil panen komoditas pak choy
petani Trichoderma dan non-Trichoderma ......................................

28

Hasil analisis uji t statistik rata-rata penerimaan yang diperoleh
petani Trichoderma dan non-Trichoderma ......................................

29

7.

Hasil analisis uji t statistik rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan
petani Trichoderma dan non-Trichoderma ...................................... 29

8.

Hasil analisis uji t statistik rata-rata keuntungan yang diperoleh
petani Trichoderma dan non-Trichoderma ......................................

29

Hasil analisis uji t statistik rata-rata total nilai B/C ratio petani
Trichoderma dan non-Trichoderma ..................................................

30

Hasil analisis uji t statistik rata-rata penerimaan yang diperoleh
petani Trichoderma dan non-Trichoderma pada komoditas brokoli

30

9.
10.
11.

Hasil analisis uji t statistik rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan
petani Trichoderma dan non-Trichoderma pada komoditas brokoli .. 30

12.

Hasil analisis uji t statistik rata-rata keuntungan yang diperoleh
petani Trichoderma dan non-Trichoderma pada komoditas brokoli

31

Hasil analisis uji t statistik rata-rata penerimaan yang diperoleh
petani Trichoderma dan non-Trichoderma pada komoditas kubis
kol ....................................................................................................

31

13.

14.

Hasil analisis uji t statistik rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan
petani Trichoderma dan non-Trichoderma pada komoditas kubis
kol .................................................................................................... 31

15.

Hasil analisis uji t statistik rata-rata keuntungan yang diperoleh
petani Trichoderma dan non-Trichoderma pada komoditas kubis
kol ....................................................................................................

32

vii
xi 

 

16.

Hasil analisis uji t statistik rata-rata penerimaan yang diperoleh
petani Trichoderma dan non-Trichoderma pada komoditas pak
choy ..................................................................................................

32

17.

Hasil analisis uji t statistik rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan
petani Trichoderma dan non-Trichoderma pada komoditas pak choy 32

18.

Hasil analisis uji t statistik rata-rata keuntungan yang diperoleh
petani Trichoderma dan non-Trichoderma pada komoditas pak
choy ..................................................................................................

33

Gambar lahan pertanaman pak choy petani bukan pengguna
T. harzianum ....................................................................................

34

20.

Gambar lahan pertanaman pak choy petani pengguna T.harzianum

34

21.

Komponen usahatani biaya produksi petani pengguna T. harzianum

35

22.

Komponen usahatani penerimaan petani pengguna T.harzianum ....

36

23.

Komponen usahatani biaya produksi petani bukan pengguna
T. harzianum ....................................................................................

37

24.

Komponen usahatani penerimaan petani pengguna T.harzianum ....

39

25.

Kuisioner Nilai Ekonomi Penggunaan Trichoderma harzianum dalam
Pengelolaan Penyakit Akar Gada pada Tanaman Kubis-Kubisan ... 41

19.

1
 
 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman kubis-kubisan (Brassicaceae) merupakan salah satu komoditas
sayuran yang penting dan memiliki banyak manfaat untuk kesehatan manusia.
Manfaat yang dapat diperoleh dari jenis sayuran ini diantaranya adalah sebagai
sumber vitamin (A, B1, dan C), sumber mineral (kalsium, kalium, klor, fosfor,
sodium, dan sulfur), dan mengandung senyawa anti kanker (Adiyoga et al. 2004).
Dengan banyaknya manfaat tersebut, komoditas sayuran ini banyak dibutuhkan
sebagai sumber pangan manusia baik di Indonesia maupun negara lainnya seperti
Singapura, Brunei Darussalam, China, dan Malaysia. Kebutuhan konsumsi domestik
komoditas ini meningkat dari tahun ke tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
(2010) menunjukkan produksi dan produktivitas tanaman kubis meningkat selama
periode 2009 – 2010. Produksi kubis meningkat dari 1,358,113 ton pada tahun 2009
menjadi 1,384,656 ton pada tahun 2010, sedangkan produktivitas naik dari 20.03
ton/ha pada 2009 menjadi 20.55 ton/ha pada 2010. Selain untuk kebutuhan konsumsi
domestik, produksi sayuran kubis-kubisan Indonesia ini juga diekspor ke negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Nilai ekspor tertinggi
komoditas hortikultura ke Singapura adalah kubis. Hingga Agustus 2010, Indonesia
telah mengekspor 6.07 ton kubis ke Singapura dengan nilai US$ 2,310,952 (Harismi
2011).
Produksi dan produktivitas komoditas kubis-kubisan di atas masih dapat
ditingkatkan apabila permasalahan yang terjadi pada usahatani komoditas tersebut
dapat dikurangi, seperti cara budidaya yang baik dan benar dan pengelolaan
organisme pengganggu tanaman (OPT) yang tepat sasaran, sehingga kehilangan hasil
dapat ditekan. Salah satu OPT yang menjadi masalah utama pada tanaman kubiskubisan adalah Plasmodiophora brassicae Wor yang menimbulkan penyakit dengan
gejala berupa bintil-bintil yang bersatu menjadi bengkakan memanjang yang mirip
dengan batang (gada), sehingga dinamakan penyakit akar gada (Semangun 2007).

