Pemenuhan Syarat Label dan Kesesuaian Klaim Siklamat pada Minuman Ringan di Sekolah Dasar wilayah DKI Jakarta

PEMENUHAN SYARAT LABEL DAN
KESESUAIAN KLAIM SIKLAMAT PADA MINUMAN RINGAN
DI SEKOLAH DASAR WILAYAH DKI JAKARTA

RITA ASTUTI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemenuhan Syarat Label
dan Kesesuaian Klaim Siklamat pada Minuman Ringan di Sekolah Dasar Wilayah DKI
Jakarta” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Rita Astuti
NIM F24100036

ABSTRAK
RITA ASTUTI. Pemenuhan Syarat Label dan Kesesuaian Klaim Siklamat pada
Minuman Ringan di Sekolah Dasar Wilayah DKI Jakarta. Dibimbing oleh DEDI
FARDIAZ dan NUGROHO INDROTRISTANTO.
Label pangan berfungsi sebagai informasi dari produsen ke konsumen serta
sebagai bahan pertimbangan konsumen untuk menentukan pilihan. Siklamat seringkali
ditambahkan dalam produk minuman ringan. Tujuan penambahan siklamat salah
satunya adalah untuk menekan biaya produksi, karena siklamat mempunyai tingkat rasa
manis yang lebih tinggi dibandingkan sukrosa juga harganya lebih murah. Namun dalam
penerapannya masih banyak produsen yang belum menerapkan praktek penggunaan
pemanis yang tepat, misalnya dengan penambahan pemanis yang tidak sesuai batas
maksimumnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat
pemenuhan label kemasan terhadap PP No 69 Tahun 1999 serta mengkaji kesesuaian

klaim antara jenis pemanis yang digunakan yang tercantum pada label kemasan dengan
kandungan pemanis yang digunakan setelah dilakukan pengujian di laboratorium.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode yang digunakan adalah
metode survei. Pengolahan data menggunakan tabulasi data serta pembuatan diagram
dan histogram. Adapun unsur yang diamati yaitu teknis pencantuman label, teknis
penulisan label, keterangan minimum label, keterangan lain pada label, dan keterangan
yang dilarang dicantumkan dengan persentase secara berurutan adalah sebesar 93.10,
97.41, 98.45, 96.98 dan 89.14%. Pengujian pemanis buatan siklamat pada sampel
menunjukkan hasil bahwa kesesuaian terhadap label secara kualitatif diperoleh
persentase sebesar 96.97% untuk minuman ready to drink dan 100% untuk minuman
serbuk. Analisis terhadap 116 sampel minuman ringan dari 16 lokasi pengambilan
sampel memenuhi tingkat rata-rata aturan pelabelan mencapai rata-rata sebesar 95.02%.
Keyword : Label, metode survei, minuman ringan, siklamat

ABSTRACT
RITA ASTUTI. Compliance with Mandatory Labelling and The Suitability Claims of
Cyclamate on Softdrink in Elementary School area DKI Jakarta. Supervised by DEDI
FARDIAZ and NUGROHO INDROTRISTANTO.
Food labelling has function as information from producers to consumers as well as
consideration of consumer to make a choice. Cyclamate are often added to soft drinks

products. The purpose of adding cyclamate is to reduce the cost of production, because
the artificial sweetener has a sweetness level higher and also cheaper. However, in
practice there are still many manufacturers who have not applied a proper practice of
the use of sweeteners, for example, with the addition of a sweetener that does not match
the maximum limit. Therefore, this study aimed to assessing the compliance label on PP
No. 69 Year 1999, and also assess the suitability of the claims between the type of
sweetener that was used and sweetener that was listed on the label after conducting
laboratory analysis. This study is a descriptive research method which using survey
method. Data processing used data tabulation, charting, and histogram. The technical
elements were observed labelling, technical writing labels, the minimum label
information, other information on the label, and the prohibited information by the
percentage listed in a sequence are at 93.10, 97.41, 98.45, 96.98 and 89.14%. The result
of cyclamate sweetener analysis in the sample showed that conformity level upon label
qualitatively was 96.97% for drink "ready-to-drink" and 100% for beverages powder.
The analysis of 116 samples of soft drinks from 16 sampling locations met the average
level of labeling rules at an average of 95.02%.
Keywords : cyclamate, label, soft drink, survey method

PEMENUHAN SYARAT LABEL DAN
KESESUAIAN KLAIM SIKLAMAT PADA MINUMAN RINGAN

DI SEKOLAH DASAR WILAYAH DKI JAKARTA

RITA ASTUTI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pemenuhan Syarat Label dan Kesesuaian Klaim Siklamat pada Minuman
Ringan di Sekolah Dasar wilayah DKI Jakarta
Nama
: Rita Astuti

NIM
: F24100036

Disetujui oleh

Prof.Dr.Dedi Fardiaz, MSc.
Pembimbing I

Nugroho Indrotristanto, S.TP, MSc
Pembimbung II

Diketahui oleh

Dr.Ir.Feri Kusnandar, MSc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Data dari
penelitian ini diperoleh selama penulis magang di Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia pada bulan Februari hingga Juli 2014. Tema yang dipilih adalah
Pemenuhan Syarat Label dan Kesesuaian Klaim Siklamat pada Minuman Ringan di
Sekolah Dasar wilayah DKI Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Rizal Ritonga, SP dan Ibunda Mahmiatun S.Pd, M.Pd, serta abang-abang
tercinta, Jamil Handy, S.H, Irfan Azhari, S.TP, Hafiz Ihsan, S.Sos, terima kasih atas
doa, kasih sayang dan dukungannya.
2. Bapak Prof.Ir.Dedi Fardiaz, M.Sc selaku dosen pembimbing utama yang selalu
memberikan saran, pengarahan, dan bimbingan selama kuliah hingga
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Prof.Dr. Winiati P. Rahayu selaku dosen penguji pada sidang akhir sarjana atas
kesediannya menjadi dosen penguji dan evaluasi serta saran yang diberikan kepada
penulis.
4. Bapak Nugroho Indrotristanto, S.TP, M.Sc selaku pembimbing lapang serta penguji
yang selalu memberikan saran dan bimbingannya selama kegiatan magang.
5. Bapak Drs. Halim Nababan, MM selaku Direktur Surveilan dan Penyuluhan
Keamanan Pangan Badan POM RI yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melaksanakan magang di Badan POM RI.
6. Ibu Susi, Ibu Rina Puspitasari, Ibu Citra, Ibu Irma dan seluruh keluarga besar
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM RI atas
bimbingannya selama pelaksanaan magang.
7. Hendy Saputro yang telah memberikan dukungan, doa dan semangatnya.
8. Teman-teman magang saya yang bersama-sama yang sering menjadi tempat diskusi
yaitu Irma, Ghita, Nizza, Nurul, Anjani, Zackuary, Adiguna.
9. Melly, Kartika, Adilla, Frisca, Mutiara, Mala, Striwicesa selaku sahabat yang
membantu baik untuk tukar pendapat dan memberikan masukan yang sangat berarti.
10. Teman-teman ITP 47 dan Keluarga Besar IMMAM Bogor yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan pangalaman yang
telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan para pembaca
untuk penelitian lainnya.

