BAB III KONSTRUKSI  WACANA MESSIANISME JAMAAH AN-NADZIR
A. Messianisme dalam Berbagai Kosntruksi
Messianisme  adalah  gagasan  bahwa  di  akhir  zaman,  akan  muncul  seorang pemimpin-  spritual  dan  politik-  yang  akan  mengakhiri  penderitaan  panjang  sebagian
besar  umat  manusia  dan  membawa  kehidupan  manusia  menuju  masa  paling  gemilang dalam  sejarah  peradaban  manusia,  pemimpin  tersebut  akan  memenuhi  dunia  dengan
kesejahterahaan dan keadilan serta memusnahkan kezaliman dan penindasan di seluruh penjuru  dunia.  Gagasan  atau  pengharapan  terhadap  sosok  messianis  merupakan  hal
yang telah lama ada.  Konsep tentang messianisme adalah konsep universal  yang dapat ditemui pada hampir seluruh agama-agama besar dunia, khususnya pada agama-agama
samawi –Yahudi,  Kristen,  Islam.  Gagasan  messianistik  juga  terdapat  dalam  agama
Hindu, Buddha, dan Zoroaster. Gagasan  messianisme  pada  setiap  agama  berbeda-beda  dan  menunjukkan
kekhasannya masing-masing. Orang Yahudi meyakini bahwa mereka sedang menunggu mesias  mereka  yang  belum  datang,  berbeda  dengan  Umat  Kristen  yang  sedang
menunggu  kedatangan  kedua  Sang  Messiah
69
.  Umat  Hindu  menunggu  kedatangan „Krishna Kedua‟, penganut agama Buddha menantikan kedatangan tokoh yang serupa
dengan  Mahatma  Gautama,  Kaum  Sikh  mengharapkan  kedatangan  seorang  Guru  lagi, sementara  Umat  Islam  menanti  kebangkitan  tokoh  messianik  mereka,  Imam  Mahdi
70
.
69
Lih Sachedina, Islamic Messianism The Idea of Mahdi in Twelver Shiism, State University of New York Press, Albany, 1981, hlm 2
70
Lih Saleh Asyabib Nahdi, Imam Mahdi atau RatuAdil?, Arista Brahmatyasa, 1992, Hlm 1
Pengharapan  akan  seorang  pembebas –meskipun  dalam  konstruksi  yang  berbeda-
menunjukkan  bahwa  gagasan  messianisme  adalah  sesuatu  yang  umum  diyakini  dalam agama-agama dunia.
Istilah Messianisme sendiri merupakan istilah yang sangat dekat dengan doktrin teologi  Yahudi-Kristen.  Penggunaan  istilah  tersebut  mungkin  terasa  aneh  jika
ditempatkan  dalam  konteks  Islam,  namun  demikian,  istilah  tersebut  tetap  sangat mungkin digunakan dalam konteks Islam jika sedari awal kita telah menetapkan dalam
arti  apa  kita  menggunakan  istilah  tesebut.  Penggunaan  istilah  messianisme  untuk mengkaji  sosok  messias  Islam  Mahdi  salah  satunya  dapat  kita  lihat  dari  penilitian
Abdulaziz  Abdulhussein  Sachedina  tentang  konsep  messianistik  dalam  Islam  Syiah Imamiyah
71
. Gagasan  messianisme  Islam  sedikit  banyak  dipengaruhi  ataupun  memiliki
kesamaan  dengan  gagasan  messianisme  Yahudi-Kristen.  Bagaimanapun  juga,  Islam- seperti  juga  Yahudi-Kristen
–mengatakan  dan  mendasarkan  tradisi  agamanya  pada tradisi monoteisme Nabi Ibrahim.  Meskipun kesamaan dengan ide-ide messiah Yahudi-
Kristen, gagasan Mahdi yang dimiliki oleh Umat Islam tetap memiliki warna yang khas Islam.  Doktrin  Islam  tentang  keselamatan  tidak  memahami  manusia  sebagai  orang
berdosa  yang  harus  diselamatkan  melalui  regenerasi  spiritual.  Doktrin  keselamatan Islam  juga  tidak  menjanjikan  keselamatan  dan  pengampunan  hanya  untuk  bangsa
tertentu  dengan  jaminan  dari  realisasi  Kerajaan  Allah  di  tanah  yang  dijanjikan  untuk
71
Lih Sachedina, Islamic Messianism The Idea of Mahdi in Twelver Shiism, State University of New York Press, Albany, 1981, hlm 1
sebuah komunitas  otonom  yang unik
72
.  Doktin  keselamatan dalam  Islam  bersifat  lebih kosmopolitan,  Penekanan  dasar  keselamatan  Islam  terletak  pada  tanggung  jawab
historis  dari  pengikutnya  melalui  pembentukan  masyarakat  religio-politik  yang  ideal, sebuah
ummah
, yang beranggotakan seluruh umat Muslim di setiap penjuru dunia yang percaya pada Allah dan wahyu-Nya melalui Muhammad.