2
 
 

Kerugian tahunan yang diakibatkan oleh P. brassicae ini di seluruh dunia dapat
mencapai 10 - 15% (Dixon 2009). Sementara itu di Indonesia, intensitas serangan
yang diakibatkan oleh patogen ini pada tanaman caisin di Cipanas, Jawa Barat
mencapai 19.83 - 89.91% (Djatnika 1989), sedangkan pada tanaman kubis sekitar
88.60% (Widodo dan Suheri 1995). Penyakit ini dapat bertahan selama 10 tahun atau
lebih meskipun tidak terdapat tumbuhan inang di sekitar lahan yang terinfestasi,
sehingga untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya penanggulangan yang tepat.
Berbagai upaya pengendalian, termasuk penggunaan pestisida sintetik, telah
dilakukan oleh petani untuk mengatasi masalah penyakit akar gada tersebut namun
sampai saat ini tidak memberikan hasil yang menggembirakan. Salah satu alternatif
pengendalian yang lebih ramah lingkungan dan sangat berpotensi dalam menekan
perkembangan P. brassicae adalah cendawan antagonis Trichoderma spp. Cendawan
ini selain dapat melindungi tanaman, juga dapat mengendalikan berbagai macam
penyakit yang disebabkan oleh cendawan patogen (Navi dan Bandyopadhyay 2002).
Patogen yang dapat dikendalikan oleh Trichoderma spp. diantaranya Pythium,
Phytophthora, Fusarium, Rhizoctonia, Sclerotium, dan Verticillium (Nederhoff 2001;
Agrios 2005; Arya dan Perello 2010). Cheah dan Page (1997) melaporkan bahwa
agens antagonis Trichodema spp. berpotensi untuk mengendalikan penyakit akar gada
yang disebabkan oleh P. brassicae. Penggunaan Trichoderma spp. dapat menurunkan
serangan P. brassicae sekitar 25%, sedangkan pemberian bahan organik hasil
dekomposisi kotoran hewan ternak bersama Trichoderma spp. dalam media tanam
kubis dapat menurunkan serangan P. brassicae sebesar 51% (Legowo 2010).
Informasi mengenai keunggulan Trichoderma spp. dalam mengendalikan
penyakit akar gada diharapkan dapat diterapkan oleh petani khususnya dalam
budidaya tanaman kubis-kubisan. Informasi tersebut dapat diperoleh petani melalui
kegiatan penyuluhan yang diberikan oleh penyuluh baik dari instansi pemerintahan
maupun swasta. Berbagai penyuluhan telah dilakukan guna meningkatkan wawasan
petani dalam budidaya, salah satunya ialah penyuluhan yang diberikan oleh dosen
IPB Prof. Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga, M.Sc. Penyuluhan tersebut diberikan kepada
petani sayuran di Kabupaten Cianjur melalui kegiatan pos pelayanan agens hayati

3
 
 

(Posyanti) yang berkerjasama dengan IPM CRSP. Sementara itu, kegiatan yang
dilakukan berupa pelatihan pembuatan biakan agens hayati T. harzianum yang siap
pakai dengan bahan media dari jagung. Tujuan dari kegiatan ini ialah untuk
menciptakan kemandirian petani dalam memproduksi dan mengembangbiakan T.
harzianum, serta dapat mengaplikasikannya di pertanaman budidaya sayuran guna
meningkatkan produksi tanaman.
Hasil-hasil penelitian tentang efektivitas dari agens pengendali hayati T.
harzianum dalam pengelolaan penyakit akar gada baik di Indonesia maupun di negara
lain telah banyak dipublikasikan. Namun demikian, penelitian tentang aspek ekonomi
dari penggunaan agens pengendali hayati ini masih sangat kurang. Oleh karena itu,
penelitian tentang nilai ekonomi dari penggunaan T. harzianum ini sangat perlu
dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dari penggunaan T.
harzianum dalam mengendalikan penyakit akar gada (P. brassicae Wor.) pada petani
kubis-kubisan di daerah Puncak, Cianjur, Jawa Barat.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang arti penting
penggunaan T. harzianum sebagai agens pengendali hayati penyakit akar gada pada
tanaman kubis-kubisan.

4
 
 

TINJAUAN PUSTAKA

Famili Kubis-Kubisan
Kubis-kubisan adalah sayuran yang dimanfaatkan daunnya dan bernilai gizi
tinggi. Tanaman ini tumbuh hampir di seluruh belahan bumi, biasanya ditanam untuk
sayuran, penambah rasa, atau diambil minyaknya. Sayuran ini dapat ditanam di
dataran rendah maupun di dataran tinggi dengan curah hujan rata-rata 850-900 mm.
Daunnya bulat, oval, sampai lonjong, membentuk roset akar yang besar dan tebal,
warna daun bermacam-macam, diantaranya putih (forma alba), hijau, dan merah
keunguan (forma rubra) (www.iptek.net.id).
Asal-usul tanaman kubis-kubisan diduga berasal dari tanaman kubis liar
(Brassica oleracea var. sylvestris) yang tumbuh di sepanjang pantai Laut Tengah,
Inggris, Denmark, dan sebelah utara Perancis Barat, serta pantai Glamorgan. Semula
tanaman kubis liar tumbuh menahun (perennual) dan dua musim (biennual),
kemudian oleh orang-orang Eropa dipanen bijinya dan selanjutnya ditanam kembali
hingga akhirnya diketemukan turunan tanaman kubis-kubisan yang akar-akarnya
membengkak dan daun-daunnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
(Rukmana 1994).
Keluarga kubis ternyata banyak sekali jenisnya, diantaranya yang dikenal
adalah sawi hijau, sawi putih, kembang kol, kailan, kolrabi, salad air, dan brokoli.
Semua keluarga kubis-kubisan merupakan sumber vitamin (A, B1, dan C) dan
sumber mineral (kalsium, kalium, klor, fosfor, sodium, dan sulfur). Kandungan serat
kasar pada kubis dapat memperkecil resiko penyakit kanker lambung dan usus
(Adiyoga et al. 2004).
Permasalahan OPT
Salah satu permasalahan yang terjadi pada budidaya kubis-kubisan adalah
adanya organisme penggangggu tanaman (OPT). Menurut Kalshoven (1981), jenis
hama yang menyerang tanaman kubis-kubisan di Indonesia adalah Plutella xylostella
(L.), Crocidolomia pavonana (F.), Agrotis ipsilon (Hufn.), Spodoptera litura F.,