Bogor, Agustus 2014

Rita Astuti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujian Penelitian
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Kerangka Pemikiran
Metode Penelitian
Tahapan Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Contoh Minuman Ringan yang Diteliti
Teknis Pencantuman Label
Tulisan pada Label
Keterangan Minimum Label
Keterangan Lain pada Label
Keterangan yang Dilarang untuk Dicantumkan pada Label
Tingkat Pemenuhan Pelabelan Rata-rata
Pemenuhan Pelabelan Berdasarkan Kategori Pangan
Pemenuhan Pelabelan Berdasarkan Jenis Nomor Pendaftaran

Kesesuaian Penggunaan Siklamat yang Tercantum pada Label dengan Hasil
Pengujian secara Kualitatif
Kesesuaian Penggunaan Siklamat yang Tercantum pada Label dengan Hasil
Pengujian Secara Kuantitatif
Pemenuhan Batas Maksimum Penggunaan Siklamat terhadap Beberapa
Peraturan yang Berlaku
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vi
vii
1
1
2
2
2
3

3
3
6
6
8
8
9
10
12
13
14
14
15
16
17
19
19
20
20
22


DAFTAR TABEL
1 Sebaran jumlah sekolah dasar yang menjadi tempat pelaksanaan survei
2 Jumlah merek dan varian rasa contoh minuman ringan yang ditemukan
di Setiap sekolah dasar yang tersebar di wilayah DKI Jakarta
3 Jumlah produk yang memenuhi syarat unsur keterangan minimum label
4 Jumlah produk yang memenuhi syarat unsur keterangan lain label
5 Jumlah produk yang memenuhi syarat unsur keterangan yang dilarang
6 Tingkat pemenuhan rata-rata syarat label kemasan minuman ringan
di beberapa sekolah dasar wilayah DKI Jakarta
7 Perbandingan kadar siklamat pada label minuman ringan dengan kadar
siklamat setelah dilakukan pengujian
8 Tingkat pemenuhan sampel terhadap peraturan yang berlaku tentang
batas maksimum penggunaan siklamat

4
7
9
11
12
13
17
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Tahapan Penelitian
Persentase nama produk pada minuman serbuk
Persentase nama produk pada minuman ready to drink
Tingkat pemenuhan label berdasarkan kategori pangan
Tingkat pemenuhan unsur label berdasarkan jenis nomor pendaftaran
Tingkat kesesuaian klaim pada label dengan hasil uji laboratorium
secara kualitatif

5
7
8
14
15
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minuman ringan merupakan minuman yang sangat diminati masyarakat
khususnya anak-anak. Menurut data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dari
tahun 2009 hingga 2014 produk minuman ringan baik minuman serbuk maupun
minuman ready to drink yang terdaftar di Badan POM mencapai 6931 produk (BPOM
2014a). Industri minuman lebih menyukai menggunakan pemanis sintetis karena selain
harganya yang relatif murah, tingkat kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari
pemanis alami (Cahyadi 2008). Namun dalam penerapannya masih banyak produsen
minuman yang belum menerapkan praktek penggunaan pemanis yang tepat, misalnya
dengan penambahan pemanis yang melebihi batas maksimumnya dan penggunaan
pemanis buatan namun tidak dicantumkan pada label kemasan sehingga dapat
menyesatkan konsumen.
Pengetahuan konsumen mengenai produk pangan bersumber dari label produk
tersebut. Fungsi label pangan ini adalah sebagai sumber informasi dari produsen ke
konsumen, mengikat transaksi (jadi apabila ada yang tidak sesuai dengan yang
dicantumkan, prosedurnya dapat dituntut), serta sebagai bahan pertimbangan bagi
konsumen untuk menentukan pilihan. Label pangan adalah keterangan mengenai
pangan yang berbentuk tulisan, gambar, maupun kombinasi keduanya yang disertakan
pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, dicetak atau merupakan bagian dari
kemasan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999). Labelisasi dapat diartikan
bahwa label yang terdapat pada kemasan harus mencantumkan isi atau kandungan yang
sebenarnya dari produk yang diperdagangkan.
Salah satu aspek keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan yang
dikonsumsi memenuhi standar dan persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan.
Misalnya penggunaan siklamat pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) tidak boleh
melebihi batas maksimum yang diizinkan. Studi ini diharapkan dapat mengetahui
dampak dari penerapan peraturan mengenai penggunaan pemanis buatan pada produk
minuman ringan di Indonesia khususnya yang dijual pada sekolah dasar sehingga
hasilnya dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan atau regulasi lebih lanjut.
CAC mengatur maksimum penggunaan siklamat pada produk minuman ringan
yaitu sebesar 400 mg/kg produk. Di Indonesia penggunaan siklamat diizinkan. Peraturan
Kepala Badan POM RI Nomor : HK.00.05.5.1.4547 Tahun 2004 menetapkan batas
maksimum penggunaan siklamat pada minuman sebesar 1000 mg/kg sedangkan untuk
peraturan yang terbaru yaitu Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Nomor 14 Tahun 2014 ditetapkan batas maksimum penggunaan siklamat pada minuman
ringan sebesar 350 mg/kg. Nilai ADI untuk siklamat ditetapkan 11 mg/kg berat badan
(JECFA 2001). Hasil survei di Malang oleh Badan POM tahun 2004, terkait dengan
paparan siklamat dalam PJAS adalah 2,4 kali lipat dari ADI yang berlaku di Indonesia
(11 mg/kg BB). Maka dapat diprediksi paparan siklamat pada anak-anak di Indonesia
cukup tinggi. Banyak faktor yang menjadi penyebab dipakainya siklamat secara
melebihi batas. Penyebab-penyebab ini dapat ditinjau dari aspek sosial, ekonomi
termasuk infrastruktur yang masih lemah (Suratmono 2009).
Secara umum, salah satu tujuan penting pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
pangan adalah menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai lembaga pemerintah berfungsi
untuk mengkaji dan menyusun kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan

2
makanan. Penyusunan kebijakan tentang keamanan pangan membutuhkan kajian ilmiah
sebagai dasar dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu BPOM berkeinginan untuk
melakukan kajian untuk memonitor pemenuhan syarat pelabelan pangan serta
kesesuaian klaim pada label produk minuman ringan khususnya dari aspek pemanis
buatan siklamat untuk melihat efektivitas penerapan peraturan pemerintah sebagai
bahan masukan terhadap regulasi yang ada saat ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat pemenuhan syarat label produk
minuman ringan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan serta mengkaji kesesuaian klaim antara jenis pemanis buatan yang
digunakan yang tercantum pada label kemasan minuman ringan dengan hasil uji secara
kualitatif dan kuantitatif di laboratorium.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang sering dihadapi yaitu praktik penggunaan pemanis buatan
yang tidak benar yang mengakibatkan pemanis buatan diatas batas maksimum yang
telah ditetapkan pemerintah dan dikhawatirkan adanya produsen yang mencoba
menutupi penggunaan pemanis buatan dengan tidak mencantumkan adanya pemanis
buatan atau berbedanya jumlah kadar pemanis buatan yang dicantumkan pada label
kemasan dengan hasil uji laboratorium. Oleh karena itu penting untuk dikaji pemenuhan
syarat pelabelan dan kesesuaian klaim kandungan pemanis buatan yang digunakan pada
minuman ringan yang tercantum pada label dengan kandungan pemanis buatan yang
digunakan setelah dilakukan pengujian di laboratorium
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan interpretasi yang lebih luas terhadap kejujuran produsen dalam
pencantuman informasi pada label terkait pencantuman klaim pemanis buatan.
2. Memberikan pemahaman yang lebih baik serta prioritas dalam menentukan
kebijakan dalam perlindungan masyarakat terhadap bahaya pangan bagi petugas
pengawas obat dan makanan.
3. Mengetahui tingkat pemenuhan syarat setiap unsur label produk minuman ringan
4. Mengetahui efektivitas penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
tentang Iklan dan Label Pangan khususnya para produsen dan pedagang minuman
ringan dalam produk PJAS.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, dimulai pada Februari hingga Juli
2014 di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jalan Percetakan
Negara No 23 Jakarta Pusat.

3
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini terdiri dari penelitian utama serta penelitian tambahan dan dilakukan
dengan metode survei yang termasuk ke dalam metode deskriptif (Zulnaidi 2007).
Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari
gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang
institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Jenis
metode survei yang digunakan yaitu survei catatan atau sering disebut dengan survey of
records, karena dalam penelitiannya banyak menggunakan sumber-sumber yang berupa
catatan atau informasi nonreaksi (Sukmadinata 2010).
Metode deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan keadaan objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga,
masyarakat dan yang lainnya pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau apa adanya (Zulnaidi 2007). Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk
memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini
dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual
(Sugiyono 2011).
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode survei dengan teknik purposive sampling.
Pengumpulan data primer menggunakan alat bantu check sheet serta dilakukan content
analysis (analisis isi) terhadap syarat unsur label kemasan minuman ringan. Analisis isi
merupakan teknik analisis yang merupakan pembahasan mendalam terhadap isi suatu
informasi tertulis atau tercetak dalam media. Tipe penelitian ini tergolong dalam
penelitian deskriptif karena peneliti bertujuan mengukur tingkat pemenuhan syarat label
kemasan terhadap regulasi yang berlaku serta mengkaji kesesuain klaim pemanis yang
digunakan yang tercantum pada label dengan hasil uji laboratorium.
Tahapan Penelitian
Penelitian yang dilakukan selama kegiatan magang di Badan POM ini antara lain
melaksanakan berbagai kegiatan yang diberikan selama magang di Direktorat Surveilan
dan Penyuluhan Keamanan Pangan dan melaksanakan tugas khusus magang yaitu
penelitian Pemenuhan Syarat Label dan Kesesuaian Klaim Siklamat pada Minuman
Ringan di Sekolah Dasar Wilayah DKI Jakarta, serta melaporkan dan menganalisis data
hasil penelitian. Adapun penjelasan mengenai tahapan penelitian yang digunakan
sebagai berikut,
a. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah
data yang dikumpulkan untuk maksud tertentu atau untuk suatu proyek riset tertentu
(Supranto 1991). Data pemanis buatan yang digunakan pada minuman ringan yang
dijual di kantin Sekolah Dasar wilayah DKI Jakarta dilakukan di 16 Sekolah Dasar yang
telah memperoleh penyuluhan keamanan pangan dalam rangka Aksi Nasional PJAS
Tahun 2012-2013. Adapun sebaran jumlah Sekolah Dasar yang menjadi tempat
pelaksanaan survei dapat dilihat pada Tabel 1.

4
Tabel 1. Sebaran jumlah sekolah dasar yang menjadi tempat pelaksanaan survei (BPOM
2014b)
Kotamadya
Jumlah Sekolah
Jakarta Barat
3
Jakarta Timur
6
Jakarta Selatan
2
Jakarta Utara
2
Jakarta Pusat
3
Jumlah
16
Penentuan lokasi sampel ini dilakukan dengan metode √n, dimana n adalah
jumlah Sekolah Dasar di wilayah DKI Jakarta yang telah di intervensi keamanan
pangan dalam rangka Aksi Nasional PJAS Tahun 2012-2013. Sebaran jumlah lokasi
survei setiap kotamadya dilakukan dengan pembagian secara proporsional sesuai
dengan jumlah Sekolah Dasar yang telah di intervensi di kotamadya tersebut.
b. Analisis Laboratorium Pemanis Buatan Siklamat
Analisis Siklamat dilakukan oleh Pusat Riset Obat dan Makanan RI. Adapun alat
yang digunakan dalam pengujian adalah seperangkat HPLC dengan kolom Aligent RPC18 (4.6 mm x 150 mm) , kolom fase balik, detektor UV, syringe (penyuntik sampel),
corong pisah 250 mL, timbangan, dan membran filter 0.45 µm. Sedangkan bahan yang
digunakan antara lain sampel minuman ringan, akuades, H2SO4 6N, sikloheksan, NaClO
3%, NaHCO3 1%, dan NaSO4.
Sampel ditimbang sebanyak ± 5 gram, dimasukkan ke dalam corong pisah 250
mL, ditambahkan akuades sebanyak 40 mL, 20 H2SO4 6N, 10 mL sikloheksan dan 2
mL NaClO 3%, larutan dikocok selama 1 menit sehingga terbentuk dua fase, fase yang
dibawah dibuang kemudian ditambahkan 25 mL NaHCO3 1%, dikocok selama 1 menit
sehingga terbentuk dua fase dan fase dibawah kemudian dibuang. Selanjutnya
ditambahkan 100 mg NaSO4, dikocok hingga homogen, fase jernih kemudain disaring
dengan membran filter 0.45 µm dan ditampung dalam vial. Diinjeksikan ke alat HPLC.
Sampel dengan jenis serbuk dilarutkan terlebih dahulu dengan akuades hingga 200 mL
lalu dilakukan perlakuan seperti diatas ( BPOM 2011).
c. Pengamatan dan Analisis Data
Analisis data hasil pengamatan informasi label produk minuman kemasan
dilakukan dengan content analysis (analisis isi). Analisis isi yang pertama adalah untuk
membandingkan kesesuaian konten label produk dengan ketentuan regulasi yang
berlaku saat ini yang dikenal dengan istilah Legal Analysis Research (Whitney 1951).
Analisis isi yang kedua yaitu untuk membandingkan kesesuaian klaim pemanis buatan
khususnya siklamat yang digunakan tercantum pada label dengan hasil uji laboratorium
secara kualitatif dan kuantitatif oleh tim ahli Pusat Riset Obat dan Makanan RI. Pada
penelitian ini, label produk minuman ringan akan dibandingkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Unsur-Unsur Label
yang diamati yaitu teknis pencantuman label, tulisan pada label, keterangan minimum
label, keterangan lain pada label dan keterangan yang dilarang untuk dicantumkan.
Tingkat pemenuhan persyaratan label rata-rata untuk setiap unsur atau kelompok
unsur dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Gunanta 2007)
TPP =



