Analisis Kebisingan dan Dampak Lingkungan pada Proses Penggilingan Padi (Studi Kasus Penggilingan Padi Saluyu Situ Gede, Bogor Barat)

ANALISIS KEBISINGAN DAN DAMPAK LINGKUNGAN
PADA PROSES PENGGILINGAN PADI
(Studi Kasus Penggilingan Padi Saluyu Situ Gede, Bogor Barat)

MOHAMMAD AGUSTIAN PRADANA PUTRA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kebisingan
dan Dampak Lingkungan pada Proses Penggilingan Padi (Studi Kasus
Penggilingan Padi Saluyu Situ Gede, Bogor Barat) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Mohammad Agustian Pradana Putra
NIM F14090028

ABSTRAK
MOHAMMAD AGUSTIAN PRADANA PUTRA. Analisis Kebisingan dan
Dampak Lingkungan pada Proses Penggilingan Padi (Studi Kasus Penggilingan
Padi Saluyu Situ Gede, Bogor Barat). Dibimbing oleh MAD YAMIN.
Proses penggilingan padi adalah salah satu faktor untuk meningkatkan kualitas
mutu beras. Indonesia merupakan salah satu penghasil padi yang cukup besar di
dunia, tidak bisa dibayangkan kebisingan yang ditimbulkan jika tiap desa
memiliki usaha penggilingan padi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
tingkat dan pola sebaran kebisingan di penggillingan padi, menganalisis durasi
maksimal dalam ruangan berdasarkan ambang kebisingan sesuai standar
ketenagakerjaan, menganalisis dan mengukur kebisingan lingkungan di sekitar
area penggilingan serta pengendalian kebisingannya dan menganalisis jenis
kemunduran pendengaran karyawan. Data diperoleh dengan melakukan

pengukuran langsung di lapangan dan wawancara terhadap 2 responden. Hasil
yang diperoleh yaitu kebisingan tertinggi pada tempat yang sering dilalui oleh
karyawan penggilingan padi terletak di daerah sekitar mesin diesel sebesar 105
dB, di daerah pengoperasian husker sebesar 90 dB dan di daerah pengoperasian
polisher sebesar 92 dB. Batas waktu maksimal berada di daerah sekitar mesin
diesel secara aman dan kontinu sesuai standar DEPNAKER RI dengan tingkat
kebisingan 105 dB adalah 30 menit, di daerah pengoperasian husker dengan
tingkat kebisingan 90 dB adalah 4 jam dan di daerah pengoperasian polisher
dengan tingkat kebisingan 92 dB adalah 3 jam. Hasil pengukuran kebisingan pada
teras depan rumah warga yaitu sebesar 65 dB dan tingkat kebisingan pada ruang
belajar PAUD yaitu sebesar 58 dB. Rancangan teknis upaya pengendalian
kebisingan dengan menggunakan bangunan peredam bising berupa penghalang,
dirancang untuk rumah warga dan PAUD karena melewati baku tingkat
kebisingan yang diizinkan. Rancangan penghalang yang telah dibuat dengan
tinggi 180 cm, perkiraan persentase reduksi kebisingan penghalang tersebut
sebesar 22 %. Hasil audiometrict test 2 karyawan yang bekerja pada penggilingan
padi yaitu, untuk responden 1 berumur 45 tahun telinga kanan mengalami tuli
sedang dan telinga kirinya mengalami tuli berat dan responden 2 berumur 38
tahun telinga kanan dan kirinya sama-sama mengalami tuli ringan.
Kata kunci: penggilingan padi, kebisingan ruangan, kebisingan lingkungan,

audiometrict test.

ABSTRACT
MOHAMMAD AGUSTIAN PRADANA PUTRA. Noise Analysis and
Environmental Impact in Rice Milling Process (Study Case of Saluyu’s Rice Mill
Situ Gede, West Bogor). Supervised by MAD YAMIN.
Rice mill process is one of the factors to increase the rice quality. Indonesia is one
of the big rice producers in the world, it couldn't be imagined the noise if every
single village has the rice mill enterprise. The purpose of this research is to

analyse level and noise dissemination pattern in the rice mill, analyze maximum
duration in the room based on noise threshold based on labor standard, analyze
and measure noise in the surrounding of the rice mill area, as well as control the
noise and analyze employee hearing deterioration. Data is collected by doing
direct measurement in the field and interview towards 2 respondents. The result
obtained is the highest noise in the place that is often passed by rice mill employee
in the area near the diesel machine sized 105 dB, in the husker operation area
sized 90 dB and in the polisher operation area sized 92 dB. Maximum time limit
of being near to the diesel machine is safe and continued based on DEPNAKER
RI standard with a noise level of 105 dB is 30 minutes, in husker operation area

with a noise level of 90 dB is 4 hours and in polisher operation area with a noise
level of 92 dB is 3 hours. Noise measurement result in a resident's house terrace
is 65 dB and the noise level in PAUD class room is 58 dB. Technical design for
the noise control by using barrier as a sound-damper building is designed for the
resident's house and PAUD because the noise passes standard level of the allowed
noise. For barrier design that has been made 180 cm high, noise reduction has
estimated for 22%. Audiometric test result for 2 employees that work on rice mill
is, for the respondent 1 with 45 years old has right ear got a medium deaf and the
left ear got serious deaf and respondent 2 with 38 years old has both ears got
minor deaf.

Keywords: ricemill, room noise, environmental noise, audiometrict test

ANALISIS KEBISINGAN DAN DAMPAK LINGKUNGAN
PADA PROSES PENGGILINGAN PADI
(Studi Kasus Penggilingan Padi Saluyu Situ Gede, Bogor Barat)

MOHAMMAD AGUSTIAN PRADANA PUTRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Kebisingan dan Dampak Lingkungan pada Proses
Penggilingan Padi (Studi Kasus Penggilingan Padi Saluyu Situ
Gede, Bogor Barat)
Nama
: Mohammad Agustian Pradana Putra
NIM
: F14090028

Disetujui oleh


Ir. Mad Yamin, MT
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah
kebisingan, dengan judul Analisis Kebisingan dan Dampak Lingkungan pada
Proses Penggilingan Padi (Studi Kasus Penggilingan Padi Saluyu Situ Gede,
Bogor Barat).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Mad Yamin, MT selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak

Abidin selaku pemilik penggilingan padi beserta pegawai penggilingan padi.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Eko Wahyudi), ibu (Pudji
Rahayu), seluruh keluarga, Sisca Widiya Afiyanti, S.Hut; Purnama Dwi Putra
S.T; Gayuh Syaikhullah, S.Pt; Ari Candra Wibawa, S.Pt; Eko, Fami dan temanteman “Pakuwojo” atas segala doa, semangat, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Mohammad Agustian Pradana Putra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Tempat dan Waktu Penelitian

2

Bahan dan Alat

2

Jenis Data

3

Metode Pengumpulan Data di Lapangan

4

Metode Analisis Data


7

HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Kondisi Ruangan Penggilingan

