Syaada Analisis Kesiapan Manajemen Rantai Pasok Pada Ukm Kulit Dan Konveksi Bogor Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015

ANALISIS KESIAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA
UKM KULIT DAN KONVEKSI BOGOR DALAM
MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

NENENG GINA SYAADA

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kesiapan
Manajemen Rantai Pasok pada UKM Kulit dan Konveksi Bogor dalam
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Neneng Gina Syaada
NIM H24110064

ABSTRAK
NENENG GINA SYAADA Analisis Kesiapan Manajemen Rantai Pasok pada
UKM Kulit dan Konveksi Bogor dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015. Dibimbing oleh EKO RUDDY CAHYADI dan M. SYAEFUDIN
ANDRIANTO.
Persaingan global dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015
memberikan peluang dan ancaman bagi para pelaku Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) di Indonesia. Salah satu upaya untuk bertahan dalam persaingan tersebut
adalah menjaga konsistensi UKM untuk menghasilkan produk yang bermutu dari
rantai pasokan yang efisien dan responsif. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kesiapan manajemen rantai pasokan UKM dalam menghadapi MEA
2015. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 orang pelaku UKM kulit dan
konveksi di Bogor, yang dipilih menggunakan metode snowball sampling.

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, analisis uji beda, dan
analisis regresi logistik. Hasil menunjukan sebagian besar UKM kulit dan
konveksi Bogor belum siap menghadapi MEA 2015. Faktor-faktor manajemen
rantai pasokan yang mempengaruhi kesiapan UKM secara umum adalah
perencanaan pembelian bahan baku, pemasaran merek produk sendiri, fasilitas
operasional (alat transportasi), dan teknologi produksi.
Kata kunci : manajemen rantai pasokan, MEA 2015, regresi logistik, UKM kulit
dan konveksi Bogor.

ABSTRACT
NENENG GINA SYAADA. Readiness Analysis of Supply Chain Management in
Bogor Small Medium Enterprise (SMEs) Leather and Convection Facing ASEAN
Economic Community 2015. Supervised by EKO RUDDY CAHYADI and M.
SYAEFUDIN ANDRIANTO.
Global competition in the Asean Economic Community (AEC) 2015
would provide opportunities and threats for SMEs in Indonesia. One effort to
survive in the competition is maintain the consistency of SMEs to produce a good
quality product from supply chain efficient and responsive . The aims of this
research is to analyze the readiness in supply chain management aspect facing the
Asean Economic Community 2015. This research using 100 SMEs leather and

convection in Bogor which is selected using Snowball Sampling Method. Data
analysis used are descriptive analysis, different test analysis, and logistic
regression analysis. The results showed the majority of Bogor SMEs Leather and
Convection not ready yet to face the AEC 2015. Factors influence the supply
chain management readiness are; raw material purchase planning, brand
marketing its own products , operational facilities (mode transportation), and
production technology.
Key words: AEC 2015, logistic regression, SMEs leather and convection Bogor,
supply chain management.

ANALISIS KESIAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA
UKM KULIT DAN KONVEKSI BOGOR DALAM
MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

NENENG GINA SYAADA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Analisis Kesiapan Manajemen Rantai Pasok pada UKM Kulit dan
Konveksi Bogor dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015
Nama
: Neneng Gina Syaada
NIM
: H24110064

Disetujui oleh

Dr. Eko Ruddy Cahyadi, Shut, MM
Pembimbing I


Diketahui oleh

ュ ᄋ mセォィ。ュ、@

Tanggal Lulus:

Najib, STP, MM
Ketua Departemen

1 :' t.'JS 2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah
manajemen rantai pasokan, dengan judul Analisis Kesiapan Manajemen Rantai
Pasok pada UKM Kulit dan Konveksi Bogor dalam Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Eko Ruddy Cahyadi, S.Hut, MM

dan Bapak M. Syaefudin Andrianto, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi.
Di samping itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak, Ibu, dan Kakak
penulis atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada seluruh keluarga, teman-teman, dosen, dan Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor atas
segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihakpihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2015

Neneng Gina Syaada

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3


Ruang Lingkup Penelitian

3

METODE

3

Kerangka Pemikiran

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

4

Jenis Data dan Sumber Data Penelitian

5


Metode Pengambilan Sampel

5

Metode Pengolahan dan Analisi Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Gambaran Umum UKM Kulit dan Konveksi Bogor

7

Kesiapan UKM Menghadapi MEA 2015

8


Manajemen Rantai Pasokan pada UKM Kulit dan Konveksi Bogor

8

Analisis Pengaruh Manajemen Rantai Pasokan Terhadap Kesipan UKM
Menghadapi MEA 2015

14

Implikasi Manajerial

15

PENUTUP

17

Kesimpulan

17


Saran

18

Daftar Pustaka

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan UKM di ASEAN
2 Kriteria UMKM
3 Komposisi sampel
4 Variabel penelitian
5 Karakteristik usia pemilik UKM kulit dan konveksi Bogor
6 Karakteristik usia usaha UKM kulit dan konveksi Bogor
7 Kepemilikan moda transportasi UKM kulit dan konveksi Bogor
8 Model regresi logistik
9 Ketepatan model regresi logistik
10 Ringkasan model regresi logistik

1
3
5
6
7
7
13
14
15
15

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran
2 Kesadaran UKM kulit dan konveksi Bogor mengenai MEA 2015
3 Kesiapan UKM kulit dan konveksi Bogor menghadapi MEA 2015
4 Aktivitas manajemen rantai pasokan UKM kulit Bogor
5 Aktivitas manajemen rantai psokan UKM konveksi Bogor
6 Kriteria pemilihan pemasok UKM kulit dan konveksi Bogor
7 Periode pembelian bahan baku UKM kulit dan konveksi Bogor
8 Inspeksi bahan baku oleh UKM kulit dan konveksi Bogor
9 Penggunaan teknologi UKM kulit dan konveksi Bogor

4
8
8
9
9
10
11
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian
2 Karakteristik responden
3 Hasil uji beda
4 Hasil regresi logistik biner

