Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang

(1)

DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG

LILIK MASLUKAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Ju li 2006

Lilik Maslukah NIM C651030011


(3)

LILIK MASLUKAH. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan I WAYAN NURJAYA.

Estuari merupakan daerah pertemuan air tawar dan air laut, yang mempunyai sifat fisik dan kimia berbeda. Tingkat percampuran air tawar dan air laut ini sangat dipengaruhi oleh keadaan pasut dan debit sungai. Logam berat yang masuk ke estuari akan mengalami proses pengenceran; adsorpsi oleh partikel yang diikuti proses flokulasi; desorbsi;dan proses pengendapan. Proses adsorpsi terjadi karena kereaktifan logam terhadap bahan organik terlarut dan oleh adanya ikatan permukaan pada partikel. Bahan organik terlarut tersebut terikat oleh partikel. Dengan bertambahnya nilai salinitas, kekuatan tarik menarik antar partikel semakin kuat dan terbentuk agregat yang lebih besar (floc). Pada saat arus lemah, agregat ini akan mengendap di dasar. Adanya proses adsorpsi di estuari mengakibatkan logam terlarut mengalami proses removal dan menambah konsentrasi logam dalam sedimen.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi logam terlarut, logam dalam seston dan logam dalam sedimen di sepanjang muara sungai; menentukan pola sebaran logam terlarut ditinjau dari nilai sebaran salinitas serta hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam terlarut. Analisis pola sebaran logam berat terlarut dengan nilai salinitas menggunakan “mixing graph”.

Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa logam terlarut Pb berkisar antara1.10-3 – 4.10-3 ppm, Cd tidak terdeteksi atau konsentrasinya < 0,001 ppm, Cu berkisar antara 1.10-3 – 4.10-3 ppm, dan Zn berkisar antara 2.10-3 – 1.10-3 ppm; logam Pb dalam sedimen berkisar antara 4,14 –13,93 ppm, logam Cd berkisar antara 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 –55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm; logam dalam seston untuk Pb berkisar antara 10,56 – 30,56 ppm, Cd berkisar antara 4,21 – 20,62 ppm, Cu berkisar antara 13,33 – 97,83 ppm, dan Zn berkisar antara 48,33 – 226,27 ppm.

Hasil analisis menunjukkan bahwa logam Pb terlarut mengalami kenaikan dengan bertambahnya nilai salinitas , sedangkan Cu dan Zn mengalami penurunan dengan bertambahnya nilai salinitas. Logam Pb, Cu dan Zn terlarut di Estuari Banjir Kanal Barat, mengalami removal pada salinitas antara 5 – 15 0/00. Padatan

tersuspensi mempengaruhi konsentrasi logam Pb, Cu, dan Zn terlarut dalam perairan.


(4)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apapun baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya


(5)

KONSENTRASI LOGAM BERAT

Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA

DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG

OLEH

LILIK MASLUKAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(6)

Nama : Lilik Maslukah NRP : C65 103 0011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(7)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa buat Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis yang berjudul “Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang“ ini merupakan karya kecil yang kehadirannya diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan.

Pada kesempatan kali ini, terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya ingin penulis sampaikan kepada mereka yang telah berperan serta:

1. Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan serta saran selama penyusunan tesis. Bapak Dr. Ir.Harpasis S. Sanusi, M.Sc, selaku dosen penguji luar komisi atas saran dan masukannya.

2. Orang-orang terkasih dalam hidup ini: Suamiku, Nasiruddin dan Anakku (Zuba dan Rafif), trimakasih untuk kehangatan cinta, dukungan, pengorbanan dan doa tiada henti. Keluarga di Pati (Bapak, Ibu, dan adik ).

3. Bapak Razak, Ibu Endang, mba Teri, serta mas Budi, yang telah membantu penulis selama di lapangan dan analisa di Lab oratorium P3O-LIPI, Jakarta.

4. Rekan-rekan IKL (Bahar, Wieke, Era, kak Rosa, Nana, mas Karyo, dan rekan lainnya), terimakasih atas persahabatan dan kerjasamanya selama ini.

Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan di masa datang. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2006


(8)

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 9 September 1975 dari Ayahanda Fakih dan Ibunda Mualamah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan di SD Negeri 01 Purwokerto pada tahun 1987, dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Tayu Kabupaten Pati dan menyelesaikannya pada tahun 1991. Sekolah lanjutan tingkat atas diselesaikan di Sekolah Menengah Atas Negeri, Kabupaten Pati pada tahun 1993. Pada tahun yang sama melalui jalur PSSB, penulis diterima di Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang dan lulus tahun 1998. Tahun 1999, penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bulan September 2003, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Kelautan dengan biaya dari BPPS.


(9)

Halaman DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN...

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... Perumusan Masalah... Tujuan dan Manfaat Penelitian...

TINJAUAN PUSTAKA

Hidrodinamika Perairan Estuari... Sedimen Estuari...

Logam Berat di Estuari... Tingkah Laku Logam Pb, Cd, Cu dan Zn ...

Material Padatan Tersuspensi di Estuari... Proses -proses yang Terjadi di Estuari... Nasib Logam Berat setelah Memasuki Perairan... Kualitas Perairan Estuari... Salinitas... Derajat Keasaman... Oksigen Terlarut... Bahan Organik...

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian... Alat dan Bahan Penelitian... Teknik Pengumpulan Data... Analisis Data...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentras i Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut... Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Sedimen... Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston... Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn... Kondisi Pasang Surut... Tipe Estuari. ... Kedalaman ... Kecepatan dan Arah Arus...

ix x xi 1 2 4 6 9 10 11 14 14 16 16 16 16 18 18 19 19 20 28 29 33 35 38 41 41 43 46 47


(10)

Kualitas Air... Total Padatan Tersuspensi... Oksigen Terlarut ... Bahan Organik Total ... Derajat Keasaman ... Kualitas Sedimen... Fraksi Sedimen ... Bahan Organik Sedimen... Laju Sedimentasi ... Debit Sungai... Keadaan Cuaca Bulan September... Konsentrasi Logam Berat yang Masuk Ke Laut...

Pembahasan ... Pola Sebaran Logam Pb Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ... Pola Sebaran Logam Cu Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ... Pola Sebaran Logam Zn Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ...

KESIMPULAN

Simpulan... Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN

48 48 49 50 50 51 51 53 54 55 55 55 56 57 60 63

65 65


(11)

Halaman 1. Kecepatan endap beberapa tipe sedimen...

2. Kadar normal dan kadar maksimum logam b erat dalam air laut... 3. Alat dan bahan penelitian... 4. Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian... 5. Posisi geografis stasiun penelitian... 6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn... 7. Nilai persentase tekstur sedimen dan jenis sedimen... 8. Laju sedimentasi... 9. Nilai debit sungai Banjir Kanal Barat tahun 1997 – 2001...

10 10 19 21 22 41 52 54 55


(12)

Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Perumusan masalah... Karakter salinitas tiap profil kedalaman... Tingkah laku elemen terlarut di estuari... Pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas dan penampang melintang salinitas di estuari... Box model estuari... Proses yang dialamai bahan cemaran di lingkungan laut... Lokasi pengambilan sampel... Garis -garis pengukuran kedalaman dan kecepatan arus... Jenis tekstur sedimen berdasarkan segitiga tekstur……… Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II……….…… Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II………….... Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II………. Konsentrasi logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen……….. Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II……... Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II….….. Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II…….. Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I dan II……... Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen………. Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen………. Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen………. Pola sebaran logam Zn dalam seston dan sedimen………. Kondisi pasang surut di Perairan Semarang Bulan September……….. Kondisi pasang surut saat pengukuran salinitas dan pengambilan sampel I……….. Kondisi pasang surut pengambilan II…...……… Sebaran salinitas menegak saat pasang……….……. Sebaran salinitas menegak saat surut……….……… Sebaran menegak salinitas saat pasang dan surut………..……

4 8 12 13 15 17 23 25 27 29 30 32 33 35 36 37 37 38 39 40 40 38 42 43 43 44 45


(13)

30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.

Kecepatan dan arah arus pada pengambilan I dan II………. Nilai TSS di lapisan permukaan pengambilan I dan II……….………. Nilai konsentrasi oksigen terlarut pengambilan I dan II………..……. Sebaran nilai bahan organik total (TOM)... Nilai pH di setiap stasiun pengambilan I dan II……..……..…………. Sebaran rata-rata fraksi sedimen………...………..……… Nilai bahan organik sedimen ….……….……… Pola hubungan antara Pb terlarut dengan salinitas ... ... Pola hubungan antara logam Pb dengan TSS... Pola hubungan antara Cu terlarut dengan salinitas... Pola hubungan antara logam Cu dengan TSS ... Pola hubungan antara Zn terlarut dengan salinitas ……..………..…… Pola hubungan antara Zn terlarut dengan TSS ………...…………

47 48 49 50 51 52 53 58 59 61 62 63 64


(14)

1.

2. 3. 4.

5.

6.

7. 8.

9.

Rekapitulasi hasil analisis kualitas air di Perairan Banjir Kanal Barat, Semarang... Kualitas sedimen... Debit Sungai Banjir Kanal Barat Bulan September 2005... Perhitungan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang masuk ke laut……….…………. Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan

kandungan logam berat dalam sedimen... Analisa logam berat terlarut dalam air Laut, dalam seston dan dalam sedimen………..………. Analisa oksigen terlarut…………..………. Analisa material organik dalam sedimen dan analisa kandungan bahan organik total ……..……….……… Nilai salinitas pada saat pasang dan surut...

69 70 71

73

74

76

78

79


(15)

Latar Belakang

Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 – 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang rendah ini, beberapa logam berat umumnya dibutuhkan oleh organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Namun sebaliknya bila kadarnya meningkat, logam berat berubah sifat menjadi racun (Philips 1980). Peningkatan kadar logam berat dalam air laut terjadi karena masuknya limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan laut. Limbah yang banyak mengandung logam berat biasanya berasal dari kegiatan industri, pertambangan, pemukiman dan pertanian. Pada umumnya sebelum ke laut limbah tersebut masuk ke estuari melalui aliran air sungai.

