Implementasi Undang-Undang No. 16 Tahun 1964 Tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanan di PPI Muara Angke

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964
TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK
SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE

WANDA PUTRI UTAMI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Implementasi UndangUndang No. 16 Tahun 1964 tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem
Bagi Hasil Perikanan di PPI Muara Angke adalah benar karya sendiri dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Bogor, Juli 2014
Wanda Putri Utami
NIM C44100070

ABSTRAK
WANDA PUTRI UTAMI. Implementasi Undang-Undang No. 16 Tahun 1964
tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanan di PPI
Muara Angke. Dibimbing oleh AKHMAD SOLIHIN dan DARMAWAN.
Perikanan di PPI Muara Angke menggunakan berbagai alat tangkap seperti
Boukeami atau jaring cumi, Purse Seine atau pukat cincin, Gillnet atau jaring
insang, dan bubu. Adapun pembagian hasil tangkapan yang berlaku sesuai dengan
Undang-Undang No.16 Tahun 1964 yaitu 60% untuk nelayan pemilik dan 40%
untuk nelayan penggarap. Namun untuk boukeami ada yang menggunakan
pembagian hasil 50:50. Menurut undang-undang tersebut besarnya pembagian
untuk tiap nelayan penggarap diatur pada Pasal 3 ayat (2) yaitu paling banyak
mendapatkan 3 bagian dan paling sedikit mendapatkan 1 bagian. Hal ini juga
berlaku di PPI Muara Angke. Namun praktek pembagian beban terdapat
perbedaan yang mengakibatkan nelayan penggarap mendapat jumlah yang lebih
sedikit.
Kata kunci: alat tangkap, bagi hasil, nelayan, Undang-Undang, PPI Muara Angke


ABSTRACT
WANDA PUTRI UTAMI. Implementation of Act No. 16, 1964 on Fisheries
Sharing System: Practice Fisheries Sharing System in PPI Muara Angke.
Supervised by AKHMAD SOLIHIN and DARMAWAN.
Fisheries in PPI Muara Angke is making use of fishing gears such as
boukeami or squid net, purse Seine, gillnet, and trap. Sharing system practices
which based on costums are in accord with the Act 16 of 1964, where the boat
owner receives 60% and the fish workers receive 40%. Although in boukeami
they use 50:50 sharing formula. According to the Act, the amount of allotment in
the worker’s share is regulated in Article 3 paragraph (2) which is no more than 3
shares and at least a share. This has actually been practiced in PPI Muara Angke.
However, there were differences in splitting the cost, expenses and expenditures
between what was said in the act with the practice. As result, the fish workers
receive less revenue.
Keywords: fishing gear, sharing revenue, fisherman, act, PPI Muara Angke

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964
TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK
SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE


WANDA PUTRI UTAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Implementasi Undang-Undang No. 16 Tahun 1964 Tentang
Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil
Perikanan di PPI Muara Angke
Nama
: Wanda Putri Utami

NIM
: C44100070
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Akhmad Solihin, SPi, MH
Pembimbing I

Dr Ir Darmawan, MAMA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Desember 2013 ini ialah
bagi hasil, dengan judul Implementasi Undang-Undang No. 16 Tahun 1964
tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanandi PPI
Muara Angke.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Akhmad Solihin SPi, MH dan
Bapak Dr Ir Darmawan, MAMA selaku pembimbing, Dr Ir Sugeng Hari Wisudo,
MSi selaku dosen penguji serta Dr Iin Solihin, SPi, MSi selaku komisi pendidikan
yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran. Selain itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak Unit Pengelola Teknis
Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (UPT
PKPP dan PPI) Muara Angke, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke dan
nelayan-nelayan di PPI Muara Angke yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu dan seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya serta kepada teman-teman PSP 47
yang telah memberikan dukungannya. Atas segala kekurangan yang ada, penulis
menerima segala masukan dan saran yang membangun.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Juli 2014
Wanda Putri Utami

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2


Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Obyek dan Alat Penelitian

3

Metode Penelitian

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5


Sistem Bagi Hasil berdasarkan Undang-Undang

5

Sistem Bagi Hasil di PPI Muara Angke berdasarkan Alat Tangkap

7

Perbandingan Undang-Undang dan Praktek di PPI Muara Angke

18

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19


Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Pembagian beban-beban berdasarkan Undang-Undang dan kebiasaan
Alat tangkap di PPI Muara Angke tahun 2013
Musim tangkapan per alat tangkap
Pembagian hasil boukeami atau jaring cumi
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% : 40%
musim panen
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% : 40%
musim sedang
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% : 40%
musim paceklik
Pendapatan nelayan penggarap boukeami atau jaring cumi tiap musim
menurut kebiasaan (bagi hasil 60% : 40%)
Pendapatan nelayan penggarap boukeami atau jaring cumi tiap musim
menurut Undang-Undang (bagi hasil 60% : 40%)
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% : 50%
musim panen
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% : 50%
musim sedang
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% : 50%
musim paceklik
Pendapatan nelayan penggarap boukeami atau jaring cumi tiap musim
menurut kebiasaan (bagi hasil 50% : 50%)
Pendapatan nelayan penggarap boukeami atau jaring cumi tiap musim
menurut Undang-Undang (bagi hasil 50% : 50%)
Pembagian hasil purse seine atau pukat cincin
Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim panen
Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim sedang
Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim paceklik
Pendapatan nelayan penggarap purse seine atau pukat cincin tiap
musim menurut kebiasaan
Pendapatan nelayan penggarap purse seine atau pukat cincin tiap
musim menurut Undang-Undang
Pembagian hasil gillnet atau jaring insang
Pendapatan gillnet atau jaring insang musim panen
Pendapatan gillnet atau jaring insang musim sedang
Pendapatan gillnet atau jaring insang musim paceklik
Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang tiap musim
menurut kebiasaan
Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang tiap musim
menurut Undang-Undang
Pendapatan nelayan penggarap bubu tiap musim
Selisih bagi hasil tiap alat tangkap

6
7
7
8
9
9
9
10
10
10
11
11
11
11
12
13
13
13
14
14
15
15
16
16
16
17
18
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Peta lokasi penelitian

2

Kapal boukeami atau jaring cumi
Kapal purse seine atau pukat cincin
Kapal gillnet atau jaring insang
Kapal bubu

8
12
15
17

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Biaya tetap boukeami atau jaring cumi per trip dalam satu tahun
Biaya variabel boukeami atau jaring cumi musim panen
Hasil tangkapan boukeami atau jaring cumi musim panen
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% :
musim panen
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% :
musim panen
Biaya variabel boukeami atau jaring cumi musim sedang
Hasil tangkapan boukeami atau jaring cumi musim sedang
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% :
musim sedang
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% :
musim sedang
Biaya variabel boukeami atau jaring cumi musim paceklik
Hasil tangkapan boukeami atau jaring cumi musim paceklik
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 60% :
musim paceklik
Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi bagi hasil 50% :
musim paceklik
Biaya tetap purse seine atau pukat cincin per trip dalam satu tahun
Biaya variabel purse seine atau pukat cincin musim panen
Hasil tangkapan purse seine atau pukat cincin musim panen
Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim panen
Biaya variabel purse seine atau pukat cincin musim sedang
Hasil tangkapan purse seine atau pukat cincin musim sedang
Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim sedang
Biaya variabel purse seine atau pukat cincin musim paceklik
Hasil tangkapan purse seine atau pukat cincin musim paceklik
Pendapatan nelayan purse seine atau pukat cincin musim paceklik
biaya variabel gillnet atau jaring insang per trip dalam satu tahun
biaya variabel gillnet atau jaring insang musim panen
Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang musim panen
Pendapatan gillnet atau jaring insang musim panen
Biaya variabel gillnet atau jaring insang musim sedang
Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang musim sedang
Pendapatan gillnet atau jaring insang musim sedang