21
26
27
29

PENDAHULUAN
Pembentukan komunitas ASEAN memiliki rencana jangka panjang yang
terdiri dari tiga pilar diantaranya, Asean Economic Community (AEC), Asean
Security Community (ASC), dan Asean Socio-cultural Community (ASCC).
Rencana jangkan panjang ASEAN yang akan terjadi dipenghujung tahun 2015 ini
adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tujuan yang ingin dicapai dari
MEA 2015, adalah (i) menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal dan kesatuan
basis produksi; dan (ii) mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pembangunan
diantara negara anggota melalui bantuan kerja sama yang saling menguntungkan.
Pencapaian tersebut dilakukan melalui lima pilar yaitu aliran bebas barang, jasa,
investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas (Arifin et al.
2008). Pemberlakuan MEA 2015 ini tentunya akan menjadi babak baru bagi
perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN, khususnya Indonesia.
World Economic Forum (2013) menyebutkan daya saing Indonesia pada
tahun 2012-2013 menempati urutan ke-50, sedangkan pada tahun 2013-2014
Indonesia berada di urutan ke-38 peringkat global. Walapun ini menunjukan
bahwa Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi, nampaknya Indonesia
belum mampu mengoptimalkan kekayaan alam yang dimilikinya.
Jika
dibandingkan dengan negara lain di ASEAN Indonesia hanya menempati urutan
ke-5. Jika melihat potensi yang dimiliki oleh Indonesia, seharusnya negara ini
dapat mengungguli negara-negara lain di ASEAN.
Dalam menghadapi MEA 2015, salah satu kerja sama yang dikembangkan
oleh negara-negara di ASEAN adalah pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM). Hal tersebut didasari oleh jumlah UKM di ASEAN mencangkup 90%
dari keseluruahan perusahaan yang ada di negara-negara ASEAN (Nagel 2013).
Berikut ini adalah perbandingan UKM negara-negara di ASEAN.
Tabel 1 Perbandingan UKM di ASEAN
Negara
ASEAN
Singapura2)
Malaysia1)
Brunei2)
Thailand1)
Indonesia1)
Pilipina1)
Vietnam1)
Laos2)
Kamboja1)
Myanmar2)

Jumlah
UMKM
(%)
99.4
97.3
98.2
98.5
99.9
99.6
97.7
99.9
99.8
-

Tahun
2012
2011
2010
2012
2012
2011
2012
2006
2011
-

Kontribusi
Terhadap
GDP (%)
45.0
32.7
23.0
37.0
59.1
35.7
-

Tahun
2012
2012
2008
2012
2012
2006
-

Kontribusi
Terhadap Jumlah
Ekspor (%)
19.0
2.1
14.1
-

Tahun
2010
2012
2012
-

Sumber :1) ERIA SME Research Working Group (diolah) 2014
2)
Asian Development Bank (diolah) 2013
Dampak paling besar dari diberlakukannya MEA 2015 akan dirasakan oleh
para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di masing-masing negara. Ibarat
sebuah mata pisau, persaingan global dalam MEA 2015 merupakan sebuah
peluang sekaligus ancaman yang mengerikan bagi UKM. Seperti halnya pada
UKM kulit dan konveksi Bogor yang mengalami penurunan laba akibat adanya
produk serupa dari kompetitor luar negeri seperti Cina dan Thailand
(Diskomperindag Kab. Bogor 2014).

2
Bogor merupakan wilayah yang terdiri atas kota dan kabupaten, masingmasing wilayah memiliki karakteristik tersendiri dalam pertumbuhan ekonominya.
Secara umum pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor setiap tahunnya selalu
mengalami peningkatan. Pertumbuhan ini tentu saja menjadi daya tarik bagi para
investor, terutama investor swasta baik nasional maupun asing. Perekonomian di
Kota Bogor tumbuh lebih cepat jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,
pertumbuhan ini merupakan dampak dari peningkatan produksi dan jasa yang
dihasilkan (BPS Kota Bogor 2011). Hal ini dibuktikan dengan jumlah dan nilai
penjualan pada UKM yang selalu meningkat setiap tahuannya (Pemerintah Kota
Bogor 2011). Hal yang menarik juga terjadi di Kabupaten Bogor. Jika
dibandingkan dengan PDRB (Produk Domsestik Regional Bruto) kabupaten seIndonesia, Kabupaten Bogor meraih peringkat keempat dengan sumbangan PDRB
sebesar 1.42% dari total PDB Indonesia (Diskomperindag Kab. Bogor 2014).
Salah satu UKM unggulan dan mudah ditemui di wilayah Bogor adalah UKM
alas kaki, tas (kulit) dan konveksi (tekstil). Karakteristik produk UKM kulit dan
konveksi yang fashionable dan memiliki potensi untuk ekspor, menjadi hal yang
menarik untuk mengetahui bagaimana kesiapan produk ini dalam menghadapi
MEA 2015. Permasalahan yang dihadapi oleh kedua UKM adalah rendahnya
daya saing produk terhadap produk serupa dari luar negeri.
Terlepas dari peluang yang dimiliki jenis usaha ini, pemberlakukan MEA
2015 juga merupakan suatu ancaman yang mengerikan. Menurut Widyastutik et al
(2010) upaya pengembangan UKM di Bogor menghadapi permasalahanpermasalahan yang terkait dengan faktor internal, salah satunya adalah lemahnya
jaringan usaha. Menurut Heizer dan Render (2010) ketika perusahaan memasuki
pasar global yang berkembang, usaha untuk memperluas rantai pasokan menjadi
sebuah tantangan yang strategis. Ancaman MEA 2015 juga muncul dari
kelemahan-kelemahan yang dimiliki UKM. Menurut Meliala et al. (2014)
kelemahan tersebut diantaranya muncul dari kegiatan produksi seperti
keterlambatan bahan baku, peralatan yang sederhana, pemborosan dalam proses
produksi, dan belum adanya suatu standarisasi yang menjamin kualitas UKM.
Oleh karena itu UKM harus berupaya memperbaiki seluruh kegiatan usahanya
untuk meningkatkan produktivitas dalam menghasilkan produk yang bermutu dari
rantai pasokan yang efisien dan responsif. Dalam hal ini memahami bagaimana
UKM menjalankan manajemen rantai pasokannya (MRP) merupakan hal yang
penting untuk diketahui, sebagai upaya menghadapi persaingan bebas dalam MEA
2015.
Perumusan Masalah
Agar dapat bertahan dalam persaingan, UKM harus meningkatkan
produktivitasnya dalam menghasilkan produk yang bermutu dari rantai pasokan
yang efektif dan responsif. Hal tersebut sangat ditunjang oleh proses produksi dan
operasi dari hulu sampai hilir. Untuk itu memahami kesiapan UKM dari aspek
manajemen rantai pasokan merupakan hal yang penting untuk diketahui. Dari
pemaparan tersebut maka permasalahan yang diteliti adalah: (1) Persepsi
kesiapan UKM dalam menghadapi MEA 2015; (2) Faktor-faktor manajemen
rantai pasokan yang mempengaruhi kesiapan UKM menghadapi MEA 2015; (3)

3
Strategi manajemen rantai pasokan untuk UKM sebagai upaya menghadapi MEA
2015.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan,
tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Memahami persepsi kesiapan UKM dalam
menghadapi MEA 2015; (2) Menganalisis faktor-faktor manajemen rantai pasok
yang mempengaruhi kesiapan UKM menghadapi MEA 2015; (3)
Merekomendasikan strategi manajemen rantai pasok untuk UKM sebagai upaya
menghadapi MEA 2015.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan bagi masyarakat, pemilik usaha, dan pemerintah sebagai
upaya meningkatkan daya saing UKM dalam menghadapi MEA 2015. Serta dapat
menjadi sumber informasi, preferensi ataupun acuan untuk penelitian berikutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terbatas pada bagaimana kesiapan manajemen rantai pasok
UKM kulit dan konveksi Bogor dalam menghadapi MEA 2015. Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah UKM kulit dan konveksi di Kota dan
Kabupaten Bogor yang sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Berikut ini adalah kriteria berdasarkan undang-undang tersebut.
Tabel 2 Kriteria UMKM
NO
1.
2.
3.

