Keragaan Dan Kinerja Kader Program Keluarga Berencana Di Desa Ciasmara.

i

KERAGAAN DAN KINERJA KADER PROGRAM
KELUARGA BERENCANA DI DESA CIASMARA

NELA GABRIELLE

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan dan Kinerja
Kader Program Keluarga Berencana di Desa Ciasmara adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Nella Gabrielle
NIM I34120147

iv

v

ABSTRAK

NELA GABRIELLE. Keragaan dan Kinerja Kader Program Keluarga Berencana
di Desa Ciasmara. Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS.

Kader merupakan ujung tombak dalam menyukseskan program keluarga
berencana dan juga sebagai perpanjangan tangan dari bidan. Penelitian ini
dilakukan untuk mengidentifikasi bagaiamana keragaan dan juga kinerja kader
serta hubungan antara keragaan dan kinerja kader. Diduga terdapat faktor-faktor
karakteristik individu yang memiliki hubungan dengan keragaan kader. Variabel
karakteristik individu yang diteliti adalah usia, jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan lama menjadi kader. Variabel keragaan kader yang diteliti adalah
motivasi, kompetensi, dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
variabel lama menjadi kader berhubungan dengan motivasi, kompetensi dan
lingkungan serta variabel tingkat pendidikan juga berhubungan dengan
kompetensi. Keragaan kader diduga berhubungan dengan kinerja kader. Indikator
variabel kinerja kader antara lain frekuensi kunjungan, kemampuan
berkomunikasi, pengetahuan, dan tingkat kepercayaan. Hasil penelitian kemudian
menunjukan bahwa motivasi dan kompetensi berhubungan dengan kinerja kader.
Kata kunci: Keragaan, Kader, Keluarga Berencana

ABSTRACT
NELA GABRIELLE. Cadre Performance in Family Planning Program in
Ciasmara. Supervised by DJUARA P. LUBIS.
Cadres is the main to ensuring the success of family planning program, as

well as an extended arm of the midwife. This study aimed to identify how your
the performance and also the performance of cadres as well as the relationship
between the performance and the performance of cadres. Allegedly there are
factors individual characteristics linked to the performance of cadres. Variables
individual characteristics studied were age, occupation, education level, and the
old cadre. Variables studied the performance of cadres is the motivation,
competence, and the environment. The results showed that the variables
associated with the old cadre, motivation, competence and the environment and
variable levels of education are also associated with competence. Performance of
cadres allegedly associated with the performance of cadres. Indicators of
performance variables cadre consist of the frequency of visits, communication
skills, knowledge, and trust level. The results of this research showed that
motivation and competence relating to the performance of cadres.
Keywords: Performance, Cadre, Family Planning

vi

vii

KERAGAAN DAN KINERJA KADER PROGRAM

KELUARGA BERENCANA DI DESA CIASMARA

NELA GABRIELLE

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi Pengembangan Masyrarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

x


xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
melimpahkan anugerah, berkat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Keragaan dan Kinerja Kader Program
Keluarga Berencana di Desa Ciasmara.
Skripsi ini merupakan rangkaian proses untuk memahami dan menjelaskan
keragaan dan kinerja kader program keluarga berencana. Berdasarkan hasil
observasi lapang dan analisis berbagai pustaka yang ada, diharapkan akan muncul
gagasan baru lebih meningkatkan kinerja kader program keluarga berencana.
Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Djuara P.
Lubis, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan arahan
serta motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Penulis juga
berterimakasih kepada ibu tercinta Elvina Rotua atas semangat, dukungan, dan
doa yang tiada henti-hentinya mengalir untuk kelancaran penulisan skripsi.
Terima kasih juga kepada Sherly Y. Suryatna dan Nensi FM Siahaan atas
dukungan, doa, motivasi serta selalu menjadi teman terbaik. Teman sebimbingan

Fenny dan Mega, yang membantu dan bertukar pikiran selama penulisan skripsi.
Teman tersayang selama masa perkuliahan Kharin Faradiba, Nabila Rahma, Syifa
Ibtisamah, Fina Windayani, Ade Wulandari, dan Fajarina Nurin. Sahabat Moba
dan teman berjuang sejak TPB Inez, Anput dan Gita atas hiburan dan
semangatnya selama proses penulisan skripsi. Amalia Setya, Dikna, dan Ocin
yang membantu penulis selama penulisan skripsi. Terima kasih juga kepada
keluaga SKPM angkatan 49 yang telah berjuang bersama selama masa
perkuliahan.
Bogor, Agustus 2016

Nella Gabrielle

xii

xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

Latar Belakang ................................................................................................. 1
Masalah Penelitian ........................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 3
PENDEKATAN TEORITIS ................................................................................ 5
Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 5
Keluarga Berencana ...................................................................................... 5
Kader ............................................................................................................ 7
Keragaan Kader ............................................................................................ 8
Kinerja Kader ............................................................................................. 10
Pasangan Usia Subur .................................................................................. 11
Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 12
Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 13
Definisi Operasional ....................................................................................... 13
PENDEKATAN LAPANG ................................................................................ 17
Metode Penelitian........................................................................................... 17
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 17
Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 17
Teknik Penentuan Responden dan Informan ................................................... 18
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 18

GAMBARAN UMUM ...................................................................................... 21
Gambaran Umum Desa Ciasmara ................................................................... 21
Program Keluarga Berencana di Desa Ciasmara ............................................. 23
Gambaran Umum Responden ......................................................................... 24
HUBUNGAN ANTARA KERAGAAN KADER DENGAN
KARAKTERISTIK INDIVIDU KADER PROGRAM KELUARGA
BERENCANA ................................................................................................... 29
Keragaan Kader .............................................................................................. 29
Motivasi ..................................................................................................... 29
Kompetensi................................................................................................. 30
Lingkungan .................................................................................................... 31
Hubungan Keragaan dengan Karakteristik Individu Kader ............................. 32
Motivasi dan Hubungannya dengan Usia .................................................... 32
Motivasi dan Hubungannya dengan Pekerjaan ............................................ 33
Motivasi dan Hubungannya dengan Pendidikan .......................................... 34
Motivasi dan Hubungannya dengan Lama Menjadi Kader .......................... 34
Kompetensi dan Hubungannya dengan Usia ............................................... 35
Kompetensi dan Hubungannya dengan Pekerjaan ....................................... 36
Kompetensi dan Hubungannya dengan Pendidikan ..................................... 37
Kompetensi dan Hubungannya dengan Lamanya Menjadi Kader ................ 38

