Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon Rhizophora mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang

(1)

AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL (Pb) PADA POHON Rhizophora mucronata DI HUTAN MANGROVE

DESA NELAYAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN DAN DESA JARING HALUS KECAMATAN

SECANGGANG

SKRIPSI

OLEH :

KANVEL PRIT SINGH 091201147

Skripsi sebagai Satu diantara beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon Rhizophora mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa

Jaring Halus Kecamatan Secanggang Nama Mahasiswa : Kanvel Prit Singh

NIM : 091201147

Program Studi : Kehutanan Minat : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, P.hD Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

ABSTRAK

KANVEL PRIT SINGH: Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon R. mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Dibawah bimbingan YUNASFI dan MISWAR BUDI MULYA.

Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, daun, kulit batang R. mucronata dan mengetahui kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat. Pengambilan sampel dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Analisis Logam berat Cu dan Pb dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Dengan menggunakan metode Atomic Arbsorbsion Spectrophotometer (AAS).

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan logam berat Cu pada kulit batang dan daun di Desa Jaring Halus lebih besar dibandingkan Desa Nelayan. Sedangkan kandungan Cu pada Akar lebih besar di Desa Nelayan. Kandungan Logam Pb pada kulit batang dan akar di Desa Jaring Halus lebih besar dibanding Desa Nelayan. Sedangkan pada daun lebih besar di Desa Nelayan. Berdasarkan faktor biokonsentrasi, kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu dikategorikan sedang, sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Pb dikategorikan rendah.


(4)

ABSTRACT

KANVEL PRIT SINGH : Accumulation of heavy metals of copper (Cu) and lead (Pb) on r. mucronata in Mangrove Forests Nelayan village Subdistrict Medan Labuhan and the village of Jaring Halus Sub-district Secanggang. Under the guidance of YUNASFI and MISWAR BUDI MULYA.

The purposes of researching is to analyze the content of heavy metals Cu and Pb on roots, leaves, the bark of R. mucronata and knowing the ability of R. mucronata in accumulating heavy metals. The sample was done in two locations: Nelayan village sub-district medan labuhan and Jaring Halus villages sub-district secanggang. Analysis of heavy metals Cu and Pb is carried out in a laboratory research, the faculty of pharmaceuticals, university of north sumatera. By using the method atomic arbsorbsion spectrophotometer (AAS).

The results of this research indicate that the heavy metal content of Cu in the bark and leaves in Jaring Halus Village is larger than in Nelayan village. While the content of Cu in Roots in the Nelayan village. The metal content of Pb in the bark and roots in the village of Jaring Halus larger than a Nelayan village. While the larger leaves in the Nelayan village. Based on the Bioconcentration factor, the ability of R. mucronata in accumulate heavy metals Cu zoned medium, whereas in accumulate heavy metals Pb categorized low.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan tanggal 28 November 1991 dari Ayah Pritam Singh dan Ibu Rawinder Jit Kaur. Menamatkan Sekolah Dasar dari SD SINGOSARI pada Tahun 2003. Kemudian melanjutkan sekolah SMP di SMP SWASTA HARAPAN MANDIRI yang tamat tahun 2006. Melanjut ke SMA NEGERI 2 MEDAN tamat tahun 2009.

Tahun 2009 melanjutkan ke Perguruan Tinggi Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN dengan jurusan Kehutanan. Penulis melakukan penelitian dengan judul Akumulasi Logam Berat pada Pohon R. mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Penulis masuk organisasi Perhumpunan Masyarakat Punjabi Sikh Indonesia tahun 2013, mengikuti kegiatan P2EH (Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan) tahun 2011 di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Tongkoh selama 10 hari. Penulis melakukan PKL (Praktik Kerja Lapang) di HPHTI PT. ITCI Hutani Manunggal, Kalimantan Timur pada tanggal 11 Februari sampai 11 Maret 2013.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Akumulasi Logam Berat pada Pohon Rhizophora mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang” ini dengan baik. Tujuan penelitian untuk menganalisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, kulit batang, dan daun pohon R. mucronata serta untuk mengetahui kemampuan R. mucronata mengakumulasi logam berat Cu dan Pb di kawasan Hutan Mangrove Desa nelayan dan Desa Jaring Halus. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan studi pada jenjang Strata satu (S1) Kehutanan menurut kurikulum Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucakan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Kedua orang tua, ayahanda Pritam Singh dan ibunda Rawinder Jit Kaur. yang telah banyak memberi dukungan dengan baik kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si selaku anggota komisi pembimbing dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si, P.hD Selaku ketua Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara dan seluruh staff pengajar.

4. Laboran dan teman teman di Laboratorium Penelitian Farmasi USU (Yade Metri Pratama, Henny Sri Wahyuni, Ajeng Paramita, Debora) yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.


(7)

5. Tim di lapangan (Khairani rezeki, M Ali Umar Siregar, Viraj Sakhira) atas bantuannya sewaktu pengambilan sampel di lapangan.

6. Teman-teman BDH 09 seperjuangan yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

7. Teman-teman satu kelompok PKL (Praktik Kerja Lapang) M. Ali Umar, Khairani Rezeki, Hadyan Tamam Ahta.

8. Sahabat yang telah membantu penulis semasa mengerjakan skripsi (Silky Ghuman, Harwinder Singh, Vins Oberoi).

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menyumbangkan pengetahuan bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan.

Medan, Oktober 2013


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran Penulisan... 4

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Mangrove ... 6

Taksonomi Rizhophora mucronata... 7

Struktur dan Zonasi Hutan Mangrove ... 8

Mekanisme Penyerapan Logam Berat Oleh Mangrove ... 9

Pengertian Logam Berat ... 10

Tembaga (Cu) ... 12

Timbal (Pb)... 13

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

Alat dan Bahan... 14

Prosedur Penelitian ... 15

Pengambilan Sampel... 15

Preparasi Sampel Akar, Daun, Kulit Batang dan Sedimen ... 15

Preparasi Sampel Air ... 16

Pembuatan Larutan Standar Cu dan Pb... 16

Prinsip Kerja Atomic Arbsorpsion Spectrofotometer (AAS) ... 17

Analisis Data... 18

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 19

Kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan di Perairan Belawan ... 19

Kawasan Hutan Mangrove Desa Jaring Halus... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21

Kondisi Lingkungan Perairan (SuhuUdara, Suhu Air, pH Air,dan Salinitas ... 21

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Akar, Daun dan Kulit Batang R. mucronata... 21


(9)

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan

Sedimen ... 22

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. mucronata Dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb ... 23

Pembahasan ... 23

Kondisi Lingkungan Perairan (Suhu Udara, Suhu Air, pH Air, dan Salinitas ... 23

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Akar R. mucronata ... 26

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Daun R. mucronata ... 27

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Kulit Batang R. mucronata ... 28

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan Sedimen ... 30

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. mucronata Dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(10)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan ... 21 2. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada

Akar, Daun dan Kulit Batang R. Mucronata ... 22 3. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada

Air dan Sedimen ... 22 4. Nilai faktor Biokonsentrasi (BCF) Cu dan Pb di Desa Nelayan


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penulisan ... 5 2. Pola Pengambilan Sampel Pohon, Air dan Sedimen ... 17


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Alur Kegiatan Penelitian ... 40 2. KEPMEN LH No 51. Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut Untuk

Biota Laut ... 49 3. Data Dasar Konsentrasi Logam Berat ... 51 4. Tally Sheet Pengambilan Sampel di Lapangan ... 54


(13)

ABSTRAK

KANVEL PRIT SINGH: Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon R. mucronata di Hutan Mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Dibawah bimbingan YUNASFI dan MISWAR BUDI MULYA.

Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, daun, kulit batang R. mucronata dan mengetahui kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat. Pengambilan sampel dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Analisis Logam berat Cu dan Pb dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Dengan menggunakan metode Atomic Arbsorbsion Spectrophotometer (AAS).

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan logam berat Cu pada kulit batang dan daun di Desa Jaring Halus lebih besar dibandingkan Desa Nelayan. Sedangkan kandungan Cu pada Akar lebih besar di Desa Nelayan. Kandungan Logam Pb pada kulit batang dan akar di Desa Jaring Halus lebih besar dibanding Desa Nelayan. Sedangkan pada daun lebih besar di Desa Nelayan. Berdasarkan faktor biokonsentrasi, kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu dikategorikan sedang, sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Pb dikategorikan rendah.


(14)

ABSTRACT

KANVEL PRIT SINGH : Accumulation of heavy metals of copper (Cu) and lead (Pb) on r. mucronata in Mangrove Forests Nelayan village Subdistrict Medan Labuhan and the village of Jaring Halus Sub-district Secanggang. Under the guidance of YUNASFI and MISWAR BUDI MULYA.

The purposes of researching is to analyze the content of heavy metals Cu and Pb on roots, leaves, the bark of R. mucronata and knowing the ability of R. mucronata in accumulating heavy metals. The sample was done in two locations: Nelayan village sub-district medan labuhan and Jaring Halus villages sub-district secanggang. Analysis of heavy metals Cu and Pb is carried out in a laboratory research, the faculty of pharmaceuticals, university of north sumatera. By using the method atomic arbsorbsion spectrophotometer (AAS).