13

Analisis Kebisingan

15

Analisis Keselamatan Kerja

17

Analisis Kebisingan Lingkungan


21

Pengendalian Kebisingan

22

Perancangan Teknis Upaya Pengendalian Kebisingan

24

Analisis Audiogram

26

SIMPULAN DAN SARAN

28

Simpulan

28

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
1 Data karyawan atau subjek penelitian
2 Standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja yang
diperkenankan
3 Baku tingkat kebisingan
4 Tingkat reduksi kebisingan berbagai material dengan ketebalan
tertentu

3
7
8
22

DAFTAR GAMBAR
Sound level meter
Denah titik pengukuran kebisingan ruangan penggilingan padi
Metode pengukuran kebisingan sebelum mengenai penghalang
Metode pengukuran kebisingan sesudah mengenai penghalang
Ruang kedap suara
Grafik audiogram subjek pendengaran normal
Grafik audiogram subjek tuli ringan
Grafik audiogram subjek tuli berat
Grafik audiogram subjek tuli sangat berat
Rancangan penelitian
Layout lokasi ruangan penggilingan padi
Mesin dan alat yang terdapat pada penggilingan padi; (a) Husker, (b)
Polisher, (c) Motor diesel dan sistem transmisi
Kontur kebisingan di ruangan penggilingan padi
Daerah di sekitar mesin diesel dan sistem transmisi yang sering dilalui
operator
Daerah di sekitar husker yang sering disinggahi operator
Daerah di sekitar polisher yang sering disinggahi operator
Peta lokasi pengukuran tingkat kebisingan lingkungan penggilingan padi
Susunan pagar pada PAUD
Susunan pagar pada rumah warga
Rancangan dinding tembok dengan tinggi 180 cm di rumah warga dan
PAUD
25
Grafik audiogram telinga kanan responden 1
Grafik audiogram telinga kiri responden 1
Grafik audiogram telinga kanan responden 2
Grafik audiogram telinga kanan responden 2

3
4
5
5
6
9
10
10
11
12
13
15
16
18
19
20
21
23
23

26
27
27
28

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar riwayat pendengaran pasien
2 Kuisoner tenaga kerja
3 Jawaban wawancara
4 Data rata-rata intensitas kebisingan pada ruang penggilingan padi

31
32
35
36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris dengan wilayah yang sangat luas, banyak
masyarakat yang terjun di dunia agraris untuk menyambung hidupnya, baik itu
usaha dalam ruang lingkup besar maupun kecil. Setiap tahun limpahan panen
dalam jumlah besar harus mendapatkan proses pasca panen yang baik agar mutu
tetap terjaga. Proses pasca panen sangat penting untuk dipelajari karena pasca
panen merupakan hal paling utama untuk menyajikan suatu hasil alam yang akan
digunakan atau dimanfaatkan oleh seluruh mahluk hidup. Proses pasca panen
sangat tergantung pada manusia yang melaksanakannya, apabila terjadi kendala
pada pelaksanaanya yang disebabkan karena faktor manusia, maka akan
memungkinkan turunnya mutu produk tersebut. Maka dari itu suatu pekerjaan
yang dilakukan oleh manusia seharusnya menerapkan ilmu ergonomi dalam upaya
menghasilkan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan produktivitas yang
optimal.
Beras merupakan pangan yang penting di Indonesia, karena beras adalah
salah satu makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Dari Indonesia
bagian Barat sampai Indonesia bagian tengah mengkonsumsi beras sebagai
makanan utama. Beras merupakan hasil dari proses pasca panen. Proses
penggilingan padi adalah salah satu faktor untuk meningkatkan kualitas mutu
beras. Indonesia merupakan salah satu penghasil padi yang cukup besar di dunia,
pada tahun 2012 produksi gabah kering giling Indonesia mencapai 69.05 juta ton
(BPS 2013), maka dari itu banyak sekali usaha penggilingan padi ditemukan di
negeri ini, bahkan di daerah pelosok desapun ada. Usaha penggilingan padi pada
umumnya merupakan perusahaan rumah tangga dimana pemiliknya kurang
memberi perhatian pada kenyamanan kerja, kesehatan kerja dan keselamatan kerja
karyawannya, atau bisa dikatakan juga sebagai industri kecil. Kondisi tersebut
menimbulkan bahaya tak terduga yang lebih besar dari kebisingan yang dihasilkan
oleh industri besar. Jika setiap desa memiliki 1 unit usaha penggilingan padi,
berarti banyak sekali pekerja yang menerima dampak kebisingan di seluruh
Indonesia. Untuk mencegah hal tersebut, dibutuhkan suatu penelitian untuk
menganalisis tentang kebisingan dan pada usaha penggilingan padi.
Salah satu efek yang sangat tidak diinginkan akibat perencanaan
industrialisasi yang tidak benar adalah pencemaran lingkungan dan penurunan
kualitas hidup. Polusi suara adalah masalah lingkungan yang signifikan di banyak
daerah urbanisasi. Sebuah solusi yang pasti untuk hal tersebut belum
dikembangkan. Hal ini karena efek kesehatan akibat polusi suara belum menarik
banyak perhatian tidak seperti polusi udara dan air. Kebisingan sekarang diketahui
berpotensi membahayakan kesehatan, komunikasi dan kenikmatan hidup sosial.
Hal ini telah menjadi gangguan yang tidak dapat dibenarkan dan mengancam
kesehatan manusia, kenyamanan dan kualitas hidup modern.
Menurut Wang et al. (2005) berbagai studi pemantauan kebisingan dan
survei sosiologi dalam beberapa tahun terakhir mengindikasikan bahwa
dibutuhkannya suatu pengendalian untuk mengurangi kebisingan di berbagai
daerah. Salah satu upaya untuk mengurangi kebisingan yaitu dengan membuat

2
penghalang (barrier), baik dengan beton (konstruksi) maupun dengan vegetasi
tertentu (green belt).
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara jelas tentang
kebisingan pada suatu lokasi penggilingan padi, pengukuran pendengaran
karyawannya terkait dengan dengan aspek kesehatan karyawan sebagai objek
yang paling mendapat pengaruh dari kebisingan dan juga memberikan solusi
pengendalian kebisingan di lingkungan sekitar penggilingan padi.

Tujuan Penelitian
1. Menganalisis tingkat dan pola sebaran kebisingan di penggillingan padi Saluyu
Situ Gede, Bogor Barat, Jawa Barat.
2. Menganalisis durasi maksimal dalam ruangan berdasarkan ambang kebisingan
sesuai standar ketenagakerjaan.
3. Menganalisis dan mengukur kebisingan lingkungan di sekitar area
penggilingan serta pengendalian kebisingannya.
4. Menganalisis jenis kemunduran pendengaran karyawan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan:
1. Memberikan pengetahuan kepada karyawan penggilingan akan pentingnya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan dampak yang ditimbulkan.
2. Memberikan masukan bagi warga sekitar agar memperhitungkan polusi
kebisingan yang ditimbulkan oleh penggilingan padi.
3. Memberikan rancangan penghalang kebisingan (barrier) untuk mereduksi
kebisingan pada penggilingan padi.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian berupa pengukuran kebisingan dan pola sebaran kebisingannya
ini dilaksanakan di pabrik penggilingan padi Saluyu, Situ Gede, Bogor Barat,
Jawa Barat. Untuk pengukuran pendengaran karyawan dengan audiometric test
akan dilakukan di RS. Salak Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari periode
September sampai November 2013.
Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Sound Level Meter
(dapat dilihat pada Gambar 1), laptop, layout lokasi, alat tulis, meteran, stopwatch,
kamera, Microsoft Excel, Microsoft Word, audiometer dan Golden Software
Surfer 8.