HUBUNGAN ANTARA KERAGAAN DAN KINERJA KADER
PROGRAM KELUARGA BERENCANA ......................................................... 41

xiv

Kinerja Kader ................................................................................................. 41
Kinerja Kader dan Hubungannya dengan Motivasi...................................... 45
Kinerja Kader dan Hubungannya dengan Kompetensi ................................. 46
Kinerja Kader dan Hubungannya dengan Lingkungan ................................. 47
PENUTUP ......................................................................................................... 49
Simpulan ........................................................................................................ 49
Saran .............................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51
LAMPIRAN ...................................................................................................... 55
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 73

xv

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

17

18


19
20
21
22
23

Definisi operasional karakteristik individu
Definisi operasional keragaan kader
Definisi operasional kinerja kader
Jumlah dan persentase tingkat penduduk menurut tingkat
pendidikan di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase penduduk jenis pekerjaan di Desa
Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik
individu
Jumlah dan persentase PUS menurut karakteristik individu
Jumlah dan peresentase kader menurut penilaiannya terhadap
motivasi
Jumlah dan peresentase kader menurut penilaiannya terhadap
kompetensi
Jumlah dan peresentase kader menurut penilaiannya terhadap
lingkungan
Jumlah dan persentase kader menurut usia dan penilaiannya
terhadap motivasi di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut pekerjaan dan
penilaiannya terhadap motivasi di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut pendidikan dan
penilaiannya terhadap motivasi di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut lama menjadi kader dan
penilaiannya terhadap motivasi di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut usia dan penilaiannya
terhadap kompetensi di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut pekerjaan dan
penilaiannya terhadap kompetensi di Desa Ciasmara tahun
2016
Jumlah dan persentase kader menurut pendidikan dan
penilaiannya terhadap kompetensi di Desa Ciasmara tahun
2016
Jumlah dan persentase kader menurut lama menjadi kader dan
penilaiannya terhadap kompetensi di Desa Ciasmara tahun
2016
Jumlah dan persentase kader menurut usia dan penilaiannya
terhadap lingkungan di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut pekerjaan dan
penilaiannya terhadap lingkungan di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut pendidikan dan
penilaiannya terhadap lingkungan di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut lama menjadi kader dan
penilaiannya terhadap lingkungan di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut frekuensi kunjungan,
kemampuan berkomunikasi, pengetahuan dan tingkat

14
15
16
19
22
25
27
29
30
31
32
33
34
35
36
37

38

39

39
40
41
42
44

xvi

24
25

26

27

kepercayaan berdasarkan penilaian PUS
Jumlah dan persentase kader menurut kinerja berdasarkan
penilaian PUS di Desa Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut penilaiannya terhadap
motivasi dan penilaian PUS terhadap kinerja kader di Desa
Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut penilaiannya terhadap
kompetensi dan penilaian PUS terhadap kinerja kader di Desa
Ciasmara tahun 2016
Jumlah dan persentase kader menurut penilaiannya terhadap
lingkungan dan penilaian PUS terhadap kinerja kader di Desa
Ciasmara tahun 2016

46
47

48

49

xvii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016
Peta Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat
3 Nama Kampung RW dan RT di Desa Ciasmara Tahun 2016
4 Sarana dan Prasarana Perhubungan Desa Ciasmara Tahun 2016
5 Kuesioner (Kader)
6 Kuesioner (PUS)
7 Pertanyaan Penelitian Mendalam
8 Dokumentasi
9 Dafar Responden Penelitian
10 Hasil Uji Korelasi

55
56
57
57
59
61
67
68
69
70

xviii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia tercatat sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk
terbanyak di dunia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak
237.641.326 jiwa, yang mencakup penduduk yang bertempat tinggal di daerah
perkotaan sebanyak 118.320.256 jiwa dan di daerah pedesaan sebanyak
119.321.070 jiwa (BPS 2010). Pertumbuhan penduduk di Indonesia dari tahun
2000 hingga 2005 pun mencapai 1,34 persen per tahunnya menurut Badan Pusat
Statistik. Hal ini dianggap sebagai kondisi yang serius oleh pemerintah Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah dalam menghadapi kondisi tersebut adalah melalui
Program Keluarga Berencana (KB). Undang-undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyebutkan
bahwa keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan
bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas.
Sejumlah hasil penelitian menunjukkan manfaat pelaksanaan program KB.
Berdasarkan World’s Health Organization, yang dikutip oleh Puspita (2011),
menyatakan, bila perempuan bisa mengatur kehamilannya angka kematian ibu
dapat berkurang hingga sepertiganya. BKKBN pada tahun 2009 menyatakan
bahwa ibu berkesempatan mengembangkan potensi dirinya dan anak yang
dilahirkan menjadi lebih sehat dan cerdas karena perhatian dan nutrisinya cukup.
Program keluarga berencana berkontribusi meningkatkan gizi ibu dan anak, mutu
tenaga kerja, produktivitas, partisipasi sekolah, tingkat pendidikan tinggi,
tabungan pribadi dan umum. Program keluarga berencana juga mampu
menurunkan konsumsi, biaya kesehatan reproduksi dan pendidikan. Selain itu
menurut Syarief (2007) program keluarga berencana juga berperan dalam
mengatasi perangkap kemiskinan (proverty trap). Pemerintah pun yakin, jika
pelaksanaan program keluarga berencana gagal, akan mengakibatkan ledakan
jumlah penduduk yang akhirnya dapat menimbulkan masalah sosial seperti
keterbatasan lapangan kerja, kemiskinan, keterbatasan pangan dan meningkatnya
pengangguran (BKKBN 2010).
Berdasarkan data BKKBN Januari 2013, total peserta aktif KB di Provinsi
Jawa Barat hanya mengalami sedikit peningkatan yang tidak signifikan. Jumlah
Pasangan Usia Subur atau yang biasa disingkat PUS tersebut pun belum merata di
setiap wilayahnya. Hanya sekitar 62.8 persen PUS yang tercatat sebagai peserta
KB, padahal pemerintah merumuskan bahwa jumlah total peserta aktif KB
haruslah mencapai 100 persen. Berpartisipasi aktif menjadi peserta keluarga
berencana merupakan hal yang sangat positif karena selain membantu negara
dalam menurunkan angka kelahiran, menekan laju pertumbuhan penduduk, dan
mengurangi pernikahan usia dini, menjadi akseptor KB juga berarti menyiapkan
keluarga yang memiliki ketahanan keluarga yang matang dan berkualitas baik.
Hal ini dapat terwujud jika kegiatan-kegiatan pembinaan yang diadakan
mendapatkan perhatian dan partisipasi yang tinggi dari berbagai stakeholders
program KB. Stakeholders tersebut antara lain pemerintah, pemerintah daerah,
pelayan kesehatan, penyuluh serta masyarakat.