Estuari dicirikan dengan daerah yang mempunyai kekeruhan cukup tinggi. Kekeruhan yang terjadi di daerah estuari dipengaruhi oleh masukan massa air sungai dan adanya resuspensi sedimen. Kekeruhan itu juga disebabkan oleh adanya percampuran air tawar dan air laut di dalam estuari, yang menyebabkan bertambahnya nilai salinitas, sehingga kekuatan ionik semakin bertambah (Chester 1990). Bertambahnya kekuatan ionik menyebabkan gaya tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat dan mengakibatkan terkumpulnya suatu materi yang sering disebut dengan floc (gumpalan). Apabila resultante gaya tarik menarik besar maka ukuran floc ini akan semakin besar. Selain itu, partikel-partikel yang ada di estuari mempunyai kemampuan mengadsorpsi logam berat, sehingga kadar logam terlarut di kolom air menjadi berkurang, kemudian logam ini diendapkan dalam sedimen. Estuari bertindak sebagai filter bahan-bahan kimia, termasuk logam berat yang terbawa oleh aliran sungai. Filter ini bekerja terutama melalui perubahan dari fase terlarut menjadi fase partikel. Pengaruh filter dapat bervariasi dari satu estuari ke estuari lainnya.

Sungai Banjir Kanal Barat merupakan salah satu sungai besar yang mengalir di daerah Semarang. Di daerah hulu sungai ini terdapat beberapa industri, antara lain industri pelapisan logam dan industri textil. Aliran air sungai


(16)

ini juga melewati daerah pertanian serta kawasan perumahan penduduk yang cukup padat. Melalui aliran sungai ini, berbagai bahan terangkut, termasuk logam berat dan terbawa ke estuari yang pada akhirnya ke laut.

Beberapa peneliti yang pernah melakukan kajian mengenai pola sebaran logam berat di estuari, antara lain (1) Boyle et al. (1985), diacu dalam Chester (1993) mengenai pola sebaran konsentrasi cadmium (Cd) di Estuari Amazon dan Changjiang, dimana konsentrasi cadmium terlarut mengalami desorpsi pada salinitas rendah (2) Windom et al. (1983), diacu dalam chester (1993) di Sungai Savannah (USA), dimana konsentrasi tembaga terlarut di muara lebih rendah daripada di sungai dan laut (3) Apte and Day (1998), diacu dalam Marine Pollution Bulletin (1998) di Selat Torres dan Teluk Papua, dimana konsentrasi Cu terlarut mengalami variabilitas pada salinitas < 27 0/00.

Perbedaan waktu dan lokasi penelitian diperkirakan akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik dan perubahan konsentrasi dari logam Pb, Cd, Cu dan Zn. Informasi mengenai karakteristik dan pola sebaran logam berat terlarut di estuari di Indonesia masih sangat terbatas, khususnya di Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu penelitian terkait dengan hal tersebut diatas.

Perumusan Masalah

Sungai sebagai sumber utama logam baik dalam bentuk partikel maupun terlarut. Logam berat yang dibawa oleh air sungai masuk ke laut melalui estuari. Konsentrasi logam berat terlarut akan mengalami perubahan selama berada di estuari. Perubahan konsentrasi logam terlarut ini di pengaruhi oleh berbagai proses yang ada di estuari seperti proses pengenceran, flokulasi, adsorpsi dan desorpsi oleh partikel.

Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut (Sanusi 2006). Butir lanau, lempung dan kolloid asam humus yang tersuspensi dan terangkut memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai mempunyai kecenderungan bermuatan listrik negatif (Libes 1992; Wibisono 2005; Sanusi 2006; dan Brown et al. 1989). Dengan peningkatan salinitas, interaksi dengan kation bebas di perairan


(17)

menyebabkan adanya penetralan dan mengurangi muatan negatif. Perubahan muatan ini juga dipengaruhi oleh adanya pelapisan (coating) partikel tersuspensi oleh bahan organic terlarut (DOM). Fenomena perubahan muatan listrik partikel tersuspensi tersebut menyebabkan gaya attraktive molekular (gaya van der walls) mendominasinya. Peningkatan gaya ini menyebabkan kekuatan tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat partikel bertabrakan akan membentuk flokulasi yang kemudian disusul terjadinya pengendapan partikel karena gaya gravitasi.

Adanya proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian diikuti proses flokulasi maka konsentrasi logam terlarut ini akan mengalami pengurangan dan sebaliknya apabila terjadi proses desorpsi atau pelarutan kembali oleh partikel maka konsentrasi logam berat terlarut ini akan mengalami penambahan.

Untuk melihat proses ini dapat diketahui dengan melihat pola sebaran logam berat terlarut ditinjau dari sebaran nilai salinitas dan hubungan antara total padatan tersuspensi (TSS) dengan konsentrasi logam terlarut sehingga perlu data konsentrasi logam berat terlarut, pengukuran logam berat dalam padatan yang tersuspensi (seston), logam dalam sedimen, salinitas dan TSS disepanjang estuari. Pengukuran salinitas pada saat pasang dan surut akan menentukan tipe estuari lokasi penelitian, yang sangat dipengaruhi oleh hidrodinamika perairan seperti debit sungai dan pasang surut, dan keduanya menimbulkan adanya arus. Selain itu diperlukan data penunjang lainnya seperti bahan organik dalam air dan sedimen, pH serta oksigen terlarut. Perumusan masalah secara singkat disajikan pada Gambar 1.


(18)

Gambar 1. Perumusan masalah

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menentukan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, dan Zn terlarut, tersuspensi, dan dalam sedimen di Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang 2. Untuk menentukan distribusi dan pola sebaran konsentrasi logam berat Pb,

Cd, Cu, dan Zn terlarut ditinjau dari sebaran salinitas.

3. Untuk menentukan pola hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam berat dalam seston.

INPUT

Logam berat

Sungai

PROSES

Estuari:

* Hidrodinamika perairan

* Adsorpsi, dan desorpsi * Pengendapan

OUT PUT

Perubahan Konsentrasi

Air

- Kandungan logam berat terlarut - Kandungan logam berat tersuspensi - Total padatan tersuspensi

- Total organik matter - Salinitas

- pH

- Oksigen terlarut

Sedimen

- Kandungan logam berat - Bahan organik

- Fraksi sedimen - Laju sedimentasi

Penelitian

- Arus

- Debit sungai - Pasut


(19)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkah laku logam Pb, Cd, Cu, dan Zn di estuari, khususnya di Banjir Kanal Barat, Semarang, sehingga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi PEMDA setempat dalam hal pengelolaan dan pengembangan sumberdaya pesisir dan laut lebih lanjut.


(20)

Hidrodinamika Perairan Estuari

Estuari adalah perairan semi tertutup yang memiliki hubungan bebas dengan

laut, tempat dimana air asin dari laut dan air tawar dari sungai bertemu (Cameron and

Pritchard 1963, diacu

dalam

Dyer 1973). Pertemuan serta percampuran air tawar dan

air laut mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari mulai dari

sepenuhnya air laut (33-37 ppt) di bagian mulut sampai dengan sepenuhnya air tawar

pada bagian hulu. Percampuran akan terjadi bila kedua massa air tersebut

bersentuhan, air tawar akan terapung di atas air laut karena densitas air tawar lebih

ringan dibandingkan densitas air laut (Dyer 1973; Nybakken 1992; Duxbury and

Duxbury 1993). Densitas air laut dipengaruhi oleh salinitas dan suhu akan tetapi di

estuari, peranan salinitas dalam proses percampuran lebih dominan dibandingkan

suhu karena dua alasan yaitu kisaran salinitas yang lebih lebar dibandingkan kisaran

suhu serta kedalaman yang relatif dangkal sehingga umumnya

mixing

di estuari

dipengaruhi oleh perbedaan salinitas dibandingkan perbedaan suhu (Dyer 1973).

Elliot dan James (1984) mengemukakan bahwa di perairan estuari terdapat

tiga gaya hidrolik yang mempengaruhi tingkat percampuran dan pola sirkulasi air,

yaitu :

1. Adanya aliran dua arah sebagai hasil interaksi antara aliran air tawar dan

pergerakan pasang surut air laut.

2. Perbedaan densitas antara air yang masuk ke estuari dengan air yang keluar ke

estuari secara periodik.

3. Adanya gaya coriolis, menyebabkan terjadinya perubahan bentuk muara sungai

yang cenderung melebar dan perubahan pola sirkulasi air.

Dari ketiga gaya tersebut maka pola sirkulasi dan tingkat percampuran antara air

tawar dan air laut akan membentuk stratifikasi salinitas yang berbeda-beda

sepanjang estuari.

Terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut menyebabkan adanya

distribusi salinitas yang dalam hal ini tergantung atas berbagai faktor, antara lain :


(21)

1.

Pasang surut air laut. Pasang surut merupakan suatu gaya eksternal utama

yang membangkitkan pergerakan massa air (arus) serta perilaku perubahan

tinggi muka air secara periodik pada daerah estuari. Ketika pasang surut

terjadi, seluruh massa air di estuari bergerak ke belakang (hulu) dan ke laut,

dalam periode tertentu (Dyer 1979). Adanya arus pasut menyebabkan

terjadinya gesekan antara massa air dengan dasar estuari yang menghasilkan

pergolakan. Pergolakan ini memiliki kecenderungan untuk mencampur kolom

air dengan lebih efektif.

2.

Perubahan debit air sungai. Menurut Nybakken (1988) secara musiman debit

air sungai akan berubah antara maksimal dan minimal. Perubahan debit air

sungai tersebut menjadi penentu derajat percampuran antara air laut dan air

tawar.

3.

Arus dan gelombang. Arus air pada perairan estuari berasal dari arus air

sungai akibat perbedaan topografi dan arus air laut yang di pengaruhi oleh

pasang surut, angin dan gelombang.

Stomel (1951), diacu dalam Pickard dan Emery (1970) mengklasifikasikan

sirkulasi air dan pola stratifikasi di estuari ke dalam 4 tipe (Gambar 2) yaitu :

A.

Estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna (

vertically mixed

estuary

, Gambar 2A), biasanya dangkal dan airnya bercampur secara vertikal

sehingga massa airnya menjadi homogen dari permukaan sampai ke dasar

sepanjang estuari. Salinitas meningkat dengan jarak sepanjang estuaria dari

hulu sampai ke mulut atau hilir. Pada tipe estuari tercampur sempurna, energi

pasut lebih besar daripada debit sungai dan mengakibatkan suatu proses

pengadukan dan percampuran yang sangat efektif. Airnya bercampur secara

vertikal (Chester 1990; Brown

et al.

1989).

B.

Estuari stratifikasi sebagian (

partially stratified estuary

, Gambar 2B). Terjadi

pada suatu wilayah yang mempunyai debit sungai lebih kecil atau setara

dengan energi pasut (Rilley and Skirrow 1975; Brown

et al.

1989; Chester

1990). Energi pasang akan menstimulir terjadinya pengadukan dan

percampuran kedua massa air sungai dan laut di estuari. Tipe estuari

tercampur sebagian mempunyai sifat antara lain : salinitas meningkat dari

kepala sampai ke mulut pada semua kedalaman, massa air masing-masing


(22)

berada pada 2 lapisan, dimana lapisan atas salinitasnya sedikit lebih rendah

dibandingkan yang lebih dalam, tidak terbentuk gradien densitas (Duxbury

and Duxbury 1993). Pada tipe ini ada jaringan yang menuju ke laut atau

outlet mengalir di lapisan atas dan jaringan masuk mengalir di lapisan yang

lebih dalam.

Gambar 2 Karakter salinitas tiap profil kedalaman (bawah) dan penampang

melintang salinitas (atas) di estuari (Tomczak 1998)

C.

Estuaria stratifikasi tinggi (

highly stratified estuary

, Gambar 2C), lapisan atas

salinitas meningkat dari dekat nol pada sungai sampai mendekati laut diluar

mulut perairan yang lebih dalam. Pada estuari ini ada haloclin diantara

perairan atas dan bawah khususnya dibagian kepala estuari.

D.

Estuari baji garam (

salt wedge

, Gambar 2D), air bersalinitas tinggi menyusup

dari laut seperti baji dibawah air sungai. Estuari baji garam mempunyai

penampakan yang hampir sama dengan estuari stratifikasi sedang dan tinggi.

Ada gradien horisontal dari salinitas di dasar seperti pada

partially stratified

estuary

dan sebuah gradien salinitas vertikal yang tegas seperti pada

high

stratified estuary

. Tipe estuari baji garam umumnya terjadi di wilayah yang

mempunyai aliran air sungai lebih dominan daripada energi pasut, sehingga

sirkulasi massa air didominasi oleh energi massa air yang masuk dari sungai

A

B


(23)

dan mengakibatkan terbentuknya gradien densitas nyata pada batas

pertemuan massa air sungai dan massa air laut yang disebut baji garam.

Adanya gradien densitas menyebabkan proses pengadukan dan percampuran

kurang efektif (Brown

et al

. 1989).

Sedimen Estuari

Karena estuari merupakan tempat bertemunya arus air sungai yang mengalir

ke laut dengan arus pasang surut air laut yang keluar masuk ke sungai, maka aktivitas

ini menyebabkan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya sedimentasi, baik yang

berasal dari sungai maupun dari laut atau sedimen yang tercuci dari daratan di

sekitarnya.

Pengendapan sedimen atau sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi dan

diameter sedimen itu sendiri (Posma 1976, diacu dalam Supriharyono 2000).

Sedimen dengan diameter 104

µ

m akan tererosi oleh arus dengan kecepatan 150

cm/det, dan terbawa arus pada kecepatan antara 90-150 cm/det, selanjutnya

mengendap pada kecepatan < 90 cm/det. Hal yang sama untuk sedimen yang halus,

dengan diameter 102

µ

m, sedimen ini tererosi pada kecepatan arus > 30 cm/det, dan

terdeposisi pada kecepatan < 15 cm/det.

Konsekuensi dari hal ini, bahwa daerah estuari yang arus sungainya dan arus

pasutnya sangat kuat, maka seluruh ukuran partikel-partikel sedimen kemungkinan

akan tererosi dan terbawa arus (MCLusky 1981, diacu dalam Supriharyono 2000).

Begitu agak melemah, sedimen yang berukuran besar seperti pasir, akan mengendap

dulu, sedangkan sedimen yang berukuran halus, seperti silt dan Clay, masih terbawa

arus. Partikel-partikel ini akan mengendap ketika arus sudah cukup lemah, yaitu di

daerah tengah estuaria, dimana arus sungai dan laut bertemu.

Laju sedimentasi atau kecepatan endapan sedimen tergantung pada ukuran

partikel. Kebanyakan sedimen yang terbawa ke daerah estuari berada dalam bentuk

suspensi dan berukuran kecil. Partikel-partikel tersebut umumnya berdiameter < 2

µ

m, dan merupakan komposisi dari clay mineral, yaitu illite, kaolinite, dan

montmorilonite, yang dibawa oleh air sungai. Semakin kecil diameter sedimen

semakin sulit mengendap. King (1976) mendapatkan bahwa pasir dan pasir kasar


(24)

mengendap secara cepat di perairan. Sedimen-sedimen ini dapat mengendap dalam

satu siklus pasang. Sedangkan sedimen-sedimen dalam yang lebih kecil, seperti silt

dan clay, kecepatan endapannya sangat lambat, tidak dapat mengendap dalam satu

siklus pasang. Lebih lanjut kecepatan endapan beberapa tipe sedimen disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1 Kecepatan endap beberapa tipe sedimen

Tipe sedimen

Diameter (

µ

m)

Kecepatan endap (cm/det)

Pasir halus

Pasir sangat halus

Silt

Clay

250 – 125

125 – 62

31,2 – 3,9

1.95 – 0.12

1.2037

0.3484

0.0870 – 0.0014

3.47 x 10

-4

– 1.16 x 10

-6 Sumber : King (1976)

Logam Berat di Estuari

Dalam perairan logam berat ditemukan dalam bentuk :

a.

Terlarut, yaitu ion logam berat dan logam yang berbentuk kompleks dengan

senyawa organik dan anorganik.

b.

Tidak terlarut, terdiri dari partikel dan senyawa kompleks metal yang

teradsorpsi pada zat tersuspensi (Razak 1980).

Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah

tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen

misalnya akibat konta minasi bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi

lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan

Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987).

Mengendapnya logam berat bersama -sama dengan padatan tersuspensi akan

mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan serta perairan di sekitarnya. Kadar

normal dan maksimum logam berat dalam air laut ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kadar normal dan kadar maksimum logam berat dalam air laut

Kadar (ppm)

Jenis Logam Berat

Normal* Maksimum**

Cd 0.00011 0.01

Cu 0.002 0.05

Pb 0.00003 0.05

Zn 0.002 0.1

Keterangan :

*

: Waldichuk (1974)

**


(25)

Parameter kimia dan fisika yang turut mempengaruhi kandungan logam berat

dalam perairan adalah arus, suhu, salinitas, padatan tersuspensi total, dan derajat

keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam

penyebaran bahan cemaran adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan

bathimetri. Arus di perairan estuari dipengaruhi oleh lingkungan yang khas seperti

pengaruh masukan air sungai, pasang surut, gelombang laut, angin di permukaan laut

serta pergerakan dan pencampuran massa air.

Perilaku logam berat di perairan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara fase

larutan dan padatan, khususnya perairan itu sendiri dan sedimen. Konsentrasi logam

terlarut secara cepat hilang dari larutan pada saat berhubungan dengan permukaan

materi partikulat melalui beberapa fenomena ikatan permukaan yang berbeda (ikatan

koloid, adsorpsi, dan presipitasi). Pembentukan partikulat logam berat menyebabkan

dekomposisi dan penambahan konsentrasinya di dalam sedimen (proses

sedimentasi).

Setelah proses pengendapan atau sedimentasi, unsur-unsur logam berat

tersebut akan mengalami proses diagenesis, melibatkan peningkatan bobot molekul

dan hilangnya gugus fungsi. Sebagai akibatnya terbentuknya cadangan logam berat

pada sedimen perairan yang relatif stabil dan kurang reaktif. Namun demikian

karena adanya berbagai proses fisika, kimia, dan biologi di estuari, komponen

tersebut dapat kembali ke kolom air.

Tingkah Laku Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn di Estuari

Logam berat di perairan khusunya di estuari memiliki sifat konservatif dan

non konservatif (Chester 1990). Sifat ko nservatif menunjukkan kestabilan

konsentrasi suatu komponen. Konsentrasinya tidak dipengaruhi proses - proses kimia

dan biologi.

Teknik yang paling umum yang digunakan untuk melihat ke-konservatif-an

suatu elemen terlarut dengan menggunakan

mixing graph

atau diagram mixing.

Dengan diagram ini, konsentrasi setiap komponen terlarut dari setiap sampel dapat

diplotkan dengan beberapa elemen yang konservatif. Nilai salinitas di estuari bersifat

konservatif, karena keberadaannya tidak dipengaruhi oleh proses kimia dan biologi.

Jika distribusi logam terlarut di estuari lebih banyak dikontrol oleh proses fisika


(26)

(proses percampuran antara air sungai dan laut), konsentrasi akan linier terhadap

salinitas. Arah kemiringan (slope) akan ditentukan oleh kelimpahan relatif logam

dalam air sungai dan air laut (Libes 1992). Slope yang berupa garis lurus ini sering

disebut

theoritical dilution line

(TDL). Apabila sumber elemen logam terlarut relatif

melimpah di sungai (air tawar, salinitas 0

0

/

00

) daripada di air laut maka bentuk TDL

ini menurun sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 ii ) dan sebaliknya apabila logam

terlarut relatif melimpah di air laut daripada air tawar, maka TDL ini akan naik

sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 i).