21
21
21
40%
22
50%
22
22
22
40%
23
50%
23
23
23
40%
24
50%
24
24
24
25
25
25
25
26
26
26
26
27
27
27
27
28
28
28

31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43

Biaya variabel gillnet atau jaring insang musim paceklik
Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang musim paceklik
Pendapatan gillnet atau jaring insang musim paceklik
Biaya tetap bubu per trip dalam satu tahun
Biaya variabel bubu musim panen
Hasil tangkapan bubu musim panen
Pendapatan bubu musim panen
Biaya variabel bubu musim sedang
Hasil tangkapan bubu musim sedang
Pendapatan bubu musim sedang
Biaya variabel bubu musim paceklik
Hasil tangkapan bubu musim paceklik
Pendapatan bubu musim paceklik

28
29
29
29
29
30
30
30
30
30
31
31
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1964 tentang Bagi
Hasil Perikanan untuk meningkatkan taraf hidup nelayan penggarap (nelayan
buruh) dan memperbesar produksi ikan. Adanya undang-undang ini dapat
melindungi semua pihak yang terlibat dalam usaha perikanan tersebut dari unsurunsur yang bersifat pemerasan sehingga dapat menciptakan keadilan bagi kedua
belah pihak (Undang-Undang No.16 Tahun 1964).
Masyarakat sudah melakukan inisiatif untuk memperbaiki taraf hidupnya
dari kemiskinan dengan melakukan kerjasama antar nelayan yang memiliki modal
(nelayan pemilik) dan nelayan yang memiliki tenaga (nelayan penggarap) (Irwan
et al 1988 dalam Eidman 1993). Hubungan ini merupakan relasi patron-klien yang
saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Relasi ini membentuk suatu
kerjasama yang berupa pembagian hasil. Pola bagi hasil merupakan suatu strategi
adaptasi karena ketiadaan modal dari nelayan penggarap (Kusnadi 2007). Strategi
yang dibangun belum mampu menyelesaikan kemiskinan yang dialami oleh para
nelayan. Keterbatasan modal yang dimiliki oleh nelayan penggarap membuat
mereka tidak dapat berperan lebih dalam menentukan besarnya pembagian hasil.
Praktek sistem bagi hasil yang berjalan di PPI Muara Angke berdasarkan
adat dan kebiasaan masyarakat. Perjanjian yang dilakukan oleh nelayan pemilik
dan nelayan penggarap tidak tertulis. Nelayan penggarap memiliki posisi yang
lemah karena hidup mereka berada ditangan nelayan pemiik. Kepemilikan modal
dan alat yang terpusat kepada nelayan pemilik sehingga besarnya pembagian hasil
ditentukan oleh nelayan pemilik (Eidman 1993).
Pengaturan besarnya pembagian hasil dan beban-beban diatur pada UU No.
16 Tahun 1964 secara jelas antara beban yang ditanggung oleh nelayan pemilik
ataupun nelayan penggarap dalam rangka menciptakan keadilan. Berdasarkan hal
tersebut, maka penelitian ini akan menganalisis praktek-praktek pola bagi hasil
yang dikaitkan dengan aturan UU No. 16 Tahun 1964.
Perumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu:
Bagaimana pola bagi hasil berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 1964?
Bagaimana praktek pola bagi hasil yang dilakukan oleh nelayan-nelayan PPI
Muara Angke?
Apakah sudah sesuai yang terjadi antara praktek di PPI Muara Angke dengan
undang-undang, adakah perbedaanya?
Manakah yang lebih menguntukan untuk nelayan penggarap antara praktek
yang terjadi di PPI Muara Angke dengan undang-undang?

2
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
Menguraikan pola bagi hasil berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun
1964
Mendeskripsikan pola bagi hasil nelayan di PPI Muara Angke Jakarta
Menganalisis dan membandingkan pola bagi hasil di PPI Muara Angke sudah
sesuai dengan Undang-undang No. 16 Tahun 1964 atau belum
Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan
masukan kepada pihak yang berwenang dan berkepentingan dalam mengambil
kebijakan dan perbaikan sistem bagi hasil perikanan

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2013 sampai Maret 2014,
bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara.
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pembelajaran
literatur mengenai sistem bagi hasil berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun
1964, survei penelitian, dan pembuatan usulan penelitian. Tahap kedua adalah
pelaksanaan penelitian dan pengambilan data di lapangan yang dilakukan Bulan
Desember 2013 sampai Januari 2014 di PPI Muara Angke. Tahap ketiga yaitu
pengolahan data pada Bulan Februari sampai Maret 2014. Peta lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

3
Obyek dan Alat Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah pola bagi hasil
dengan melibatkan nelayan, alat tangkap, dan undang-undang sebagai pendukung
data serta informasi penelitian. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah: alat tulis, kuesioner, laptop, dan kamera.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif adalah
suatu metode yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada di masa sekarang,
terhadap suatu obyek dengan cara mengumpulkan data, menyusun, menganalisa,
menjelaskan dan menarik kesimpulan. Ada tujuh jenis penelitian deskriptif yaitu
metode survei, continuity descriptive, studi kasus, penelitian analisis pekerjaan
dan aktivitas, action research, perpustakaan dan dokumenter (Nazir 1988). Jenis
metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus adalah kajian
yang rinci atas suatu latar atau peristiwa (Idrus 2009). Studi kasus yang akan
diteliti pada penelitian ini yaitu memfokuskan pada pola bagi hasil yang terjadi di
PPI Muara Angke berdasarkan tiap-tiap alat tangkap. Pola bagi hasil yang sudah
diatur dalam Undang-Undang No.16 Tahun 1964 tentang Sistem Bagi Hasil
Perikanan namun tidak sesuai antara praktek dan undang-undang menjadi latar
dalam penelitian ini.
Karakteristik dari populasi yang ada di PPI Muara Angke bersifat homogen
yaitu jawaban yang diberikan oleh tiap responden tidak berbeda jauh sehingga
dapat mewakil populasi. Teknik pengambilan sample yang sesuai dengan
karakteristik responden yang homogen adalah non-probability sampling. Nonprobability sampling merupakan teknik pengambilan sample yang memerlukan
waktu yang cepat dalam penelitiannya dan studi yang dilakukan merupakan studi
deskriptif (Ashshofa 2007). Teknik non-probability sampling dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah sample yang diambil
berdasarkan pertimbangan tertentu (Eriyanto 2007) dan dipilih secara cermat
sehingga relevan dengan desain penelitian (Nasution 2003). Pertimbanganpertimbangan pada penelitian ini pertama adalah nelayan pemilik dan nelayan
penggarap (nelayan buruh) yang melakukan sistem bagi hasil dalam usaha
perikanannya. Kedua, frekuensi berlabuh dalam satu bulan mempengaruhi jumlah
ketersedian sample yang ada di PPI Muara Angke. Alat tangkap boukeami atau
jaring cumi berlabuh sebanyak 5-176 kapal per bulan, alat tangkap purse seine
atau pukat cincin berlabuh sebanyak 14-52 kapal per bulan, alat tangkap gillnet
atau jaring insang belabuh sebanyak 1-63 kapal per bulan, dan alat tangkap bubu
sebanyak 1-11 kapal per bulan. Ketiga, di PPI Muara Angke ada pengelola kapal
yang mengelola beberapa kapal. Nelayan pemilik dan nelayan penggarap yang
menjadi responden dalam penelitian ini terdiri berdasarkan jenis alat tangkap yaitu
nelayan alat tangkap boukeami sebanyak 10 responden, nelayan purse seine
sebanyak 10 responden, nelayan gillnet sebanyak 10 responden, dan nelayan bubu
sebanyak 2 responden. Nelayan alat tangkap bubu hanya 3 responden saja karena
alat tangkap bubu sudah seluruhnya menggunakan sistem gaji dan jumlahnya di
PPI Muara Angke sedikit (tidak dominan).

