Analisis Kelayakan Usaha Asparagus (Asparagus Officionalis) di Kelompok Tani Al'istiqomah Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung

i

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ASPARAGUS (Asparagus
officionalis) DI KELOMPOK TANI AL’ISTIQOMAH
KECAMATAN CIWIDEY KABUPATEN BANDUNG

EDWARD

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Usaha Asparagus (Asparagus officionalis) di Kelompok Tani Al’istiqomah
Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan

dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015
Edward
NIM H43124041

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

i

ABSTRAK
EDWARD. Analisis Kelayakan Usaha Asparagus (Asparagus officionalis) di
Kelompok Tani Al’istiqomah Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung.
Dibimbing oleh RITA NURMALINA.

Asparagus merupakan tanaman sub tropis yang dapat diusahakan di dataran
tinggi wilayah Indonesia, seperti Ciwidey Bandung yang memiliki syarat tumbuh
yang dibutuhkan asparagus. Kelompok tani pertama yang mengusahakan
asparagus di Kecamatan Ciwidey adalah kelompok tani Al’istiqomah. Kelompok
ini merupakan kelompok tani yang menjadi pelopor untuk mengusahakan
asparagus dalam bentuk kelompok tani. Harga bibit yang mahal menjadikan
tanaman tersebut menjadi salah satu kendala kelompok dalam mengusahakan
tanaman yang umur teknis tanaman yang mencapai lima tahun. Tujuan penelitian
ini adalah menganalisis kelayakan usaha di Kelompok Tani Al’istiqomah
berdasarkan aspek non finansial dan finansial. Selain itu, penelitian ini juga
menganalisis sensitivitas terhadap perubahan kondisi usaha menggunakan
switching value. Hasil penelitian akan menunjukan tidak semua kriteria pada
aspek non finansial dan finansial dapat layak. Analisis dilakukan dengan dua
skenario, skenario I merupakan kondisi aktual usaha dan skenario II merupakan
kondisi usaha yang dilakukan pengembangan dengan penambahan greenhouse
dilahan. Pada skenario I diperoleh nilai NPV 7 182 684.85, nilai Net B/C sebesar
1.17, nilai IRR 12% dengan diskonto 7% dan payback period skenario I selama
4.48 tahun dan pada skenario II diperoleh nilai NPV 26 012 781.22, nilai Net B/C
sebesar 1.51, nilai IRR sebesar 24% dengan diskonto 7% dan dengan payback
period usaha selama 4.0 tahun. Kedua skenario tersebut layak untuk dijalankan

oleh kelompok tani. Pada dua skenario tersebut juga dilakukan analisis risiko
usaha pada beberapa komponen inflow dan outflow. Komponen yang di analisis
memiliki tingkat kepekaan tinggi terhadap perubahan adalah penurunan produksi
pada skenario I sebesar 10.22% dan pada skenario II juga sebesar 26.41%.
Kata kunci : Asparagus, aspek non finansial, aspek finansial, kelompok tani
Al’istiqomah

ABSTRACT
EDWARD. Feasibility Analysis of Asparagus (Asparagus officinalis) at Farmers
Group Al’istiqomah Ciwidey District of Bandung regency. Supervise by RITA
NURMALINA
Asparagus is a subtropical plant that can be cultivated in the highlands of
Indonesia, such as Bandung Ciwidey that have the necessary conditions to grow
asparagus. The first farmer groups that cultivates asparagus in District Ciwidey is
Al’istiqomah Farmer Group. This group is the first farmer group who became a
pioneer in commercializing asparagus. Expensive seedling price is one of the
obstacle that the farmers group faces in cultivating these plants, that have a
technical life of 5 years. The purpose of this study was to analyze the feasibility of
Farmers Group Al’istiqomah in the non-financial and financial aspects. In


ii
addition, this study also analyzes the sensitivity to changes in operating conditions
using a switching value. The results of the research will show that not all the
criteria on financial and non-financial aspects can be feasible. Analyses were
performed with two scenarios, the first scenario is the actual condition of the
business and the second scenario is the condition of the development work done
by adding greenhouse s in the field. In scenario I, the NPV obtained was 7 182
684.85, the value of the Net B / C is 1.17, the IRR value was 12% to a 7%
discount rate and the payback period for scenario I is 4.48 years. In scenario II,
the NPV obtained 26 012 781.22, the value of the Net B / C is 1.51, the IRR value
was 24% at a discount of 7% and the payback period is 4.0 years. These two
scenarios are feasible by the farmer groups. A risk analysis on several inflow and
outflow components was conducted in these two scenarios. The components that
have a high degree of sensitivity to change is the decline of production in the first
scenario with the value of 10.22% and also in the second scenario with the value
of 26.41%.
Keywords: Asparagus, Al’istiqomah farmer groups, financial aspects, nonfinancial aspects.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ASPARAGUS (Asparagus
officionalis) DI KELOMPOK TANI AL’ISTIQOMAH

KECAMATAN CIWIDEY KABUPATEN BANDUNG

EDWARD

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii
Judul Skripsi :
Nama
NIM


:
:

Analisis Kelayakan Usaha Asparagus (Asparagus officionalis)
di
Kelompok Tani Al’istiqomah Kecamatan Ciwidey Kabupaten
Bandung
Edward
H34124041

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Pembimbing Skripsi

Diketahui Oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen


Tahun Lulus :

iv

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini adalah studi
kelayakan bisnis, dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Asparagus (Asparagus
officionalis) di Kelompok Tani Al’istiqomah Kecamatan Ciwidey Kabupaten
Bandung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Rita Nurmalina, MS selaku
pembimbing atas bimbingan, arahan, dan waktu yang telah diberikan kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Muctar selaku penyuluh pertanian di Kecamatan
Ciwidey Bandung, Bapak Koswara selaku ketua kelompok tani Al’istiqomah,
anggota kelompok tani Al’istiqomah yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada almarhum Ayahanda Tuah
Sembiring, SH, Ibunda Fraulina Sinulingga, kakanda Lia Johana Natalina

Sembiring S,Th, adik Elyana Sembiring Kembaren, sepupu Erick Raynalta
Sinulingga, sahabat kontraker serta teman-teman Alih Jenis Agribisnis angkatan 3
atas motivasi, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015
Edward

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Asparagus
Syarat Tumbuh Asparagus
Metode Tanam
Kelayakan Aspek Non Finansial
Kelayakan Aspek Finansial
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Studi Kelayakan Bisnis
Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Aspek Finansial
Analisis Switching Value
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Aspek Pasar
Analisis Aspek Teknis
Analisis Aspek Manajemen dan Hukum
Analisis Aspek Sosial, Ekonomi, dan lingkungan
Analisis Aspek Finansial
Net Present Value
Net Benefit Cost Ratio
Internal Rate of Return
Payback Period
Compounding Factor
Analisis Switching Value
GAMBARAN UMUM
Profil Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung
Sejarah dan Perkembangan Usaha
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Aspek Non Finansial

vi
vi

vii
1
1
4
5
5
6
6
6
6
7
8
9
11
11
11
11
11
12
12
13
13
14
14
17
17
17
17
17
18
18
18
18
18
19
19
20
20
20
21
21
22
22
22

vi
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Analisis Aspek Finansial
Analisis finansial skenario I (kondisi aktual)
Analisis finansial skenario II (pengembangan dengan greenhouse )
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

23
26
32
34
35
36
41
46
46
46
47

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
22

Sepuluh negara terbesar produsen asparagus dunia tahun 2010-2012
Ekspor dan impor asparagus Indonesia tahun 2003-2006
Ekspor dan impor sayuran asparagus tahun 2012-2014
Permintaan dan penawaran asparagus bulan November Al’istiqomah
Klasifikasi asparagus berdasarkan grade
Input yang dibutuhkan untuk budidaya asparagus
Pasar tujuan kelompok tani asparagus Al’istiqomah
Kebutuhan Input dalam usaha asparagus hingga umur usaha 5 tahun
Karakteristik petani asparagus Al’istiqomah
Pendapatan kelompok tani Al’istiqomah pada skenario I
Nilai sisa pada skenario I (kondisi aktual)
Investasi dan penyusutan pada skenario I (kondisi aktual)
Biaya tetap usaha asparagus kelompok tani Al’istiqomah
Biaya variabel pada skenario I (Sebelum pengembangan)
Laba rugi skenario I dan skenario II
Kriteria investasi skenario I kelompok tani Al’istiqomah
Pendapatan kelompok tani Al’istiqomah pada Skenario II (pengembangan
dengan greenhouse)
Investasi dan penyusutan Skenario II( dengan greenhouse)
Biaya variabel pada skenario II (pengembangan dengan greenhouse)
Kriteria investasi skenario II kelompok tani Al’istiqomah
Batas toleransi perubahan harga setiap komponen

2
3
3
23
24
27
27
28
32
36
37
38
39
39
40
40
42
43
44
44
46

DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan antara penurunan persentase produksi rebung besar dan rebung
total selama suatu periode
7
2 Produksi asparagus pada tiap perlakuan tanam
8
3 Kerangka pemikiran operasional penelitian
16
4 Saluran Pemasaran Kelompok Tani Asparagus Al’istiqomah
25
5 Label asparagus kelompok tani Al’istiqomah
26

vii
6
7
8
9

Benih dan bibit kelompok tani asparagus Al’istiqomah
Layout lahan
Struktur organisasi kelompok tani Al’istiqomah
Piagam kelas pemula Al’istiqomah

30
31
33
34

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jadwal kegiatan budidaya asparagus kelompok tani Al’istiqomah
2 Cashflow pada skenario I (kondisi aktual)
3 Skenario I penurunan produksi 10.21890055%
4 Skenario I kenaikan harga bibit asparagus 216.1877016%
5 Skenario I kenaikan harga pupuk cair urine kelinci 128.0806612%
6 Skenario I kenaikan harga pupuk kandang ayam 153.69679344%
7 Skenario I kenaikan upah tenaga kerja 41.71027873%
8 Cashflow skenario II (perencanaan pembuatan greenhouse)
9 Skenario II kenaikan harga bibit asparagus 782.9444698%
10 Skenario II kenaikan harga pupuk cair urine kelinci 463.8563832%
11 Skenario II kenaikan harga pupuk kandang ayam 556.6276598%
12 Skenario II kenaikan upah tenaga kerja 151.05776983%
13 Cashflow skenario I (sebelum pengembangan) dengan pajak 1%
14 Cashflow skenario II (sesudah pengembangan) dengan pajak 1%
15 Harga sayuran Oktober 2014

49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor agribisnis yang terpinggirkan oleh sektor industri, karena dianggap
tidak komersial dan belum produktif. Jika dilihat dari potensi sumberdaya alam
serta sumberdaya manusia, sangat memungkinkan untuk mengembangkan serta
meningkatkan kualitas sektor agribisnis. Kegiatan agribisnis diyakini dapat
memberikan keuntungan dan pendapatan bagi pelakunya maupun pihak lain serta
dapat memberikan kontribusi dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto
Indonesia dan memiliki peran dalam perekonomian nasional dengan
kecenderungan pertumbuhan yang meningkat. Salah satunya terlihat pada nilai
PDB dari sektor pertanian dari tahun 2011 sebesar Rp 315.0 triliun, tahun 2012
sebesar Rp 328.3 triliun, dan tahun 2013 sebesar Rp 339.9 triliun. Nilai PDB pada
tahun 2011 hingga tahun 2013 menunjukan kecenderungan peningkatan yang
positif setiap tahunnya. Laju pertumbuhan PDB pada sektor pertanian sebesar
3.54%, ini memperlihatkan bahwa usaha pada sektor agribisnis memiliki prospek
dan peluang yang baik untuk dijadikan suatu bisnis (BPS 2014).
Salah satu sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan yaitu usaha
yang bergerak pada budidaya tanaman hortikultura. Komoditas tanaman
hortikultura di Indonesia dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu sayuran, buahbuahan, tanaman hias, serta tanaman biofarmaka. Sayuran menjadi salah satu
komoditas yang sering dijadikan bahan pangan karena manfaat dari kandungan
gizinya, karena itu peningkatan gizi selalu dianjurkan oleh pemerintah kepada
masyarakat, agar sehat jasmani dan rohani. Produk sayuran yang dapat
dikembangkan dan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan
memperbaiki keadaan gizi yaitu asparagus.
Asparagus (Asparagus offcionalis) merupakan sayuran yang memiliki nilai
ekonomis tinggi, sebagai sayuran yang memiliki harga jual tinggi dibandingkan
sayuran lain dengan harga berkisar Rp 35 000/kg di tingkat petani (Lampiran 18).
Selama ini ketersediaan asparagus di Indonesia tidak terlepas dari impor,
walaupun asparagus di Indonesia sudah dibudidayakan oleh petani lokal. Negara
China sebagai produsen asparagus terbesar di dunia yang tren produksi tiap tahun
mengalami kenaikan, dapat dijadikan indikasi bahwa kebutuhan konsumen akan
asparagus terus meningkat (Tabel 1).
Asparagus dalam keadaan hijau segar sedikit sulit ditemukan di Indonesia,
berbeda dengan sayuran subtropis sejenisnya seperti brokoli yang mudah
ditemukan, baik di pasar tradisional maupun modern. Asparagus umumnya hanya
dijual pada swalayan/toko sayuran modern tertentu, sehingga kondisi tersebut
menyebabkan asparagus tidak terlalu dikenal oleh konsumen di Indonesia.
Asparagus merupakan sayuran subtropis yang dibudidayakan dan dikonsumsi
dengan mengambil calon batang atau rebung asparagus yang dijadikan bahan
pangan, umumnya di Indonesia asparagus diolah menjadi bahan sup di restoran
dan hotel berbintang. Rebung asparagus yang dihasilkan terdiri dari dua jenis,
rebung berwarna putih dan berwarna hijau. Rebung berwarna putih atau pucat
dipanen ketika rebung belum keluar dari tanah sehingga cara memanennya harus
menggali tanah kemudian dipotong rebung tersebut dengan pisau, sedangkan

