Produktivitas Dan Laju Dekomposisi Serasah Avicennia Marina Dan Rhizophora Apiculata Di Cagar Alam Pulau Dua Banten

PRODUKTIVITAS DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH
Avicennia marina DAN Rhizophora apiculata DI CAGAR ALAM
PULAU DUA BANTEN

FEBRIANA SISKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produktivitas dan Laju
Dekomposisi Serasah Avicennia marina dan Rhizophora apiculata di Cagar Alam
Pulau Dua Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Febriana Siska
G353130411

RINGKASAN
FEBRIANA SISKA. Produktivitas dan Laju Dekomposisi Serasah Avicennia
marina dan Rhizophora apiculata di Cagar Alam Pulau Dua Banten. Dibimbing
oleh SULISTIJORINI dan CECEP KUSMANA.
Cagar Alam Pulau Dua telah mengalami degradasi ekosistem mangrove.
Kondisi tersebut disebabkan oleh semakin meluasnya hamparan pertambakan,
sampah-sampah yang menumpuk di sekitar muara sungai dan pesisir, kerapatan
dan distribusi mangrove yang tidak merata. Ekosistem mangrove mempunyai
peranan penting dalam kaitannya dengan produktivitas dan laju dekomposisi
serasah. Oleh karena itu, penelitian mengenai produktivitas dan laju dekomposisi
serasah Avicennia marina dan Rhizophora apiculata di Cagar Alam Pulau Dua
Banten perlu dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan gambaran mengenai produktivitas dan laju dekomposisi serasah A. marina
dan R. apiculata, mengingat serasah sebagai penyumbang terbesar pada kesuburan
estuari dan perairan pantai.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah mengukur produktivitas dan laju
dekomposisi serasah serta kandungan unsur hara yang dilepas (C organik, N, dan
P) selama proses dekomposisi serasah pada tegakan A. marina dan R. apiculata di
Cagar Alam Pulau Dua Banten.
Metode yang digunakan untuk mengukur komposisi jenis adalah metode
kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak. Transek garis
berada pada posisi dari arah pantai ke arah darat terdiri atas petak-petak contoh
(plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m untuk pohon; 5 m x 5
m untuk pancang; dan 1 m x 1 m untuk semai. Metode untuk mengukur
produktivitas serasah adalah litter-trap (Jaring penampung serasah) yang
berukuran 1 X 1 m2. Serasah dari 26 litter trap dikoleksi setiap dua minggu sekali
selama tiga bulan. Komponen mangrove yaitu daun, ranting, dan buah/bunga
dipisahkan kemudian beratnya diukur, selanjutnya dikeringkan pada suhu 80 °C
sampai berat konstan dengan menggunakan satuan gram/m2/minggu.
Metode yang digunakan untuk mengukur laju dekomposisi serasah adalah
litter bag, menggunakan kantung serasah berukuran 30 x 40 cm. Daun mangrove
kering seberat 35 gram dimasukkan ke dalam kantong serasah lalu diikat di bawah
pohon mangrove. Pengambilannya dilakukan 15 hari sekali dengan lama
pengambilan 90 hari. Hasil dekomposisi dianalisis di laboratorium dan
selanjutnya dilakukan pengukuran bobot kering. Penentuan kadar karbon organik,

nitrogen, dan fosfor dilakukan pada contoh daun kering yang telah terurai di
Laboratorium Tanah Cimanggu Bogor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa A. marina adalah jenis dominan pada
komunitas Avicennia dengan Indeks Nilai Penting (INP) pohon 300% dan
kerapatan pohon 743 ind/ha, sedangkan R. apiculata adalah jenis dominan pada
komunitas Rhizophora dengan INP pohon 77,83% dan kerapatan pohon 748
ind/ha.
Sumbangan produksi serasah tertinggi A.marina dan R. apiculata dihasilkan
oleh daun sebesar 68.18% dan 75.91%, sumbangan serasah bunga/buah masingmasing sebesar 26.98% dan 20.97%, dan ranting masing-masing sebesar 4.84%

dan 3.12%. Proporsi ini disebabkan oleh bentuk daun yang mudah gugur oleh
angin dan curah hujan. Produktivitas serasah pada komunitas A. marina dan R.
apiculata yaitu 6.86 ton/ha/tahun dan 7.81 ton/ha/tahun. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas serasah yaitu kerapatan pohon dan curah hujan.
Laju dekomposisi A. marina (k = 0,83) lebih tinggi dibandingkan R.
apiculata (k = 0.41). Faktor-faktor yang memengaruhi cepat lambatnya laju
dekomposisi serasah di antaranya; morfologi dan anatomi daun, Unsur N, keadaan
subrat tempat hidup tumbuhan, dan faktor fisik lingkungan. Jenis A. marina
memiliki morfologi daun yang tipis dibandingkan R. apiculata. Serasah daun A.
marina memiliki kandungan nitrogen yang lebih tinggi jika dibandingkan serasah

daun R. apiculata. Dekomposer menyukai serasah yang memiliki kandungan
nitrogen yang tinggi. Lapisan anatomi daun A. marina lebih tipis jika dibandingan
R. apiculata, hal ini dapat dilihat berdasarkan lapisan epidermis daun R. apiculata
lebih tebal dan kelenjar garam daun A. marina yang lebih luas.
Faktor fisik lingkungan salinitas dan DO memengaruhi kecepatan laju
dekomposisi serasah. Salinitas optimum untuk kecepatan laju dekomposisi
serasah adalah 20-30 psu. Kisaran DO yang tinggi akan memengaruhi kecepatan
dekomposisi serasah, semakin tinggi nilai DO maka kecepatan dekomposisi
serasah akan semakin cepat karena makrobentos menyukai lingkungan yang kaya
akan oksigen.
Kata kunci: Avicennia marina, dekomposisi serasah, produktivitas serasah, Pulau
Dua, salinitas, Rhizophora apiculata.
.