Sebelum  lebih  lanjut  membicarakan  tentang  messianisme  Jamaah  an-Nadzir –
yang menjadi objek material kajian ini- perlu kami tekankan kembali bahwa penelitian ini  tidak  dimaksudkan  untuk  mengafirmasi  ataupun  membenarkan  klaim  tertentu  dari
berbagai  pihak  tentang  siapa  sosok  Imam  Mahdi.  Penelitian  ini  juga  tidak  akan membahas tentang otentitas dalil-dalil hadist yang digunakan oleh berbagai kelompok
Islam  untuk  mereprepsentasikan  pemahaman  mereka  tentang  Imam  Mahdi.  Penelitian ini bukanlah penelitian kajian teologi melainkan dimaksudkan sebagai penelitian kajian
budaya.  Messianisme  dalam  hal  ini  dipandang  sebagai  sebuah  fenomena  budaya  yang terdapat  di  masyarakat
–dalam  hal  ini  adalah  Jamaah  an-Nadzir-.  Penelitian  ini  tidak dimaksudkan  untuk  membenarkan  atau  menyalahkan  klaim  tertentu,  melainkan
berupaya menelusuri
bagaimana konsep
tersebut dibangun,
hal-hal yang
mempengaruhinya, serta bagaimana konsep tersebut dipraktikkan. Sosok  messianik  dalam  teologi  Islam  adalah  seseorang  yang  dikenal  dengan
nama al-Mahdi  al-Muntadzar. Sejak kapan kepercayaan terhadap Imam Mahdi muncul dan menjadi merata di lingkungan Islam? Menjawab pertanyaan tersebut Ibrahim Amini
dalam  bukunya  2002:3  menulis  bahwa  terdapat  perselisihan  tentang  asal-usul kepercayaan  terhadap  Imam  Mahdi.  Ada  yang  menyatakan  bahwa  ide  tentang  Imam
72
Ibid hlm 2
Mahdi baru muncul sekitar paruh kedua abad pertama hijriah abad 7 M, masa-masa di mana Umat  Islam  disibukkan dengan perselisihan internal.  Namun  demikian,  sebagian
besar Umat Islam meyakini bahwa gagasan tentang Imam Mahdi telah ada sejak zaman Nabi dimana Nabi Muhammad menyampaikan ihwal tentang kedatangan al-Mahdi lebih
dari sekali
73
. Sosok  Imam  Mahdi  adalah  sosok  yang  sangat  familiar  bagi  umat  Islam,
kebangkitannya  dinanti  oleh  umat  Muslim  setiap  dari  setiap  generasi.  Kemasyhuran Imam  Mahdi  tesebut  diakui  oleh  sosiolog  Islam  ternama,  Ibn  Khaldun.  Dalam
Muqaddimah
Ibn  Khaldun  mengatakan  bahwa  gagasan  tentang  messianisme  telah masyhur di kalangan umat Islam sepanjang zaman; bahwasanya pada akhir zaman pasti
akan  muncul  seorang  pria  dari  keluarga  Nabi  Ahlulbait,  yang  akan  menegakkan agama,  menampakkan  keadilan,  ditaati  oleh  kaum  Muslim,  serta  menjadi  penguasa
kerajaan-kerajaan  Islam,  dia  akan  disebut  al-Mahdi
74
pemimpin  yang  diberi  petunjuk ketuhanan.