2
rebung hijau yang dipanen saat rebung sudah keluar dari tanah yang mencapai
ukuran 30 cm dari permukaan tanah.
Tabel 1 Sepuluh negara terbesar produsen asparagus dunia tahun 2010-2012
Negara
China
Peru
Mexico
Germany
Thailand
Spain
United state
Japang
Italy
France

2010
7 002 657
335 209
74 66
92 404
63 108
50.4
36.24
31.4
43 973
17 545

Tahun (Ton)
2011
7 252 903
392 306
85 417
103 457
61 891
58 421
38.1
31 732
33 022
23 497

2013
7 350 000
376 645
119 789
102 395
65
45.4
34.52
30
29 914
19.94

Sumber : www.statista.com 2014

Pada penelitian yang dilakukan oleh Herliana Ridhawati tahun 2008
mengatakan dalam penelitian kelayakan finansial investasi usahatani asparagus
ramah lingkungan di PT Agro Lestari Bogor hanya dapat memenuhi permintaan
pasar sebanyak 30%, tahun 2005 permintaan mencapai 13.37 ton dan tahun 2007
permintaan mencapai 14.70 ton. Pada penelitian Herliana Ridhawati juga terdapat
data ekspor dan impor asparagus di Indonesia yang menjelaskan bahwa pada
tahun 2003 hingga 2004 ekspor asparagus mengalami peningkatan, akan tetapi
pada tahun 2005 ekspor asparagus mengalami penurunan, serta pada tahun 2006
tidak ada asparagus yang diekspor atau jumlah ekspor nol. Sedangkan data
mengenai volume impor asparagus ke Indonesia dari tahun 2003 sampai tahun
2006 mengalami peningkatan secara drastis lebih dari 100% (Tabel 2).
Berdasarkan data tersebut (Tabel 2) diduga permintaan aspraragus di Indonesia
akan asparagus mengalami peningkatan, sehingga peluang ini dapat dijadikan
usaha bagi petani Indonesia untuk membudidayakan asparagus di Indonesia.
Komoditas asparagus dapat menjadi komoditas sayuran alternatif yang diusahakan
petani untuk memperoleh keuntungan, dengan dibudidayakan asparagus di
Indonesia akan menutup pintu masuk impor asparagus dari negara lain.
Sumber informasi lain yang diperoleh pada tahun 1980 di Indonesia
terdapat beberapa perusahaan yang melakukan investasi untuk membudidayakan
asparagus, perusahaan tersebut melihat adanya peluang ekspor yang menjanjikan
serta untuk memenuhi permintaan domestik yang dikatakan lebih besar dari pada
penawaran1. budidaya asparagus secara besar-besaran pada tahun 1980 an ini telah
mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan tersebut di sebabkan beberapa hal,
seperti terjadi sengketa status kepemilikan lahan dengan masyarakat dan kurang
profesional manajemen kelembagaan perusahaan yang mengelola kebun
asparagus tersebut. Rebung hasil panen belum memenuhi standard Internasional.
Padahal pasar yang ditargetkan adalah pasar International. Biaya budidaya
1

www.ukmkecil.com/peluang-usaha/peluang-usaha-budidaya-asparagus

3
produksi rebung asparagus dalam skala perkebunan besar, ternyata tidak mampu
bersaing di pasar internasional. Padahal, pada waktu itu semangat para investor
rebung asparagus adalah untuk menjangkau pasar ekspor. Akibat dari kendalakendala tersebut, tahun 1990an kebun-kebun asparagus tadi telah tutup dan tidak
lagi beroperasi.
Tabel 2 Ekspor dan impor asparagus Indonesia tahun 2003-2006
Indikator
Ekspor
Impor

2003
Vol
Nilai
(kg)
(USD)
1 435
7 189
9 235 11 882

2004
Vol
Nilai
(kg)
(USD)
2 118
576
37 850 57 685

2005
Vol
Nilai
(kg)
(USD)
545
983
66 999 86 786

2006
Vol
Nilai
(kg)
(USD)
*
*
94 119 80 220

Sumber: BPS 2008

Indonesia yang beriklim tropis mendukung untuk dilakukannya pemanenan
aparagus sepanjang tahun. Hal tersebut berbeda dengan tanaman asparagus yang
dikembangkan di negara dengan iklim subtropis. Berdasarkan data ekspor dan
impor tahun 2012 hingga juni 2014 (Tabel 3) yang diperoleh dari Direktorat
Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian, volume rata-rata ekspor Indonesia
tahun 2012-2014 mencapai 1741 lebih tinggi dibanding data ekspor pada tahun
2003-2006 yang rata-rata 1366, hal ini dapat menjadi salah satu indikator
asparagus dapat dibudidayakan di negara subtropis dan memiliki klasifikasi sesuai
standar ekspor. Volume rata-rata impor tahun 2012 hingga juni 2014 juga lebih
tinggi dibandingkan data impor tahun 2003-2006, hal ini juga dapat menjadi dasar
bahwa pasar di Indonesia potensial untuk usaha asparagus dan menutup pintu
impor asparagus Indonesia.
Tabel 3 Ekspor dan impor sayuran asparagus tahun 2012-2014
2012
Kegiatan
Ekspor
Impor