4
Analisis Data
Data yang digunakan pada penelitian ini ada dua jenis, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan observasi dan
wawancara langsung. Data sekunder diperoleh dari instansi/lembaga dan studi
pustaka terkait sebagai pelengkap dan penunjang. Data sekunder yang dibutuhkan
adalah peraturan Undang-Undang No. 16 Tahun 1964 tentang sistem bagi hasil
perikanan Pasal 3 dan Pasal 4 didapatkan dari dokumen negara yang diolah
dengan analisis deskriptif. Analisis deskriptif yaitu menggambarkan peraturan
perundang-undangan yang dikaitkan dengan praktek pelaksanaan yang
menyangkut dengan permasalahan yang terkait (Harini 2003). Data sekunder
tersebut dijabrkan dan digambarkan sebagai acuan untuk dilihat pada praktektenya
apakah sama atau berbeda dengan undang-undang tersebut. Data yang dibutuhkan
adalah data jenis-jenis alat tangkap, jumlah alat tangkap, dan jumlah armada yang
merupakan data sekunder yang didapatkan dari Unit Pengelola Teknis Pengelola
Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (UPT PKPP dan
PPI) Muara Angke diolah dengan menggunakan analisis deskriptif. Data tersebut
akan dijabarkan secara deskriptif sebagai acuan alat tangkap apa saja yang ada di
PPI Muara Angke. Data tersebut merupakan informasi untuk melakukan
pengambilan data primer sistem bagi hasil, volume hasil tangkapan, harga ikan,
biaya perbaikan (kapal, mesin, dan alat tangkap), dan biaya oprasional (solar, air
tawar, es, ransum, oli) yang didapatkan dari nelayan pemilik dan nelayan
penggarap. Sistem bagi hasil diolah menggunakan analisis deskriptif. Sistem bagi
hasil akan dijabarkan dan digambarkan, yang selanjutnya dibandingkan dengan
undang-undang.
Volume hasil tangkapan, harga ikan, biaya perbaikan (kapal, mesin, dan alat
tangkap), dan biaya operasional (solar, air tawar, es, ransum, oli) diolah dengan
analisis pendapatan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besar pendapatan
nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Dalam penelitian ini ingin dihitung
besarnya pendapatan bersih yang diterima oleh nelayan penggarap dan nelayan
pemilik jika total biaya produksi berdasarkan dan kebiasaan undang-undang
dilimpahkan kepada nelayan penggarap dan atau nelayan pemilik. Perbedaan
pendapatan bersih berdasarkan kebiasaan dan undang-undang terletak pada total
biaya operasi penangkapan ikan. Total biaya operasi penangkapan ikan
berdasarkan kebiasaan yaitu ongkos lelang (retribusi), biaya perawatan tiap trip
dalam satu tahun, SIUP, biaya eksploitasi usaha penangkapan ikan (solar, es, air
tawar, oli), uang jajan atau rokok, dan perbekalan (ransum) sedangkan total biaya
operasi penangkapan ikan berdasarkan undang-undang yaitu ongkos lelang
(retribusi), uang jajan atau rokok dan perbekalan (ransum). Menurut
Mangkusubroto dan Trisandi (1987) dalam Isvie (2007), konsep pendapatan
bersih dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rb = Rk – Co
Keterangan:

Rb = pendapatan bersih nelayan
Rk = pendapatan kotor nelayan
Co = total biaya operasi penangkapan ikan

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Bagi Hasil berdasarkan Undang-Undang
Menurut Undang-undang No. 16 Tahun 1964, Pasal 3 ayat (1), jika suatu
usaha perikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi-hasil, maka dari hasil
usaha itu kepada pihak nelayan penggarap paling sedikit harus diberikan bagian
sebagai berikut:
a. jika dipergunakan perahu layar: minimum 75% (tujuh puluh lima perseratus)
dari hasil bersih
b. jika dipergunakan kapal motor: minimum 40% (empat puluh perseratus) dari
hasil bersih.
Maksud dari pernyataan diatas, nelayan pemilik mendapatkan 25% dari hasil
bersih jika dipergunakan perahu layar dan 60% yang didapatkan oleh nelayan
pemilik jika menggunakan kapal motor dari hasil bersih. Pengertian nelayan
pemilik dan nelayan penggarap tertuang pada Pasal 1 butir b dan c. Nelayan
pemilik adalah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas
suatu kapal atau perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan.
Nelayan penggarap adalah semua orang yang sebagai kesatuan dengan
menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha penangkapan ikan laut.
Besarnya bagian minimal dan maksimal untuk nelayan penggarap diatur
pada Pasal 3 ayat (2). Pembagian hasil diantara para nelayan penggarap dari
bagian yang mereka terima berdasarkan ketentuan yang diatur pada Pasal 3 ayat
(1) dapat diatur oleh mereka sendiri, dengan diawasi oleh Pemerintah Daerah
Tingkat II (kabupaten/kota) yang bersangkutan. Berdasarkan wawancara,
pemerintah daerah tingkat II tidak menjalankan pengawasan tersebut karena
ketidaktahuan mereka terhadap undang-undang yang mengantur sistem bagi hasil
yang sudah lama ini. Dalam rangka untuk menghindarkan terjadinya pemerasan,
maka diberikan ketentuan yang diatur pada Pasal 3 ayat (2), bahwa perbandingan
antara bagian yang terbanyak dan yang paling sedikit tidak boleh lebih dari 3
(tiga) banding 1 (satu).
Hasil bersih perikanan laut menurut UU No. 16 Tahun 1964 yang terdapat
pada Pasal 1 butir g yaitu hasil perikanan yang diperoleh dari penangkapan,
setelah diambil sebagian untuk "lawuhan (lauk pauk)" para nelayan penggarap
menurut kebiasaan setempat, dikurangi dengan beban-beban yang menjadi
tanggungan bersama dari nelayan-nelayan dan para nelayan penggarap.
Pembagian beban-beban antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap ditetapkan
didalam Pasal 4 ayat (1) butir a. Beban-beban yang usaha perikanan itu harus
dibagi sebagai berikut:
a. beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayan pemilik dan
pihak nelayan penggarap: ongkos lelang, uang rokok/jajan dan biaya
perbekalan untuk para nelayan penggarap selama di laut, biaya untuk sedekah
laut (selamatan bersama) serta iuran-iuran yang disahkan oleh Pemerintah
Daerah Tingkat II yang bersangkutan seperti untuk koperasi, dan pembangunan
perahu/kapal, dana kesejahteraan, dana kematian dan lain-lainnya;
b. beban-beban yang menjadi tanggungan nelayan pemilik: ongkos pemeliharaan
dan perbaikan perahu/kapal serta alat-alat lain yang dipergunakan, penyusutan