SUMMARY
FEBRIANA SISKA Productivity and Litter Decomposition of Rate Avicennia
marina and Rhizophora apiculata in Pulau Dua Banten Reserve. Supervised by
SULISTIJORINI and CECEP KUSMANA.
The mangrove ecosystem in Pulau Dua Nature Reserve has been degraded
due to the expansion of aquaculture and accumulation of trash around the river. It

affected in low density and uneven distribution of mangrove. The mangrove
ecosystem has an important role to the decomposition rate. Therefore, research on
the decomposition rate of Avicennia marina and Rhizophora apiculata litters in
Pulau Dua Nature Reserve, Banten, was necessary to be conducted. This research
is expected to provide information and overview on decomposition rate of A.
marina and R. apiculata litters as the biggest contributor to the fertility of
estuaries and coastal waters.
The aims of this study were to measure the productivity, decomposition rate,
and to analyze the nutrient content released (C organic, N, and P) from Avicennia
marina and Rhizophora apiculata litters during decomposition process.
The method was followed line transect for vegetation analysis. Transect
lines that were placed from the coast to the land direction consisted of square plots
with a size of 10 m x 10 m for the trees; 5 m x 5 m for the stakes; and 1 m x 1 m
for seedlings. The method used to measure litter productivity was litter-trap with a
size of 1 x 1 m2. Liiter from twenty six litter trap was collected every two weeks
for three months. Mangrove components such as leaves, twigs, and fruits/flower
swere separated then their weights were measured, and dried at 80 °C to constant
weight using units of grams/m2/week.
The litter decomposition rate was measured using litter bag with a size of 30
x 40 cm. An amount of 35 g dry leaves were placed in the litter bag and then tied

on the steam or roots of the mangrove. Extraction was conducted for 15 days with
observation period of 90 days. The decomposition yield was analyzed in the
laboratory then measured for its dry weight. Determination of organic carbon,
nitrogen, and phosphorus contents was conducted on dried leaves sample that
have been decomposed in the Soil Laboratory, Cimanggu, Bogor.
The results showed that A. marina was the dominant species in the
Avicennia community with IVI (Importance Value Index) of trees was 300% and
tree density was 743 ind/ha, while R. apiculata was the dominant species in the
Rhizophora community with IVI of trees was 77.83% and tree density was 748
ind/ha.
Contribution of highest litter productivity of A. marina and R. apiculata
produced by the leaves were 68.18% and 75.91%, while the contribution of
flower/fruit litter were 26.98% and 20.97%, and twigs were 4.84% and 3.12%,
respectively. These proportions are due to easily falling leaves by wind and rain.
Litterfall productivity in A. marina and R. apiculata communities were 6.86
ton/ha/year and 7.81 ton/ha/tyear respectively. Factors that affected the litterfall
productivity were tree density and rainfall.
Decomposition rate of A. marina (k= 0.83) was higher than R. apiculata (k=
0.41). The factors that affecting litter decomposition rate are morphology and
anatomy of leaves, N element, substrate condition where the plants live, and


physical environment factors. A. marina has thinner leaves morphology compared
to R. apiculata. A. marina leaf litter has higher nitrogen content than R. apiculata
leaf litter. Decomposers like litter that has high nitrogen content. Anatomical layer
of A. marina leaves was thinner than R. apiculata; this can be seen from thicker
epidermal layer of R. apiculata leaves and wider salt glands of A. marina leaves.
Physical environment factors such as salinity and DO affected litter
decomposition rate. The optimum salinity for litter decomposition rate was 20-30
psu. High range of DO would affect litter decomposition rate, in which the higher
DO would increase litter decomposition rate because macrobenthos like oxygenrich environment.
Keywords: Avicennia marina, litter decomposition, litter productivity, Pulau Dua,
Rhizophora apiculata, salinity.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUKTIVITAS DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH
Avicennia marina DAN Rhizophora apiculata DI CAGAR ALAM
PULAU DUA BANTEN

FEBRIANA SISKA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Produktivitas dan Laju Dekomposisi Serasah
Avicennia marina dan Rhizophora apiculata di Cagar Alam Pulau Dua Banten.
Sebagian dari tesis ini telah dipublikasi dengan judul “Litter Decomposition Rate
of Avicennia marina and Rhizophora apiculata in Pulau Dua Nature Reserve,
Banten” pada jurnal berskala internasional, The Journal of Tropical Life Science
(JTROLIS) 6 (2): 110-115.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Sulistijorini, MSi dan Bapak
Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan nasihat, motivasi, saran serta bimbingan. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada bapak dan ibu dosen Program Studi Biologi Tumbuhan
(BOT) atas semua ilmu, pengalaman, bimbingan, dan nasihat yang diberikan.
Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Prof Dr Ir Sri
Wilarso Budi R, MS, dan Dr. Ir. Miftahudin, MSi selaku Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan IPB, yang telah memberikan motivasi dan masukan pada saat
ujian sidang tesis. Terimakasih disampaikan kepada Direktorat Perguruan Tinggi

(DIKTI) yang telah memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan S2 melalui
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri-Calon Dosen tahun 2013
(BPPDN-Caldos 2013).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh Staf BKSDA Wilayah I
Serang yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Biologi Tumbuhan
yang telah memberikan dukungan moril selama proses penyelesaian studi.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, saudara serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016
Febriana Siska