3

Gambar 1 Sound level meter
Jenis Data
Data Primer
Data yang dikumpulkan meliputi data umum karyawan, data lingkungan
kerja dan data perilaku akibat kebisingan melalui metode wawancara dan
kuisioner serta data kebisingan tiap titik dalam ruangan penggilingan dan
kebisingan di luar daerah penggilingan melalui metode pengukuran langsung di
lokasi.
Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 2 karyawan yang bekerja
bersentuhan langsung dan berada di sekitar mesin. Berikut data umum karyawan
yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Data karyawan penggilingan padi atau subjek penelitian
Usia
Tinggi
Berat
Lamanya bekerja
Nama
Jenis kelamin
t(tahun)
(cm)
(kg)
(tahun)
A
Laki-laki
45
165
75
7
B
Laki-laki
38
163
65
6
Objek yang dianalisis adalah kondisi kebisingan keseluruhan di pengiilingan padi
Saluyu Situ Gede yang dipengaruhi oleh mesin-mesin yang berada di area
tersebut.
Nama usaha
: Saluyu
Luas
: 14 x 11.5 m
Kapasitas
: 1000 kg/ hari
Jumlah karyawan
: 2 orang
Lama usaha
: 16 tahun
Mesin
: mesin diesel dengan berat 185 kg, 2200 rpm dan 24 HP,
mesin diesel dengan berat 220 kg, 2200 rpm dan 24 HP,
husker dengan 2200 rpm, dan polisher 2200 rpm.

4
Data Sekunder
Data yang dikumpulkan dengan mencatat dan mengutip data yang tersedia
pada instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, meliputi data kondisi
umum tempat dilaksanakannya penelitian, grafik audiogram dan data-data lain
yang berhubungan dengan penelitian.

Metode Pengumpulan Data di Lapangan
Pengukuran Kebisingan Ruangan
Pemetaan pola kebisingan diperoleh dengan mengikuti kaidah kontur, yaitu
membuat garis-garis yang menghubungkan tingkat kebisingan yang sama
(isonoise). Dengan mengikuti kaidah koordinat X,Y,Z dimana X,Y adalah
koordinat posisi dari titik pengukuran, sedangkan Z adalah nilai ukur kebisingan
pada suatu titik. Selanjutnya data koordinat X,Y,Z sebagai data input ke Golden
Software Surfer 8. Untuk dapat membuat kontur kebisingan dibutuhkan pola
pengambilan data pada titik-titik yang beraturan pada lokasi sampling seperti pada
Gambar 2, semakin rapat titik pengambilan sampling maka kontur yang
dihasilkan semakin baik sehingga untuk mengurangi hal tersebut kontur dibuat
serapat mungkin dengan menggunakan jarak antar titik yang beraturan adalah 50
cm x 50 cm, dengan durasi pengukuran selama 5 detik dan mengambil data ratarata yang sering muncul. Pengambilan data ini dilakukan sebanyak 5 kali.
Pengukuran kebisingan ini menggunakan alat sound level meter. Panjang dan
lebar untuk ruang penggilingan padi tersebut masing-masing adalah 14 m dan
11.5 m.

Gambar 2 Denah titik pengukuran kebisingan ruangan penggilingan padi

5
Pengukuran Kebisingan Lingkungan
Pengukuran kebisingan lingkungan dilakukan pada 2 objek di sekitar
penggilingan yaitu pada sebuah rumah warga dan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Kebisingan diukur pada PAUD dan rumah warga saat mesin penggiling
padi dalam keadaan menyala. Untuk rumah warga dilakukan pengukuran
kebisingan di teras depan rumah sedangkan pada PAUD dilakukan di ruang
belajar para murid. Pengukuran dilakukan saat kondisi lalu lintas di sekitar rumah
warga dan PAUD tidak ada satupun kendaraan yang melintas atau bisa dikatakan
hanya sumber kebisingan dari penggilingan padi saja sebagai sumber bunyi.
Sebelum itu semua dilakukan, terlebih dahulu dilakukan metode pengukuran
penghalang (barrier) dimana akan didapatkan data kebisingan sebelum dan
sesudah mengenai penghalang, setelah itu akan didapat besarnya persentase
reduksi kebisingan penghalang.
Gambar 3 menunjukkan metode pengukuran besarnya kebisingan sebelum
mengenai penghalang. Untuk jarak a pada gambar ditetapkan 1 meter dan jarak b
yaitu jarak Sound Level Meter (SLM) pada sumber bunyi dalam hal ini adalah
penggilingan padi, sedangkan pada Gambar 4 menunjukkan metode pengukuran
besarnya kebisingan setelah mengenai penghalang.
Penghalang

SLM

jarak a

Sumber bunyi

jarak b

Gambar 3 Metode pengukuran kebisingan sebelum mengenai penghalang

SLM

Penghalang

jarak a

Sumber bunyi

jarak b

Gambar 4 Metode pengukuran kebisingan sesudah mengenai penghalang

6
Audiometrict Test
Uji pendengaran atau audiometrict test dilakukan menggunakan alat
audiometer. Petugas pelaksana adalah seorang ahli yang mendapat pengakuan
formal (sertifikasi) untuk melakukan tugas tersebut. Pengambilan data uji
pendengaran karyawan ini dilakukan di RS. Salak Bogor unit THT.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara yang
dapat dilihat pada Gambar 5, audiologis dan pasien yang kooperatif. Prinsip dasar
pemeriksaan audiometri ini adalah pemeriksaan pada bermacam-macam frekunsi
dan intensitas pada suara (dB) ditransfer melalui headset atau bone conductor ke
telinga atau mastoid dan batasan intensitas suara (dB) pasien yang tidak dapat
didengar lagi dicatat melalui program komputer atau diplot secara manual pada
kertas grafik.

Gambar 5 Ruang kedap suara
Berikut adalah cara penggunaan alat audiometer :
a) Tekan Switch Power untuk menyalakan Audiometer. Apabila belum mengenal
pesawat tersebut maka cobalah dengan memasang earphone pada telinga
sendiri dan lakukan pengoperasian berbagai tombol pengatur.
b) Ear Test untuk memilih telinga yang akan diperiksa.
c) Frekuensi untuk memilih tinggi nada atau frekuensi.
d) Hearing Level untuk mengatur intensitas nada.
e) Interuptor untuk menghidup - matikan nada.
Audiogram merupakan hasil pemeriksaan dengan audiometer yang berupa
catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan audiometer, yang
berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap intensitas
suara dalam desibel (dB).
Berikut adalah langkah-langkah untuk memberi tanda pada hasil
audiometrict test:
1. Gunakan tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri.
2. Hantaran udara (Air Conduction = AC).