5
 
 

Hellula undalis (F.), Phyllotreta vittata F., dan Lipaphis erysimi Kalt. Sementara itu,
Semangun (2007) menjelaskan bahwa jenis penyakit yang menyerang tanaman
kubis-kubisan adalah akar gada atau akar pekuk (P. brassicae Wor.), bercak daun
Alternaria (Alternaria brassicae (Berk.) Sacc. dan A. brassicicola (Schw.) Wiltsh.),
kaki hitam (Phoma lingam (Tode ex Fr.) Desm.), tepung berbulu (Peronospora
parasitica Pers. ex Fr.), busuk hitam (Xanthomonas campestris pv. campestris
(Pamm.) Dye), busuk basah (Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye),
mosaik pada caisin (Turnip Mosaic Virus), dan rebah semai (Rhizoctonia solani
Kühn, Pythium debaryanum Hesse, dan Fusarium spp.). Permasalahan yang terjadi
akibat serangan OPT tersebut dapat menurunkan hasil baik kualitas maupun
kuantitas, bahkan beberapa OPT dapat mengakibatkan kematian dan gagal panen
pada tanaman kubis-kubisan.
Plasmodiophora brassicae Wor.
P. brassicae Wor. merupakan patogen tular tanah yang sangat penting dan
dapat menyebabkan penyakit akar gada pada tanaman kubis-kubisan. Penyakit ini
juga sering disebut penyakit akar pekuk atau penyakit akar bengkak. Agrios (2005)
mengklasifikasikan

patogen

tersebut

ke

dalam

kingdom

Protozoa,

filum

Plasmodiophoromycota, kelas Plasmodiophoromycetes, dan ordo Plasmodiophorales.
Cendawan patogen ini merupakan parasit obligat, yaitu patogen yang dapat
tumbuh dan berkembang biak secara alami hanya dalam inang yang hidup. Semangun
(2007) menjelaskan bahwa kelebihan dari cendawan ini adalah dapat membentuk
spora tahan yang berbentuk bulat, hialin, dan garis tengahnya dapat mencapai 4 µm.
Spora tahan ini dapat berkecambah dalam medium yang sesuai, membengkak sampai
ukuran beberapa kali dari ukuran semula, dan menjadi satu spora kembara (zoospora),
yang muncul melalui satu celah pada dinding sel. Spora tahan akan terbebas dari akar
sakit jika akar ini terurai oleh jasad-jasad sekunder. Spora ini dapat segera tumbuh,
tetapi dapat juga bertahan sangat lama di dalam tanah selama 10 tahun atau lebih,
meskipun tidak terdapat tumbuhan inang di sekitar tanah terinfestasi.

6
 
 

Kerusakan yang diakibatkan oleh P. brassicae selain dapat menyebabkan
bengkak pada akar, yang dapat mengganggu fungsi akar seperti translokasi zat hara
dan air mineral dari dalam tanah ke daun, namun dapat juga menyebabkan tanaman
layu, kerdil, kering, dan akhirnya mati (Cicu 2006). Dixon (2009) melaporkan bahwa
kerugian tahunan yang diakibatkan P. brassicae di seluruh dunia dapat mencapai 10 15%. Sementara itu di Indonesia, intensitas serangan yang diakibatkan oleh patogen
ini pada tanaman caisin di Cipanas, Jawa Barat mencapai 19.83 - 89.91% (Djatnika
1989), sedangkan pada tanaman kubis sekitar 88.60% (Widodo dan Suheri 1995).
Berbagai penanggulangan penyakit akar gada telah dilakukan, antara lain
perbaikan drainase, perlakuan tanah, perlakuan benih, penggunaan varietas resisten,
penggunaan bahan kimia, dan pemanfaatan mikroorganisme antagonis (Cicu 2006).
Peningkatan pH tanah dengan cara pengapuran di lahan pertanaman kubis-kubisan
dapat menekan serangan penyakit tersebut (Semangun 2007). Menurut Agrios (2005),
tanaman kubis-kubisan yang ditanam di lahan yang cukup kering atau lahan yang
diberikan pengapuran sehingga pH tanah menjadi 7.2 (sedikit lebih dari netral), dapat
menghambat perkecambahan spora patogen tersebut.
Penanggulangan penyakit akar gada perlu dilakukan secara terintegrasi. Metode
pengendalian terbaik ialah dengan mengintroduksi varietas resisten atau analisis
kesehatan tanah pada budidaya tanaman kubis-kubisan (Staniaszek et al. 2008).
Perlakuan solarisasi tanah dilaporkan dapat mengendalikan beberapa penyakit yang
disebabkan oleh patogen tular tanah, termasuk penyakit akar gada pada tanaman
kubis-kubisan (Widodo dan Suheri 1995). Pemanfaatan mikroorganisme antagonis
dapat dilakukan untuk menekan serangan penyakit akar gada, seperti Microbispora
rosea subsp. rosea (Lee et al. 2008), Bacillus subtilis, Gliocladium catenulatum
(Peng et al. 2010), dan Streptomyces griseoruber (Wang et al. 2011).
Mikroorganisme antagonis lainnya yang dapat menanggulangi penyakit akar gada
ialah Trichoderma spp. Cheah dan Page (1997) melaporkan bahwa agens antagonis
Trichodema spp. berpotensi untuk mengendalikan penyakit akar gada. Pemanfaatan
cendawan antagonis Trichoderma spp. dapat menurunkan serangan P. brassicae
sekitar 25%, sedangkan pemberian bahan organik hasil dekomposisi kotoran hewan

