Pemisahan Dan Perolehan Kembali Ion Logam Tembaga (Cu) Menggunakan Asam Lemak Hidroksamat Yang Terimmobilisasi Pada Zeolit

PEMISAHAN DAN PEROLEHAN KEMBALI ION LOGAM
TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN ASAM LEMAK
HIDROKSAMAT YANG TERIMMOBILISASI PADA ZEOLIT

MUHSINUN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemisahan dan Perolehan
Kembali Ion Logam Tembaga (Cu) Menggunakan Asam Lemak Hidroksamat
yang Terimmobilisasi pada Zeolit adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016
Muhsinun
NRP G451130221

RINGKASAN
MUHSINUN. Pemisahan dan Perolehan Kembali Ion Logam Tembaga (Cu)
Menggunakan Asam Lemak Hidroksamat yang Terimmobilisasi pada Zeolit.
Dibimbing
oleh
PURWANTININGSIH
SUGITA
dan
HENNY
PURWANINGSIH.
Asam lemak hidroksamat (FHA) yang di sintesis dari minyak dedak padi
mempunyai potensi sebagai senyawa pengkompleks logam. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa FHA dapat membentuk suatu kelat yang stabil dengan ionion logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk memisahkan ion logam Cu(II)
menggunakan FHA terimmobilisasi pada zeolit (zeo) dan mengetahui besarnya
persentase perolehan kembali ion logam Cu(II) menggunakan FHA-Zeo.
Pertimbangan digunakannya zeolit alam adalah mudah diperoleh dan harganya

pun sangat murah. Selain itu, zeolit alam juga dapat bertindak sebagai adsorben
namun tidak dapat spesifik memisahkan logam-logam tertentu dari limbah.
Dalam penelitian ini telah dilakukan pemisahan dan perolehan kembali ion
logam Cu(II) dari ion logam lainnya dengan metode ekstraksi padat-cair
menggunakan kromatografi kolom. Kolom ini mengandung FHA yang telah di
sintesis dari minyak dedak padi dan diimmobilisasi pada zeolit (zeo). Adapun
beberapa parameter yang diteliti, yaitu massa resin FHA-Zeo, konsentrasi Cu(II),
dan pH larutan logam. Dari penelitian ini diperoleh kondisi optimum untuk
penjerapan Cu(II) oleh FHA-Zeo adalah: perbandingan massa resin FHA-Zeo
dengan konsentrasi Cu(II) (g : ppm) adalah 1:100 dan kondisi optimum ion Cu(II)
pada pH 5. Untuk pemisahan logam Cu(II) dari logam lainnya, yaitu Zn(II) telah
berhasil dilakukan pada pH 5 dan diperoleh besarnya jerapan logam Cu(II) oleh
resin FHA-Zeo sebesar 162,39 mg/g. Masing-masing logam itu juga dapat
diperoleh kembali menggunakan asam nitrat pH 2 sebagai eluen, dengan
perolehan kembali mencapai lebih dari 90%.
Kata kunci: asam lemak hidroksamat, ekstraksi padat-cair, ion Cu(II), minyak dedak padi,
perolehan kembali, zeolit

SUMMARY
MUHSINUN. Separation And Recovery of Copper (II) Ion Using Fatty

Hydroxamic
Acids
Immobilized
Onto
Zeolite.
Supervised
by
PURWANTININGSIH SUGITA and HENNY PURWANINGSIH.
Fatty hydroxamic acids (FHA) was synthesized from rice bran oil which is
potential as a metal complexing agent. Some studies indicate that FHA can form a
stable chelate with heavy metal ions. This study aims to separate copper (II) ions
using FHA immobilized onto zeolite (zeo) and to determine recovery percentage
of copper (II) ions using FHA-Zeo. Consideration the use of natural zeolite was
easily obtained and it has cheap price. In addition, natural zeolite can also act as
an adsorbent but can not separate certain metal ions from waste water,
specifically.
In this study, we have carried out the separation and recovery of copper (II)
ion from complex matrix sample with solid-liquid extraction method using
column chromatography. This column contains FHA which has been synthesized
from rice bran oil and immobilized onto zeolite (zeo). Some of the parameters

have been investigated, such as mass of FHA-Zeo resin, Cu(II) concentration, and
pH of metal ion. The optimum conditions for absorption of Cu(II) by FHA-Zeo
were as follows; mass ratio of resin FHA-Zeo : Cu(II) concentration (g : ppm) was
1:100 and optimum condition of Cu(II) at pH 5. For the separation of Cu(II) from
other metals like Zn(II), it has been successfully carried out at pH 5 and the
amount of adsorption of Cu(II) obtained by resin FHA-Zeo was 162.39 mg/g.
Each of these metals can also be recovered using nitric acid at pH 2 as the eluent,
with recovery value over 90%.
Keywords: copper (II) ion, fatty hydroxamic acids, recovery, solid-liquid extraction, rice
bran oil, zeolite

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PEMISAHAN DAN PEROLEHAN KEMBALI ION LOGAM
TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN ASAM LEMAK
HIDROKSAMAT YANG TERIMMOBILISASI PADA ZEOLIT

MUHSINUN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Sri Sugiarti


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul
“Pemisahan dan Perolehan Kembali Ion Logam Tembaga (Cu) Menggunakan
Asam Lemak Hidroksamat yang Terimmobilisasi pada Zeolit”. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 sampai dengan November 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Purwantiningsih Sugita dan
Dr Henny Purwaningsih selaku pembimbing, Prof Dr Dyah Iswantini MAgrSc
selaku Ketua Program Studi Kimia, dan rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana
Kimia yang telah banyak memberi bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Muhsinun

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Dedak Padi dan Minyak Dedak padi
Zeolit
Asam Lemak Hidroksamat
Pemisahan Logam Berat dengan Immobilisasi Resin
Desorpsi Ion Logam Berat (Recovery)
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Persiapan Sampel Minyak Mentah Dedak Padi
Aktivasi Zeolit
Sintesis FHA
Karakterisasi FHA

Immobilisasi FHA pada Zeolit Teraktivasi
Ekstraksi Padat-Cair pada Ion Logam
Pemisahan Kembali Ion Cu (II) dengan Kromatografi Kolom
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Zeolit Teraktivasi
Hasil Ekstraksi Minyak Mentah Dedak Padi
Hasil Sintesis FHA
Hasil Karakterisasi FHA
Immobilisasi FHA pada zeolit
Ekstraksi padat-cair pada ion logam: Single Komponen
Ekstraksi padat-cair pada ion logam: Matriks komponen
Pemisahan kembali ion Cu (II) dengan kromatografi kolom
5 SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

i
ii
ii

1
1
3
3
3
3
5
5
6
7
8
8
8
9
9
9
9
10
10
10

11
11
11
13
13
14
15
17
18
19
20
21
25
36

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Komposisi minyak mentah dedak padi
Tabel 2 Komposisi asam lemak minyak dedak padi
Tabel 3 Karakteristik zeolit Bayah
Tabel 4 Karakteristik fisis zeolit Bayah

Tabel 5 Kondisi optimum untuk sintesis asam lemak hidroksamik
Tabel 6 Jerapan ion logam Cu dan Zn dalam kolom FHA-Zeo