7

3.

4.

5.

6.
7.

Kanan
=O
Kiri
=X
Hantaran udara (Air Conduction = AC) dengan masking.
Kanan

Kiri
=
Hantaran tulang (Bone Conduction = BC).
Kanan
=<
Kiri
=>
Hantaran tulang (Bone Conduction = BC) dengan masking.
Kanan

Kiri
=‫כ‬
Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus (
) dengan
menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri.
Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus ( - - - - - - - - )
dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga
kiri.

Wawancara
Melakukan wawancara kepada para pekerja yang bekerja di ruangan
tersebut untuk mengetahui keluhan-keluhan atau dampak yang ditimbulkan dari
kondisi lingkungan kerja. Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung
dengan konsep pertanyaan yang sudah disiapkan berupa kuisoner (llihat Lampiran
3). Pertanyaan yang disiapkan disertai dengan pilihan jawaban.

Metode Analisis Data
Analisis Kebisingan Ruangan
Data kebisingan yang didapat secara pengukuran langsung akan dijadikan
sebagai titik pada sumbu z untuk pembuatan kontur dengan posisi pengukuran
sebagai sumbu x dan y. Setelah kontur di analisis, data kebisingan akan
dibandingkan dengan ambang batas yang sudah ditentukan dengan menggunakan
Tabel 2.
Tabel 2 Standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja yang
diperkenankan
Menaker (dB)
85.0
87.5
90.0
92.5
95.0
100.0
105.0
110.0

Waktu Kerja (jam)
8.0
6.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.5
0.3

Sumber: Sudirman 1992 dalam Wijaya A 2005

8
Daily noise dose berhubungan dengan total durasi papar kebisingan dengan
tingkat kebisingan yang berbeda, daily noise dose dapat dirumuskan sebagai
berikut:
D=
…………………………..(1)
Dimana,
D
: Daily noise dose
C1, C2, C3
: Total waktu eksposur pada tingkat kebisingan yang telah
ditentukan
T1, T2, T3
: Durasi eksposur dimana kebisingan pada level tersebut mematuhi
daerah ambang bahaya
Berdasarkan National Institute for Occupational Safety (NIOSH), tingkat Daily
Noise Dose tidak boleh lebih dari 1. Untuk standar nilai ambang batas akan
digunakan standar nilai ambang yang telah ditentukan oleh Menaker (Menteri
Tenaga Kerja).
Analisis Kebisingan Lingkungan
Data kebisingan lingkungan yang telah didapat selanjutnya dibandingkan
dengan tabel baku tingkat kebisingan lingkungan seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 Baku tingkat kebisingan
Peruntukan kawasan / Lingkungan Kegiatan
a Peruntukan kawasan
1 Perumahan dan pemukiman
2 Perdagangan dan jasa
3 Perkantoran dan perdagangan
4 Ruang terbuka hijau
5 Industri
6 Pemerintahan dan fasilitas umum
7 Rekreasi
8 Khusus
Bandar udara
Stasiun kereta api
Pelabuhan laut
Cagar budaya
b Lingkungan Kegiatan
1 Rumah sakit atau sejenisnya
2 Sekolah atau sejenisnya
3 Tempat ibadah atau sejenisnya

Tingkat Kebisingan (dB)
55
70
65
50
70
60
70
*
*
70
60
55
55
55

Keterangan: *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan

Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup 1996
Apabila hasil kebisingan yang didapatkan masih melebihi ambang batas
maka membuat rancangan teknis penghalang berdasarkan jenis penghalang yang
sudah diketahui efektivitasnya. Setelah memperoleh data jenis-jenis penghalang

9
dan efektivitasnya masing-masing, serta daerah yang memiliki kebisingan
melewati baku mutu yang ada, maka diperlukan upaya pengendalian. Upaya
pengendalian dilakukan dengan membuat rancangan teknis penghalang dengan
cara mengambil salah satu contoh penghalang yang telah diukur. Penghalang yang
digunakan adalah penghalang yang memiliki efektivitas peredaman bising yang
baik dengan bahan, tinggi, tebal dan panjang penghalang disesuaikan dengan
kondisi di daerah yang dikendalikan.
Analisis Audiogram
Audiogram merupakan hasil pemeriksaan dengan audiometer yang berupa
catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan audiometer, yang
berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap intensitas
suara dalam desibel (dB). Yang pertama dilakukan adalah mencatat riwayat
kesehatan pada karyawan sebagai data awal audiometrict test untuk mengetahui
secara kasar kondisi pendengaran karyawan sebelum dilakukan tes, setelah
melakukan tes didapatkan grafik audiogram yang kemudian dibaca berdasarkan
jenis ketulian dengan melihat grafik AC Unmasked dan BC Mastoid Masked
sehingga kita dapat menentukan jenis ketulian yang diderita karyawan. Berikut ini
adalah contok grafik berdasarkan jenis pendengarannya:

Sumber: Poli THT RS Salak Bogor 2013
Gambar 6 Grafik audiogram subjek pendengaran normal
Gambar 6 menunjukkan pendengaran normal atau tidak ada penurunan
pendengaran, dilihat dari nilai ambang pendengaran < 25 dB baik pada BC atau
AC pada semua frekuensi.

10

Sumber: Poli THT RS Salak Bogor 2013
Gambar 7 Grafik audiogram subjek tuli ringan
Gambar 7 menunjukkan bahwa AC turun dan BC normal. Kurva AC dan BC ada
gap. Untuk grafik tuli ringan sama dengan tuli sedang, hanya saja untuk tuli
ringan dari skala 26-40 dB sedangkan untuk tuli sedang dari skala 41-70 dB.

Sumber: Poli THT RS Salak Bogor 2013
Gambar 8 Grafik audiogram subjek tuli berat
Gambar 8 menunjukkan AC turun dan BC turun, kurva AC dan BC berhimpitan,
adanya takik pada Frekuensi 4000 Hz.

11

Sumber: Poli THT RS Salak Bogor 2013
Gambar 9 Grafik audiogram subjek tuli sangat berat
Gambar 9 menunjukkan AC turun dan BC turun, kurva AC dan BC ada yang
berhimpitan dan terdapat gap. Intensitas suara hampir mencapai 90 dB. Berikut
adalah rancangan penelitian yang dijadikan sebagai acuan untuk mengambil
langkah-langkah dalam pengambilan data.