Kriteria

Uraian

Asset
Max 50 jt
>50 jt- 500 jt
>500 jt – 10 M

Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah

Omzet
Max 300 jt
>300 jt – 2,5 M
2,5 M – 50 M

Sumber: UU No. 20 Tahun 2008

METODE
Kerangka Pemikiran
Dampak paling besar dari pemberlakuan MEA 2015 nampaknya akan
dirasakan oleh para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), seperti pada UKM
kulit dan konveksi Bogor yang mengalami penurunan laba akibat adanya produk
serupa dari luar negeri. Penurunan laba ini dikarenakan produk impor memiliki
biaya produksi yang lebih rendah, sehingga dapat menjual produk dengan harga
yang lebih murah. Akibatnya perhatian pasar dan distributor akan teralihkan pada
produk-produk impor. Salah satu upaya agar dapat bertahan dalam persaingan

4
adalah meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas produk yang
bermutu, dari rantai pasok yang efisien dan responsif. Oleh karena itu memahami
bagaimana kesiapan manajemen rantai pasok pada UKM kulit dan konveksi
Bogor menjadi hal yang perlu diteliti lebih lanjut.
Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi logistik untuk memahami
hubungan antara variabel MRP dengan kesiapan UKM menghadapi MEA 2015.
UKM kulit dan konveksi Bogor merupakan sampel dalam penelitian ini, karakteristik
masing-masing UKM dan pemilik serta kesiapan UKM menghadapi MEA 2015
akan digambarkan secara umum berdasarkan penuturan dari responden. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk UKM dan para
pengambil kebijakan. Kerangka pemikiran pada penelitian ini secara umum dapat
dilihat pada Gambar 1.
Persaingan pelaku Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) dalam Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) 2015
UKM Kulit dan Konveksi Bogor
Gambaran Umum UKM
Kulit dan Konveksi Bogor

Kesiapan UKM
menghadapi MEA 2015

Manajemen Rantai Pasokan
(MRP) pada UKM
Faktor-faktor manajemen rantai
pasokan :
Kinerja pemasok (X1)
Ketersediaan bahan baku (X2)
Perencanaan pembelian bahan baku (X3)
Persediaan pengaman (X4)
Fasilitas tempat produksi (X5)
Teknologi produksi (X6)
Alat transportasi (X7)
Subkontrak (X8)
Memasarkan merek produk sendiri (X9)
Jenis usaha (X10)

Usia pemilik
Pengalaman usaha
Tingkat pendidiakan
Nilai penjualan

Regresi logistik biner
Analisis hubungan faktor –faktor MRP
dengan kesiapan UKM menghadapi MEA
2015
Rekomendasi

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di UKM kulit yang meliputi UKM alas kaki
dan UKM tas, serta UKM konveksi yang berada di wilayah Bogor, Jawa Barat.
Penelitian ini dilakukan sejak bulan November 2014 sampai dengan Januari 2015.

5

Jenis Data dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik atau
pengelola serta kuesioner yang diberikan dan diisi oleh responden. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, internet, penelitian
terdahulu, Biro Pusat Statistik, Kantor Koperasi dan UKM Kota dan Kabupaten
Bogor, serta data-data penunjang lainnya.

Metode Pengambilan Sampel
Terdapat 90 populasi UKM konveksi dan kulit (alas kaki/tas) yang terdaftar
di Dinas UKM Kota dan Kabupaten Bogor. Berdasarkan data tersebut Penulis
berusaha mendatangi dan mewawancarainya, namun tidak semua UKM dapat
ditemui karena beberapa alamat yang sudah tidak valid. Dari UKM yang berhasil
diwawancarai penulis mendapatkan informasi mengenai keberadaan UKM sejenis.
Oleh karena itu penelitian ini mengguanakan metode non probability sampling,
yaitu Snowball sampling sebagai tehnik pengambilan sampel. Dengan tehnik ini
terkumpul 100 sampel UKM kulit dan konveksi yang sesuai dengan UU RI no. 20
tahun 2008 tentang UMKM.
Tabel 3 Komposisi sampel
Kota/Kabupaten
Kota
Kabupaten
Total

UKM Kulit

UKM Konveksi

Total

5
34
39

27
34
61

32
68
100

Sumber : data diolah 2015

Metode Pengolahan dan Analisi Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analsis Deskriptif,
independent t test dan regresi logistik biner. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan bantuan microsoft excel dan SPSS versi 19.
Analisis Deskriptif
Analisis Deskrptif adalah analisis yang menggambarkan suatu data yang
akan dibuat baik sendiri maupun secara kelompok. Dalam penyajiannya dapat
menggunakan pengukuran tendensi sentral (Mean, Mode dan, Median) dan
pengukuran penyimpangan (Range, Standard Deviation, dan Variance), juga
dibahas tentang grafis dan diagram (Suwarno 2009). Penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif untuk menjelaskan gambaran umum dari UKM dan pemilik
sebagai responden serta penilaian persepsi responden terhadap variabel yang
diajukan.

6
Independen T Test
Independen t test adalah uji komparatif atau uji beda untuk mengetahui
adakah perbedaan mean atau rerata yang bemakna diantara 2 kelompok bebas
yang berskala data interval/rasio. Dalam pengujian terdapat dua kelompok sampel
yang tidak berhubungan (uji t dua sampel independen). Variabel yang akan diuji
yaitu: usia pemilik, usia usaha, omset, dan jumlah tenaga kerja. Tahapan Uji-T
menurut Priyatno (2013) tersedia dalam Lampiran 3.
Binary Logistic Regression
Rosadi (2011) regresi logistik merupakan salah satu model statistika yang
dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel
independen dengan suatu variabel dependen bertipe kategoris atau kualitatif. Di
dalam statistik, regresi logistik, digunakan untuk memprediksi kemungkinan
(probabilitas) dari suatu kejadian (Widiarta dan Wardana 2011). Regresi logistik
juga mengukur peluang terjadinya suatu kejadian dari beberapa variabel yang
diteliti.
Dalam penelitian ini regresi logistik digunakan untuk menganalisis
hubungan manajemen rantai pasokan dengan kesiapan UKM menghadapi MEA
2015. Variabel independen dianggap berpengaruh pada variabel dependennya,
jika tingkat signifikan (P-Value) dibawah 10% pada selang kepercayaan 90%.
Varabel independen merupakan variabel bebas yang dapat mempengaruhi variabel
dependen (terikat). Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini berbentuk biner
yaitu 1 dan 0, Y = 1 jika UKM mengaku siap menghadapi persaingan dalam MEA
2015, Y = 0 jika UKM mengaku tidak siap menghadapi persaingan dalam MEA
2015. Adapun variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 4 Variabel penelitian
Variabel
Dependen :
(Y)
Independen:
X1
X2

X3
X4

Nama Variabel
Kesiapan
mengahadapi
persaingan dalam MEA
2015 (Biner)
Kinerja pemasok
(Ordinal)
Ketersediaan bahan baku
(Biner)

Perencanaan
pembelian
bahan baku
(Biner)
Persediaan pengaman
(Ordinal)