Jika logam terlarut bersifat non konservatif, logam ini akan mengalami

removal

atau

addition

oleh adanya proses-proses kimia di estuari. Logam mengalami

removal

apabila konsentrasinya berada di bawah TDL dan kebalikannya mengalami

addition

, apabila konsentrasinya berada di atas TDL (Gambar 3).

Gambar 3. Tingkah laku elemen terlarut di Estuari (Chester 1990)

Ket :

(i) Komponen dimana konsentrasi air laut > air tawar (ii) Komponen dimana konsentrasi ait Tawar > air laut

Pada umumnya logam berat (

trace metal

) di estuari mempunyai sifat non

konservatif, konsentrasinya di estuari mengalami perubahan. Tetapi hal ini tidak

berlaku universal di semua estuari, yang dalam hal ini tergantung dari tipe estuari.

Danielsson

et al

. (1983), diacu dalam Chester (1990) menyatakan bahwa proses

removal

logam Pb, Cd, Cu dan Zn terlarut tidak bekerja efektif di Estuari Gota

(Sweden), dimana tipe estuarinya baji garam (

Salt Wedge

), yang relatif tidak


(27)

terpolusi. Sementara beberapa peneliti yang lain menemukan adanya sifat non

konservatif terhadap logam tersebut di estuari yang berbeda (tidak disebutkan tipe

estuari), antara lain : (1) Duinker dan Notling (1978), diacu

dalam

Chester (1990) di

Estuari Rhine, yang relatif kecil tetapi terpolusi berat, logam Cu, Zn dan Cd, proses

removal

terjadi seperti pada estuari yang kebanyakan tidak terpolusi (2) Boyle

et al.

(1992), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Amazon, yang mempunyai bahan

organik rendah dan partikel tinggi, Cu bersifat tidak reaktif, sementara Cd

mengalami desorpsi pada salinitas rendah (3) Edmond

et al.

(1985), diacu dalam

Chester (1990), di Estuari Changjiang, Cu bersifat konservatif dan Cd mengalami

desorpsi pada salinitas rendah (4) Windom

et al.

(1983), diacu dalam Chester (1990)

di Savannah dan Ogeechee (USA), Cu bersifat non konservatif dengan proses

addition

pada salinitas < 5

0

/

00

dan > 20

0

/

00

, serta bersifat

removal

pada salinitas

intermediet (5 – 20

0

/

00

). Melalui hasil eksperimennya disimpulkan bahwa adanya

penambahan Cu pada salinitas < 5

0

/

00

disebabkan karena adanya pelepasan dari

material tersuspensi yang dibawa oleh air sungai dan adanya penambahan pada

salinitas > 20

0

/

00

sebagai hasil dari resuspensi sedimen (5) Li

et al.

(1984), diacu

dalam Chester (1990) melalui eksperimennya menemukan bahwa Cd dan Zn akan

terdesorpsi dari material tersuspensi yang berasal dari sungai di sistim estuari.

Gambar 4 memperlihatkan pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas.


(28)

Material Padatan Tersuspensi (TSS) di Estuari

Sumber material padatan tersuspensi di estuari berasal dari

1.

Sungai

Material ini berasal dari pelarutan batuan (seperti quartz, clay mineral),

bahan-bahan organik di daratan (contoh sisa-sisa tanaman, material humic)

dan berbagai macam polutan (sewage).

2.

Atmosfer

Bahan pencemar di udara yang melayang sebagai debu

3.

Laut

Berasal dari komponen biogenous yang berasal dari organisme laut (skeletal

debris/tulang, material organik) dan komponen an organik (berasal dari

sedimen maupun yang terbentuk dalam kolom air laut itu sendiri).

4.

Estuari itu sendiri

Material ini merupakan hasil dari proses-proses yang terjadi di estuari antara

lain :

Flocculation

, presipitasi, dan adanya proses produksi biologi yang

menghasilkan material organik

Penggumpalan (

Flocculation

) terjadi di estuarine karena adanya percampuran

air yang mempunyai salinitas berbeda. Adanya perbedaan salinitas ini menyebabkan

bertambahnya kekuatan ikatan ionic (

ionic strength

).

Flocculation

ini dipengaruhi

oleh komponen organik maupun an organik, termasuk didalamnya karena adanya

clay mineral tersuspensi yang di bawa oleh air sungai, spesies koloidal dari besi (Fe)

dan material organik terlarut seperti material humic.

Distribusi dari material partikulat di estuari dipengaruhi oleh proses-proses

fisika seperti pola sirkulasi air, adanya gravitasi yang menyebabkan penenggelaman

sehingga membentuk deposit sedimen serta adanya resuspensi.

Proses-proses yang terjadi di estuari

Material padatan tersuspensi dan terlarut di estuari akan saling berinteraksi,

dimana interaksi ini akan menghasilkan suatu perubahan yaitu adanya penambahan

(addition

) atau pengurangan (

removal

) komponen terlarut di estuari. Perubahan ini

diakibatkan adanya proses-proses yang terjadi di estuari, antara lain :


(29)

1.

Flocculation

,

adsorpsion

,

presipitation

, dan pengambilan secara biologi. Hal

ini menyebabkan pengurangan (

removal

) komponen dari fase terlarut dan

membentuk fase partikulate.

2.

Desorption

dari permukaan partikel dan terpisahnya material organik. Hal ini

akan menghasilkan penambahan komponen terlarut.

3.

Adanya reaksi kompleksasi dan

chelation

dengan ligan an organik dan

organik. Hal ini akan menstabilkan fase terlarut.

Interaksi antara material terlarut

partikulat dipengaruhi oleh sejumlah

komponen termasuk pH dan klorinitas. Dari hasil eksperimen di laboratorium

Salomons (1980), diacu dalam Chester (1980) menyatakan bahwa

1.

Adsorpsi

kedua logam ini akan bertambah dengan bertambahnya pH (7-8,5)

2.

Adsorpsi dari Cd dan Zn sedikit berkurang dengan bertambahnya chlorinitas.

Hal ini diduga karena adanya kompetisi dengan ion Cl untuk membentuk

ikatan kompleks.

3.

Adsorpsi kedua elemen bertambah dengan bertambahnya turbiditas

(tingginya konsentrasi material tersuspensi)

Hubungan antara elemen terlarut dan partikulat dalam estuari dapat

digambarkan dalam suatu box model seperti Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5 Box Model Estuari (Chester 1990)

Keterangan :

P ↔ d = mengindikasikan adanya hubungan antara partikulat dan terlarut yang berhubungan dengan faktor fisika, kimia, dan biologi.

kd = X/C dengan X : konsentrasi perubahan elemen partikulat C : konsentrasi elemen terlarut


(30)

Nasib Bahan Pencemar (Logam Berat) setelah Memasuki Perairan

Menurut Metcalf dan Edy (1978) tingkat pencemaran yang masuk ke dalam

perairan sungai, danau, estuari dan laut adalah berbeda, karena kondisi

hidrodinamika yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut berkaitan dengan model

percampuran atau

mixing

dan penyebaran atau dispersi suatu bahan, yang

berhubungan dengan kadar pencemar dan laju penguraian.

Romimohtarto (1991), diacu dalam Anna (1999) menyebutkan bahwa setelah

memasuki perairan, sifat dan kondisi bahan pencemar sangat ditentukan oleh

beberapa faktor atau jalur dengan kemungkinan perjalanan adalah :

1.

Terencerkan dan tersebarkan oleh adukan atau turbulensi dan arus laut.

2.

Pemekatan melalui proses biologi dengan cara di serap oleh ikan plankton

nabati atau oleh ganggang laut bentik. Biota ini pada gilirannya dimakan

oleh pemangsanya, dan seterusnya. Pemekatan dapat juga terjadi melalui

proses fisik dan kimiawi dengan cara di adsorpsi, di endapkan dan

pertukaran ion, kemudian bahan pencemar itu baru akan mengendap di

dasar perairan. Bahan pencemar dapat masuk dan tinggal di dasar perairan

akibat proses sedimentasi dan penggumpalan (

flocculation

)

3.

Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan) yang beruaya.

Untuk lebih jelasnya mengenai nasib bahan pencemar di lingkungan laut dapat di

lihat pada Gambar 6.

Kualitas Perairan Estuari

1. Salinitas

Salinitas di estuari sangat dipengaruhi oleh musim, topografi estuari, pasang

surut dan debit air sungai. Fluktusi salinitas di estuari terjadi karena daerah tersebut

merupakan tempat pertemuan antara massa air tawar yang berasal dari sungai dengan

massa air laut serta diiringi dengan pengadukan massa air.

2

. Derajat Keasaman atau pH

Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion

hidrogen dalam air yang di gunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat

asam dan basa. Nilai pH berkisar antara 1 – 14 dimana nilai pH 7 adalah netral yang

merupakan batas tengah antara asam dan basa makin tinggi pH suatu larutan makin


(31)

besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam suatu

larutan.

Derajat keasaman ini dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang

sangat penting. Ia juga memepengaruhi konsentrasi logam berat diperairan. Pada

perairan estuaria kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan pada perairan

lainnya, hal ini disebabkan oleh kelarutan logam berat lebih tinggi pada pH rendah

(Chester 1990).

Gambar 6 Proses yang dialami bahan cemaran di lingkungan laut (Mandelli 1976,

diacu dalam

Hutagalung 1991)

Zat Pencemar

Diencerkan dan Disebarkan

Masuk ke Ekosistem Laut

Dibawa oleh

Adukan Turbulensi

Arus laut Biota yang

Beruaya

Arus Laut

Dipekatkan oleh

Proses Biologis Proses Fisis dan

Kimiawi

Absorbsi oleh Ikan

Absorbsi oleh Plankton Nabati

Absorpsi oleh Rumput Laut dan Tumbuhan

Lainnya

Adsorpsi Pertukaran

Ion

Pengendapan

Avertebrata Plankton Hewani Pengendapan di Dasar


(32)

3. Oksigen Terlarut (DO)

Kelarutan logam berat sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut.