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove dan Zonasi
Produktivitas Serasah
Dekomposisi Serasah.
Unsur Hara
Faktor Lingkungan
Deskripsi Avicennia marina
Deskripsi Rhizophora apiculata

3
3
4
4
5
6
6
7

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Penentuan Stasiun Penelitian
Analisis Vegetasi Mangrove
Produktivitas Serasah
Pengamatan Laju Dekomposisi Serasah
Analisis Unsur Hara (C organik, N, dan P)
Pengukuran Luas Daun
Analisis Data

7
7
7
8
8
9
9
10
10
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Komposisi Jenis
Faktor Lingkungan di stasiun pengamatan
Produktivitas Serasah
Dekomposisi Serasah
Spesific Leaf Are (SLA) dan Anatomi Daun
Pembahasan
Komposisi jenis
Produktivitas Serasah
Laju Dekomposisi Serasah

12
12
12
15
15
17
19
22
22
23
25

5 SIMPULAN

27

DAFTAR PUSTAKA

28

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1

Kerapatan, Frekuensi dan Dominansi pada fase pertumbuhan semai,
pancang dan pohon pada komunitas A. marina dan R. apiculata
Cagar Alam Pulau Dua
2 Kerapatan pada fase pertumbuhan semai. pancang dan tiang pada
kedua struktur tegakan di Cagar Alam Pulau Dua Banten
3 Kerapatan pohon dengan ukuran kelas diameter di dua stasiun Cagar
Alam Pulau Dua
4 Indeks Morishita pada fase pertumbuhan semai. pancang dan pohon
di komunitas A. marina dan R. apiculata Cagar Alam Pulau Dua
5 Faktor lingkungan di dua stasiun Cagar Alam Pulau Dua Banten
6 Produktivitas Serasah di dua komunitas hutan
7 Suhu, salinitas, kelembaban, DO dan pH dekomposisi serasah
komunitas A. marina dan R. apiculata
8 Uji t produktivitas dan laju dekomposisi serasah pada komunitas A.
marina dan R. apiculata
9 Uji t parameter lingkungan pada komunitas A. marina dan R. apicula
10 Hasil analisis regresi faktor suhu, salinitas, kelembaban, DO, dan pH
terhadap laju dekomposisi serasah A. marina dan R. apiculata
11 Selisih pengamatan awal dan akhir unsur C organik, N, rasio C/N,
dan P pada serasah daun A. marina dan R. apiculata

13

14
14
15
15
17
18
19
19
19
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

6
7
8
9

Kerangka Pemikiran penelitian
Peta Penelitian Cagar Alam Pulau Dua.
Desain metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis
berpetak untuk pengamatan vegetasi mangrove di lapanga
Fluktuasi rata-rata produktivitas serasah dan komponenkomponennya (daun, bunga/buah dan ranting komunitas A. marina
selama periode pengamatan di Cagar Alam Pulau Dua Banten.
Fluktuasi rata-rata produktivitas serasah dan komponen-komponen
(daun. bunga/buah dan ranting komunitas R. Apiculata di Cagar
Alam Pulau Dua Banten.
Perubahan rata-rata laju dekomposisi daun R. apiculata dan A.
marina selama periode pengamatan.
Rata-rata Spesific Leaf Area (SLA) daun A. marina dan R. apiculata
Penampang melintang daun A. marina dan R. apiculata (Perbesaran
40x)
Konsentrasi C Organik, nitrogen (N), rasio C/N, dan fosfor (P)
serasah daun A. marina dan R.apiculata

3
7
8
16

16

18
20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
Produktivitas serasah (g/m2/2 minggu) daun, bunga/buah. dan
ranting A. marina dan R. apiculata
2 Nilai uji t produktivitas serasah ada komunitas A. marina dan R.
apiculata
3 Berat awal dan akhir serasah daun yang terdekomposisi
4 Nilai Uji t Laju Dekomposisi Serasah daun A. marina dan R.
apiculata
5 Parameter lingkungan pada komunitas A. marina dan R. apiculata
6 Analisis Regresi laju dekomposisi serasah dengan parameter
lingkungan pada komunitas A. marina.
7 Analisis regresi Laju Dekomposisi Serasah dengan Parameter
lingkungan pada komunitas R. apiculata
8 Konsentrasi unsur Carbon, Nitrogen, dan Fosfor pada Serasah daun
A. marina dan R. apiculata
9 Luas daun A. marina menggunakan software ImageJ
10 Luas daun R. apiculata menggunakan software ImageJ
11 Uji t Spesific Leaf Area (SLA) daun A. marina dan R. apiculata
12 Data klimatologi wilayah Serang dan sekitarnya pada bulan
Agustus-Desember 2014
1