The results of this research indicate that the heavy metal content of Cu in the bark and leaves in Jaring Halus Village is larger than in Nelayan village. While the content of Cu in Roots in the Nelayan village. The metal content of Pb in the bark and roots in the village of Jaring Halus larger than a Nelayan village. While the larger leaves in the Nelayan village. Based on the Bioconcentration factor, the ability of R. mucronata in accumulate heavy metals Cu zoned medium, whereas in accumulate heavy metals Pb categorized low.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangrove merupakan satu diantara beberapa ekosistem pesisir yang mempunyai peran penting. Ekosistem mangrove memiliki tingkat produktivitas paling tinggi dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya. Mangrove juga merupakan tempat mencari makan dan berkembang biak bagi udang dan ikan serta kerang dan kepiting. Ekosistem mangrove bagi manusia juga bermanfaat baik secara langsung dan tidak langsung terhadap sosio-ekonomi penduduk sekitar. Selain itu, ekosistem mangrove juga berfungsi sebagai perangkap sedimen dan mencegah erosi serta intrusi air laut (Harty, 1997).

Banyaknya usaha pemanfaatan mangrove, menyebabkan luas mangrove berkurang dari tahun ke tahun. Kegiatan ini seperti reklamasi pantai, pembukaan lahan untuk pertanian dan budidaya perikanan, industri serta pengembangan perumahan di daerah pesisir. Dampak langsung yang disebabkan oleh kegiatan di atas adalah masuknya limbah kedalam ekosistem mangrove terutama limbah

yang mengandung logam berat. Peningkatan kadar logam berat pada ekosistem mangrove dapat juga berasal dari perkapalan, wisata,

tumpahan minyak, pengolahan limbah tumbuhan serta peningkatan sampah dan aktivitas pertambangan. Konsentrasi logam berat yang tinggi akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan daya toksisitas, persistan dan bioakumulasi logam itu sendiri (Lindsey dkk., 2004 dalam Hamzah dan Setiawan, 2010).


(16)

Berdasarkan penelitian Panjaitan, dkk., (2009) diperoleh data kandungan logam berat Pb dan Cu di hutan mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan. Pada air diperoleh kandungan Cu 0,1198 mg/L dan kandungan Pb 0,4522 mg/L. Pada sedimen diperoleh kandungan Cu 9,0735 mg/L dan kandungan Pb 9,9500 mg/L. Dari data tersebut diperoleh bahwa air laut pada Hutan Mangrove Kecamatan Medan Labuhan tercemar logam berat Cu dan Pb karena melewati batas yang ditetapkan oleh KEPMEN LH No.51 Tahun 2004 yaitu sebesar 0,05 mg/L.

Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal adalah makanan dan minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hematologic, hematotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat ditoleransi dalam seminggu dengan takaran 50 mg/kg berat badan untuk dewasa


(17)

dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5-3 ppm.

Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat. Kehadiran tembaga pada limbah industri biasanya dalam bentuk ion bivalen Cu (II) sebagai hydrolitic product. Beberapa industri seperti pewarnaan, kertas, minyak, industri pelapisan melepaskan sejumlah tembaga yang tidak diharapkan. Tembaga dalam konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah kering) dijumpai pada sedimen di laut dan pada sejumlah pelabuhan-pelabuhan.

Berdasarkan penelitian Handayani, (2006) diperoleh data akumulasi logam berat Cu pada akar pohon R. mucronata sebesar 24,431 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa pohon R. mucronata dapat dijadikan bioakumulator logam berat Cu pada hutan mangrove.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, daun, dan kulit batang pohon Rhizophora mucronata.

2. Mengetahui kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu dan Pb pada hutan Mangrove Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang dan pada hutan mangrove Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan, sehingga dapat dijadikan akumulator pencemaran logam berat di kawasan hutan mangrove.


(18)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran mengenai akumulasi logam berat Cu dan Pb secara kuantitatif pada akar, daun, dan kulit batang pohon R. mucronata di Hutan mangrove Desa Nelayan dan Desa Jaring Halus.

2. Memberikan referensi bagi masyarakat agar menanam mangrove jenis tertentu sebagai akumulator logam berat agar tumbuhan dan hewan yang berada pada ekosistem pesisir dapat hidup dengan baik dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat pesisir.

Kerangka Pemikiran Penulisan

Industri perkotaan, limbah rumah tangga, kegiatan pertanian dan transportasi laut menyebabkan terjadinya limbah yang mengandung logam berat di dalamnya. Limbah yang dihasilkan akan berujung di kawasan perairan. Limbah tersebut akan menimbulkan pencemaran pada kawasan perairan. Pencemaran logam berat menyebabkan rusaknya ekosistem perairan dan penurunan kualitas hidup masyarakat pesisir. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat di hutan mangrove. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi masyarakat pesisir agar menanam mangrove jenis R. mucronata guna mengurangi pencemaran logam berat pada ekosistem pesisir dan agar hewan dan tumbuhan laut dapat tetap hidup dengan baik. Bagan kerangka penulisan penelitian disajikan pada Gambar 1.


(19)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penulisan

Hipotesis Penelitian

1. Kandungan logam berat pada akar pohon R. mucronata lebih tinggi dibandingkan pada daun dan kulit batang pohon R. mucronata

Limbah (logam berat) Limbah rumah

tangga

Rusaknya ekosistem perairan dan menurunnya kualitas hidup

masyarakat pesisir.

Peran R. mucronata di hutan mangrove dalam mengakumulasi logam berat.

Transportasi laut Industri

perkotaan

referensi bagi masyarakat untuk

menanam mangrove guna

memperbaiki ekosistem perairan serta tumbuhan dan hewan laut dapat tetap hidup dengan baik.

Kegiatan pertanian


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi mangrove

Hutan mangrove dapat didefenisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Kusmana, dkk., 2005).

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Ekosistem mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso 2004).


(21)

Taksonomi Rhizophora mucronata Kingdom : Plantae

Filum : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rhizophorales Famili : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora mucronata

Pohon tinggi dengan akar tunjang yang biasanya abortif, akar lateral banyak, tumbuh dari pangkal batang, bercabang-cabang, menggembung atau seperti pilar, menyokong pohon, akar udara yang menggantung kadang-kadang juga tumbuh dari cabang bagian bawah. Batang berbentuk silinder, mencekik, atau agak berputar di daerah yang kurang subur. Pepagan hampir hitam atau kemerahan, kasar, diantaranya ada yang bersisik dengan retak-retak melintang yang menonjol hampir melingkari batang. Daun memiliki ukurang yang lebih besar dibandingkan famili rhizophoraceae lainnya. Terdapat titik-titik hitam yang terlihat pada permukaan bawah, hijau mengkilap di atas dan lebih pudar di bawah. Perbungaan aksiler, menggarpu, agak renggang berbunga, berwarna kuning muda sampai hampir putih, daun mahkota melanset, kekuningan muda. Buah matang banir membulat telur memanjang. Pohon R. mucronata tumbuh pada pantai-pantai tropis dari Afrika Timur ke Madagaskar, pulau-pulau di Samudera Hindia, daratan Asia Tenggara, Indonesia dan Filipina, timur laut Australia dan Kepulauan Pasifik Selatan sejauh kelompok Tonga. Pada tahun 1922 jenis ini diintroduksi ke Hawaii dan tumbuh meliar di sana (Duke, dkk., 2008).


(22)

Suhu umum rata-rata bagi pertumbuhan R. mucronata adalah 20–30°C. Suhu rata-rata maksimum dari suhu musim kemarau adalah 23–38°C. Sedangkan suhu rata-rata minimum dari suhu musim hujan adalah 13–18°C. Suhu minimum

yang masih dapat ditoleransi adalah 10°C (Duke, 2006). Pertumbuhan tinggi R. mucronata terbaik diperoleh pada salinitas 7,5 – 15,0 dan 0,0 – 7,5 ppt.

Struktur dan Zonasi Hutan Mangrove

Menurut Bengen (2001) dalam Irwanto (2006), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia : Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp, yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp dan Xylocarpus spp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok sesuai dengan kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan mangrove, yakni:

1. Flora mangrove mayor (flora yang sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dan mengontrol garam. Contohnya


(23)

adalah: Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia, dan Nypa.

2. Flora mangrove minor, yaitu flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contohnya: Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegialitis, Achrostichum, Camptostemon, Schyphipora, Phempis, Osbornia, dan Peliciera.

3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus.

Mekanisme Penyerapan Logam Berat oleh Mangrove

Komunitas mangrove sering kali mendapatkan suplai bahan polutan seperti logam berat yang berasal dari limbah industri, rumah tangga, dan pertanian. Tumbuhan mangrove termasuk jenis tumbuhan air yang mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk mengakumulasi logam berat yang berada pada wilayah perairan. Proses absorpsi pada tumbuhan terjadi seperti pada hewan dengan berbagai proses difusi, dan istilah yang digunakan adalah translokasi. Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler agar dapat didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.