Pada daerah dengan kandungan oksigen yang rendah daya larutnya lebih rendah

sehingga mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan

sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987).

4. Bahan Organik

Selain faktor-faktor yang mempengaruhi daya larut logam berat diatas,

kandungan logam berat pada suatu perairan juga dipengaruhi oleh faktor lainnya

seperti bahan organik. Bahan organik akan mempengaruhi proses adsorpsi, absorpsi

dan desorpsi

logam berat


(33)

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan Bulan September – Oktober 2005, yang dibagi dalam 2 tahap yaitu : tahap pengambilan sampel di lapangan dan analisis sampel di laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 8 dan 22 September 2005. Lokasi penelitian terletak di lokasi sekitar Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang dengan letak lintang 110 23’ 23.5” - 110 23’ 56” BT dan 06 56’ 30” – 06 58’ 7.5’’ LS. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), Jakarta dan analisis parameter lainnya seperti total padatan tersuspensi (TSS), tekstur sedimen dan bahan organik dilakukan di Laboratorium Kelautan, UNDIP, Jepara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan penelitian ini meliputi : peralatan lapangan dan peralatan laboratorium seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Alat dan bahan penelitian

No Alat dan Bahan Kegunaan Unit

A Peralatan Lapangan

1. Bola duga Mengukur kecepatan arus m/det

2. Kompas Menentukan arah arus -

3. GPS Garmin 410 Mengetahui posisi stasiun derajat

4. Roll meter Mengukur jarak m

5. Kapal Transportasi -

6. Sedimen Trap t:29 cm Diameter: 8,97 cm

Mengukur laju sedimentasi gr/minggu

7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman cm 8. Van Dorn Water

Sampler

Mengambil sampel air -

9. Botol polyetilen Tempat sampel air dan sedimen - 10. Stopwatch merk Citizen Mengukur waktu detik

11. Buret Titrasi oksigen terlarut -

12. Refraktometer Mengukur salinitas 0/00

13. pH meter Mengukur pH air -

14. Grab Sampler Mengambil Sedimen -


(34)

Tabel 3 (lanjutan)

No Alat dan bahan Kegunaan Unit

16. Botol BOD Tempat sampel air untuk oksigen terlarut

-

17. Kotak pendingin Tempat sampel air dan sedimen

-

B Bahan di lapangan

1. Aquades Mencuci alat -

2. MnCl2, NAOH/KI, H2SO4,

Na2S2O3

Titrasi Oksigen -

C Peralatan laboratorium

1. Pompa hisap Memisahkan zat padat tersuspensi dalam sampel air

-

2. Timbangan analitik Menimbang sedimen gr 3. Sieve shaker (2; 0.8; 0.4;

0,15; 0,063 mm)

Mengayak sedimen -

4. Gelas Ukur Mengukur sampel air ml

5. Pipet 20 ml Proses pemipetan ml

6. Corong Pisah Memisahkan sampel dengan pelarut

-

7. AAS, Varian Spectra AA Mengukur logam berat ppm

8. Beaker glass Tempat sampel ml

D Bahan di laboratorium

1. HNO3 Pengawet sampel air -

2. KmnO4 Titrasi material organik -

3. HNO3, APDC, MIBK Pereaksi logam berat di air -

4. Aquabides, HF, HNO3 Pereaksi Logam berat dalam

sedimen dan seston

-

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi lima parameter utama yang meliputi fisika sedimen, kimia sedimen, kimia air, fisika air dan hidrodinamika perairan seperti terlihat pada Tabel 4. Data sekunder meliputi data pasang surut yang diterbitkan oleh DISHIDROS, TNI AL dan peta lokasi penelitian yang diperoleh dari BAKOSURTANAL, sedangkan data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari lapangan maupun setelah dianalisa di laboratorium.


(35)

Tabel 4 Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian

No Parameter yang diukur Satuan Alat Keterangan

Fisika Sedimen

1. Tekstur/fraksi sedimen (%) Saringan bertingkat

Laboratorium

Kimia Sedimen

1. Bahan Organik Total % Pengabuan, Oven Laboratorium 2. Logam Pb, Cd, Cu dan Zn mg/kg AAS Laboratorium

Kimia Air

1. Logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn terlarut dan tersuspensi

ppm AAS Laboratorium

2. pH pH meter In situ

3. Salinitas 0/00 Refraktometer In situ

4. Oksigen terlarut mg/l Titrasi, Winkler In situ 5. Total Organik Matter mg/l Titrasi Laboratorium

Fisika Air

1. Total Padatan Tersuspensi (TSS)

mg/l Gravimetri Laboratorium

Hidrodinamika Perairan

1. Pasang surut m Data sekunder

2. Kedalaman air m Tongkat berskala In situ

3. Arus m/det Current drouge In situ

4 Laju Sedimentasi gr/m3/min ggu

Paralon In situ

5 Debit sungai m3/dt Tongkat berskala, Current drouge, tali berskala

In situ

1. Penentuan Stasiun Penelitian

Lokasi penelitian di bagi menjadi tujuh (7) stasiun penelitian, yang mewakili tiga wilayah yaitu wilayah sungai, muara dan laut. Penentuan stasiun ini didasarkan pada perbedaan tingkat salinitas secara horizontal (air sungai, air muara dan air laut). Hal ini sangat diperlukan untuk membedakan kondisi kimia air pada masing-masing jenis perairan tersebut dan untuk menunjukkan perubahan konsentrasi logam berat pada tingkat salinitas yang berbeda. Oleh karena itu posisi pengambilan contoh air berada di sungai (stasiun 1), muara (stasiun 2, 3, dan 4) dan laut (5, 6, dan 7). Posisi lokasi stasiun pengamatan ditunjukkan seperti pada Gambar 7 dan posisi geografis stasiun disajikan pada Tabel 5.


(36)

Tabel 5 Posisi geografis stasiun penelitian

Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur 1

2 3 4 5 6 7

06 57’ 36’’ 06 57’ 6.1’’ 06 57’ 0.7’’ 06 56’ 51’’ 06 56’ 46’’ 06 56’ 46” 06 56’ 30”

110 23’ 24” 110 23’ 46” 110 23’ 44” 110 23’ 41.3” 110 23’ 25.6” 110 23’ 43” 110 23’ 23.5”

2. Pengambilan Sampel Air

Data parameter yang diambil melalui pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung meliputi parameter kedalaman, salinitas, pH dan oksigen terlarut. Sedangkan pengukuran tidak langsung dengan cara mengambil contoh air. Pengambilan contoh air digunakan untuk penentuan parameter total padatan tersuspensi (TSS), analisa bahan organik dan analisa logam berat. Contoh air diambil dengan Van Dorn Water sampler yang mempunyai kapasitas 2 liter, yang diambil dari permukaan. Kemudian contoh air disimpan dalam botol polyethylen dan disimpan dalam kotak es (ice box) untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium. Sebelum digunakan water sampler dan botol polyethylene telah dibersihkan dengan cara direndam dalam HCL 2 N selama 24 jam dan dibilas dengan air suling bebas ion 3 kali.

Di laboratorium, air untuk analisa logam berat kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Nucleopore, dengan ukuran pori 0,45 µm, yang telah direndam dalam HCl 6N selama seminggu dan dibilas dengan aquadest. Setelah di saring air contoh diawetkan deng an menambahkan HNO3 (pH<2) (Hutagalung et al. 1997). Kertas saring yang telah digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian di gunakan untuk menghitung total padatan tersuspensi dan kandungan logam berat dalam seston. Pengukuran logam berat menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry), yang mempunyai ketelitian 0,001 dan batas deteksi minimal 0,001 ppm. Dalam pengukuran dengan AAS ini, masing-masing dilakukan ulangan sebanyak 3 kali.


(37)

(38)

3. Pengukuran Arus

Pengukuran arus dilakukan dengan metode lagrangian. Bola duga dipasang dengan tali sepanjang 5 m kemudian dilepaskan dan dicatat waktu yang digunakan untuk memanjangkan tali tersebut, dilakukan perulangan sampai 3 kali. Kecepatan arus ditentukan dengan membagi jarak tempuh dengan waktu. Arah arus ditentukan dengan kompas.

4. Kedalaman

Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan tongkat berskala, pengukuran dilakukan pada tiap -tiap stasiun.

5. Pengambilan Contoh Sedimen

Pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan menggunakan grab sampler. Ketebalan sedimen yang diambil ± 10 cm dari permukaan. Sampel diambil sebanyak 2 kali dan diambil dari bagian tengah dari grab, untuk menghindari adanya kontaminasi alat. Dari 2 kali pengambilan sampel di’mix’ jadi satu, d imasukkan dalam botol polyetilen dan simpan dalam ice box.

Untuk pengukuran tekstur sedimen dasar diambil sebanyak kira-kira 500 gr dari setiap stasiun, dan disimpan dalam kantong plastik hitam. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode mekanis menggunakan saringan bertingkat, kemudian dihitung fraksinya berdasarkan ukuran butiran sedimen.

6. Pengukuran Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan secara vertikal (menegak) di setiap stasiun dengan interval setiap 30 cm (0, 30, 60 dan 90). Hal ini sangat diperlukan dalam penentuan tipe estuari. Tipe estuari perlu diketahui sebagai langkah awal mengetahui bagaimana proses percampuran atau mixing di daerah tersebut. Duxbury and Duxbury (1993) menyatakan bahwa untuk mengetahui tipe estuari, dapat dilakukan dengan menganalisis sebaran vertikal salinitas, dimana pengukurannya dilakukan di semua stasiun pada lapisan kedalaman yang berbeda dan dilakukan pada waktu pasang dan waktu surut.