34
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
38

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Formasi mangrove merupakan formasi yang tumbuh diantara daratan dan
lautan (FAO 1985). Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis,
ekonomis dan sosial yang penting di wilayah pesisir (Rawana 2002). Hutan
mangrove secara ekologis berfungsi sebagai habitat atau tempat tinggal, tempat
mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery
ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di
padang lamun atau terumbu karang (Nybakken 1988). Hutan mangrove berfungsi
sebagai habitat atau tempat tinggal berkaitan dengan peran mangrove sebagai
pengekspor bahan hasil pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi
biota akuatik. Sumbangan yang paling penting dari ekosistem mangrove adalah
masukan unsur hara melalui serasahnya (Cotto et al. 1986).
Serasah hutan mangrove memiliki fungsi yang amat penting bagi
ekosistem mangrove, diantaranya untuk mempertahankan kesuburan tanah hutan
yang bersangkutan. Kesuburan tanah dan tanaman bergantung pada produktivitas
dan laju dekomposisi serasah (Aprianis 2011). Serasah akan mengalami
dekomposisi, memberikan sumbangan bahan organik bagi tanah hutan, serta
menjadi sumber makanan bagi kehidupan fauna tanah. Akumulasi bahan organik
hasil dekomposisi serasah hutan mangrove bermanfaat memperkaya hara pada
ekosistem mangrove sebagai daerah asuhan dan pembesaran (nursery ground),
daerah pemijahan (spawning ground), dan perlindungan bagi aneka biota perairan
(Wibisana 2004).
Proses dekomposisi yang berjalan stabil, akan menjaga suplai unsur hara ke
dalam tanah. Jika dekomposisi berjalan lambat ketersediaan hara akan sedikit,
begitu pula sebaliknya jika terlalu cepat hara akan hilang melalui pencucian tanah
dan penguapan, akibatnya pertumbuhan tanaman akan terhambat (Asri et al.
1990). Faktor-faktor yang memengaruhi dekomposisi serasah yaitu pH, iklim
(temperatur dan kelembaban), komposisi kimia dari serasah, dan mikro organisme
tanah (Saetre 1998).
Secara geogafis Pulau Dua terletak pada koordinat antara 06o01’LS dan
o
106 12’BT, merupakan dataran rendah dengan luas sekitar 30 ha. Vegetasi yang
tumbuh di Pulau ini merupakan komunitas mangrove, 60% didominansi oleh A.
marina khususnya pada bagian selatan pulau, sedangkan pada bagian timur
ditumbuhi oleh R. apiculata (Rusila & Andalusi 1996). Cagar Alam Pulau Dua
dikenal sebagai habitat berbagai jenis burung dan tempat persinggahan burung
migran (Milton & Mahardi 1985).
Penelitian mengenai produktivitas dan laju dekomposisi serasah A. marina
dan R. apiculata di Cagar Alam Pulau Dua Banten belum dilakukan. Pada wilayah
yang berbeda, penelitian semacam ini pernah dilakukan oleh Lestarina (2011) di
Pulau Panjang Banten dan Yulma (2012) di Labuhan Maringgai Lampung. Hasil
dari penelitian tersebut memperlihatkan kerapatan tumbuhan mangrove di suatu
kawasan memengaruhi tinggi dan rendahnya laju dekomposisi serasah. Laju
dekomposisi serasah di hutan mangrove Lampung Mangrove Centre (LMC) lebih
tinggi dari laju dekomposisi serasah di Pulau Panjang Banten. Hal ini karena
kerapatan pohon di LMC lebih tinggi dari kerapatan pohon di Pulau Panjang
Banten tersebut.

2
Cagar Alam Pulau Dua telah mengalami degradasi ekosistem mangrove.
Kondisi tersebut disebabkan oleh semakin meluasnya hamparan pertambakan, dan
sampah yang menumpuk di sekitar muara sungai, yang mengakibatkan kerapatan
mangrove yang rendah dan distribusi mangrove yang tidak merata. Ekosistem
mangrove mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan produktivitas dan
laju dekomposisi serasah. Oleh karena itu, penelitian mengenai produktivitas dan
laju dekomposisi serasah A. marina dan R. apiculata di Cagar Alam Pulau Dua
Banten perlu dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan gambaran mengenai produktivitas dan laju dekomposisi serasah A. marina
dan R. apiculata, mengingat serasah sebagai penyumbang terbesar pada kesuburan
estuari dan perairan pantai.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan:
(1) Seberapa besar produktivitas dan laju dekomposisi serasah tegakan A. marina
dan tegakan R. apiculata di Cagar Alam Pulau Dua Banten?
(2) Bagaimana kandungan unsur hara yang dilepas (C organik, N, dan P) selama
proses dekomposisi serasah pada tegakan A. marina dan R. apiculata di Cagar
Alam Pulau Dua Banten?
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah mengukur produktivitas dan laju
dekomposisi serasah serta kandungan unsur hara yang dilepas (C organik, N, dan
P) selama proses dekomposisi serasah pada tegakan A. marina dan R. apiculata di
Cagar Alam Pulau Dua Banten.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah mengetahui unsur hara yang dilepas (C
organik, N, dan P) di Cagar Alam Pulau Dua Banten dan sebagai data dasar
pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan, informasi tambahan tentang
produktivitas serasah dan laju dekomposisinya.
Kerangka Pemikiran
Cagar Alam Pulau Dua Banten merupakan kawasan hutan mangrove yang
didominansi oleh tumbuhan A. marina dan R. apiculata. Hutan mangrove
memiliki fungsi ekologis sebagai bahan penyedia sumber nutrisi melalui
serasahnya. Serasah hutan mangrove tertinggi berasal dari organ-organ tumbuhan
yaitu daun, ranting dan organ reproduksi (bunga dan buah). Serasah mengalami
dekomposisi menghasilkan bahan organik yang penting bagi rantai makanan.
Secara skematis kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

3
Hutan Mangrove
Cagar Alam
Pulau Dua

Fungsi
Ekonomi

Feeding
ground

Nursery
ground

Fungsi
Ekologi

Fungsi
Sosial

Habitat/tempat
tinggal

Spawning
ground

Degadasi ekosistem mangrove :
- Pertambakan meluas
- Kerapatan dan distribusi mangrove yang tidak
merata.
- Penumpukan sampah dimuara sungai dan pesisir

Produktivitas Biologis

Analisis Vegetasi

Produksi Serasah

Indeks Nilai Penting
(INP)

Kondisi Iklim:
Curah hujan dan
Suhu udara

Laju Dekomposisi
Serasah
- Pengukuran Kondisi
Lingkungan:
Suhu, Salinitas. pH, DO
- Analisis Ketersediaan
Unsur Hara: C organik, N
dan P
- Pengukuran Specific Leaf
Area (SLA) dan Anatomi
daun

Kesuburan Perairan
Ekosistem Mangrove
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove dan Zonasi
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem produktif, yang berfungsi
menstabilkan pantai (Teas 1977; Snedaker 1987; Field 1995), habitat, tempat
asuhan dan pembesaran (nursery ground) bagi ikan dan fauna lainnya (Teas 1977;
Collete 1983; Kurian 1984; Ngoile & Shunula 1992; Sasekumar et al. 1992).