Soemirat (2003) menyatakan bahwa proses absorpsi dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu :

1. Akar, terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik. 2. Daun bagi zat yang lipofilik.


(24)

Tumbuhan mangrove mampu mengalirkan oksigen melalui akar ke dalam sedimen tanah untuk mengatasi kondisi anaerob pada sedimen tersebut. Jika logam berat memasuki jaringan, terdapat mekanisme yang sangat jelas, pengambilan (up taken) logam berat oleh tumbuhan di lahan basah adalah melalui penyerapan dari akar, setelah itu tumbuhan dapat melepaskan senyawa kelat, seperti protein dan glukosida yang berfungsi mengikat logam dan dikumpulkan ke jaringan tubuh kemudian ditransportasikan ke batang, daun dan bagian lainnya, sedangkan ekskresinya terjadi melalui transpirasi (Panjaitan, dkk., 2009).

Menurut Baker dan Walker, (1990) dalam MacFarlane, dkk., (2003) berdasarkan mekanisme fisiologis, mangrove secara aktif mengurangi penyerapan logam berat ketika konsentrasi logam berat di sedimen tinggi. Penyerapan tetap dilakukan, namun dalam jumlah yang terbatas dan terakumulasi di akar. Selain itu, terdapat sel endodermis pada akar yang menjadi penyaring dalam proses penyerapan logam berat. Dari akar, logam akan di translokasikan ke jaringan lainnya seperti batang dan daun serta mengalami proses kompleksasi dengan zat yang lain seperti fitokelatin.

Pengertian Logam Berat

Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan tambang, vulkanis dan sebagainya. Untuk kepentingan biologi Clark (1986); Diniah (1995) dalam Yudhanegara (2005) membagi logam kedalam tiga kelompok yaitu :

1. Logam ringan (seperti natrium, kalsium, dan lain-lain), biasanya diangkut sebagai kation aktif didalam larutan yang encer;


(25)

2. Logam transmisi (seperti besi, tembaga, cobalt dan mangan), diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi yang tinggi;

3. Logam berat dan metaloid (seperti raksa, timah hitam, timah, selenium, dan arsen), umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolisme dan sebagai racun bagi sel dalam konsentrasi rendah.

Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi ataupun dihancurkan dan merupakan zat yang berbahaya karena dapat terjadi bioakumulasi. Bioakumulasi adalah peningkatan konsentrasi zat kimia dalam tubuh mahluk hidup dalam waktu yang cukup lama, dibandingkan dengan konsentrasi zat kimia yang terdapat di alam. Logam berat terbagi atas 2 kelompok yaitu logam berat yang bersifat sangat beracun (toksik) seperti: Arsen(As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Cadmium (Cd) dan Chromium (Cr) dan logam esensial yang juga dapat menjadi racun apabila dikonsumsi secara berlebihan, antara lain: Tembaga (Cu), Besi (Fe), Zink (Zn) dan Selenium (Se).

Menurut Mason (1981); Moore dan Ramamoorthy (1984), Klasen dan Amdur (1986) bahwa logam berat pada umumnya bersifat toksik dan dapat terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup serta mengakibatkan terganggunya kesehatan makhluk hidup dan rusaknya berbagai organ tubuh.

Adanya toksisitas logam berat di dalam ekosistem perairan akan memberikan dampak negatif pada biota air yang terdapat didalamnya, yakni proses fisiologi akan terganggu, dapat menyebabkan terjadinya kecacatan morfologi pada biota air. Hal tersebut terjadi apabila ekosistem perairan mengalami pencemaran. Selain itu akan mengakibatkan tingginya konsentrasi


(26)

logam berat pada air, dengan terjadinya bioakumulasi juga akan menyebabkan konsentrasi logam berat dalam tubuh hewan air akan jauh lebih tinggi (Riani, 2010 a, b, c).

Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang diperlukan untuk terjadinya proses fisiologis secara normal dalam tubuh makhluk hidup, karena Cu merupakan logam esensial yang diperlukan makhluk hidup terutama dalam perannya sebagai kofaktor enzim (membantu kerja enzim). Bahkan pada tumbuhan seperti alga, Cu dapat berperan sebagai pembawa elektron baik pada proses fotosintesis maupun pada proses respirasi (Perales, dkk., 2007).

Tembaga (Cu) adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan liat yang melebur pada 1038°C. Potensial elektroda standarnya positif (+ 0,34 V), logam ini tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer (Vogel 1994). Logam ini banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasa dicampur dengan logam lain seperti alloi dengan perak, kadmium, timah putih, dan seng (Merian, 1994).

Tembaga bukan hanya meracuni hewan, tetapi juga bersifat toksik pada tumbuhan (jasad autotrof). Dalam hal ini tembaga dalam jumlah sedikit merupakan unsur yang esensial yang diperlukan oleh tubuh, karena tembaga akan berperan sebagai elemen penting dalam mengatur protein, berpartisipasi dalam transportasi elektron pada proses fotosintesis, membantu proses respirasi pada mitokondria, merespon stress oksidatif yang terjadi pada seluruh tubuh, membantu proses metabolisme pada dinding sel, dan akan membantu kerja hormon (Yruela, 2005).


(27)

Timbal (Pb)

Timbal adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Pb dan nomor atom 82. Lambangnya diambil dari bahasa Latin Plumbum. Timbal (Pb) adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi. Keberadaan timbal bisa juga berasal dari hasil aktivitas manusia, yang mana jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi. Pb terkonsentrasi dalam deposit bijih logam. Unsur Pb digunakan dalam bidang industri modern sebagai bahan pembuatan pipa air yang tahan korosi, bahan pembuat cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraetil. Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang toksik (beracun) terhadap manusia. Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb (Wikipedia, 2013).

Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5 ºC dan titik didih 1.740 ºC pada tekanan atmosfer. Timbal adalah logam yang yang dapat merusak sistem syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang untuk waktu yang lama. Timbal terdapat dalam beberapa isotop, kesemuanya adalah radiogenic dan merupakan produk akhir dari pemutusan rantai kompleks. Logam ini sangat resistan (tahan) terhadap korosi, oleh karena itu seringkali dicampur dengan cairan yang bersifat korosif (seperti asam sulfat) (BPLHD Jabar, 2013).


(28)

BAHAN DAN

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua stasiun pengamatan, stasiun I berada di kawasan pesisir Belawan yakni Hutan Mangrove Desa Nelayan sebagai daerah yang diduga tercemar karena dekat dengan industri dan stasiun II di Hutan Mangrove Desa Jaring Halus yang diduga sebagai daerah tidak tercemar (kontrol) karena jauh dari industri. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara dari bulan Mei sampai bulan Agustus 2013.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas : pisau, pita ukur, kamera, kompas, mortar dan pastle, botol akuades, labu Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, tanur (furmace), oven, corong, kertas saring Whatman ukuran 42, pH universal, krus porselen, gelas ukur, gelas beaker, labu takar 100 ml dan 25 ml, thermometer, hand refractometer, Pemanas (hot plate), wadah sampel, timbangan analitik, dan spektofotometri serapan atom.

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah : tally sheet pengambilan sampel, tali rafia, larutan HNO3 pekat, akuabides, larutan standar Cu dan Pb, sampel akar R. muconata yang terdiri atas akar tunjang, daun R. muconata yang terdiri atas daun tua dan daun muda, kulit batang R. mucronata yang terkena pasang surut air laut, sampel sedimen, sampel air laut.


(29)

Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada kedua lokasi dilakukan dengan mengikuti jalur transek sejajar garis pantai secara purposif. Sampel akar, daun, dan kulit batang diambil dari pohon R. muconata. Akar yang diambil adalah akar tunjang yang berada di atas batas yang terkena batas pasang surut air laut, sedangkan untuk daun yang diambil adalah daun muda pada pucuk dan daun tua pada pangkal ranting, Kulit batang pohon R. mucronata yang diambil adalah kulit batang yang terkena pasang surut air laut. Dari jalur transek diambil 3 titik sampel pada setiap lokasi dengan jarak antar titik sampel 50 meter. Pengambilan sampel pohon R. mucronata setiap titiknya dengan tiga ulangan. Data yang diambil berupa akar, daun, dan kulit batang R. mucronata. Sebagai data penunjang dilakukan juga pengukuran logam berat pada air permukaan dan sedimen (kedalaman ± 30 cm) serta pengukuran parameter kualitas air, seperti suhu udara, suhu air, pH air, dan salinitas pada keenam titik tersebut. Pola pengambilan sampel disajikan pada Gambar 2.

Preparasi Sampel Akar, Daun, Kulit batang dan Sedimen

Sampel akar, daun, kulit batang dihomogenkan dengan cara mengkompositkan sampel yang diambil dari tiga titik pengambilan pada setiap stasiun. Untuk preparasi akar, daun, dan kulit batang, sampel dipotong kecil-kecil sebelum dihaluskan. Demikian juga sampel sedimen yang dapat langsung dihaluskan. Setelah itu dikeringkan dalam oven pada suhu 105º C sampai diperoleh berat konstan.


(30)

Sampel akar, daun, kulit batang dan sedimen masing masing ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian diarangkan di atas hot plate hingga menjadi arang. Untuk mempercepat terjadinya arang dapat diteteskan sedikit HNO3 secara perlahan. Sampel yang telah menjadi arang dimasukkan dalam tanur pada suhu 700º C (pengabuan) sampai menjadi abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel akar, daun dan sedimen tersebut dilarutkan dengan menambahkan 10 ml HNO3 pekat.