5
Keterangan:
TPP : tingkat pemenuhan kriteria rata-rata unsur atau kelompok unsur
Ui
: jumlah merk yang memenuhi persyaratan unsur label ke-i
m
: jumlah seluruh merek produk minuman ringan
n
: jumlah unsur label
Analisis tingkat kesesuaian klaim pemanis buatan yang tercantum pada label
kemasan dengan hasil uji laboratorium dihitung dalam bentuk persentase. Tahapan dari
penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1.

Mulai

Penentuan metode dan lokasi survei

Pembuatan check sheet

Kegiatan survei

Tabulasi data

Pengujian sampel

Analisis data

Pembuatan laporan

Selesai

Gambar 1. Tahapan penelitian

6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Contoh Minuman Ringan yang Diteliti
Total minuman ringan yang diperoleh dari hasil pengumpulan contoh pada
penelitian ini adalah 39 minuman ready to drink dan 77 minuman serbuk yang berasal
dari 16 Sekolah Dasar yang berlokasi di beberapa kotamadya di wilayah DKI Jakarta.
Minuman yang diteliti hanya 2% dari total minuman yang terdaftar di Badan POM yaitu
sekitar 6931 produk. Semua minuman ringan diteliti baik serbuk maupun ready to drink
dengan berbagai varian rasa, kemasan dan ukuran. Pada merek yang sama namun
memiliki varian rasa yang berbeda tetap diteliti karena pada setiap varian rasa tentunya
penggunaan pemanis buatan juga akan berbeda. Kemasan yang merupakan tempat label
ditemui pada produk minuman ringan adalah cup plastik, botol plastik, karton tetra
pack, dan kemasan aluminium foil dengan ukuran yang bervariasi seperti 120, 200, 600
mL. Merek dan varian rasa yang sama yang terdapat di beberapa tempat pengambilan
contoh, hanya satu merek contoh yang diambil untuk mewakili, namun jika terdapat
merek yang sama tetapi varian rasa berbeda maka akan tetap diambil sebagai contoh.
Jumlah merek dan varian rasa contoh minuman ringan yang dicatat pada setiap Sekolah
Dasar dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa minuman ringan dengan bentuk serbuk paling
banyak ditemukan di Sekolah Dasar N dan untuk minuman ready to drink paling
banyak ditemukan di Sekolah Dasar P. Kedua sekolah tersebut berada di daerah Jakarta
Pusat. Setiap sekolah sebenarnya menjual minuman ringan yang beragam, namun survei
ini bersifat saling melengkapi sehingga apabila pada hari survei sebelumnya telah
ditemukan produk tersebut, maka untuk hari berikutnya tidak akan diamati lagi untuk
sampel yang sama. Oleh karena itu pada Sekolah Dasar yang berada di daerah Jakarta
Pusat lebih banyak sampel yang tercatat karena pada survei ini daerah Jakarta Pusat
merupakan daerah pertama dikunjungi pada saat pelaksanaan survei.
Pada Gambar 2 dan Gambar 3 dapat dilihat persentasi jenis/kelompok produk
yang ditemukan. Pada minuman serbuk terdapat 10 kelompok produk yang diamati.
Minuman serbuk instan merupakan kelompok produk yang paling banyak ditemukan
yaitu sekitar 27.27%. Pada minuman ready to drink terdapat 13 kelompok produk yang
diamati. Minuman teh merupakan nama produk yang paling banyak ditemukan yaitu
sekitar 28.21%.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No.HK.00.05.53.4040 Tahun 2006 tentang kategori pangan maka sampel
yang diteliti termasuk dalam 2 kategori yaitu kategori pangan 01 (produk susu dan
analognya) dan kategori pangan 14 (minuman, tidak termasuk produk susu). Namun
untuk sub kategori pangannya berbeda-beda. Adapun kategori pangan 01 yang diteliti
terdiri dari produk dengan sub kategori 01.1.1.1 yaitu susu UHT, sub kategori 01.1.2
yaitu minuman susu berperisa, minuman mengandung susu, dan kategori 01.5.1 yaitu
susu bubuk. Sedangkan untuk kategori pangan 14 yang diteliti meliputi sub kategori
14.1.1.2 (air minum dalam kemasan), 14.1.4 (minuman ringan dan minuman rasa susu),
14.1.4.1 (minuman berbasis air berperisa yang berkaronat), 14.1.4.2 (minuman berbasis
air berperisa tidak berkarbonat), 14.1.5 (kopi, kopi substitusi, teh, seduhan herbal, dan
minuman biji-bijian dan sereal panas kecuali cokelat).

7
Tabel 2. Jumlah merek dan varian rasa contoh minuman ringan yang dicatat di setiap
sekolah dasar yang tersebar di wilayah DKI Jakarta (BPOM 2014b).
Jumlah merek yang
dicatat
Tempat survei
Serbuk
Ready to
drink
Sekolah Dasar A
2
1
Sekolah Dasar B
11
1
Sekolah Dasar C
3
2
Sekolah Dasar D
5
1
Sekolah Dasar E
3
1
Sekolah Dasar F
2
2
Sekolah Dasar G
6
1
Sekolah Dasar H
3
5
Sekolah Dasar I
7
3
Sekolah Dasar J
4
1
Sekolah Dasar K
1
3
Sekolah Dasar L
2
1
Sekolah Dasar M
4
3
Sekolah Dasar N
16
4
Sekolah Dasar O
8
3
Sekolah Dasar P
0
7
Total jumlah minuman ringan yang di teliti
77
39

Gambar 2. Persentase nama produk pada minuman serbuk (BPOM 2014b)