4
4
5
5
9
19

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur molekul asam lemak hidroksamat
6
Gambar 2 Tautomerisasi dari FHA: (1) bentuk keto, (2) bentuk enol
6
Gambar 3 Pola difraktogram zeolit teraktivasi
11
Gambar 4 Pola difraktogram contoh zeolit dari Bayah
12
Gambar 5 Reaksi hidroksilaminolisis trigliserida menjadi FHA oleh lipase
13
Gambar 6 Reaksi kompleks logam Cu oleh asam lemak hidroksamat
14
Gambar 7 Spektrum FTIR, a) Minyak dedak padi, b) FHA
14
Gambar 8 Hasil foto SEM perbesaran 5000x, a) Zeolit teraktivasi, b) FHA-Zeo 16
Gambar 9 Spektrum FTIR, a) FHA-Zeo, b) Zeolit teraktivasi
16
Gambar 10 Nilai jerapan optimum ekstraksi komponen logam: Cu(II)
menggunakan zeolite teraktivasi (a1-a2), Cu(II) menggunakan FHAZeo (b1-b2), Zn(II) menggunakan FHA-Zeo (c1-c2)
17
Gambar 11 Kromatogram pemisahan ion logam Cu(II) dari Zn(II)
20

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Maraknya pencemaran lingkungan akibat limbah logam berat, khususnya
logam Cu, baik itu yang bersumber dari limbah tambang tradisional maupun
limbah buangan pabrik menjadi perhatian penting. Sebagaimana kita ketahui
bahwa bahaya Cu apabila masuk atau terkonsumsi oleh organisme melebihi
ambang batas yang bisa ditolerir dapat memicu penyakit Wilson yang ditandai
dengan sirosis hati, kerusakan otak, penyakit ginjal, dan timbunan tembaga di
kornea (Palar 2008). Adapun beberapa penelitian tentang kandungan Cu pada
limbah di beberapa daerah di Indonesia, seperti konsentrasi tembaga (Cu) pada
limbah pertambangan tradisional di daerah Wonogiri yang berkisar antara 2,49 3,17 mg/L (Untung et al. 1999), kemudian kandungan Cu dalam limbah cair
kerajinan perak di Kotagede yang mencapai 11,46 ppm (Giyatmi 2008), dan data
dari Dinas Pertambangan NTB (2011) menyatakan bahwa kandungan logam Cu
adalah kedua terbesar setelah perak (Ag) yaitu sebesar 0,35 % dari 180-300 juta
ton sumber daya hipotetik yang terkandung didalamnya, khususnya di areal
pertambangan tradisional daerah Sekotong-Lombok Barat. Dapat dibayangkan
betapa berbahayanya jika sumber pencemar ini dibuang ke lingkungan tanpa
terlebih dahulu diproses melalui pengolahan limbah yang baik.
Pada perkembangannya, terdapat beberapa metode yang digunakan untuk
menanggulangi limbah pencemaran logam Cu, seperti ekstraksi pelarut dan
immobilisasi agen pengkelat pada resin. Dengan metode ekstraksi pelarut, limbah
logam akan terekstraksi menggunakan media cair-cair. Beberapa penelitian yang
menggunakan metode ekstraksi pelarut dalam mengekstraksi logam Cu, seperti
ekstraksi Cu dengan D2EHPA dalam kerosene pada media buffer asetat (Ren et al.
2007), ekstraksi Cu(II) menggunakan turunan pyrazoloquinazolinone, dengan
CCl4 sebagai pelarut (Khawassek et al. 2012), pemisahan Cu dan Ni dengan
ekstraksi pelarut menggunakan LIX 664N, dengan kerosene sebagai pelarut
(Kumar et al. 2013). Kelebihan dari metode ini, yaitu kemudahan dalam ekstraksi
logam dan selektif dalam pemisahan Cu. Namun perolehan kembali logam dengan
metode ekstraksi pelarut memunculkan permasalahan baru, yaitu sebagian besar
pelarut organik yang digunakan untuk mengekstraksi logam tersebut masih
bersifat toksik dan mahalnya reagen pengekstrak logam juga menjadi perhatian
penting. Untuk itu diperlukan suatu metode lain dalam penanggulangan limbah
logam Cu tersebut, yaitu melalui metode immobilisasi agen pengkelat dalam resin,
seperti halnya nanocluster polietilenaimina (PEI) pada resin penukar kation untuk
pemisahan Cu (Chen et al. 2010), atau ion polimer termodifikasi untuk pemisahan
selektif Cu (Yılmaz et al. 2013). Metode ini termasuk dalam ekstraksi padat-cair,
dengan resin yang mengikat agen pengkelat sebagai fase padat dan air limbah
sebagai fase cairnya. Penggunaan metode ini dapat memudahkan pemisahan dan
perolehan kembali logam-logam dari limbahnya dimana agen pengkelat yang
terikat pada fase padat resin akan mengikat logam-logam yang terkandung dalam
air limbah.
Pada penelitian ini akan menggunakan metode immobilisasi resin untuk
memisahkan ion logam Cu dari fase larutan, sehingga diperlukan suatu agen

2
pengkelat yang spesifik mengikat ion logam Cu. Agen pengkelat yang digunakan
yaitu asam lemak hidroksamat (FHA). FHA merupakan turunan dari senyawaan
nitrogen yang mengikat hidrogen dalam molekul hidroksilamina dengan rumus
molekul R-CO-NH-OH (R dapat berupa alkil atau aril). Senyawa pengkompleks
dengan gugus asam hidroksamat mempunyai sifat pengkelat yang tinggi dan
superior untuk ekstraksi dan pemisahan secara spektrometer dari ion logam
(Agrawal et al. 1980). Hal ini sesuai dengan penelitian Haron et al. (2012) yang
telah mengekstraksi 81,70 mg/L logam Cu menggunakan 0,008 M turunan asam
hidroksamat dengan pelarut n-heksana. Pemisahan dengan ekstraksi pelarut pada
Ni dan Co juga telah dilaporkan menggunakan gugus asam hidroksamat dengan
persen ekstraksi 90,9% dan 75,7% berturut-turut (Zhang et al. 2012). Dari
beberapa penelitian ini dapat disimpulkan bahwa agen pengkelat FHA mempunyai
kemampuan yang tinggi dalam mengekstraksi logam.
Dalam penelitian ini dilakukan sintesis FHA dengan bahan dasar asam
lemak. Salah satu metode yang digunakan untuk membuat FHA adalah melalui
reaksi alkilasi hidroksilamina dengan ester (Agarwal et al. 2010), dan ester dapat
dengan mudah dibuat dari trigliserida dengan bantuan enzim lipase (Suhendra et
al. 2005). Beberapa sumber trigliserida yang dapat digunakan sebagai bahan baku
sintesis FHA seperti minyak kelapa sawit (Suhendra et al. 2005), minyak kelapa
(Arsiwan 2010), minyak canola (Jahangirian et al. 2011) dan minyak lainnya yang
juga mengandung asam lemak. Dua sumber minyak yang disebutkan pertama
merupakan sumber minyak nabati sehingga tidak dianjurkan sebagai bahan baku
sintesis FHA, mengingat bahwa bahan baku sintesis semestinya tidak
mengganggu distribusi ketahanan pangan. Oleh karena itu, digunakan bahan baku
alternatif dari minyak mentah dedak padi. Pertimbangannya karena minyak
mentah dedak padi merupakan minyak nabati yang bukan bahan makanan, murah,
dan minyak grade rendah dengan kandungan asam lemak yang tinggi. Adanya
enzim lipase yang aktif dalam dedak padi menyebabkan kandungan asam lemak
bebas lebih tinggi pada minyak mentah dedak padi bahkan mencapai lebih dari
60% (Lakkakula et al. 2004).
Adapun adsorben pengimmobilisasi yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah zeolit alam. Zeolit alam telah banyak digunakan sebagai adsorben logam
berat, namun hal tersebut dinilai masih memiliki kemampuan yang rendah. Penelitian
Buasri et al. (2008) melaporkan bahwa kapasitas maksimum adsorpsi Pb(II)
menggunakan zeolit dengan tipe klinoptilolit mencapai 58,73 mg/g zeolit pada suhu
75 oC. Penelitian lain juga melaporkan kapasitas maksimum adsorpsi zeolit
terhadap beberapa logam seperti Pb(II), Cu(II), dan Ni(II) berturut-turut 27,70
mg/g, 25,76 mg/g, dan 13,03 mg/g zeolit dengan konsentrasi awal campuran 800
mg/L (Sprynskyy et al. 2006). Rendahnya kemampuan zeolit alam dalam
mengadsorpsi logam berat menjadi pertimbangan penting dalam menanggulangi
limbah logam berat, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap
modifikasi zeolit alam. Salah satu inovasi yang dapat dikembangkan, yaitu
melakukan immobilisasi suatu reagen pengkompleks logam pada zeolit alam. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas maksimum adsorpsi zeolit alam
terhadap logam berat. Penelitian Amri et al. (2004) menunjukkan kapasitas
maksimum adsorpsi untuk logam Cd(II) adalah 38,17 mg/g menggunakan zeolit alam
terimpregnasi 2-merkaptobenzotiazol, kemudian adsorpsi Cu(II) menggunakan asam
humat yang terimmobilisasi pada surfaktan-zeolit termodifikasi menghasilkan

