Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dinamika sosial, politik dan keamanan di Indonesia ternyata tidak bisa dilepaskan dari konflik. Konflik ini terjadi akibat kesenjangan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, adanya rasa ketidakadilan dari daerah terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah pusat hingga gesekan sosial pada kelompok akar rumput grass root. Sejak awal kemerdekaan, organisasi-organisasi yang mengganggu stabilitas Indonesia sebagai Negara berdaulat banyak bermunculan. Sebut saja GAM Gerakan Aceh Merdeka di Aceh, DI TII di Makassar, FRETILIN di Timor Timur, dan OPM Organisasi Papua Merdeka di Papua. Pergolakan tersebut tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang NKRI saja, mengingat pembentukan NKRI pun didasari dengan upaya perlawanan dari berbagai daerah dan suku bangsa terhadap Belanda. Oleh karena itu dualitas sudut pandang harus benar-benar ditegakkan, yaitu perlawanan terhadap Belanda atas nama nasionalisme di satu sisi, dan perlawanan atas nama daerah dan suku bangsa di sisi lain; sehingga sejarah dapat ditulis secara objektif. Papua, dalam konteks ini adalah Papua Barat atau Irian Jaya, merupakan salah satu wilayah yang mengalami pergolakan yang hingga dewasa ini masih belum dapat diselesaikan. OPM 1964, jelas dikenal oleh rakyat Indonesia non- Papua sebagai bentuk pemberontakan. Perlawanan dimulai dari penyerangan 2 Batalyon 751 Brawijaya di Manokwari, yang menewaskan 3 prajurit TNI. 1 Pandangan negatif dari masyarakat umum terhadap OPM, memunculkan asumsi bahwa terdapat intervensi dari pemerintahan Soekarno hingga Soeharto yang terkesan menempatkan OPM pada isu- isu “miring” terkait dengan kemunculannya di media massa nasional, dan masih dipertahankan sampai era demokrasi sekarang ini. Jika ditinjau ke belakang, sejak proklamasi Indonesia 1945, sebetulnya Pemerintah Belanda telah memisahkan daerah Papua dari Hindia untuk menyiapkan Papua beserta rakyatnya membentuk pemerintahan sendiri dan lepas dari Pemerintahan Belanda. Untuk membantu usaha tersebut PBB membentuk UNTEA United Nation Temporary Administration yang memikul tanggung jawab pemerintahanadministratif selama masa transisi. Sampai pada 1 Desember 1961, Pemerintah Belanda menunjuk masyarakat lokal terpilih Papua; 50 dari New Guinea Raad legislatif untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora bersebelahan dengan bendera Belanda, serta lagu kebangsaan Papua pun diperkenalkan –Proklamasi Papua di Victoria. 2 lihat lampiran 1 Berseberangan dengan itu, Indonesia mengadakan Perjanjian New York 3 1962 dengan tidak melibatkan masyarakat Papua seorang pun, dan dengan serta merta mengakuisisi Papua dari Belanda ke Indonesia. Tahun 1964 kaum terpelajar 1 Syamsul Hadi, 2007. Disintegrasi Pasca Ordebaru; Negara, Konflik Lokal dan Dinamika Internasional. Jakarta: Yayasan Obor. hlm. 99. 2 Yulia Sugandi, 2008. Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua. Makalah. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung. hlm 4. 3 Socratez Sofyan Yoman, Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan, hal. 113. 3 Papua mengusahakan ke PBB agar melakukan free choice, bahwa Papua harus bebas dari Belanda dan Indonesia. Berangkat dari hal tersebut, OPM berkembang menjadi sebuah organisasi separatis yang lebih teratur. Tata organisasi mulai dirapikan, memiliki kepengurusan inti, logistik, panglima perang, komandan sektor militer I-V dan sebagainya. 4 Kondisi tersebut jelas merugikan dan mengancam kedaulatan NKRI sehingga komando-komando militer selalu digalakkan di seluruh distrik yang ada di Papua. Secara resmi, Komando Pasukan Khusus Kopasus memang dihadirkan untuk mengawasi, memantau dan menekan gerakan OPM yang desas-desusnya kembali berkembang sejak 1960-an. Dari deskripsi singkat di atas, maka urgensitas dari penelitian ini adalah mendeskripsikan secara periodik, terkait perjalanan dan perjuangan OPM dari 1960 sampai dengan 1969.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah