PERSEPSI PENJUAL IKAN TERHADAP KEADAAN BERSIH DAN KOTOR (Studi Ekologi Budaya Pada Tempat Pelelangan Ikan Lempasing, Teluk Betung, Bandarlampung)

(1)

Perception Fish Sellers To The State Of Clean And Dirty

(Study Ecology Culture in Fish Auction Venue Lempasing , Of Teluk Betung in Bandarlampung)

By

YENNI HERNAINI

This study aims to determine the perception of the state fishmonger clean and dirty at the fish auction Lempasing. The study was conducted on a fishmonger at the fish auction Lempasing. This type of research uses a qualitative approach. Informants consisted of 4 people. This study uses the theory of Cultural Ecology. The results of this study indicate that the meaning of clean and dirty for the fish sellers on the medical view is different. Although in general the fishmonger know it is hygienically clean and not dirty, there are no garbage strewn and there are no outbreaks of disease vectors. but they did not. By the standards of medical health, because for them as long as they do not fall sick then it becomes a serious problem.


(2)

PERSEPSI PENJUAL IKAN TERHADAP KEADAAN BERSIH DAN KOTOR

(Studi Ekologi Budaya Pada Tempat Pelelangan Ikan Lempasing, Teluk Betung, Bandarlampung)

Oleh Yenni Hernaini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi penjual ikan terhadap keadaan bersih dan kotor di tempat pelelangan ikan Lempasing. Penelitian dilakukan pada penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing. Tipe penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Informan terdiri dari 4 orang. Penelitian ini menggunakan Teori Ekologi Budaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna bersih dan kotor bagi penjual ikan pada pandangan medis itu berbeda. Meskipun secara umum penjual ikan mengetahui bersih itu adalah higienis dan tidak kotor, tidak terdapat sampah yang berserakan dan tidak terdapat vektor pembawa wabah penyakit. tetapi mereka tidak melakukannya. Menurut standar kesehatan medis, karena bagi mereka selama mereka tidak jatuh sakit maka tidak menjadi masalah serius.


(3)

Bandarlampung)

Oleh

YENNI HERNAINI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

Betuk, Bandarlampung)

(Skripsi)

Oleh

YENNI HERNAINI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(5)

Gambar 1. Peta lokasi tempat pelelangan ikan Lempasing 40

Gambar 2. Penyortiran ikan 43

Gambar 3. Sampah yang dibuang kelaut 44

Gambar 4. Sumber air bersih 45

Gambar 5. Plang himbauan 46

Gambar 6. Tempat duduk 46

Gambar 7. Celah 47

Gambar 8. Pencemaran saluran drainase 57 Gambar 9. Penyortiran ikan sebelum dijual 58 Gambar 10. Penjual ikan yang membuang sampah di pinggir laut 60 Gambar 11. Wawancara dengan informan yaitu Mulyadi 62 Gambar 12. Sampah yang berserakan di tempat pelelangan ikan 64 Gambar 13. Keadaan lantai yang becek 72


(6)

Tabel 1. Data dan Jumlah Fasilitas di PPP Lempasing tahun 2010 (Fasilitas Pokok)

Tabel 2. Data dan Jumlah Fasilitas di PPP Lempasing tahun 2010 (Fasilitas Fungsional)


(7)

(8)

(9)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN RIWAYAT HIDUP PERSEMBAHAN MOTTO SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kegunaan Penelitian ... 12

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Bersih dan Kotor menurut Medis ... 13

B. Kosep Bersih dan Kotor menurut Sosial Budaya ... 20

C. Persepsi ... 27

D. Kerangka Pikir ... 29

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 32

B. Fokus Penelitian ... 33

C. Lokasi Penelitian ... 33

D. Penentuan Informan ... 34

E. Pelaksanaan Penelitian ... 35

F. Teknik Pengumpulan Data ... 35


(10)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Informan ... 54

B. Pembahasan ... 56

C. Analisis ... 74

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(11)

Menuntut ilmu merupakan tasbih Mencari ilmu merupakan jihad Mengejar ilmu melapangkan jalan ke surga

Mengajarkan ilmu merupakan sedekah


(12)

Alhamdulillahirobbil alamin ya Allah ...

Tiada kata terucap selain ucapan syukur ini yang ingin aku ucapkan ketika aku telah menyelesaikan penulisan skripsi ini, dengan segala kerendahan hati serta syukur yang tiada terkira ku persembahkan karya ini untuk :

 Mama dan Ayah tersayang

Terimakasih atas jerih payah yang tidak pernah lelah selama ini untuk mendukung ku memperoleh pendidikan, dan berjuta rasa terimakasih untukmu dari ku atas semua doa, kasih sayang, dan dukungan untuk ku selama ini, serta terimakasih telah merawat ku dengan tulus selama dari kecil hingga sekarang. Terimakasih telah menjadi mama yang hebat dan menjadi panutan untuk anak anaknya. Untuk ayah, semoga ayah tenang di alam ayah yang baru. Insya Allah kita semua bersatu di alam yang sama pada waktunya.

 Kakak-kakak dan adik ku tersayang yang selalu memotivasi dan membantu dalam hari-hariku.


(13)

Penulis dilahirkan di Palembang, 15 Juni 1993, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Marzuki (Alm) dan Rustati. Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut:

1. TK RA Bina Ananda

2. SDN 236 Palembang diselesaikan pada tahun 2006 3. SMPN 10 Palembang diselesaikan pada tahun 2008 4. SMAN 6 Palembang diselesaikan pada tahun 2011

Pada tahun yang sama (2011) penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Undangan dan telah menempuh Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Sukamarga Kecamatan Pulau Pisang, Pesisir Barat.


(14)

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan kemampuan yang penulis miliki, adapun judul dari Skripsi ini adalah “Bersih, Kotor dan Penjual Ikan Di Tempat Pelelangan Ikan Lempasing”.Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung;

3. Ibu Dra. Yuni Ratnasari, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing atas kesediaan dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini; 4. Ibu Dr.Bartoven Vivit Nurdin, Sos., M.Si. Selaku Dosen Pembahas dan Penguji

Skripsi. Terimakasih atas masukan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini; 5. Bapak Drs. Suwarno, M.H. Selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terimakasih atas

motivasi serta masukan saran dan kritik dalam Kuliah;

6. Seluruh Dosen dan Staf administrasi Jurusan Sosologi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik Universitas Lampung;

7. Staf Ruang Baca FISIP, Diah dan abang Reza terimakasih atas bantuan, kebaikan, doa, semangat dan terlebih kebijakannya dalam hal mendapatkan referensi yang dibutuhkan, juga buat Mbak Fatimah Siti Meisari selaku staf administrasi sosiologi terimakasih telah membantu saya dalam pengurusan administrasi seminar, kompre dan wisuda.

8. Buat mama dan ayah, terimakasih banyak telah merawat, mendidik, menjaga dan bertanggungjawab atas diri Yenni selama ini. Terimakasih mama telah menjadi wanita terhebat dan terkuat yang Yenni kenal dan selalu ada di samping anak anaknya serta mensupport Yenni. Terimakasih mama, walaupun ayah sudah tidak ada di dunia ini, mama mampu menjadi sosok ayah selama 16 tahun ini. Mama sehat terus ya sampai Yenni menepati janji ke mama. Ini tidak lama lagi ma, bersabarlah untuk beberapa waktu ini ya ma. Yenni selalu berdoa untuk mama dan ayah agar selalu dipermudah untuk urusan dunia maupun akhirat. Semoga kelak kita bersatu di akhirat layaknya ayah yang telah mendahului kita semua :’)


(15)

10. Buat adik ku Meta Ria Astuti terimakasih untuk bantuan, doa dan motivasinya. Semangat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi dan Sarjana Ekonomi

11. Buat keluarga angkat Yenni di Palembang; Bapak, Bunda dan dek Fira terimaksih telah menjadikan Yenni bagian dari keluarga kalian. Terimaksih atas doa, bantuan dan motivasinya selama ini hingga Yenni sampai pada tahap ini.

12. Untuk teman-teman Yenni, terimaksih banyak untuk setiap kenangan yang kita ukir selama 4 tahun ini baik suka maupun duka; Arum Puspita Sari, Eka Nur Rani Effendi yang disiplin, Lilian Oktaviani yang mood nya suka berubah ubah dalam sekejab. Buat Renny Suspa Diyanti a.k.a nyong kesayangan terimakasih telah menjadi teman berbagi dalam suka dan duka, teman berbagi makan dan minum, teman yang gak ada jaimnya. Terimakasih telah menjadi saksi mulai dari kisah sedih sampai bahagia saya. Anggun Muthia yang yang orangnya paling getol. Yani Marjaniyati yang merupakan teman satu PA. Terima kasih Vinta Riasyahrani Safitri yang telah berbagi perjuangan menuju wisuda.

13. Sosiologi angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu serta yang telah selalu hadir dan mendukung tiap seminar penulis.

14. Kakak tingkat jurusan Sosiologi : Sutikno, S.sos, Hendra Fauzi,S.sos, Guntur Praboyo,S.sos atas masukan dan pengalamannya yang berharga selama proses mengerjakan Skripsi.

15. Teman-teman KKN Kecamatan Pulau Pisang, Pekon Sukamarga yaitu Mas Widi, Gama, Winda, Ivan, Bakur, Bang Jo, Viktor, Cintya, Rio

Akhir kata, seperti penelitian yang lainnya, penulis percaya bahwa karyanya masih jauh dari kata sempurna. Mungkin masih ada kesalahan dan kelemahan dalam penulisan Skripsi ini. Sehingga, komentar, kritik, dan saran akan selalu diterima untuk melengkapi penelitian menjadi lebih baik. Di samping itu, penulis berharap, Skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam membangun pendidikan, pembaca, dan kepada yang ingin melanjutkan penelitian dengan topik yang sama.

Bandar Lampung, 17 Februari 2016 Penulis,


(16)

(17)

A. Latar Belakang

Pembangunan prasarana pelabuhan merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan perikanan, seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pemerintah berkewajiban untuk membangun pelabuhan perikanan dengan tujuan antara lain untuk menunjang proses motorisasi dan modernisasi unit penangkapan ikan tradisional bertahap dalam rangka memperbaiki usaha perikanan tangkap untuk memanfaatkan sumber daya perikanan dan kelautan. Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan azas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

Berikut ini beberapa fungsi dan peranan dari pelabuhan perikanan menurut Lubis (2000:2) , yaitu:

1. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan (unloading activities), pelabuhan perikanan selain memiliki fasilitas dermaga bongkar dan lantai dermaga (apron) yang cukup memadai, untuk menjamin penanganan ikan (fish


(18)

handling) yang baik dan bersih didukung pula oleh sarana atau fasilitas sanitasi dan wadah pengangkat ikan.

2. Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan. Prinsip penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan adalah bersih, cepat dan dingin (clean, quick and cold). Prinsip setiap pelabuhan perikanan harus melengkapi fasilitas-fasilitasnya seperti fasilitas penyimpanan (cold storage) dan sarana atau fasilitas sanitasi dan hygene, yang berada di kawasan industri dalam lingkungan kerja pelabuhan perikanan.

3. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan. Dalam menjalankan fungsi, dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan (fish market) untuk menampung dan mendistribusikan hasil penangkapan baik yang dibawa melalui laut maupun jalan darat.

4. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, pengendalian mutu hasil perikanan dimulai pada saat penangkapan sampai kedatangan konsumen. Pelabuhan perikanan sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap selayaknya dilengkapai unit pengawasan mutu hasil perikanan seperti Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) dan perangkat pendukungnya, agar nelayan dalam melaksanakan kegiatannya lebih terarah dan terkontrol mutu produk yang dihasilkan.

Kinerja pelabuhan perikanan tidak terlepas dari input pelabuhan itu sendiri. Fasilitas yang ada merupakan input di pelabuhan perikanan. Kondisi fasilitas berhubungan dengan ketersediaan dan jumlahnya di pelabuhan perikanan. Kondisi aktivitas berhubungan dengan kemampuan memanfaatkan fasilitas


(19)

yang tersedia. Kedua kondisi tersebut apabila dikelola dengan optimal, selanjutnya mengalami proses untuk menghasilkanoutputyang baik.

Pandangan terhadap pelabuhan perikanan di Indonesia selama ini secara umum masih kurang baik, karena kondisi kotor yang diperlihatkannya. Fasilitas pelabuhan perikanan yang menjadi sorotan utama adalah tempat pelelangan ikan (TPI), seperti diketahui bahwa tempat pelelangan ikan digunakan sebagai pusat pemasaran hasil tangkapan, melalui pelelangan di suatu pelabuhan perikanan, seharusnya berada dalam kondisi bersih agar mutu ikan tetap terjaga. Sanitasi dan higienitas tempat pelelangan ikan merupakan suatu hal yang sangat penting pengaruhnya terhadap mutu ikan yang didaratkan.

Wicaksono (2009), sanitasi yang baik dalam industri tidak hanya terletak pada kebersihan bahan baku, peralatan, ruangan dan pekerja tetapi juga dalam penanganan dan pembuangan limbah. Meskipun suatu industri menghasilkan produk bermutu tinggi tetapi jika cara pembuangan limbah di sekitar industri tersebut tidak ditangani dengan benar, maka akan dapat mengganggu dan merusak lingkungan hidup di sekitarnya

Bagi pembeli untuk mendapatkan ikan laut segar, tempat pelelangan ikan Lempasing merupakan gambaran dari salah satu tempat pelelangan ikan yang ada di Bandarlampung. Tempat pelelangan ikan (TPI) Lempasing berlokasi di Jalan R.E. Martadinata merupakan pusat mata rantai tata niaga ikan yang cukup tersohor bagi warga Kota Tapis Berseri dan sekitarnya. Aktivitas yang ada di tempat pelelangan ikan antara lain di mulai dari aktivitas nelayan pergi


(20)

ke laut pada malam hari dan tiba dari melaut dengan hasil lautnya pada siang dan sore hari, kemudian nelayan mendaratkan hasil tangkapan laut di tempat pelelangan ikan serta aktivitas jual beli hasil laut.

Tempat pelelangan ikan memiliki peran yang cukup penting untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pemasaran ikan. Di tempat pelelangan ikan Lempasing terdapat tiga jenis nelayan tradisional yaitu nelayan bagan, nelayan payang, nelayang babangan. Nelayan setempat menjelaskan, nelayan bagan yaitu nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan bagan yang di pasang di tengah laut. Nelayan bagan melaut saat malam hari dan menggunakan lampu tembak, sehingga ikan mendekati cahaya lampu yang di bawahnya sudah terpasang jaring (Juwendra,Duajurai, 2015).

Nelayan bagan biasanya berangkatnya jam 16.00, pulang jam 07.00 WIB. Namun dalam satu minggu setiap bulannya terdapat musim terang bulan, sehingga nelayan bagan tidak berangkat ke laut. Nelayan bagan biasanya mendapatkan ikan teri, cumi, selar, kembung, bentong (sejenis selar warna putih). Jebakan ikan ditebar beberapa titik. Kalau beroperasi (mencari ikan) paling jauh ke Kota Agung dan Teluk Kiluan (Tanggamus) dan hasil yang didapat sekitar 1 hingga 2 ton sedangkan nelayan babangan sekali melaut bisa mendapat jauh lebih banyak yaitu hingga 4 ton karena nelayan babangan mencari ikan dengan menggunakan kapal kayu berukuran besar. Nama kapalnya gardan dan beroperasi mencari ikan hingga 15 hari. Nelayan payang menangkap ikan menggunakan jaring saat melaut menggunakan perahu atau


(21)

kapal kayu. Nelayan payang beroperasi pada pukul 07.00 pagi dan pulang sekitar pukul 19.00-21.00. Hasil yang didapat diantaranya tongkol, kacangan (ikan panjang ada duri) wilayah operasinya paling jauh Kota Agung dan Teluk Kiluan (Tanggamus). Hasil tangkapannya sekitar 1-1,5 ton (M. Davit Saputra,Duajurai, 2015).

Di tempat pelelangan ikan selalu disibukkan dengan kegiatan transaksi jual beli hasil laut dengan corak kehidupan ekonomi yang khas. Tempat pelelangan ikan mendorong mekanisme pasar yang adil dengan penentuan batas atas dan batas bawah harga ikan, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan nelayan dan penjual ikan. Dari aspek ekonomi, dengan proses pelelangan ikan maka nelayan dapat diuntungkan dengan adanya harga jual ikan standar. Selain itu pembeli memperoleh keuntungan karena harga beli ikan yang cukup wajar.

Tempat pelelangan ikan mempunyai arti penting bagi penjual ikan, yaitu dipandang sebagai tempat mencari nafkah dengan tetap berjualan di tempat pelelangan ikan Lempasing walaupun kondisi lingkungan di sana kumuh. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Seperti halnya kesehatan lingkungan yang ada di tempat pelelangan ikan. Penjual ikan yang membuang limbah di sekitar tempat pelelangan ikan yang lama kelamaan berubah menjadi suatu kebiasaan dan akan diikuti penjual ikan yang ada dilokasi tersebut.Mindsetpenjual ikan belum sepenuhnya menyadari bahwa sampah yang dibuang ini mempunyai dampak terhadap kesehatan penjual itu sendiri.


(22)

Sumber-sumber pencemaran yang terdapat di tempat pelelangan ikan Lempasing pada umumnya berasal dari aktivitas orang-orang yang berada di tempat pelelangan ikan, yaitu sampah organik meliputi sampah sisa pembongkaran dan pelelangan ikan (sisa-sisa potongan ikan) serta sampah non organik meliputi limbah dari industri pengolahan dan kapal-kapal berlabuh mencemari saluran drainase. Ditambah lagi dengan pembuangan sisa-sisa ikan membusuk di pinggir dagangan dan di pinggir pelabuhan. Bercampurnya sampah organik dan non organik yang dibuang sembarangan menyebabkan merebaknya aroma sampah tidak sedap. Kondisi lingkungan di tempat pelelangan ikan yang kotor tidak terlepas dari aktivitas orang-orang yang membuang sampah sembarangan disana.

Menurut Sumiati (2008:19) dalam pengelolaan tempat pelelangan ikan, seringkali masalah kebersihan dan pengelolaan limbah terlupakan. Buruknya kebersihan lingkungan di tempat pelelangan ikan dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Permasalahan kebersihan seperti banyaknya sampah dan limbah sisa atau buangan dari aktivitas-aktivitas di tempat pelelangan ikan dan pengguna dapat menimbulkan pencemaran. Kurangnya penanganan pada kebersihan lingkungan seperti pembuangan limbah ikan di pinggir dagangan akan mengundang banyak lalat dan vektor pembawa penyakit lainnya. Keberadaan lalat akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan penjual ikan yaitu dapat menularkan penyakit melalui beberapa bagian dari tubuh lalat seperti bulu badan, bulu pada anggota gerak, muntahan, dan fecesnya. Penyakit yang disebabkan lalat antara lain Thipoid fever, Parathypoid fever, Disentri basiler, dan lain-lain.


(23)

Keadaan lingkungan yang seperti itu dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau di rangsang oleh faktor-faktor lingkungan oleh karena itu lingkungan hidup sangat berperan dalam mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan manusia sangat besar. Manusia bersentuhan dengan panas, dingin, angin dan lembab, termasuk kuman. Yang paling berbahaya adalah lingkungan yang kotor, kumuh dan lembab. Sampah berserakan, air limbah tergenang, yang pasti akan banyak lalat, nyamuk, serangga dan kuman dan udara pun kotor serta berbau.

Ditambah kondisi fasilitas kurang memadai dengan keadaan lingkungan di tempat pelelangan ikan yang kotor maka belum bisa menjamin bahwa lingkungan pelelangan ikan dapat memberikan rasa nyaman dan bebas dari kemungkinan penyebaran penyakit. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan penjual ikan yang membuang sampah masih sembarangan di sembarang tempat, di saluran drainase dan di laut serta pengelolaan limbah cair belum dilakukan dengan baik karena masih banyak dijumpai penggenangan air limbah. Hal ini terjadi karena rendahnya kesadaran dan rasa kepedulian dalam diri penjual ikan untuk menjaga kebersihan lingkungan di tempat pelelangan ikan lempasing.

Penjual ikan sendiri mengeluhkan kondisi kebersihan di sekitar tempat mereka berjualan, selain itu penjual ikan sangat membutuhkan fasilitas air


(24)

bersih karena penggunaannya untuk untuk membersihkan ikan, kotoran di sekitar lapak, serta mencuci tangan. (Hendry,Saibumi, 2015).