3
kapasitas maksimum adsorpsi pada kisaran 19,80 hingga 21,50 mg/g (Lin et al. 2011).
Oleh sebab itu, perlu dilakukan mekanisme immobilisasi agen pengkelat guna
meningkatkan kapasitas adsorpsi zeolit alam.
Berdasarkan hal tersebut FHA yang terimmobilisasi pada zeolit sangat
berpotensi untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai adsorben logam berat,
dalam hal ini untuk memisahkan logam Cu(II) dan Zn(II). Dengan FHA yang
memiliki kemampuan tinggi dalam mengekstraksi logam dan zeolit alam yang
juga memiliki kemampuan sebagai adsorben, diharapkan dapat meningkatkan
pemisahan dan perolehan kembali logam Cu dari fase larutannya.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat diambil suatu rumusan
masalah yaitu kebanyakan tambang tradisional maupun pabrik di Indonesia
menghasilkan buangan limbah yang mengandung logam berat, khususnya logam
Cu. Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme pemisahan logam Cu dari
limbahnya dengan mengekstraksi logam tersebut menggunakan chelating agent
FHA yang diimmobilisasi pada zeolit alam. Permasalahannya adalah apakah asam
lemak hidroksamat (FHA) yang terimmobilisasi pada zeolit dapat meningkatkan
kapasitas adsorpsi ion logam Cu(II), kemudian berapakah besar persentase
perolehan kembali ion logam Cu(II) menggunakan FHA-Zeo.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi ion logam
Cu(II) menggunakan asam lemak hidroksamat (FHA) terimmobilisasi pada zeolit
dan mengetahui besarnya persentase perolehan kembali ion logam Cu(II)
menggunakan FHA-Zeo tersebut. Selain itu, penggunaan bahan baku dari minyak
mentah dedak padi ini dapat meningkatkan nilai ekonomis dedak padi, yaitu
sebagai bahan baku untuk sintesis FHA rantai sedang dan panjang yang belum
banyak tersedia di pasaran. Dan dengan adanya FHA ini juga dapat mengurangi
dampak pencemaran lingkungan oleh limbah logam berat.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Dedak Padi dan Minyak Dedak padi
Menurut definisinya, dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan
gabah padi menjadi beras (Goffman et al. 2003). Padi yang terdiri atas lapisan
sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Sementara bekatul
(polish) adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil
endosperm berpati. Umumnya dedak padi dan bekatul bercampur menjadi satu
dan disebut dengan dedak padi atau bekatul saja, dikarenakan alat penggilingan
padi tidak dapat memisahkan antara dedak padi dan bekatul. Dedak padi ini dapat
dijadikan sebagai sumber minyak yang dapat diperoleh dari proses ekstraksi dedak.
Kandungan minyaknya tergolong berkualitas tinggi selain itu minyak dedak padi
juga bermanfaat dalam pembuatan margarin.
Produksi dedak padi di Indonesia cukuplah besar dan hingga saat ini hanya
terbatas pada pakan ternak karena ketengikannya yang disebabkan hidrolisis, yang

4
dikatalisis oleh adanya enzim lipase terhadap kandungan minyak dalam dedak
padi. Hal ini sangat disayangkan, mengingat bahwa dedak padi dapat
dimanfaatkan secara lebih maksimal. Salah satu cara meningkatkan nilai
ekonomisnya adalah dengan mengekstrak minyak mentah dedak padi, dan
umumnya minyak mentah dedak padi diekstraksi dengan pelarut n-heksana.
Minyak mentah dedak padi yang diperoleh dari ekstraksi merupakan turunan
penting dari dedak padi (McCasskill et al. 1999). Karena tingginya kandungan
asam lemak bebas dan senyawa-senyawa tak tersaponifikasikan, menyebabkan
minyak mentah dedak padi sulit dimurnikan. Adanya peningkatan asam lemak
bebas yang secara cepat terjadi, dikarenakan adanya enzim lipase aktif yang
terkandung dalam dedak padi setelah proses penggilingan. Lipase dalam dedak
padi mengakibatkan kandungan asam lemak bebas minyak mentah dedak padi
lebih tinggi dari minyak mentah lain sehingga tidak digunakan sebagai edible oil.
Ada dua faktor utama dalam pengolahan dedak padi menjadi minyak yaitu
stabilisasi secara kimiawi maupun dengan menggunakan panas. Perlakuan ini
bertujuan untuk menghancurkan enzim lipase yang ada dalam dedak padi,
sehingga rendemen minyak meningkat dan menurunkan kadar asam lemak bebas.
Selanjutnya minyak dedak padi hasil ekstraksi dipurifikasi atau dimurnikan.
Pemurnian minyak dedak padi tidak jauh berbeda dengan pemurnian minyak
nabati lainnya. Dengan tujuan menghilangkan senyawa lilin, asam lemak bebas,
pewarna dan bau (Ketaren 2005). Kandungan asam lemak dalam minyak dedak
padi sangat bervariasi tergantung jenis padi. Berikut ini merupakan komposisi
asam lemak dalam minyak mentah dedak padi, sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi minyak mentah dedak padi (Rachmaniah et al. 2007).
Kandungan
Trigliserida
Digliserida
Monogliserida
Asam lemak
γ-oryzanol
Vitamin E dan Tocopherol

Komponen Komposisi (%-berat)
18,90
6,69
0,19
69,54
3,77
0,91

Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak dedak padi (Tahira 2007).
Jumlah Karbon
C10:0
C14:0
C16:0
C16:1
C17:0
C18:0
C18:1
C18;2
C18:3
C20:0
C20:1
C22:0