Volume
(Kg)
657
830 525

2013
Nilai
(US$)
4 509
723 739

Volume
(Kg)
3 118
277 385

2014*
Nilai
(US$)
4 738
252 077

Volume
(Kg)
1 448
462 044

Nilai
(US$)
2 394
425 569

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian 2014

Asparagus di negara subtropis biasanya hanya bisa dipanen pada bulan–
bulan tertentu yakni bulan April, Mei, dan Juni (Kustara dalam Afifah 1995).
Asparagus yang berasal dari daerah subtropis dapat diusahakan di Indonesia
dengan syarat tumbuh tertentu, seperti lokasi budidaya yang harus dataran tinggi,
curah hujan sedang dan suhu lokasi yang tidak panas. Pada beberapa wilayah di
Indonesia memiliki syarat tumbuh yang dibutuhkan untuk usaha asparagus
tersebut, diantaranya Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung. Kecamatan
Ciwidey Bandung merupakan wilayah yang cocok untuk melakukan budidaya
asparagus, wilayah ini memiliki ketinggian berkisar 900-1100 meter dpl (dari
permukaan laut) dan suhu rata-rata dari tahun 2000 hingga tahun 2012 berkisar
25.20C, sehingga wilayah ini cocok untuk dilakukan budidaya asparagus.
Kelompok tani asparagus Al’istiqomah merupakan kelompok tani pertama
di Kabupaten Bandung yang terletak di Kecamatan Ciwidey, kelompok tersebut

4
memulai budidaya asparagus pada tahun 2010 yang dipelopori oleh Pak Koswara,
Pak Ade dan Pak Dadang. Harga jual asparagus yang tinggi dan jumlah petani
yang membudidayakan asparagus belum banyak, serta situasi budidaya stroberi
yang merupakan komoditas andalan Ciwidey yang sulit bersaing karena semakin
meningkatnya jumlah petani yang membudidayakan, sehingga mendorong ketiga
orang ini untuk memulai usaha budidaya asparagus.

Perumusan Masalah
Asparagus (Asparagus officionalis) merupakan salah satu jenis sayuran
yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, di pasar modern seperti supermaket/
swalayan, harga asparagus impor berkisar sebesar Rp120 000/kg dan lokal
berkisar Rp 80 000 kg. Asparagus impor yang terdapat di Indonesia pada
umumnya berasal dari China dan Amerika Serikat, sedangkan pelaku usaha
asparagus di Indonesia masih sedikit jumlahnya. Keadaan ini salah satunya yang
menyebabkan harga asparagus mahal dan ketersediaanya hanya dapat ditemukan
di pasar modern seperti swalayan/ supermaket, sedangkan di kalangan konsumen
pasar tradisional asparagus tidak terlalu dikenal walaupun ada beberapa pasar
tradisional yang menjual produk asparagus hasil petani lokal Indonesia.
Berdasarkan data ekspor dan impor tahun 2012 hingga juni 2014 (Tabel 3),
volume rata-rata ekspor Indonesia tahun 2012-2014 mencapai 1 741 lebih tinggi
dibanding data ekspor pada tahun 2003-2006 yang rata-rata 1 366, hal ini dapat
menjadi salah satu indikator asparagus dapat dibudidayakan di negara subtropis
dan memiliki klasifikasi sesuai standar ekspor. Volume rata-rata impor tahun 2012
hingga Juni 2014 juga lebih tinggi dibandingkan data impor tahun 2003-2006, hal
ini juga dapat menjadi dasar bahwa pasar di Indonesia potensial untuk usaha
asparagus dan menutup pintu impor asparagus Indonesia.
Budidaya asparagus secara teknis memerlukan lokasi lahan pada ketinggian
600-900 dari permukaan laut dan suhu rata-rata 15-250C (ICDF, 2014). Asparagus
yang dibudidayakan di Indonesia dapat dipanen sepanjang tahun, berbeda dengan
tanaman asparagus yang dikembangkan dengan iklim subtropis. Asparagus di
Negara subtropis biasanya hanya bisa dipanen pada bulan–bulan tertentu yakni
bulan April, Mei dan Juni (Kustara dalam Afifah, 1995). Potensi pasar dan
potensi alam yang ada mendukung asparagus terus dikembangkan didalam negeri
dan juga untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Lokasi dengan klasifikasi
yang dibutuhkan untuk usaha asparagus dapat dilakukan di beberapa wilayah
dataran tinggi di Indonesia, salah satunya Kecamatan Ciwidey Kabupaten
Bandung.
Kelompok tani asparagus Al’istiqomah merupakan kelompok tani pertama
di Bandung yang membudidayakan asparagus, tanaman asparagus mulai
dibudidayakan pada tahun 2010 yang dipelopori oleh Pak Koswara, Pak Ade dan
Pak Dadang. Bagi kelompok tani ini kendala yang dihadapi adalah harga benih
yang tergolong mahal sekitar Rp 3 000 000/Ons (isi 3000 benih) untuk kwalitas
F2 UC 157 atau harga bibit yang sudah disemai ukuran + 30 cm dengan harga Rp
5 000/tanaman. Harga bibit/benih yang mahal, asparagus mulai produktif pada
umur tanaman delapan bulan, biaya persiapan lahan dan biaya pupuk yang
dibutuhkan memerlukan investasi yang besar bagi kelompok tani asparagus

5
Al’istiqomah. Investasi pada bisnis budidaya asparagus yang dilakukan kelompok
tani ini perlu dilakukan analisis kelayakan usaha, sehingga dapat dilihat nilai
manfaat yang diperoleh setiap rupiah yang dikeluarkan petani. Analisis kelayakan
yang dilakukan nantinya akan memberikan evaluasi kepada kelompok tani
asparagus Al’istiqomah yang mana yang akan menghasilkan manfaat yang lebih
baik dan di buat Skenario I yang merupakan kondisi aktual usaha asparagus dan
Skenario ke II merupakan kondisi perencanaan lahan menggunakan greenhouse
yang diharapkan dapat meningkatkan volume hasil panen rebung segar. Kondisi di
lapangan yang dapat mengalami perubahan setiap waktu, maka dalam menilai
kelayakan dari usaha ini akan dilakukan analisis switching value. Kelompok tani
asparagus Al’istiqomah harus memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi
yang berdampak pada keuntungan yang akan diperoleh dan kelayakan usahanya.
Berdasarkan pengalaman pelaku usaha perubahan-perubahan yang perlu
diperhatikan yaitu penurunan harga produk, kenaikan harga benih dan penurunan
produksi. Dari analisis tersebut akan diketahui perubahan pada variabel yang bisa
diterima agar budidaya asparagus tetap layak untuk dilaksanakan.
Berdasarkan uraian yang telah di jelaskan di atas, maka perumusan masalah
yang akan dibahas adalah:
1. Bagaimana kelayakan bisnis budidaya sayuran asparagus dari aspek non
finansial, seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum,
aspek sosial, ekonomi dan aspek lingkungan?
2. Bagaimana kelayakan bisnis budidaya sayuran asparagus dari aspek
finansial?
3. Bagaimana tingkat kepekaan kelayakan bisnis budidaya dilihat secara
finansial?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis kelayakan bisnis budidaya asparagus dilihat dari aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi, serta
aspek lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan bisnis budidaya asparagus secara finansial.
3. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha apabila terjadi perubahan
pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya dari usaha
tersebut.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi
bagi kelompok tani budidaya asparagus, sekaligus memberikan gambaran usaha
dalam menjalankan budidaya asparagus dan membuktikan informasi yang
diperoleh bahwa budidaya asparagus apakah layak atau tidak untuk diusahakan.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitianpenelitian selanjutnya.