Lingkungan bersih merupakan dambaan semua orang. Namun tidak mudah untuk menciptakan lingkungan kita bisa terlihat bersih dan rapi sehingga nyaman untuk dilihat. Tidak jarang karena kesibukan dan berbagai alasan lain, kita kurang memperhatikan masalah kebersihan lingkungan di sekitar kita. Tentu saja lingkungan dalam kondisi bersih serta sehat akan membuat para penghuninya nyaman dan kesehatan tubuhnya terjaga dengan baik. Kesehatan tubuh manusia berada pada posisi paling vital. Alasannya tentulah mengarah pada keberagaman kegiatan hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Dinas Kesehatan Kutai, syarat lingkungan yang bersih dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:

1. Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan.

2. Pembuangan Sampah

Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memperhatikan faktor-faktor atau unsur sebagai berikut : penimbulan sampah (faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola kehidupan atau tingkat sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi), penyimpanan


(25)

sampah, pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali, pengangkutan serta pembuangan.

Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.

3. Serangga dan Binatang Pengganggu

Terhindar dari vektor pembawa penyakit seperti pinjal tikus untuk penyakit pes atau sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, NyamukAedes spuntuk Demam Berdarah Dengue (DBD), NyamukCulex spuntuk Penyakit Kaki Gajah atauFilariasis.

Foster dan Anderson (2013:14) mengatakan untuk terus berfungsi tanpa gangguan yang berat, baik ekosistem maupun sistem sosial-budaya harus mempertahankan suatu tingkatan integrasi minimum dan konsistensi dari dalam, suatu tingkatan yang cukup tinggi sehingga unit-unit yang terpisah-pisah dalam sistem tersebut dapat saling menyumbangkan peranannya.

Persepsi penjual ikan dalam menginterpretasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti, maka persepsi berperan dalam penerimaan rangasangan, mengaturnya, dan menterjemahkan atau menginterpretasikan rangsangan yang sudah teratur itu untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Kenyataannya persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap sistuasi dan bukan suatu pendataan yang benar


(26)

dan objektif karena dilatarbelakangi oleh kepentingan yang berlainan sehubungan dengan hal itu maka persepsi itu sebetulnya suatu proses.

Persepsi penjual ikan berperan penting dalam kebersihan lingkungan yang ada di tempat pelelangan ikan sebagaimana diketahui bahwa kebersihan lingkungan tidak akan lepas dari pihak penjual ikan. Semakin bagus pengelolaan lingkungan yang dilakukan maka semakin kecil dampak negatif yang diperoleh bagi penjual ikan, akan tetapi bila pengelolaan lingkungan tidak bagus maka dampak negatif pun akan dirasakan oleh penjual ikan itu sendiri.

Peran penjual ikan dalam perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan masih sangat minim sekali dan tidak dapat berkembang secara optimal. Hal ini karena dipicu oleh pengetahuan penjual ikan dalam menjaga kebersihan pada tingkat tahu, artinya penjual dapat menyebutkan, menguraikan, menyatakan dan sebagainya tetapi belum memunculkan sikap ataupun tingkah laku nyata dalam masalah kebersihan dan kurangnya akses terhadap berbagai fasilitas.

Susilo (2012:10) bahwa sosiologi lingkungan menerima lingkungan fisik sebagai sesuatu yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan sosial. Manusia tidak hanya dibentuk oleh kekuatan sosial dan budaya tetapi juga sebab-akibat dan arus balik keterhubungan dalam jaringan alam.


(27)

Tempat pelelangan ikan Lempasing harus tetap terjaga kebersihannya karena merupakan tempat yang ramai dikunjungi pada waktuweekendatau hari libur nasional lainnya dalam rangka berburu hasil laut sehingga penjual dapat berjualan dengan rasa nyaman dan pembeli dapat membeli tanpa rasa was was terhadap hasil laut yang akan dibeli. Pembeli juga dapat melihat lihat proses pengangkutan hasil laut yang baru tiba di tempat pelelangan. Bukan hanya pembeli saja yang datang ke tempat pelelangan ini, tetapi orang-orang yang memiliki kegemaran memancing memilih tempat ini sebagai alternatif tempat memancing atau sekedar berjalan jalan melihat aktivitas yang ada di tempat pelelangan ikan.

Jika sebelumnya penjual ikan memandang remeh peran lingkungan pada kehidupan sosial, kini sudah saatnya muncul kesadaran bahwa lingkungan juga memiliki andil penting dalam kehidupan penjual ikan karena penjual ikan tidak bisa bebas mengembangkan diri tanpa menyesuaikan dengan lingkungan atau dalam kata lain, kebebasan manusia pada lingkungan sedikit banyak akan terbatasi. Masalah lingkungan di tempat pelelangan ikan Lempasing muncul tidak dengan sendirinya, melainkan sebagai akibat tindakan yang diperbuat penjual ikan. Tetapi pada kenyataannya penjual ikan membuang sampah organik dan non organik serta limbah cair disembarang tempat sehingga merebaknya aroma busuk dan amis dimana-mana.

Fakhry (2001:126) dalam tahapan hubungan manusia dengan lingkungan, ditunjukkan bahwa seluruh aspek budaya, perilaku bahkan “nasib” manusia dipengaruhi, ditentukan dan tunduk pada lingkungan. Berdasarkan pemaparan


(28)

diatas, peneliti akan melakukan penelitian mengenai “persepsi penjual ikan terhadap bersih dan kotor di tempat pelelangan ikan Lempasing, Bandarlampung”.

B. Rumusan Masalah

Bagaiman persepsi penjual ikan terhadap keadaan bersih dan kotor di tempat pelelangan ikan Lempasing?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui persepsi penjual ikan terhadap keadaan bersih dan kotor di tempat pelelangan ikan Lempasing.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran dan praktik ilmu Sosiologi khususnya Sosiologi lingkungan, yaitu cabang Sosiologi yang mengkaji aspek-aspek lingkungan seperti pemanfaatan sumber daya alami serta pencemaran dari kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia dengan beragam alasan lingkungan terutama di lingkungan tempat pelelangan ikan.

2. Hasil dari penelitian diharapkan dapat membantu instansi pemerintah dalam memberikan informasi terkait kebersihan lingkungan di lokasi tempat pelelangan ikan.


(29)

A. Konsep Bersih dan Kotor menurut Medis

Tak dapat dipungkiri bahwa antara kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat merupakan salah satu barometer untuk menilai dan mengukur seberapa jauh kemajuan suatu daerah. Di Indonesia, kebersihan lingkungan dan kesehatan dijalankan secara simultan dengan titik berat pada dimensi pembangunan kesehatan masyarakat. Padahal, bila mau kaji lebih jauh lagi, sebenarnya kebersihan dan kesehatan, selain mempunyai dimensi pembangunan, juga menjadi arena bagi setiap individu dan kelompok untuk memperbaiki ‘mentalitas kurang mencintai’ kebersihan lingkungan dan kesehatan.

Kesehatan tidak saja diterapkan dalam kajian ilmu medis, kedokteran, kebidanan dan lain-lain, melainkan juga merupakan kajian bidang budaya. Kajian-kajian mengenai kesehatan banyak dikaji dalam bidang budaya karena masalah-masalah kesehatan bukan saja semata-mata masalah medis, melainkan juga masalah sosial-budaya. Oleh karena itu sebagian ahli sosiologi dan antropologi menaruh perhatian besar terhadap masalah tersebut. Banyak pengaruh-pengaruh kesehatan yang gagal karena tidak memperhatikan aspek


(30)

sosial budaya, padahal masalah tersebut masalah sosial-budaya. Misalnya dalam dunia kesehatan, bersih merupakan indikator dari ukuran tersendiri dan tentu terukur sebagai medis, namun bersih bagi masyarakat tidak sama dengan persepsi medis. Sehingga banyak medis-medis kesehatan yang tidak menggunakan pendekatan sosial-budaya mengalami kegagalan.

Kesehatan adalah sesuatu yang sudah biasa, hanya dipikirkan bila sakit atau ketika gangguan kesehatan mengganggu aktivitas sehari-hari seseorang. Sehat berarti kekuatan dan ketahanan, mempunyai daya tahan terhadap penyakit, mengalahkan stres dan kelesuan. Menurut Udang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (dikutip dari Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009: 4).

Salim (1982:1) menjelaskan bahwa Indonesia sejak tahun 1978 memasukkan masalah lingkungan hidup dalam Repelita III sebagai bagian Integral dari Kebijakan Pembangunan Nasional. Berarti Indonesia ingin membangun manusia dan mayarakatnya dengan memperhatikan kebersihan lingkungan hidup. Walaupun demikian, penerapannya dalam kenyataan memerlukan pengertian dan penghayatan segi-segi lingkungan hidup oleh masyarakat.

Interaksi antara berbagai unsur lingkungan hidup itu, manusia yang paling berpengaruh. Manusia mampu berkembangbiak dan mengembangkan akal pikirannya, sehingga bumi semakin padat dihuni manusia dan kebutuhannya semakin meningkat. Efeknya, sumber alam semakin banyak dikuras. Seperti


(31)

pengundulan hutan, erosi tanah, pencemaran industri, sampah kotoran, saluran tersumbat dan lain-lain. Semua ini dilihat sebagai masalah lingkungan hidup dalam wujud nyata, yang pada gilirannya dapat mengancam kehidupan manusia. Kondisi tersebut dilukiskan secara lugas oleh Aris (2011) sebagai berikut:

“Eksploitasi terhadap sumber daya alam dan lingkungan tidak dapat dielakkan lagi sebagai konsekuensi logis dari paradigma berpikir industrialisme dan developmentalisme. Bumi dan lingkungan hidup beserta makhluk lain selain manusia telah kehilangan eksistensi dan hak-haknya yang esensial dalam kerangka ekologi dan ekosistemnya.”.

Pada dasarnya kebersihan lingkungan memiliki makna yang berbeda-beda bagi tiap-tiap orang. Sebagian orang mengatakan bahwa kebersihan lingkungan tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk menjamin keberlangsungan hidup sehat saja, tetapi dapat memiliki makna lain yang sifatnya lebih psikologis, seperti aktualisasi sikap dan perilaku hidup kurang sehat. Aktualisasi sikap dan perilaku hidup kurang sehat adalah keinginan untuk merubah diri, dimana seseorang ingin memperbaiki pola hidupnya yang kurang memperhatikan kebersihan dan kesehatannya.