7
 
 

ternak bersama Trichoderma spp. dalam media tanam kubis, dapat menurunkan
serangan P. brassicae sebesar 51% (Legowo 2010).
Trichoderma spp.
Trichoderma spp. merupakan cendawan yang berada hampir di semua tanah
dan habitat lainnya yang beragam. Cendawan tersebut sering disebut sebagai
cendawan yang paling umum membudaya di dalam tanah. Novizan (2002)
mengungkapkan bahwa, cendawan Trichoderma spp. merupakan agens hayati yang
paling banyak diteliti oleh para ahli tentang kemampuannya untuk mengendalikan
cendawan dan bakteri perusak tanaman. Cendawan ini merupakan cendawan saprofit
yang hidup di tanah dan mudah diproduksi masal dengan media buatan. Cendawan
Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada beberapa spesies cendawan
patogen, pertumbuhannya sangat cepat, dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman
tingkat tinggi. Spesies yang umum adalah T. viride, T. hamatum, dan T. harzianum.
Agrios (2005) dan Mohiddin et al. (2010) mengklasifikasikan cendawan
Trichoderma spp. ke dalam kingdom Fungi, filum Ascomycota, sub division
Pezizomycotina, kelas Sordariomycetes, ordo Hypocreales, famili Hypocreaceae, dan
genus Trichoderma.
Trichoderma spp. biasa digunakan sebagai agens antagonistik terhadap banyak
cendawan patogenik tumbuhan. Patogen yang dapat dikendalikan oleh Trichoderma
spp. diantaranya Pythium, Phytophthora, Fusarium, Rhizoctonia, Sclerotium, dan
Verticillium (Nederhoff 2001; Agrios 2005; Arya dan Perello 2010). Mekanisme
antagonistik cendawan antagonis terjadi melalui kompetisi, antibiosis, dan
hiperparasitisme. Menurut Soenandar et al. (2010), sifat antagonistik Trichoderma
meliputi tiga tipe sebagai berikut: (1) Trichoderma menghasilkan sejumlah enzim
ekstraseluler β (1,3) glukonase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel
patogen; (2) beberapa anggota Trichoderma spp. menghasilkan trichodermin. Toksin
tersebut

dapat

menghancurkan

propagul

yang

berisi

spora-spora

patogen

di sekitarnya; (3) jenis T. viride menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang
dapat melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah kecambah.

8
 
 

Trichoderma spp. biasa digunakan pada budidaya sayuran, budidaya bunga, budidaya
anggrek, budidaya anggur, rumput lapangan olahraga, dan lansekap.
Analisis Usahatani
Dalam melakukan suatu usaha, termasuk usahatani, diperlukan suatu alat
analisis atau kajian dalam mempertimbangkan kelayakan dari usaha atau proyek
tersebut. Analisis yang dapat dilakukan salah satunya dengan melalui analisis biaya –
manfaat (cost – benefit analysis). Nas (1996) mengungkapkan bahwa terdapat tiga
jenis aturan yang umum digunakan dalam analisis biaya – manfaat, diantaranya net
present value (NPV), benefit cost ratio (BCR), dan internal rate of return (IRR).
Kriteria yang sering digunakan dalam mengkaji kelayakan usaha atau proyek
adalah analisis BCR atau disebut juga analisis manfaat dan biaya. Soeharto (1996)
mengungkapkan bahwa penggunaan BCR dikenal dalam mengevaluasi proyekproyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Penekanannya ditujukan kepada
manfaat (benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial. Nilai
BCR diperoleh berdasarkan perbandingan nilai sekarang manfaat (PVB) terhadap
nilai sekarang biaya (PVC). Bila nilai BCR yang diperoleh lebih dari satu, maka
usaha dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan. Sementara itu, bila nilai BCR
kurang dari satu, maka usaha tersebut ditolak atau dapat dikatakan tidak layak untuk
dilaksanakan.