Meskipun gagasan tentang Imam Mahdi adalah perkara yang familiar bagi Umat Islam,  namun  interpretasi  tentang  siapa  sosok  Mahdi  begitu  beragam.  Sepanjang
perjalanan  sejarah  Islam, telah  banyak orang atau  kelompok  yang mengklaim  diri  atau pemimpin  mereka  sebagai  sosok  Mahdi  yang  dijanjikan.  Beberapa  tokoh  di  masa  lalu
yang  pernah  dilekatkan  status  sebagai  Imam  mahdi  sebagaimana  ditulis  oleh  Ibrahim Amini  dalam  bukunya  adalah  Muhammad  bin  Hanafiyyah  yang  dianggap  sebagai  al-
Mahdi  oleh  sebagian  kaum  Muslim.  Ia  diyakini  masih  hidup  dan  menghuni  eksistensi
73
Lih Ibrahim Amini, Imam Mahdi: Penerus Kepemimpinan Ilahi, Islamic center, 2002, hlm 3
74
Lih Ibn Khaldun, Muqaddimah, Pustaka Firdaus, 2008, hlm 386
gaib di Gunung Radwah. Dia akan bangkit lagi di masa depan dan akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan. Sebuah kelompok yang disebut al-Jarudiyah di antara
kaum Zaidiyah percaya bahwa Muhammad bin Abdullah bin Hasan adalah Mahdi, dan ia  dalam  persembunyiannya
75
.  Bahkan  seorang  khalifah  Abbasyiah  bernama Muhammad  bin  Abu  Ja‟far  al-Mansur  menggelari  dirinya  sebagai  al-Mahdi  untuk
meraih simpati masyarakat pada saat itu
76
. Membicarakan  tentang  konsep  tokoh  messianistik  dalam  Islam  sangat  sulit
dilepaskan  dari  dimensi  politis  karena  bangunan  konstruksi  messianisme  kelompok- kelompok  Islam  biasanya  sangat  dipengaruhi  oleh  afiliasi  politik  mereka.  Bahkan,
perpecahan  Islam  pada  awalnya  bukanlah  karena  perbedaan  interpretasi  teologis melainkan perbedaan pandangan politik dalam membangun
ummah
pasca meninggalnya Muhammad. Pada fase awal Islam, messianisme menguat- sebelumnya telah dinyatakan
bahwa  gagasan  messianik  telah  ada  semenjak  zaman  Nabi-  khususnya  setelah pembantaian cucu Muhammad, Husain bin Ali di padang Karbala. Hal ini adalah respon
terhadap para pemimpin imperium Islam  yang dianggap tidak adil dan telah membawa Islam keluar dari spirit awal yang dibawa Muhammad sehingga masyarakat merindukan
sosok  ideal  yang  mereka  harap  akan  membawa  kesatuan
ummah
dan  menegakkan keadilan.
Pada umumnya umat Islam meyakini bahwa sosok Imam Mahdi yang dijanjikan di akhir zaman adalah keturunan Nabi Muhammad
ahlul bait
dari pernikahan putrinya
75
Ibid hlm 31
76
Lih Armstrong Islam: Sejarah singkat, jendela, 2003, hlm 63
Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib
77
. Meski demikian, sosok al-Mahdi secara ril masih seringkali  menuai  perbedaan  dan  perdebatan.  Perbedaan  ini  sekali  lagi  tidak  bisa
dilepaskan  dari  pilihan  politik-  dan  teologi-  yang  mereka  anut  yang  menimbulkan perbedaan dalam konstruksi tentang siapa sosok al-Mahdi.