Menurut Azwar (1996), pengaruh kebersihan lingkungan terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan atas dua jenis, yakni: pertama, akibat yang ditimbulkannya segera terjadi. Artinya, begitu faktor lingkungan yang kurang bersih hadir dalam kehidupan manusia, maka akan timbullah penyakit. Kedua, akibat yang ditimbulkannya terjadi secara lambat laun. Artinya tidak hadirnya faktor lingkungan yang kurang bersih (kurang menguntungkan) serta merta dengan munculnya penyakit. Sebaliknya, ia


(32)

mengalami proses yang berjalan agak lambat tetapi pasti, yakni dapat membahayakan kesehatan manusia.

Peranan faktor lingkungan yang kurang bersih dalam menimbulkan penyakit dapat dibedakan atas empat macam, yakni : pertama, sebagai predisposing, artinya berperanan dalam menunjang terjangkitnya suatu penyakit pada manusia.. Kedua, penyebab penyakit secara langsung.. Ketiga, sebagai medium transmisi (pengantara pemindahan) penyakit. Keempat, sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu penyakit.

Banyak manfaat yang bisa dirasakan seseorang dengan menjaga lingkungan mereka tetap terlihat bersih dan rapi. Lingkungan yang bersih akan menjauhkan sumber-sumber penyakit untuk berkembang di sekitar kita. Hal itu tentu berkaitan dengan kesehatan.

Konsep sehat yang dikemukakan oleh Linda Ewles & Ina Simmet (1992:82 ) adalah sebagai berikut:

1. Konsep sehat dilihat dari segi jasmani yaitu dimensi sehat yang paling nyata karena perhatiannya pada fungsi mekanisme tubuh

2. Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuan berpikir dengan jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan dengan emosional dan sosial walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya

3. Konsep sehat dilihat dari segi emosional yaitu kemampuan untuk mengenal emosi seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dan kemarahan, dan untuk mengekspresikan emosi-emosi secara cepat


(33)

4. Konsep sehat dilihat dari segi sosial berarti kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain

5. Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual yang berkaitan dengan kepercayaan dan praktek keagamaan, berkaitan dengan perbuatan baik, secara pribadi, prinsip-prinsip tingkah laku, dan cara mencapai kedamaian dan merasa damai dalam kesendirian

6. Konsep sehat dilihat dari segi sosietal yaitu berkaitan dengan kesehatan pada tingkat individual ang terjadi karena kondisi-kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melingkupi individu tersebut. Adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit” yang tidak dapat menyediakan sumber-sumber untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan emosional

Sedangkan konsep sehat yang dikemukakan oleh World Health Organization (WHO) bahwa sehat itu adalah “a state of complete physical, mental, and social well being, and not merely the absence of disease or infirmity”(WHO, 1981:38). Dengan demikian jelas bahwa kondisi sehat tidak hanya berkaitan dengan kondisi fisik, tetapi juga kondisi mental seseorang.

Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam


(34)

pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Sehat secara sosial dinyatakan sebagai kondisi pada seseorang yang memungkinkan ia menunaikan tugas perikehidupannya di tengah-tengah masyarakat, tanpa merasa cemas dalam memelihara dan memajukan dirinya sendiri maupun keluarganya sehari-hari. Untuk sehat secara fisik maka ekonomi seseorang harus baik. Kesehatan manusia dipengaruhi oleh empat faktor yaitu faktor genetik, lingkungan, perilaku dan faktor pelayanan kesehatan.

Menurut Saunders dalam Foster dan Anderson (2006:44) munculnya berbagai masyarakat, manusia menciptakan suatu strategi adaptasi baru dalam menghadapi penyakit. Suatu strategi yang memaksa manusia untuk menaruh perhatian utama pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam usahanya menanggulangi penyakit, manusia telah mengembangkan suatu kompleks luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik peran, norma-norma, nilai-nilai-ideologi, sikap, adat-istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang saling menguatkan dan saling membantu. “Kompleks yang luas” tersebut dan dan hal-hal lainnya yang dianggap dapat ditambahkan pada daftar tersebut, membentuk suatu “sistem medis”. Istilah tersebut mencakup keseluruhan dari pengetahuan kesehatan, kepercayaan, keterampilan dan praktek-praktek dari para anggota dari tiap kelompok. Secara singkat, kita memandang setiap sistem medis sebagai cakupan semua kepercayaan tentang usaha meningkatkan kesehatan


(35)

dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun keterampilan anggota-anggota kelompok yang mendukung sistem tersebut.

Fungsi dari suatu sistem medis adalah untuk memulihkan kesehatan pasien kembali. Sudah tentu ini adalah alasan dasar dan mungkin pula yang paling penting. Namun, seperti seperti juga halnya dengan sistem-sistem budaya yang kompleks lainnya dalam suatu masyarakat, sistem medis memenuhi sejumlah fungsi yang penting bagi kesejahteraan kebudayaan, dimana mereka menjadi bagian darinya; fungsi-fungsi yang sering tidak dikenal oleh anggota-anggota masyarakat itu sendiri, tetapi yang adaptif dalam arti bahwa hal itu menungkatkan kesejahteraan kelompok yang bersangkutan (Foster dan Anderson, 2006:52).

Pada tingkatan yang sangat komprehensif ini, adalah tepat untuk merumuskan suatu konsep tentang satu sistem medis untuk setiap masyarakat. Sistem medis dari semua kelompok, betapapun sederhananya, dapat dipecah menjadi sistem “teori penyakit”. Suatu sistem “teori penyakit” meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-ciri sehat, sebab-sebab sakit serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain yang digunakan oleh para dokter. Fungsi dari sistem “teori penyakit” tidaklah terbatas hanya pada pemberian pedoman untuk penyembuhan dan sistem “teori penyakit” tidak hanya mendiagnosis sebab dan memberikan pengobatan yang logis.


(36)

B. Kosep Bersih dan Kotor menurut Sosial Budaya

Lingkungan bersih merupakan dambaan semua orang. Namun tidak mudah untuk menciptakan lingkungan kita bisa terlihat bersih dan rapi sehingga nyaman untuk dilihat. Tidak jarang karena kesibukan dan berbagai alasan lain, kita kurang memperhatikan masalah kebersihan lingkungan di sekitar kita, terutama lingkungan tempat pelelangan ikan. Tentu saja lingkungan dalam kondisi bersih serta sehat akan membuat para penghuninya nyaman dan kesehatan tubuhnya terjaga dengan baik. Kesehatan tubuh manusia berada pada posisi paling vital. Alasannya tentulah mengarah pada keberagaman kegiatan hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pandangan ekologis ternyata cocok bagi ahli antropologi karena dalam kenyataannya, pandangan itu merupakan lanjutan dari lingkungan dan komuniti biotiknya dalam pendekatan antropologi yang fundamental: yakni perhatian kepada sistemnya. Suatu “sistem” menurut definisi Kamus Webster Edisi kedua adalah “agregasi atau pengelompokkan objek-objek yang dipersatukan oleh beberapa bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung, sekelompok unit yang berbeda, yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau oleh seni sehingga membentuk suatu keseluruhan yang integral dan berfungsi, beroperasi atau bergerak dalam kesatuan (Foster dan Anderson, 2006:13).

Hardesty (1977:289) dalam antropologi, sudah tentu yang dimaksud sebagai “keseluruhan integral” adalah suatu sistem sosial-budaya atau dengan kata yang lebih umum, suatu kebudayaan. Dalam ekologi keseluruhan integral


(37)

adalah suatu ekosistem. Untuk terus berfungsi tanpa gangguan yang berat, baik ekosistem maupun sistem sosial-budaya harus mempertahankan suatu tingkatan integrasi minimum dan konsistensi dari dalam, suatu tungkatan yang cukup tinggi sehingga unit-unit yang terpisah-pisah dalam sistem tersebut dapat saling menyumbangkan peranannya.

Dalam studi-studi ekologi, dimulai dengan lingkungan. Sejauh yang menyangkut manusia, lingkungan bersifat alamiah dan sosial-budaya. Masalah sosial-budaya merupakan masalah dasar dalam masyarakat. Semua kelompok harus menyesuaikan diri dengan kondisi geografis dan iklim yang terdapat ditempat tinggal mereka dan mereka harus belajar untuk mengeksploitasi sumber-sumber yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan mereka. Semua kelompok juga harus menyesuaikan diri pada lingkungn yang mereka ciptakan sendiri dan dimana mereka hidup. Namun akan terlampau menyederhanakan bila dikatakan bahwa ada dua tipe lingkungan yang berbeda; unsur-unsur dari keduanya sering bercampur sehingga dalam kenyataannya, kita berhubungan dengan hanya satu lingkungan saja. Penyakit, misalnya, adalah bagian dari lingkungan manusia. Penyakit mencakup patologi dan pada satu tingkatan, penyakit jelas bersifat biologis.

Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan bergantung jenis penyakit. Secara umum konsepsi ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan lingkungannya. Para ahli antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkah laku


(38)

penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi evolusi kebudayaannya melalui proses umpan balik (Foster dan Anderson, 1978: 42).

Sakit dapat diinterpretasikan secara berbeda berdasarkan pengetahuan secara ilmiah dan dapat dilihat berdasarkan pengetahuan secara budaya dari masing-masing penyandang kebudayaannya. Hal ini berarti dapat dilihat berdasarkan pemahaman secara etik dan emik. Secara konseptual dapat disajikan bagaimana sakit dilihat secara etik yang dikutip oleh Djekky (2001: 15) sebagai berikut:

1. Secara ilmiah penyakit (disease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat terjadi infeksi atau tekanan dari lingkungan, jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Persepsi Masyarakat tentang sehat atau sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial-budaya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari (Sarwono, 1993:31). Fenomena subyektif ini ditandai dengan perasaan tidak enak. Di negara maju kebanyakan orang mengidaphypochondriacal, ini disebabkan karena kesadaran kesehatan sangat tinggi dan takut terkena penyakit sehingga jika dirasakan sedikit saja kelainan pada tubuhnya, maka akan langsung ke dokter, padahal tidak terdapat gangguan fisik yang nyata. Keluhan psikosomatis seperti ini lebih banyak ditemukan di negara maju daripada kalangan masyarakat tradisional. Umumnya masyarakat tradisional


(39)

memandang seseorang sebagai sakit, jika orang itu kehilangan nafsu makannya atau gairah kerjanya, tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatannya sehingga harus tinggal di tempat tidur (Sudarti, 1988:16).