Campuran larutan tersebut digerus di dalam wadah krus porselin lalu disaring kedalam labu ukur 25 ml dengan menggunakan kertas saring whatman ukuran 42. Krus yang telah digerus dibilas dengan menggunakan akuabides sebanyak dua kali agar kandungan logam yang masih menempel pada krus dapat larut. Setelah larutan disaring tambahkan akuabides hingga garis tanda batas pada labu ukur. Larutan yang diperoleh dapat diuji dengan menggunakan AAS.

Preparasi Sampel Air

Air laut diukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat. Panaskan dalam wadah Erlenmeyer dalam hot plate sampai volumenya menjadi 30 ml. Tambahkan kembali larutan dengan akuabides sampai volume menjadi 100 ml, kemudian diendapkan. Larutan yang telah diendapkan disaring fasa airnya dengan kertas saring whatman ukuran 42. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis dengan menggunakan AAS.

Pembuatan Larutan Standar Cu dan Pb

Larutan induk Cu dan Pb dengan konsentrasi 1000 ppm masing-masing di pipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml kemudian


(31)

ditambahkan akuabides sampai garis tanda akhir. Larutan yang diperoleh mengandung konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuabides sampai garis tanda akhir untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 10 ppm.

Untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm, berturut turut dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml dari larutan 10 ppm lalu masing masing dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir. Tahap – tahap kegiatan penelitian secara lengkap disajikan pada Lampiran 1.

Prinsip Kerja Atomic Absorpsion Spectrofotometer (AAS)

Alat AAS diset terlebih dahulu sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut. Kemudian dikalibrasikan dengan kurva standar dari masing-masing logam Cu dan Pb dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm. Diukur absorbansi dan konsentrasi masing- masing sampel.

Keterangan gambar

: Garis transek pada saat pengambilan sampel 50 m : Jarak antar plot pengambilan sampel

: plot pengambilan sampel

Gambar 2. Pola Pengambilan Sampel Pohon, Air dan Sedimen (Sumber http://muhamaze.wordpress.com)


(32)

Analisis Data

Konsentrasi Sebenarnya

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada akar, kulit batang, daun dan sedimen sesuai dengan standar operasional prosedur pada Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara maka digunakan rumus :

K Sebenarmya mg

L =

K AAS mgL x Larutan Sampel L

Berat Sampel mg

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada air maka digunakan rumus :

K Sebenarmya mg

L =

K AAS mgL x Larutan Sampel L

Berat Sampel ml Keterangan :

K.AAS : Konsentrasi yang tertera pada alat AAS K. Sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya

Vol Pelarut : Volume pelarut

Larutan Sampel : Volume larutan sampel pada saat pengujian Berat Sampel : Berat sampel yang akan diuji

faktor Biokonsentrasi (BCF)

Setelah kandungan logam berat dalam air diketahui maka data tersebut digunakan untuk menghitung kemampuan R. mucronata mengakumulasi logam berat Cu dan Pb melalui tingkat biokonsentrasi faktor (BCF) dengan rumus :

BCF Cu / Pb = [Logam Berat Cu / Pb] Tumbuhan [Logam Berat Cu / Pb] Air


(33)

Keterangan :

BCF > 1000 = Kemampuan Tinggi 1000 > BCF > 250 = Kemampuan Sedang BCF < 250 = Kemampuan Rendah

Analisis Deskriptif

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sesuai dengan baku mutu lingkungan yang terdapat dalam Kepmen KLH No. 51 Tahun 2004 untuk kualitas air (Lampiran 2). Sedangkan baku mutu untuk logam berat dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan IADC/CEDA (1997) mengenai kandungan logam yang dapat ditoleransi.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan di Perairan Belawan

Desa Nelayan ini berada di kecamatan Medan Labuhan, dengan luas daerah 420 Ha. Batas-batas wilayah desa ini sebagai berikut :

a) Sebelah utara berbatasan dengan Sei Deli atau Kelurahan Belawan Bahari b) Sebelah selatan berbatasan dengan Sei Mati

c) Sebelah barat berbatasan dengan Pekan Labuhan

d) Sebelah timur berbatasan dengan P.L Tiram / Sei Pegatalan

Secara topografi, kecamatan Medan Labuhan berada pada dataran rendah/rawa. Keadaan iklimnya termasuk tropis, dengan curah hujan rata-rata 22 mm/tahun dan suhu rata-rata harian 30ºC. Jenis tanah kecamatan ini umumnya adalah tanah aluvial dan tanah podsolik merah kuning. Secara sosial ekonomi penggunaan lahan untuk sawah dan ladang 0 ha, perkantoran 1 ha, bangunan


(34)

usaha 1 ha, dan pemukiman 85 ha. Jumlah penduduk di desa ini 7.716 jiwa menurut kewarganegaraannya.

Kawasan Hutan Mangrove Desa jaring halus

Desa Jaring Halus berada di Kabupaten Langkat, dengan luas daerah 141 ha. Batas-batas wilayah kabupaten ini adalah :

a) Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka b) Sebelah selatan berbatasan dengan Dati II Karo

c) Sebelah barat berbatasan dengan Dati I D.I Aceh (Aceh tengah) d) Sebelah timur berbatasan dengan Dati II Deli Serdang

Secara topografi, Kabupaten Langkat berada pada dataran rendah/rawa, bukit-bukit bergelombang dan dataran tinggi pada sisi barat Bukit Barisan dengan ketinggian 0 – 1200 meter diatas permukaan laut. Keadaan kelerengan di daerah ini didominasi kelerengan 0 – 2 % sebesar 59,40 % dari luas Kabupaten Langkat. Kelerengan terkecil adalah kelerengan 15 – 40 % sebesar 6,8 % dari luas lahan.

Keadaan iklim di Kabupaten Langkat ditandai dengan curah hujan yang bervariasi antara 2000 – 3500 mm/tahun. Rata-rata curah hujan per bulan adalah 142,59 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 10 hari per bulan. Jumlah penduduk di desa ini 3.051 jiwa yang terdiri atas 5 dusun. Desa ini mempunyai luas 2.554 ha. Secara sosial ekonomi penggunaan lahan dengan rincian untuk sawah dan ladang 0 ha, perkantoran 1 ha, perluasan daerah 85 ha, dan pemukiman 25 ha dan sisanya hutan. Pada tahun 2006, jumlah penduduk Desa Jaring Halus sebanyak 4.788 orang (1.288 KK) yang terdiri dari 2.288 laki-laki dan 2.500 perempuan. Masyarakat di desa ini terdiri dari berbagai suku seperti Melayu (mayoritas), Banjar, Mandailing, dan Jawa.


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Lingkungan Perairan (suhu udara, suhu air, pH air, dan salinitas) Kondisi lingkungan perairan hasil pengukuran secara insitu di lapangan, menunjukan hasil yang berbeda antar titik pengamatan. Suhu udara dan suhu air tertinggi terdapat di Hutan Mangrove Desa Jaring Halus demikian juga dengan pH air. Salinitas tertinggi diperoleh di Hutan mangrove Desa Nelayan. Hasil analisis parameter kualitas lingkungan perairan dari tiga titik pengambilan sampel di dua stasiun disajikan pada Tabel 1. Data dasar kondisi lingkungan perairan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 4.

Tabel 1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan

PARAMETER STASIUN

I II

pH air 7 7,3

Salinitas (ppt) 21,1 23,4

Suhu air (°C) 27,3 28,1

Suhu udara (°C) 31,6 33,3

Cu (ppm) 0.0439 0.0496

Pb (ppm) 0.0137 0.02457

Keterangan : Stasiun 1 = Desa Nelayan

: Stasiun 2 = Desa Jaring Halus

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada, Akar, Daun dan Kulit Batang R. mucronata

Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada kulit batang, akar, dan daun pohon R.mucronata diperoleh hasil bahwa kulit batang, akar dan daun lebih tinggi mengakumulasi logam Cu dibanding logam Pb. Secara rinci hasil analisis kandungan logam berat rata-rata pada kulit batang, akar


(36)

dan daun R. mucronata disajikan dalam Tabel 2. Data dasar konsentrasi logam berat secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 2. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb dalam akar, daun dan Kulit Batang R.mucronata

SAMPEL STASIUN Cu (mg/kg) Pb (mg/kg)

Akar I 5,033 0,884

Akar II 2,740 0,899

Daun I 7,697 1,160

Daun II 12,951 1,138

Kulit Batang I 8,357 1,115

Kulit batang II 21,734 2,480

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan Sedimen

Kandungan logam berat Cu dan Pb pada air dan sedimen pada air di kawasan Hutan mangrove Desa Jaring Halus lebih tinggi dibanding kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan. Kandungan logam Cu dan Pb rata-rata pada sedimen di kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan lebih tinggi dibanding kawasan Hutan Mangrove Desa Jaring Halus. Secara rinci hasil analisis kandungan logam berat rata-rata pada air dan sedimen di dua stasiun pengambilan sampel disajikan dalam Tabel 3. Baku mutu air laut untuk lingkungan pelabuhan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 3. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan Sedimen

SAMPEL STASIUN Cu (mg/kg) Pb (mg/kg) BAKU MUTU

Air I 0.0439 0.0137 KEPMEN KLH No. 51

Tahun 2004 (0,008 mg/l).

