Teori Konflik Landasan Teori

9 ditandai dengan kurangnya modal sosial antara negara dengan aparat keamanannya dan rakyatnya. Oleh karena itu resolusi konflik sebetulnya berada di tangan kedua belah pihak, antara Jakarta dan Papua sebagai pelaku utama dalam mencapai perdamaian. Berdasarkan tiga penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa upaya penulisan sejarah OPM dari awal kemunculannya sampai dengan 1969 belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini memiliki nilai-nilai kebaruan. Adapun berbagai penelitian yang akan uraikan di sini, sangat menunjang penelitian ini, baik dari segi konten sejarah, metodologi, maupun secara teoritis. Kemudian perbedaan ketiga tesis di atas dengan penelitian ini adalah fokus dari rezim, dimana penulis memfokuskan penelitian pada periode 1960-1969, khususnya pada akhir era kepemimpinan Presiden Soekarno.

G. Landasan Teori

1. Teori Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih bisa juga kelompok dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, 10 konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. 9 Menurut Taquiri dalam bukunya The Conflict of Paradoks konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan. Sedangkan menurut Gibson dalam bukunya The Capitalizing of Conflicy : Stratgis and Pratice, menyatakan bahwa hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain. 10 Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang 9 Budi Khelik Herprasetyo, 2014, Kala Tak Mampu Lagi Berkata, Blitar : Adora Media, hal.9. 10 Afzalur Rahim, 2010, Managing Conflict in Organization, London : Transaction Publication, hal.15. 11 merasa terhibur. Kemudian penyebab konflik lainnya adalah perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Berdasar pada teori konflik di atas maka dapat difahami bahwa munculnya OPM merupakan pangkal dari kegagalan entitas pro-kemerdekaan Papua dengan pemerintah Indonesia. Jika dikaitkan dengan proposisi dikemukakan oleh Taquiri dan Gibson maka konflik OPM terjadi akibat pertentangan kedua belah dan belum dapat tercapai kesepakatan yang bersifat win-win solutions, serta kegagalan dalam membangun kerjasama dan akomodasi pada bidang sosial, ekonomi ataupun politik.

2. Ideologi