Perbedaan  konstruksi  messianik  tersebut  terlihat  jelas  pada  dua  sekte  Islam terbesar, Sunni dan Syiah. Kelompok Sunni- secara umum- hanya mempercayai bahwa
figur  Imam  Mahdi  yang  dijanjikan  berasal  dari  keturunan  Nabi,  namun  tidak  secara pasti  menentukan  siapa  sosok  Imam  Mahdi,  bahkan  mereka  memercayai  bahwa  Imam
Mahdi  belum  lahir  dan  belum  pernah  eksis  di  dunia  ini
78
.  Selain  itu,  juga  terdapat kelompok Sunni  yang meyakini bahwa sosok Messiah pada akhir zaman adalah Yesus
Isa  ibn  Maryam.  Kepercayaan  terhadap  sosok  mesias  dalam  kelompok  Sunni  tidak menempati posisi yang teramat penting sebagaimana dipahami kelompok Syiah
–meski demikian  kepercayaan  terhadap  Imam  mahdi  dalam  Sunni  tetaplah  penting  khususnya
jika  dikaitkan  dengan  keimanan  terhadap  hari  kiamat-  yang  menjadikannya  sebagai basis aqidah.
Sementara  itu,  konstruksi  messianisme  kelompok  Islam  Syiah  mengambil dimensi  yang  berbeda  dengan  kelompok  Islam  Sunni.  Konsep  messianisme  kelompok
Syiah  sendiri  terbagi-bagi  dalam  banyak  versi.  Namun,  dalam  tulisan  ini  hanya  akan dikemukakan  konstruksi  pemahaman  messianistik  Syiah
Itsna  Asyariyah
Syiah  Imam
77
Meskipun demikian tetap ada sekelompok kecil orang yang mengklaim diri Al-mahdi walau bukan berasal dari itrah-garis keturunan- Nabi Muhammad. Salah satu contohnya adalah khalifah Abbasiyah
yang telah sebutkan. Bahkan ada beberapa hadis yang dibuat untuk menguatkan wacana tersebut. Namun demikian hal itu tidak menjadi konsentrasi dalam penelitian ini.
78
Lih Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan Mungkinkah?, Lentera Hati, 2007, hlm 128
Dua Belas atau juga dikenal dengan nama Syiah Imamiah  yang merupakan kelompok Syiah mayoritas saat ini.
Berbeda  dengan  kelompok  Sunni,  dalam  paham  Syiah  kepercayaan  tentang sosok messiah merupakan hal yang sangat penting dan mendasar. Kepercayaan terhadap
sosok  messiah  al-Mahdi  menempati  posisi  yang  penting  dalam  Syiah  karena  perkara itu  merupakan  salah  satu  fondasi  keimanan  mereka,  khususnya  yang  berkaitan  dengan
masalah
imamah
–lebih jauh mengenai persoalan imamah akan dipaparkan dalam bab selanjutnya.
Syiah  yang  merupakan  sebuah  kelompok –awalnya  politik  lalu  juga  menjadi
teologis- loyalis Ali bin Abi Thalib ketika terjadi fitnah
79
dan persilihan pada abad-abad permulaan  sejarah  Islam  meyakini  bahwa  sosok  Imam  Mahdi  yang  dijanjikan  adalah
keturunan nabi yang berasal dari hasil perkawinan putrinya Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib.  Secara  lebih  spesifik  kaum  Syiah  Imamiah  menyatakan  bahwa  Imam  Mahdi
berasal  dari  keturunan  Husain-  karena  Fatimah  dan  Ali  juga  punya  anak  laki-laki  lain bernama  Hasan-  dan  merupakan  keturunan  kesembilan  dari  cucu  Rasulullah  yang
syahid  di  padang Karbala tersebut.  Konstruksi  tentang  asal  usul keturunan ini menjadi penting  dalam  Syiah  Imamiyah  karena  konstruksi  tentang  garis  keturunan  tersebut
menjadi  pembeda  dengan  sekte  Syiah  lainnya,  dan  secara  lebih  luas  membedakan konstruksi messianisme mereka dengan kelompok Islam lainnya.