2

Pelaksana penyuluhan dan pelayanan KB (non-medis) adalah para
Penyuluh Lapang Keluarga Berencana (PLKB). Mereka adalah Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang berstatus tenaga fungsional yang bertugas membina satu desa
atau lebih. Saat menjalankan tugas, bidan desa dan PLKB dibantu secara sukarela
oleh para kader KB. Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau
kemampuannya diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam
kegiatan dan pembinaan posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan
Kesehatan (Depkes RI 1990). Para kader KB merupakan tenaga sukarela yang
diambil dari penduduk setempat. Kedekatan tempat tinggal ini diharapkan agar
kader lebih mampu memotivasi dan menggerakkan PUS agar secara sadar mau
dan mampu menerapkan perilaku ber-KB. Guna mempercepat proses perubahan
perilaku ini, para kader diharapkan dapat memberikan contoh/teladan menurut
Puspita (2011).
Kader merupakan ujung tombak dalam usaha pemerintah untuk
mengurangi angka kelahiran. Kader juga bekerja secara sukarela guna
meningkatkan jumlah akseptor KB di dusun atau daerah tempat tinggalnya.
Pengetahuan yang dimiliki kader KB tidak serta merta didapatkan sembarangan.
Sebagai kader keluarga berencana, diperlukan mengikuti pelatihan dan
pembimbingan yang dilakukan oleh Penyuluh Lapang Keluarga Berencana
(PLKB), bidan, dan petugas pelayan kesehatan lainnya. Kader dilatih dan
mendapat pengetahuan mengenai alat/metode kontrasepsi, manfaat serta
kekurangannya melalui pelatihan-pelatihan yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan oleh BKKBN pada tahun
2013, kinerja kader di beberapa kecamatan Provinsi Sulawesi Utara masih kurang
optimal. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kader yang tidak rutin memberikan
laporan bulanan, sehingga menimbulkan pertanyaan kendala-kendala apa saja
yang terjadi di lapangan. Kinerja kader yang kurang baik ini juga disebabkan oleh
mayoritas kader sudah berusia tua, sehingga motivasi yang dimiliki cukup rendah.
Desa Ciasmara sendiri memiliki jumlah PUS yang tinggi dan mayoritas
telah menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini tidak lepas dari peran petugas pelayan
kesehatan mulai dari bidan desa, PLKB, kader serta masyarakatnya sendiri. Selain
itu, ada beberapa kegiatan yang diadakan PLKB seperti lomba kader antar desa
guna menguatkan kekerabatan dan jejaring antar kader. Lomba diadakan untuk
menguji pengetahuan, serta memberi reward kepada kader yang cekatan. Namun,
kompetensi yang dimiliki oleh kader tidak hanya dinilai dari lomba atau pelatihan
yang diadakan oleh PLKB saja. Kinerja kader yang sebenarnya perlu dibuktikan
di lapangan saat memberi pelayanan kepada PUS. Sehubungan dengan itu,
penting untuk menganalisis bagaimana keragaan dan kinerja kader dalam program
keluarga berencana.
Masalah Penelitian
Program keluarga berencana merupakan hal yang sudah cukup dikenal
oleh masyarakat luas, termasuk masyarakat desa. Hal ini tidak lepas dari peran
bidan serta kader sebagai ujung tombak dalam upaya penyebaran informasi
mengenai program keluarga berencana. Usaha kader untuk menyukseskan
program keluarga berencana ini bergantung pada keragaan kader itu sendiri.
Keragaan dalam diri kader tentunya berbeda antara satu kader dengan yang