(39)

7. Pengukuran Debit Sungai

Pengukuran debit sungai dilakukan dengan mengukur kecepatan aliran dan luas penampang melintang (Sosrodarsono dan Takeda 1993). Perhitungan debit sungai dilakukan di stasiun 1. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Qd = Fd x Vd

Fd = 2 X b x

4

2d e

c+ +

Keterangan : Qd : debit sungai

Fd : Luas penampang melintang antara garis pengukuran dalamnya air c dan e Vd : Kecepatan aliran rata-rata pada garis pengaliran d

b : Lebar sungai dan

c.d.e : dalamya air pada setiap pengukuran

Garis – garis pengukuran kedalaman dilakukan menurut metoda yang dilakukan Sosrodarsono dan Takeda (1993). Penampang melintang sungai di bagi dalam empat penampang dan setiap penampang dilakukan pengukuran 3 kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar 8. Pengukuran arus dilakukan pada kedalaman kedua (d).

Pengukuran debit sungai dalam penelitian ini dihitung dari penampang melintang badan sungai pada stasiun 1. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali (tanggal 8 dan 22 September 2005 pada kondisi pasang menuju surut).

Gambar 8 Garis-garis pengukuran kedalaman dan kecepatan arus (Sosrodarsono dan Takeda 1993).


(40)

8. Pengukuran Laju Sedimentasi

Pengukuran laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen trap berbentuk silinder, modifikasi dari pipa pralon dengan diameter 9 cm dan tinggi 29 cm (aspek rasio 3,38). Bagian bawah pralon ditutup dengan semen yang sekaligus berfungsi sebagai pemberat. White (1990) menyatakan bahwa silinder dengan perbandingan tinggi dan diameter > 3 merupakan kolektor yang efisien pada kecepatan arus 0,2 m/det ik. Pemasangan sedimen trap selama 1 minggu. Hasilnya ditampung dalam kantong plastik, diendapkan selama satu malam kemudian setelah mengendap air di bagian atas diambil menggunakan pipet sedangkan bagian bawah ditampung pada kertas aluminium foil dan langkah selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven sampai pada suhu konstan 105 0C selama 10 jam setelah itu dilakukan penimbangan. Pengukuran laju sedimentasi ini hanya dilakukan di stasiun 2, 3 dan 4. Perhitungan laju sedimentasi menggunakan rumus menurut Supriharyono (1988) sebagai berikut :

gr/luas pralon/minggu = A – B / luas / minggu

Keterangan :

A : Berat aluminium foil + sedimen setelah pemanasan 105 0C dalam gram

B : Berat awal aluminium foil setelah pemanasan 105 0C dalam gram

9. Analisa Ukuran Butir Sedimen (Buchanan, 1984)

Analisa ukuran butir dilakukan dengan sistim ayak dan metode pemipetan, melalui tahapan sebagai berikut :

• Sampel diambil 25 mg kemudian disaring dengan ukuran 0,063 sampai terbagi 2 yang satu dibaskom dan satunya lagi di ayakan.

• Masukkan sampel yang tidak lolos dalam oven pada temperatur 105 0C, ayak sampel dengan ukuran 2; 0,8; 0.4; 0,15 dan 0,063 mm dan catat berat masing-masing ukuran.

• Ambil sampel yang lolos pada ukuran ayakan terkahir dan dicampur dengan sampel pertama. Masukkan dalam gelas ukur volume 1 liter kemudian dikocok.


(41)

• Dilakukan pemipetan pada jangka waktu tertentu, teteskan pada aluminium foil yang telah ditimbang beratnya, kemudian masukkan oven pada suhu 100 0C sampai kering. Simpan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang.

• Untuk menentukan fraksi silt, pemipetan dilakukan pada 1 menit pertama dan setelah 30 menit. Sedangkan fraksi clay dapat dilakukan setelah 2 jam pengendapan.

• Pemipetan dilakukan pada jarak 20 cm dari permukaan air.

• Hasil pemipetan dikonversikan ke dalam liter sehingga didapatkan berat dalam gram.

Sampel yang didapatkan dianalisis dan ditentukan jenisnya (pasir, debu dan liat) kemudian dihitung persentasenya. Data jenis sedimen dan persentasenya diproyeksikan dalam segitiga tekstur (Gambar 9)

Gambar 9. Jenis tekstur sediment berdasarkan segitiga tekstur (Brower and Zar 1977)


(42)

10. Perhitungan Kapasitas Adsorpsi Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn

Untuk menghitung kapasitas adsorpsi, digunakan rumus sebagai berikut : Logam teradsopsi partikel

Kapasitas adsorp si = ______________________________________ X 100 % Logam terlarut + logam teradsopsi partikel

Analisis Data

Untuk mengetahui sebaran menegak salinitas dilakukan dengan cara interpolasi, menggunakan program surver 8.0 dan untuk melihat kecenderungan pola hubungan antara logam berat terlarut terhadap salinitas dengan menggunakan ’mixing graph’, dimana nilai konsentrasi elemen terlarut (sebagai sumbu y) diplotkan terhadap nilai yang bersifat konservatif, yang dalam penelitian ini menggunakan nilai salinitas (sebagai sumbu x). Untuk mendapatkan nilai theoritical dillution line (TDL) dengan cara menarik suatu garis dari nilai konsentrasi yang berada pada salinitas rendah (0 0/00) ke nilai konsentrasi pada

salinitas paling tinggi (32 0/00). Mixing graph ini digunakan untuk melihat


(43)

Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut Logam Pb Terlarut

Timbal (Pb) adalah salah satu jenis logam berat yang mempunyai penyebaran yang cukup luas terutama akibat aktivitas manusia sehingga logam ini merupakan salah satu logam berat yang banyak mencemari air laut. Kandungan logam Pb terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 10.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Pb

Terlarut (10

-3 ppm

)

I II

Gambar 10 Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 10 menunjukkan nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 1.10-3 – 4.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 4, 5, 6, dan 7 (4.10-3 ppm ) dan terendah di stasiun 1 dan 2 (1. 10-3 ppm). Untuk pengambilan II, nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur berkisar antara 1.10-3 – 2.10-3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 5, 6, dan 7 (2.10-3 ppm).

Pada pengambilan I dan II, konsentrasi Pb di stasiun dekat laut (stasiun 4 sampai 7) mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber dari logam Pb di lokasi penelitian berasal dari laut. Pada pengambilan I, konsentrasi Pb lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan pada pengambilan I, kondisi perairan dalam keadaan pasang, sehingga


(44)

logam Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pada pengambilan II. Pada pengambilan II, perairan dalam kondisi surut.

Secara umum kandungan logam berat Pb terlarut di lokasi penelitian telah melampui kisaran alami, yaitu 0,01 - 0,035 ppb (Laws 1993), tetapi mas ih di bawah kisaran maksimum (0,05 ppm) yang dikeluarkan oleh EPA (1976).

Logam Cd Terlarut

Konsentrasi logam Cd terlarut selama penelitian tidak dapat terdeteksi (konsentrasinya <1 ppb). Hal ini berkaitan dengan sumber Cd di lokasi penelitian yang sangat kecil sehingga konsentrasinya tidak dapat terdeteksi. Menurut Miettinen (1977), diacu dalam Sanusi (1983) pada umumnya perairan mengandung kadar Cd lebih kurang 1 ppb.

Logam Cu Terlarut

Menurut Bryan (1976) Cu yang terdapat dalam perairan berasal dari buangan limbah (dumping), sungai, dan jaringan pipa serta polusi udara. Kandungan logam Cu terlarut di lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 11.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Cu

Terlarut (10

-3 ppm

)

I II

Gambar 11 Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 11 menunjukkan konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur di lokasi pengambilan sampel berkisar antara 1.10-3 – 2.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (2.10-3 ppm), kemudian mengalami penurunan dengan nilai yang sama di semua stasiun. Pada pengambilan II,


(45)

konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 2.10-3 – 4.10-3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (4.10-3 ppm) dan menjadi menurun di semua stasiun (2.10-3 ppm), kecuali stasiun 5 (3.10-3 ppm) yang mengalami penambahan. Tingginya nila i konsentrasi Cu di stasiun 1 ini berkaitan dengan sumbernya yang berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di daerah estuari. Clark (1986) menyatakan bahwa sumber alami utama Cu berasal dari erosi berbagai batuan mineral yang umumnya terjadi di sungai, kemudian karena adanya faktor pengenceran oleh air laut, nilai ini menurun.

Sedangkan tingginya konsentrasi Cu terlarut di stasiun 5 pada pengambilan II, disebabkan adanya pengadukan dasar akibat arus yang cukup tinggi, yang men imbulkan gesekan dengan dasar perairan. Kedalaman perairan di stasiun ini, yang relatif cukup dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29) sangat menunjang proses gesekan dasar tersebut. Kemudian adanya proses desorpsioleh partikel menambah konsentrasi terlarut Cu di stasiun tersebut.

Secara keseluruan nilai konsentrasi Cu terlarut pada pengambilan II, lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini disebabkan kondisi pengambilan sampel air yang berbeda kondisinya. Pada pengambilan II, kondisi perairan dalam keadaan surut (Gambar 24), sehingga massa air sungai yang mengalir ke estuari lebih dominan dan logam Cu yang terukur sedikit lebih tinggi. Sedangkan pada pengambilan I, dimana perairan dalam kondisi pasang (meskipun pasang kecil), menyebabkan pengenceran massa air di estuari oleh air laut, sehingga logam Cu yang terukur sedikit lebih rendah. Selain faktor pasang dan surut, adanya hujan lebat di lokasi penelitian, pada pengambilan II, menyebabkan air sungai sebagai sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cu terlarut dari daerah daratan dan logam Cu terlarut yang terukur pada pengambilan II sedikit lebih tinggi. Curah hujan ini menyebabkan debit air sungai sedikit mengalami kenaikan (lihat Lampiran 3 dan Cuaca Bulan September 2005). Konsentrasi Cu dalam perairan yang terukur selama penelitian di Sungai Banjir Kanal Barat masih berada dalam kisaran maksimum dari konsentrasi yang ditentukan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 23 ppb atau 23.10-3 ppm.


(46)

Logam Zn Terlarut

Seng paling melimpah di alam sebagai batuan sulfida Sphalerite, ZnS. Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi batuan yang mengandung Zn di sungai (Bryan 1976). Kandungan logam Zn terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 12.