6
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung pada
kelompok tani Al’istiqomah dengan jumlah responden 6 petani dalam masa
tanaman produktif. penelitian mengkaji aspek non finansial dan aspek finansial.
Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen,
aspek hukum, aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan.

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Asparagus
Asparagus yang memiliki istilah botani disebut Asparagus officinalis
merupakan jenis sayuran yang dimanfaatkan rebungnnya, asparagus dibedakan
menjadi 2 jenis rebung yaitu berwarna putih dan hijau. Jenis ini dibedakan
bedasarkan cara panen, rebung putih yang umumnya dipanen sebelum mahkota
rebung keluar dari permukaan tanah atau belum terkena sinar matahari dan rebung
berwarna hijau yang dipanen ketika rebung sudah keluar dari permukaan tanah
sehingga sudah terkena matahari (Rubatzky, 1999; Setiawan, 1995; Suhardiman
1982). Sayuran asparagus ini merupakan salah satu sayuran yang memiliki nilai
ekonomis tinggi. Lembang Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu
daerah penanaman sayuran asparagus yang pada 5 tahun terakhir meningkatnya
perluasan lahan yang disebabkan permintaan asparagus segar meningkat di kotakota besar di Indonesia (Onggo, 2008).

Syarat Tumbuh Asparagus
Asparagus merupakan tanaman dari daerah subtropis, oleh sebab itu
asparagus pada daerah tropis sebaiknya ditanam di daerah yang memiliki
ketinggian sekitar 600-900 m dpl dengan suhu sekitar 15-25oC dan curah hujan
yang merata sepanjang tahun yaitu berkisar 2 500-3 000 mm/tahun. Asparagus
sebaiknya ditanam ditanah dengan lapisan yang dalam dan banyak mengandung
bahan organik dengan jenis tanah berpasir yang gembur, tanah latosol, andosol
maupun podsolik merah kuning dan pH yang berkisar 6.0-6.8 per hektar lahan
dapat menampung populasi hingga 15 000 hingga 25 000 tanaman (ICDF, 2014;
Setiawan, 1995; Suhardiman, 1982; Rubatzky, 1999).
Tanaman asparagus dapat berproduksi dan memiliki masa hidup tanaman
yang panjang ketika memiliki masa dorman. Produksi asparagus secara komersial
tidak membutuhkan masa dormansi, karena dorman pada tanaman menyebabkan
respirasi menjadi kecil sehingga terjadi penyimpanan karbohidrat yang akan
tersedia bagi produksi rebung berikutnya. Ketika dorman asparagus cukup toleran
terhadap kekeringan. Pada wilayah dengan musim dingin sedang atau tropika,
pertumbuhan daun terjadi secara terus menerus sehingga sulit untuk mengurangi
respirasi pada tanaman, sehingga tanaman Asparagus tidak mengalami masa
dorman dan cadangan makanan yang tersedia relatif sedikit (Rubatzky, 1999).

7

Gambar 1 Hubungan antara penurunan persentase produksi rebung besar dan
rebung total selama suatu periode
Masa hidup tanaman Asparagus bervariasi antara tiga, empat atau sampai
lebih dari 15 tahun. Saat persentase rebung besar yang terus berkurang secara
nyata, maka produksi perlu dihentikan. Alasan untuk menghentikan produksi
adalah penurunan tingkat keuntungan bersamaan dengan penurunan ukuran
rebung besar. Laju penurunan produksi rebung besar biasanya disebabkan oleh
periode pemanenan yang terlalu panjang, penyakit, hama dan penyebab lain
kerusakan mahkota (Rubatzky, 1999).

Metode Tanam
Asparagus dapat ditanam dengan model single row dan double row, metode
single row merupakan suatu teknis budidaya dengan menanam tanaman pada 1
baris dalam setiap bedeng. Sedangkan metode double row merupakan suatu teknik
budidaya dengan menanam tanaman 2 baris pada setiap bedeng, dengan tujuan
untuk dapat meningkatkan populasi tanaman persatuan luas, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan hasil panen. Pada penelitian (Takori et al. 1975) yang
melakukan 4 perlakuan cara tanam yaitu single row, double row, triple row dan
broadcast. Perlakuan tersebut menunjukan volume produksi dari tiap perlakuan.
Volume populasi tiap perlakuan dari perlakuan 1 hingga 4 dari 40 000, 80 000,
120 000, dan 160 000 tanaman/arce. Perlakuan double row dan triple row hasil
produksinya tidak terlalu jauh beda, tetapi hasil grade 1 pada double row lebih
banyak dibanding triple row. Kerapatan tanaman pada bedeng mempengaruhi
ukuran rebung yang dihasilkan bahkan pada metode triple dan broadcast tanaman
pada sisi tengah akan mengalami border effect sehingga tanaman hilang atau mati.
Pada pengujian metode ini menggunakan Varietas UC 309.