3

lainnya. Faktor yang memungkinkan berbedanya keragaan pada setiap diri kader
antara lain adalah karakteristik individu kader itu sendiri. Keberhasilan program
keluarga berencana yang dirasakan oleh PUS merupakan cermin kepedulian dan
kesadaran dalam diri kader untuk membantu bidan, juga membantu PUS yang
ingin ingin ikut ber-KB. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi bagaimana hubungan antara keragaan kader dengan
karakteristik individu kader keluarga berencana?
Beberapa tugas kader di lapangan antara lain seperti mengunjungi PUS di
rumah atau membantu di posyandu maupun puskesmas. Kinerja kader sendiri
akan terlihat melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama berada di lapangan.
Selain itu, pasangan usia subur yang telah mendapatkan pelayanan dari kader juga
dapat dijadikan salah satu indikator penilaian kader saat di lapangan. Lebih lanjut,
yang menjadi pertanyaan penelitian selanjutnya adalah bagaimana kinerja kader
keluarga berencana?
Hal menarik lainnya adalah meskipun kader telah mengikuti pelatihan
yang diadakan oleh PLKB, terkadang keahlian kader saat berada di lapangan
dapat terlihat berbeda dengan penilaian yang telah dilakukan oleh PLKB. Bila
nilai kader termasuk baik dalam penilaian PLKB, belum tentu hal yang sama
dirasakan oleh PUS yang dikunjungi oleh kader tersebut. Sehubungan dengan itu,
yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hubungan antara
keragaan kader dengan kinerja kader keluarga berencana?
Tujuan Penelitian
Penelitian dengan judul Keragaan dan Kinerja Kader Program Keluarga
Berencana memiliki rumusan tujuan:
1. Menganalisis hubungan antara keragaan kader dengan karakteristik individu
kader keluarga berencana di Desa Ciasmara
2. Menganalisis kinerja kader keluarga berencana di Desa Ciasmara
3. Menganalisis hubungan antara keragaan kader dengan kinerja kader keluarga
berencana di Desa Ciasmara
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak
yang berminat maupun yang terkait dengan keragaan dan kinerja kader keluarga
berencana, khususnya kepada:
1. Civitas Akademika untuk menjadi salah satu sumber informasi serta referensi
mengenai keragaan dan kinerja kader keluarga berencana
2. Pemerintah untuk menjadi salah satu referensi dalam usaha meningkatkan
kinerja kader dengan pelatihan penguatan lini depan pekerja lapang
3. Masyarakat untuk, hasil menambah pengetahuan dan menyadari mengenai
betapa penting dan bermanfaatnya mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh
kader atau pelayan kesehatan lainnya mengenai program keluarga berencana

4

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Keluarga Berencana
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), Keluarga Berencana
(KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan
membatasi kelahiran. Dengan kata lain, KB adalah perencaan jumlah keluarga.
Pembatasan bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau
penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya. Jumlah
anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua anak.
Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (BKKBN 1999). Keluarga
berencana bertujuan untuk memperbaiki penghidupan manusia dengan jalan
membela kepentingan diri sendiri, kepentingan keluarga, dan kepentingan
masyarakat (Partodihardjo 1977). Kebijakan operasional dikembangkan
berdasarkan empat misi Gerakan KB Nasional, yaitu pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan
peningkatan kesejahteraan keluarga.
Menurut Febriansyah (2015), Program Keluarga Berencana bertujuan
untuk membantu masyarakat melalui pelayanan Keluarga Berencana dan
kesehatan reproduksi dalam hal mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan
mengurangi insiden kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian; membuat
pelayanan yang bermutu terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua
orang yang membutuhkan; meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, informasi,
edukasi atau pendidikan serta konseling untuk meningkatkan pemahaman yang
baik tentang keuntungan atau resiko dari Program Keluarga Berencana sehingga
kelangsungan program dapat berjalan dengan baik.
Selama ini terjadi salah kaprah dalam mengartikan konsep keluarga
berencana yang berlaku di Indonesia, ketika mendengar kata KB disebut, maka
yang langsung tergambar adalah pil KB, suntik, dan lain-lain. Persepsi ini
sebenarnya tidak salah, namun kurang tepat. KB tidak sekedar persoalan
pemilihan dan pemakaian alat kontrasepsi. Program Keluarga Berencana adalah
upaya mewujudkan keluarga berkualitas melalui promosi, perlindungan dan
bantuan dalam mewujudkan hak hak reproduksi. Di samping itu juga untuk
penyelenggaraan, pelayanan, pengaturan dan dukungan yang diperlukan untuk
membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal dan mengatur jumlah jarak
dan usia melahirkan anak, pengaturan kehamilan serta membina ketahanan dan
kesejahteraan keluarga (Syarief 2007).
Kegiatan-kegiatan pembinaan yang diadakan bila mendapatkan perhatian
dan partisipasi yang tinggi dari berbagai stakeholders, maka akan mencapai tujuan
dari program keluarga berencana. Macam-macam kegiatan pembinaan bagi
peserta KB tersebut antara lain advokasi, penguatan dan pemberdayaan tenaga lini
lapang (PLKB), peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE),
pelayanan KB yang berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat melalui
kelompok kegiatan.