X5

Tempat produksi
(biner)

X6

Teknologi produksi
(Biner)
Alat transportasi
(biner)

X7

Hipotesis

Oktiya (2006): ada hubungan positif antara
pemasok dengan produktivitas UKM.
Widyastutik et al (2009): katersediaan bahan baku
sebagai indikator dalam varibel condition factor
yang mempengaruhi pengembangan klaster UKM
Alas kaki di Kota Bogor
Satyanegara D (2012): perencanaan merupakan
salah satu proses bisnis yang paling berpengaruh
dalam kinerja MRP.
Oktiya (2006): persediaan merupakan variabel
untuk menganalisis pengaruh rantai pasokan
terhadap produktivitas di UKM.
Bowersox (2002): kepemilikan tempat produksi,
dan alat transportasi, merupakan fasilitas yang
sangat menunjang kegiatan produksi dan salah satu
komponen penting dalam manajemen logistik.
Meliala et al (2014) menyatakan teknologi memiliki
pengaruh yang besar terhadap perkembangan UKM.
Bowersox (2002)

7
Tabel 4 Variabel penelitian (lanjutan)
Variabel
X8
X9
X10

Nama Variabel
Subkontrak
(Biner)

Hipotesis
Sriyana (2010) subkontrak merupakan pola jaringan
usaha yang dapat dijadikan sebagai alternatif bagi
eksistensi UKM di Indonesia.
Surachman dan Benny. (2008) pemberian nama
merek merupakan salah satu strategi dalam
pemasaran dan meningkatkan daya saing.
Jenis usaha merupakan sampel pada penelitian ini
yang akan dibandingkan kesiapannya menghadapi
MEA 2015.

Memasarkan merek
produk sendiri
(Biner)
Jenis usaha
(Biner)

Sumber : data diolah 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum UKM Kulit dan Konveksi Bogor
Berdasarkan data yang telah dianalisis, diketahui Pemilik UKM kulit dan
konveksi berusia rata-rata 43.9 dan 39.6 tahun, mereka mengelola usahanya lebih
dari satu tahun dengan rata-rata usia usaha 16.37 tahun dan 11.2 tahun. Ada
perbedaan yang signifikan antara dua karakteristik tersebut, dimana pemilik UKM kulit
memiliki usia yang lebih lama dibandingkan dengan pemilik UKM konveksi. Begitu

pula dengan pengalaman usaha, UKM kulit memiliki pengalaman yang lebih lama
dibandingkan dengan UKM konveksi (Independent t test, Lampiran 3).
Tabel 5 Karakteristik usia pemilik UKM kulit dan konveksi Bogor
Jenis Usaha
Kulit
Konveksi

Rata-Rata
439
3.,6

Tertua
65
60

Usia Pemilik (Tahun)
Termuda
50
14%
20%

Sumber : data diolah 2015
Tabel 6 Karakteristik usia usaha UKM kulit dan konveksi Bogor
Jenis Usaha
Kulit
Konveksi

Rata-Rata
16.37
11.2

Tertua
36
30

Pengalaman Usaha (Tahun)
Termuda
30
10%
5%

Sumber : data diolah 2015
Tingkat pendidikan terakhir pemilik UKM kulit mayoritas hanya lulusan SD
(46%), sedangkan pemilik UKM konveksi hanya sampai tingkat SMA (31%)
(Lampiran 2). Dengan tingkat pendidikan ini, mereka mempunyai keterbatasan
akan pengetahuan dan keahlian dalam mengelola usaha menjadi bisnis yang
berdaya saing. Rata-rata tingkat penjualan satu tahun terakhir masing-masing
UKM kulit dan UKM konveksi adalah sebesar Rp1 151 015 000 dan Rp1 232
089 000. Berdasakan nilai penjualan tersebut, rata-rata UKM kulit dan konveksi
Bogor tergolong dalam jenis usaha kecil.
Diantara seratus UKM yang dijadikan sampel, sebanyak 26% UKM tidak
memiliki surat izin dan 85% UKM tidak mamiliki badan hukum. Hasil analisis ini
menegaskan banyaknya UKM yang belum terdaftar di Dinas serta tidak
tersalurkannya informasi yang penting terkait MEA 2015. Oleh karena itu
kesadaran pemilik untuk mendaftarkan usahanya di Dinas UKM harus

8
ditingkatkan. Begitu pula dengan pemerintah, kegiatan menyebar luaskan
informasi terkait MEA harus lebih digiatkan. Data mengenai karakteristik UKM
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kesiapan UKM Menghadapi MEA 2015
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai MEA 2015,
sebanyak 35% UKM kulit dan konveksi Bogor tidak mengetahui akan adanya
persaingan global antar masyarakat ASEAN (MEA 2015). Dari 54% UKM kulit
yang menyadari adanya persaingan tersebut, hanya 7,5% UKM yang mengaku
siap menghadapinya. Sedangkan dari 72% UKM konveksi yang menyadarinya,
hanya 34,4% UKM yang mengaku siap menghadapi MEA 2015. Ditinjau dari
kesiapan empat aspek manajerial, diketahui fungsi manajemen produksi dan
teknologi memiliki tingkat kesiapan paling rendah kedua (23%) setelah
manajemen sumber daya manusia (18%), sedangkan kesiapan manajemen
keuangan (24%) dan manajemen pemasaran (25%) lebih tinggi dibandingkan
dengan kedua aspek sebelumnya. Berikut ini persepsi masing-masing pemilik
UKM kulit dan konveksi Bogor tentang kesiapannya menghadapi MEA 2015.
Kesadaran (Awareness) UKM
Konveksi tentang AEC 2015

Kesadaran (Awareness)
UKM Kulit tentang AEC 2015

46%
54%

Tahu
Tidak Tahu

28%

Tahu
Tidak Tahu

72%

Gambar 2 Kesadaran UKM kulit dan konveksi Bogor mengenai MEA 2015
Kesiapan UMKM secara umum
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
Siap

Kesiapan menurut aspek manajerial
(siap)
Produksi

92.5%
65.6%
34.4%

SDM
Keuangan

7.5%

Pemasaran
UMKM Kulit
Tidak siap

UMKM Konveksi

0.00%

UMKM kulit

10.3%
12.8%

31.2%
21.3%

15.4%
10.3%

20.00%

UMKM konveksi

29.5%
34.4%
40.00%

Gambar 2 Kesiapan UKM kulit dan konveksi Bogor menghadapi MEA 2015
Manajemen Rantai Pasokan pada UKM Kulit dan Konveksi Bogor
MRP menurut Heizer (2010) adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan
bahan baku dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk
akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Menurut Siagian (2007) rantai pasokan
mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur,
distributor, dan konsumen. Berikut ini adalah gambaran umum aktivitas

9
manajemen rantai pasok pada UKM kulit (Gambar 4) dan konveksi (Gambar 5)
Bogor.
Manufacurer

Supplier
Pemasok
bahan baku
lokal (65%)
Pemasok
bahan baku
luar provinsi
(28%)

Distribution
Subkontrak
(38%)