12

Mulai

Kebisingan dalam
ruangan

Kebisingan
lingkungan

Penentuan titik
pengukuran

Penentuan
objek

Pengukuran
kebisingan

Pengukuran
jarak sumber
kebisingan ke
objek

Kontur
kebisingan

Analisis dan
penentuan durasi
maksimal

Audiometrict
test

Data
kebisingan
objek

Grafik
Audiogram

Analisis dan
penentuan jenis
penghalang
(barrier)
kebisingan

Analisis dan
penentuan
kemunduran
pendengaran

Wawancara

Data
subjektif dari
subjek

Analisis dan
penentuan durasi
maksimal

Kesimpulan

Selesai
Gambar 10 Rancangan penelitian

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tata Letak dan Kondisi Ruang Penggilingan
diesel

TAMAN

TAMAN
1

sistem transmisi

2

11.5 m

3

d
husker

polisher

7

4
4

5

6

d
8
5

14 m
Keterangan:
1: Bak air
2: Belt husker (sabuk transmisi husker )
3: Belt polisher ( sabuk transmisi polisher)
4: Pulley husker
5: Pulley polisher
6: Tumpukan karung gabah kering giling (GKG)
7: Bengkel
8: Pintu ruangan
Gambar 11 Layout lokasi ruangan penggilingan padi

14
Gambar 11 menunjukkan layout lokasi beserta tata letak ruangan
penggilingan padi. Panjang dan lebar ruangan penggilingan masing-masing
sebesar 14 m dan 11.5 m. Dinding ruangan terbuat dari beton, begitu juga dengan
dinding yang membatasi taman, ruangan, dan bengkel. Tebal dinding berkisar 20
cm yang berfungsi sebagai pemantul kebisingan sehingga kebisingan yang
ditimbulkan oleh mesin menyebar ke seluruh bagian ruangan. Terdapat 3 buah
mesin yaitu mesin diesel, husker dan polisher. Untuk menggerakkan husker dan
polisher disambungkan menggunakan transmisi belt dengan panjang yang
berbeda-beda. Pada Gambar 11, panjang transmisi belt husker (2) sepanjang 5
meter sedangkan untuk polisher (3) sepanjang 5.5 meter. Tumpukan-tumpukan
kantong GKG (6) juga tersebar di ruangan penggilingan, tumpukan gabah tersebut
mampu mereduksi sebagian kebisingan yang menyebar di dalam ruangan
penggilingan, tetapi untuk pengambilan data kebisingan ruangan dalam kasus ini
tidak memperhitungkan pereduksi kebisingan oleh tumpukan gabah. Bengkel (7)
pada ruangan penggilingan berisi 1 buah mesin diesel sebagai cadangan bila
mesin diesel utama mengalami kerusakan atau dalam proses measurement
(perawatan) dan juga beberapa suku cadang untuk mesin-mesin yang lainnya.
Ventilasi yang berupa besi tralis tanpa kaca pada ruangan mengakibatkan
kebisingan keluar menuju lingkungan sekitar lokasi penggilingan padi. Pintu
ruangan penggilingan (8) yang terbuka saat proses penggilingan padi juga dapat
mengakibatkan kebisingan di ruang penggilingan keluar menuju lingkungan
sekitar sehingga dapat dikatakan bahwa ventilasi dan pintu ruangan penggilingan
berperan penting dalam menyalurkan kebisingan terhadap lingkungan di sekitar
penggilingan padi.
Gambar 12(a), 12(b) dan 12(c) masing-masing menunjukkan kondisi
husker, polisher dan sistem transmisi. Husker berfungsi sebagai pemisah kulit
gabah dengan biji beras. Polisher digunakan untuk membersihkan dan
memperhalus warna beras sehingga beras lebih bersih dan putih. Tenaga
penggerak husker dan polisher yaitu motor diesel yang memiliki kekuatan 2200
rpm dan 24 HP. Proses penggilingan padi membutuhkan waktu selama 1 jam
untuk menggiling 50 kg gabah dengan menghasilkan 20 kg beras.

15

(a)

(b)

(c)
Gambar 12 Mesin dan alat yang terdapat pada
(c) penggilingan padi; (a) Husker, (b)
Polisher, (c) Motor diesel dan sistem transmisi
Analisis Kebisingan
Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja
(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak
diinginkan secara fisik dan psikis. Menurut Suma’mur (1988), kebisingan yang
sering ditemukan di lingungan kerja adalah:
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide
band noise) misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar, dll.
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow
band noise) misalnya gergaji siruler, katup gas, dll.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten) misalnya lalu lintas, pesawat terbang di
lapangan udara, dll.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsif noise) misalnya pukulan, tembakan
bedil atau meriam, ledakan, dll. Kebisingan impulsif berulang misalnya mesin
tempa di perusahaan.

16
Penggilingan padi dapat digolongkan ke dalam wide band noise karena
kebisingan bersumber dari mesin-mesin seperti husker, polisher dan motor diesel
sedangkan kebisingan pada ruangan ini dianalisis menggunakan peta kontur yang
dibuat dengan Golden Software Surfer 8.0 yaitu berupa sebaran kebisingan pada
ruangan pabrik. Untuk meminimalisir kesalahan data, pengambilan data dibuat
sangat rapat dengan jarak antar titik sepanjang 50 cm x 50 cm dan juga agar pola
sebaran kebisingannya dapat jelas dilihat. Kebisingan yang terjadi di ruang
penggillingan ini dipengaruhi oleh adanya mesin-mesin yang berada dalam
ruangan tersebut. Sebaran kebisingan di ruangan memiliki perbedaan di setiap
titiknya. Pola kebisingan yang berbeda tersebut disebabkan karena beberapa
faktor, diantaranya faktor mesin, jenis transmisi, jenis material dinding dan
adanya sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna.
decibels
(dB)

Gambar 13 Kontur kebisingan di ruangan penggilingan padi
Gambar 13 menunjukkan tingkat kebisingan ruang penggilingan yaitu
berkisar 80 dB hingga 110 dB. Kebisingan tertinggi terdapat pada mesin diesel
yaitu sebesar 110 dB. Hal ini dipengaruhi oleh daya dan putaran poros yang
cukup tinggi. Transmisi belt juga menyumbang kebisingan yang cukup tinggi,
terdapat 4 puli untuk menggerakkan husker dan polisher dengan kebisingan dari
92 dB hingga 95. Kebisingan yang terjadi cukup tinggi dan merata karena adanya
sambungan yang tidak pas dan komponen pemasangan yang sudah mulai longgar
sehingga menimbulkan suara yang cukup keras.
Transmisi belt yang terletak diantara mesin diesel, husker dan polisher
inilah yang juga menjadi penyebab utama kebisingan di sekitar transmisi belt