8

Gambar 3. Persentase nama produk pada minuman ready to drink (BPOM 2014b)
Teknis Pencantuman Label
Label pada minuman ringan biasanya langsung dicantumkan pada kemasannya
misalnya pada minuman ringan yang memiliki kemasan karton tetrapack atau kemasan
aluminiun foil. Namun pada kemasan botol plastik atau botol kaca biasanya label
ditempelkan pada bagian luar kemasan. Hasil pengamatan terhadap label minuman
ringan menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan syarat kelompok unsur teknis
pencantuman label adalah 93.10%. Sebanyak 75 minuman serbuk dan 33 minuman
ready to drink telah memenuhi syarat teknis pencantuman label. Hal ini menunjukkan
bahwa hampir semua produsen minuman ringan telah menaati peraturan yang telah
ditetapkan khususnya dari segi teknis pencantuman label.
Namun dua produk minuman serbuk dan enam minuman ready to drink yang
diteliti belum menaati peraturan yang berlaku. Adapun penyebabnya adalah label yang
dicantumkan berupa stiker yang mudah lepas. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1999 Pasal 27 ayat 1 menyebutkan bahwa tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa
wajib dicantumkan secara jelas pada label, namun pada produk diamati masih ada
penulisan tanggal kedaluwarsa yang tidak jelas dengan penulisan tanggal diatas
tumpukan tulisan keterangan lainnya sehingga susah untuk dibaca dan terdapat pula
penulisan tanggal kedaluwarsa yang mudah dihapus apabila digosok dengan
menggunakan tangan. Hal ini tentunya menyalahi aturan yang berlaku. Label pada
kemasan yang benar adalah label yang dicantumkan langsung pada kemasan sehingga
tidak mudah lepas atau luntur dan tanggal kedaluwarsa harus dicantumkan dengan
jelas.
Tulisan Pada Label
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap label kemasan minuman ringan terlihat
bahwa tingkat pemenuhan syarat kelompok unsur tulisan pada label minuman ringan
yang diteliti yaitu sebesar 97.41% atau dengan kata lain hampir semua produk yang
diteliti memenuhi aturan yang telah ditetapkan. Pada minuman serbuk semua produk
memenuhi aturan sedangkan pada minuman ready to drink terdapat tiga produk yang

9
tidak memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 khususnya pada pasal 13
ayat 1 dan 2 yang tertulis sebagai berikut:
a. Pasal 13 ayat 1 : “Bagian utama label sekurang-kurangnya memuat tulisan tentang
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan teratur, tidak berdesakdesakan, jelas dan mudah dibaca”.
b. Pasal 13 ayat 2 : “Dilarang menggunakan latar belakang baik berupa gambar, warna
maupun hiasan lainnya, yang dapat mengaburkan tulisan pada bagian utama Label
sebagaiaman yang dimaksud pada ayat 1”.
Berdasarkan pada pasal tersebut maka penulisan label pada kemasan harus mudah
dibaca, menggunakan warna tulisan yang berlawanan dengan warna latar, tidak
berdesak-desakan sehingga mudah dibaca. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada
produk minuman ready to drink ditemukan 3 produk dari merek yang sama masih
belum sesuai dengan aturan pelabelan yaitu dengan menuliskan keterangan yang sangat
kecil dan berdesakan dan pada salah satu produk tersebut menggunakan warna tulisan
yang hampir sama dengan warna latar label kemasan sehingga sulit untuk dibaca.
Keterangan Minimum Label
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 pada pasal 3 ayat 2 menyebutkan
bahwa keterangan minimum label sekurang-kurangnya memuat :
1. nama produk;
2. daftar bahan;
3. berat bersih atau isi bersih;
4. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia; dan
5. tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.
Jumlah produk minuman ringan yang memenuhi syarat unsur keterangan
minimum label, baik serbuk maupun ready to drink dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah produk yang memenuhi syarat unsur keterangan minimum label
(BPOM 2014b)
Jumlah produk
Persentase
Persentase
yang
(%)
No
Unsur label
Keseluruh
memenuhi
an (%)
Serbuk RTD Serbuk RTD
1 Nama produk pangan
77
35
100.00 89.74
96.55
2 Daftar bahan
76
38
98.70
97.44
98.28
3 Berat bersih/ Isi bersih
77
39
100.00 100.00
100.00
4 Nama dan alamat produsen
75
38
97.40
97.44
97.41
5 Tanggal kedaluwarsa
77
39
100.00 100.00
100.00
Rata-rata
99.22
96.92
98.45
Pasal tersebut menunjukkan bahwa kemasan produk minuman ringan harus
memuat 5 keterangan yang disebutkan di atas. Keterangan minimum label ini berlaku
untuk semua produk pangan yang dikemas. Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata
tingkat pemenuhan syarat kelompok unsur minimum label untuk semua jenis minuman
ringan adalah 98.45%. Tingkat pemenuhan untuk minuman ready to drink sebesar
96.92% dan untuk minuman serbuk sebesar 99.22%. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar dari produk minuman ringan telah memenuhi syarat unsur minimum
pada label. Pemenuhan pencantuman keterangan berat bersih dan tanggal kedaluwarsa

10
mencapai 100%, diikuti pencantuman daftar bahan 98.28% kemudian pencantuman
nama dan alamat produsen sebanyak 97.41% dan yang paling rendah adalah pemenuhan
terhadap pencantuman nama produk sebesar 96.55%. Adapun kesalahan yang
ditemukan berdasarkan pengamatan yaitu tidak dicantumkannya salah satu unsur
minimum label pada kemasan. Kesalahan lainnya yaitu untuk keterangan daftar bahan
pada salah satu produk tidak lengkap, hanya dituliskan kata “dan lain-lain”.
Pemenuhan kriteria kelompok unsur minimum label merupakan kelompok unsur
yang memiliki rata-rata pemenuhan tertinggi dibandingkan dengan kelompok unsur
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar produk minuman ringan yang
beredar di wilayah DKI Jakarta telah memenuhi aturan pencantuman keterangan
minimum label.
Keterangan Lain pada Label
Tabel 4 menunjukkan pemenuhan keterangan lain pada label, pada unsur
keterangan tentang iradiasi pangan, keterangan tentang pangan rekayasa genetika,
keterangan tentang pangan sintesis mencapai pemenuhan 100% karena minuman ringan
bukan merupakan pangan dengan jenis tersebut sehingga tidak perlu dicantumkan
keterangan tersebut pada label. Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa secara umum
pemenuhan syarat unsur keterangan lain pada label tergolong baik dimana rata-ratanya
secara keseluruhan jenis sampel mencapai 96.98%. Persentase untuk minuman ready to
drink adalah sebesar 96.41% dan untuk minuman serbuk sebesar 96.36%. Pada
dasarnya keterangan lain pada label tidak wajib untuk dicantumkan, namun menjadi
wajib dicantumkan karena alasan atau sebab-sebab tertentu. Terdapat beberapa unsur
yang tidak dapat dipenuhi oleh beberapa produk. Pada penelitian ini, untuk unsur
keterangan lain dengan kondisi tertentu yang dicantumkan maka memenuhi syarat
unsur label. Sedangkan, unsur yang dicantumkan namun tidak memenuhi syarat
pemenuhan unsur dianggap belum memenuhi syarat unsur label.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pemenuhan terendah terdapat pada pencantuman
kode produksi. Berdasarkan Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa kode produksi pangan
olahan wajib dicantumkan pada label, wadah atau kemasan pangan, terletak pada bagian
yang mudah dilihat dan dibaca sedangkan ayat (2) menyatakan kode produksi sekurangkurangnya dapat memberikan penjelasan mengenai riwayat produksi pangan yang
bersangkutan. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa keterangan kode produksi dapat
menjadi wajib pada pangan olahan, namun pada penelitian ini masih terdapat 23 produk
yang belum mencantumkan kode produksinya atau kode produksi belum memberikan
penjelasan tentang riwayat produksi pangan.
Pasal 10 ayat (1) menyatakan setiap orang yang memproduksi atau memasukkan
pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan
menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat islam, bertanggung jawab atas
kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal
pada label sedangkan pada ayat (2) menyatakan pernyataan tentang halal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari label. Lambang
halal yang digunakan di Indonesia masih bervariasi. LPPOM-MUI yang dipercaya
sebagai lembaga pengkaji halal untuk peredaran pangan di Indonesia sebenarnya telah
mengeluarkan lambang halal, namun dalam prakteknya banyak lambang halal lain yang
dicantumkan. Pada contoh yang diteliti masih ada tiga produk yang menggunakan logo
non LPPOM-MUI.