2. Secara emik sakit dapat dilihat berdasarkan pemahaman konsep kebudayaan masyarakat penyandang kebudayaannya sebagaimana dikemukakan oleh Foster dan Anderson (1986:74) menemukan bahwa konsep penyakit pada masyarakat tradisional yang mereka telusuri di kepustakaan-kepustakaan mengenai etnomedisin, bahwa konsep penyakit masyarakat non barat, dibagi atas dua kategori umum yaitu: Personalistik, munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Kedua Naturalistik, yaitu sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.

Sudarti (1988:53) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit, masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti halnya anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak


(40)

nafsu makan, sedangkan orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja dan kehilangan nafsu makan. Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam tiga bagian, yaitu :

1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia

2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin

3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain)

Menurut Nolen (dalam Anderson, 1974: 294) ada beberapa peranan sosial penyakit antara lain yaitu:

1. Penyakit merupakan pelepasan dari tekanan yang tak tertahankan

2. Penyakit membantu untuk menanggung kegagalan pribadi

3. Sakit dapat digunakan untuk memperoleh perhatian

4. Masuk rumah sakit dapat dianggap sebagai liburan

5. Penyakit dapat digunakan sebagai alat kontrol sosial

6. Penyakit dapat dijadikan alat untuk menghapus dosa

Ahli antropologi dan ahli sosiologi memandang perjalanan penyakit sebagai sesuatu yang secara analitik ditentukan oleh tahap-tahap yang dapat dibedakan. Skema sosiologi yang banyak digunakan adalah skema Suchman yang melihat urutan dari peristiwa-peristiwa medis, terdiri dari titik-titik pokok transisi yang menyangkut keputusan-keputusan baru mengenai


(41)

perjalanan dari perawatan medis yang dibedakan dalam lima tahap (Suchman dalam Anderson, 1965) yaitu:

1. Tahap pengalaman gejala-gejala (keputusan bahwa ada yang tidak beres)

Masyarakat non-barat cenderung percaya bahwa penyakit tidak akan ada kecuali ada rasa sakit atau perasaan kurang sehat

2. Asumsi dari keadaan peranan sakit (keputusan bahwa seseorang sakit dan membutuhkan perawatan profesional)

3. Tahap kontak perawatan medis (keputusan untuk mencari perawatan medis profesional, dimana terdapat 3 tipe informasi yang akan di dapat, yaitu: validasi keadaan sakit; penjelasan tentang gejala yang tidak dimengerti; keyakinan bahwa mereka akan baik)

4. Tahap peranan ketergantungan pasien (keputusan untuk mengalihkan pengawasan kepada dokter dan menerima serta mengikuti pengobatan yang diterapkan)

5. Kesembuhan atau keadaan rehabilitas (keputusan untuk mengakhiri peranan pasien agar pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada kondisi sebelum sakit, kesiapan fungsi sosial, meningkatkan kemandirian serta memberi harapan dansupport).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan atau yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Sakit menunjukkan


(42)

dimensi fisiologis yang subjektif atau perasaan yang terbatas yang lebih menyangkut orang yang merasakannya, yang ditandai dengan perasaan tidak enak (unfeeling well) lemah (weakness), pusing (dizziness), merasa kaku dan mati rasa(numbness).

Sejumlah pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat menarik untuk diteliti sebagai upaya dalam meramu data dan informasi. Pengetahuan mengobati penyakit secara tradisional yang merupakan objek penelitian sangat menarik untuk dikaji karena sistem pengobatan ini berbeda dengan sistem pengobatan modern yang menekankan aspek ilmiah. Pengobatan tradisional sering memainkan peranan penting dalam pengembangan kebangsaan nasional, karena dapat melambangkan masa silam negara yang bersangkutan dan tingkatan kebudayaannya yang tinggi di masa lalu. Di negara-negara yang memiliki sistem medis yang kuno dan tertulis, sering kali timbul keinginan untuk meningkatkan sistem medis asli itu pada status “terpisah namun sederajat“ dengan kedokteran barat, dilandasi oleh argumen mengenai segi kekunoan pengetahuan medis dalam negara yang bersangkutan maupun kemashuran efektifitas pengobatan tradisional tersebut (Foster dan Anderson, 1986 :57).

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain. Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam diri sendiri dan keluarga. Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam


(43)

kehidupannya dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri dari pergaulan dan lingkungan.

C. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Robbins, S.P. (2003:88) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna pada lingkungan mereka. Sedangkan menurut Davidoff (1991:253) mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, nampak bahwa daya persepsi manusia mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya.

Dalam Asrori (2005:194) persepsi memiliki pengaruh yang berarti terhadap dinamika penyesuaian diri karena persepsi memiliki peranan penting dalam perilaku, yaitu sebagai berikut :

1. Sebagai pembentukan pngembangan sikap terhadap suatu objek atau peristiwa yang berarti akan bepengaruh terhadap perilaku penyesuaian diri yang lebih terarah.

2. Sebagai pengembangan fungsi kognitif, afektif dan kgnatif sehingga berpengaruh terhadap penyesuaian yang lebih utuh dan proposional sesuai dengan pertimbangan dan pengalaman-pengalaman yang relevan.


(44)

3. Meningkatkan keaktifan, kedinamisan dan kesabaran terhadap lingkungan sehingga perilaku penyesuaian diri menjadi lebih rasional dan realistis.

4. Mengembangkan kemampuan mengelola pengalaman dalm kehidupan sehari-hari sehingga dapat mendorong kearah proses sosialisasi yang semakin mantap.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Sejumlah faktor berperan dalam membentuk dan kadang memutar balik persepsi. Faktor-faktor ini dapat berada dalam membentuk pihak pelaku persepsi, dalam objek atau target yang dipersepsikan atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dibuat (Robbins, 2006:170).

Bagan 1.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Faktor dalam situasi

a. Waktu

b. Keadaan/tempat kerja

Faktor pada pemersepsi a. Pengetahuan b. Sikap

c. Motif

d. Kepentingan


(45)

3. Proses Pembentukan Persepsi

Persepsi terbentuk melalui beberapa tahap atau proses, banyak hal yang mempengaruhi persepsi seseorang seperti yang dikatakan Sudiana (1986:17) yang menyatakan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh pengalaman masa pengalaman masa lampau, melibatkan pula berbagai faktor seperti kecerdasan, sikap emosional, dan intesitas konsentrasi berfikir pada saat tersebut. Demikianlah suatu gabungan dari masukan sensoris, pengalaman masa lampau, kecerdasan dan sikap, bekerja sedemikian rupa sehingga menghasilkan persepsi tertentu terhadap stimulus dari suatu benda.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terbentuk melalui dua tahap yaitu tahap perhatian terhadap stimulus dan kedua adalah tahap penafsiran yang kemudian yang dipengaruhi juga oleh faktor usia. Tujuan dari penginterpretasian atau penafsiran stimulus adalah ketika individu mempersepsikan sesuatu agar stimulus itu dapat memberi makna kepada lingkungan mereka. Proses pemberian arti melalui penafsiran, rangsangan akan mempengaruhi perilaku individu sebagai bentuk respon terhadap rangsangan yang diterima dari lingkungannya.

D. Kerangka Pikir

Teori Ekologi Budaya diperkenalkan Julian H.Steward pada permulaan dasawarsa 1930an. Inti dari teori ini adalah lingkungan dan budaya tidak bisa dilihat terpisah, tetapi merupakan hasil campuran (mixed product) yang berproses lewat dialektika. Dengan kata lain, proses-proses ekologi


(46)

memiliki hukum timbal balik. Budaya dan lingkungan bukan entitas yang masing-masing berdiri sendiri atau bukan barang jadi yang bersifat statis. Keduanya memiliki peran besar dan saling mempengaruhi. Tidak dinafikkan bahwa lingkungan memang memiliki peran besar atas budaya dan perilaku manusia, tetapi pada waktu yang sama juga mempengaruhi perubahan-perubahan lingkungan. Selain itu, hubungan-hubungan sosial jelas akan menentukan corak interaksi antar individu dengan individu lainnya.

Dalam mengelola lingkungan hal mendasar dan yang terpenting dalam tindakan manusia terhadap pengelolaan lingkungan adalah budaya yang dimiliki suatu masyarakat.karena kebudayaan merupakan pedoman dalam bertingkah laku dan menjadi pegangan bagi pemiliknya. Itulah sebabnya kenapa permasalahan lingkungan tidak bisa dipecahkan dengan ilmu seperti biologi, kimia, dan lain-lain. Satu hal penting dalam mengkaji manusia adalah bahwa manusia mempunyai kebudayaan yang di dalamnya terdapat nilai, norma yang menjadi acuan dalam bertindak

Tantangan yang dilahirkan oleh lingkungan (lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya) menuntut manusia untuk mampu hidup selaras dengan lingkungannya karena hidup selaras dengan lingkungannya, manusia dapat mempertahankan hidupnya. Jika manusia tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya maka ia akan gagal dan terseleksi oleh lingkungannya sendiri. Oleh karena itu, kondisi lingkungan sangat mempengaruhi strategi adaptasi apa yang dipilih oleh manusia yang


(47)

nantinya juga akan melahirkan strategi yang berbeda pula dalam setiap masyarakat untuk menjawab tantangan yang ada di lingkungannya. Adaptasi yang dilakukan manusia terhadap lingkungan tersebut menunjukkan adanya hubungan antara manusia dan lingkungannya. Sedangkan keterkaitannya dengan kebudayaan adalah bahwa kebudayaan merupakan ekspresi adaptasi manusia terhadap kondisi lingkungannya.

Bagan 2.Hubungan antara manusia dan lingkungan dalam Teori Ekologi Lingkungan

Budaya Lingkungan


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Moleong (2005: 11) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif jenis data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini dikarenakan berbagai data yang terkumpul kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang akan atau sudah diteliti. Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif menekankan pada proses penyimpulan serta analisis terhadap hubungan antar fenomena yang diamati, selain itu digunakannya metode kualitatif karena untuk memahami persepsi penjual ikan terhadap bersih dan kotor (studi sosiologi lingkungan pada tempat pelelangan ikan Lempasing, Bandarlampung).