Tempat
penyimpanan
/gudang
Inpeksi
bahan
baku

Proses
produksi

Produk
jadi

Memasar-kan
merek produk
sendiri (36%)
Subkontrak
dan
Memasar-kan
merek produk
sendiri (26%)

Pemasok
bahan baku
asing (7%)

Pasar lokal
(15,38%)

Pasar
nasional
(71,79%)
Pasar
internasional
(12,83%)

Gambar 3 Aktivitas manajemen rantai pasokan UKM Kulit Bogor

Supplier
Pemasok
bahan baku
lokal (62%)
Pemasok
bahan baku
luar provinsi
(34%)
Pemasok
bahan baku
asing (4%)

Manufacurer

Distribution

Tempat
penyimpanan
/gudang
Inpeksi
bahan
baku

Proses
produksi

Subkontrak
(21%)
Produk
jadi

Pasar lokal
(37,70%)
Memasar-kan
merek produk
sendiri (57%)
Subkontrak
dan
Memasar-kan
merek produk
sendiri (11%)

Pasar
nasional
(57,38%)
Pasar
internasional
(4,92%)

Gambar 4 Aktivitas manajemen rantai pasokan UKM Konveksi Bogor
Pemasok
Pemasok bahan baku UKM kulit dan konveksi berasal dari berbagai lokasi,
baik dari dalam maupun dari luar negeri. Penyedia bahan baku diklasifikasikan
dalam tiga kategori berdasarkan wilayah pemasok, yaitu lokal (Jawa Barat), luar
provinsi (nasional), dan asing (Internasional). Lebih dari 60% UKM kulit dan
konveksi memperoleh bahan bakunya dari pemasok lokal yaitu Bogor dan
nasional yaitu DKI Jakarta. Komposisi perolehan bahan baku dapat dilihat pada
Gambar 4 dan 5.

10
Kinerja pemasok dalam menyediakan dan menyalurkan bahan baku
dengan cepat dan tepat akan berdampak pada kelangsungan proses produksi. Oleh
karena itu penentuan pemasok harus didasari dengan beberapa pertimbangan,
menurut Sorfina (2011) kriteria utama yang menjadi prioritas dalam pemilihan
pemasok adalah aspek kualitas dan harga, sama halnya dengan studi kasus pada
penelitian ini. Diagram dibawah ini menunjukan proporsi prioritas pemilihan
pemasok UKM kulit dan konveksi di Bogor.
Kriteria Pemilihan Pemasok
79%
80%

Kualitas
Hubungan kekeluargaan

7%

Dekat dengan lokasi

8%

18%
23%

Ketersediaan bahan baku

36%

46%

28%
23%

Tepat waktu pengiriman

38%

Ketepatan Spesifikasi

57%
79%

Harga
0%

20%
UKM Kulit

40%
60%
UKM Konveksi

80%

90%

100%

Gambar 5 Kriteria pemilihan pemasok UKM kulit dan konveksi Bogor
Perbedaan prioritas pada pemilihan pemasok menunjukan adanya perbedaan
karakteristik dari kedua UKM. Setelah mempertimbangkan harga dan kualitas,
UKM kulit (46%) memilih ketersediaan bahan baku sebagai kriteria untuk
menjalin kerjasama dengan pemasok. Sedangkan pada UKM konveksi (57%)
ketepatan spesifikasi menjadi kriteria selanjutnya, hal ini dikarenakan proses
produksi pada UKM konveksi lebih banyak dilakukan berdasarkan pesanan
pelanggan. Selama ini kemampuan pemasok dalam menyediakan bahan baku
masih dirasa baik.
Bahan baku
Ketersediaan bahan baku dipasar akan mempengaruhi proses produksi pada
UKM, selama ini ketersediaan bahan baku masih dirasa cukup baik (mudah
didapat). Sebelum melakukan pembelian bahan baku, seharusnya UKM membuat
perencanaan pembelian. Akan tetapi sebanyak 84% UKM kulit dan konveksi
tidak memilikinya. Sebanyak 78% UKM tidak memiliki prosedur yang jelas
mengenai proses pembeliaan bahan baku. Pembelian dilakukan ketika bahan baku
dirasa kurang, tanpa menyimpan bahan baku cadangan untuk mengantisipasi
lonjakan permintaan. Gambar 7 menunjukan periode bahan baku kedua UKM,
sebanyak 53% UKM melakukan pembelian pada saat bahan baku mulai habis
(tidak menentu). Tidak ada perbedaan periode pembelian bahan baku diantara
UKM kulit dan UKM konveksi.

11
Periode Pembelian Bahan Baku UKM Kulit dan
Konveksi Bogor
3%

Setiap hari
Seminggu sekali
26%

53%

Antara seminggu sampai sebulan sekali

15%

Triwulan
3%

Tidak menentu

Gambar 6 Periode pembelian bahan baku UKM kulit dan konveksi Bogor
Selama ini jika bahan baku sulit didapatkan atau telat dikirim oleh pemasok,
UKM akan tetap berproduksi dengan bahan baku yang tersisa sampai benar-benar
habis. Selanjutnya UKM akan mengganti bahan baku atau berhenti berproduksi
untuk sementara. Sebanyak 54% UKM kulit dan konveksi melakukan pembayaran
bahan baku secara langsung baik tunai ataupun non tunai (transfer, cek atau giro),
sebelum pemasok mengirimkannya ke pabrik.
Bahan baku yang diterima terlebih dahulu dilakukan pengecekan oleh UKM
sebelum diolah lebih lanjut atau disimpan sebagai persediaan. Baik UKM kulit
maupun UKM konveksi lebih mementingkan kesesuaian spesifikasi bahan baku
yang dipesan dengan yang diterima. Jika bahan baku yang diterima tidak sesuai,
UKM akan mengembalikannya kepada pemasok.
Inspeksi bahan baku oleh UKM
Kesesuaian spesifikasi
Kesesuaian jumlah BB
Kesesuaia harga
Kualitas
UKM Kulit

49%

59%
61%

67%

23%
26%
54%
57%
0%

20%

UKM Konveksi

40%

60%

80%

Gambar 7 Inspeksi bahan baku oleh UKM kulit dan konveksi Bogor
Dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku, masih banyak kendala yang
dihadapi UKM. Kendala utama yang banyak dikeluhkan adalah harga bahan baku
yang terus meningkat seiring dengan naiknya harga Bahan Bakar Minyak.
Kenaikan harga BBM juga berdampak besar pada biaya transportasi yang
dikeluarkan oleh UKM.
Persediaan
Persediaan merupakan faktor yang cukup penting bagi kegiatan operasional
karena akan mempengaruhi continuitas produksi. Persediaan pengaman
diperlukan ketika terjadinya lonjakan permintaan atau terhambatnya proses
pengadaan bahan baku. Penentuan volume persediaan harus didasari oleh
perhitungan yang cermat dari jumlah pemesanan optimal untuk mengetahui batas
minimal bahan baku untuk dipesan kembali (re-order point), jika persediaan lebih
banyak dari yang dibutuhkan maka akan terjadi pemborosan pada biaya logistik.
Oleh karena itu perlu adanya manajemen persediaan yang baik untuk menjamin
kelancaran operasional. Dari 100 UKM kulit dan konveksi Bogor hanya 42%