9
 
 

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di dua kecamatan di Kabupaten Cianjur, yaitu
Kecamatan Cipanas (Desa Cimacan dan Sindang Jaya) dan Kecamatan Pacet (Desa
Cipendawa dan Sukatani), yang merupakan daerah sentra produksi sayur-sayuran di
Kabupaten Cianjur. Penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2011 hingga Mei 2011.
Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Penelitian dilaksanakan dengan melakukan wawancara langsung terhadap
petani brokoli, kubis kol, dan pak choy menggunakan daftar pertanyaan terstruktur
yang tersusun dalam suatu kuesioner. Petani yang menjadi responden dalam
penelitian ini terdiri atas dua kelompok: kelompok petani pengguna T. harzianum
(petani Trichoderma) dan kelompok petani bukan pengguna T. harzianum (petani
non-Trichoderma). Petani Trichoderma yaitu petani yang menggunakan T. harzianum
secara reguler, sedangkan petani non-Trichoderma yaitu petani yang tidak ataupun
belum pernah menggunakan T. harzianum di pertanaman kubis-kubisan. Banyaknya
responden untuk kedua kelompok petani tersebut berjumlah 42 orang, terdiri atas 12
orang petani Trichoderma dan 30 orang petani non-Trichoderma. Kedua belas petani
Trichoderma merupakan populasi karena petani pengguna T. harzianum secara
reguler yang ada di wilayah kajian hanya 12 orang. Kedua belas petani tersebut
meliputi 3 orang petani brokoli, 4 orang petani kubis kol, dan 5 orang petani pak
choy. Sementara itu, 30 petani non-Trichoderma merupakan contoh yang diambil
secara acak dari seluruh petani bukan pengguna T. harzianum di wilayah tersebut.
Ketiga puluh petani ini terdiri atas 17 orang petani brokoli, 7 orang petani kubis kol,
dan 6 orang petani pak choy. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner terdiri atas
pertanyaan tentang karakteristik petani, praktek budidaya termasuk pengendalian
OPT, tingkat serangan penyakit akar gada, produksi dan pemasaran, dan aspek sosialekonomi.

10
 
 

Analisis Data
Data hasil survei dianalisis dengan menghitung persentase dan nilai rataan yang
kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang dengan menggunakan program
Microsoft Office Excel 2007. Pembandingan nilai rataan untuk kedua kelompok
petani (petani Trichoderma dan petani non-Trichoderma) dilakukan dengan uji t
menggunakan program Minitab 16. Data ekonomi dianalisis dengan pendekatan
nisbah manfaat terhadap biaya (benefit cost ratio), dihitung dengan rumus:
total keuntungan yang diperoleh dalam 1 tahun
B/C ratio =
total biaya yang dikeluarkan dalam 1 tahun 

11
 
 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani dan Praktek Budidaya
Sebagian besar (75% - 77%) petani sayuran kubis-kubisan di daerah Puncak,
Cianjur berpendidikan rendah dan sisanya (23% - 25%) hanya berpendidikan
menengah (SMP dan SMA).

Di antara kedua kelompok petani, proporsi petani

Trichoderma berpendidikan SD lebih banyak daripada proporsi petani nonTrichoderma yang berpendidikan sama. Petani yang tidak tamat SD lebih banyak
didominasi oleh petani non-Trichoderma daripada petani Trichoderma. Sementara
pada pendidikan menengah, petani Trichoderma lebih banyak yang berpendidikan
SMP sedangkan petani non-Trichoderma lebih banyak yang berpendidikan SMA
(Gambar 1). Kendala ekonomi keluarga merupakan faktor utama yang menyebabkan
petani tidak dapat menempuh pendidikan tingkat menengah dan tinggi. Akibatnya
mereka lebih memilih bekerja sebagai petani yang juga merupakan profesi turuntemurun di keluarga.
100

Petani Trichoderma

90

Petani Non-Trichoderma

Jumlah Petani (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Tidak Tamat SD

SD

SMP

SMA

Tingkat Pendidikan

Gambar 1 Sebaran tingkat pendidikan petani sayuran kubis-kubisan daerah Puncak,
Cianjur.

12
 
 

Usia petani relatif heterogen antara kelompok petani Trichoderma dan
kelompok petani non-Trichoderma. Petani Trichoderma lebih banyak yang berusia di
atas 40 tahun, sedangkan petani non-Trichoderma sebaliknya, lebih banyak yang
berusia 40 tahun ke bawah. Persentase petani yang berusia 40 tahun ke bawah adalah
33% petani Trichoderma dan 56% petani non-Trichoderma. Sementara itu petani
yang berusia 40 tahun ke atas adalah 67% petani Trichoderma dan 44% petani nonTrichoderma (Gambar 2). Data ini menunjukkan bahwa faktor usia berpengaruh
terhadap penggunaan agens pengendali hayati T. harzianum dalam pengelolaan
penyakit akar gada. Semakin tinggi usia yang dimiliki oleh petani, menyebabkan
perbedaan dalam pola pikir mereka. Pola pikir petani yang berusia 40 tahun ke atas
umumnya mempunyai tingkat kematangan yang lebih tinggi dalam berpikir, sehingga
proses keputusan petani dalam menggunakan T. harzianum di pertanaman juga
didasarkan pada hasil panen yang diperoleh.
100