Air II 0.0496 0.02457

Sedimen I 0.9003333 2,7588333 IADC/CEDA 1997

Cu (600 mg/kg) Pb (1000 mg/kg).


(37)

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. mucronata dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb

Berdasarkan hasil perhitungan nilai faktor biokonsentrasi (BCF) diketahui bahwa nilai BCF tertinggi adalalah untuk logam Cu yaitu 754.524 dan nilai BCF terendah 188.527 untuk logam Pb. Nilai faktor biokonsentrasi Cu dan Pb di dua stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) Cu dan Pb di Desa Nelayan dan Desa Jaring Halus.

STASIUN

Konsentrasi Cu

BCF Cu (L/kg)

Konsentrasi Pb

BCF Pb (L/kg)

Tumbuhan =

total akar, kulit batang dan daun (mg/kg)

Air (L/kg)

Tumbuhan =

total akar, kulit

batang dan

daun (mg/kg)

Air (L/kg)

I 21.0877 0.0439 480.357 3.1583 0.0137 230.533

II 37.4244 0.0496 754.524 4.6321 0.02457 188.527

Pembahasan

Kondisi Lingkungan Perairan (suhu udara, suhu air, pH, dan salinitas) Hasil pengukuran kualitas lingkungan perairan pada saat pengambilan sampel di stasiun I (Hutan Mangrove Desa Nelayan) rata-rata yang diperoleh sebesar 31,67°C. Hasil pengukuran kualitas lingkungan perairan pada stasiun II (Hutan Mangrove Desa Jaring Halus) diperoleh suhu udara rata-rata sebesar 33,33°C. Suhu udara pada stasiun II lebih tinggi dibanding suhu udara pada stasiun I. Hal ini dapat disebabkan oleh letak geografis dari kedua stasiun pengamatan. Suhu udara dari kedua stasiun pengamatan dapat dikategorikan tinggi, hal ini dapat terjadi karena tingginya intensitas matahari pada saat pengambilan sampel.Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga waktu yaitu pagi antara pukul 8.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB, siang antara pukul 13.00 WIB hingga 15.00 WIB, dan sore antara pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB.


(38)

Wisnubroto, dkk. (1982) menyatakan bahwa suhu udara dipermukaan bumi adalah relatif, tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti lamanya penyinaran matahari. Hal itu dapat berdampak langsung akan adanya perubahan suhu di udara. Suhu udara bervariasi menurut tempat dan dari waktu ke waktu di permukaan bumi. Menurut tempat suhu udara bervariasi secara vertikal dan horizontal dan menurut waktu dari jam ke jam dalam sehari, dan menurut bulanan dalam setahun.

Suhu air pada saat pengambilan sampel di stasiun I antara 27°C - 28°C dengan rata-rata 27,33°C. Sedangkan suhu air pada stasiun II antara 28°C – 28,3°C dengan rata-rata 28,1°C. Suhu air pada stasiun I lebih rendah dikarenakan keberadaan pohon R. mucronata pada Hutan Mangrove Desa Nelayan berada dalam penutupan permukaan air yang cukup rapat. Sedangkan pada stasiun kedua keberadaan pohon R.mucronata berada pada pinggir teluk sehingga penutupan permukaan air oleh tajuk cukup renggang. Suhu juga berpengaruh terhadap penyebaran dan pertumbuhan organisme. Sesuai dengan baku mutu yang dipakai untuk kualitas air di Indonesia yaitu KEPMEN LH No.51 Tahun 2004, suhu air dari kedua stasiun pengambilan sampel masih tergolong baik dan masih dapat mendukung kehidupan organisme yang hidup didalamnya yakni 28° - 32°C untuk kawasan mangrove.

Dari hasil pengukuran pH air pada stasiun pertama didapat nilai sebesar 7. Sedangkan pada stasiun kedua didapat nilai sebesar 7,15. Nilai pH air yang diperoleh dari kedua stasiun pengamatan bersifat netral. Nilai pH mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup didalamnya, pernyataan ini didukung oleh Odum (1971) yang menyatakan derajat keasaman atau pH merupakan suatu


(39)

indeks kadar ion hidrogen (H+) yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Derajat keasaman suatu perairan, baik tumbuhan maupun hewan sehingga sering dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau buruknya suatu perairan. Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan. Berdasarkan KEPMEN LH No.51 Tahun 2004 kedua perairan tersebut masih mendukung kehidupan organisme yang ada didalamnya.

Dari hasil pengukuran salinitas pada kedua stasiun, kisaran salinitas pada stasiun I antara 20 - 30 ppt dengan nilai rata-rata 23,4 ppt. Sedangkan pada stasiun II antara 20 – 30 ppt dengan nilai rata-rata 21,1 ppt. Perbedaan salinitas pada kedua stasiun tersebut disebabkan oleh waktu pengambilan sampel, pasang surut air laut, serta pasokan air yang lebih dominan antara air tawar dengan air laut. Pada stasiun I hutan mangrove sudah banyak yang dikonversi menjadi tambak dan kolam ikan, dalam pengelolaan tambak dan kolam ikan terdapat pompa yang mengambil air laut dan dimasukkan kedalam tambak sehingga mempengaruhi salinitas pada daerah tersebut. Menurut Hutagalung (1991) penurunan salinitas dan pH serta naiknya suhu menyebabkan tingkat bioakumulasi semakin besar karena ketersediaan logam tersebut semakin meningkat.

Kandungan Cu rata-rata pada air di stasiun I sebesar 0.0439 L/kg. Sedangkan pada stasiun II didapat data dengan rata-rata 0.0496 L/kg. Kandungan logam berat Cu pada stasiun II lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun I. Kandungan Pb rata-rata pada stasiun I sebesar 0,0137 L/kg, sedangkan pada stasiun II didapat data dengan rata-rata 0.02457 L/kg. Menurut KEPMEN KLH


(40)

No. 51 Tahun 2004 kandungan logam berat Cu dan Pb di kedua stasiun sudah melewati batas ditetapkan untuk baku mutu air laut yaitu 0.008 L/kg.

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Akar R. mucronata

Hasil pengukuran logam berat Cu dan Pb pada akar pohon R. mucronata menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan kandungan pada kulit batang dan daun. Pada stasiun I rata-rata kandungan Cu pada akar pohon R. mucronata sekitar 5,033 mg/kg. Rata-rata kandungan Pb sekitar 0,884 mg/kg. Pada stasiun II kandungan Cu pada akar pohon R. mucronata sekitar 2,740 mg/kg. Rata-rata kandungan Pb sekitar 0,899 mg/kg. Hal ini disebabkan karena akar tidak menyimpan lama zat yang telah diserap dari dalam tanah kemudian ditranslokasikan ke batang, daun, dan buah. Priyanto dan Prayitno (2004) menyatakan penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dibagi menjadi tiga proses, yaitu : pertama, penyerapan oleh akar agar tanaman dapat menyerap logam, maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik diserap oleh permukaan akar. Kedua, translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xylem dan floem) ke bagian tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme


(41)

detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar.

Selain itu tingginya kandungan Cu pada pohon berkaitan dengan mobilitas Cu yang merupakan unsur hara esensial mikro bagi tumbuhan. Dalam skala tertentu Cu merupakan unsur hara bagi tanaman. Namun pada konsentrasi yang besar Cu dapat menghambat metabolisme tanaman. Kandungan logam Pb lebih sedikit dikarenakan Pb bukan merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, sehingga logam Pb lebih sedikit terakumulasi oleh tanaman. Besarnya kandungan Cu dan Pb pada akar dipengaruhi oleh kriteria pengambilan sampel akar tunjang. Pada pengambilan sampel akar tunjang yang diambil merupakan akar tunjang yang belum terlalu tua dan dapat dipotong menggunakan pisau atau parang. Sehingga sampel akar yang diambil memiliki kandungan logam berat yang lebih sedikit dibandingkan sampel akar yang sudah keras dan tua. Priyanto dan Prayitno (2008) menyatakan bahwa agar tumbuhan dapat menyerap logam maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tumbuhannya.

Menurut Baker dan Walker, (1990) dalam MacFarlane, dkk., (2003) Terdapat sel endodermis pada akar yang menjadi penyaring dalam proses penyerapan logam berat. Dari akar, logam akan ditranslokasikan ke jaringan lainnya seperti batang dan daun serta mengalami proses kompleksasi dengan zat yang lain seperti fitokelatin.

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Daun R. mucronata

Berdasarkan pengukuran logam berat Cu dan Pb pada daun pohon R.mucronata menunjukkan hasil yang cukup tinggi. Pada stasiun I rata-rata


(42)

kandungan Cu pada daun pohon R. mucronata sebesar 7,697 mg/kg. Sedangkan kandungan Pb sebesar 1,160 mg/kg. Pada stasiun II rata-rata kandungan logam berat Cu sebesar 12,951 mg/kg. Rata-rata kandungan Pb sebesar 1,138 mg/kg. Kandungan Cu pada stasiun II lebih tinggi dibandingkan kandungan Cu pada stasiun I. Hal ini disebabkan diameter batang pohon yang berbeda pada kedua stasiun dan perbandingan antara daun tua (pada pangkal dengan ukuran yang cukup besar, ketebalan dan warna daun hijau tua) dan daun muda (pada pucuk, ukuran kecil, belum terlalu tebal dan warna daun hijau muda) yang dikompositkan. Kandungan logam pada daun muda lebih sedikit dibandingkan dengan daun tua. Soemirat (2003) menyatakan bahwa daun yang lebih muda lebih sulit mengarbsorbsi daripada daun yang sudah tua. Selain itu, umumnya mekanisme yang terjadi pada tumbuhan adalah mengakumulasi ion-ion yang berlebih dalam daun tua, yang akhirnya diikuti dengan abisisi (penggguguran) daun.