6
dan biaya eksploitasi usaha penangkapan, seperti untuk pembelian solar,
minyak, es dan lain sebagainya.
Pembagian beban-beban menurut kebiasaan, yang ditanggung secara
bersama antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap adalah retribusi, ransum,
ongkos perbaikan (kapal, alat tangkap, mesin), serta biaya eksploitasi usaha
penangkapan (solar, minyak, dan es). Retribusi diatur dalam Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2012, yaitu sebesar 3% dari nilai lelang yang didapat dari pemilik
ikan sebesar 2% dan dari pembeli ikan sebesar 1%. Undang-undang membagi
pembagian beban uang rokok atau jajan dan perbekalan secara terpisah namun,
pada kebiasaan uang rokok dan perbekalan sudah digabung menjadi ransum yang
sudah terdiri dari perbekalan dan rokok yang sudah dibelikan ketika masih
didarat. Biaya eksploitasi penangkapan ikan adalah biaya yang dikeluarkan dalam
usaha untuk melakukan pencarian ikan di laut. Kebiasaan di PPI Muara Angke
berbeda dengan undang-undang yang seharusnya biaya-biaya yang ditanggung
bersama yaitu ongkos lelang, uang rokok/jajan, dan perbekalan. Ongkos
pemeliharaan dan perbaikan kapal serta biaya eksploitasi usaha penangkapan
seharusnya ditanggung oleh nelayan pemilik menurut undang-undang.
Sedekah laut tidak ada didalam kebiasaan, undang-undang mengatur adanya
beban sedekah laut yang ditanggung bersama. Iuran-iuran terdiri dari koperasi,
pembangunan perahu atau kapal, dana kesejahteraan, dan dana kematian. Biaya
koperasi menurut kebiasaan ditanggung oleh nelayan pemilik dan penggarap yang
menjadi anggota koperasi. Dana kematian besarnya tidak ditentukan hanya
berdasarkan kerelaan dan keikhlasan dari nelayan pemilik. Undang-undang
mengatur iuran untuk membangun perahu atau kapal namun pada kebiasaan tidak
ada iuran tersebut. Pembangunan perahu atau kapal sepenuhnya dana ditanggung
oleh nelayan pemilik, nelayan penggarap hanya tinggal mengoperasikan saja.
Dana kesejahteraan dalam kebiasaan disebut dengan dana sosial yang dikelola
oleh TPI Muara Angke. Dana sosial tersebut didapatkan dari retibusi yang sudah
dibayarkan oleh nelayan pada saat tiap melakukan lelang, maka dari itu dana
sosial ditanggung bersama. Uraian diatas dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 2.
Tabel 1 Pembagian beban-beban berdasarkan Undang-Undang dan kebiasaan
No
1.
2.
3.
4.
5.

Beban-Beban (UU)
Ongkos Lelang
Uang Rokok / Jajan
Perbekalan
Sedekah Laut
Iuran-iuran ( koperasi, dan
pembangunan perahu/kapal,
dana kesejahteraan, dana
kematian dan lain-lainnya)

Beban-Beban
(Kebiasaan)
Retribusi
Ransum
Ransum
Tidak ada

UU No.
16/1964
Bersama
Bersama
Bersama
Bersama

Koperasi, dana
kematian, dana
sosial

Bersama

Pemilik,
penggarap,
bersama

Kebiasaan
Bersama
Bersama
Bersama
-

6.

Ongkos pemeliharaan dan
perbaikan kapal

Perawatan kapal,
alat tangkap, dan
mesin

Pemilik

Bersama

7.

Biaya eksploitasi usaha
penangkapan (solar, minyak,
es dan lain sebagainya)

Solar, Es, Oli, Air
Tawar

Pemilik

Bersama

Sumber: UU No.16 Tahun 1964 dan wawancara tahun 2014

7
Sistem Bagi Hasil di PPI Muara Angke bedasarkan Alat Tangkap
Alat tangkap yang terdapat di PPI Muara Angke adalah jaring cumi
(boukeami), pukat lingkar (purse seine), jaring insang (gillnet) dan bubu.
Berdasarkan jenis alat tangkap, terdapat 1.064 unit boukeami, 154 unit purse
seine, 21 unit bubu, dan 40 unit gillnet. Alat tangkap bubu di PPI Muara Angke
menggunakan sistem gaji. Jenis mesin yang digunakan kapal-kapal di PPI Muara
Angke adalah kapal motor atau disebut dengan inboard engine.
Tabel 2 Alat tangkap di PPI Muara Angke tahun 2013
No
1
2
3
4

Jenis Alat Tangkap
Jumlah
Boukeami
1.064
Purse Seine
154
Gillnet
40
Bubu
21
1.279
Total
Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2013
Bagi hasil di PPI Muara Angke masih berdasarkan kebiasaan turun temurun.
Mereka melakukan bagi hasil masih secara tradisional dan tidak melalui tertulis.
Perjanjian hanya berdasarkan kesepakatan lisan antara nelayan pemilik dan
nelayan penggarap. Jangka waktu perjanjian pun tidak ditentukan secara pasti
kontrak kerjanya (Eidman 1993). Musim tangkapan yang terjadi di PPI Muara
Angke terbagi menjadi tiga musim tangkapan yaitu, panen, sedang, dan paceklik.
Pada musim panen nelayan mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak
dibandingkan pada musim sedang dan musim paceklik. Lama trip yang dilakukan
oleh tiap-tiap alat tangkap berbeda. Frekuensi trip per tahun pun tidak penuh
dalam setahun nelayan melakukan kegiatan penangkapan. Ada masa libur atau
masa perbaikan kapal, mesin, dan alat tangkap yang rusak pada saat penangkapan.
Pada Tabel 3 dijelaskan bulan-bulan musim penangkapan, lama trip, dan frekuensi
trip per tahun.
Tabel 3 Musim tangkapan per alat tangkap
No