6

Kegiatan advokasi dilakukan kepada stakeholders sebagai bentuk
komunikasi strategis dalam upaya meningkatan komitmen pemerintah daerah
untuk mendukung kegiatan pembinaan peserta KB aktif yang meliputi
pembiayaan, sarana dan prasarana serta SDM. Kegiatan advokasi ini dilakukan
kepada mitra kerja sebagai bentuk komunikasi strategis dalam memberdayakan
organisasi masyarakat, organisasi profesi dan forum-forum yang ada untuk
mendukung kegiatan peserta KB aktif.
Tenaga lini lapang (PLKB, dan Kader KB) sebagai ujung tombak dalam
pelaksanaan program kependudukan dan keluarga berencana mempunyai peran
sangat besar dalam pembinaan peserta KB aktif. Untuk itu, perlu dilakukan
penguatan melalui peningkatan kompetensi dan pemberdayaan melalui
optimalisasi peran tenaga lini lapangan dalam upaya pembinaan peserta KB aktif.
Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) merupakan suatu
proses penyampaian dan penerimaan pesan-pesan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku kepada masyarakat. Pemberian informasi KIE
tentng kontrasepsi kepada PUS perlu disampaikan agar mereka terpapar informasi
mengenai jenis-jenis kontrasepsi, keuntungan/manfaat penggunaan kontrasepso
serta dimana bisa mendapatkan pelayanan kontrasepsi. Peningkatan KIE
dilakukan melalui KIE individu dan KIE kelompok., kegiatan ini dapat dilakukan
oleh tenaga lini lapangan atau peserta pengguna kontrasepsi. Selain itu, KIE juga
dapat dilakukan dengan memanfaatkan media massa (cetak atau elektronik),
media tradisional, Mupen, dan lain-lain melalui penajaman isi pesan KIE
berdasarkan kearifan lokal.
Pelayanan KB yang berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan
kelangsungan penggunaan kontrasepsi maka perlu dilakukan pelayanan KB yang
berkelanjutan yang meliputi: pra pelayanan, saat pelayanan, pasca pelayanan serta
pelayanan mobile. Pemberdayaan masyarakat melalui kelompok kegiatan adalah
pembinaan peserta KB aktif dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat
melalui kelompok kegiatan (poktan), yang ada seperti kelompok BKB, BKR,
BKL, UPPKS, Kelompok KB Pria, Posyandu, Poskesdes serta melalui
penyelenggaraan lomba-lomba yang terkait dengan program keluarga berencana.
Jumlah perempuan meninggal akibat berbagai masalah yang melingkupi
kehamilan, persalinan, dan pengguguran kandungan (aborsi) yang tak aman masih
amat tinggi. Menurut Ekarini (2008) keluarga berencana bisa mencegah sebagian
besar kematian itu. Seperti di masa kehamilan umpamanya, keluarga berencana
dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya akibat kehamilan terlalu dini,
kehamilan terlalu “telat”, kehamilan-kehamilan terlalu berdesakan jaraknya, dan
terlalu sering hamil dan melahirkan.
Kehamilan terlalu dini adalah keadaan ketika prempuan yang sudah hamil
tatkala umurnya belum mencapai 17 tahun dan sangat terancam oleh kematian
sewaktu persalinan, karena tubuhnya belum sepenuhnya tumbuh, belum cukup
matang dan siap untuk dilewati oleh bayi. Lagipula, bayinya pun dihadang oleh
risiko kematian sebelum usianya mencapai 1 tahun. Kehamilan terlalu “telat”
adalah kondisi ketika perempuan yang usianya sudah terlalu tua untuk
mengandung dan melahirkan terancam banyak bahaya. Khususnya bila
perempuan tersebut mempunyai problema-problema kesehatan lain, atau sudah
terlalu sering hamil dan melahirkan. Kehamilan-kehamilan terlalu berdesakan
jaraknya adalah kehamilan dan persalinan menuntut banyak energi dan kekuatan

7

tubuh perempuan. Kalau perempuan tersebut belum pulih dari satu persalinan tapi
sudah hamil lagi, maka tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, dan
berbagai masalah bahkan juga bahaya kematian, menghadang. Bagian terakhir
adalah terlalu sering hamil dan melahirkan yaitu ketika perempuan yang sudah
punya lebih dari 4 anak dihadang bahaya kematian akibat pendarahan hebat dan
macam-macam kelainan lain, bila perempuan tersebut terus saja hamil dan
bersalin lagi (Ekarini 2008).
Kader
Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya
diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan
pembinaan Posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan Kesehatan
(Depkes RI 1990). Mayoritas kader kesehatan adalah wanita dan anggota PKK
yang sudah menikah dan berusia 20-40 tahun dengan pendidikan sekolah dasar.
Smasih merujuk dari Depkes RI (1996) syarat untuk dapat menjadi seorang kader
antara lain adalah mampu membaca dan menulis dengan bahasa Indonesia, secara
fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader, mempunyai penghasilan
sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan, aktif dalam kegiatan-kegiatan
sosial maupun pembangunan desanya, dikenal masyarakat dan dapat bekerja sama
dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa, sanggup membina paling
sedikit 10 KK (Kepala Keluarga) untuk meningkatkan keadaan kesehatan
lingkungan diutamakan mempunyai keterampilan. Kader merupakan ujung
tombak pemerintah dalam menyampaikan informasi dan mengajak masyarakat
untuk mengikuti program keluarga berencana. Kader juga di harapkan menjadi
pelopor pembaharuan dalam pembangunan di bidang kesehatan.
Menurut Haryuni (1997), prinsip terbentuknya kader adalah pertama, dari
segi pengorganisasian, bentuk pengorganisasian yang seperti itu diaplikasikan
dalam bentuk kegiatan keterpaduan KB kesehatan yang telah dikenal dengan
nama Posyandu. Adapun kegiatan berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat,
dapat diterapkan pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pelayanan yang murah
dapat dijangkau oleh setiap penduduk. Kedua, dari segi kemasyarakatan, perilaku
kesehatan tidak terlepas daripada kebudayaan masyarakat. Dalam upaya untuk
menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan sosial
budaya masyarakat. Terkait dengan hal itu, untuk mengikutsertakan masyarakat
dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan
membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan instruktif. Akan
tetapi lebih berhasil bila proses pendekatan dengan edukatif yaitu berusaha
menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan
memperhitungkan sosial budaya setempat.
Sehubungan dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan
yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh
masyarakat. Masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapi juga
mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanya kader maka pesanpesan yang diterima tidak akan terjadi penyimpangan, sehingga pesan-pesan yang
disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader, maka
pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang kesehatan
(Depkes RI 2000).
Tugas dari kader itu sendiri antara lain menurut Depkes RI (2000) adalah