Banyaknya akumulasi Cu dan Pb pada bagian daun merupakan usaha lokalisasi yang dilakukan oleh tumbuhan yaitu mengumpulkannya dalam satu organ. Proses masuknya unsur Cu dan Pb ke dalam jaringan tumbuhan bisa melalui xylem ke semua bagian tumbuhan sampai ke daun atau dengan cara penempelan partikel Cu dan Pb pada daun dan masuk ke dalam jaringan melalui stomata (Dahlan, 1986).

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Kulit Batang R. mucronata

Hasil rata-rata pengukuran logam berat Cu pada kulit batang di stasiun I sebesar 8,358 mg/kg. Kandungan logam berat Pb rata-rata sebesar 1,115 mg/kg.


(43)

Pada stasiun II kandungan logam berat Cu rata-rata pada kulit batang sebesar 21,734 mg/kg. Rata-rata kandungan logam berat Pb sebesar 2,4803 mg/kg.

Kandungan logam berat Cu pada kulit batang stasiun I jauh lebih sedikit dibanding pada stasiun II. Hal ini disebabkan oleh perbedaan diameter batang pohon pada kedua stasiun. Kisaran diameter pohon di stasiun I sebesar 10,2 cm hingga 13,8 cm. Sedangkan kisaran pohon pada stasiun II sebesar 17,5 cm hingga 22,6 cm (Lampiran 4). Perbedaan diameter batang pohon menentukan banyaknya logam berat dan zat zat lain yang terakumulasi di dalam pohon tersebut. Semakin besar diameter batang pohon maka semakin besar kemampuan pohon tersebut mengakumulasi logam berat dan zat-zat lain. Lakitan (1996) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur hara, antara lain; a) faktor air untuk melarutkan unsur hara atau zat mineral sehingga mudah menyerap air, b) daya serap akar, tekanan setiap tumbuhan berbeda-beda. Besarnya tekanan akar dipengaruhi oleh besar kecilnya/tinggi rendahnya tumbuhan. Bukti adanya tekanan/daya dari serap yang terjadi pada akar ini adalah pada batang yang dipotong maka air tampak tergenang dipermukaan tunggaknya, c) daya isap daun disebabkan adanya penguapan (transpirasi) air dari daun yang besarnya berbanding lurus dengan luas bidang penguapan (intensitas penguapan). Kandungan logam berat Cu dan Pb tinggi pada bagian kulit batang tanaman. Hal ini disebabkan karena pada batang memiliki waktu yang lebih lama dalam mengakumulasi logam berat Cu dan Pb yang disimpan dalam jaringannya. Arisandy, dkk., (2012) menyatakan batang memiliki waktu yang lebih lama dalam mengakumulasi logam berat Timbal (Pb) yang disimpan dalam jaringannya dibandingkan pada daun maupun buah. Sedangkan pada akar memiliki nilai yang


(44)

tinggi karena akar merupakan bagian yang kontak langsung dengan sedimen yang tercemar, kemudian ditranslokasikan ke bagian lain.

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Air dan Sedimen

Dari hasil pengukuran logam berat Cu dan Pb pada air di kedua stasiun pengambilan sampel terlihat bahwa kandungan logam berat Cu memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan kandungan logam Pb. Hal ini disebabkan karena asal dari pencemaran logam Cu yang merupakan limbah utama industri yang berada diatas lokasi pengambilan sampel di stasiun I, limbah kawasan perkebunan kelapa sawit milik swasta dan pertanian milik masyarakat pada stasiun II. Kegiatan transportasi laut ikut menyumbang logam berat Cu di lingkungan namun dalam dosis yang tidak terlalu besar. Peran pertanian dalam mengeluarkan logam Cu melalui aplikasi pupuk pada tanaman, pemberian dosis pupuk yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran logam Cu di lingkungan. Pada kedua stasiun pengambilan sampel khususnya stasiun pertama merupakan daerah yang tercemar oleh kegiatan industri. Pada stasiun II terdapat industri pengelolaan kelapa sawit dan kegiatan transportasi laut untuk menghubungkan Desa Jaring Halus dengan Kecamatan Secanggang. Selain itu logam berat Pb berada pada lingkungan umumnya merupakan limbah dari kegiatan transportasi, dan kegiatan industri. Pada stasiun pertama kegiatan transportasi laut masih sedikit namun kegiatan industri sangat besar yaitu pada Kawasan Industri Medan yang berada di atas lokasi pengambilan sampel stasiun I.

Dari hasil pengukuran logam berat Cu pada stasiun I didapat data dengan rata-rata 0.0439 L/kg.Sedangkan pada stasiun II didapat data dengan rata-rata 0.0496 L/kg. Kandungan logam berat Cu pada stasiun II lebih tinggi dibandingkan


(45)

dengan stasiun I. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan watu dalam pengambilan sampel. Pada saat pengambilan sampel di stasiun I dilakukan pada saat pasang mati (sedikit air pasang yang masuk kedalam lokasi tersebut). Pada stasiun II pengambilan sampel dilakukan pada saat pasang besar (air pasang banyak masuk pada lokasi tersebut). Dari pengukuran kandungan logam berat Pb pada stasiun I didapat data dengan rata-rata 0,0137 L/kg, sedangkan pada stasiun II didapat data dengan rata-rata 0.02457 L/kg. Menurut KEPMEN KLH No. 51 Tahun 2004 kandungan logam berat Cu dan Pb di kedua stasiun sudah melewati batas ditetapkan untuk baku mutu air laut yaitu 0.008 L/kg. Kandungan logam berat Pb pada stasiun II lebih tinggi dibandingkan pada stasiun I diduga karena waktu pengambilan sampel yang berbeda dan adanya aktifitas transportasi laut yang cukup intensif pada stasiun II.Hoshika, dkk., (1991) menyatakan pola arus mempengaruhi keberadaan logam berat dalam air karena arus perairan dapat menyebabkan logam berat yang terlarut dalam air dari permukaan kesegala arah.

Dari hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada sedimen di kedua stasiun pengambilan sampel didapat kandungan logam berat Cu pada stasiun I dengan rata-rata 0.9003 mg/kg. Sedangkan pada stasiun II didapat kandungan logam berat Cu dengan rata-rata 0.776 mg/kg. Kandungan logam berat Cu pada stasiun I lebih tinggi dibanding stasiun II karena pada stasiun I banyak kegiatan industri dan pada stasiun II diumpamakan sebagai kontrol. Menurut IADC/CEDA 1997 dalam penentuan kadar logam yang masih dapat ditoleransi pada sedimen yaitu untuk Cu sebesar 600 mg/kg, maka pencemaran Cu pada kedua stasiun masih dapat ditoleransi.


(46)

Dari pengukuran kandungan logam berat Pb pada stasiun I didapat data dengan rata-rata 2.7588 mg/kg, sedangkan pada stasiun II didapat data dengan rata-rata 0.9003 mg/kg. Menurut IADC/CEDA 1997 dalam penentuan kadar logam yang masih dapat ditoleransi pada sedimen yaitu untuk Pb sebesar 1000 mg/kg. kandungan logam berat Pb pada sedimen di kedua stasiun masih masuk kedalam batas toleransi.

Kandungan logam berat pada sedimen lebih tinggi dibanding kandungan logam berat pada air. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengendapan pada sedimen pada saat kandungan logam berat pada air tinggi. Logam berat memiliki sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen.Sehingga kandungan logam berat pada sedimen lebih tinggi dibandingkan kandungan logam berat pada air.

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. mucronata dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb

Faktor biokonsentrasi (BCF) adalah konsentrasi suatu senyawa di dalam suatu organisme percobaan dibagi dengan konsentrasi senyawa tersebut dalam

medium air satuannya (L/kg). Untuk mendapatkan faktor biokonsentrasi dari R. mucronata maka kandungan logam berat Cu dan Pb dari akar, kulit batang dan

daun dibagi dengan konsentrasi logam berat Cu dan Pb pada air dari kedua stasiun. Faktor biokonsentrasi dihitung untuk melihat kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu dan Pb.

Dari hasil penghitungan nilai faktor biokonsentrasi untuk logam berat Cu pada stasiun pertama dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan R. mucronata mengakumulasi logam Cu lebih besar dibandingkan logam Pb. Untuk stasiun I


(47)

Nilai BCF logam Cu sebesar 480.357 dan untuk logam Pb sebesar 230.533. Pada stasiun II nilai BCF logam Cu sebesar 754.524 dan untuk logam Pb sebesar 188.527. Dalam mengakumulasi logam Cu R. mucronata dikategorikan sedang sedangkan dalam mengakumulasi Pb dikategorikan rendah.