Nama gugus asam lemak
Asam kaprat
Asam miristat
Asam palmitat
Asam palmitoleat
Asam heptadekanoat
Asam stearat
Asam oleat
Asam linoleat
Asam linolenat
Asam arachidat
Asam eikosamonoeonat
Asam behenat

Kandungan (%)
0.31
0.02
16.74
0.22
0.07
1.79
42.79
34.65
0.19
0.64
0.70
0.20

5
Zeolit
Zeolit merupakan mineral berpori yang tersusun dari unit tetrahedral AlO2
dan SiO2 yang berikatan melalui atom O sehingga zeolit mempunyai rumus
empiris x/n Mn+ [(AlO2)x(SiO2)y].zH2O. Mn+ merupakan sumber kation yang dapat
bergerak bebas dan dapat dipertukarkan sebagian atau seluruhnya oleh kation lain
(Ginting et al. 2007). Struktur zeolit tersebut, membuat zeolit memiliki sifat yang
unik yaitu fleksibel digunakan untuk berbagai aplikasi seperti adsorben, penukar
ion, katalis, dan media immobilisasi (Krisnandi et al. 2011). Secara umum zeolit
dibagi menjadi dua yaitu zeolit alam dan sintetik. Zeolit alam merupakan zeolit
yang terbentuk akibat adanya proses kimia dan fisika kompleks pada bebatuan
akibat perubahan kondisi alam (Setyawan 2002). Sampai saat ini telah ada sekitar
35 jenis zeolit alam yang telah ditemukan antara lain kalsit, kwarsa, renit, klorit,
fluorit, mineral sulfida, klinoptilolit, analsim, laumontit, mordenit, filipsit, erionit,
kabasit, dan helandit (Lestari 2010). Di Indonesia sendiri banyak ditemukan
tempat-tempat penghasil zeolit antara lain Lampung, Wonosari, Tasikmalaya dan
Bayah. Zeolit alam bayah merupakan dominan jenis klinoptilolit dengan
karakterisasi sebagai berikut:
Tabel 3. Karakteristik zeolit Bayah (Arif 2011)
Komposisi Kimia
Al
Si
Fe
K
Ca
Mg
Na
Mn

Kadar (%)
11,20
66,60
3,96
9,68
7,80
0,414
0,245
0,0677

Tabel 4. Karakteristik fisis zeolit Bayah (Ginting et al. 2007)
Karakteristik fisis
Luas permukaan (m2)
Luas permukaan spesifik (m2/g)
Jari-jari pori (Å)
Adsorpsi (ml/g)*
* Perbandingan tekanan (P/P0 =mmHg) dan suhu ruang

Nilai
6,352769
21,181696
16,235009
13,250

Asam Lemak Hidroksamat
Asam lemak hidroksamat merupakan turunan dari senyawaan nitrogen yang
mengikat hidrogen dalam molekul hidroksilamina dengan rumus molekul R-CONHOH (R = alkyl atau aril) seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Gugus asam
lemak hidroksamat terkenal dengan kemampuannya untuk membentuk suatu kelat
yang stabil dengan ion-ion logam berat (Lee et al. 2001). Asam lemak
hidroksamat ini juga dapat berfungsi sebagai HDACi (Histone Deacetylase
inhibitor). HDACi merupakan suatu konstituen yang dapat digunakan untuk
menangani terapi kanker yang mengacu pada rendahnya tingkat toksisitasnya

6
(Santos 2007). Selain itu, asam lemak hidroksamat juga menunjukkan aktivitas
biologi yang luas, seperti antibakteri, antitumor, antituberklosis dan jamur, dan
penghambat metaloenzim. Keunikan aktivitas dari asam lemak hidoksamik
disebabkan oleh sifat-sifat pembentukan kelat dan kemampuannya untuk
menghasilkan NO dalam sel (Katkevics et al. 2004).
O
R = Alkil atau Aril berupa
Asam Lemak

R
NH

OH

Gambar 1. Struktur molekul asam lemak hidroksamat
Asam hidroksamat berada dalam dua bentuk tautomer yaitu bentuk keto dan
enol (Nuñez 2001). Adapun bentuk keto dan enolnya ditunjukkan pada Gambar 2.
O

OH

R

R
NH
(1)

OH

N

OH

(2)

Gambar 2. Tautomerisasi dari FHA: (1) bentuk keto, (2) bentuk enol
Salah satu metode yang diketahui dan digunakan untuk membuat asam
lemak hidroksamat adalah dengan pengalkilasian hidroksilamina dengan ester
(Katkevics et al. 2004). Ester dapat dari trigliserida dengan bantuan enzim lipase
(Suhendra et al. 2005), dan minyak mentah dedak padi mengandung trigliserida
(trigliserol) serta beberapa jenis asam lemak jenuh dan tidak jenuh sehingga
berpeluang menghasilkan ester.
Pemisahan Logam Berat dengan Immobilisasi Resin
Adsorpsi secara umum adalah proses pengumpulan zat terlarut yang terdapat
dalam larutan antara dua fase, yaitu fase padat (adsorben) dan fase cair (pelarut,
biasanya air) yang mengandung spesies terlarut yang akan diserap (adsorbat, ion
logam). Dalam hal ini adsorbatnya adalah ion logam tembaga (II) dan FHA-Zeo
sebagai adsorbennya.
Diawati (2002) menyatakan bahwa adsorpsi merupakan akumulasi sejumlah
senyawa, ion maupun atom yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorpsi
terjadi jika gaya tarik antara zat terlarut dengan permukaan penyerap dapat
mengatasi gaya tarik antara pelarut dengan permukaan penyerap. Jenis interaksi
yang terjadi antara logam dengan permukaan sel adalah interaksi ionik, interaksi
pengomplekan, interaksi pertukaran ion dan pengendapan. Kemampuan ion logam
membentuk kompleks dengan ligan pada permukaan sel tergantung pada daya
mempolarisasi, yang merupakan perbandingan antara muatan dengan jari-jari dari
ion logam. Suatu kation dengan daya mempolarisasi tinggi menghasilkan interaksi
yang kuat.
Pada struktur asam hidroksamat, kompleks logam itu terbentuk melalui
gugus fungsi hidroksamida (bentuk keto) dan tidak melalui gugus hidroksioksim
(bentuk enol). Hal ini disebabkan karena adanya kecenderungan dari gugus fungsi