8

Volume

Produksi Tiap Perlakuan
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1968

1969

1970

1971

1972

1 row

1816

2892

1829

4955

6646

2 row

2231

3743

2505

6199

8633

3 row

2526.51

4858.245

3127.53

6551.118

8092.623

Broadcast

2470.86

4325.118

2632.245

5828.781

7561.722

Sumber : Takori et al. 1975
Gambar 2 Produksi asparagus pada tiap perlakuan tanam

Kelayakan Aspek Non Finansial
Kelayakan aspek non finansial mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi, serta aspek lingkungan. Aspek
pasar merupakan bagian dari aspek non finansial yang pertama dikaji karena ada
tidaknya pasar adalah faktor utama dalam menentukan usaha. Peluang pasar
merupakan salah satu kriteria kelayaknya usaha. Hal ini dibuktikan oleh penelitian
Ridhawati (2008) tentang Kelayakan finansial investasi usahatani asparagus
ramah lingkungan di PT. Agro Lestari Bogor yaitu bahwa peluang pasar masih
terbuka dari adanya kelebihan permintaan dibandingkan dengan penawaran oleh
usaha tersebut Permintaan Asparagus yang masuk ke perusahaan adalah 50
kg/hari. Namun perusahaan hanya mampu memenuhi sekitar 30% dari
keseluruhan permintaan, sehingga baru sebagian permintaan yang dapat dipenuhi
oleh perusahaan. Selain itu, usahatani Asparagus juga dinilai layak karena adanya
bauran pemasaran yang direncanakan perusahaan.
Pada aspek teknis untuk usaha pada bidang budidaya tanaman kesesuaian
kondisi iklim dan tanah, ketersediaan sarana produksi, ketersediaan tenaga kerja
dan layout lahan. Hal tersebut ditunjukan pada penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Ridhawati (2008) bahwa adanya kesesuaian antara kondisi iklim
lahan Desa Cibedug dengan kebutuhan iklim Asparagus yaitu sekitar 22oC,
tanaman asparagus akan tumbuh optimal dengan rentang suhu antara 15oC-25oC.
maka kondisi iklim di Desa Cibedug dikatakan mendukung untuk budidaya
Asparagus. Pada penelitian Ridhawati juga dikatakan terjadi risiko hilangnya hasil
produksi sebanyak 40% yang disebabkan oleh cuaca dan hama, metode tanam
pada perusahaan tersebut tidak menggunakan greenhouse /naungan. Selain
menjalankan usaha budidaya tanaman sayuran, Agro Lestari juga memiliki toko
saprotan yang dikelola sendiri oleh pemilik perusahaan, sehingga ketersedian

9
sarana produksi sangat memadai. Desa Cibedug adalah Desa dengan mata
pencaharian penduduk terbesar sebagai buruh tani, sehingga memiliki daya
dukung untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam usahatani budidaya
asparagus, begitu juga pada layout usaha sudah mendukung.
Ditunjukan juga oleh penelitian yang dilakukan Mulyawati (2012) yang
berjudul analisis kelayakan usaha jamur tiram putih, bahwa pada usaha yang
bergerak pada onfarm harus didukung dengan kondisi iklim yang sesuai untuk
budidaya jamur tiram, suhu yang diperlukan pada budidaya jamur tiram berkisar
antara 26-28oC dengan kelembapan udara diatur sekitar 90%, jika kelembaban
kurang dari 90% maka media akan mengering, sedangkan suhu rata-rata di tempat
penelitian berkisar antara 24.9-25.8oC, akan tetapi usaha jamur tiram tersebut
secara teknis layak dilakukan karena suhu dan kelembaban dapat diatur pada saat
pemeliharaan dengan teknik budidaya yang pemilik usaha telah pelajari.
Berdasarkan aspek sosial dan lingkungan, usaha yang dilakukan harus
memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat lingkungan sekitar tempat
usaha dan ikut serta dalam melestarikan lingkungan seperti usaha tidak
menimbulkan limbah yang dapat mencemari lingkungan sekitar usaha dan mampu
menyerap tenaga kerja dari masyarakat di sekitar lokasi usaha. Ditunjukan pada
penelitian Zuraida (2008) pada aspek sosial, usaha ini layak untuk diusahakan
karena memiliki peran sosial dalam penyediaan kesempatan kerja, peningkatan
kesejahteraan masyarakat, serta menyumbang pajak untuk pemerintah daerah.
Dari aspek hukum, usaha yang dijalankan tidak menyalahi aturan-aturan hukum di
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Selain itu Koperasi Bunut Abadi memiliki izin pendirian usaha dari Menteri
Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dan surat izin usaha
perdagangan dari Departemen Perindustrian.

Kelayakan Aspek Finansial
Aspek finansial pada usaha yang akan atau sedang dijalankan dinyatakan
layak apabila telah memenuhi 4 kriteria investasi yaitu Net B/C > 1, NPV > 0,
IRR diatas discount rate dan payback periode yang kurang dari umur proyek.
kriteria tersebut dapat ditunjukan pada penelitian Ridhawati (2008) yang berjudul
analisis kelayakan finansial investasi usahatani asparagus. Hal ini terlihat dari
nilai parameter-parameter kelayakan investasi yang berada pada range layak.
NPV sebesar 7 124 166.90 menunjukkan bahwa usahatani Asparagus ramah
lingkungan akan memberikan manfaat sebesar 7 124 166.90 kepada perusahaan
selama umur proyek. IRR sebesar 10.04% menunjukkan bahwa akan terjadi
pengembalian modal pada saat tingkat suku bunga mencapai 10.04%. Net B/C
sebesar 1.04 menunjukkan bahwa setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan
perusahaan akan menghasilkan 1.04 manfaat. Payback period sebesar 3.60
menunjukkan bahwa akan terjadi pengembalian modal selama 3 tahun 6 bulan.
Sedangkan pada jurnal penelitian yang berjudul analisis kelayakan usahatani padi
pada sistem pertanian organik di Kabupaten Bantul (Agus et al. 2006),
menggunakan kriteria alat analisis yang berbeda yaitu analisis keuntungan, nilai
R/C, nilai produktivitas, dan nilai rentabilitas usaha. Hasilnya menunjukan bahwa
usaha padi organik tersebut layak untuk diusahakan, analisis keuntungan