Oleh karena itu, data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam bentuk uraian atau kalimat-kalimat singkat dan jelas, guna mempermudah pembaca dalam memahaminya. Untuk memperoleh data yang valid serta dapat dipertangungjawabkan, dilapangan proses pendekatan kepada informan dilakukan dengan cara memahami sikap, pandangan,


(49)

perasaan dan perilaku baik individu maupun sekelompok orang dalam situasi yang berbeda-beda.

B. Fokus Penelitian

Dalam suatu penelitian sangat penting adanya fokus penelitian karena fokus penelitian akan dapat membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya volume data yang diperoleh di lapangan. Penerapan fokus penelitian berfungsi dalam memenuhi kriteria-kriteria, inklusi-inklusi, atau masukan-masukannya, menjelaskan informasi yang diperoleh di lapangan. Dengan adanya fokus penelitian, akan menghindari pengumpulan data yang seragam dan adanya data yang terlalu banyak.

Miles dan Haberman (1992: 36) menyatakan bahwa fokus penelitian dilakukan agar tidak terjadi penelitian yang samar-samar. Dalam proses mengumpulkan data, kerangka penelitian harus bersifat fleksibel, sehingga dapat mengubah arahan dengan baik dan memfokuskan kembali data yang terkumpul guna pelaksanaan penelitian berikutnya. Fokus penelitian ini untuk mengetahui persepsi penjual ikan terhadap bersih dan kotor (studi sosiologi lingkungan di tempat pelelangan ikan Lempasing, Bandarlampung).

C. Lokasi Penelitian

Moleong (2000: 86) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi penelitian, cara terbaik yang dapat ditempuh adalah dengan mempertimbangkan teori substantif dan menjajaki lapangan guna mencari kesesuaian kenyataan yang


(50)

ada. Sementara itu keterbatasan geografis dan praktis, seperti waktu, biaya dan tenaga juga perlu dijadikan pertimbangan penentuan lokasi penelitian. Untuk itu, penelitian ini akan dilakukan di tempat pelelangan ikan Lempasing, Bandarlampung.

Dasar pemilihan lokasi penelitian bahwa daerah tersebut merupakan tempat pelelangan ikan yang lokasinya jauh dari pasar dan tempat pembuangan sampah. Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari Saibumi.com Edisi Kamis, 27 Maret 2014 - 12:17:21 wib bahwa penjual pun mengeluhkan masalah kebersihan di TPI Lempasing. Masalah utama terletak pada kebutuhan sarana air bersih untuk membersihkan ikan dan kotoran ikan di sekitar lapak.

Mengacu pada hal tersebut penentuan lokasi penelitian ini juga disebabkan untuk melihat peran dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat sekitar dalam menjaga kebersihan lingkungan di tempat pelelangan ikan Lempasing.

D. Penentuan Informan

Informan adalah sumber data utama dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. Penentuan mengenai siapa yang menjadi informan kunci harus melalui beberapa pertimbangan (Bungin. 2003: 63) antara lain:

1. Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan permasalahan yang diteliti;

2. Orang yang bersangkutan tergolong masih berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti:


(51)

3. Orang yang bersangkutan bersifat netral, tidak mempunyai kepentingan pribadi untuk menjelekkan orang lain dan;

4. Orang yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang luas mengenai permasalahan yang diteliti.

E. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini membutuhkan waktu karena untuk memperoleh data yang lengkap, tidak secara langsung pada saat wawancara pertama kali. Peneliti harus mendatangi informan selama beberapa kali serta memperhatikan dan mengamati bentuk aktivitas penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing tersebut. Dalam penelitian ini antara peneliti dengan informan harus saling menumbuhkan rasa kepercayaan agar informan dapat terbuka dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Mei sampai bulan November 2015.

F. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara Mendalam

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat terbuka. Pelaksanaannya dilakukan tidak sekali dua kali, melainkan berulang-ulang. Dalam proses pelaksanaannya sebelum mengumpulkan data di lapangan, akan disusun daftar pertanyaan yang digunakan sebagai pedoman wawancara. Namun, pedoman tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat ketat. Melainkan bersifat fleksibel sesuai situasi dan kondisi di lapangan. Pedoman wawancara ini dimaksudkan untuk menghindari


(52)

terjadinya kehabisan pertanyaan ketika wawancara berlangsung (Bungin. 2003: 63).

Pengamatan dilakukan kepada orang-orang yang paham dan mengenal secara mendalam terhadap permasalahan yang dikaji. Adapun informan yang menjadi objek penelitian ini adalah penjual ikan di tempat pelelangan ikan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi (studi pustaka) merupakan suatu upaya mencari dan meningkatkan referensi yang berkaitan dengan kajian penelitian. Dokumen yang digunakan antara lain adalah buku, artikel, skripsi, jurnal melalui internet, koran dan lain-lain. Dilakukan untuk mencari atau memasukkan data sekunder sebagai referensi penelitian dengan prinsip kehati-hatian dan kejelian. Berbagai data tersebut perlu disaring secara bijak dan harus disesuaikan dengan kajian penelitian itu sendiri. Dalam hal ini persepsi penjual ikan terhadap bersih dan kotor (studi sosiologi lingkungan di tempat pelelangan ikan Lempasing, Bandarlampung)

G. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Menurut Nazir (1983:91) analisa data adalah suatu kegiatan mengelompokkan, membuat suatu urutan manipulatif serta menyingkatkan data sehingga mudah dibaca. Dalam penelitian ini data yang diperoleh akan dianalisis melalui analisa kualitatif, yaitu menganalisa data, memecahkan


(53)

permasalahan dengan menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok kajian dalam penelitian ini.

Menurut Bungin (2003: 229) bahwa terdapat tiga tahapan dalam menganalisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Langkah-langkah yang ditempuh adalah:

1. Reduksi Data

Pada tahap ini akan dipusatkan pada data lapangan yang telah terkumpul. Data lapangan itu, kemudian dipilih, untuk dilihat kerelevansiannya terhadap tujuan penelitian. Berbagai data yang terpilih, disederhanakan, diklasifikasikan serta dijabarkan atas dasar tema untuk merekomendasikan data tambahan. Kemudian hasilnya akan diuraikan secara singkat dalam bentuk ringkasan.

2. Penyajian Data

Pada tahap ini penyajian data dilakukan dalam bentuk teks naratif terlebih dahulu. Hasil teks naratif tersebut diringkas dalam bentuk uraian sederhana yang menggambarkan alur proses perubahan kultural, dari monokulturalis ke interkulturalitas. Masing-masing komponen dalam uraian merupakan abstraksi dari teks naratif data lapangan. Penyajian informasi hasil penelitian dilakukan berdasarkan susunan yang telah diabstraksikan dalam uraian tersebut.


(54)

3. Verifikasi (Kesimpulan)

Tahap ini akan dilakukan uji kebenaran dari setiap makna yang muncul pada data penelitian. Disamping menyandarkan pada klarifikasi data, perlu juga memfokuskan perhatian pada abstraksi data yang tertuang dalam uraian. Setiap data yang menunjang komponen uraian diklasifikasikan kembali, baik dengan informan di lapangan maupun melalui diskusi-diskusi dengan rekan. Apabila hasil klarifikasi memperkuat simpulan atas data, maka pengumpulan data untuk komponen tersebut siap dihentikan.


(55)

A. Profil Informan

Karakterisitik informan dapat dilihat dari segi ekonomi penjual ikan, pendidikan penjual ikan, dan pengalaman penjual ikan.

Informan P.1

Informan pertama penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing ini adalah seorang laki-laki bersuku Jawa bernama Mulyadi dengan status telah menikah dan saat ini berusia 40 tahun. Beralamat di jalan Teluk Semangka nomor 3, Kota Karang. Pendidikan terakhir yang ditempuh adalah Sekolah Dasar ( SD ) dan merupakan seorang warga pendatang di tanah Lampung. Kepindahan Mulyadi ke Lampung sendiri karena tuntutan ekonomi yang diketahui bahwa sulitnya mencari pekerjaan di daerah asalnya. Kini Mulyadi telah lima belas tahun bekerja sebagai penjual ikan di Lempasing.


(56)

Informan P.2

Informan kedua penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing ini adalah seorang laki-laki bernama Sahawi kelahiran Cilegon pada tanggal 5 Oktober 1974, berstatus telah berkeluarga dan tinggal di Kota Karang, dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) merupakan perantauan di tanah Lampung dan sudah menetap di Lampung selama tiga puluh tahun. Sahawi berasal dari keluarga kurang mampu sehingga minat untuk mencari uang lebih besar daripada mengenyam pendidikan. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama, Sahawi membantu orang tuanya berjualan ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing hingga akhirnya kini Sahawi mengikuti jejak orang tuanya sebagai penjual ikan di TPI Lempasing. Saat ini Sahawi telah tujuh belas tahun menjalani profesi sebagai penjual ikan.

Informan P.3

Informan ketiga penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing ini adalah seorang laki-laki bernama Muhammad Yahsya bersuku Jawa-Serang dengan status telah menikah. Mayoritas penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing ini bersuku Jawa. Bapak dari dua anak ini banyak menghabiskan waktunya di tempat pelelangan ikan dikarenakan profesinya sebagai penjual ikan. Kini Muhammad Yahsya telah dua puluh tahun bekerja sebagai penjual ikan disini.


(57)

Informan P.4

Informan terakhir penjual ikan di tempat pelelangan ikan lempasing ini adalah seorang wanita bernama Nur Sari bersuku Jawa. Ibu dari tiga orang anak ini berstatus janda dan merupakan tulang punggung keluarga karena hanya mampu mengenyam pendidikan sampai Sekolah Dasar ( SD ) sehingga Nur Sari memiliki semangat yang tinggi dalam mencari nafkah demi membiayai sekolah anak-anaknya. Nur Sari berkeinginan agar ke depannya anak-anaknya mampu mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak. Nur Sari bekerja sebagai penjual ikan hampir dua puluh lima tahun.

Setelah dilakukan wawancara terhadap empat orang informan yang terdiri dari tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan yang berstatus sebagai penjual ikan. Berikut ini akan digambarkan hasil penelitian yang menunjukkan pembahasan tentang persepsi penjual ikan tentang kesehatan lingkungan di tempat pelelangan ikan Lempasing.