7
hidroksamida untuk membentuk ikatan kovalen dari pada membentuk ikatan ionik
dengan logam (Somasundaran 1988).
Proses adsorpsi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. pH. pH mempunyai pengaruh besar dalam proses adsorpsi karena pH mampu
mempengaruhi terjadinya interaksi ion logam dengan gugus aktif adsorben.
Dari eksperimen sebelumnya didapat bahwa pH optimum untuk adsorpsi
tembaga oleh asam lemak hidroksamat yang diimobilisasi pada resin
Amberlite XAD-4 dicapai pada pH 5-6,5 (Suhendra et al. 2006).
b. Konsentrasi logam. Konsentrasi logam sangat berpengaruh terhadap
penyerapan logam oleh adsoben. Jadi dengan memperbesar konsentrasi
larutan serapan logam akan meningkat secara linier hingga konsentrasi
tertentu.
c. Waktu Kontak. Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben selama proses
adsorpsi berlangsung dipertahankan konstan.
d. Tumbukan Antar Partikel. Proses adsorpsi tergantung pada banyaknya
tumbukan yang terjadi antara partikel-partikel adsorbat dan adsorben.
Tumbukan antar partikel ini dapat dipercepat dengan adanya kenaikan suhu.
e. Karakteristik dari adsorben. Ukuran partikel dan luas permukaan adsorben
akan mempengaruhi proses adsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel akan
semakin cepat proses adsorpsi yang terjadi dan semakin besar luas permukaan
adsorben maka penyerapan yang terjadi semakin merata.
Desorpsi Ion Logam Berat (Recovery)
Pemanfaatan teknologi adsorpsi untuk menghilangkan logam bergantung
pada kemampuan regenerasi adsorben setelah logam didesorpsi. Desorpsi
merupakan kebalikan dari proses adsorpsi. Desorpsi adalah proses pelepasan
kembali adsorbat (spesi-spesi logam yang telah berikatan dengan sisi akif
permukaan mikroorganisme) dari adsorben ke dalam suatu larutan.
Untuk kepentingan dunia industri, beberapa parameter yang menentukan
efektif atau tidaknya suatu proses adsorpsi sebagai salah satu alternatif pengolahan
limbah logam berat antara lain adalah kapasitas serapan maksimum dari adsorben,
efisiensi dan selektifitas serta tingkat kemudahan perolehanan kembali logam dari
absorben.
Pada dasarnya adsorpsi dan desorpsi merupakan proses kesetimbangan.
Desorpsi ion logam oleh asam mineral melibatkan reaksi pertukaran ion antara ion
H+ dari asam mineral dengan ion logam yang terikat pada gugus fungsi adsorben
menurut reaksi:
A  H n  M 

A-Hn + Mn+
A-M + nH+
K
A  M  H  n
dan secara teoritis,
A  M   log D  npH  pK  logA  M 
log
M 

 

Keterangan:
D
= koefisien distribusi
A-M
= kompleks logam-adsorben

8
M
A-H

= logam dalam larutan
= gugus pengikat logam terprotonasi

Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa pH berpengaruh pada
pengikatan logam oleh reagen. Koefisien distribusi logam antara adsorben dengan
larutan bergantung pada pH, demikian pula jumlah proton yang terprotonasi pada
adsorben. Pelarutan kembali ion logam dapat dicapai dengan menurunkan harga
pH. Meningkatnya keasaman umumnya akan meningkatkan efektifitas pelepasan
logam dari reagen.

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2014 - November 2015
bertempat di Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia FMIPA IPB,
Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB, dan Q-Lab Universitas
Pancasila.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah: semua peralatan dasar dari
gelas di laboratorium kimia, magnetic stirrer-pemanas, water bath shaker, pompa
vakum, timbangan digital, statif-klem, pH meter digital, kromatografi kolom,
rotary evaporator, Scanning Electron Microscope (SEM, Carl Zeiss EVO MA
10), X-Ray Diffraction (XRD, Shimadzu XRD-7000), spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu UV-1700), spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR,
Perkin Elmer Spectrum One) dan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS,
Shimadzu AA-7000). Adapun bahan yang digunakan berderajat P.A (Pro
Analyze) kecuali yang disebut khusus. Bahan tersebut adalah sebagai berikut:
Dedak Padi (dikoleksi dari pengilingan padi daerah Dramaga-Bogor), Zeolit
(dikoleksi dari daerah Bayah-Banten), Metanol, n-Heksana, Hidroksilamina
hidroklorida (NH2OH.HCl), Lipase, Buffer asetat, Natrium hidroksida (NaOH),
Asam klorida (HCl), Besi nitrat (Fe(NO3)3), Tembaga nitrat (Cu(NO3)2), Seng
nitrat (Zn(NO3)2), Asam nitrat (HNO3), Aquades, pH universal Merck dan kertas
saring Whatman.
Prosedur Penelitian
Persiapan Sampel Minyak Mentah Dedak Padi
Dedak padi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari daerah
Dramaga-Bogor, Jawa Barat. Sejumlah 100 g dedak padi dimasukkan dalam
thimble ekstraksi dan meletakkannya dalam Soxhlet. Selanjutnya dilakukan
ekstraksi menggunakan 500 mL n-heksana teknis sebagai pelarut. Proses ini
dilakukan ± 6 jam hingga semua minyak terekstrak. Minyak mentah dedak padi
dipisahkan dari pelarutnya/heksana menggunakan rotary evaporator.

9
Aktivasi Zeolit (modifikasi Wijayanti 2014)
Zeolit dibersihkan, digerus dan diayak menggunakan saringan 200 mesh.
Zeolit yang telah diayak kemudian dipanaskan dalam oven 300 °C selama 3 jam.
Zeolit kemudian diaktivasi menggunakan cara asam, menggunakan larutan HCl
dengan konsentrasi 3 M. Sebanyak 100 g zeolit dicampur ke dalam 250 mL
larutan asam dan diaduk selama 60 menit. Campuran kemudian dipisahkan dan
dibilas dengan akuades hingga pH netral. Larutan tersebut diuji kandungan klorin
dengan AgNO3 dan dicuci kembali sampai tidak mengandung klorin. Setelah pH
netral dan bebas klorin lalu dikeringkan pada suhu 300ºC selama 3 jam. Zeolit
yang telah kering lalu digerus dan diayak hingga didapatkan ukuran zeolit 200
mesh. Selanjutnya zeolit ditentukan nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan
dikarakterisasi menggunakan SEM dan XRD.
Sintesis FHA (Suhendra et al. 2005)
Reaksi pembuatan FHA dilakukan dengan mereaksikan sejumlah minyak
dengan hidroksilamina hidroklorida dalam erlenmeyer yang tertutup dengan
bantuan katalis enzim lipase. Campuran kemudian dikocok dengan kecepatan 100
rpm. FHA yang terbentuk diantara lapisan air-heksana, dipisahkan dari air dan
lipase dengan filtrasi. Untuk mendapatkan FHA padat, fraksi n-heksana
didinginkan dalam pendingin (< 5 oC) selama 5 jam. Kemudian disaring dan
dicuci dengan n-heksana beberapa kali dan dikeringkan dalam vaccum desicator
selama 24 jam.
Tabel 5. Kondisi optimum untuk sintesis asam lemak hidroksamat
Parameter

Kondisi

Waktu reaksi
Suhu
Perbandingan lipase (g) : hidroksilamina (mmol)
Perbandingan lipase (g) : minyak dedak padi (gram)

25 jam
35 oC
1 : 500
1 : 75

(modifikasi Arsiwan, 2010)
Karakterisasi FHA
Analisis kualitatif. Analisis kualitatif gugus asam hidroksamat yang terbentuk
dari hasil reaksi hidroksilaminolisis di atas dilakukan dengan melihat
terbentuknya kompleks berwarna setelah larutan metanolik dari asam lemak
hidroksamat tersebut direaksikan dengan Fe(NO3)3 0,1M dan Cu(NO3)2 0,1M
dalam larutan metanolik asam lemak hidroksamat. Selain itu, analisis kualitatif
dari gugus fungsi asam hidroksamat yang terbentuk dilakukan dengan mengukur
spektrum FTIR menggunakan pelet KBr. Spektrum yang diperoleh kemudian
dibandingkan dengan spektrum FTIR sampel minyak dedak padi sehingga
diperoleh perbedaan spektrum yang menandakan asam lemak hidroksamat telah
berhasil disintesis dari minyak dedak padi.
Analisis Kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menentukan jumlah
gugus asam hidroksamat yang terbentuk berdasarkan jumlah nitrogen yang