Petani Trichoderma

90

Petani Non-Trichoderma

Jumlah Petani (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
20-30

31-40
41-50
Usia (Tahun)

> 50

Gambar 2 Sebaran usia petani sayuran kubis-kubisan daerah Puncak, Cianjur.
Perbedaaan karakteristik antara kedua kelompok petani juga terlihat pada
pengalaman bertani. Petani Trichoderma sebagian besar (57%) memiliki pengalaman
bertani di atas 20 tahun, sedangkan petani non- Trichoderma sebagian besar (60%)
memiliki pengalaman bertani 20 tahun ke bawah (Gambar 3). Ini mengindikasikan
bahwa lamanya pengalaman bertani juga mempengaruhi penggunaan T. harzianum

13
 
 

dalam pengelolaan penyakit akar gada pada sayuran kubis-kubisan. Petani nonTrichoderma yang berpengalaman di bawah 10 tahun umumnya didominasi petani
muda yang berumur 20 - 40 tahun dan bahkan ada beberapa orang yang beralih
profesi menjadi petani karena tidak menyukai profesi sebelumnya yaitu sebagai
pedagang.

Jumlah Petani (%)

100
90

Petani Trichoderma

80

Petani Non-Trichoderma

70
60
50
40
30
20
10
0
1-10

11-20

21-30
31-40
41-50
Pengalaman Bertani (Tahun)

> 50

Gambar 3 Sebaran pengalaman bertani petani sayuran kubis-kubisan daerah Puncak,
Cianjur.
Luas lahan yang diusahakan petani Trichoderma dan non-Trichoderma untuk
masing-masing komoditas menunjukkan besaran yang beragam. Untuk komoditas
brokoli, luas lahan petani Trichoderma lebih sempit daripada luas lahan petani nonTrichoderma, yaitu 0.09 ha dibandingkan dengan 0.234 ha. Begitu pula dengan
komoditas pak choy, petani Trichoderma memiliki luas lahan lebih sempit daripada
luas lahan petani non-Trichoderma, yaitu 0.056 ha dibandingkan dengan 0.069 ha.
Namun untuk komoditas kubis kol, luas lahan petani Trichoderma lebih luas daripada
luas lahan petani non-Trichoderma, yaitu 0.790 ha dibandingkan dengan 0.139 (Tabel
1). Petani non-Trichoderma yang memiliki lahan lebih luas umumnya lebih memilih
bertanam brokoli dan pak choy karena petani beranggapan bahwa kedua komoditas
tersebut masih dapat dipanen meskipun dengan hasil yang minim akibat terserang
penyakit akar gada. Sementara itu, petani Trichoderma yang memiliki lahan lebih

14
 
 

luas lebih memilih komoditas kubis kol karena komoditas tersebut dapat memberikan
hasil panen yang lebih banyak dibandingkan dengan hasil panen brokoli dan pak
choy.
Petani Trichoderma yang menanam komoditas kubis kol memiliki luas lahan
cukup luas dibandingkan dengan petani lainnya karena petani Trichoderma kubis kol
beranggapan bahwa dengan menggunakan T. harzianum di pertanaman dapat
menyelamatkan produksi dari serangan penyakit akar gada. Sebelumnya hal ini tidak
dilakukan oleh petani mengingat serangan penyakit akar gada yang menyerang
komoditas kubis kol menunjukkan kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan
komoditas brokoli dan pak choy, bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Namun
setelah petani mengintroduksi penggunaan T. harzianum di pertanaman, petani
Trichoderma yang menanam komoditas kubis kol lebih berani untuk menggunakan
komoditas tersebut di pertanaman.
Tabel 1 Rata-rata dan simpangan baku luas lahan yang diusahakan petani sayuran
kubis-kubisan daerah Puncak, Cianjur
Komoditas

Luas lahan (ha)
Petani Trichoderma
Petani Non-Trichoderma

Brokoli

0.090 ± 0.036

0.234 ± 0.222

Kubis kol

0.790 ± 0.420

0.139 ± 0.096

Phak choy

0.056 ± 0.027

0.069 ± 0.026

Total*

0.309 ± 0.418 a

0.179 ± 0.184 a

*Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t
dengan α = 0.05.

Secara umum, luas lahan yang diusahakan petani sayuran kubis-kubisan antara
kedua kelompok petani tidak berbeda nyata (taraf nyata 5%) walaupun secara
numerik luas lahan petani Trichoderma lebih luas daripada luas lahan petani nonTrichoderma. Rata-rata luas lahan yang diusahakan petani Trichoderma sebesar 0.309
ha dan rata-rata luas lahan yang diusahakan petani non-Trichoderma sebesar 0.179 ha
(Tabel 1). Data ini menunjukkan bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani sayuran
kubis-kubisan (brokoli, kubis kol, dan pak choy) baik yang menggunakan T.
harzianum maupun tidak adalah relatif sama dengan rata-rata sekitar 0.2 ha. Ini