0 2 4 6 8 10 12

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Zn Terlarut (10 -3 ppm)

I II

Gambar 12 Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 12 menunjukkan nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 2.10-3 –10.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (10.10-3 ppm) dan terendah di stasiun 7 (2.10-3 ppm). Dari stasiun 1 sampai 7, penurunan konsentrasinya secara perlahan -lahan. Sedangkan pada pengambilan II, nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang teru kur berkisar antara 3.10-3 – 9.10-3 ppm dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (9. 10-3 ppm) dan terendah di stasiun 5 dan 7 (3. 10-3 ppm).

Penurunan nilai konsentrasi ini disebabkan adanya faktor pengenceran dari air laut. Tingginya konsentrasi Zn di stasiun 1 berkaitan dengan sumbernya yang berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di daerah estuari. Pada pengambilan II terjadi penambahan konsentrasi di stasiun 5. Adanya penambahan nilai ini berhubungan dengan adanya pengadukan sedimen yang disebabkan adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan, dimana


(47)

pada pengambilan II, di stasiun ini kedalamannya relatif lebih dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29).

Secara umum konsentrasi Zn yang terukur selama penelitian di Sungai Banjir Kanal Barat, masih di bawah kriteria kualitas air yang keluarkan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 170 ppb atau 170.10-3 ppm.

Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam Sedimen

Kandungan logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen disajikan pada Gambar 13. Gamb ar 13 menunjukkan bahwa konsentrasi logam dalam sedimen berkisar antara 0,006 – 183,39 ppm. Untuk logam Pb berkisar antara 4,14 – 13,93 ppm, logam Cd berkisar 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 – 55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam dalam

Sedimen (ppm)

Pb Cu Zn

(a)

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Cd dalam

Sedimen (ppm)

(b) Gambar 13 Konsentrasi logam dalam sedimen (a) Pb, Cu dan Zn (b) Cd


(48)

Logam Zn mempunyai konsentrasi paling tinggi diantara lainnya. Kemudian secara berurutan diikuti logam Cu, Pb dan Cd. Distribusi logam Zn secara umum menurun dengan bertambahnya stasiun. Sedangkan Pb dan Cu distribusinya berubah naik turun. Secara umum adanya perbedaan konsentrasi antar stasiun ini disebabkan oleh berbagai proses baik fisika, biologi maupun kimia. Akan tetapi mungkin yang sangat berpengaruh adalah proses fisika baik adanya proses pengadukan maupun pengendapan, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti arus. Arus ini akan mempengaruhi proses laju pengendapan atau sedimentasi dan mempengaruhi ukuran butir sedimen yang terendapkan.

Pada stasiun 4, semua logam konsentrasinya lebih kecil dibandingkan pada stasiun lainnya. Hal ini berkaitan dengan kandungan bahan organik total dalam sedimen, dimana pada stasiun ini juga memiliki konsentrasi rendah (Gambar 36). Rendahnya kandungan bahan organik total ini juga berhubungan dengan tekstur sedimen yang di dominasi oleh fraksi pasir (Gambar 35).

Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan logam berat dapat dilihat pada Lampiran 6. Logam Pb, Cd dan Cu mempunyai korelasi positif dengan TOM, sedangkan Zn berkorelasi negatif. Hal ini berarti bahwa logam Pb, Cd dan Cu keberadaanya di sedimen sangat dipengaruhi oleh bahan organik, sedangkan Zn, hanya sebagian kecil saja bahan organik mempengaruhi keberadaannya.

Pengamatan kandungan logam berat dalam sedimen juga pernah dilakukan oleh Sunoko dkk. (1993) di Perairan Banjir Kanal Timur, Semarang bulan Agustus 1993 dimana diperoleh rata-rata kandungan Pb berkisar antara 1,019 ± 0,137 ppm, logam Cd antara 1,212 ± 0,154 ppm, logam Cu antara 66,093 ± 8,652 ppm dan logam Zn antara 75,662 ± 9,652 ppm. Dibandingkan dengan penelitian tesebut, ternyata Pb dan Zn yang terukur di daerah penelitian lebih tinggi sedangkan logam Cd dan Cu lebih rendah konsentrasinya. Hal ini di sebabkan karena di sekitar sungai Banjir Kanal Timur lebih banyak terdapat berbagai industri, antara lain industri kimia, farmasi, tekstil dan plastik ( BAPPEDA Jawa Tengah 1987, diacu dalam Sunoko dkk. 1993).


(49)

Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston Logam Pb dalam Seston

Konsentrasi logam Pb dalam seston disajikan pada Gambar 14. Pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb berkisar antara 13,587 – 30,556 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 10,556 – 20, 879 ppm.

0 5 10 15 20 25 30 35

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Pb dalam Seston (ppm)

I II

Gambar 14 Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II

Gambar 14 menunjukkan bahwa pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan oleh adanya kondisi pengambilan sampel yang berbeda. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23) dan sumber Pb dilokasi penelitian berasal dari laut, sehingga pada pengambilan I, Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pengambilan II.

Logam Cd dalam Seston

Konsentrasi logam Cd selama penelitian disajikan pada Gambar 15. Pada pengambilan I konsentrasinya berkisar antara 4,21 – 9,615 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 12,541 – 20,617 ppm. Konsentrasi Cd dalam seston sangat kecil dibanding dengan logam yang lainnya. Hal ini dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa sumber Cd di lokasi penelitian memang sangat kecil, sehingga kandungan dalam air juga kecil <1 ppb. Begitu juga kandungan logam Cd dalam sedimen yang cukup kecil (Gambar 13 b).


(50)

0 5 10 15 20 25

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Cd dalam Seston (ppm)

I II

Gambar 15 Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II

Secara umum konsentrasi logam Cd dalam seston saat pengambilan II lebih tinggi dibandingkan pada pengambilan I. Pada saat pengambilan II di lokasi penelitian telah turun hujan lebat, yang menyebabkan air sungai sebagai sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cd dalam seston dari daerah daratan. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke Muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai. Keadaan ini dapat dilihat dengan men ingkatnya debit sungai (Lampiran III), Cuaca Bulan September dan meningkatnya material tersuspensi (Gambar 31).

Kondisi pasang dan surut juga mempengaruhi besar kecilnya konsentrasi Cd yang terukur dilokasi penelitian. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23), menyebabkan massa air sungai yang masuk ke estuari lebih sedikit dan terencerkan oleh air laut, sehingga Cd dalam seston yang terukur pada pengambilan I sedikit lebih kecil. Sebaliknya pada pengambilan II, kondisi perairan surut, massa air lebih sungai lebih banyak masuk ke estuari sehingga Cd yang terukur sedikit lebih tinggi.

Logam Cu dalam Seston

Konsentrasi logam Cu dalam seston disajikan pada Gambar 16. Pada pengambilan I konsentrasi berkisar antara 13,33 – 44,258 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 37,14 – 97,826 ppm


(51)

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentras Logam Cu dalam

Seston (ppm)

I II

Gambar 16 Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II

Pada pengambilan II konsentrasi logam Cu dalam seston jauh lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai.

Logam Zn dalam Seston

Konsentrasi logam Zn dalam seston di lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 17. Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I berkisar antara 48,33 – 193,28 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 81,43 – 226,27 ppm.

0 50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Zn dalam

Seston (ppm)

I II


(52)

Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen. Pola Sebaran Logam Pb dalam Seston dan S edimen

Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 18.

Seston dan Sedimen

0 5 10 15 20 25 30 35

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Pb

(ppm)

Seston I Sedimen Seston II

Gambar 18 Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen

Gambar 18 menunjukkan bahwa baik pada pengambilan I maupun II konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada stasiun yang sering mengalami pergolakan akibat tingginya arus, seperti stasiun 4 dan 5, mempunyai konsentrasi logam dalam seston yang lebih tinggi. Selain itu ukuran sedimen yang terendapkan juga berukuran lebih besar (Gambar 35). Di daerah -daerah yang sering bergolak, sedimen tersuspensi yang berukuran lebih kecil tidak sempat mengendap sehingga logam yang terendapkan di stasiun ini juga cukup rendah. Sedimen yang lebih kecil leb ih banyak mengadsorpsi logam berat (Supriharyono, 2000)

Pola sebaran Logam Cd dalam seston dan sedimen

Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 19. Gambar 19 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cd dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Karena konsentrasinya yang selalu lebih besar dalam kolom air mengakibatkan logam Cd yang terendapkan dalam sedimen sangat kecil (<1 ppm).


(53)

Seston dan Sedimen

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Cd

(ppm)

Seston I Seston II Sedimen Gambar 19 Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen

Pola SebaranLogam Cu dalam Seston dan Sedimen

Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 20. Gambar 20 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II jauh lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada pengambilan II, di stasiun 2, 3 dan 7 konsentrasi logam Cu dalam seston lebih rendah daripada dalam sedimen dan stasiun 4, 5 dan 6 mempunyai konsentrasi yang hampir sama. Di stasiun 2 dan 3, penurunan konsentrasi ini mengindikasikan bahwa daerah ini merupakan daerah dimana sering terjadi flokulasi sedimen dan apabila proses ini berlanjut (gaya tarik lebih besar) floc yang terbentuk akan semakin besar dan pada saat arus tenang terjadi pengendapan. Proses ini sangat berhubungan dengan bahan organik. Laju pengendapan atau sedimentasi stasiun 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel 8. Adanya pengendapan di stasiun ini menyebabkan logam yang terukur dalam sedimen juga tinggi, dimana kehadirannya erat hubungannya dengan kehadiran bahan organik dalam sedimen(Gambar36).


(54)

Seston dan Sedimen

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Cu

(ppm)

Seston I Seston II Sedimen

Gambar 20 Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen

Tingginya konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II lebih banyak berkaitan dengan adanya masukan dari sungai yang lebih tinggi akibat adanya hujan yang turun pada malam harinya (Cuaca Bulan September dan lampiran 3). Air sungai lebih banyak membawa material tersuspensi yang dalam hal ini mengandung logam Cu.