10
terkandung pada asam lemak hidroksamat kering dengan menggunakan metode
Semi Makro Kjeldahl. Adapun prosedur kerja yang dikerjakan adalah sebagai
berikut (Sudarmadji et al. 1997): Ditimbang 0,5 gram asam lemak hidroksamat
dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Asam lemak hidroksamat tersebut
kemudian ditambahkan 2 gram Na2SO4−CuSO4 (20:1) dan 5 mL H2SO4 pekat dan
dipanaskan pada pemanas listrik sampai terbentuk larutan berwarna biru jernih
(destruksi). Hasil destruksi yang sudah dingin kemudian ditambahkan 150 mL
aquades, 25 mL NaOH 40% dan 3 biji batu didih dan dilakukan destilasi. Destilat
ditampung sampai volume 150 mL pada Erlenmeyer yang berisi 10 mL asam
boraks 2% yang sudah diberi indikator campuran. Destilat kemudian dititrasi
dengan HCl 0,1 M sampai titik ekivalen yang ditandakan dengan berubahnya
warna indikator dari warna kuning menjadi merah muda. Dibuat juga blangko
dengan perlakuan yang sama seperti sampel. Persentase N total kemudian
ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
%N 

(Volume HCl sampel  Volume HCl blangko) x [HCl] x 14,01
x100%
Massa sampel x 1000

Immobilisasi FHA pada Zeolit Teraktivasi (modifikasi Hoidy et al. 2009)
Sejumlah zeolit yang telah teraktivasi (variasi massa 0,1 ; 0,3 ; 0,5 gram),
dicampurkan dengan 20 mL larutan FHA (variasi konsentrasi 10 ; 30 ; 50 ppm)
dalam methanol dan dikocok pada 35 rpm selama 24 jam. Serapan zeolit terhadap
FHA diukur secara spektrofotometri. Satu mL FHA, sebelum dan setelah dikocok
dengan zeolit, ditambahkan dengan 10 mL methanol dan 0,1 mL larutan Fe (III)
0,1M dalam HCl 0,01M. Kemudian, absorbansi diukur menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimumnya untuk kalkulasi
besarnya kapasitas jerapan zeolit. Hasil immobilisasi FHA pada zeolit teraktivasi
dilanjutkan dengan karakterisasi menggunakan FTIR.
Ekstraksi Padat-Cair pada Ion Logam.
Single komponen ion logam. Sejumlah variasi massa FHA-Zeo, yaitu 0,1 ; 0,3 ;
0,5 g dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian sebanyak 20 mL larutan yang
mengandung ion logam Cu (II) dengan variasi konsentrasi 10 ; 30 ; 50 ppm,
dikondisikan pada rentang pH 3-5-7 (ditentukan dengan basa NaOH), diaduk
selama 12 jam. Konsentrasi ion Cu(II) sebelum dan setelah dikocok, ditentukan
menggunakan AAS untuk menghitung persentase serapan ion logam Cu(II).
Perlakuan yang sama juga dilakukan dengan mengganti ion logam Cu(II)
mengunakan ion logam Zn(II). Parameter optimum ion logam Cu(II) yang
diperoleh pada tahap ini selanjutnya digunakan untuk prosedur berikutnya.
Matriks komponen ion logam. Sebanyak 100 mL larutan campuran yang
mengandung ion logam Cu(II), Zn(II) dengan perbandingan konsentrasi 6:4,
dikondisikan pada parameter optimum ion logam Cu(II) (berdasarkan prosedur
single komponen), kemudian dilewatkan melewati kolom yang mengandung 0,5 g
FHA-Zeo dengan kecepatan alir 0,3-0,4 mL/menit. Konsentrasi ion Cu(II)
sebelum dan setelah melewati kolom ditentukan menggunakan AAS untuk
kalkulasi persentase serapan ion logam Cu(II).

11
Pemisahan Kembali Ion Cu (II) dengan Kromatografi Kolom.
Sejumlah asam nitrat dengan pH 2 dilewatkan melalui kolom yang
mengandung FHA-Zeo-logam (matriks komponen Cu(II) dan Zn(II) dengan
kecepatan alir 0,4-0,6 mL/menit. Setiap urutan fraksi (2 mL) yang diperoleh,
ditampung menggunakan pengumpul fraksi. Konsentrasi masing-masing ion
logam setelah pemisahan ditentukan menggunakan AAS untuk kalkulasi
persentase perolehan kembalinya.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Zeolit Teraktivasi
Dalam penelitian ini, digunakan zeolit yang diambil dari Kecamatan Bayah,
Kabupaten Lebak – Banten atau sering disebut zeolit bayah. Aktivasi pada zeolit
dilakukan secara kimia menggunakan pereaksi asam berupa HCl 3M, yang
bertujuan untuk membersihkan senyawa organik yang menutupi permukaan poripori zeolit (Setyawan 2002), membuang logam-logam pengotor dan mengatur
kembali letak atom yang dipertukarkan sehingga diperoleh pori-pori zeolit yang
bersih (Wijayanti 2014). Perlakuan asam maupun basa dapat mengubah
permukaan dari zeolit. Secara umum, asam dan basa akan membersihkan zeolit
dari beberapa pengotor yang terikut di contoh zeolit alam. Selain itu, asam dan
basa juga akan bereaksi dengan permukaan zeolit yang terdiri dari Si dan Al.
Berdasarkan hasil Scanning Electron Microscope (SEM) pada Lampiran 3.
menunjukkan morfologi permukaan sampel zeolit yang telah bersih dari pengotor.
Berdasarkan Gambar 3, pola difraktogram zeolit Bayah teraktivasi memiliki
pola yang sama dengan pola difraktogram rujukan yang dilakukan oleh Arif
(2011) seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Perlakuan asam menggunakan HCl
3M selama 6 jam tidak mengubah pola-pola difraksi sampel zeolit baik intensitas
ataupun puncak-puncak 2θ dari zeolit teraktivasi yang dianalisis. Hal ini
menunjukkan bahwa zeolit tahan terhadap perlakuan asam. Tingkat ketahanan
yang tinggi terhadap senyawa ini diduga disebabkan karena adanya
ketidakmurnian pada zeolit teraktivasi yang digunakan.