15
 
 

menggambarkan kondisi petani Indonesia umumnya yang berusahatani secara
subsisten dengan luas lahan tidak lebih dari 0.25 ha. Terlebih lagi, sebagian besar
lahan yang diusahakan petani merupakan lahan sewa dan lahan garapan milik orang
lain.
Dalam melakukan usahataninya, baik petani Trichoderma maupun nonTrichoderma lebih banyak yang memilih pola tanam cara tumpang sari daripada
monokultur. Sebanyak 75% petani Trichoderma dan 57% petani non-Trichoderma
menanam tanaman sayurannya secara tumpangsari dengan komoditas cabai, bawang
daun, dan wortel. Sementara sisanya (25% petani Trichoderma dan 43% petani nonTrichoderma) menanam tanamannya secara monokultur (Gambar 4). Alasan petani
menggunakan pola tanam tumpang sari adalah untuk efisiensi lahan dan biaya
produksi, serta untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani.
Petani Trichoderma
Petani Non-Trichoderma

Jumlah Petani (%)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

monokultur

tumpangsari

Gambar 4 Pola tanam yang dilakukan petani sayuran kubis-kubisan daerah Puncak,
Cianjur.
Permasalahan Penyakit Akar Gada
Penyakit akar gada yang disebabkan oleh patogen P. brassicae merupakan
salah satu kendala utama bagi petani sayuran kubis-kubisan di Kabupaten Cianjur.
Banyak petani yang hanya pasrah dan tidak mengetahui cara pengendalian yang tepat
untuk mengurangi serangan penyakit tersebut. Menurut petani, penyakit tersebut
umumnya menyerang saat curah hujan tinggi. Gejala yang ditimbulkan oleh patogen
dapat mengakibatkan tanaman layu, kerdil, dan kering, serta di bagian akar terjadi

16
 
 

pembengkakan akar yang mirip dengan batang (gada) sehingga mengganggu fungsi
pengangkutan air dan hara dari dalam tanah.

(a)

(b)

Gambar 5 Gejala penyakit akar gada tanaman kubis-kubisan bagian atas permukaan
tanah (a) dan bagian akar (b).
Serangan penyakit akar gada pada lahan yang diaplikasi T. harzianum jauh
lebih rendah daripada serangan penyakit tersebut pada lahan yang tidak diaplikasi
T. harzianum. Hasil survei memperlihatkan bahwa tingkat serangan penyakit akar
gada pada ketiga komoditas sayuran kubis-kubisan jauh lebih rendah pada petani
yang menggunakan T. harzianum daripada petani yang tidak menggunakan T.
harzianum. Secara rata-rata untuk ketiga komoditas tersebut, tingkat serangan
penyakit akar gada pada lahan petani Trichoderma nyata lebih rendah daripada
tingkat serangan penyakit tersebut pada lahan petani non-Trichoderma. Rata-rata
tingkat serangan pada lahan petani Trichoderma adalah 8.75%, sedangkan rata-rata
tingkat serangan pada lahan petani non-Trichoderma adalah 40.17% (Tabel 2).
Tabel 2

Rata-rata dan simpangan baku tingkat serangan penyakit akar gada pada
tanaman kubis-kubisan yang diaplikasi dengan dan tanpa penggunaan T.
harzianum

Komoditas
Brokoli

Tingkat serangan penyakit akar gada (%)
Petani Trichoderma
Petani Non-Trichoderma
5.00 ± 5.00

37.06 ± 22.30

Kubis kol

16.25 ± 9.46

44.29 ± 28.60

Pak choy

5.00 ± 5.00

44.17 ± 19.60

Total*

8.75 ± 8.29 a

40.17 ± 22.90 b

*Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t
dengan α = 0.05.

17
 
 

Analisis Ekonomi
Tabel 3 memperlihatkan hasil panen pada ketiga komoditas sayuran kubiskubisan yang diaplikasi dan tidak diaplikasi T. harzianum untuk luas lahan sebesar
2000 m2. Secara numerik, hasil panen ketiga komoditas pada petani Trichoderma
lebih tinggi daripada hasil panen pada petani non-Trichoderma. Hasil uji t terhadap
nilai rata-rata hasil panen menunjukkan hanya pada komoditas pak choy yang
memperlihatkan perbedaan yang nyata pada taraf nyata 5%, yaitu hasil panen pada
petani Trichoderma sebesar 4.5 ton sedangkan hasil panen pada petani nonTrichoderma sebesar 1.8 ton per 0.2 ha (Tabel 3). Data ini mengisyaratkan bahwa
penggunaan T. harzianum mampu menekan perkembangan penyakit akar gada di
pertanaman secara efektif terutama pada komoditas pak choy sehingga mampu
mengurangi kehilangan hasil panen. Akibatnya, lahan yang terserang penyakit akar
gada dan diaplikasikan T. harzianum dapat memberikan hasil yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan yang tidak diaplikasikan T. harzianum.
Tabel 3 Rata-rata dan simpangan baku hasil panen pada tiga komoditas sayuran
kubis-kubisan antara petani pengguna dan bukan pengguna T. harzianum
Komoditas

Hasil panen (kg/2000 m2)*
Petani Trichoderma
Petani Non-Trichoderma

Brokoli

1278 ± 631 a

898 ± 592 a

Kubis Kol

5890 ± 1683 a

5730 ± 1196 a

Pak Choy

4464 ± 1445 a

1794 ± 1129 b

*Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t
dengan α = 0.05.