11
Tabel 4. Jumlah produk yang memenuhi syarat unsur keterangan lain label (BPOM
2014b)
Jumlah produk
Persentase
Persentase
yang
(%)
Keseluruh
No
Unsur label
memenuhi
an (%)
Serbuk RTD Serbuk RTD
1 Nomor pendaftaran pangan
77
39
100.00 100.00
100.00
2 Kode produksi
56
37
72.73
94.87
80.17
3 Keterangan tentang gizi
76
39
98.70 100.00
99.14
4 Manfaat
pangan
bagi
77
39
100.00 100.00
100.00
kesehatan
5 Pernyataan halal
74
32
96.10
82.05
97.14
6 Keterangan tentang iradiasi
77
39
100.00 100.00
100.00
pangan
7 Keterangan tentang pangan
77
39
100.00 100.00
100.00
rekayasa genetika
8 Keterangan tentang pangan
77
39
100.00 100.00
100.00
sintesis
9 Keterangan tentang pangan
76
39
98.70 100.00
99.14
olahan tertentu
10 Keterangan tentang bahan
75
34
97.40
87.18
93.97
tambahan pangan
Rata-rata
96.36
96.41
96.98
Tabel 4 menunjukkan bahwa pemenuhan paling tinggi terhadap keterangan lain
pada label yaitu pemenuhan terhadap unsur label nomor pendaftaran pangan, manfaat
pangan bagi kesehatan, keterangan iradiasi pangan, keterangan pangan rekayasa dan
keterangan pangan sintesis yang mencapai pemenuhan maksimal 100%. Hal ini
disebabkan untuk beberapa keterangan ini tidak dicantumkan dan tidak ada alasan yang
mengharuskan untuk keterangan ini dicantumkan sehingga masih dianggap memenuhi
peraturan yang ditetapkan.
Pemenuhan selanjutnya yang sangat baik karena mencapai 99.14% yaitu
keterangan tentang gizi dan keterangan tentang olahan tertentu. Hanya terdapat masingmasing satu produk yang tidak memenuhi karena produk tersebut tidak mencantumkan
kandungan gizi namun mengklaim bahwa produknya “diperkaya kalsium”. Sedangkan
terdapat juga satu produk yang tidak memenuhi keterangan tentang pangan olahan yaitu
dengan tidak mencantumkan saran penyajiannya pada label kemasan, tentunya hal ini
merupakan pelanggaran karena sesuai Pasal 39 ayat (1) yang menyatakan bahwa pada
label untuk pangan olahan yang memerlukan penyiapan dan atau penggunaannya
dengan cara tertentu, wajib dicantumkan keterangan tentang cara penyiapan dan atau
penggunaannya dimaksud. Karena apabila tidak dicantumkan dikhawatirkan akan
membahayakan konsumen apabila penyiapan atau penggunaannya tidak sesuai dengan
cara yang diharapkan.
Pada keterangan tentang bahan tambahan pangan masih ditemukan tujuh produk
yang tidak memenuhi peraturan yang ditetapkan. Kesalahan yang terjadi yaitu tidak
menuliskan golongan bahan tambahan pangan atau tidak mencantumkan indeks
pewarna yang digunakan.

12
Keterangan yang Dilarang untuk Dicantumkan pada Label
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 juga menjelaskan keterangan yang
dilarang untuk dicantumkan pada label pangan. Keterangan ini berkaitan dengan
kebenaran informasi yang dicantumkan pada label. Adapun keterangan yang dilarang
untuk dicantumkan yaitu keterangan yang tidak benar dan menyesatkan berupa gambar
maupun tulisan, pangan dapat berfungsi sebagai obat, mencantumkan nama dan
lembaga yang menganalisis produk pangan, keterangan bahwa pangan mengandung zat
gizi lebih unggul dari produk pangan lain, keterangan pangan terbuat dari bahan baku
alamiah padahal hanya sebagian atau tanpa bahan baku alamiah dalam proses
pembuatannya, keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila terbuat dari bahan
jadi/setengah jadi. Tabel 5 menunjukkan keterangan-keterangan beserta tingkat
pemenuhannya.
Tabel 5. Jumlah produk yang memenuhi syarat unsur keterangan yang dilarang (BPOM
2014b).
Jumlah
Persentase
Persentase
produk yang
(%)
No
Unsur label
Keseluruh
memenuhi
an (%)
Serbuk RTD Serbuk
RTD
1 Keterangan yang tidak
25
28
32.47
71.79
45.69
benar dan menyesatkan
2 Pangan dapat berfungsi
77
39
100.00 100.00
100.00
sebagai obat
3 Mencantumkan
77
39
100.00 100.00
100.00
lembaga
yang menganalisis produk
pangan
4 Keterangan bahwa pangan
77
39
100.00 100.00
100.00
mengandung zat gizi lebih
unggul dari produk pangan
lain
5 Keterangan Pangan terbuat
77
39
100.00 100.00
100.00
dengan tanpa (sebagian)
bahan baku alamiah
6 Keterangan pangan terbuat
77
39
100.00 100.00
100.00
dari bahan segar apabila
terbuat dari bahan setengah
jadi/jadi
Rata-rata
86.49
94.36
89.14
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa dari seluruh keterangan yang dilarang
hampir seluruhnya mencapai pemenuhan maksimal yaitu 100%, hanya saja pada
keterangan yang tidak benar dan menyesatkan yang pemenuhannya hanya 45.69%.
Keterangan yang lainnya mencapai pemenuhan maksimal karena semua produk yang
diteliti tidak mencantumkan keterangan-keterangan tersebut. Berdasarkan penjelasan PP
Nomor 69 Tahun 1999 pasal 5 mengenai keterangan yang tidak benar dan menyesatkan.
Keterangan tidak benar yang dimaksud adalah keterangan yang isinya bertentangan
dengan kenyataan yang sebenarnya atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar
keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang

13
pangan. Sedangkan untuk keterangan yang menyesatkan yaitu pernyatan yang berkaitan
dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu dan komposisi.
Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 52 produk minuman serbuk dan 11 produk
minuman ready to drink yang mencantumkan keterangan yang tidak benar dan
menyesatkan. Adapun kesalahan ini diakibatkan oleh pencantuman gambar buah
terutama buah asli dan segar yang dicetak pada label minuman sari buah dan minuman
rasa buah. Buah hanya dapat dicantumkan oleh produk yang tergolong jenis sari buah,
sementara itu untuk jenis minuman sari buah dan minuman rasa buah tidak dapat
dilakukan pencantuman gambar yang dimaksud (Anggraini dan Shofiani 2008).
Pelanggaran pencantuman gambar buah ini terkait dengan komposisi yang terkandung
oleh jenis minuman sari buah dan minuman rasa buah. Kandungan gizi yang terkandung
tentunya berbeda dengan buah aslinya. Minuman sari buah sekurangnya harus
mengandung 35% sari buah sedangkan untuk minuman rasa buah sekurangnya
mengandung 10% sari buah (BPOM 2006). Kesalahan lain yang dilakukan antara lain
yaitu menuliskan kata-kata “pilihan” pada label, tentunya hal ini akan mengelabui
konsumen agar tertarik untuk membeli produk tersebut.
Tingkat Pemenuhan Pelabelan Rata-rata
Sebaran rata-rata tingkat pemenuhan syarat unsur dan kelompok unsur pelabelan
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. Adapun urutan pemenuhan pelabelan dari
yang terendah hingga tertinggi yaitu keterangan yang dilarang dicantumkan (89.14%),
teknis pencantuman label (93.10%), keterangan lain pada label (96.98%), tulisan pada
label (97.41%), keterangan minimum label (98.45%). Berdasarkan hasil ini maka
pemenuhan pelabelan rata-rata untuk minuman ringan di sekolah dasar wilayah DKI
Jakarta adalah 95.02%.
Tabel 6. Tingkat pemenuhan rata-rata syarat label kemasan minuman ringan di
beberapa sekolah dasar wilayah DKI Jakarta (BPOM 2014b).
Kelompok unsur
Jumlah unsur
TPP (%)
Teknis pencantuman label
1
93.10
Tulisan pada label
1
97.41
Keterangan minimum label
5
98.45
Keterangan lain pada label
10
96.98
Keterangan yang dilarang dicantumkan
6
89.14
Rata-rata
95.02
Keterangan: TPP: tingkat pemenuhan kriteria rata-rata unsur atau kelompok unsur
Pada Tabel 6 terlihat bahwa untuk pemenuhan rata-rata syarat unsur label
terendah adalah keterangan yang dilarang untuk dicantumkan sedangkan untuk
kelompok unsur lainnya memiliki rata-rata pemenuhan yang tidak jauh berbeda.
Keterangan yang dilarang untuk dicantumkan ini memiliki pemenuhan yang paling
rendah khususnya pada pencantuman keterangan yang tidak benar dan menyesatkan.
Hal ini dikarenakan produk yang diteliti merupakan produk minuman ringan yang
memiliki varian rasa yang beragam, sehingga sering kali produsen mencantumkan
gambar “buah asli” dalam produk minuman yang mengklaim minuman rasa buah atau
minuman sari buah. Produk dengan jenis MD sebanyak 61 produk dari 111 produk
masih mencantumkan keterangan yang tidak benar dan menyesatkan. Minuman ringan
yang berbentuk serbuk sebanyak 52 produk dari 77 produk dan untuk minuman ready to

14
drink sebanyak 11 produk dari 39 produk masih mencantumkan keterangan yang tidak
benar dan menyesatkan.
Pemenuhan Label Berdasarkan Kategori Pangan
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No.HK.00.05.53.4040 Tahun 2006 tentang kategori pangan, maka pangan
dikelompokkan dalam 16 kategori pangan. Adapun kategori pangan yang digunakan
dalam objek penelitian ini hanya dua kategori pangan yaitu kategori 1 dan kategori 14.
Kategori 1 yaitu untuk produk-produk susu dan analognya, kategori 14 yaitu untuk
minuman, tidak termasuk produk susu. Pada penelitian ini jumlah kategori pangan 1
yang diteliti sebanyak 7 produk dan untuk kategori pangan 14 sebanyak 109 produk.
Pemenuhan berdasarkan kategori pangan dapat dilihat pada Gambar 4. Dari gambar
tersebut dapat diketahui bahwa untuk pangan kategori 1 pemenuhan label yang paling
rendah adalah untuk kelompok teknis pencantuman label yaitu sebesar 57.14% dan
yang tertinggi adalah kelompok tulisan pada label dan keterangan lain pada label yakni
mencapai 100% sedangkan untuk pangan kategori 14 adalah kelompok keterangan yang
dilarang untuk dicantumkan yaitu sebesar 89.14% dan yang tertinggi adalah kelompok
keterangan minimum label yakni sebesar 98.35%. Gambar 4 di bawah ini secara
lengkap menjelaskan pemenuhan label berdasarkan kategori pangan.

Gambar 4. Tingkat pemenuhan label berdasarkan kategori pangan (BPOM 2014b).
Pemenuhan Label Berdasarkan Jenis Nomor Pendaftaran
Nomor pendaftaran pangan di Indonesia terdiri dari tiga jenis yaitu MD, ML yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia dan dan PIRT yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan. Dalam penelitian ini diamati produk
dengan berbagai jenis pendaftaran. Jumlah dengan jenis MD sebanyak 111 produk, ML
sebanyak 1 produk dan jenis P-IRT sebanyak 4 produk. Hasil pengamatan menunjukkan
pemenuhan terhadap label kemasan produk minuman ringan dengan jenis ML mencapai
100% namun hal ini kurang akurat karena hanya satu produk yang diamati, sedangkan
untuk tingkat pemenuhan label untuk jenis MD lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
P-IRT.