Gambar 3. Pola difraktogram zeolit Bayah teraktivasi

12
Keberadaan senyawa lain pada zeolit ini diduga juga berperan terhadap sifat
tahan terhadap asam. Korkuna et al. (2006) menyatakan bahwa zeolit tipe
mordenit dan klinoptilolit yang diperlakukan dengan asam HClO4 12 M dapat
bertahan tanpa mengubah struktur kerangka zeolit. Perubahan yang teramati hanya
pada perubahan ukuran pori yang diakibatkan karena adanya pertukaran ion.
Puncak tunggal pada daerah skala sudut 2θ = 9o – 10o yang ditunjukkan pada
Gambar 3, dapat memberikan ciri yang nyata untuk membedakan milik fasa
mordenit dan klinoptilolit, dimana puncak standar mordenit pada sudut 2θ = 9.81o
menumpuk dengan puncak standar klinoptilolit Bayah pada sudut 2θ = 9.76o
sehingga terbentuk puncak dengan intensitas yang cukup tinggi. Kemudian pada
sudut 2θ = 11.10o ditemukan puncak yang merupakan puncak khas untuk
klinoptilolit Bayah dan tidak ditemukan pada puncak standar mordenit. Puncak
khas dari klinoptilolit Bayah ditemukan pada sudut 2θ = 22.33o, 22.71o, 23.54o,
25.03o, 26.04o, 29.95o sedangkan puncak khas dari mordenit Bayah ditemukan
pada sudut 2θ = 13.35o, 19.63o, 21.75o, 25.64o, 31.92o (Korkuna et al. 2006). Dari
data puncak tersebut maka dapat diketahui zeolit yang berasal dari Bayah-Banten
adalah campuran jenis klinoptilolit dan mordenit dengan rasio Si/Al mencapai
5,95. Hasil difraktogram rujukan contoh zeolit Bayah yang diaktivasi
menggunakan beberapa variasi asam, ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Pola difraktogram zeolit Bayah (Arif 2011)
Berdasarkan analisis dengan membandingkan difraktogram zeolit Bayah
teraktivasi dengan difraktogram rujukan pada Gambar 4, perlakuan yang
melibatkan asam akan menyebabkan proses dealuminasi yang semakin kuat
dengan naiknya suhu yang digunakan, dalam hal ini menggunakan suhu mencapai
300oC. Perlakuan dengan menggunakan asam akan menurunkan nilai KTK
dengan kenaikan suhu. Penurunan ini sesuai dengan reaksi yang mendasari bahwa
semakin tinggi suhu maka akan semakin aktif dan akan menghasilkan pelarutan
aluminum yang semakin besar. Aluminium akan terlarut sesuai dengan kenaikan
konsentrasi asam dan kenaikan suhu yang digunakan dan diindikasikan dengan
turunnya nilai KTK. Nilai KTK menunjukkan kapasitas zeolit untuk menjerap
kation bermuatan positif. Semakin besar nilai kapasitas tukar kationnya, maka
zeolit tersebut dapat semakin banyak menahan kation-kation. Nilai KTK sangat
dipengaruhi oleh komposisi tanah atau zeolit (Hanafiah 2010), semakin tinggi

13
nilai tersebut mengindikasikan zeolit semakin bersifat hidrofilik sehingga baik
digunakan sebagai matriks pengimmobilisasi FHA. Setelah dikondisikan secara
asam, diperoleh nilai KTK sebesar 68,14 mek/100g zeolit. Nilai ini masih di
bawah nilai standar KTK untuk zeolit, yaitu di atas 80 mek/100g zeolit
(Permentan 2006), namun tidak berpengaruh signifikan saat immobilisasi FHA.
Hasil Ekstraksi Minyak Mentah Dedak Padi
Pada penelitian ini, ekstraksi minyak dedak padi dilakukan dengan metode
Soxhletasi dan n-heksana sebagai pelarutnya. Pertimbangan digunakannya metode
Soxhletasi ini, yaitu pengambilan minyak dapat lebih optimal karena merupakan
ekstraksi berulang sehingga ampasnya hanya kurang dari 0,1% dari berat
keringnya (Adi et al. 2003). Proses ekstraksi menggunakan Soxhlet ini
berlangsung secara terus menerus selama 6 jam. Lampiran 1. memperlihatkan
proses ekstraksi minyak dari dedak padi dengan menggunakan alat Soxhlet hingga
diperoleh minyak dedak padi. Rendemen minyak dedak padi yang diperoleh dari
proses Soxhletasi tersebut sebesar 21-23%. Minyak dedak padi yang dihasilkan
berwarna kuning kecoklatan, masih merupakan minyak mentah karena
mengandung komponen-komponen seperti trigliserida, gum dan sedikit pelarut.
Hasil Sintesis FHA
Menurut penelitian Arsiwan (2010) tentang sintesis asam lemak hidroksamat
dari minyak kelapa, telah dilakukan sintesis FHA dengan kondisi optimum seperti
terlihat pada Tabel 5, dan diperoleh hasil sintesis yang relatif sama seperti pada
penelitian tersebut, yaitu sekitar 466,8 mg atau dengan kata lain diperoleh hasil
rendemen 31,12% dari total 1,5 g minyak dedak padi dalam satu kali sintesis.
Hasil pengamatan menunjukkan, ketika semua reaktan dicampur dalam satu
wadah, terbentuk dua lapisan dimana lapisan atas merupakan lapisan n-heksana
yang mengandung minyak dan lapisan bawahnya adalah lapisan air yang
mengandung hidroksilamina. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat kepolaran
dari kedua pelarut tersebut (Liauw et al. 2008). Lipase sendiri merupakan katalis
yang besifat polar dan memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Namun, karena
sudah berbentuk lipase terimmobilisasi, maka lipase menjadi tidak larut dan
berada di antara lapisan n-heksan dan air (Oh et al. 2007). Reaksi pembentukan
FHA dengan bantuan katalis lipase ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Reaksi hidroksilaminolisis trigliserida menjadi FHA oleh lipase
Apabila ditinjau dari produk reaksi dan komposisi kimia minyak dedak padi,
maka pada proses reaksi hidrolisis trigliserida dengan hidroksilamina akan

14
menghasilkan produk reaksi berupa asam lemak hidroksamat dan gliserol seperti
terlihat pada Gambar 5. Reaksi hidroksilaminolisis trigliserida terjadi diantara
lapisan n-heksan dan lapisan air sehingga trigliserida yang larut dalam n-heksan
dan hidroksilamina yang larut dalam air mengalami reaksi pembentukan produk
FHA yang maksimum diantara lapisan air dan n-heksan tersebut (Blattner 2005).
Hasil Karakterisasi FHA
Keberadaan gugus asam hidroksamat pada produk sintesis dapat
dikonfirmasi dengan analisis kualitatif berdasarkan kemampuan gugus asam
hidroksamat untuk membentuk kompleks berwarna dengan logam-logam transisi
dalam larutan asam, seperti Fe, Cu, Ni, Co, Zn (Mukai et al. 2001). Dalam
penelitian ini, uji warna pada asam lemak hidroksamat dilakukan dengan
mereaksikan larutan metanolik asam lemak hidroksamat dengan larutan Fe(NO3)3
2% dan Cu(NO3)2 0.1M. Pembentukan kompleks antara FHA dengan logam Cu
ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Reaksi kompleks logam Cu oleh FHA
Kompleks FHA dengan Fe(III) dan Cu(II) menghasilkan warna merah gelap
dan hijau berturut-turut. Warna tersebut merupakan warna umum dari kompleks
yang dapat diamati ketika ion logam Fe(III) dan Cu(II) bereaksi dengan FHA, hal
ini sesuai dengan penelitian Haron (2012). Untuk hasil karakterisasi lainnya
dengan menggunakan analisis FTIR, yaitu membandingkan spektrum FTIR pada
minyak dedak padi dan FHA ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Spektrum FTIR, a) Minyak dedak padi, b) FHA