17
merata. Di daerah tempat karyawan paling sering beroperasi yaitu daerah sekitar
husker dan polisher, nilai kebisingan tertinggi mencapai 92 dB. Hal ini
disebabkan karena daya dan putaran poros yang cukup tinggi. Namun daerah ini
dapat dibilang lebih rendah jika dibandingkan dengan daerah sekitar mesin hal ini
dapat disebabkan karena daerah ini memiliki lingkup yang luas sehingga suara
yang ada dapat tersebar lebih luas dan tidak berkumpul pada satu daerah saja.
Faktor lainnya ialah daerah ini mendekati pintu ruangan, sehingga kebisingan di
dalam ruangan dapat keluar.
Perubahan kebisingan yang cukup drastis terletak pada sekitar sistem
transmisi dengan tumpukan GKG, dimana garis 90 dB dan 87.5 dB sangat pendek
jaraknya hal ini dikarenakan tumpukan GKG dapat mereduksi kebisingan.
Perbandingan nilai kebisingan yang mencolok lainnya ialah pada taman dengan
kebisingan berkisar antara 72.5 dB-77.5 dB dan pada bengkel berkisar antara 77.5
dB-85 dB. Hal ini dikarenakan terdapatnya dinding beton yang membatasi taman
dan bengkel dengan ruangan penggilingan padi
Analisis Keselamatan Kerja
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh peta sebaran
kebisingan di ruangan penggilingan padi. Nilai minimum kebisingan sebesar 80
dB yang berada di dekat dinding ruangan sedangkan nilai maksimum kebisingan
sebesar 110 dB. Perbandingan kebisingan pada taman dengan kebisingan di dalam
ruangan sangat mencolok yaitu pada taman tingkat kebisingannya berkisar 72.5
dB–77.5 dB, hal ini dikarenakan terdapat dinding beton yang membatasi taman
dengan ruangan penggilingan padi. Daerah yang sering dilalui oleh para subjek
untuk melakukan aktivitasnya memiliki tingkat kebisingan yang cukup tinggi.
Diasumsikan jam kerja para karyawan selama 7 jam tanpa memperhitungkan lama
waktu karyawan memasukkan gabah ke dalam husker dan memasukkan beras ke
dalam polisher, sehingga dalam 7 jam bisa dikatakan mesin-mesin bekerja terus
menerus. Daerah pertama yang sering disinggahi oleh operator yaitu di sekitar
mesin diesel dengan transmisi belt, dapat dilihat pada Gambar 14 yang dilingkari
dengan warna merah. Operator dalam hal ini adalah subjek yang terpapar
langsung dengan kebisingan melakukan aktivitas menyalakan mesin diesel, untuk
lamanya mematikan mesin diesel diabaikan karena proses mematikannya sangat
cepat daripada saat menyalakan mesin diesel yang memakan waktu tidak sebentar.
Diasumsikan dalam 7 jam kerja operator melakukan aktivitas tersebut sebanyak 2
kali yang memakan waktu 4 menit tiap kegiatan, sehingga dikalkulasikan selama
7 jam kerja membutuhkan waktu sebanyak 8 menit untuk aktivitas tersebut.

18

decibels
(dB)

Gambar 14 Daerah di sekitar mesin diesel dan sistem transmisi yang sering
dilalui operator
Di daerah sekitar mesin diesel dan sistem transmisi mempunyai tingkat
kebisingan yang tinggi seperti yang ditandai pada Gambar 14, dengan nilai
maksimal 105 dB, kebisingan pada daerah ini termasuk kebisingan kontinyu
dengan spektrum frekuensi yang luas. Batas waktu yang diijinkan oleh
DEPNAKER RI untuk kebisingan sebesar 105 dB adalah selama 0.5 jam.
Selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 2. Dengan menggunakan persamaan (1),
tingkat daily noise dose yang diterima subjek adalah 0.26, hal ini menyatakan
bahwa subjek berada di batas aman karena berdasarkan National Institute for
Occupational Safety (NIOSH) tingkat daily noise dose tidak boleh lebih dari 1.
Menurut Moriber (1974), kebisingan pada berbagai level intensitas dapat
mengakibatkan kerusakan yang bertingkat-tingkat. Kerusakan ini antara lain:
1. Jika peningkatan ambang dengar > 80 dB, menyebabkan kerusakan
pendengaran sebagian.
2. Jika peningkatan ambang dengar antara 120-125 dB, menyebabkan gangguan
pendengaran sementara.
3. Jika peningkatan ambang dengar antara 125-140 dB, bisa menyebabkan
telinga sakit.
4. Jika peningkatan ambang dengar < 150 dB, menyebabkan kehilangan
pendengaran permanen.
Sedangkan menurut Chanlett (1979), menyatakan bahwa selain berdampak pada
gangguan pendengaran, terdapat efek kebisingan lainnya, yaitu:
1. Gangguan tidur dan istirahat.
2. Mempengaruhi kapasitas kerja pekerja.

19
3. Dalam segi fisik, seperti pupil membesar dan lain-lain.
4. Dalam segi psikologis, seperti penyakit mental dan perubahan sikap atau
kebiasaan.
Daerah dimana subjek paling lama bekerja berikutnya adalah di daerah
sekitar husker dan polisher. Di daerah husker karyawan melakukan aktivitas inti
yaitu memasukan gabah ke dalam mesin yang dapat dilihat pada Gambar 15 yang
dilingkari warna merah. Husker menyumbang kebisingan pada ruangan
penggilingan padi yang disebabkan proses pemecahan kulit gabah, selain itu
karena pulley belt dan elemen-elemen mesin pada husker yang sudah mulai
renggang. Diasumsikan berdasarkan waktu kerja, lama subjek berada dalam
daerah ini adalah 7 jam. Di daerah husker tingkat kebisingan mencapai 90 dB,
dilihat dari jenis kebisingannya, kebisingan yang terjadi pada daerah ini termasuk
jenis kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas.
decibels
(dB)

Gambar 15 Daerah di sekitar husker yang sering disinggahi operator
Batas waktu yang diijinkan berada dalam daerah ini dengan tingkat
kebisingan 90 oleh DEPNAKER RI adalah 4 jam. Selengkapnya dapat dilihat
dalam Tabel 2, dengan menggunakan persamaan (1), tingkat daily noise dose yang
diterima subjek adalah 1.75. Hal ini menyatakan bahwa subjek berada di luar
batas aman karena berdasarkan National Institute for Occupational Safety
(NIOSH) tingkat daily noise dose tidak boleh lebih dari 1.
Daerah yang paling lama ditempati pada saat karyawan bekerja berikutnya
adalah di daerah sekitar polisher. Tempat ini dimana karyawan memasukkan beras
untuk diperhalus ke dalam polisher. Polisher sendiri menyumbang kebisingan
pada kebisingan di ruangan penggilingan padi dan kebisingan yang ditimbulkan

20
polisher disebabkan karena proses penyosohan beras yang menimbulkan bising,
selain itu juga karena pulley belt dan elemen-elemen mesin pada polisher yang
sudah mulai renggang yang mengakibatkan getaran dan kebisingan. Diasumsikan
berdasarkan waktu kerja, lama subjek berada dalam daerah ini adalah 7 jam.
Gambar 16 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada daerah bertanda merah
mencapai 92 dB. Dilihat dari jenis kebisingannya, kebisingan yang terjadi pada
daerah ini termasuk jenis kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang
luas.
decibels
(dB)

Gambar 16 Daerah di sekitar polisher yang sering disinggahi operator
Batas waktu yang diijinkan berada dalam daerah ini dengan tingkat
kebisingan 92 oleh DEPNAKER RI adalah 3 jam. Selengkapnya dapat dilihat
dalam Tabel 2. Dengan menggunakan persamaan (1), tingkat daily noise dose
yang diterima subjek adalah 2.33. Hal ini menyatakan bahwa subjek berada di luar
batas aman, karena berdasarkan National Institute for Occupational Safety
(NIOSH), tingkat daily noise dose tidak boleh lebih dari 1.