Sebagai akibat dari tingginya hasil panen, maka nilai moneter yang diperoleh
petani Trichoderma juga lebih tinggi dibandingkan dengan nilai moneter yang
diperoleh petani non-Trichoderma. Hal ini terlihat secara jelas pada Tabel 4 yang data
dari penerimaan, biaya produksi, dan keuntungan petani sayuran kubis-kubisan per
0.2 ha luas lahan selama periode 1 tahun. Pada ketiga komoditas, penerimaan yang
diperoleh petani Trichoderma jauh lebih tinggi daripada penerimaan yang diperoleh
petani non-Trichoderma. Namun demikian, biaya produksi yang dikeluarkan petani
Trichoderma juga lebih tinggi daripada biaya produksi petani non-Trichoderma. Hal

18
 
 

ini disebabkan petani Trichoderma lebih banyak mengeluarkan biaya untuk tenaga
kerja dalam pengolahan lahan daripada petani non-Trichoderma. Teknik pengolahan
lahan yang khusus menyebabkan petani Trichoderma membutuhkan tenaga kerja
yang banyak sehingga biaya yang dikeluarkan pun juga lebih tinggi. Dibandingkan
dengan besarnya penerimaan, besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh kedua
kelompok petani ini masih lebih rendah sehingga petani masih memperoleh
keuntungan dari usahatani sayuran kubis-kubisan ini. Secara umum pada ketiga
komoditas yang dianalisis, keuntungan yang diperoleh petani Trichoderma jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh petani non-Trichoderma dan
keuntungan tertinggi terlihat pada komoditas pak choy (Tabel 4).
Tabel 4 Rata-rata dan simpangan baku penerimaan, biaya produksi, dan keuntungan
usahatani petani brokoli, kubis kol, dan pak choy dengan dan tanpa
penggunaan T. harzianum
Komponen usahatani

Jumlah uang (Rp)*
Petani Trichoderma
Petani Non-Trichoderma

Brokoli
Penerimaan

18,888,889 ± 14,878,520 a

10,141,974 ± 7,155,411 a

7,698,444 ± 3,580,792 a

7,224,107 ± 6,167,507 a

11,190,444 ± 11,853,216 a

2,917,867 ± 3,590,817 b

16,625,160 ± 8,797,556 a

6,129,934 ± 5,010,563 b

Biaya Produksi

7,323,319 ± 4,317,862 a

5,534,510 ± 2,737,291 a

Keuntungan

9,301,841 ± 5,680,009 a

595,424 ± 5,647,050 b

31,472,425 ± 13,108,146 a

13,736,706 ± 12,632,637 b

7,820,667 ± 3,471,113 a

4,658,360 ± 4,123,123 a

23,651,758 ± 13,796,856 a

9,078,347 ± 11,916,587 b

Biaya Produksi
Keuntungan
Kubis Kol
Penerimaan

Pak Choy
Penerimaan
Biaya Produksi
Keuntungan

*Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t
dengan α = 0.05.

Untuk setiap 2000 m2 luas lahan yang diusahakan, petani yang menggunakan
Trichoderma spp. membutuhkan biaya produksi rata-rata sebesar Rp 7,624,328.- per

19
 
 

tahun dan memperoleh rata-rata penerimaan sebesar Rp 23,377,452.- per tahun. Ini
berarti petani pengguna T. harzianum memperoleh rata-rata keuntungan sebesar Rp
15,753,124.- per tahun. Sementara untuk petani yang tidak menggunakan T.
harzianum, rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 6,316,718.per tahun dan rata-rata penerimaan yang diperolehnya adalah sebesar Rp 9,924,778.per tahun. Ini menghasilkan keuntungan bagi petani rata-rata sebesar Rp 3,608,060.per tahun. Hasil uji t dengan α = 0.05 menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan dan
keuntungan yang diperoleh petani pengguna T. harzianum nyata lebih tinggi daripada
rata-rata penerimaan dan keuntungan yang diterima petani bukan pengguna T.
harzianum (Tabel 5). Hasil ini membuktikan bahwa penggunaan T. harzianum di
pertanaman kubis-kubisan mampu menekan serangan penyakit akar gada secara
signifikan. Sebagai akibatnya, produksi tanaman yang dapat dipanen tetap tinggi
sehingga petani memperoleh keuntungan yang tinggi dari hasil panen tersebut.
Tabel 5 Rata-rata dan simpangan baku penerimaan, biaya produksi, dan keuntungan
usahatani tanaman kubis-kubisan dengan dan tanpa penggunaan T.
harzianum
Komponen usahatani
Penerimaan
Biaya Produksi
Keuntungan

Jumlah uang (Rp)*
Petani Trichoderma
Petani Non-Trichoderma
23,377,453 ± 13,255,133 a

9,924,778 ± 8,213,830 b

7,624,328 ± 3,442,278 a

6,316,718 ± 5,164,028 a

15,753,124 ± 12,358,397 a

3,608,060 ± 6,845,180 b

*Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji t
dengan α = 0.05.

Keuntungan lain yang diperoleh petani yang menggunakan T. harzianum adalah
tidak hanya dari penerimaan dari hasil panen komoditas sayuran yang ditanam
melainkan juga dapat menjual produk T. harzianum kepada pihak lain, seperti yang
dialami oleh salah satu petani di Kecamatan Cipanas. Produk T. harzianum yang
dibuat dapat dijual dan memperoleh pendapatan tambahan sekitar Rp 10,500,000.per tahun.

20
 
 

Hasil analisis nisbah manfaat terhadap biaya (B/C ratio) menunjukkan bahwa
pela