Bagi kaum Syiah Imamiah, Imam Mahdi telah dilahirkan ke dunia ini dan telah eksis.  Al-Mahdi  al-Muntazar  merupakan  Imam  kedua  belas  mereka.  Beliau  bernama
79
Istilah ini digunakan oleh Armstrong dalam bukunya Islam; Sejarah Singkat, Jendela, 2003.
Muhammad ibn Hasan al-Askari yang digelari al-Mahdi
80
. Beliau adalah anak laki-laki dari Imam kesebelas mereka, Imam Hasan al-Askari. Klaim Mahdi Syiah ini seringkali
diragukan  oleh  pihak  lain  karena  kurangnya  saksi  selain  dari  pihak  Syiah  yang menyaksikan  dan  mengetahui  tentang  kelahiran  dan  masa  kecil  Imam  Mahdi  tersebut.
Namun  demikian,  pihak  Syiah  berargumen  bahwa  kelahiran  Imam  Mahdi  memang harus  dirahasiakan  saat  itu  oleh  ayahnya  untuk  menjaga  keselamatan  jiwa  Imam
mengingat  kondisi  politik  saat  itu  yang  tidak  berpihak  dan  membahayakan  bagi  kaum Syiah-  apatah  lagi  para  Imam  dan  keluarganya-  di  bawah  imperium  dua  dinasti  awal
Islam,  yaitu  dinasti  Umayyah  dan  Abbasiyah  yang  tidak  segan  memenjarakan  bahkan membunuh  para
ahlulbait
apabila  dianggap  berpotensi  mengganggu  stabilitas kekuasaan
81
. Syiah Imamiyah percaya tentang adanya imam-imam yang ditetapkan oleh Nabi
Muhammad  atau  Imam  sebelumnya.  Namun  dalam  penetapan  jumlah,  kriteria,  dan sifat-sifat  imam kaum Syiah berbeda. Syiah
Itsna Asyariyah
meyakini adanya dua belas Imam,  kesemuanya  memiliki  garis  keturunan  yang  bersambung  hingga  Sayyidina  al-
Husain, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra, Putri Muhammad. Berikut  adalah  urutan  imam-imam  sebagaimana  diyakini  oleh  kelompok  Syiah
Istna Asyariyah : 1.
Ali ibn Abi Thalib 23 SH- 40 H 2.
Hasan ibn Ali az-Zaki 2 H-50 H 3.
Husain ibn Ali Sayyid asy-Syuhada 3-61 H
80
Imam Mahdi dalam Syiah dikenal dengan berbagai macam gelar seperti al-Hujjah, al-Qasim al- Muntazar, Shahib az-Zaman,
namun yang paling populer adalah gelar al-Mahdi.
81
Lih Baqir Shadr, Imam Mahdi Sebagai Simbol Perdamaian Dunia, penerbit al-Huda, 2004, hlm 132
4. Ali ibn al-Husain Zainal Abidin 38 – 95 H
5. Abu Ja‟far Muhammad bin Ali al-Baqir 57-114 H
6. Abu Abdullah Ja‟far bin Muhammad al-Shadiq 83-148 H
7. Abu Ibrahim Musa bin Ja‟far al-Kadzim 128 – 183
8. Abu Hasan Ali ibn Musa ar-Ridha 148-203 H
9. Abu Ja‟far Muhammad bin Ali al-Jawad 195-220 H
10. Abu Hasan Ali bin Muhammad al-Hadi 212-254 H
11. Abu Muhammad al-Hasan bin Ali al-Askari 232-260 H
12. Abu al-Qasim Muhammad bin al-Hasan al-Mahdi. 255 H -
Dari  pemaparan  singkat  di  atas,  jelaslah  bahwa  Syiah  Imamiyah  meyakini bahwa  Imam  Mahdi  telah  lahir  dan  telah  eksis  di  dunia  ini.  Imam  Mahdi  dalam  versi
Syiah  dilahirkan  pada  ta nggal  15  Sya‟ban  tahun  255  Hijriah  menurut  pendapat  yang
masyhur
82
.  Namun  demikian,  revolusi  politik  dan  sosial  yang  menjadi  tugas  Imam belum  dapat  dijalankan  saat  itu  karena  usianya  yang  masih  muda  dan  waktu  tersebut
belumlah waktu yang ditentukan untuk al-Mahdi oleh Tuhan. Imam Mahdi dalam kepercayaan Syiah Imamiah mengalami dua masa kegaiban
yaitu
ghaib  kubra
gaib  panjang  dan
ghaib  shugra
gaib  pendek.  Kegaiban  pendek Imam  Mahdi  dimulai  sejak  wafat  ayahnya,  Imam  Hasan  al-Askari  pada  tahun  260
Hijriah
83
. Selama periode kegaiban pendek tersebut, tugas keimaman al-Mahdi terhadap kaum  Syiah  beliau  wakilkan  melalui  perantara  yang  dipilih  olehnya.