15
Gambar 7. memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara spektrum FTIR
minyak dedak padi dengan FHA. Spektrum FTIR dari FHA menunjukkan
karakteristik penyerapan ikatan dari gugus fungsi -NH- amina pada bilangan
gelombang 3252 cm-1 dan tidak ditemukan gugus fungsi amina pada spektrum
FTIR minyak dedak padi. Pada bilangan gelombang 1744 cm-1 spektrum FTIR
minyak dedak padi terdapat satu pita yang dimiliki oleh regangan C=O ester dari
trigliserida. Hal ini berbeda dengan spektrum FTIR dari FHA, terlihat pergeseran
bilangan gelombang pada gugus fungsi C=O ditunjukkan pada bilangan
gelombang 1661 cm-1, yang mengindikasikan keberadaan regangan C=O amida
yang terdapat pada FHA (Suhendra et al. 2006). Dari dua tes kualitatif diatas
membuktikan bahwa terdapat gugus asam hidroksamat yang disintesis dari
minyak mentah dedak padi.
Analisis kuantitatif FHA yang terbentuk dilakukan dengan penentuan jumlah
total N yang terkandung dalam FHA kering menggunakan metode Semi Makro
Kjeldahl. Berdasarkan hasil analisis, jumlah total N yang terkandung dalam
sampel FHA kering adalah 4,24%. Ini berarti bahwa terdapat 3,028 mmol gugus
asam hidroksamat dalam satu gram sampel FHA kering hasil sintesis dari minyak
mentah dedak padi.
Immobilisasi FHA pada Zeolit Teraktivasi
Telah dilakukan persiapan larutan induk FHA 500 ppm dalam metanol. Hal
ini dikarenakan FHA mudah larut pada pelarut polar. Dari penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa alkohol merupakan pelarut yang baik untuk FHA (Suhendra
2005). Tahap awal dilakukan pencarian panjang gelombang maksimum pada
larutan metanolik dari FHA setelah ditambahkan ion Fe(III) 0,1M dalam HCl
0,01M. Penentuan panjang gelombang maksimum ini dibutuhkan untuk
mendapatkan kepekaan analisis yang maksimum sehingga sangat menentukan
berhasil atau tidaknya penelitian ini.
Berdasarkan Lampiran 6, setelah dilakukan analisis UV-Vis diperoleh
bahwa senyawa kompleks Fe-FHA terbentuk optimum pada panjang gelombang
497,5 nm. Hal ini dikarenakan warna komplementer yang dihasilkan oleh senyawa
kompleks ini berwarna merah dan menyerap sinar pada daerah tampak (visibel).
Hasil pengukuran tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Demirhan (2003) yang menyatakan bahwa terbentuknya warna merah kompleks
Fe(III) dengan beberapa ligan berkisar antara 470-520 nm. Penentuan panjang
gelombang optimum kompleks FHA dengan logam Fe(III), selanjutnya digunakan
untuk menentukan kapasitas maksimum jerapan FHA oleh zeolit teraktivasi.
Kapasitas resin merupakan faktor penting dalam menentukan jumlah resin
diperlukan untuk menghilangkan ion logam tertentu dari larutan. Dalam penelitian
ini digunakan ion Fe(III) 0,1M dalam HCl 0,01M untuk membandingkan
konsentrasi metanolik FHA baik sebelum dan sesudah dilakukan immobilisasi ke
dalam zeolit. Diasumsikan bahwa selisih antara konsentrasi FHA sebelum dan
sesudah immobilisasi menunjukkan nilai kapasitas jerapan resin. Hasil
immobilisasi FHA pada zeolit menunjukkan besarnya kapasitas jerapan
maksimum dari zeolit pada beberapa variasi perbandingan 1:100 dengan
konsentrasi FHA, yaitu rata-rata sebesar 39,60% atau sekitar 34,44 mg/gram zeolit.

16
Pencirian menggunakan SEM dapat dilihat pada Gambar 8. Permukaan
zeolit teraktivasi pada Gambar 8a, menunjukkan permukaan zeolit yang bersih
dan cenderung berongga. Diasumsikan bahwa permukaan ini akan terisi oleh FHA
yang terimmobilisasi kedalam zeolit. Kemudian Gambar 8b, menunjukkan
permukaan zeolit yang telah terisi oleh FHA ditandai dengan hilangnya zona
permukaan yang berongga.
a

b

Gambar 8. Hasil foto SEM perbesaran 5000x, a) Zeolit teraktivasi, b) FHA-Zeolit
Pencirian lainnya menggunakan spektrofotometer FTIR telah dilakukan
untuk mengetahui terjadinya immobilisasi FHA pada zeolite, seperti ditunjukkan
pada Gambar 9. Spektrum FTIR sampel zeolit teraktivasi menunjukkan puncak
lebar pada kisaran 3630 cm-1 sampai 3483 cm-1 berkaitan dengan adanya vibrasi
gugus hidroksi Si–O(H)–Al dan O-HO (Nasrollahzadeh et al. 2014). Puncak
lebar pada 1648 cm-1 berkaitan dengan deformasi vibrasi molekul H2O yang
terkandung dalam zeolit (Korkuna et al. 2006). Asimetri vibrasi Si-O-Si dan
vibrasi regangan Al-O-Si dapat dilihat pada daerah 1060 cm-1 dan 796 cm-1 (Yu et
al. 2014) Pada daerah 650–480 cm-1 terlihat adanya vibrasi (TO4) tetrahedral pada
daerah serapan 609 cm-1 dan 472 cm-1.

Gambar 9. Spektrum FTIR, a) FHA-Zeolit, b) Zeolit teraktivasi
Spektrum FTIR pada Gambar 9. juga menunjukkan adanya perbedaan antara
sampel zeolit teraktivasi dengan sampel FHA-Zeo terlihat dari munculnya
puncak-puncak baru pada spektrum FTIR sampel FHA-Zeo. Spektrum FTIR dari

17
FHA menunjukkan karakteristik penyerapan ikatan dari gugus amina -NH- pada
3256 cm-1 dan regangan C-H alifatik muncul pada 2915-2848 cm-1. Adanya
regangan dari C=O amida juga ditandai dengan meningkatnya intensitas puncak
pada bilangan gelombang 1646 cm-1. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa FHA telah terimmobilisasi pada zeolit dengan baik.
Ekstraksi Padat-Cair pada Ion Logam : Single Komponen
Pada tahap ini dilakukan ekstaksi masing-masing komponen logam Cu(II)
dan Zn(II) menggunakan adsorben yang berbeda, yaitu dengan membandingkan
jerapan maksimum antara zeolit teraktivasi dan FHA-Zeo. Adapun plot optimasi
dari kedua resin tersebut dalam menjerap komponen logam ditunjukkan pada
Gambar 10.
Contour Plot of Jerapan (%) vs Zeo, pH

Contour Plot of Jerapan (%) vs Zeo, Cu
Qe
<
10 –
20 –
30 –
40 –
50 –
60 –
>

Zeo (gram)

0.4

0.5
10
20
30
40
50
60
70
70

0.3

20

30
Cu (ppm)

40

50

(a1)

0.1
4.0

5.0

5.5
pH

6.0

6.5

7.0

0.3

0.5

0.3

0.2

0.2

(b1)

(b2)
0.1

20

30
Cu (ppm)

40

50

3

4

5
pH

6

7

Contour Plot of Jerapan (%) vs FHA-zeo, pH

Contour Plot of Jerapan (%) vs FHA-zeo, Cu
Jerapan
(%)
< 4
4 –
8
8 – 12
12 – 16
16 – 20
> 20

0.4

0.3

0.5

Jerapan
(%)
< 4
4 –
8
8 – 12
12 – 16
16 – 20
> 20

0.4

FHA-zeo (gram)

0.5

FHA-zeo (gram)

(a2)

Jerapan
(%)
< 20
20 – 32
32 – 44
44 – 56
56 – 68
68 – 80
> 80

0.4

FHA-zeo (gram)

FHA-zeo (gram)

4.5

Co