4
Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang
tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi
istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa
pantai dengan reaksi tanah anaerob.
Kawasan mangrove dibedakan ke dalam 3 zonasi berdasarkan perbedaan
penggenangan (Mall et al. 1982):
1. Zona proksimal, kawasan terdekat dengan laut, jenis yang ditemukan R.
apiculata, Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba.
2. Zona midle, kawasan terletak diantara laut dan darat, jenis yang ditemukan
Sonneratia caseolaris, Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhiza, A. marina,
Avicennia officinalis dan Ceriops tagal
3. Zona distal, kawasan terjauh dari laut, jenis yang ditemukan Heritiera
littoralis, Pongamia, Pandanus spp., dan Hibiscus tiliaceus.
Produktivitas Serasah
Salah satu fungsi penting mangrove yaitu menghasilkan serasah. Hutan
mangrove menghasilkan serasah yang sebagian menjadi detritus dan sebagian
mendukung rantai makanan (Nagelkerken et al. 2008). Serasah merupakan
organik berasal dari pohon yang mati terdiri atas daun, ranting, dan alat reproduksi
yang jatuh ke tanah. Produktivitas serasah merupakan berat dari seluruh bagian
material yang mati, diendapkan di permukaan tanah pada suatu waktu. Tinggi atau
rendahnya produktivitas serasah dipengaruhi oleh diameter pohon, daun-daun
baru yang tumbuh, dan keterbukaan pasang surut (Kusmana et al. 1997).
Brown (1984) membedakan jatuhan serasah menjadi dua, yaitu serasah pada
suatu area (litter-layer) dan serasah yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu
(litter-fall). Litter-layer merupakan serasah yang ada pada suatu wilayah tertentu
dan dinyatakan dalam berat atau unit energi per area permukaan (misal m/m2,
Kcal/ha). Litter-fall merupakan tingkat gugurnya serasah dalam jangka waktu
tertentu (misal g/m2/hari, Kcal/ha/tahun).
Produksi serasah meningkat saat musim penghujan dan menurun saat musim
kering (Twilley et al. 1986). Jumlah produksi serasah dapat menurun jika
masukan air tawar berkurang, menyebabkan salinitas sedimen meningkat.
Penurunan jumlah produksi serasah dapat juga dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti kandungan nutrien sedimen, terutama nitrogen (N) dan fosfor (P) (Twilley
et al. 1986).
Dekomposisi Serasah
Dekomposisi serasah adalah salah satu proses daur biogeokimia dalam
ekosistem hutan (Hardiwinoto et al. 1994). Dekomposisi menghasilkan unsur hara
yang sangat penting untuk pertumbuhan berbagai tanaman di ekosistem mangrove
dan sebagai sumber detritus (Zamroni & Rohyani 2008). Proses dekomposisi
serasah menurut Mason (1977) mengalami 3 tahapan yaitu: (1) Proses leaching,
mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat di serasah akibat curah hujan
atau aliran air. (2) Weathering, mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor fisik
seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air. (3) Aktivitas biologi
yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang
melakukan dekomposisi.

5
Menurut Kuriandewa (2003) serasah yang jatuh ke lantai hutan tidak
langsung mengalami pelapukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan
makrobentos. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja
dengan cara mencacah daun menjadi bagian-bagian kecil yang kemudian
dilanjutkan oleh organisme kecil, yakni mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang
menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat.
Unsur Hara
Hara merupakan faktor penting dalam memelihara keseimbangan ekosistem
mangrove. Hara dalam ekosistem mangrove dibagi menjadi dua yaitu: (a) Hara
anorganik, penting untuk kelangsungan hidup organisme mangrove. Hara ini
terdiri dari N, P, K, Mg, Ca, dan Na. Sumber utama hara anorganik adalah curah
hujan, limpasan sungai, endapan, air laut, dan bahan organik yang terurai di
mangrove; (b) Detritus organik, merupakan bahan organik yang berasal dari
bioorganik yang melalui beberapa tahap pada proses microbial (Handayani 2004).
Kandungan unsur hara karbon pada serasah daun mangrove menurun seiring
dengan penurunan ukuran partikel-partikel serasah, sedangkan kandungan
nitrogen dan fosfor meningkat (Geenway 1994). Menurut Ito & Nakagiri (1997)
tanah hutan mangrove di daerah tropis dan subtropis bersifat semi aerobik,
rendahnya kandungan unsur hara, memiliki konsentrasi logam berat yang tinggi
dan salinitasnya lebih tinggi dibanding dengan tanah teresterial. Serasah daun
yang banyak kandungan nitrogen dan fosfor mengalami pelapukan dengan cepat
tanpa penambahan unsur hara, terutama pada keadaan aerobik. Jumlah nitrogen di
atmosfir 79%, dan bahkan lebih banyak lagi N sebagai sedimen organik yang
berada di dalam tanah. Baik nitrogen dalam bentuk gas (N2) di udara maupun
terikat dalam sedimen tanah, keduanya tidak tersedia bagi tanaman. Hanya
bentuk yang teroksidasi (NO3-) atau bentuk yang tereduksi (NH4+) yang
tersedia. Ikatan dengan hidrogen, yang mereduksi N, dapat terbentuk karena petir,
oleh organisme penambat nitrogen. Amonia dioksidasi menjadi nitrat atau bakteri
nitrifikasi. Kandungan N tumbuhan rata-rata 2-4% dan mungkin juga sebesar 611%.
Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa nitrogen
seperti purin dan protein serta nukleoprotein (Gardner et al. 1991). Faktor yang
memengaruhi aktivitas bakteri dalam penguraian bahan organik tumbuhan adalah
jenis tumbuhan dan iklim. Faktor tumbuhan biasanya berbentuk sifat fisik dan
kimia daun yang tercermin dalam perbandingan antara unsur karbon dan unsur
nitrogen yang dinyatakan sebagai nisbah C/N (Thaiutsa & Ganger 1979).
Meningkatnya keanekaragaman bakteri memengaruhi laju proses dekomposisi dan
pola pelepasan unsur hara. Selama proses dekomposisi, kehilangan masa
ditentukan oleh kandungan nitrogen dan rasio C/N pada substrat (Handayani
1999). Rasio C/N yang tinggi menunjukkan tingkat kesulitan substrat
terdekomposisi. Menurut Bross et al. (1995) rasio lignin/N merupakan indikator
yang baik untuk mendeteksi laju kehilangan masa. Selain itu, lignin juga turut
berpengaruh terhadap proses degradasi secara enzimatis pada karbohidrat dan
protein (Mellilo et al. 1982).

6

Faktor Lingkungan
Salinitas
Salinitas menurut Boyd (1982) adalah kadar seluruh ion-ion yang terlarut
dalam air, seperti klorida, karbonat, bikarbonat, sulfat, natrium, kalsium dan
magnesium. Kondisi salinitas sangat memengaruhi komposisi mangrove.
Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbedabeda. Beberapa diantaranya selektif mampu menghindari penyerapan garam dari
media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan
garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Noor et al. 2006).
Suhu
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi).
Produksi daun A. marina terjadi pada suhu 18-20 OC dan jika suhu lebih tinggi
maka produksi menjadi berkurang. Rhizophora stylosa, Ceriops, Excoecaria,
Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28 OC. Bruguiera tumbuh optimal pada
suhu 27 OC, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26 OC (Prabudi 2013).
Kelembaban
Semakin rendah suhu tanah maka semakin tinggi kelembaban tanah
sehingga dekomposisi serasah daun akan semakin tinggi (Ristanto 2006). Hal ini
sejalan dengan pendapat Golley (2006) yang mengemukakan bahwa serasah
membusuk rendah selama musim kering dan cepat pada musim basah.
Derajat Keasaman (pH)
Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh pH. Kisaran pH optimum untuk
aktivitas selulase kapang berkisar antara 4.5-6.5 (Kulp 1975). Enzim pada
umumnya hanya aktif pada kisaran pH yang terbatas. Nilai pH optimum suatu
enzim ditandai dengan menurunnya aktivitas pada kedua sisi lainnya dari kurva
yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau stabilitas enzim. Pengaruh pH pada
aktivitas enzim disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim
atau substrat sebagai akibat perubahan pH (Irawadi 1991).
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena
bakteri dan fungi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen
untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan
fotosintesis. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan
kondisi terendah pada malam hari (Dewi 2009).
Deskripsi Avicennia marina
Perawakan: pohon tinggi mencapai 30 m, sistem perakaran horizontal
berbentuk pensil dengan lentisel, kulit kayu halus dengan burik-burik hijau. Daun:
permukaan daun ditutupi bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung, bagian bawah
daun putih abu-abu muda, bentuk daun elips bulat memanjang, ukuran 9 x 4.5 cm.
Bunga: terletak diujung/ ketiak tangkai/ tandang bunga, daun mahkota 4 kuning
pucat jingga tua, panjang 5-8 mm, kelopak bungan 5, dan benang sari 4. Buah:

7

bentuk sedikit membulat, berwarna hijau keabu-abuan, permukaan buah berambut
halus dan ujung buah sedikit tajam seperti paruh, berukuran 1.5 x 2.5 cm (Bengen
2003).
Deskripsi Rhizophora apiculata
Perawakan: pohon tinggi dapat mencapai 15 m, batang berkayu, silindris,
kulit luar batang berwarna abu-abu kecoklatan dengan celah vertikal, muncul akar
udara dari percabangannya. Daun: permukaan halus mengkilap, ujung runcing
dengan duri, bentuk lonjong, ukuran panjang 3-13 cm, pangkal berbentuk baji,
permukaan bawah tulang daun berwarna kemerahan, tangkai pendek. Karangan
bunga: terletak di ketiak daun, umumnya tersusun atas 2 bunga, yang bertangkai
pendek, kelopak 4, berwarna coklat kekuningan, mahkota 4, berwarna keputihan,
putik 1 berbelah 2, panjang 0.5–1 mm. Buah: warna coklat, ukuran 2-3 cm, bentuk
mirip buah jambu air, hipokotil silindris berdiameter 1-2 cm, panjang dapat
mencapai 20 cm, bagian ujung sedikit berbintik-bintik, warna hijau keunguan.
Akar: tunjang, habitat: tanah basah, berlumpur, berpasir (Ashton 1999).