8

sebelum hari pelaksanaan Posyandu meliputi kegiatan pencatatan sasaran yaitu
pada bayi dan balita, ibu hamil, ibu menyusui dan PUS, pemberitahuan sasaran
kegiatan Posyandu pada ibu yang mempunyai bayi dan balita, ibu hamil, ibu
menyusui dan PUS. Kedua, kegiatan pada hari Posyandu meliputi kegiatan
pendaftaran pada pengunjung, penimbangan terhadap bayi dan balita, pencatatan
KMS bayi dan balita, penyuluhan pada ibu yang mempunyai bayi dan balita, ibu
hamil dan menyusui dan PUS, pemberian alat kontrasepsi, pemberian vitamin.
Ketiga, kegiatan sesudah hari Posyandu meliputi kegiatan pencatatan dan
pelaporan, mendatangi sasaran yang tidak hadir, mendatangi sasaran yang
mempunyai masalah untuk diberikan penyuluhan, menentukan tidak lanjut kasus
(rujukan) yang mempunyai masalah setelah diperiksa dan tidak bisa ditangani
oleh kader. Kegiatan lain yang dapat dilakukan kader dalam hal ini program KB
adalah mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan yang diadakan di
posyandu.
Karakteristik kader menurut Bangun (2012) antara lain meliputi:
a. Usia
Usia umumnya cukup mempengaruhi dalam hal bermasyarakat, karena hal
tersebut merupakan suatu ukuran untuk menilai tanggung jawab seseoeang dalam
melakukan kegiatan ataupun aktivitas. Menurut Bahri (1981) seperti yang diacu
oleh Bangun (2012), ciri-ciri kader yang aktif sebaiknya berumur antara 25-35
tahun, karena pada masa muda, kader mempunyai motivasi yang positif, merasa
lebih bertanggung jawab dan inovatif.
b. Jenis Pekerjaan
Karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan kader karena kesibukan
membuat seseorang terabaikan kesehatannya, termasuk kader posyandu.
Sebaiknya kader tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, dan mempunyai
pengalaman menjadi kader sekurang-kurangnya 60 bulan, dan tidak ada
pergantian kader dalam satu tahun, serta jumlah kader setiap posyandu lima orang
menurut Benny (2005) seperti yang diacu oleh Bangun (2012).
c. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang tinggi yang dimiliki seseoarang akan lebih mudah
memahami suatu informasi, bila pendidikan tinggi, maka dalam menjaga
kesehatan sangat diperhatikan, termasuk cara menjaga bayi dan balita, mengatur
gizi seimbang. Sebaliknya dengan pendidikan rendah sangat sulit menterjemahkan
informasi yang didapatkan, baik dari petugas kesehatan maupun dari media-media
lain.
d. Lama menjadi kader
Kinerja masa lalu cenderung dihubungkan pada hasil seseorang, semakin
lama ia bekerja maka semakin terampil dalam melaksanakan tugasnya sehingga
senioritas dalam bekerja akan lebih terfokus jika dibandingkan dengan orang yang
baru bekerja menurut Robbins (1996) seperti yang diacu oleh Bangun (2012).
Keragaan Kader
Keragaan memiliki arti sesuatu yang melekat atau ada pada diri seseorang.
Keragaan kader juga merupakan penilaian kader terhadap diri sendiri. Kader juga
mendapatkan pelatihan guna memperkaya dan mempertajam informasi yang
dimiliki agar bisa memersuasikan dan membantu PUS dalam mencari solusi
maupun mendukung keputusan ber-KB. Penilaian prestasi kerja yang terdapat

9

dalam raga seorang kader merupakan proses organisasi yang mengevaluasi
karyawan terhadap pekerjaannya menurut Blanchard dan Spencer (1982) seperti
yang diacu oleh Puspita (2011). Kegiatan melakukan penilaian kerja terhadap
dirinya sendiri akan beranfaat untuk memperoleh umpan balik, identifikasi
kekuatan dan kelemahan individu, penghargaan dan evaluasi pencapaian tujuan
Robbin (1996) mengutarakan bahwa motivasi merupakan dorongan yang
timbul dari diri seseorang ke suatu arah perilaku yang diawali oleh adanya
kebutuhan yang belum terpuaskan, sehingga menimbulkan dorongan untuk
mewujudkan keinginannya. Motivasi bisa berasal dari dalam (intrinsik) dan dari
luar (ekstrinsik). Motivasi dapat didorong melalui tujuan strategi yakni : (1)
membangkitkan harapan, (2) menegakan disiplin dan sanksi (3) menimbulkan rasa
menyenangkan, (4) memenuhi kebutuhan pegawai, (5) menempatkan pegawai
sesuai dengan tujuan, (6) memperbaiki suasana kerja dan (7) memberi
penghargaan berbasis kinerja hal ini seperti yang diacu oleh Puspita (2011).
Sumardjo (2009) menyatakan bahwa kompetensi merupakan kemampuan
dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan seuatu pekerjaan,
yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan kinerja
yang ditetapkan, hal ini seperti yang diacu oleh puspita (2011). Kader harus
memperhatikan kompetensi yang dimilikinya. Menurut Susanto (2004) kualitas
pelayanan publik sangat tergantung dari sejauh mana kader memiliki dan
menguasai ilmu berkaitan dengan tugas pelayanan yang menjadi tanggung
jawabnya atau dapat diartikan sejauh mana kader menyadari dan memahami
kompetensi yang seyogyanya kader miliki dan kuasai saat kader tersebut
melakukan pelayanan terhadap PUS.
Kemampuan kader tidak hanya di tentukan dari potensi yang ada dalam
dirinya, tetapi juga oleh faktor di luar dirinya. Lingkungan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah peniliaian masing-masing dalam diri kader terhadap
dukungan lingkungan yang diberikan kepada kader tersebut, dan bagaimana
dukungan lingkungan yang dirasakan oleh kader. Lingkungan dapat digolongkan
dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah sumber
daya yang tersedia serta dapat memengaruhi kelancaran pekerjaan kader, seperti
ketersedian bahan bacaan dan audiovisiual dari berbagai media massa, program
komputer dan internet serta dari hasil-hasil penelitian, sarana transportasi, sarana
komunikasi, alat bantu peraga serta berbagai jenis alat kontrasepsi yang akan
“ditawarkan” kepada masyarakat. Ketersediaan bahan bacaan dan audiovisiual
menunjukkan ketersediaan informasi. Semakin bayak informasi yang dapat
dipelajari semain tinggi pula pengetahuan dan kreativitasnya yang dihasilkan dari
proses belajar tersebut, yang pada gilirannya mampu meningkatkan keragaannya.
Ketersediaan sarana transportasi serta sarana komunikasi juga sangat
menunjang kinerja penyuluh maupun kader. Terlebih lagi jika wilayah kerjanya
luas dan terpencil. Sarana lainnya adalah alat bantu peraga penyuluhan. Semakin
lengkap dan beraneka ragam, maka akan mempercepat tingkat penerimaan
kelompok sasaran atas materi yang disuluhkan yang pada akhirnya akan
mempercepat pula proses pengadopsian. Selain lingkungan fisik, lingkungan
sosial pun sanat menetukan. Lingkungan sosial merupakan tingkat dukungan dari
para tokoh agama, tokoh masyarakat dan para PUS yang menjadi sasaran
program. Selain itu dengan faktor eksternal lainnya yang dapat menentukan
penilaian terhadap kader adalah lembaga yang memberikan pendidikan dan