12
UKM yang menyimpan bahan baku sebagai persediaan pengaman. Walaupun
UKM telah memiliki cadangan bahan baku, pengendalian stok barang dalam
pabrik nampaknya masih sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan masih adanya
UKM yang tidak memiliki catatan persediaan untuk mengontrol kesesuaian
jumlah bahan baku yang masuk dan keluar dari gudang. Banyak persoalan yang
dihadapi UKM dalam manjemen persediaan diantaranya, (1) tidak ada
perhitungan untuk menentukan jumlah persediaan yang optimal, (2) tidak ada
pencatatan persediaan sehingga menyulitkan pemilik untuk memeriksa kesesuaian
jumlah persediaan yang masuk dan keluar, (3) tidak tersedianya tempat yang
cukup untuk menyimpan bahan baku.
Proses produksi
Kegiatan operasional UKM ditentukan oleh pemilik berdasarkan jumlah
permintaan pasar. UKM konveksi lebih banyak berproduksi berdasarkan pesanan
dari para pelanggan, mekanisme pembelian bahan baku dan distribusi pun
disesuaikan dengan permintaan pada pesanan tersebut. Sedangkan UKM kulit
berproduksi setiap hari sesuai dengan kondisi barang dipasar. Sebanyak 27%
UKM mengaku bahwa proses produksi mereka dipengaruhi oleh hari-hari besar di
Indonesia, seperti hari raya dan tahun ajaran baru. Untuk menjaga kualitas produk
dan mengetahui kendala yang terjadi di pabrik, pemilik UKM melakukan
pengawasan langsung pada proses produksi.
Teknologi
Persaingan global yang akan segera terjadi menuntut UKM untuk
melakukan hal-hal diluar kebiasaan mereka. Kebiasaan menggunakan teknologi
dalam kegiatan usaha nampaknya menjadi tantangan tersendiri bagi kedua UKM.
Untuk menjangkau pasar global dan mengontrol kegiatan usaha, UKM harus
membiasakan diri menggunakan teknologi informasi serta teknologi produksi
dalam menghasilkan produk yang berkualitas. Gambar di bawah ini adalah
penggunaan teknologi kedua UKM, UKM konveksi nampaknya lebih terbiasa
menggunakan teknologi dibanding UKM kulit.
Penggunaan teknologi UKM kulit dan
konveksi
Teknologi informasi

10.26%

52.46%
56%

Teknologi produksi modern
UKM Kulit

UKM Konveksi 0%

50%

85%
100%

Gambar 8 Penggunaan teknologi UKM kulit dan konveksi Bogor
Fasilitas (Tempat dan Alat Transportasi)
Aktivitas UKM dalam rantai pasokan sangat ditunjang oleh fasilitas yang
dimiliki. Semakin banyak fasilitas, semakin tinggi kemampuan UKM dalam
menghasilkan produk yang berkualitas dan tepat pada waktu yang dibutuhkan.
Salah satu fasilitas yang penting bagi kegiatan operasional adalah gudang
penyimpanan. Sebanyak 37% UKM kulit dan konveksi tidak memiliki gudang
khusus penyimpanan. Sedangkan 32% UKM kulit dan konveksi tidak memiliki

13
tempat sendiri untuk melakukan proses produksi, selama ini mereka hanya
menyewa atau bekerja sama dengan mitra bisnisnya. Fasilitas lainnya yang sangat
menunjang aktivitas logistik adalah kepemilikan alat transportasi. Mode
transportasi yang dimiliki UKM masih kurang menunjang untuk menjalankan
aktivitas logistik. Sekitar 50% UKM kulit dan konveksi hanya memiliki alat
transportasi beroda dua, kendaraan ini tentu saja sangat terbatas dalam kapasitas
baik dalam jumlah angkut maupun jarak tempuh. Berikut ini persentasi
kepemilikan alat transportasi UKM kulit dan konveksi di Bogor.
Distribusi
Produk jadi yang dihasilkan UKM kemudian di distribusikan kepada
konsumen melalui beberapa perantara seperti retailer, pengepul, dan perusahaan
lain. UKM konveksi dan kulit di Bogor mendistribusikan produknya sendiri atau
disebut dengan first party distribution, yaitu pengiriman langsung oleh UKM ke
konsumen, retailer atau pengepul. UKM Kulit lebih banyak menggunakan jasa
pengepul sebagai perantara untuk menyalurkan produknya kepada konsumen
akhir. Sedangkan UKM konveksi lebih banyak menyalurkan produknya langsung
kepada konsumen akhir. Produk UKM konveksi lebih banyak dipesan oleh
lembaga-lembaga (perguruan tinggi, sekolah, lembaga pemerintahan, club, dll)
yang ada di Bogor dan sekitarnya.
Selain memproduksi produk dengan merk sendiri, beberapa UKM kulit
dan konveksi Bogor juga menjadi subkontrak dari perusahaan lain. Subkontrak
merupakan salah satu pola dari kemitraan yang diatur dalam UU RI no. 20 tahun
2008 bab VIII tentang Kemitraan. Subkontrak sebagai suatu sistem yang
menggambarkan hubungan antara Usaha Besar (UB) dan UKM, dimana UB
sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku
subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen)
dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selama subkontrak
dijalankan jumlah permintaan dari perusahaan pada UKM kulit dan konveksi
cenderung tetap. Beberapa pemilik UKM konveksi memeperkirakan jumlah
permintaan dari perusahaan subkontrak ditahun 2015 akan meningkat, sedangkan
pemilik UKM kulit memperkirakan jumlah permintaannya akan menurun.
Tabel 7 Kepemilikan moda transportasi UKM kulit dan konveksi Bogor
Item Fasilitas
1. Tempat
Tempat penyimpanan (gudang)
Tempat operasional usaha
2. Moda Transportasi
Motor
Mobil
Truk

Sumber : data diolah 2015

Kepemilikan Fasilitas
UKM Kulit (%)
UKM Konveksi (%)
69%
90%

59%
54%

52%
45%
3%

57%
38%
5%

14
Analisis Pengaruh Manajemen Rantai Pasokan Terhadap Kesipan UKM
Menghadapi MEA 2015
Pengolahan data dengan metode analisis regresi logistik memberikan
informasi tentang faktor-faktor manajemen rantai pasok yang mempengaruhi
kesiapan UKM menghadapi persaingan dalam MEA 2015. Berikut ini hasil
pengolahan regresi logistik untuk setiap variabel yang diteliti (Tabel 8).
Tabel 8 Model regresi logistik
Variabel
Kinerja pemasok (X1)
Ketersediaan bahan baku (X2)
Perencanaan pembelian bahan baku (X3)
Persediaan pengaman (X4)
Fasilitas tempat produksi (X5)
Teknologi produksi (X6)
Alat transportasi (X7)
Subkontrak (X8)
Memasarkan merek produk sendiri (X9)
Jenis usaha(X10)
Constant