B. Pembahasan

Aktivitas yang ada di tempat pelelangan ikan antara lain di mulai dari aktivitas nelayan tiba dari melaut dengan hasil lautnya, kemudian nelayan mendaratkan hasil tangkapan laut di tempat pelelangan ikan serta aktivitas jual beli hasil laut. Sumber-sumber pencemaran di tempat pelelangan ikan pada umumnya berasal dari aktivitas orang-orang yang berada di tempat pelelangan ikan, seperti sampah sisa pembongkaran dan pelelangan ikan (sisa-sisa potongan ikan) serta limbah dari industri pengolahan dan kapal-kapal yang berlabuh yang mencemari salurandrainase. Ditambah lagi dengan


(58)

pembuangan sisa-sisa ikan yg membusuk di pinggir dagangan dan dibuang ke laut. Tempat pelelangan ikan bertambah kumuh pasca naiknya air laut sehingga banyak sampah yang berserakan.

Gambar 8.Pencemaran saluran drainase

Sebelum ikan siap untuk dijual, penjual ikan mensortir terlebih dahulu ikan-ikan berdasarkan jenisnya serta layak atau tidaknya ikan-ikan tersebut untuk dijual. Berdasarkan pengetahuan penjual ikan bahwa ikan yang masih bagus dibasuh dengan air laut agar ikan lebih tahan lama. Air laut yang dipergunakan adalah air yang telah tercemar oleh limbah padahal di tempat pelelangan ikan tersedia sumber air tawar yang bersih.


(59)

Gambar 9.Penyortiran ikan sebelum dijual

Kondisi kebersihan lingkungan tempat pelelangan ikan idealnya adalah seperti tersedianya tempat sampah dan diletakkan di lokasi yang mudah di jangkau oleh penjual ikan sehingga penjual ikan tidak perlu membuang sampah sembarangan di sekitar dagangan mereka maupun di pinggir dermaga karena hal tersebut akan memicu berkumpulnya lalat pembawa wabah penyakit dan vektor lainnya namun pada saat ini membuang sampah sembarangan telah menjadi kebiasaan bagi penjual ikan, ditambah lagi dengan tempat sampah yang telah disediakan sering dicuri sehingga saat ini hanya tersedia dua tempat sampah yang berukuran sedang dan terbuat dari bahan semacam plastik berwarna biru.

“Kotak sampahnya memang ada dua mbak tapi ya karena jaraknya tidak terlalu strategis makanya saya cari tempat terdekat buat buang sampah, ya itu di deket dagangan saya. Supaya tidak menghambat saya berjualan” (Hasil wawancara dengan Muhammad Yahsya pada 5 September 2015).


(60)

Dari hasil pemaparan diatas dapat diketahui bahwa Muhammad Yahsya mencari tempat strategis untuk buang sampah karena kotak sampah diletakkan di tempat yang kurang strategis. Bagi Muhammad Yahsya, letak kotak sampah yang kurang strategis akan menghambatnya dalam melakukan pekerjaannya.

Mengingat bahwa kotak sampah yang disediakan dalam jumlah yang terbatas dan letaknya kurang strategis maka penjual ikan menumpuk sampah tersebut dan kemudian langsung dibuang ke laut. Seperti yang dinyatakan oleh Mulyadi dibawah ini.

“Kalo saya membuang sampahnya langsung ke laut mbak. Orang disini rata-rata kayak gitu kalo buang sampahnya” (Hasil wawancara dengan Mulyadi pada 5 September 2015).

Dari pemaparan Mulyadi diketahui bahwa untuk masalah sampah, penjual ikan rata-rata membuang sampah langsung ke laut jadi penjual ikan yang lainnya pun ikut membuang sampah di laut.

“Sampahnya suka dibuang ke laut mbak kalo lagi males, apalagi kalo cuaca panas mbak” (Hasil wawancara dengan Sahawi pada 5 September 2015).

Dari pemaparan Sahawi untuk masalah sampah sama seperti yang di ungkapkan Mulyadi, yaitu kadang-kadang dibuang ke laut dengan alasan malas. Dari rasa malas inilah tumbuh perilaku membuang sampah sembarangan.


(61)

“Sampah-sampah dibuang kelaut mbak, kan ujung-ujungnya sampah dari mana-mana ke laut juga” (Hasil wawancara dengan Nur Sari pada 5 September 2015).

Dari pemaparan Nur Sari bahwa sampah dari mana-mana yang di buang ke laut ujung-ujungnya akan ke laut juga. Perilaku membuang sampah ke laut tentunya juga menimbulkan masalah. Jika air laut naik ke dermaga, maka sampah-sampah yang ada di laut ikut terbawa sehingga banyak sampah yang akan berserakan setelah air laut surut dan membuat kotor dermaga.

Gambar 10.Penjual ikan yang membuang sampah di pinggir laut

Dari pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa ada beberapa alasan yang dikemukakan informan mengapa membuang sampah ke laut. Mulai dari kebiasaan penjual di tempat pelelangan ikan seperti yang dikemukakan Mulyadi, rasa malas untuk membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan seperti yang diungkapkan Muhammad Yahsya, hingga pola pikir bahwa pada akhirnya sampah akan berujung ke laut seperti yang dikemukakan oleh Nur Sari.


(62)

Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya. Terdapat 2 jenis sampah, yaitu sampah organik (degradable)dan sampah anorganik (undegradable). Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa berasal dari bahan yang bisa diperbarui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis yang termasuk ke dalam kategori bisa didaur ulang (reycycle) ini misalnya bahan yang terbuat dari plastik dan logam.

Sampah yang dibuang sembarangan ke dalam selokan akan menghambat jalannya aliran air. Sampah tersebut bertumpuk sehingga aliran air selokan tersumbat. Ketika curah hujan tinggi dan berlangsung lama, akan mengakibatkan banjir. Dalam istilah lingkungan, sampah diartikan sebagai ”bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil kegiatan manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.” (Ecolink, 1996).

Makna “bersih” dan ukuran “bersih” umumnya mengacu pada cara masyarakat itu sendiri terhadap kondisi yang dianggap “bersih”, atau ukuran “bersih” bagi informan dalam penelitian ini tentu saja berbeda dengan bersih


(63)

dalam dunia medis karena informan dalam hal ini memiliki standar tersendiri untuk menyebut suatu kondisi itu “bersih”.

1. Mulyadi : “Bersih itu enak dipandang mata”

Mulyadi telah lima belas tahun bekerja sebagai penjual ikan di Lempasing. Mulyadi mengatakan bahwa ada agenda rutin setiap satu bulan sekali di tempat pelelangan ikan seperti yang dipaparkan sebagai berikut.

“Ada kegiatan yang rutin dilakukan antara pihak pengelola TPI dan penjual ikan di TPI ini setiap satu bulan sekali, yaitu melakukan kerja bakti. Dengan diadakannya kerja bakti maka lingkungan menjadi bersih dan enak dipandang” (Hasil wawancara dengan Mulyadi Pada 12 November 2015).

Gambar 11.Wawancara dengan informan yaitu Mulyadi

Dari pemaparan diatas, bagi Mulyadi bahwa dengan diadakannya kerja bakti akan membuat tempat pelelangan ikan menjadi bersih dan enak dipandang mata. Lingkungan yang bersih tentu saja memberikan dampak positif bagi kesehatan, yaitu terhindar dari resiko penyebaran berbagai penyakit.


(64)

Contohnya saja apabila sampah menumpuk tanpa dibersihkan, pastinya akan sangat kotor dan menimbulkan banyak sekali lalat. Lalat merupakan salah satu hewan pembawa penyakit. Ketika lingkungan kurang bersih, hal ini akan menyebabkan meningkatnya persebaran penyakit, seperti demam, diare, disentri dan penyakit pernapasan.

2. Sahawi : “Higienis, tidak kotor dan jauh dari sumber pembawa penyakit”

Sama seperti Mulyadi, Sahawi juga juga berprofesi sebagai penjual ikan dan telah tujuh belas tahun berjualan di tempat pelelangan ikan. Sahawi juga mengatakan bahwa dia turut serta menjaga kebersihan lingkungan dengan cara turut serta kerja bakti agar TPI terhindar dari sumber pembawa penyakit sebagaimana dipaparkan sebagai berikut.

“Saya turut serta dalam kegiatan kerja bakti agar terjaga kebersihan lingkungan TPI. Supaya lingkungan higienis, tidak kotor dan jauh dari sumber pembawa penyakit. Saya ngeluangin waktu, toh kerja baktinya sekali dalam sebulan,” (Hasil wawancara dengan Sahawi pada 12 November 2015).

Dari pemaparan di atas bahwa Sahawi turut serta dalam kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan tempat pelelangan ikan, sehingga jauh dari sumber pembawa penyakit yang merupakan makna bersih bagi Sahawi. Sahawi menambahkan bahwa agenda kerja bakti yang diadakan setiap satu bulan sekali tidak efisien dalam membantu menjaga kebersihan tempat pelelangan ikan.


(65)

Bukan hanya frekuensi kerja bakti yang perlu ditingkatkan tapi penambahan fasilitas merupakan hal penting dalam membantu pelaksanaan menjaga kebersihan. Salah satu fasilitas yang perlu ditambah jumlahnya adalah tempat sampah. Tempat sampah merupakan tempat untuk menyimpan sampah sementara setelah sampah dihasilkan, yang harus ada pada setiap sumber atau penghasil sampah sebelum sampah dikelola lebih lanjut (Depkes RI, 1996).

Gambar 12.Sampah yang berserakan di tempat pelelangan ikan

3. Muhammda Yahsya : “Kotor itu sampahnya dimana-mana

Muhammda Yahsya telah dua puluh tahun bekerja sebagai penjual ikan. Menurut pernyataan Muhammad Yahsya bahwa tempat pelelangan tidak termasuk bersih karena banyaknya sampah-sampah yang berserakan dimana-mana sehingga tempat pelelangan ikan terlihat kotor.

“Di TPI ini termasuk kotor karena banyak sampah -sampah yang berserakan dimana-mana. Risih mbak ngeliatnya” (Hasil wawancara dengan Muhammad Yahsya pada 12 November 2015).


(66)

Dari pemaparan Muhammad Yahsya bahwa lingkungan tempat pelelangan ikan termasuk kotor karena banyaknya sampah berserakan yang di buang sembarangan oleh penjual ikan tersebut. Sebagai tempat berjualan maka karakteristik sampah yang dihasilkan didominansi oleh sampah organik, sampah non organik yang basah dan mudah busuk serta memiliki volume besar.