Alat
Tangkap

1

Boukeami

2

Purse
Seine

3

Gillnet

4

Bubu

Musim Tangkapan
Panen

Sedang

Paceklik

Juli, Agustus,
September,
Oktober
Juli, Agustus,
September,
Oktober
Maret, Juli,
Agustus,
Oktober
Maret, Juli,
Agustus,
Oktober

Maret,
April, Mei,
Juni
Maret,
April, Mei,
Juni
April, Mei,
Juni,
September
April, Mei,
Juni,
September

November,
Desember,
Januari, Februari
November,
Desember,
Januari, Februari
November,
Desember,
Januari, Februari
November,
Desember,
Januari, Februari

Sumber: Wawancara tahun 2014

Lama
Trip
(Hari)

Frekuensi
Trip Per
Tahun

50-70

5

60-90

4

30

8

20

15

8
Boukeami
Kapal boukeami atau jaring cumi yang ada di PPI Muara Angke jenis mesin
yang diggunakan yaitu inboard engine. Tenaga kerja yang digunakan rata-rata 11
orang. Lama trip alat tangkap ini rata-rata 50-70 hari atau 2-3 bulan sehingga
dalam setahun dilakukan trip sebanyak 5 kali.

Gambar 2 Kapal boukeami atau jaring cumi
Boukeami menggunakan sistem bagi hasil yang terbagi menjadi dua yaitu
50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap serta 60% nelayan pemilik dan
40% nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya perbekalan dan biaya-biaya
untuk perbaikan. Perbedaan pembagian hasil 60%:40% dan 50%:50% terletak
pada banyaknya jumlah nelayan penggarap. Pada pembagian hasil 50%:50% ada
wakil juru mesin sedangkan pembagian 60%:40% tidak ada wakil juru mesin.
Pembagian untuk tiap orang tersaji pada Tabel 4. Pembagian bagian tiap orang
ataupun posisi nelayan penggarap sudah sesuai dengan undang-undang yang
diatur pada Pasal 3 ayat (2) yaitu maksimal 3 bagian dan minimal 1 bagian.
Tabel 4. Pembagian hasil boukeami
Posisi
Nahkoda
Juru Mesin (KKM)
Wakil Juru Mesin (KKM)
Anak Buah Kapal (ABK)

Jumlah
(orang)
1
1
1
9

Pembagian Hasil
(60%:40%)
3
1.5
1

Pembagian Hasil
(50% 50%)
2
1.5
1.4
1

Sumber: Wawancara tahun 2014
Pendapatan untuk tiap musim berbeda-beda. Biaya variabel yang
dikeluarkan untuk musim panen dan musim sedang tidak ada yang berubah dapat
dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 6. Hal ini dikarenakan tidak adanya
pengurangan lamanya trip dan jauhnya fishing ground yang ditempuh. Nelayan
memperoleh pendapatan tambahan yaitu dari hasil memancing lalu hasil
memancing tersebut dijual kepada pemilik kapal dengan harga yang ditentukan
sendiri oleh pemilik kapal. Harga yang ditentukan pemilik kapal yaitu Rp 3.000
per Kg. Tiap ABK biasayanya memperoleh pancingan paling banyak setiap
musim panen sebanyak 4 kuintal-5 kuintal dan paling sedikit pada musim
paceklik sebanyak 50 kg-1 kuintal. Nahkoda biasanya mendapatkan bonus dari
pemilik kapal sebesar 5% dari pendapatan kotor. Pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel
7 dijabarkan pendapatan bersih dan pembagian hasil Boukeami menurut undangundang dan kebiasaan bagi hasil 60%:40% beserta selisihnya di setiap musimnya.

9
Tabel 5 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 60%:40% per trip pada musim
panen

Pendapatan Bersih
60% Pemilik
40% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
120.705.750
72.423.450
48.282.300

Menurut UndangUndang (Rp)
221.785.750
133.071.450
88.714.300

Selisih (%)
29.51
29.51
29.51

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 6 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 60%:40% per trip pada musim
sedang

Pendapatan Bersih
60% Pemilik
40% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
80.136.200
48.081.720
32.054.480

Menurut UndangUndang (Rp)
181.216.200
108.729.720
72.486.480

Selisih (%)
38.68
38.68
38.68

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 7 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 60%:40% per trip pada musim
paceklik

Pendapatan Bersih
60% Pemilik
40% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
35.745.200
21.447.120
14.298.080

Menurut UndangUndang (Rp)
108.465.200
65.079.120
43.386.080

Selisih (%)
50.43
50.43
50.43

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Pendapatan bersih menurut kebiasaan yaitu pendapatan kotor (Lampiran 3,
Lampiran 7, dan Lampiran 11) dikurangi seluruh pembagian beban-beban yang
telah diuraikan pada Tabel 2 ditanggung bersama yaitu ongkos lelang (retribusi),
biaya perawatan tiap trip dalam satu tahun (Lampiran 1), biaya eksploitasi usaha
penangkapan ikan, dan ransum (Lampiran 2, Lampiran 6, dan Lampiran 10).
Pendapatan menurut undang-undang biaya yang ditanggung bersama yaitu ongkos
lelang (retribusi), uang jajan atau rokok dan perbekalan. Pada musim panen dapat
dilihat terdapat selisih sebesar 29.51%; musim sedang sebesar 38.68%; dan
musim paceklik sebesar 50.43%. Hal ini dapat dilihat bahwa nelayan penggarap
mengalami pengurangan pendapatan jika mengikuti kebiasaan yang sudah
dilakukan secara turun temurun. Adapun pendapatan nelayan penggarap
Boukeami berdasarkan kebiasaan tersaji pada Tabel 8 dan dan berdasarkan
undang-undang tersaji pada Tabel 9.

10
Tabel 8 Pendapatan nelayan penggarap boukeami per trip pada tiap musim
menurut kebiasaan (bagi hasil 60%:40%)
Posisi
Nahkoda
Juru Mesin
(KKM)
ABK

Musim Panen (Rp)
10.729.400

Musim Sedang (Rp)
7.123.217

Musim Paceklik (Rp)
3.177.351

5.364.700

3.561.608

1.588.675

3.576.466

2.374.405

1.059.117

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 9 Pendapatan nelayan penggarap boukeami per trip pada tiap musim
menurut Undang-Undang (bagi hasil 60%:40%)
Posisi
Nahkoda
Juru Mesin
(KKM)
ABK