Menurut Dahlan (1989) Konsentrasi Pb yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Pb hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun yaitu melalui stomata daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb lebih kecil, sehingga Pb dengan mudah masuk kedalam jaringan daun melalui proses penjerapan pasif. Konsentrasi yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun, yaitu melalui stomata daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb lebih kecil, sehingga Pb dengan mudah masuk kedalam jaringan daun melalui proses penjerapan pasif partikel Pb yang menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu, pertama


(48)

sedimentasi akibat gaya gravitasi. Kedua, tumbukan akibat turbulensi angin. Ketiga, adalah pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2–7 μm, oleh karena ukuran Pb yang demikian kecil, maka partikel Pb tidak larut dalam air dan senyawa Pb terperangkap dalam rongga antar sel sekitar stomata.


(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kandungan logam berat Cu pada akar R. mucronata di Desa Nelayan (5,033 mg/kg) lebih tinggi dibanding Desa Jaring Halus ( 2,740 mg/kg), sedangkan untuk kandungan Pb di Desa Jaring Halus (0,899 mg/kg) lebih besar dibanding Desa Nelayan (0,884mg/kg). Kandungan Cu pada daun R. mucronata lebih besar di Desa Jaring Halus (12,951 mg/kg) dibanding Desa Nelayan (7,697 mg/kg), sedangkan untuk kandungan Pb lebih besar di Desa Nelayan (1,160 mg/kg) dibanding Desa Jaring Halus (1,138 mg/kg). Kandungan Cu pada kulit batang R. mucronata di Desa Jaring Halus (21,734 mg/kg) lebih tinggi dibanding Desa Nelayan ( 8,357 mg/kg), kandungan Pb di Desa Jaring Halus (2,480 mg/kg) lebih tinggi dibanding Desa Nelayan (1,115 mg/kg).

2. Kemampuan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat Cu di Desa Nelayan dan Desa Jaring Halus dikategorikan sedang dengan nilai BCF sebesar 480,357 dan 754,524, sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Pb di Desa Nelayan dan Desa Jaring Halus dikategorikan rendah dengan nilai BCF sebesar 230,533 dan 188,527 .

Saran

Dari hasil penelitian yang didapat, walaupun mangrove R. mucronata mampu mengakumulasi dan mengurangi logam berat Cu dan Pb yang berada pada perairan dan sedimen namun perlu dilakukan keseragaman waktu dalam pengambilan sampel air, dan pada kisaran diameter tertentu pada pohon agar data


(50)

yang diperoleh lebih aktual. Perlu juga dilakukan penelitian lanjutan yang mengukur konsentrasi logam berat Cu dan Pb dari berbagai tingkat diameter pohon.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, B. 2001. Akumulasi dan Distribusi Logam Berat Pb dan Cu Pada Mangrove. (Avicennia marina) di Perairan Pantai Dumai, Riau. Jurnal Natur Indonesia. 80-86 hal.

Arisandy K R, dkk. 2012. Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Gambaran Histologi pada Jaringan Avicennia marina (forsk.) Vierh di Perairan Pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan.15-25 hal.

Bengen, D.G. 2001. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor.

BPLHD Jabar. 2013. Pencemaran Timbal.

http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bidang-pengendalian/subid-pemantauan-pencemaran/168-pencemaran-pb-timbal. [17 Januari 2013]. Dahlan, E.N. 1986. Pencemaran Daun Teh oleh Timbal sebagai Akibat Emisi

Kendaraan Bermotor di Gunung Mas Puncak. Makalah Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia, Panitia Nasional MAB, Jakarta.

Dahlan, E.N., 1989. Studi Kemampuan Tanaman dalam Menjerap dan Menyerap Timbal Emisi dari kendaraan Bermotor. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 102 hal.

Dahlan, Z., Sarno, dan A. Barokah. 2009. Model Arsitektur Akar Lateral dan Akar tunggang Bakau (Rhizophora apiculata Blume). Jurnal Penelitian Sains. 12209 hal.

Duke, N.C. 2006. Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. Stylosa, R. x annamalai, R. x lamarckii (Indo-West Pacific stilt mangrove). Indo-West Pasific Rhizophora Species.

Hamzah, F dan Setiawan, A., 2010. Akumulasi Logam Berat Pb, Cu dan Zn di Hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 41-52 hal.

Handayani, T. 2006. Bioakumulasi Logam Berat Dalam Mangrove Rhizophora mucronata dan Avisennia marina di Muara Angke Jakarta. Jurnal Teknik Lingkungan. 266-270 hal.

Hoshika, A., Shiozawa, T., Kawana, K., and Tanimoto, T., 1991. Heavy Metal Pollution in Sediment from the Seto Island, Sea, Japan. Marine Pollution Bulletin 23: 101-105 hal.

Hutagalung. H.P. 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat. Puslitbang Oseanologi. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. LIPI. Jakarta.


(52)

Harty, C. 1997. Mangroves in New South Wales and Victoria. Vista Publications, Melbourne.

Irwanto, 2008. Manfaat Hutan Mangrove. www.irwantoshut.co.cc. [12 Juli 2012]. Karimah, A., Gani, A. A, dan Asnawati. 2002. Profil Kandungan Logam Berat

Timbal (Pb) Dalam Cangkang Kupang Beras (Tellina versicolor). Fakultas MIPA Universitas Jember. Jawa Timur.

Kusmana, C. 2010. Respon Mangrove Terhadap Pencemaran. IPB Press. Bogor. MacFarlane, dkk 2003. Accumulation and Distribution of Heavy Metals in grey

mangrove, Avicennia marina (Forsk.) Vierh: Biological indication potential. Environmental pollution. 139-151 hal.

Mason, C.F. 1981. Biology of Fresh Water Pollution. Longman. New York. 351p. Merian, E. 1994. Toxic Metal In The Environment. VCH Verlagsgeselischatt

mbH. Weinheim.

Moore JW, Ramamoorthy S. 1984. Heavy Metal in Natural Waters. Springer-velag. New York, Berlin, Heidelberg. Tokyo 268p.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. (Terjemahan. Alih Bahasa Oleh H.M Eidman). Pt Gramedia. Jakarta.

Odum, H.T., 1971. Environment, Power, and Society. Wiley-Interscience, New York, NY

Panjaitan, G.S., A. Dalimunthe, dan Yunasfi. 2008. Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina di Hutan Mangrove. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Perales-Vela HV, Gonzalez MS, Montes H, Canizares VRO. 2007. Growth, photosynthetic and respiratory responses to sub-lethal copper concentrations in Scenedesmus incrassatulus (chlorophyceae). Chemosphere. 2274 – 2281 hal.

Priyanto B, Prayitno J. 2006. Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan

Pencemaran, Khususnya Logam Berat.

http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htm. [ 1 Oktober 2013]. Riani E, 2004. Pemanfaatan Kerang Hijau sebagai Biofilter Perairan Teluk

Jakarta. Pemda DKI Jakarta.

Riani E, 2011a. Peran Perempuan dalam Upaya Pelestarian Lingkungan. Bimbingan Teknis Program Pemberdayaan Perempuan Bagi Organisasi Perempuan. Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kemendagri, 19 Oktober 2011.


(53)

Riani E, 2011b. Peran Pendidikan dalam Membangun Prilaku Ramah Lingkungan (Green Behaviour) untuk Mewujudkan Janji Pemerintah Menurunkan Emisi GRK 26%. Nizam dan Munir E (Editors). Etika Abad XXI: Peran Manusia Dalam Perubahan Iklim, DPT-Dirjen Pendidikan Tinggi. Depdikbud (in-press).

Riani E, 2011c. Dampak Perubahan Iklim pada Reproduksi, Keamanan dan Ketahanan Pangan. Nizam dan Munir E (Editors). Etika Abad XXI: Peran Manusia Dalam Perubahan Iklim, DPT-Dirjen Pendidikan Tinggi. Depdikbud (in-press).

Riani E, 2012. Perubahan Iklim dan Biota Akuatik. IPB Press. Bogor.

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove, Makalah Disampaikan Pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta, Indonesia.

Santoso. N. H. W. Arifin. 2004. Rehabilitasi Hutan Mangrove Pada Jalur Hijau Di Indonesia. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP

Mangrove). Jakarta, Indonesia.

Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Tomlinson, P.B. 1986. The Botany of Mangrove. Cambridge University Press. Cambridge.

Vogel. 1994. Qualitative Inorganic analysis. Department of Chemistry Queens University. Belfast, N. Ireland.

Walsh, G.E. 1974. Mangroves: A review. In Reinhold, R. J. and W.H. Queen (ed.). Ecology of Halophytes. New York: Academic Press.

Wikipedia. 2013. Timbal (Pb). http:/id.wikipedia.org/wiki/timbale. [17 Januari 2013].

Wisnubroto,S,S.S.L Aminah, dan Nitisapto,M. 1982. Asas-asas Meteorologi Pertanian, Departemen Ilmu Tanah, UGM. Yogyakarta, dan Ghalia Indonesia. Jakarta.

Yruela I. 2005. Cooper in Plannts. Braz. J. Hydrol. 145-156 hal.

Yudhanegara, R.A. 2005. Penyerapan Unsur Logam Berat Pb dan Hg Oleh Eceng Gondok [Eichhornia crassipes (Mart). Solms] dan Kiapu ( Pistia stratiotes Linn). Skripsi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan IPB. Bogor.