15
Dari Gambar 5 dapat dilihat persentase pemenuhan label produk minuman ringan
berdasarkan jenis nomor pendaftaran pangan. Pemenuhan terendah untuk produk
dengan jenis pendaftaran MD adalah untuk kelompok unsur keterangan yang dilarang,
sedangkan untuk produk dengan jenis nomor pendaftaran P-IRT adalah untuk kelompok
unsur teknis pencantuman label. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar
produk dengan jenis nomor pendaftaran MD telah memenuhi aturan pelabelan pangan,
namun masih saja ditemukan beberapa produk yang belum memenuhi aturan. Oleh
karena itu masih sangat perlu bagi pemerintah untuk meningkatkan sosialisasi pelabelan
pangan khususnya untuk industri skala rumah tangga tentang label pangan untuk unsur
kelompok keterangan minimum label dan teknis pencantuman label dan diperlukannya
juga pengawasan yang ketat dan berkelanjutan khususnya untuk pangan yang telah
memiliki nomor pendaftaran pangan agar pangan yang beredar di pasaran masih
memiliki kualitas yang sama dengan pada saat pendaftaran pangan. Selain itu,
pemberian sanksi yang tegas juga harus diterapkan untuk produksen yang tidak
memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan pleh pemerintah.

Gambar 5. Tingkat pemenuhan unsur label berdasarkan jenis nomor pendaftaran
pangan (BPOM 2014b).
Kesesuaian Penggunaan Siklamat yang Tercantum pada Label dengan Hasil
Pengujian Secara Kualitatif
Pengujian kadar pemanis pada penelitian ini hanya dilakukan pada satu jenis
pemanis, yaitu siklamat. Hal ini dilakukan mengingat siklamat merupakan pemanis
buatan yang paling banyak digunakan dalam minuman ringan yang dijual di Sekolah
Dasar setelah dilakukan survei. Sampel yang diuji sebanyak 33 minuman ready to drink
dan 30 minuman serbuk. Jumlah sampel yang diuji pada laboratorium ini hanya sekitar
54% dari seluruh jumlah sampel yang diamati labelnya dan seluruhnya merupakan
kategori pangan nomor 14 atau kategori pangan minuman tanpa produk susu atau
olahannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan alat yang tersedia.
Sampel dengan jenis minuman serbuk sebanyak 29 sampel dari 30 sampel
menyatakan mengandung siklamat dalam labelnya sedangkan 1 sampel tidak.
Sedangkan untuk minuman ready to drink sebanyak 10 sampel dari 33 sampel
menyatakan mengandung siklamat dan 23 sampel tidak mencantumkan keterangan

16
mengandung siklamat. Berdasarkan hasil pengujian secara kualitatif di laboratorium
menyatakan bahwa pada sampel minuman ready to drink ditemukan ketidaksesuaian,
yaitu terdapat satu sampel yang ternyata mengandung siklamat namun dalam labelnya
tidak dicantumkan bahwa minuman tersebut mengandung siklamat. Sedangkan untuk
minuman serbuk hasil menunjukkan bahwa keterangan yang tercantum label semua
sampel sesuai dengan hasil pengujian.

Gambar 6. Tingkat kesesuaian klaim pada label dengan hasil uji laboratorium
secara kualitatif (BPOM 2014b).
Gambar 6 menunjukkan bahwa untuk sampel jenis minuman serbuk persentase
kesesuaian mencapai 100% dan untuk minuman ready to drink persentasenya sebesar
96.97%. Hasil ini tergolong sangat baik karena hasil keseluruhan diatas 95%. Namun
masih ditemukan satu sampel minuman ready to drink yang tidak sesuai dengan hasil
uji. Sampel tersebut tidak mencantumkan mengandung siklamat namun setelah
dilakukan pengujian ternyata kandungan siklamat dinyatakan positif. Adapun produk
yang tidak sesuai tersebut terdaftar dalam produk MD. Hasil ini menunjukkan bahwa
masih ditemukannya praktek pelabelan yang tidak tepat. Hasil ini juga menunjukkan
bahwa masih sangat dibutuhkannya pengawasan yang lebih intensif terhadap produkproduk yang beredar di pasaran. Kesesuaian klaim dengan hasil uji laboratorium ini
masih ditinjau secara kualitatif.
Kesesuaian Kadar Siklamat yang Tercantum pada Label dengan Hasil
Pengujian Secara Kuantitatif
Pengujian kadar siklamat dilakukan terhadap 33 minuman ready to drink dan 30
minuman serbuk yang dilakukan oleh Pusat Riset Obat dan Makanan RI. Kadar
siklamat yang diperoleh dari hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan kadar
siklamat yang terkandung dalam label, namun pada beberapa label masih ditemukan
produk yang tidak mencantumkan kadar siklamat. Hasil dari pengujian ini ditampilkan
dalam satuan mg/kg sedangkan pada label produk yang diuji ditampilkan dalam satuan
yang beragam misalnya mg/sachet dan mg/kemasan atau mg/saji. Keberagaman ini
kemudian akan dikonversi ke dalam satuan mg/kg secara keseluruhan agar lebih mudah
dalam perbandingan kadar siklamat. Pada sampel ready to drink terdapat 11 sampel

17
yang positif mengandung siklamat dan pada minuman serbuk terdapat 29 sampel yang
mengandung siklamat. Namun tidak semua sampel mencantumkan kadar siklamat
dalam labelnya.
Adapun perbandingan kadar siklamat dari hasil uji dengan kadar yang tercantum
pada label bervariasi. Beberapa sampel menunjukkan bahwa kadar yang tercantum pada
label lebih tinggi daripada kadar hasil uji dan beberapa sampel juga menunjukkan hasil
yang lebih rendah. Persentase perbandingan kadar hasil uji dengan kadar yang
tercantum pada label dapat dilihat pada Tabel 7.
Sampel minuman ready to drink yang diuji sebanyak 33 sampel sedangkan
minuman serbuk sebanyak 30 sampel. Sampel yang menunjukkan hasil positif sebanyak
11 sampel untuk ready to drink dan 29 sampel untuk minuman serbuk. Tabel 7
menunjukkan sampel yang memiliki kadar siklamat hasil uji sekitar satu kali lebih besar
dari kadar pada label sebanyak 54.54% untuk minuman ready to drink dan 62.07%
untuk minuman serbuk. Sampel yang memiliki kadar siklamat hasil uji lebih kecil dari
kadar pada label sebanyak 9.09% minuman ready to drink dan 34.48% untuk minuman
serbuk, sedangkan sisa lainnya tidak mencantumkan kadar siklamat pada labelnya
sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan terhadap hasil uji.
Tabel 7. Perbandingan kadar siklamat pada label minuman
siklamat setelah dilakukan pengujian (BPOM 2014b).
Minuman ringan
Keterangan
RTD
Serbuk
Tidak mencantumkan kadar
4
1
Kadar hasil uji lebih besar dari label
6
18
Kadar hasil uji lebih kecil dari label
1
10
Jumlah positif mengandung siklamat
11
29