Musim Panen (Rp)
19.714.288

Musim Sedang (Rp)
16.108.106

Musim Paceklik (Rp)
9.641.351

9.857.144

8.054.053

4.820.675

6.571.429

5.369.368

3.213.783

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp
2.441.000 per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Alat tangkap
boukeami memiliki waktu trip 70 hari sehingga pendapatan tripnya sudah
mencakup 2 bulan lebih 10 hari UMP yaitu sebesar Rp 5.695.700. Dapat dilihat
pada Tabel 8 pendapatan nelayan berdasarkan kebiasaan pada saat musim panen
untuk nahkoda dan juru mesin (KKM) pendapatannya berada diatas UMP,
sedangkan untuk anak buah kapal (ABK) berada dibawah UMP sebesar Rp
2.119.234. Pendapatan nelayan berdasarkan undang-undang dapat dilihat pada
Tabel 9 pada saat musim panen dan sedang hampir seluruh pendapatan nelayan
berdasarkan posisi berada diatas UMP, kecuali ABK pada saat musim sedang
dibawah UMP sebesar Rp 326.332. Musim sedang dan paceklik berdasarkan
kebiasaan hampir seluruh pendapatan nelayan tidak sesuai dengan UMP kecuali
nahkoda saja pada saat musim sedang pendapatannya diatas UMP. Musim
paceklik berdasarkan undang-undang untuk nahkoda pendapatannya berada diatas
UMP, sedangkan untuk juru mesin dibawah UMP sebesar Rp 875.025 dan ABK
berada di bawah UMP sebesar Rp 2.481.917. Pada Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel
12 dijabarkan pendapatan bersih dan pembagian hasil boukeami menurut undangundang dan kebiasaan bagi hasil 50%:50% beserta selisihnya di setiap musimnya.
Tabel 10 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 50%:50% per trip pada musim
panen

Pendapatan Bersih
50% Pemilik
50% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
120.705.750
60.352.875
60.352.875

Sumber: Diolah dari Wawancara tahun 2014

Menurut UndangUndang (Rp)
221.785.750
110.892.875
110.892.875

Selisih (%)
29.51
29.51
29.51

11
Tabel 11 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 50%:50% per trip pada musim
sedang

Pendapatan Bersih
50% Pemilik
50% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
80.136.200
40.068.100
40.068.100

Menurut UndangUndang (Rp)
181.216.200
90.608.100
90.608.100

Selisih (%)
38.68
38.68
38.68

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 12 Pendapatan nelayan boukeami bagi hasil 50%:50% per trip pada musim
paceklik

Pendapatan Bersih
50% Pemilik
50% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
35.745.200
17.872.600
17.872.600

Menurut UndangUndang (Rp)
108.456.200
54.232.600
54.232.600

Selisih (%)
50.43
50.43
50.43

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa selisih yang terjadi menurut
kebiasaan dan undang-undang pada musim panen sebesar 29.51% ; musim sedang
sebesar 38.68% ; dan musim paceklik sebesar 50.43%. Jika dilihat dari sistem bagi
hasil 60%:40% dan 50%:50% tidak terdapat selisih perbedaan dalam persen
namun jika dilihat dari besarnya jumlah yang diterima terdapat perbedaan.
Adapun pendapatan nelayan penggarap boukeami berdasarkan kebiasaan tersaji
pada Tabel 13 dan dan berdasarkan undang-undang tersaji pada Tabel 14.
Tabel 13 Pendapatan nelayan boukeami per trip pada tiap musim menurut
kebiasaan (bagi hasil 50%:50%)
Posisi
Nahkoda
KKM
Wakil KKM
ABK

Musim Panen (Rp)
8.621.839
6.466.379
6.035.287
4.310.919

Musim Sedang (Rp)
5.724.014
4.293.010
4.006.810
2.862.007

Musim Paceklik (Rp)
2.553.228
1.914.921
1.787.260
1.276.614

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 14 Pendapatan nelayan boukeami atau jaring cumi per trip pada tiap musim
menurut Undang - Undang (bagi hasil 50%:50%)
Posisi
Nahkoda
KKM
Wakil KKM
ABK

Musim Panen(Rp)
15.841.839
11.881.379
11.089.287
7.920.919

Musim Sedang (Rp)
12.944.014
9.708.010
9.060.810
6.472.007

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014

Musim Paceklik (Rp)
7.747.514
5.810.635
5.423.260
3.873.757

12
Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp
2.441.000 per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Alat tangkap
boukeami memiliki waktu trip 70 hari sehingga pendapatan tripnya sudah
mencakup 2 bulan lebih 10 hari UMP yaitu sebesar Rp 5.695.700. Dapat dilihat
pada Tabel 13 pendapatan nelayan berdasarkan kebiasaan pada saat musim panen
untuk nahkoda, juru mesin (KKM), wakil juru mesin pendapatannya berada diatas
UMP, sedangkan untuk anak buah kapal (ABK) berada dibawah UMP sebesar Rp
1.384.781. Pendapatan nelayan berdasarkan undang-undang dapat dilihat pada
Tabel 14 pada saat musim panen dan sedang seluruh pendapatan nelayan
berdasarkan posisinya berada diatas UMP. Musim sedang dan paceklik
berdasarkan kebiasaan hampir seluruh pendapatan nelayan tidak sesuai dengan
UMP kecuali nahkoda saja pada saat musim sedang pendapatannya diatas UMP.
Musim paceklik berdasarkan undang-undang untuk nahkoda dan juru mesin
(KKM) pendapatannya berada diatas UMP, sedangkan untuk wakil juru mesin
dibawah UMP sebesar Rp 272.440 dan anak buah kapal (ABK) berada di bawah
UMP sebesar Rp 1.821.943.
Purse Seine
Tenaga kerja yang digunakan purse seine atau pukat cincin rata-rata 34
orang. Lama trip alat tangkap ini rata-rata 60-90 hari atau 2-3 bulan sehingga
dalam setahun dilakukan trip sebanyak 4 kali. Jenis mesin yang diggunakan yaitu
inboard engine.

Gambar 3 Kapal purse seine atau pukat cincin
Purse seine menggunakan sistem bagi hasil 60% untuk nelayan pemilik dan
40% untuk nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya perbekalan dan
biaya-biaya untuk perbaikan. Pembagian untuk tiap orang tersaji pada Tabel 15.
Pembagian bagian tiap orang ataupun posisi nelayan penggarap sudah sesuai
dengan undang-undang yang diatur pada Pasal 3 ayat (2) yaitu maksimal 3 bagian
dan minimal 1 bagian.
Tabel 15 Pembagian hasil purse seine
Posisi
Nahkoda
Wakil Nahkoda
Juru Mesin (KKM)
Asisten Juru Mesin (KKM)
Anak Buah Kapal (ABK)
Pengepak Ikan

Jumlah (orang)
1
1
1
1
24
6

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014

Pembagian Hasil
3
2.5
2.5
2.5
1
1.5

13
Pendapatan untuk tiap musimnya berbeda-beda. Adapun pendapatan
tambahan yaitu dari hasil memancing lalu hasil memancing tersebut dijual kepada
pemilik kapal dengan harga yang ditentukan sendiri oleh pemilik kapal. Harga
yang ditentukan pemilik kapal yaitu Rp 5.000 per Kg. Tiap ABK biasanya
memperoleh pancingan paling banyak setiap musim panen sebanyak 1 ton dan
paling sedikit pada musim paceklik sebanyak 40 kg hingga 1 kuintal. Nahkoda
biasanya mendapatkan bonus dari pemilik kapal sebesar 5% dari pendapatan
kotor. Pada Tabel 16, Tabel 17, dan Tabel 18 dijabarkan pendapatan bersih dan
pembagian hasil Purse Seine atau Pukat Cincin menurut undang-undang dan
kebiasaan beserta selisihnya di setiap musimnya.
Tabel 16 Pendapatan nelayan purse seine per trip pada musim panen