10

pelatihan bagi kader.
Kinerja Kader
Menurut KBBI kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang
diperlihatkan atau kemampuan kerja. Menurut Hasibuan (2001) kinerja (prestasi
kerja) adalah suatu hasil kerja seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta
waktu. Kreitner dan Kinicki (2001) seperti yang diacu oleh Puspita (2011),
menyatakan bahwa melakukan penilaian kinerja akan bermanfaat untuk
memperoleh umpan balik atas kinerja, identifikasi kekuatan dan kelemahan
individu, pengahragaan dan evaluasi pencapaian tujuan. Menurut Mahsun (2006)
seperti yang diacu oleh Hutanto (2014), bahwa kinerja (performance) adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan
/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi
yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi. Penyuluhan publik
misalnya mengenai program keluarga berencana, penilaian kinerja akan relatif
lebih sulit. Hal ini terjadi karena penyuluhan publik mencakup berbagai aspek,
baik kualitas maupun kuantitas pelayanan.
Menurut Klinger dan Nalbandian (1985) seperti yang diacu oleh Puspita
(2011), fokus penilaian kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni: (1)
penilaian berdasarkan hasil akhir (result-based performance), yakni penilaian
yang didasarkan pada pencapaian tujuan atau hasil akhir (end result); (2) penilaian
berdasarkan perilaku (behavior-based performance), yang memfokuskan pada
sarana (means) dan sasaran (goals), bukan pada hasil akhir; dan (3) penilaian
berdasarkan pendapat (judgment based performance), yang melakukan penilaian
dengan menggunakan peringkat penilaian: sangat bagus – sangat tidak bagus
(rating method) dan pengurutan: dari paling baik – paling buruk (ranking
method).
Menurut Puspita (2011) kinerja kader KB adalah tingkat keberhasilan
anggota masyarakat yang secara sukarela membantu mereka menjalankan tugas
penyuluhan dan pelayanan KB di tingkat dusun/RW/RT menurut pandangan
/penilaian PKB. Indikatornya adalah tingkat keberhasilan dalam memberikan
KIE/konseling KB, membentuk dan mengembangkan “3 Bina” (Bina Keluarga
Balita/BKB, Bina Keluarga Remaja/BKR dan Bina Keluarga Lansia/BKL),
melakukan pendataan dan memberikan peneladanan dalam menerapkan nilai-nilai
KB.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kader antara lain kompetensi
kerja, motivasi dan lingkungan. Sebagai ujung tombak, kader dituntut memiliki
kompetensi yang harus terus disesuaikan dengan kondisi perkembangan
masyarakat setempat. Menurut BKKBN (2002), seorang kader harus memiliki
profil seperti yang tergambar dalam penguasaan dan kemampuan berbagai aspek
yakni: (1) aspek wawasan program, (2) aspek manajerial, (3) aspek kemampuan
operasional, (4) aspek motivasi kerja, dan (5) aspek kepemimpinan. Kemampuan
lain yang sangat penting untuk dikuasai oleh kader adalah berkomunikasi, yang
dalam istilah BKKBN disebut Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE). Faktor
selanjutnya adalah motivasi, yaitu dorongan yang membuat seseorang mau
melakukan sesuatu. Sumbernya dapat berasal dari diri orang tersebut (internal)
maupun dari luar diri (eksternal). Aspek motivasi yang dilihat adalah dorongan

11

untuk
berprestasi,
dorongan
meningkatkan
kompetensi,
dorongan
berafiliasi/hubungan sosial dan dorongan mengejar kekuasaan/pengaruh (Puspita
2011). Faktor yang terakhir yang memengaruhi kinerja kader adalah lingkungan.
Kemampuan seseorang tidak saja disebabkan oleh potensi yang ada dalam dirinya
(faktor internal), tetapi juga oleh faktor di luar dirinya (faktor
eksternal/lingkungan). Semakin baik dan kondusif kondisi internal dan
eksternalnya ini, akan semakin baik/tinggi pula kinerja mereka.
Atmosoeprapto (2001) seperti yang diacu oleh Puspita (2011) merinci
beberapa aspek yang berhubungan dengan kinerja, antara lain: kemampuan
(competence) merupakan fungsi dari pengetahuan dan keterampilan. Commitment
adalah pengaruh atas confidence dan motivation. Confidence ialah rasa keyakinan
diri seseorang mampu melakukan tugas dengan baik tanpa banyak diawasi.
Adapun motivation adalah minat atau antusias seseorang untuk melakukan suatu
tugas dengan baik. Selain itu, berdasarkan Puspita (2011) bahwa kinerja kader
dapat diukur dari (1) frekuensi kunjungan kader terhadap PUS, (2) kemampuan
berkomunikasi, (3) pengetahuan dan (4) tingkat kepercayaan PUS terhadap kader.
Frekuensi kunjungan dianggap mampu mempengaruhi kinerja penyuluh terhadap
kelompok sasaran agar terjadi komunikasi. Selanjutnya kemampuan
berkomunikasi yang meliputi kemampuan berkomunikasi dalam format
wawancara bertatap muka, kelompok, dan massa; menjelaskan anatomi fisiologi
alat-alat reproduksi untuk KRR/PKBR dan alat/obat reprofuksi, serta melakukan
trik-trik komunikasi dan menerjemahkannya ke dalam program/kegiatan dengan
bahasa yang akrab dengan khalayak setempat. Jadi, penilaian terhadap kinerja
kader KB diharapkan akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan kepada
masyarakat (khususnya pada PUS) untuk berperilaku KB menuju terwujudnya
keluarga berkualitas.
Pasangan Usia Subur
Akseptor berasal dari kata accept yang berarti menerima. Akseptor KB
adalah peserta keluarga yang merupakan pasangan usia subur dimana salah
seorang diantaranya menggunakan alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan
kehamilan, baik itu melalui program keluarga berencana maupun non program
(Everet 2008). Pasangan usia subur adalah pasangan suami istri yang telah
menikah secara sah dan dalam masa produktif (belum menopause). Menurut
BKKBN masa produktif antara usia 15-49 tahun, sehingga menurut definisi di
atas, akseptor KB yang dimaksud adalah pasangan usia subur yang telah sah
menikah dan belum menopause, yang salah satu atau keduanya menggunakan alat
kontrasepsi guna mencegah kehamilan dan masih berada di rentang usia produktif
yaitu 15-49 tahun. Pasangan usia subur disini juga menerima pelayanan dari kader
mengenai program KB. Kader menyampaikan informasi kepada PUS mengenai
alat/metode KB, manfaat, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan KB. Hal
ini berarti menunjukan bahwa PUS dapat menjadi salah satu informasi, dalam
mengukur kinerja kader. Penilaian PUS terhadap kadernya merupakan salah satu
dari beberapa indikator yang ada untuk menilai keragaan kinerja kader saat di
lapang.
Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemakaian KB
Handayani (2010) dalam penelitiannya menemukan empat faktor yang