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian produktivitas serasah diamati bulan September sampai
Desember 2014 sedangkan penelitian laju dekomposisi serasah diamati bulan
September sampai Mei 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Pulau
Dua Banten Penimbangan sampel serasah dilakukan di Laboratorium Ekologi,
pengovenan sampel serasah di Laboratorium Fisiologi, pengamatan anatomi daun
di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, dan analisis C Organik, N, dan P serasah daun
dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Cimanggu Bogor. Peta
penelitian Cagar Alam Pulau Dua dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta penelitian Cagar Alam Pulau Dua
(Noor 2012)

8

Alat dan Bahan
Alat-alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, kompas,
litter trap berukuran 1 m x 1 m, litter bag, peta lokasi penelitian. Bahan utama
yang digunakan dalam penelitian ini adalah serasah A. marina dan R. apiculata,
kantung plastik, kantung kertas, dan label.
Penentuan Stasiun Penelitian
Cagar Alam Pulau Dua terletak di Desa Kebon Baru Sawah Luhur,
Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Pengamatan lapangan
dalam penelitian ini dilakukan di dua stasiun Cagar Alam Pulau Dua Banten.
Pemilihan stasiun didasarkan atas jenis tumbuhan mangrove yang mendominansi
Cagar Alam Pulau Dua yaitu komunitas R. apiculata yang tumbuh di sebelah
selatan pulau dan komunitas A. marina yang tumbuh di sebelah timur pulau.

Analisis Vegetasi Mangrove
Analisis vegetasi dilakukan untuk memperoleh data terkait komposisi jenis
tumbuhan dan data mengenai penyebaran, jumlah, dominansi jenis, serta pola
sebaran jenis. Pengamatan vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan
metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak (jalur
berpetak) (Kusmana 1997). Jarak antar transek sekitar 100 m, sedangkan panjang
transek dari pantai ke arah darat bergantung pada ketebalan mangrove pada tiaptiap stasiun pengamatan.
Transek garis berada pada posisi dari arah pantai ke arah darat dan terdiri
atas petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10
m untuk pohon; 5 m x 5 m untuk pancang; dan 2 m x 2 m untuk semai.
Rancangan plot contoh untuk pengamatan vegetasi mangrove disajikan pada
Gambar 3.

Gambar 3 Desain metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis
berpetak untuk pengamatan vegetasi mangrove di lapangan. A=
petak pohon (Vegetasi berkayu dengan diameter ≥ 10 cm), B= petak
pancang (Permudaan pohon yang tingginya ≥ 1.5 m dan diameter < 10
cm), C= petak semai (Permudaan pohon mulai dari kecambah sampai
setinggi < 1.5 m)

9

Produktivitas Serasah
Pendugaan produktivitas serasah dilakukan dengan menggunakan metode
litter trap (Brown 1984). Petak permanen dibuat sebanyak dua buah untuk setiap
stasiun penelitian dengan ukuran 50 m x 50 m, jarak antar petak permanen adalah
100 m. Pada petak permanen diletakkan masing-masing 13 buah litter trap dengan
luas 1 m x 1 m secara sistematik. Litter trap ini dipasang pada ketinggian di atas
garis pasang tertinggi. Serasah yang terkumpul pada litter trap diambil selama 15
hari sekali selama 90 hari. Komponen-komponen serasah (daun, bunga dan buah,
dan ranting) dipisahkan. Serasah dibawa ke laboratorium, ditimbang dan
dikeringkan di dalam oven suhu 80 OC sampai bobot konstan. Serasah kering
ditimbang (ketelitian 0.2 g) dengan menggunakan timbangan analitik.
Analisis produksi serasah dilakukan dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Xj=

( g/m2)

dimana:
Xj = rata-rata produksi serasah setiap ulangan pada periode waktu tertentu
Xi = produksi serasah setiap ulangan pada periode waktu tertentu (ke i = 1,2,3,..,n)
n = jumlah litter trap pengamatan.
Pengamatan Laju Dekomposisi Serasah
Pengukuran laju dekomposisi serasah daun diawali dengan pengumpulan
serasah daun selama dua minggu di bawah tegakan pohon. Serasah kering daun A.
marina dan R. apiculata dimasukkan ke dalam 36 litter bag (ukuran 30 cm x 40
cm mesh size 2 mm) sebanyak 35 g. Kantung serasah diikatkan pada akar atau
pohon agar tidak terbawa arus air laut. Setiap dua minggu sekali 6 litter bag
diambil dari kedua stasiun pengamatan yaitu hari ke 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari
(Ashton et al. 1999). Serasah dikeluarkan dari litter bag ditimbang bobotnya
dengan ketelitian 0.2 g, kemudian dimasukkan ke dalam kantung kertas untuk
dioven pada suhu 80 OC sampai berat konstan, ditimbang bobot keringnya serta
dianalisis kadar unsur hara C nya dengan metode Walkly and Black, N dengan
metode Kjeldahl, dan P dengan metode pengabuan kering.
Analisis hara serasah mulai dilakukan hari ke 0, 15, 30, 45, 60, 75 dan 90.
Pengukuran parameter lingkungan pada suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut
(DO) dilakukan secara in situ dengan 3 kali pengulangan. Pengambilan dilakukan
pada waktu pagi hari sekitar pukul 07. 00- 10. 00 WIB, bersamaan pengambilan
litter bag pada hari ke 15, 30, 45, 60, 75 dan 90.
Laju dekomposisi serasah diduga dengan menggunakan rumus dari Olson
(1963):
Xt = Xo.e-kt
Keterangan:
Xt = Bobot kering serasah setelah waktu;
pengamatan ke -t (g);
Xo = Bobot serasah awal (g);
e = Bilangan logaritma natural (2,72);
k = Laju dekomposisi serasah;

10

t

= Waktu pengamatan (hari).