Pendapatan Bersih
60% Pemilik
40% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
114.115.000
68.469.000
45.646.000

Menurut UndangUndang(Rp)
313.990.000
188.394.000
125.596.000

Selisih (%)
46.69
46.69
46.69

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 17 Pendapatan nelayan purse seine per trip pada musim sedang

Pendapatan Bersih
60% Pemilik
40% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
78.027.000
46.816.200
31.210.800

Menurut UndangUndang (Rp)
255.202.000
153.121.200
102.080.800

Selisih (%)
53.17
53.17
53.17

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 18 Pendapatan nelayan purse seine per trip pada musim paceklik

Pendapatan Bersih
60% Pemilik
40% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
33.947.000
20.368.200
13.578.800

Menurut UndangUndang (Rp)
170.832.000
102.499.200
68.332.800

Selisih (%)
66.85
66.85
66.85

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Pendapatan bersih menurut kebiasaan yaitu pendapatan kotor (Lampiran 16,
Lampiran 19, dan Lampiran 22) dikurangi seluruh pembagian beban-beban yang
telah diuraikan pada Tabel 2 ditanggung bersama yaitu ongkos lelang (retribusi),
biaya perawatan tiap trip dalam satu tahun (Lampiran 14), biaya eksploitasi usaha
penangkapan ikan, dan ransum (Lampiran 15, Lampiran 18, dan Lampiran 21).
Pendapatan menurut undang-undang biaya yang ditanggung bersama yaitu ongkos
lelang (retribusi), uang jajan atau rokok, dan perbekalan.. Pada musim panen
dapat dilihat terdapat selisih sebesar 46.69%; musim sedang sebesar 53.17%; dan
musim paceklik sebesar 66.85%. Hal ini dapat dilihat bahwa nelayan penggarap
mengalami pengurangan pendapatan jika mengikuti kebiasaan yang sudah

14
dilakukan secara turun temurun. Adapun pendapatan nelayan penggarap Purse
Seine atau Pukat Cincin berdasarkan kebiasaan tersaji pada Tabel 19 dan dan
berdasarkan undang-undang tersaji pada Tabel 20.
Tabel 19 Pendapatan nelayan penggarap purse seine per trip pada tiap musim
menurut kebiasaan
Posisi
Nahkoda
Wakil
Nahkoda
KKM
Asisten
KKM
ABK
Pengepak
Ikan

Musim Panen (Rp)
3.148.000

Musim Sedang (Rp)
2.152.468

Musim Paceklik (Rp)
936.468

2.623.333

1.793.724

780.390

2.623.333

1.793.724

780.390

2.623.333

1.793.724

780.390

1.049.333

717.489

312.156

1.574.000

1.076.234

468.234

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 20 Pendapatan nelayan penggarap purse seine per trip pada tiap musim
menurut Undang-Undang
Posisi
Nahkoda
Wakil
Nahkoda
KKM
Asisten KKM
ABK
Pengepak Ikan

Musim Panen (Rp)
8.661.793

Musim Sedang (Rp)
7.040.055

Musim Paceklik (Rp)
4.712.606

7.218.160

5.866.712

3.927.172

7.218.160
7.218.160
2.887.264
4.330.896

5.866.712
5.866.712
2.346.685
3.520.027

3.927.172
3.927.172
1.570.868
2.356.303

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp
2.441.000 per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Alat tangkap
purse seine memiliki waktu trip 60-90 hari sehingga pendapatan tripnya sudah
mencakup 2-3 bulan UMP yaitu sebesar Rp 4.882.000 hingga Rp 7.323.000.
Sampel yang diambil pada perhitungan pendapatan ini yaitu purse seine yang
melakukan trip selama 60 hari. Dapat dilihat pada Tabel 19 pendapatan nelayan
berdasarkan kebiasaan pada saat musim panen, sedang, dan paceklik seluruhnya
berada di bawah UMP. Pendapatan nelayan berdasarkan undang-undang dapat
dilihat pada Tabel 20 pada saat musim panen dan sedang hampir seluruh
pendapatan nelayan berdasarkan posisinya berada diatas UMP kecuali ABK dan
pengepak ikan berada dibawah UMP. Musim paceklik berdasarkan undangundang seluruh pendapatannya tidak sesuai dengan UMP.
Gillnet
Kapal gillnet atau jaring insang yang ada di PPI Muara Angke jenis mesin
yang diggunakan yaitu inboard engine. Tenaga kerja yang digunakan rata-rata 13

15
orang. Lama trip alat tangkap ini rata-rata 30 hari atau 1 bulan sehingga dalam
setahun dilakukan trip sebanyak 8 kali.

Gambar 4 Kapal gillnet atau jaring insang
Gillnet menggunakan sistem bagi hasil 60% untuk nelayan pemilik dan 40%
untuk nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya perbekalan dan biayabiaya untuk perbaikan. Pembagian untuk tiap orang tersaji pada Tabel 21.
Pembagian bagian tiap orang ataupun posisi nelayan penggarap sudah sesuai
dengan undang-undang yang diatur pada Pasal 3 ayat (2) yaitu maksimal 3 bagian
dan minimal 1 bagian.
Tabel 21 Pembagian hasil gillnet atau jaring insang
Posisi
Nahkoda
Wakil Nahkoda
Juru Mesin (KKM)
Anak Buah Kapal (ABK)

Jumlah (orang)
1
1
1
10

Pembagian Hasil
2
1.5
1.5
1

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Pendapatan untuk tiap musimnya berbeda-beda. Adapun pendapatan
tambahan yaitu dari hasil memancing lalu hasil memancing tersebut dijual kepada
pemilik kapal dengan harga yang ditentukan sendiri oleh pemilik kapal. Harga
yang ditentukan pemilik kapal yaitu Rp 4.500 per Kg. Tiap ABK biasayanya
memperoleh pancingan paling banyak setiap musim panen sebanyak 5 kuintal dan
paling sedikit pada musim paceklik sebanyak 2 kuintal. Nahkoda biasanya
mendapatkan bonus dari pemilik kapal sebesar 5% dari pendapatan kotor. Pada
Tabel 22, Tabel 23, dan Tabel 24 dijabarkan pendapatan bersih dan pembagian
hasil Gillnet menurut undang-undang dan kebiasaan beserta selisihnya di setiap
musimnya.
Tabel 22 Pendapatan gillnet per trip pada musim panen

Pendapatan Bersih
60% Pemilik
40% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
68.018.700
40.811.220
27.207.480

Sumber: Diolah dari Wawancara tahun 2014

Menurut UndangUndang (Rp)
109.261.200
65.556.720
43.704.480

Selisih (%)
23.26
23.26
23.26

16
Tabel 23 Pendapatan gillnet per trip pada musim sedang

Pendapatan Bersih
60% Pemilik
40% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
37.648.500
22.589.100
15.059.400