21
Analisis Kebisingan Lingkungan

Sumber: Google Map 2013
Gambar 17 Peta lokasi pengukuran tingkat kebisingan lingkungan penggilingan
padi
Peraturan mengenai tingkat kebisingan dibahas dalam Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MNLH/11/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan. Besarnya kebisingan yang terjadi di lingkungan diatur sesuai dengan
peruntukan wilayah tersebut. Batas maksimal kebisingan diatur dengan adanya
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MNLH/11/1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan yang menyatakan baku mutu tingkat kebisingan
suatu wilayah. Baku Tingkat Kebisingan adalah batas maksimal tingkat
kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan
sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan (Menteri Negara Lingkungan Hidup 1996). Nilai baku tingkat
kebisingan untuk setiap kawasan yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 3.
Suara keras yang dihasilkan engine berasal dari mesin diesel, husker dan
polisher mengganggu kebisingan lingkungan. Dampak suara bising akan
mengganggu konsentrasi dan keseimbangan serta dapat meningkatkan tekanan
darah dan efek psikologis sehingga dapat mengganggu kesehatan dan dapat
menurunkan kinerja manusia. Pemerintah dan badan keselamatan lingkungan
dunia menetapkan aturan perundang-undangan polusi udara. Dasar pendukung
perundang-undangan Peraturan Menteri Nomor 718 Tahun 1987 untuk zona c
yaitu perkantoran, pendidikan, perdagangan dan permukiman masyarakat. Batas
kebisingan yang diperbolehkan 50-60 dB (Sunitra et al. 2008).
Pengukuran kebisingan lingkungan dilakukan pada rumah warga dan PAUD
dengan jarak masing-masing dari sumber kebisingan sejauh 14 meter dan 8 meter.
Faktor jarak sangat berpengaruh dalam kebisingan lingkungan, dimana jika
sumber kebisingan semakin dekat dengan objek maka tingkat kebisingan yang

22
diterima objek akan semakin besar. Kebisingan pada teras rumah warga adalah
sebesar 65 dB sedangkan pada ruang belajar PAUD sebesar 58 dB. Nilai yang
didapat pada SLM hanya dipengaruhi oleh sumber kebisingan pada penggilingan
padi tanpa ada kebisingan lain baik suara keramaian manusia maupun suara lalu
lintas di sekitar sumber kebisingan. Hal ini disebabkan karena analisis kebisingan
lingkungan hanya pada ruang penggilingan padi tanpa ada faktor lainnya. Nilai
kebisingan yang didapat dari rumah warga dan PAUD masih diatas baku tingkat
kebisingan untuk perumahan dan sekolah sesuai dengan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MNLH/11/1996 yaitu tidak boleh
lebih dari 55 dB.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan di lokasi penelitian, faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat kebisingan antara lain kurangnya bangunan
peredam/pengendali kebisingan (penanaman vegetasi atau bangunan penghalang).
Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan metode pengendalian kebisingan
dengan membuat bangunan penghalang sekitar PAUD dan rumah warga untuk
mengurangi tingkat kebisingan yang terjadi.
Pengendalian Kebisingan
Kebisingan yang terjadi pada penggilingan padi akan merugikan lingkungan
sekitarnya. Hal ini berdampak langsung kepada para pekerja, murid-murid PAUD
dan penghuni rumah yang berada di sekitar penggilingan. Kebisingan mesin tidak
mungkin dihilangkan sehingga dibutuhkan tindakan efektif untuk mengatasi
kebisingan. Wilson dan Charles E (1989) merekomendasikan pengendalian
kebisingan dengan dua alternatif yaitu desain mesin atau peralatan dan sistem
operasi mesin dan desain konstruksi bangunan. Selain itu untuk mengurangi
kebisingan bias dilakukan pengendalian di dalam gedung dan di luar gedung.
Desain konstruksi bangunan masuk dalam pengendalian barrier. Sebagai dasar
menetukan konstruksi bangunan. Tabel 4 berikut memuat data tingkat reduksi
kebisingan dari berbagai material dengan ketebalan tertentu.
Tabel 4 Tingkat reduksi kebisingan berbagai material dengan ketebalan tertentu
Tingkat Reduksi Kebisingan (dB)
Bahan
Ketebalan
3 mm
5 mm
10 mm
20 mm
Kaca
5-10
7-15
10-20
15-25
Baja
10-15
12-20
15-25
22-32
Kayu tripleks/lapis
5-9
9-12
10-15
12-20
Beton
8-12
10-18
12-20
18-25
Fiber glass
9-15
9-14
12-25
20-30
Sumber: Sembodo 2004
Setiap objek yang diteliti yaitu PAUD dan rumah warga awal mulanya
sudah dikelilingi pagar, meskipun tujuan utama pagar bukan untuk menghalangi
kebisingan pada penggilingan padi tetapi dengan pagar tersebut setidaknya sudah
dapat mereduksi kebisingan tetapi sebaiknya dibuat pagar yang berfungsi sebagai
pembatas bangunan dan juga dapat mereduksi kebisingan hingga dibawah baku
tingkat kebisingan sekolah dan pemukiman yaitu sebesar 55 dB.

23

Gambar 18 Susunan pagar pada PAUD
Gambar 18 menunjukkan kondisi pagar pada PAUD yang terdiri dari beton
dan besi tralis dengan jarak dari sumber kebisingan sejauh 14 m dan panjang total
pagar sepanjang 19.4 m. Susunan pagar yang terdapat pada PAUD tidak mampu
mereduksi kebisingan hingga batas baku kebisingan yang telah ditetapkan untuk
sekolah, karena kebisingan yang terdapat pada ruang belajar murid sebesar 58 dB,
lebih banyak 3 dB dari batas baku yaitu 55 dB. Persentase reduksi kebisingan
pagar PAUD dapat diketahui dengan mengukur kebisingan sebelum mengenai
pagar yaitu sebesar 66 dB, kebisingan setelah mengenai pagar sebesar 63 dB,
maka persentase kebisingan pagar PAUD sebesar 4.5%. Hal ini berdampak
mengganggu ketenangan dan konsentrasi para murid dalam proses belajarnya.