Ghaib  Shugra
berakhir  seiring  dengan  wafatnya  perantara  terakhir  Imam  yaitu  Abu  al-Hasan  Ali  as- Samary  yang  wa
fat  pada  tanggal  15  Sya‟ban  329  Hijriah.  Dengan  demikian  periode kegaiban pendek Imam mahdi berlangsung selama 70 tahun.
82
Lih Anwar Muhammad Aris Ed, Teladan Abadi Imam Mahdi, penerbit al-Huda,2007, hlm 147
83
Ibid hlm 178-179.
Dengan  berakhirnya  periode
Ghaib  Shugra,
Imam  Mahdi  dalam  pandangan Syiah  Imamiyah  memasuki  periode
Ghaib  Kubra
.  Kegaiban  panjang  ditandai  melalui wafatnya  perantara  terahkir  sementara  Imam  tidak  menunjuk  pengganti  untuk  menjadi
perantara baru antara Imam dan kaum Syiah. Periode ini akan berlangsung tanpa batas waktu  yang  ditentukan.  Imam  Mahdi  baru  akan  muncul  pada  waktu  yang  dikehendaki
oleh Tuhan. Kebangkitan  Imam  Mahdi,  mesias  Islam,  setelah  kegaiban  panjang,  merupakan
konsekuensi  langsung  dari  doktrin
ghayba
.  Doktrin  kegaiban  mengandaikan  atau mengharuskan adanya kebangkitan kembali. Okultasi, seberapa pun panjang waktunya,
masih  keadaan  sementara  untuk  Imam  Kedua  Belas  Syiah  dalam  rangka  konsolidasi posisinya  sebelum  ia  bangkit  sebagai  pemulih  kemurnian  Islam.  Doktrin  kegaiban  ini
menurut Sachedina mempunyai dua tujuan: pertama, doktrin ini menjadi penghibur para pengikut Imam Syiah sekaligus menjaga harapan pemulihan pemerintahan Islam yang
murni  melalui  al-Mahdi.  kedua,  doktrin    tersebut  dapat  membenarkan  keterlambatan kebangkitan  Imam  karena  tanda-tanda  yang  diramalkan  tentang  kemenangan  Mahdi,
belum terpenuhi
84
. Periode  kegaiban  panjang  Imam  Mahdi
–versi  Syiah-  yang  telah  berlangsung sangat lama membuat cerita ini terkesan mirip dongeng atau legenda yang sulit ditemui
dalam  kehidupan  nyata.  Bagaimana  mungkin  seorang  manusia  bisa  hidup  lebih  dari 1000  tahun?  Hal  ini  pulalah  yang  membuat  kaum  Sunni
–yang  mempercayai  akan kemunculan  Imam  Mahdi-  menolak  klaim  kaum  Syiah  yang  mereka  anggap  kurang
84
Lih Sachedina, Islamic Messianism The Idea of Mahdi in Twelver Shiism, State University of New York Press, Albany, 1981, hlm 151
logis.  Namun demikian, tuduhan tersebut dijawab oleh ulama-ulama Syiah bahwa umur panjang  Imam  Mahdi  adalah  sesuatu  hal  yang  mungkin  secara  logis  dan  teoritis.