Kesiapan Secara
umum
Coef.
S.E
0.076
0.554
0.670
1.167
0.436
1.162**
0.699
0.143
0.665
0.844
1.162
1.993*
0.467
0.934**
0.665
0.418
0.684
1.338*
0.843
0.956
3.290
-8.822

Kesiapan
Produksi
Coef.
S.E
-.989
0.612
1.403
1.061
0.335
.395
0.644
.488
0.649
.183
0.825
1.000
0.445
.890**
0.604
.255
0.653
1.54**
0.736
.807
2.436
-3.113

Kesiapan
Pemasaran
Coef.
S.E
0.542
0.573
0.502
1.177
0.440
.908**
0.692
-0.599
0.688
0.602
6916.4
19.945
0.467
1.076**
0.721
0.719
0.738
1.877**
0.821
0.709
13832.
-45.811

Sumber : data diolah 2015
Keterangan :
* : Signifikan pada taraf nyata (α) 10%
** : Signifikan pada taraf nyata (α) 5%

Tabel diatas menujunkan adanya variabel yang mempengaruhi kesiapan UKM
menghadapi MEA 2015 secara umum, produksi dan pemasaran. Variabel bebas
yang memiliki hubungan secara signifikan dengan variabel terikat ditunjukan
dengan tanda bintang (*). Nilai dari hubungan tersebut dapat dilihat pada nilai
koefisien dalam tabel (coef). Terdapat lebih dari satu variabel bebas yang
mempengaruhi variabel terikat diantaranya;
Perencanaan pembelian bahan baku memiliki pengaruh positif terhadap
kesiapan UKM menghadapi MEA 2015, kegiatan yang terencana akan
membuahkan hasil yang lebih baik. UKM kulit dan UKM konveksi harus segera
merancang perencanaan usaha jangka panjang menyongsong persaingan bebas
ditahun 2015. Semakin baik perencanaan usaha, semakin baik pula kesiapan
UKM menghadapi MEA 2015.
Aktivitas logistik dalam rantai pasokan membutuhkan fasilitas penunjang
seperti tempat operasional dan alat transportasi yang dapat memenuhi dan
menjangkau seluruh kebutuhan operasional UKM dari hulu sampai hilir. Sebuah
gudang, tempat produksi, atau alat transportasi yang dikelola oleh perusahaan
merupakan fasiltas logistik yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas
UKM. Kepemilikan tempat usaha UKM memiliki hubungan yang erat dengan
kesiapan UKM mengadapi MEA 2015. Nilai koefisien pada variabel menunjukan
bahwa UKM yang memiliki tempat usaha sendiri (secara hukum) cenderung lebih
siap menghadapi persaingan dalam era ini.
Untuk bertahan dalam persaingan, UKM perlu meningkatkan produktivitas
usahanya terutama dalam menghasilkan produk yang berkualitas dari rantai pasok
yang efisien dan responsif. Oleh karena itu untuk meningkatkan kapasitas
produksi dan mutu produk, UKM memerlukan mesin atau teknologi produksi

15
tepat guna yang canggih dan terbarukan. Keefektifan suatu alat/teknologi tentu
saja ditentukan oleh manusia sebagai pengguna, karenanya diperlukan
pengetahuan (IPTEK) yang baik dari SDM agar dapat menggunakan teknologi
dengan tepat guna. Semakin baik UKM menggunakan teknologi modern, semakin
besar pula peluang untuk memenangkan pangsa pasar ASEAN.
Memasarkan produk dengan merek sendiri memiliki pengaruh terhadap
kesiapan UKM menghadapi MEA 2015. Penciptaan merek pada produk yang
dihasilkan akan memberikan nilai tambah (Surachman et al. 2008), sehingga nilai
jual pada produk tersebut akan lebih tinggi. UKM yang memproduksi produk
sendiri cenderung lebih siap atau memiliki peluang siap lebih besar menghadapi
persaingan dibandingkan dengan UKM yang mengerjakan permintaan dari
perusahaan subkontrak. UKM yang tidak terikat kontrak mamiliki jaringan yang
lebih luas dan akan lebih mandiri dalam menjalankan usahanya. Beberapa UKM
kulit dan konveksi Bogor yang menjalin kerjasama dengan perusahaan besar,
mengaku kegiatan usahanya sangat tergantung pada modal yang diberikan oleh
perusahaan.
Ketepatan model regresi diatas ditunjukan oleh tabel di bawah ini.
Tabel 9 Ketepatan model regresi logistik
Prediksi Model
Kesiapan UKM

Observasi
Aktual
Tidak siap
Siap
Total

Umum
72
10

Tidak siap
Produksi Pemasaran
73
69
13
10

Umum
4
14

Siap
Produksi
4
10

Persentasi
Benar
Pemasaran
6
15

93.83
53.93
84.33

Sumber : data diolah 2015
Sebelumnya diketahui sebanyak 75% UKM menyatakan tidak siap
menghadapi persaingan. Setelah data diolah, hasil menjelaskan hanya 15% UKM
yang benar-benar siap menghadapi persaingan dalam MEA 2015 secara umum,
11% UKM siap secara produksi dan 16% UKM siap dalam pemasaran. Ketepatan
model diatas dianggap baik, karena mampu menduga kesiapan UKM menghadapi
MEA 2015 setelah dirata-ratakan sebesar 84,67%. Nilai Nagelkerke R Square
pada Tabel 10 menunjukan keragaman model yang mampu dijelaskan oleh
pengujian ini adalah sebesar 43 %, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain
diluar model.
Tabel 10 Ringkasan model regresi logistik
Step
1

-2 Log likelihood
75.739a

Cox & Snell R Square
0.288

Nagelkerke R Square
0.431

Sumber : data diolah 2015
Implikasi Manajerial
Analisis manajemen rantai pasokan pada UKM kulit dan konveksi Bogor
merupakan suatu upaya untuk meningkatkan daya saing UKM, dengan cara
meningkatkan produktivitas yang ditunjang oleh aktivitas pada rantai pasokan.
Strategi manajerial dapat diimplementasikan berdasarkan faktor-faktor MRP yang
mempunyai pengaruh pada kesiapan UKM adalah sebagai berikut.