Menurut UndangUndang (Rp)
78.891.000
47.334.600
31.556.400

Selisih (%)
35.39
35.39
35.39

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 24 Pendapatan gillnet per trip pada musim paceklik

Pendapatan Bersih
60% Pemilik
40% Penggarap

Menurut
Kebiasaan (Rp)
34.219.500
20.531.700
13.687.800

Menurut UndangUndang (Rp)
56.442.000
33.865.200
22.576.800

Selisih (%)
24.51
24.51
24.51

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Pendapatan bersih menurut kebiasaan yaitu pendapatan kotor (Lampiran 26,
Lampiran 29, dan Lampiran 32) dikurangi seluruh pembagian beban-beban yang
telah diuraikan pada Tabel 2 ditanggung bersama yaitu ongkos lelang (retribusi),
biaya perawatan tiap trip dalam satu tahun (Lampiran 24), biaya eksploitasi usaha
penangkapan ikan, dan ransum (Lampiran 25, Lampiran 28, dan Lampiran 31).
Pada musim panen dapat dilihat pada tabel terdapat selisih sebesar 23.26%;
musim sedang sebesar 35.39%; dan musim paceklik sebesar 24.51%. Hal ini dapat
dilihat bahwa nelayan penggarap mengalami pengurangan pendapatan jika
mengikuti kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun temurun. Adapun
pendapatan nelayan penggarap gillnet berdasarkan kebiasaan tersaji pada Tabel 25
dan dan berdasarkan undang-undang tersaji pada Tabel 26.
Tabel 25 Pendapatan nelayan penggarap gillnet per trip pada tiap musim menurut
kebiasaan
Posisi
Nahkoda
Wakil
Nahkoda
KKM
ABK

Musim Panen (Rp)
3.627.664

Musim Sedang (Rp)
2.007.920

Musim Paceklik (Rp)
1.825.040

2.720.748

1.505.940

1.368.780

2.720.748
1.813.832

1.505.940
1.003.960

1.368.780
912.520

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014
Tabel 26 Pendapatan nelayan penggarap gillnet per trip pada tiap musim menurut
Undang-Undang
Posisi
Nahkoda
Wakil
Nahkoda
KKM
ABK

Musim Panen(Rp)
5.827.264

Musim Sedang (Rp)
4.207.520

Musim Paceklik (Rp)
3.010.240

4.370.448

3.155.640

2.257.680

4.370.448
2.913.632

3.155.640
2.103.760

2.257.680
1.505.120

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014

17
Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp
2.441.000 per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Dapat dilihat
pada Tabel 25 pendapatan nelayan berdasarkan kebiasaan pada saat musim panen
untuk nahkoda, wakil nahkoda, dan juru mesin (KKM) sudah berada diatas UMP.
Namun, untuk anak buah kapal (ABK) dibawah UMP sebesar Rp 627.168.
Pendapatan nelayan berdasarkan undang-undang dapat dilihat pada Tabel 26 pada
saat musim panen seluruh pendapatan nelayan berdasarkan posisinya berada
diatas UMP. Musim sedang dan paceklik berdasarkan kebiasaan seluruh
pendapatannya dibawah UMP. Musim sedang berdasarkan undang-undang untuk
nahkoda, wakil nahkoda, dan juru mesin (KKM) pendapatannya berada diatas
UMP, sedangkan untuk anak buah kapal (ABK) pendapatannya berada di bawah
UMP sebesar Rp 103.319. Pendapatan pada musim paceklik berdasarkan undangundang untuk nahkoda berada diatas UMP. Posisi wakil nahkoda dan juru mesin
(KKM) berada dibawah UMP sebesar Rp 183.320 dan untuk ABK dibawah UMP
sebesar Rp 935.880.
Bubu
Nelayan penggarap bubu terdiri dari 1 orang nahkoda, 1 orang juru mesin,
dan 6 orang anak buah kapal. Lama trip alat tangkap ini rata-rata 20 hari sehingga
dalam setahun dilakukan trip sebanyak 15 kali. Jenis mesin yang diggunakan yaitu
inboard engine.

Gambar 5 Kapal bubu
Bubu menggunakan sistem gaji, pembagian hasil hanya dilakukan oleh
nelayan pemilik dan nahkoda. Nahkoda mendapatkan gaji sebesar 5% dari
keuntungan yang didapatkan dari hasil tangkapan atau pendapatan kotor yang
tidak dikurangi biaya operasional melaut. Juru mesin mendapatkan gaji sebesar
Rp 22.000 per hari sehingga dalam satu kali tripnya mendapatkan Rp 440.000.
Anak buah kapal (ABK) mendapatkan gaji sebesar Rp 15.000 per hari sehingga
dalam satu kali tripnya mendapatkan Rp 300.000. Perhitungan lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 27 untuk setiap musimnya.
Tabel 27 Pendapatan nelayan penggarap bubu per trip pada tiap musim
Posisi
Nahkoda
Juru Mesin (KKM)
ABK

Panen (Rp)
5.325.000
440.000
300.000

Sumber: Diolah dari wawancara tahun 2014

Sedang (Rp)
3.577.500
440.000
300.000

Paceklik (Rp)
2.707.500
440.000
300.000

18
Upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada tahun 2014 sebesar Rp
2.441.000 per bulannya (Pergub DKI Jakarta No 123 Tahun 2013). Alat tangkap
bubu memiliki waktu trip 20 hari sehingga pendapatan tripnya tidak mencapai
satu bulan penuh UMP yaitu sebesar Rp 1.627.333. Dapat dilihat pada Tabel

Dokumen yang terkait

Implementasi Perjanjian Bagi Hasil Perikanan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 Tentang Bagi Hasil Perikanan Antara Nelayan Pemilik Dan Nelayan Penggarap (Studi Di Desa Karang Agung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban)

1 56 30

Studi Perbandingan Sistem Bagi Hasil Perikanan Lokal dengan Undang-Undang Bagi Hasil Perikanan di Kecamatan Labuan, Jawa Barat

0 8 22

Studi Perbandingan Sistem Bagi Hasil Perikanan Lokal dengan Undang - Undang Bagi Hasil Perikanan di Kecamatan Labuan, Jawa Barat

0 12 12

Analisis sistem bagihasil berdasarkan perspektif hukum adat dan undang-undang bagi hasil perikanan di PPN Pekalongan

0 20 78

Sistem Pemasaran Hasil Perikanan dan Kemiskinan Nelayan (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

2 109 146

UNDANG‐UNDANG NO.16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM UNDANG-UNDANG NO.16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKAN DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM.

0 3 10

PENDAHULUAN UNDANG-UNDANG NO.16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKAN DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM.

0 2 12

TRANSAKSI BAGI HASIL PENANGKAPAN IKAN MENURUT HUKUM ADAT SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN DI DAERAH MUARA ANGKE JAKARTA.

0 0 1

BAGI HASIL TAMBAK UDANG DI DAERAH ADAT PESISIR KALIANDA LAMPUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG BAGI HASIL PERIKANAN.

0 0 2

Rekonstruksi Kebijakan Bagi Hasil Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Nelayan di Kabupaten Banyuwangi.

0 0 1