Argumentasi  mereka  berusaha  diperkuat  melalui  beberapa  contoh  penelitian  sains  dan argumen filosofis, namun hal tesebut tidak akan saya jelaskan pada tulisan ini.
85
Hal lain yang juga menjadi polemik adalah waktu dan tempat kebangkitan Imam Mahdi. Sebagaian besar kelompok Islam
–baik Sunni maupun Syiah- tidak menentukan secara  pasti  kapan  waktu  kebangkitan  al-Mahdi  yang  mereka  yakini.  Ketidaktetapan
waktu tersebut menimbulkan berbagai spekulasi mengenai waktu kebangkitan al-Mahdi di  kalangan  umat  Islam.  Dalam  tradisi  Syiah,  mayoritas  meyakini  bahwa  hari
kebangkitan  Imam  Mahdi  akan  bertepatan  dengan  hari  kesepuluh  bulan  Muharram, yaitu  hari  Asyura,  yang  akan  jatuh  pada  hari  Sabtu,  di  salah  satu  tahun  ganjil  dari
kalender hijrah
86
. Pilihan hari ini menunjukan sisi politis doktrin tersebut sebab Asyura menempati
posisi yang signifikan dalam sejarah Syiah. Itu adalah hari di mana al-Husain, keluarga dan  pengikutnya  menjadi  martir  karena  pembantaian  pasukan  Yazid  bin  Muawiyah.
peringatan  Asyura  oleh  komunitas  Syiah  menunjukkan bahwa  „Asyura‟  tidak  hanya
sebagai  peringatan  kesedihan  mereka  untuk  penderitaan  yang  diderita  oleh  keluarga Nabi,  tetapi  juga  kerinduan  mereka  untuk  keturunan  Imam  ini  untuk  bangkit  melawan
keadaan sosial yang tak tertahankan dan membangun hukum yang adil dan setara.
85
Untuk informasi tentang argumentasi para ulama Syiah terkait umur panjang Imam Mahdi bisa dilihat salah satunya pada buku Imam Mahdi Sebagai Perdamaian Dunia  yang disusun oleh Muhammad Baqir
ass-Shadr dkk, diterbitkan oleh penerbit al-Huda.
86
Ibid hlm 157
Hal  yang  juga  dispekulasikan  adalah  tempat  kemunculan  Imam  Mahdi.  Ada beberapa versi kaum Syiah mengenai tempat kemunculan al-Mahdi, ada yang menyebut
al-Mahdi akan muncul di Karbala, ada pula  yang menyebut Kufah tempat ibukota Ali, namun  yang  paling  masyhur  adalah  bahwa  Imam  Mahdi  akan  muncul  dari  Mekkah
87
. Pilihan-pilihan  tempat  tersebut  sekali  lagi  erat  kaitannya  dengan  sejarah  dan  muatan
politis. Karbala, sebagaimana kita tahu adalah tempat di mana al-Husain –putra Ali dan
cucu  Nabi-  beserta  keluarga  dan  pengikutnya  dibunuh.  Kufah  adalah  kota  yang dijadikan  Ali  bin  Abi  Thalib  sebagai  ibukota  negara  ketika  beliau  menjadi
Amirul
Mu‟minin. Periode kepemerintahan Ali merupakan periode yang idealisasi kaum Syiah. Sementara  Makkah,  adalah  kota  di  mana  Islam  Lahir,  Makkah  juga  menjadi  simbol
penyatuan umat. Sebelum  kedatangan  Imam  Mahdi,  keadaan  dunia  ini  diramalkan  akan
dipenuhi dengan berbagai  gejolak sosial,  keterpurukan ekonomi dan dekandensi  moral yang  membuat  keadaan  masyarakat  menjadi  kacau  balau.  Imam  Mahdi  akan  muncul
untuk  memenuhi  dunia  dengan  keadilan  dan  kesetaraan  melalui  penegakan  hukum- hukum  Tuhan  setelah  sebelumnya  dunia  ini  dipenuhi  dengan  ketidakadilan  dan
penindasan. Dia akan mengalahkan pasukan-pasukan musuh dan hukum-hukum
Thogut
. Bersama dengan Isa ibn Maryam akan membunuh Dajjal, bahkan Nabi Isa Yesus akan
shalat di belakang Imam Mahdi yang menandakan afirmasi terhadap ketokohan ilahi al- Mahdi  dan  klaim  Islam  bahwa  mereka  adalah  agama
samawi  yang  paling  „benar‟  di mata Tuhan.