16
1. Perencanaan
UKM kulit dan konveksi harus segera merancang perencanaan usaha
jangka panjang menyongsong persaingan bebas yang akan terjadi ditahun
2015. Selain perencanaan pembelian bahan baku, kedua UKM juga harus
membuat perencanaan lain seperti perencanaan kebutuhan bahan baku,
kapasitas produksi, pemilihan pemasok, persediaan, dan pemasaran. Dalam
merancang perencanaan pembelian bahan baku hendaknya UKM
memperhatikan faktor lain seperti faktor ketersediaan bahan baku.
Ketersediaan bahan baku yang mudah didapatkan mempermudah UKM dalam
proses pembeliaan. Kemudahaan ini juga seharusnya dapat dimanfaatkan
UKM untuk lebih efisien dalam proses pengadaan bahan baku, terutama dalam
penurunan biaya logistik. Perencanaan strategi yang perlu dilakukan oleh
UKM adalah memilih pemasok sesuai dengan kriteria harga yang rendah dan
kualitas yang baik, serta menjalin kerjasama dengan pemasok untuk
membantu UKM lebih responsive dalam memenuhi kebutuhan bahan bakunya.
Untuk memastikan perencanaan yang dibuat telah sesuai dengan sasaran,
diperlukan pengetahuan untuk mengelola usaha menjadi bisnis yang berdaya
saing. Dengan pendidikan pemilik yang rendah, diperlukan pemerkaya
pengetahuan melalui berbagai pelatihan yang diadakan baik oleh pemerintah
maupun swasta. Peran akademisi juga sangat diperlukan oleh para pelaku
UKM, pihak akademisi seharusnya dapat turun langsung kelapangan untuk
menerapkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sebagai pengabdian dan
kontribusi nyata guna mendukung UKM dalam MAE 2015.
2. Fasilitas
Fasilitas operasional seperti tempat produksi dan alat transportasi sangat
dibutuhkan guna mendukung terciptanya aktivitas rantai pasok yang efisien
dan responsif. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan fasilitas produksi
yang memadai untuk menghasilkan produk bermutu dari rantai pasok yang
efisien dan responsif. Pengembangan fasilitas operasional tentu saja
membutuhkan modal yang besar, dalam hal ini pemerintah dan pihak swasta
sebaiknya bekerja sama untuk menyediakan alat produksi dan transportasi atau
meminjamkan modal dengan bunga yang rendah dan persyaratan yang mudah.
3. Teknologi
Persaingan global menuntut UKM untuk merubah kebiasaannya dalam
penggunaan teknologi. Moderenisasi teknologi harus segera dilakukan UKM
untuk mengefisiensikan kegiatan operasional serta meningkatkan
produktivitas produk yang bermutu. Baik pemerintah maupun pihak swasta
harus segera membantu UKM dalam memfasilitasi teknologi modern serta
memberikan pembekalan mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),
seperti pelatihan penggunaan perangkat lunak komputer, pelatihan
penggunaan internet sebagai media pemasaran, pelatihan penggunaan
teknologi produksi yang tepat guna serta pelatihan pengembangan produk dan
inovasi berbasis teknologi.
4. Memasarkan merek produk sendiri
UKM sebaiknya menciptakan merek produk dan memasarkannya sendiri,
tanpa adanya ikatan dengan perusahaan lain. Hal ini dikarenakan UKM yang
memasarkan produk sendiri akan memiliki jaringan usaha yang lebih luas dan
tidak tergantung pada modal yang diberikan oleh perusahaan subkontrak,

17
sehingga dapat lebih mandiri dalam menjalankan usahanya. Oleh karena itu
diperlukan strategi pemasaran yang baik agar konsumen tertarik untuk
membeli produk UKM. Menciptakan suatu merek tentu saja membutuhkan
kerja keras dari UKM, serta dukungan dari berbagai pihak. Aksi nyata dari
pemerintah sangat diharapkan UKM untuk mengembangkan produknya baik
di pasar lokal maupun internasional. Banyak hal yang dapat dilakukan
pemerintah diantaranya membuat pameran, membantu menyediakan fasilitas
operasional, serta memberikan kemudahan untuk mengakses pasar global.
Dukungan masyarakat sebagai konsumen juga sangat diperlukan, masyarakat
seharusnya membeli produk lokal sebagai upaya mendukung Indonesia
khusunya UKM dalam menghadapi persaingan dalam pasar bebas ASEAN.
Kedua UKM harus percaya diri dan mampu bekerja sama dengan pemerintah
dan UKM/industri lainnya, untuk mengadakan atau mengikuti pameran baik
dalam skala regional, nasional atau internasional.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:
1. Menurut pengakuan responden mengenai kesiapannya menghadapi MEA 2015,
diketahui secara umum UKM kulit dan konveksi belum siap menghadapi
MEA 2015. Apabila ditinjau dari keempat aspek manajemen, manajemen
sumber daya manusia dan manajemen produksi memiliki tingkat kesiapan
yang lebih rendah dibandingkan dengan manajemen keuangan dan pemasaran.
Penuturan responden menggambarkan tingkat kesiapan secara umum pada
UKM kulit lebih rendah dibandingkan dengan UKM konveksi, begitu pula
dengan kesiapan dari keempat bidang fungsional manajemen.
2. Faktor-faktor manajemen rantai pasokan yang mempunyai pengaruh terhadap
kesiapan UKM menghadapi MEA 2015 secara umum diantaranya;
perencanaan pembelian bahan baku, teknologi produksi, alat transportasi dan
memasarkan merek produk sendiri. Sementara itu kesiapan produksi lebih
dipengaruhi oleh alat transportasi dan memasarkan merek produk sendiri.
Sedangkan faktor perencanaan pembelian bahan baku, alat transportasi dan
memasarkan merek produk sendiri juga mempengaruhi kesiapan dalam hal
pemasaran.
3. Berdasarakan hasil tersebut, para pengambil kebijakan dan UKM harus
melakukan beberapa tindakan untuk mendukung terlaksananya strategi yang
telah dirumuskan berdasarkan hasil analisis, diantaranya, (1) membuat
perencanaan usaha, (2) mengembangkan fasilitas operasional (3) moderenisasi
teknologi produksi dan pembekalan IPTEK, dan (4) membangun serta
memasarkan merek produk sendiri

18

Saran
Penelitian ini terbatas pada bagaimana penerapan manajemen rantai pasok
pada UKM kulit dan konveksi di Bogor. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
memperluas jenis sampel dan wilayah penelitian agar lebih respresentatif dalam
penyajian. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat mengevaluasi seluruh
kegiatan manajemen rantai pasok pada UKM seperti evaluasi kinerja pemasok,
dan evaluasi jaringan distribusi.

Daftar Pustaka
Anggraeni W. 2009. Pengukuran kinerja pengelolaan rantai pasokan pada PT.
Crown Closures Indonesia [skripsi]. Depok (ID): Universitas Gunadarma.
Arifin S, Djafara RA, Budiman AS. 2008. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
2015 Memperkuat Sinergi Asean di Tengah Kompetisi Global. Jakarta (ID):
PT Alex Media Komputindo.

Asian Development Bank. 2013. ASIA SME Finance Monito 2013 [internet].
[diunduh
2015
juni
23].
Tersedia
pada:
http://adb.org/sites/default/files/pub/2014/asia-sme-finance-monitor
2013. pdf
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Definisi UKM. Jakarta (ID): BPS
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2011. Produk Domestik Regional
Bruto. Bogor (ID): BPS [internet]. [diunduh 2015 Juni 24]. Tersedia
pada:
http://bogorkota.bps.go.id/subyek/produk-domestik-regionalbruto
Bowersox DJ. 2002. Manajemen Logistik. Ali AH penerjemah. Jakarta (ID):
Penerbit PT Bumi Aksara. Terjemahan dari Logistical Management.
[Depkop] Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia. 2012. Statistik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM) tahun
2010-2011[internet]. [diunduh 2015 April 4]. Tersedia pada;
http://www.depkop.go.id
Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor. 2012.
Informasi Bisnis UKM Kabupaten Bogor Tahun 2012. Cibinong (ID):
D