Gambar 19 Susunan pagar pada rumah warga
Gambar 19 menunjukkan pagar di sekitar rumah warga yang terbuat dari
beton dengan jarak dari sumber bunyi sejauh 8 m, pagar tersebut sebenarnya
adalah pagar pada sekitar penggilingan padi tetapi berhimpitan langsung dengan
lingkungan bagian depan rumah warga dengan panjang total pagar sebesar 32.8 m.
Susunan pagar pada rumah warga tidak mampu mereduksi kebisingan hingga
batas baku kebisingan yang telah ditetapkan untuk pemukiman, karena kebisingan
yang terdapat pada halaman rumah sebesar 65 dB, lebih besar 10 dB dari batas

24
baku yaitu 55 dB. Persentase reduksi kebisingan pagar pada rumah warga dapat
diketahui dengan mengukur kebisingan sebelum mengenai pagar yaitu sebesar 72
dB, kebisingan setelah mengenai pagar 68 dB maka persentase kebisingan pagar
rumah warga sebesar 5.5%. Hal ini berdampak mengganggu ketenangan dan
kenyamanan penghuni rumah.
Perancangan Teknis Upaya Pengendalian Kebisingan
Penelitian Hasyim (2012) menyatakan bahwa upaya pengendalian
kebisingan menggunakan bangunan penghalang (barrier). Bangunan penghalang
yang digunakan adalah penghalang yang memiliki persentase reduksi kebisingan
yang baik. Untuk mengetahui jenis penghalang yang baik dalam mereduksi
kebisingan, bahan bangunan penghalang yang direncanakan yaitu batako, semen,
pasir, dan ditanami dengan tanaman menjalar yaitu kembang air mata pengantin
(Antigonon leptopus) atau tanaman menjalar lainnya untuk menambah nilai
keindahan penghalang dan kesan ramah lingkungan. Panjang total pagar
disesuaikan dengan panjang yang sudah ada di lokasi pengukuran, dalam hal ini
adalah pagar objek yang terdampak kebisingan oleh pengilingan padi. Tampak
atas (lihat Gambar 20a) bangunan penghalang berbentuk persegi panjang. Tampak
depan (lihat Gambar 20b) berbentuk persegi panjang yang membentuk huruf T.
Tampak samping (lihat Gambar 20c) bangunan penghalang berbentuk persegi
panjang. Dimensi rancangan penghalang untuk PAUD dan rumah warga dapat
dilihat pada Gambar 20.
Rancangan penghalang yang dibuat diperkirakan memiliki persentase
reduksi kebisingan sebesar 22%, sehingga kebisingan yang didapatkan oleh
PAUD dan rumah warga berturut-turut diperkirakan sebesar 45 dB dan 54 dB.
Pengaruh tanaman menjalar hanya pada kesan ramah lingkungan dan lebih kepada
menambah keindahan penghalang, sedangkan untuk reduksi kebisingannya sedikit
berpengaruh. Kedua nilai kebisingan tersebut di bawah nilai baku tingkat
kebisingan yang telah ditetapkan untuk kawasan sekolah dan permukiman yaitu
sebesar 55 dB.

25

Keterangan:
P (panjang)

: disesuaikan dengan panjang total
pagar yang sudah ada di lokasi
T (tinggi total)
: 180.00 cm
L (lebar dinding)
: 15.00 cm
l (lebar variasi)
: 25.00 cm
t (tinggi tanpa variasi)
: 165.00 cm
t’ (tinggi variasi)
: 15.00 cm
y (selisih lebar variasi dengan lebar dinding) : 5.00 cm
Sumber : Hasyim 2012
Gambar 20 Rancangan dinding tembok dengan tinggi 180 cm di rumah warga
dan PAUD
Perkiraan nilai tingkat kebisingan di lokasi apabila setelah dibangun
penghalang belum tentu menghasilkan nilai yang sesuai, tergantung sumber
kebisingan dan kondisi di lokasi. Apabila sumber bising di lokasi yang telah
dibangun penghalang mengalami peningkatan nilai tingkat kebisingannya, maka
nilai tingkat kebisingan yang direduksi penghalang tersebut akan berkurang.
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai

26
jenis dan bahan penghalang yang efektif dalam mereduksi tingkat kebisingan
tertentu.
Analisis Audiogram
Analisis audiogram dilakukan setelah mendapatkan grafik tes pendengaran
melalui audiometrict test yang telah dilakukan. Terdapat 2 responden yang telah
di tes pendengarannya yaitu para karyawan yang bekerja pada penggilingan padi.
Untuk grafik audiogram subjek 1 yang berusia 45 tahun dapat dilihat pada
Gambar 21 dan Gambar 22, sedangkan untuk grafik audiogram responden 2 yang
berusia 38 tahun dapat dilihat pada Gambar 23 dan Gambar 24.

Gambar 21 Grafik audiogram telinga kanan responden 1
Gambar 21 menunjukkan dimana hasil tes pada telinga kanan subjek 1 yang
berumur 45 tahun. Berdasar grafik yang didapat dapat dilihat dimana garis AC
dan BC terdapat gap dan gap pada grafik lebih dominan pada kisaran 41 dB-70
dB, sehingga dapat disimpulkan bahwa telinga kanan subjek mengalami tuli
sedang. Untuk telinga kiri subjek dapat dilihat pada Gambar 21.

27

Gambar 22 Grafik audiogram telinga kiri responden 1
Gambar 22 menunjukkan dimana hasil tes pada telinga kiri responden.
Berdasar grafik yang diperoleh dapat dilihat dimana grafik AC dan BC mengalami
perhimpitan sesama grafik dan terdapat takik yang menonjol pada frekuensi 4000
Hz, sehingga dapat disimpulkan bahwa telinga kiri subjek mengalami tuli berat.
Berdasar riwayat responden (lihat Lampiran 1) diketahui bahwa subjek pernah
mendengar suara ledakan yang menghinggapi telinga kirinya, sehingga sempat
terjadi keluhan oleh responden. Faktor lainnya yang menyumbang kemunduran
pendengaran responden adalah faktor usia responden yang sudah berumur 45
tahun yang berpengaruh terhadap kesehatan sistem pendengaran dan lamanya
bekerja di penggilingan padi tersebut selama 7 tahun.

Gambar 23 Grafik audiogram telinga kanan responden 2

28
Gambar 23 menunjukkan dimana hasil tes pada telinga kanan responden
yang berumur 38 tahun. Berdasar grafik yang diperoleh dapat dilihat dimana
diantara grafik AC dan BC terdapat gap dan gap pada grafik lebih dominan pada
kisaran 26-40 dB, sehingga dapat disimpulkan bahwa telinga kanan responden
mengalami tuli ringan.

Gambar 24 Grafik audiogram telinga kanan responden 2
Gambar 24 menunjukkan dimana hasil tes pada telinga kiri subjek. Berdasar
grafik yang diperoleh dapat dilihat dimana diantara grafik AC dan BC terdapat
gap dan letak gap tersebut lebih dominan pada kisaran 26-40 dB, sehingga dapat
disimpulkan bahwa telinga kiri responden mengalami tuli ringan sama dengan
telinga kanan responden tersebut. Faktor lainnya yang menyumbang kemunduran
pendengaran responden adalah lamanya kerja responden yang telah bekerja p