Fohl, et al (1998) menyatakan bahwa konsentrasi logam Cd, Cu, dan Zn di material tersuspensi lebih tinggi atau lebih rendah daripada di sedimen disebabkan karena peranannya dalam siklus biologi, proses adsorpsi, pelarutan kembali selama pengendapan dan adanya perubahan antara sedimen – air melalui proses difusi atau secara biologi.

Pola sebaran Logam Zn dalam seston dan sedimen

Pola sebaran Zn dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 21

Seston dan Sedimen

0 50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konsentrasi Logam Zn

(ppm)

Seston I Seston II Sedimen


(55)

Gambar 21 menunjukkan bahwa pada pengambilan II konsentrasi logam Zn sedikit lebih tinggi daripada dalam sedimen dan pada pengambilan I ada beberapa yang konsentrasinya lebih kecil daripada sedimen yaitu stasiun 1, 2, 3, 5 dan 7 dan ada yang lebih tinggi yaitu di stasiun 4 dan 5. Tingginya konsentrasi Zn dalam seston di stasiun 4 dan 6 ini berkaitan dengan pengadukan sedimen oleh adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan yang dalam hal ini lokasi tersebut juga mempunyai kedalaman yang relatif lebih dangkal. Adanya pengadukan dasar perairan mengakibatkan terlepasnya sedimen yang dalam hal ini mengandung logam Zn ke kolom perairan dan menambah konsentrasi logam Zn dalam seston.

Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn

Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn Jenis logam

Pb Cd Cu Zn

Nilai Kapasitas Adsorpsi (%)

99.71 99.66 99.90 99.91

Tabel 6 memperlihatkan bahwa logam Pb, Cd, Cu, dan Zn mempunyai kapasitas adsorpsi yang cukup tinggi (>90%). Namun demikian nilai diatas belum dapat menggambarkan nilai kapasitas adsorpsi yang sebenarnya, di wilayah estuari. Diduga logam yang ditemukan di estuari ini, memang keberadaannya lebih banyak dalam fase partikel, bukan karena adanya proses adsorpsi oleh partikel.

Kondisi Pasang Surut

Berdasarkan data Dinas Hidrooseanografi (DISHIDROS) menunjukkan bahwa tipe pasut Perairan Semarang didominasi oleh tipe semidiurnal, yaitu terdapat 2 periode pasang tinggi dan dua periode pasang rendah setiap hari (satu hari terjadi dua kali pasang dan 2 kali terjadi surut). Gambar 22 menyajikan kondisi pasang surut daerah penelitian (Bulan September 2005 ).


(1)

Lanjutan

Logam Zn

y = -0,3062x + 145,05 R2 = 0,0292 0

50 100 150 200

0 20 40 60 80

Bahan Organik (%)


(2)

Lampiran 6

Analisa logam berat terlarut dalam air laut,

dalam seston

dan dalam

sedimen (Hutagalung, 1997)

Penentuan Pb Cd, Cu dan Zn terlarut dalam air laut

:

1.

Diambil sampel air laut sebanyak 250 ml (contoh air laut telah di saring

dengan kertas saring (ukuran pori 0,45

µ

m))

2.

pH contoh disesuaikan menjadi

±

3

3.

Sampel ditambahkan larutan APDC (2%) sebanyak 5 ml, lalu dikocok

selama 10 menit.

4.

Kemudian di tambah 10 ml MIBK

5.

Sampel dikocok lagi dan dibiarkan sampai terbentuk 2 fase

6.

Fase an organik (lapisan bawah) di buang dan diambil fasa organiknya

(lapisan atas)

7.

Fasa organik ini di tambahkan HNO

3

sebanyak 1 ml dan dikocok kembali

8.

Kemudian di tambah 9 ml aquabidest dan dikocok

9.

Sampel dibiarkan sampai terbentuk dua fasa.

10. Diambil fasa an organiknya (lapisan bawah) dan siap diukur dengan AAS

Analisis logam berat dalam sedimen

1.

Sampel sedimen dimasukkan dalam beker teflon atau plastik.

2.

Dikeringkan dalam oven pad a suhu 105

0

C selama 24 jam.

3.

Didinginkan dalam desikator.

4.

Diambil 10 – 20 gr, dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambah

500 ml air suling bebas ion dan diaduk. Disentrifuse selama 30 menit

dengan kecepatan 2000 rpm.

5.

Fase air dibuang dan dikeringkan kembali dalam oven dengan suhu 105

0

C

selama 24 jam.

6.

Diambil 1 gr dan dimasukkan dalam teflon Bomb.

7.

Ditambah aqua regia sebanyak 5 ml dan secara perlahan -lahan ditambah 6

ml HF.

8.

Dipanaskan pada suhu 130

0

C sampai semua sedimen larut dan larutan

hampir kering.


(3)

Lanjutan

10.

Ditambahkan 1 ml HNO

3

pekat dan diaduk pelan-pelan dan ditambah 9 ml

air suling bebas ion.

11.

Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen.

Kadar logam berat dalam sedimen dihitung dengan persamaan :

Kadar, ppm (mg/kg) =

c

axb

Keterangan :

a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS b = Volume akhir larutan contoh (10 ml) c = Berat contoh sedimen (1 gr)

Analisis logam berat dalam seston

1.

Contoh seston (bersama kertas saring) dikeringkan dalam oven pada suhu

105

0

C selama 24 jam.

2.

Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang beratnya

3.

Dimasukkan dalam

“teflon bomb

” dengan menggunakan pinset teflon

4.

Ditambah aqua regia sebanyak 1 ml dan secara perlahan -lahan ditambah 1

ml HF.

5.

Dipanaskan melalui penangas air pada suhu 90 – 100

0

C dan didinginkan

6.

Larutan contoh dimasukkan dalam labu ukur polietilen (25 ml) yang telah

berisi campuran 5 ml asam borat dan 5 ml air suling bebas ion. Air

pembilas digabung dengan larutan contoh.

7.

Diencerkan sampai batas tera dengan air suling bebas ion.

8.

Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen.

Kadar logam berat dalam seston dihitung dengan persamaan :

Kadar, ppm (

µ

g/g) =

d

c

axb

Keterangan :

a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS b = Volume akhir larutan contoh (25 ml) c = Berat kertas saring dengan seston (gr) d = Berat kertas saring tanpa seston (gr)


(4)

Lampiran 7 Analisa oksigen terlarut (titrasi

Winkler

)

1.

Isi penuh botol BOD ukuran 100 ml dengan air contoh

2.

Tambahkan 1 ml MnCL

2

dan tutuplah botol BOD dan ratakan campuran

dengan membalikkan botol berulang-ulang

3.

Tambahkan 1 ml Naoh?KI, kemudian tutuplah botol dan ratakan campuran

dengan membalikkan botol berulang-ulang.

4.

Tambahakan 1 ml H

2

SO

4

dan ratakan campuran dengan membalikkan

botol berulang-ulang setelah botol ditutup

5.

Ambil 50 ml air dari botol dan tuangkan dalam erlemeyer ukuran 100 ml

6.

Titrasi dengan Na

2

S

2

O

3

sampai terjadi perubahan warna kuning menjadi

kuning pucat , lalu tambahkan satu tetes amilum dan teruskan titrasi

sampai terjadi perubahan warna biru menjadi tidak berwRN (catat volume

total Na

2

S

2

O

3

sebelum dan sesudah titrasi)

7.

Hitung konsentrasi oksigen dengan rumus :

Kadar O

2

(mg/l) =

v

x

VxNx

8

1000

Dimana :

V= volume Na

2

S

2

O

3

(ml);

N= konsentrasi Na

2

S

2

O

3

(0.025N)


(5)

Lampiran 8 Analisa material organik dalam sedimen (metode pengabuan) dan

analisa kandungan bahan organik total (TOM), metoda titrasi

Material organik dalam sedimen

Sampel sedimen sebanyak 10 gram di anginkan dengan cawan arloji

selama 24 jam setelah itu dipanaskan selama

±

1 hari sampai suhu 80

0

C untuk

mengetahui kadar air. Emudian dipanaskan lagi pada suhu 600

0

C di dalam tanur

sampai mencapai berat konstan dan diperoleh kadar bahan organik.

Analisa kandungan bahan organik total (TOM), metoda titrasi

1.

Diambil contoh air sebanyak 50 ml dan dimasukkan dalam erlemeyer.

2.

Ditambah 9,5 ml KMNO

4

dan 10 ml H

2

SO

4

3.

Dopanaskan sampai suhu 70 –80

0

C, dan ditambah Natrium Oksalat 0,01

dengan pelan-pelan sampai tak berwarna

4.

Dititrasi dengan KMNO

4

0,01 sampai terjadi perubahan warna (merah

jambu) dan dicatat volume titran yang dipakai (X ml)

5.

Diambil 50 ml aquades dan dilakukan prosedur 1 – 6 dan catat titran yang

dipakai (Y ml).

6.

Kandungan TOM dihitung dengan persamaan :

TOM (mg/l) =

r

mlcontohai

x

x

x

Y

X

_

)

31

.

6

0

.

01

1000

(

Dimana : 31,6 = seperlima dari BM KMNO

4

karena tiap mol KMNO

4

melepaskan oksigen dalam reaksi ini

0,01 = Normalitas KMNO

4


(6)

Lampiran 9. Nilai salinitas pada saat pasang dan surut.

Nilai salinitas (

0

/

00

) pada kedalaman 0, 30, 60 dan 90 cm pada saat pasang

Kedalaman

Stasiun 0 cm 30 cm 60 cm 90 cm

St.1 0 2 5 10

St.2 10 17 25 30

St.3 14 26 30 30

St.4 26 30 30

St.5 28 30 30

St.6 28 30 30 30

St.7 31 31 31 31

Nilai salinitas (

0

/

00

) pada kedalaman 0, 30, 60 dan 90 cm pada saat surut

Kedalaman

Stasiun 0 cm 30 cm 60 cm 90 cm

St.1 0 0 0 0

St.2 5 5 15 20

St.3 10 10 20 25

St.4 15 20 25

St.5 20 25 30

St.6 28 30 30 30