Konflik Sosial
53
memper bolehkan ketidakpuasan diekspresikan secara terbuka dan mendapat respons. Dengan kata lain, demokrasi bertindak sebagai
sistem pengelolaan konflik tanpa kembali terjebak pada kekerasan. Sebagai contoh, sering terjadinya demonstrasi di Indonesia akhir-
akhir ini setelah masa reformasi adalah wujud dari kebebasan negara dalam menuju demokratisasi. Bandingkan dengan zaman sebelum
reformasi, masyarakat dikungkung dan dibungkam kebebasannya dalam berekspresi dan berpendapat tentang ketidakpuasannya.
6. Memberdayakan Pekerjaan
Sosial
Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi pertolongan kema nusiaan yang fokus utamanya membantu fungsi dari sosial individu, keluarga,
dan masyarakat dalam melaksanakan peran-peran sosialnya. Penanganan konflik ataupun pembangunan modal kedamaian sosial
dalam perspektif pekerjaan sosial dilakukan melalui tiga arah secara terintegratif, yaitu mikro individu dan keluarga, messo kelompok
dan lembaga-lembaga swadaya, dan makro negara. Dalam konteks makro
, misalnya, kebijakan publik yang kondusif diyakini sebagai piranti penting dalam pembangunan modal kedamaian sosial. Di
negara-negara Barat, sistem kebijakan sosial dan jaminan sosial pada hakikatnya merupakan upaya untuk mereduksi ketimpangan dan
keadilan sosial secara melembaga yang pada gilirannya menjadi penopang modal kedamaian sosial.
Model dan peranan pekerja sosial dalam menangani konflik bisa dipertimbangkan sebagai masukan bagi pendekatan strategi
pembangunan serta integrasi bangsa Indonesia. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan ketika menangani konflik dalam pekerjaan
sosial.
Tiga peran berikut yaitu mediator, fasilitator, dan broker, sangat relevan dalam proses penanganan konflik dan dapat dijadikan model
bagi para pendamai, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan pembimbingan sosial yang bertugas di lapangan.
Peran mediator dilakukan pada tahap berlangsungnya konflik. Adapun peran fasilitator dan broker umumnya dilakukan pada fase
“pascakonflik” yang “pertempuran” dan “benturan-benturan fisik” sudah menurun. Dua peran ini sering pula diterapkan pada tahap
prakonflik atau pencegahan konflik.
a. Mediator
Peran mediator dilakukan pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada pertentangan fisik antara berbagai
pihak. Mediator dapat berperan sebagai orang ketiga di antara anggota kelompok yang terlibat kelompok.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak
ketiga, serta berbagai macam penanganan situasi kedaruratan. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakikatnya diarahkan
untuk mencapai “solusi menang-menang” win-win solution. Hal ini berbeda dengan peran sebagai “pembela” advocate yang bantuan
diarahkan untuk memenangkan kasus klien atau membantu klien memenangkan dirinya sendiri. Beberapa teknik dan keterampilan
yang dilakukan peran mediator: 1 mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat
konflik; 2 membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan
pihak lain; 3 membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi
kepentingan bersama;
Jendela Info
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM merupakan badan yang
bergerak dalam bidang-bidang sosial, seperti pemberdayaan petani,
advokasi, atau pembelaan terhadap masyarakat yang terpinggirkan, serta
bidang-bidang sosial lainnya.
Sumber: Dokumentasi Penerbit
Gambar 2.12 Mediator
Mediator berfungsi menghubungkan individu atau anggota kelompok yang
sedang terlibat konflik.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas XI
54
4 hindari situasi yang mengarah pada munculnya kondisi menang dan kalah;
5 berupaya untuk melokalisasi konflik ke dalam isu, waktu, dan tempat yang spesifik;
6 membagi konflik ke dalam beberapa isu;
7 membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka lebih memiliki manfaat jika melanjutkan sebuah
hubungan daripada terlibat terus dalam konflik; 8 memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar
mau berbicara satu sama lain; dan 9 menggunakan prosedur-prosedur persuasi.
b. Fasilitator
Peranan “fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” enabler. Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama lain.
Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen dan Hernandez 1994, “The traditional role of enabler in social work implies education, facilitation, and
promotion of interaction and action ”. Fasilitator bertanggung jawab
membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Adapun kerangka acuan mengenai tugas yang
dapat dilakukan oleh seorang fasilitator, antara lain: 1 mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan
dalam pelaksanaan kegiatan; 2 mendefinisikan tujuan keterlibatan;
3 mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman dan perbedaan-perbedaan;
4 memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah sistem, menemukan kesamaan dan perbedaan;
5 memfasilitasi pendidikan, membangun pengetahuan dan keterampilan;
6 memberikan model atau contoh dan memfasilitasi usaha untuk pemecahan masalah bersama sehingga mendorong kegiatan
kolektif; 7 mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dipecahkan;
8 memfasilitasi penetapan tujuan; 9 merancang solusi-solusi alternatif;
10 mendorong pelaksanaan tugas; 11 memelihara relasi sistem; dan
12 memecahkan konflik.
Gambar 2.13 Pramuka
Pramuka merupakan salah satu kegiatan mengidentifikasi masalah-masalah yang
akan dipecahkan.
Sumber: www.bpkpenabur.or.id
Jendela Info
Parsons, Jorgensen dan Hernandez 1994, memberi tekanan pada
peraturan tradisional “pemungkin” di kehidupan sosial merujuk pada
pendidikan, fasilitasi, dan promosi atas interaksi dan tingkah laku.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Konflik Sosial
55
c. Broker