12

mempegaruhi ibu dalam memilih alat kontrasepsi jangka panjang. Keempat faktor
tersebut adalah faktor pribadi, faktor kesehatan, faktor ekonomi dan yang terakhir
adalah faktor efektivitas KB itu sendiri. Nasution et.al (2012) dalam penelitiannya
juga menemukan 6 faktor yang mempengaruhi perilaku akseptor KB pria.
Keenam faktor tersebut adalah variabel pengaruh tingkat pengetahuan, variabel
pengaruh sikap, variabel pengaruh keyakinan, variabel fasilitas kesehatan,
variabel pengaruh peran petugas kesehatan, variabel pengaruh dukungan istri.
Selanjutnya Wahyuni dan Handayani (2010) mengatakan dalam hasil
penelitiannya bahwa pendapatan dan jumlah anak yang dimiliki merupakan faktor
yang mempengaruhi suami dalam keikutsertannya mengikuti Program Keluarga
Berencana. Menurut Kartikasari et.al (2010), konseling merupakan faktor yang
sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh PUS dalam menjadi
akseptor program keluarga berencana, maka yang tidak mengikuti konseling
cenderung akan bersikap negatif terhadap program keluarga berencana tersebut.
Menurut Manurung (2010), terdapat dua faktor yang dapat meningkatkan
keputusan PUS dalam menggunakan KB dengan metode kontrasepsi jangka
panjang. Faktor tersebut adalah shared decision making oleh penyedia layanan
kesehatan guna mendengarkan dan menginformasikan seluk beluk manfaat dan
kekurangan alat/metode keluarga berencana kepada PUS, dan yang kedua adalah
kepuasan PUS tersebut dalam meneruma informasi mengenai alat/metode
keluarga berencana yang disampaikan sebelumnya.
BKKBN sendiri telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kesertaan ber-KB anggota kelompok UPPKS. Dalam hasil
penelitian tersebut, ditemukan bahwa tingkat pendidikan dan kunjungan yang
dilakukan oleh petugas atau pelayan KB merupakan dua hal penting yang dapat
mempengaruhi anggota UPPKS untuk menjadi akseptor KB. Fikree et.al (2010)
yang dilakukan di Karachi, Pakistan menemukan bahwa yang mempengaruhi
wanita dalam pemakaian alat kontrasepsi antara lain adalah mobilitas wanita yang
tinggi, penyuluhan mengenai alat kontrasepsi, tingkat pendidikan wanita tersebut,
serta komunikasi antara wanita dengan suami, dan antara wanita dengan ibu
mertua, sedangkan Stein et.al (2010) mengatakan bahwa keputusan pasangan
dalam memiliki anak dipengaruhi oleh keinginan fertilitas suami positif
dipengaruhi oleh waktu kerja per minggu dan tingkat pendidikan. Pengaruh suami
lebih kuat dari pada istri dalam pengambilan keputusan memiliki anak tersebut.
Selanjutnya Juliastuty et.al (2008) menemukan dalam hasil penelitiannya bahwa
keputusan Ibu Grande dalam pemakaian kontrasepsi dipengaruhi oleh pilihan
personal, pengetahuan, pengalaman, keyakinan gender, kesehatan diri, dukungan
sosial, pelayanan KB.
Kerangka Pemikiran
Keluarga berencana bertujuan untuk memperbaiki penghidupan manusia
dengan jalan membela kepentingan diri sendiri, kepentingan keluarga, dan
kepentingan masyarakat. Program keluarga berencana juga merupakan program
yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Kader merupakan ujung tombak dalam penyampaian informasi kepada PUS
mengenai program dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
berencana. Penelitian ini dilakukan dengan meninjau keragaan kader. Kinerja

13

kader di lapangan pun juga diteliti namun dengan menjadikan pasangan usia subur
sebagai sumber data dan informasinya.
Faktor yang diduga berhubungan keragaan kader adalah karakteristik
individu. Variabel-variabel yang diteliti pada karakteristik individu kader tersebut
meliputi usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, lamanya menjadi kader.
Keseluruhan variabel tersebut diduga memiliki hubungan dengan keragaan kader
yaitu motivasi dan kompetensi. Selain itu, akan dilihat juga keragaan kader yang
dilihat berdasarkan aspek motivasi, kompetensi. Diduga keragaan kader dan
lingkungan memiliki hubungan dengan kinerja kader yang meliputi frekuensi
kunjungan, kemampuan berkomunikasi, tingkat pengetahuan dan tingkat
kepercayaan PUS terhadap kader.
Karakteristik Individu

Keragaan Kader

Kinerja Kader

X1.1: Usia
X1.2: Pekerjaan
X1.3: Pendidikan