Rata-rata dekomposisi serasah secara fisik setiap periode pengamatan
dihitung dengan menggunakan rumus (Dewi 1995):
Z=
Keterangan:
Z = Rata-rata dekomposisi serasah secara fisik tiap periode
W0 = Berat awal serasah
Wt = Berat kering serasah pada periode pengamatan ke-t
n = Jumlah periode dekomposisi
Analisis Unsur Hara (C organik, N dan P)
Penentuan kadar C organik dilakukan dengan metode Walkley & Black, N
dengan metode Kjeldahl dan P dengan metode pengabuan kering. Analisis unsur
hara (C organik, N dan P) diperoleh dengan menggunakan rumus Yulma (2012).
Analisis C organik dihitung dengan menggunakan rumus:
x
C organic= 5x (1- ) x 0,003 x
T: Vol.titrasi Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N dengan daun
S: Vol titrasi Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N blanko
Analisis N dihitung dengan menggunakan rumus:
N daun (%) = mLHCl x NHCL x 14 x 100
Berat daun kering x 100
Analisis P dihitung dengan menggunakan rumus:
P daun (%)= Plarutan x 0,2
Pengukuran Luas Daun
Untuk keperluan pengukuran luas daun diambil sebanyak 30 helai daun
dari tegakan pohon A. marina dan R apiculata. Daun yang diambil adalah daun
yang sehat dan tidak berlubang. Daun difoto menggunakan kamera, kemudian
diukur luasnya dengan menggunakan software ImageJ.
Anatomi Daun
Metode Irisan Beku
Pengamatan anatomi dilakukan pada daun A. marina dan R. apiculata segar
yang diambil pada petak penelitian di Cagar Alam Pulau Dua Banten. Preparat
daun A. marina dan R. apiculata dibuat dengan mengiris daun secara melintang
dengan ketebalan 20-30 µm menggunakan mikrotom beku. Irisan diambil dengan
menggunakan jarum pentul dan direndam ke dalam cawan petri yang berisi
chlorox untuk menghilangkan klorofilnya., kemudian dicuci dengan air, diwarnai

11

dengan safranin. Setelah diwarnai, irisan diletakkan pada gelas obyek, kemudian
ditetesi gliserin 30 % dan ditutup dengan gelas penutup. Preparat diamati di
bawah mikroskop dan difoto menggunakan optilab. Parameter yang diamati yaitu,
susunan, bentuk, dan ketebalan jaringan-jaringan
Analisi Data
Analisis data meliputi; 1) komposisi jenis dan kelimpahannya (Bengen
2004), 2) produktivitas serasah, 3) laju dekomposisi serasah. Analisis data
komposisi jenis terdiri atas; Kerapatan Jenis (K), Kerapatan Relatif (KR),
Frekuensi Jenis (F), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Jenis (D), Dominansi
Relatif (DR) dan Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Morishita. Produktivitas
serasah menggunakan 2 sample t test.. Laju dekomposisi serasah menggunakan
rumus Olson (1963), 2 Sample t test, dan Regression diuji pada tingkat signifikan
adalah p < 0.05 menggunakan Minitab 16.0.
Indeks Nilai Penting (INP) (Mueller & Ellenberg 1974) menggunakan
rumus:
a) Kerapatan (K)
=
b) Kerapatan Relatif (KR)

=

c) Frekuensi (F)

=

d) Frekuensi Relatif (FR)

=

e) Dominansi (D)

=

Lbds : Luas bidang dasar
f) Dominansi Relatif (DR) :
INP = KR+FR+DR (Pohon)
INP = KR+FR (Semai dan pancang)
Pola penyebaran jenis dianalisis menggunakan Indeks Morishita
menggunakan rumus (Morishita 1959):


=Q

Keterangan: Iδ = Indeks Morishita
Xi = Jumlah individu jenis X dalam petak
Ke-i = (i= 1,2,3....)
Q
= Jumlah seluruh petak
T
= Jumlah total individu dalam semua petak
Jika Iδ = 1 pola penyebaran acak, Iδ < 1 pola penyebaran seragam, Iδ > 1 Pola
penyebaran kelompok.
Derajat Keseragaman (Iδ < 1)
Mu =

12

Keterangan:
X20,975 = Nilai chi-squre dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 97,5%
ΣXi
= Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke –i
n
= Jumlah petak ukur
Derajat Pengelompokan (Iδ > 1)
Mc =
Keterangan:
X20,025 = Nilai chi-squre dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 2,5%
ΣXi
= Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke –i
N
= Jumlah petak ukur Standar derajat Morishita
Standar derajat Morishita (Ip) dihitung dengan empat rumus sebagai berikut:
1. Bila Iδ≥Mc> 1.0, maka dihitung:

)

Ip = 0,5 + 0,5 (
2. Bila Mc>Iδ ≥ 1.0, maka dihitung:
Ip = 0,5 (

)

3. Bila 1,0> Iδ>Mu, maka dihitung:
Ip = -0,5 (

)

4. Bila 1,0> Mu>Iδ, maka dihitung:
Ip = -0,5 + 0,5 (

)

Perhitungan nilai Ip akan menunjukkan pola penyebaran spesies tumbuhan
yang dominan dalam suatu komunitas. Nilai dan pola penyebaran spesies tersebut
adalah sebagai berikut:
Ip = 0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran acak (random)
Ip >0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran mengelompok (clumped)
Ip