Menurut Slamet (2004) pengaruh sampah-sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Misalnya sampah beracun, sampah korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, teratogenik. Selain itu ada pula sampah yang mengandung kuman patogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit. efek tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah.

4. Nur Sari : “Bersih itu gak ada tikus”

Nur Sari merupakan orang tua tunggal dari tiga orang anak ini hampir dua puluh tahun bekerja sebagai penjual ikan. Nur Sari mengakui bahwa tempat pelelangan ikan ini belum termasuk bersih karena masih terdapat tikus yang sering berkeliaran di tempat pelelangan ikan seperti yang dinyatakan dalam wawancara sebagai berikut.

“Lingkungan disini mah belum termasuk bersih mbak, walaupun tiap sebulan sekali ada kerja bakti karena masih ada tikus yang berkeliaran disini dan tikusnya pun gede-gede mbak. Jijik lho mbak kalo


(67)

gak sengaja ngeliatnya. Terus masih banyak sampah yang berserakan dimana-mana” (Hasil wawancara dengan Nur Sari pada 12 November 2015).

Dari pemaparan Nur Sari dengan adanya kerja bakti tidak membuat lingkungan tempat pelelangan ikan terasa bersih karena kerja bakti dilakukan setiap satu bulan sekali. Bersihnya hanya pada saat dilakukan kerja bakti saja. Akan lebih baik jika kerja bakti tersebut dilaksanakan lebih dari 1 kali dalam sebulan karena sampah-sampah akan bertambah setiap hari.

Dari pernyataan keempat informan diketahui informan merasa bahwa TPI termasuk kategori kotor. Informan juga pada umumnya melihat kotor atau tidaknya suatu tempat dilihat dari keberadaan sampah sehingga menurut Muhammad Yahsya dan Nur Sari makna bersih adalah tidak ada sampah dimana-mana dan tidak ada vektor pembawa penyakit seperti tikus.

Makna “kotor” dan ukuran “kotor” juga umumnya mengacu pada cara masyarakat itu sendiri terhadap kondisi yang dianggap “kotor”, atau ukuran “kotor” bagi informan dalam penelitian ini dan berikut adalah makna “kotor” bagi para informan :

1. Mulyadi : “Kotor itu tidak enak dipandang mata dan sampahnya dimana-mana

Mulyadi memaknai bersih adalah higienis, tidak kotor dan jauh dari sumber pembawa penyakit maka makna kotor bagi Mulyadi adalah tidak enak dipandang mata dan sampahnya dimana-mana. Hal ini di ungkapkan dalam wawancara berikut.


(68)

“Kalo kotor itu mbak waktu saya melihat sampah dimana-mana dan lingkungannya tidak enak dipandang” (Hasil wawancara dengan Mulyadi pada 12 November 2015).

Dari pemaparan Mulyadi diketahui bahwa makna kotor baginya adalah lingkungan yang tidak enak dipandang dan sampahnya dimana-mana seperti kondisi tempat pelelangan ikan saat ini. Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat, tikus yang dapat menimbulkan penyakit.

Pekerjaan sebagai penjual ikan rentan terkena penyakit apalagi lapak penjual ikan berdekatan dengan laut yang anginnya berhembus cukup kencang.

“Kalo saya ke TPI sekitar jam lima-an mbak, otomatis anginnya masih berhembus cukup kencang. Biasanya sih paling masuk angin dan sakit kepala. Kalo masuk angin biasanya pake minyak angin aja, terus kalo sakit kepala ya minum obat yang biasa dijual di warung-warung mbak. Saya merasa sehatan kalo udah kerokan mbak” (Hasil wawancara dengan Mulyadi pada 12 November 2015).

Dari pemaparan Mulyadi diketahui bahwa angin pagi masih berhembus cukup kencang dan membuat kesehatan terganggu tentunya. Sakit yang pernah menyerang Mulyadi adalah masuk angin dan sakit kepala.

Masuk angin tidak dikenal dalam dunia medis, dalam dunia medis masuk angin dikenal sebagai istilah demam dengan ukuran suhu tubuh tertentu dan dengan serangkaian gejala-gejala tertentu yang mengikutinya. Masuk angin


(1)

78

Terbentuknya makna sehat karena dasar pengetahuan, pengalaman, warisan dan persepsi dapat terlihat pada apa yang dinyatakan oleh para informan mengenai kondisi sehat adalah apabila mereka dapat dengan leluasa bekerja seperti biasa. Makna sehat dan sakit juga dibagun atas dasar persepsi bahwa sakit adalah kondisi yang ditandai dengan perasaan tidak enak seperti yang diutarakan lainnya.

Makna sehat bagi penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing adalah sebagai berikut :

1. Sehat adalah apabila seseorang individu dapat bekerja atau beraktivitas

2. Sehat adalah apabila kondisi tubuh yang kuat untuk beraktivitas


(2)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan bahwa makna bersih dan kotor bagi penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing terbentuk karena dasar pengetahuan, pengalaman, warisan dan persepsi. Penjual ikan memaknai bersih dan kotor dari lingkup terkecil yaitu tempat pelelangan ikan serta mereka memaknai hal tersebut dengan cara sederhana tanpa mengetahui standar lingkungan yang layak ditempati menurut ukuran tertentu.

Berbicara soal masalah kesehatan penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing, tentunya tidak terlepas dari bersih dan kotor lingkungan tersebut. Beberapa penyakit yang pernah diderita penjual ikan mulai dari sakit kepala, demam, gatal-gatal dan lemas. Ada beberapa penyakit yang disebutkan di atas dikarenakan pemahaman konsep kebudayaan mengenai penyakit maka penjual ikan di tempat pelelangan ikan Lempasing memiliki konsep sendiri mengenai penyakit tersebut diatas, misalkan untuk menyebut demam mereka menggunakan istilah masuk angin. Umumnya penyakit yang diderita karena kondisi alam dalam hal ini angin laut yang mengakibatkan mereka menderita sejumlah penyakit.


(3)

80

B. Saran

1. Kepada pihak yang terkait seperti kepala UPTD-PP Lempasing sekiranya memberikan perhatian yang lebih terkait masalah kebersihan lingkungan yang ada di tempat pelelangan Lempasing karena hal itu sangat penting bagi kesehatan dan juga lingkungan seperti dalam bentuk penyuluhan dan seminar terkait pentingnya kesehatan lingkungan agar menambah wawasan penjual ikan untuk menjaga kebersihan di tempat pelelangan ikan.

2. Menyediakan kembali fasilitas sanitasi dalam jumlah yang cukup dan memadai

3. Memberikan motivasi kepada penjual ikan untuk lebih peduli dalam menjaga kebersihan lingkungan.


(4)

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. (2005). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. PT Bumi Aksara.

Aris, Muhammad Marfai. 2011. Pengantar Etika Lingkungan Dan Kearifan Lokal. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Asdiansyah, Juwendra. 2015. Nelayan Bagan Di TPI Lempasing Sekali Melaut Dapat 3 Ton Ikan. http://www.duajurai.com/2015/04/wow-nelayan-bagan-di-tpi-lempasing-bandar-lampung-sekali-melaut-dapat-3-ton-ikan/ (Diakses 3 Februari 2016).

Azwar, Azrul. 1996.Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan. Bungin, Burhan. 2003.Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis

dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada.

Davidoff, Linda. 1991.Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.

Davit, Muhammad Saputra. 2015. Penghasilan Nelayan Bagan TPI Lempasing

Tak Sebanyak Hasil Tangkapannya.

http://www.duajurai.com/2015/04/penghasilan-nelayan-bagan-tpi-lempasing-bandar-lampung-tak-sebanyak-hasil-tangkapannya/ (Diakses 3 Februari 2016).

Depkes RI. 1996. Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Dampak Sampah (Aspek Kesehatan Lingkungan).Jakarta.


(5)

82

Djoht, Djekky R. 2001. Penerapan Ilmu Antropologi Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Papua. http: //www. papuaweb.org / uncen/dlib/ jr /antropologi/ indeex html (Diakses 3 Februari 2016).

Ecolink. 1996.Istilah Lingkungan untuk Manajeman.

Fakhry, Majid. 2001. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis. Bandung. Pustaka Jaya.

Foster, George M. 2013.Antropologi Kesehatan. Jakarta. Universitas Indonesia (UI-Press).

Hardesty, Donald. 1977.Ecological Anthropology.Canada.Simultaneously. Linda Ewles & Ina Simmet. 1992.Konsep Sehat. Jakarta. Pusdiklat Pegawai

Depkes RI.

Lubis, Ernani. 2000. Pengantar Pelabuhan Perikanan. IPB. Bogor.

Miles dan Haberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Sumber Metode-metode Baru.Jakarta. UI-Press.

Moleong, L . 2000. Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Nazir, Muhammad. 1983.Metode Penelitian. Jakarta. Balai Aksara.

Robbins, SP. 2003. Organisational Behaviour: Global and Southern Africa Perspectives.Cape Town. Maskew Miller Longman.

Salim, Emil. 1982.Kata Pengantar buku Masalah Kesehatan Lingkungan Sebagai Sumber Penyakit.Yogyakarta.

Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta. Gajah Mada Press.

Sihaloho, Hendry. 2015. Pedagang Keluhkan Kebersihan TPI Lempasing. http://www.saibumi.com (Diakses 07 Februari 2015).

Sudarti, dkk. (1985). Persepsi Masyarakat tentang Sehat-Sakit dan Posyandu. Depok. Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia.


(6)

Sudiana, Dendi. 1986. Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung. CV. Remaja Karya.

Sumiati. 2008.Pendidikan kesehatan. Jakarta. EGC.

Susilo, Rachmad K. Dwi. 2012. Sosiologi Lingkungan. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada.

Slamet, Juli Soemirat. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Payne, Malcolm. 2005. Modern social work theory. 3rd Revised edition. Publisher: Lyceum Books Inc.,U.S.

Wicaksono, Dhias. 2009. Asesmen Resiko Histamin Selama Proses Pengolahan

Pada Industri Tuna Loin.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11983/C09dwi.pd f?sequence=2 (Diakses 3 Februari 2016)

World Health Organization (WHO). 1981. Development of Indicator for Monitoring Progress Towards Health for All by The Year 2000, Geneva: WHO.