(54)


(1)

Lampiran 2. KEPMEN LH No 51. Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

No Parameter Satuan Baku Mutu

FISIKA

1 Kecerahana m Coral : >3

Mangrove : - lamun : >3

2 Kebauan - Alami3

3 Kekeruhana NTU <5

4 Padatan tersuspensi total mg/l Coral : 20

Mangrove : 80 lamun : 20

5 Sampah - Nihil1(4)

6 Suhuc ◦C Alami -3(c)

Coral : 28-30(c)

Mangrove : 28-32(c)

lamun : 28-30(c)

7 Lapisan minyak5 - Nihil1(5)

KIMIA

1 pHd - 7 8,5(d)

2 Salinitase %o Alami-3(e)

Coral : 33-34(e)

Mangrove : s/d 34(e)

lamun : 33-34(e)

3 Oksigen terlarut mg/l >5

4 BOD5 mg/l 20

5 Ammonia total (NH3-N) mg/l 0.3

6 Fosfat (PO4-P) mg/l 0.015

7 Nitrat (NO3 - N) mg/l 0.008

8 Sianida (CN-) mg/l 0.5

9 Sulfida (H2S) mg/l 0.01

10 PAH (Poliaromatik hidrokarbon)

mg/l 0.003

11 Senyawa fenol total mg/l 0.002

12 PCB total (poliklor bifenil) µg/l 0.01

13 Surfaktan (deterjen) mg/l MBAS 1

14 Minyak dan lemak mg/l 1

15 Pestisidaf µg/l 0.01

16 TBT (tri butyl tin)6 µg/l 0.01

Logam Terlarut

17 Raksa (Hg) mg/l 0.001

18 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0.005


(2)

20 Kadmium (Cd) mg/l 0.001

21 Tembaga (Cu) mg/l 0.008

22 Timbal (Pb) mg/l 0.008

23 Seng (Zn) mg/l 0.05

24 Nikel (Ni) mg/l 0.05

BIOLOGI

1 Coliform (total)g MPN/100 ml 1000(g)

2 Patogen sel/100 ml Nihil1

3 Plankton sel/100ml tidak bloom6

RADIO NUKLIDA

1 Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4

Keterangan:

1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan)

2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional.

3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim)

4. Pengamatan oleh manusia (visual).

5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01mm

6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrient, cahaya, suhu, kecepatan arus dan kestabilan plankton itu sendiri

7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal

a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman

euphotic

b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman

c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alam. d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman

f. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.

Menteri Negara Lingkungan Hidup


(3)

Lampiran 3. Data Dasar Konsentrasi Logam berat.

NAMA SAMPEL K. AAS

VOL. PELAR

UT

BERAT SAMPE

L

K. SEBENARN

YA

RATA RATA

Daun Desa

Nelayan cu 1 1 25 5 6.777

7.697 Daun Desa

Nelayan cu 2

1.401

7 25 5 7.0085

Daun Desa Nelayan cu 3

1.861

1 25 5 9.3055

Daun Desa Jaring Halus cu 1

2.401

7 25 5 12.0085

12.950833 3 Daun Desa Jaring

Halus cu 2

2.918

6 25 5 14.593

Daun Desa Jaring Halus cu 3

2.450

2 25 5 12.251

Daun Desa Nelayan pb 1

0.204

2 25 5 1.021

1.1596666 7 Daun Desa

Nelayan pb 2 0.196 25 5 0.98

Daun Desa Nelayan pb 3

0.295

6 25 5 1.478

Daun Desa Jaring Halus pb 1

0.296

4 25 5 1.482

1.1375 Daun Desa Jaring

Halus pb 2

0.195

3 25 5 0.9765

Daun Desa Jaring Halus pb 3

0.190

8 25 5 0.954

Akar Desa Nelayan cu 1

0.803

4 25 5 4.017

5.0331666 7 Akar Desa

Nelayan cu 2 0.933 25 5 4.665

Akar Desa Nelayan cu 3

1.283

5 25 5 6.4175

Akar Desa Jaring Halus cu 1

0.507

7 25 5 2.5385

2.7396666 7 Akar Desa Jaring

Halus cu 2

0.536

4 25 5 2.682

Akar Desa Jaring Halus cu 3

0.599

7 25 5 2.9985

Akar Desa Nelayan pb 1

0.130

6 25 5 0.653

0.8835 Akar Desa

Nelayan pb 2

0.161

8 25 5 0.809

Akar Desa Nelayan pb 3

0.237


(4)

Akar Desa Jaring Halus pb 1

0.189

4 25 5 0.947

0.8985 Akar Desa Jaring

Halus pb 2

0.179

7 25 5 0.8985

Akar Desa Jaring

Halus pb 3 0.17 25 5 0.85

Kulit batang Desa Nelayan cu 1

0.953

1 25 5 4.7655

8.3575 Kulitbatang Desa

Nelayan cu 2

2.648

5 25 5 13.2425

Kulitbatang Desa Nelayan cu 3

1.412

9 25 5 7.0645

Kulitbatang Desa Jaring Halus cu 1

4.007

7 25 5 20.0385

21.733833 3 Kulitbatang Desa

Jaring Halus cu 2

3.849

6 25 5 19.248

Kulitbatang Desa

Jaring Halus cu 3 5.183 25 5 25.915

Kulitbatang Desa Nelayan pb 1

0.173

7 25 5 0.8685

1.1151667 Kulitbatang Desa

Nelayan pb 2

0.305

3 25 5 1.5265

Kulit batang Desa Nelayan pb 3

0.190

1 25 5 0.9505

Kulit batang Desa

Jaring Halus pb 1 0.26 25 5 1.3

2.4803333 3 Kulit batang Desa

Jaring Halus pb 2

0.370

7 25 5 1.8535

kulitbatangDesa Jaring Halus pb 3

0.857

5 25 5 4.2875

Sedimen Desa Nelayan cu 1

0.145

6 25 5 0.728

0.9003333 3 Sedimen Desa

Nelayan cu 2

0.174

3 25 5 0.8715

Sedimen Desa Nelayan cu 3

0.220

3 25 5 1.1015

Sedimen Desa Jaring Halus cu 1

0.177

2 25 5 0.886

0.776 Sedimen Desa

jaring halus cu 2

0.151

4 25 5 0.757

Sedimen Desa

jaring halus cu 3 0.137 25 5 0.685

Sedimen Desa Nelayan pb 1

0.481

4 25 5 2.407 2.7588333

3 Sedimen Desa

Nelayan pb 2

0.424


(5)

Sedimen Desa Nelayan pb 3

0.749 25 5 3.745

Sedimen Desa Jaring Halus pb 1

0.145

6 25 5 0.728

0.9003333 3 Sedimen Desa

Jaring Halus pb 2

0.174

3 25 5 0.8715

Sedimen Desa Jaring Halus pb 3

0.220 3

25 5 1.1015

Air DesaNelayan

cu 1 0.111

35

100 0.03885

0.0439016 67 Air DesaNelayan

cu 2

0.139 8

35

100 0.04893

Air DesaNelayan cu 3

0.125 5

35

100 0.043925

Air DesaJaring Halus cu 1

0.139 8

35

100 0.04893

0.0496066 67 Air Desa Jaring

Halus cu 2

0.142 7

35

100 0.049945

Air Desa Jaring Halus cu 3

0.142 7

35

100 0.049945

Air Desa Nelayan pb 1

0.041 7

35

100 0.014595

0.0137725 Air Desa Nelayan

pb 2 0.037

35

100 0.01295

Air DesaJaring Halus pb 1

0.080 1

35

100 0.028035

0.02457 Air DesaJaring

Halus pb 2

0.054 1

35

100 0.018935

Air DesaJaring Halus pb 3

0.076 4

35


(6)

Lampiran 4. Tally Sheet Pengambilan Sampel di Lapangan

Tally sheet pengambilan sampel di Desa Jaring Halus

TALLY SHEET PENGAMBILAN SAMPEL DESA JARING HALUS PLOT

KE

No.

POHON TINGGI DIAMETER pH PLOT

SUHU UDARA

SUHU

AIR SALINITAS

PLOT 1

1 20.6 m 18.36 cm

8 34 28

20

2 19.3 m 18.9 cm 30

3 18.56 m 17.5 cm 25

PLOT 2

1 19.5 m 16.87 cm

7 32 28

20

2 18.9 m 19.74 cm 20

3 17.5 m 17.56 cm 20

PLOT 3

1 21.5 m 19.56 cm

7 34 28.3

20

2 22.6 m 20.53 cm 28

3 21 m 21.32 cm 28

Tally sheet pengambilan sampel di Desa Nelayan

TALLY SHEET PENGAMBILAN SAMPEL DESA NELAYAN PLOT

KE

No.

POHON TINGGI DIAMETER pH PLOT

SUHU UDARA

SUHU

AIR SALINITAS

PLOT 1

1 14.5 m 10.2 cm

7 32 28

20

2 13.7 m 10.5 cm 30

3 12.8 m 11.2 cm 20

PLOT 2

1 14.5 m 10.3 cm

7 31 27

20

2 15 m 11.6 cm 20

3 15.5 m 10.8 cm 20

PLOT 3

1 16.4 m 12.05 cm

7 32 27

20

2 15.2 m 13.8 cm 20