10
menunjukan hasil usaha padi organik menguntungkan, nilai R/C > 1, nilai
produktivitas tenaga kerja > dari rata-rata upah perhari, serta nilai rentabilitas >
dari nilai suku bunga pinjaman yang digunakan pada penelitian tersebut.
Adapun penelitian yang berjudul keragaman dan titik impas usahatani aneka
sayuran pada lahan sawah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Darwis 2013).
Untuk melihat tingkat kelayakan usaha tersebut menggunakan alat analisis R/C,
titik impas produksi, dan titik impas harga untuk melihat tingkat kelayakan usaha.
Hasil dari analisis kelayakan tersebut menunjukan bahwa usahatani aneka sayuran
pada lahan sawah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat menunjukan usaha tersebut
layak untuk dilakukan dilihat dari Titik impas harga penjualan tertinggi terdapat
pada usaha tani bawang merah yakni Rp 2 595/kg dan titik impas volume
produksi sebesar 7 334 kg. Sedangkan titik impas harga penjualan terendah ada
pada komoditas mentimun sebesar Rp 1 623/kg. Usahatani sayuran dilokasi
penelitian mengalami keuntungan, hal ini direpresentasikan dari hasil R/C yang
lebih dari 1. Berdasarkan hitungan titik impas yang paling tinggi adalah bawang
merah yaitu Rp 2 595/kg.
Analisis switching value, mengukur seberapa kuat usaha dapat bertahan
hingga keuntungan sama dengan 0. Berdasarkan Ridhawati (2008), dengan
menggunakan analisis switching value kenaikan kenaikan harga-harga variabel
menunjukkan bahwa usahatani akan tetap layak sampai terjadi kenaikan harga
pupuk kandang sebesar 45.51% dari Rp 450 per kg atau Rp 9 000 per karung,
pupuk organik cair sebesar 170.66% dari Rp 15 000 per liter, pestisida organik
sebesar 151.70% dari Rp 30 000 per liter, jerami sebesar 301.04% dari Rp 200
000 per truk, dan harga kemasan sebesar 27% dari Rp 500 per paket kemasan. Uji
switcing value menunjukkan bahwa usahatani Asparagus ramah lingkungan akan
tetap layak sampai terjadi penurunan volume penjualan sebesar 42.7% per tahun
dan penurunan harga jual sebesar 3.87% dari Rp 35 000. Pada penelitian
Mulyawati (2012) menggunakan analisis sensitivitas karena besarnya perubahan
sudah diketahui secara aktual pada saat penelitian berlangsung, seperti pada
penelitian ini penurunan produksi sudah diketahui sebesar 20% dan kenaikan
harga serbuk kayu sebesar 10%, besaran persen kedua variabel tersebut sudah
pernah terjadi pada tempat penelitian tersebut.
Penelitian terdahulu memberikan gambaran pada penelitian penulis yang
berjudul analisis kelayakan bisnis asparagus di Kabupaten Bandung mengenai
analisis biaya dan manfaat serta laba rugi serta kriteria kelayakan finansial. Juga
sebagai acuan referensi terhadap kriteria kelayakan non finansial bisnis asparagus
di Kabupaten Bandung. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian
penulis adalah penggunaan alat analisis untuk menentukan kelayakan finansial
seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost
Ratio (Net B/C), dan Payback Period, dan analisis Switching Value. Kelayakan
non finansial membahas mengenai aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial,
ekonomi dan lingkungan.

11

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Bisnis merupakan seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang
yang berkecimpung di dalam bidang perniagaan (produsen, pedagang, konsumen,
dan industri di mana perusahaan berada) dalam rangka memperbaiki standar serta
kualitas hidup mereka (Umar 2007). Menurut Suliyanto (2010) bisnis
didefinisikan sebagai keseluruhan kegiatan yang direncanakan dan dijalankan oleh
perorangan atau kelompok secara teratur dengan cara menciptakan, memasarkan
barang maupun jasa, baik dengan tujuan mencari keuntungan maupun tidak
bertujuan mencari keuntungan.
Secara umum bisnis merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan biaya
untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa dengan harapan akan
memperoleh hasil atau keuntungan di kemudian hari. Menurut Suliyanto (2010)
kondisi lingkungan usaha yang sangat dinamis dan intensitas persaingan yang
semakin ketat membuat seorang pengusaha tidak cukup hanya mengandalkan
pengalaman dan intuisi saja dalam memulai usahanya. Sehingga dibutuhkan suatu
studi yang bertujuan untuk memutuskan apakah sebuah bisnis layak untuk
dilaksanakan atau tidak, dan memberikan manfaat lebih atau tidak.
Studi Kelayakan Bisnis
Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang
tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat
dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang
maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (Umar 2007).
Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis
Dalam menentukan kriteria kelayakan suatu bisnis ada beberapa aspek yang
perlu diperhatikan yaitu aspek non finansial dan aspek finansial dan diantara
aspek-aspek tersebut saling berkaitan dalam memenuhi kriteria kelayakan suatu
bisnis. Studi kelayakan bisnis dibagi kedalam aspek non finansial yang terdiri dari
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi,
dan budaya, aspek lingkungan dan aspek finansial (Nurmalina et al. 2010).
Aspek Pasar
Aspek pasar adalah aspek yang menganalisis potensi pasar, intensitas
persaingan, market share yang dapat dicapai. Aspek pasar dan pemasaran
mempelajari tentang permintaan, penawaran, harga, program pemasaran, dan
perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan (Nurmalina et al. 2010). Aspek
pasar dikatakan layak jika pelaku usaha mampu meraih potensi pasar dan peluang
pasar dalam menjalankan usahanya.
Analisis aspek pasar pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui berapa
besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market share dari produk yang
akan dihasilkan (Umar 2007). Menurut Nurmalina et al (2010), aspek pasar dan
pemasaran mencoba mempelajari tentang:

12
a.

b.

c.

d.

e.

Permintaan
Permintaan yang diamati baik secara keseluruhan maupun diperinci
menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai serta
memperkirakan proyeksi permintaan tersebut.
Penawaran
Penawaran dapat berasal dari dalam negeri maupun berasal dari impor.
Bagaimana perkembangan di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang
akan datang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ini seperti
jenis barang yang dapat menyaingi, kebijakan dari pemerintah, dan
sebagainya.
Harga
Harga ditentukan berdasarkan perbandingan dengan barang-barang impor
dan produksi dalam negeri. Apakah ada kecenderungan perubahan harga dan
bagaimana polanya.
Program pemasaran
Program pemasaran mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan
bauran pemasaran (marketing mix).
Perkiraan penjualan yang dapat dicapai perusahaan
Market share yang bisa dikuasai perusahaan dapat dihitung dengan satuan
unit jumlah penjualan perusahaan dibagi jumlah penjualan industri.

Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut
selesai dibangun. Menurut Nurmalina et al. (2010) dalam bukunya studi
kelayakan bisnis menjelaskan beberapa faktor-faktor yang perlu dianalisis dalam
aspek teknis seperti lokasi bisnis, luas produksi, kriteria pemilihan mesin dan
equipment, layout yang dipilih, dan jenis teknologi yang tepat.
Aspek teknis dikatakan layak jika telah diperoleh lokasi yang layak, dapat
mencapai luas produksi yang optimal, tersedia teknologi, dan menyusun layout
bisnis secara optimal.
Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa
pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi, dalam masa
pembangunan bisnis hal yang dipelajari yaitu siapa pelaksana bisnis, bagaimana
jadwal penyelesaian bisnis, sedangkan manajemen dalam operasi mempelajari
bagaimana bentuk badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur organisasi,
deskripsi masing-masing jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, dan
tenaga-tenaga inti (Nurmalina et a.l. 2010).
Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan
digunakan, jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber
dana yang berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, dan izin. Aspek hukum juga
diperlukan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat
menjalin jaringan kerjasama dengan pihak lain (Nurmalina et al. 2010).

13
Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Menurut Nurmalina et al. (2010) pada aspek sosial yang dipelajari adalah
penambahan kesempatan kerja atau pengangguran, pemerataan kesempatan kerja,
dan bagaimana bisnis tersebut terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis seperti
semakin ramainya daerah tersebut, lalu lintas yang semakin lancar, adanya
penerangan listrik, telepon dan sarana lain. Pada aspek ekonomi suatu bisnis dapat
memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah,
pendapatan dari pajak, dan pendapatan menambahkan aktivitas ekonomi sehingga
dapat memberikan kesejahteraan. Analisis aspek ekonomi digunakan untuk
menilai apakah suatu bisnis mampu memberikan peluang peningkatan pendapatan
masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak, dan dapat menambah
aktivitas ekonomi. Pada aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh
bisnis tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan
lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Aspek sosial dan lingkungan
dinyatakan layak jika kegiatan usaha memberikan manfaat pada masyarakat dan
tidak mencemari lingkungan sekitar usaha.
Aspek Finansial
Tujuan menganalisis aspek finansial dari suatu studi kelayakan proyek
bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan
manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan
pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk
membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai
apakah proyek akan dapat berkembang terus, sesuai pernyataan Umar (2007).
Pada analisis finansial, selain analisis rugi laba diperlukan juga analisis
suatu proyek investasi terhadap kas, hal ini dilakukan agar investor dapat
melakukan investasi dan membayar kewajiban finansial. Menurut Nurmalina et al.
(2010), cashflow disusun untuk menunjukan perubahan kas selama 1 periode
tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan
menunjukan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaannya.
Analisis secara finansial menggunakan perhitungan kriteria investasi yang
terdiri dari 4 bagian yaitu:
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value adalah selisih dari total present value manfaat dengan
total present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih
tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah NPV
lebih besar dari nol (NPV > 0) yang menunjukkan bahwa jumlah seluruh
manfaat yang diterima lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Apabila NPV
lebih kecil dari nol (NPV < 0) maka bisnis tersebut tidak layak untuk
dijalankan.
b. Net Benefit-Cost Ratio
Net benefit-cost ratio (Net B/C) adalah rasio antara manfaat bersih yang
bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dapat
dikatan layak jika Net B/C lebih besar dari 1 dan tidak layak jika Net B/C
kurang dari 1.
c. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan 0
dan dapat menunjukkan seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi

14
yang ditanamkan. Sebuah bisnis dikatakan layak jika IRR lebih besar dari
discount rate (DR).
d. Payback Period
Analisis payback period dalam studi kelayakan digunakan untuk
mengetahui berapa lama usaha dapat mengembalikan investasi yang
ditanamkan. Bisnis yang payback period-nya singkat atau cepat
pengembaliannya kemungkinan besar akan dipilih. Usaha ini dikatakan layak
jika nilai PP kurang dari umur bisnis (PP < umur bisnis).
Analisis Switching Value
Gittinger (1986) dalam Nurmalina et al. (2010) menjelaskan bahwa analisis
switching value merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum
dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan
produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau
peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap
layak. Oleh karena itu, perubahan jangan melebihi nilai tersebut. Bila melebihi
maka bisnis menjadi tidak layak untuk dijalankan. Perhitungan ini mengacu
kepada berapa besar perubahan terjadi sampai NPV sama dengan nol (NPV = 0).
Analisis switching value dapat dilakukan dengan menghitung secara cobacoba perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat perubahan di dalam
komponen inflow atau outflow misal kenaikan biaya produksi, penurunan volume
produksi, dan penurunan harga output.

Kerangka Pemikiran Operasional
Asparagus merupakan tanaman sayuran yang memiliki nilai jual yang
tinggi, hanya saja di Indonesia saat ini masih sedikit petani yang melakukan
budidaya asparagus tersebut, kebanyakan asparagus di Indonesia dijual dipasar
modern seperti supermaket/swalayan dengan mayoritas asparagus impor dengan
harga asparagus tersebut berkisar Rp 120 000 per kg dan untuk lokal berkisar
harga Rp 80 000 per kg sedangkan dikalangan konsumen pasar tradisional
asparagus tidak terlalu dikenal walaupun ada beberapa pasar tradisional yang
menjual produk asparagus hasil petani lokal Indonesia. Asparagus impor yang
terdapat di Indonesia pada umumnya berasal dari China dan Amerika Serikat.
Kelompok tani Al’istiqomah merupakan kelompok tani pertama di Bandung
yang membudidayakan asparagus kelompok tani tersebut lokasinya berada di
daerah Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung. Kecamatan Ciwidey ini
merupakan wilayah yang cocok untuk budidaya asparagus karena memiliki
ketinggian berkisar 900-1100 meter dpl (dari permukaan laut) dan suhu rata-rata
tahun 2000 hingga tahun 2012 sebesar berkisar 25.20 C dan curah hujan dari
tahun 2000 hingga tahun 2012 dengan rata-rata 1246 mm, rekomendasi teknis
budidaya asparagus yaitu memerlukan lahan pada ketinggian 600-900 dari
permukaan laut dan suhu rata-rata berkisar 15-250C (ICDF, 2014). Tanaman
asparagus di kelompok tani Al’istiqomah ini mulai dibudidayakan pada tahun
2010 yang di pelopori oleh Pak Koswara, Pak Ade dan Pak Dadang, hanya saja di
kelompok tani ini memiliki masalah terbesar yang di hadapi saat ini yaitu harga
benih yang tergolong mahal sekitar Rp 3 000 000,-/Ons (3000 benih) untuk

15
kwalitas F2 UC 157 atau harga bibit yang sudah disemai ukuran + 30 cm dengan
harga Rp 5 000,-