87
Ibid hlm 160
Kemunculan  sang  messiah  Imam  Mahdi –yang  selalu  dimohonkan  agar
dipercepat  kemunculannya  dalam  banyak  doa-doa  kaum  Syiah-  akan  mengakhiri inferioritas  kaum  Syiah  dari  segi  politik  dan  hegemoni  kekuasaan.  Syiah  Imamiyah
Istna Asyariyah yang mendapatkan bentuk defenitifnya melalui Imam Ja‟far as-Shadiq memang menyarankan pengikutnya untuk melakukan
taqiyaah
semacam „politik bisu‟ menghadapi  represi  daulah  Umayyah  dan  Abbasiyah  pada  saat  itu.
„Politik  bisu‟ tersebut  dilakukan  untuk  menyelamatkan  kaum  Syiah  dari  kemusnahan,  karena
serangkaian  upaya  pemberontakan  fisik  secara  langsung  terhadap  imperium  Islam  saat itu terbukti tidak berhasil. „Politik bisu‟ tersebut akan senantiasa dilakukan sampai sang
Messiah,  Imam  Mahdi  al-Muntazar  yang  dijanjikan  akan  datang  dan  mengakhiri penindasan yang mereka alami serta mengembalikan Islam pada masa kejayaan seperti
ketika Muhammad masih hidup. Ketidakjelasan  ataupun  keluwesan  berkaitan  dengan  perkara  waktu  dan  tempat
kebangkitan  Imam  Mahdi  membuat  banyak  orang  maupun  kelompok  melakukan spekulasi  mengenai  hal  tersebut.  Banyak  argumentasi  digunakan  untuk  menguatkan
klaim tersebut, baik yang terkesan hanya konstruksi mitos maupun klaim yang berusaha nampak  ilmiah.  Salah  satu  contohnya  adalah  apa  yang  dilakukan  oleh  Jaber  Bolushi
melalui buku kontroversialnya,
Oktober 2015 Imam Mahdi Akan Datang
. Dalam  usahanya  meramalkan  waktu  kedatangan  Imam  Mahdi,  Bolushi
menggunakan metode
al-jumal al-taqlidi
dan
jumal al-shagir,
yaitu sebuah mekanisme hitung-hitungan yang berkembang dalam tradisi bahasa Arab. Ini salah satu peninggalan
klasik dalam sejarah Arab  tentang bagaimana menyingkap angka yang tersembunyi di balik  huruf  dan  kalimat.  Dengan  itu,  kita  dapat  menyingkap  petunjuk  rahasia  yang
tersembunyi  dalam  kata-kata
88
.
Al-jumal al-taqlidi
dan
jumal  al-shagir
berisi  rumus lengkap  angka  nilai  sebuah  huruf.  Dengan  menggunakan  rumus  tersebut,  dapat
dihitung  nilai  sebuah  kalimat.  Caranya  dengan  menjumlahkan  nilai  setiap  kalimatnya. Dengan  menggunakan  ayat-ayat  Alquran  tertentu  yang  dianggap  berkaitan  dengan
Mahdi  untuk    kemudian  dihitung  berdasarkan  metode  di  atas.  Bolushi  sampai  pada kesimpulan  yang  sangat  spekulatif  bahwa  Imam  Mahdi  akan  muncul  pada  oktober
2015.
89
B. Messianisme di Indonesia