Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dimasukkan ke dalam konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya Ismaun, 2005: 38.
Setelah diperoleh fakta dari hasil kritik yang telah dilakukan sebelumnya, penulis melakukan penafsiran berdasarkan fakta tersebut. Penulis mencoba
menggunakan penafsiran sintesis dalam penelitian ini. Barnes Sjamsuddin, 2007: 170 mengatakan bahwa penafsiran ini mencoba menggabungkan semua faktor
atau tenaga yang menjadi penggerak sejarah. Artinya, dalam penafsiran sintesis ini tidak ada penyebab tunggal dalam sejarah, dengan manusia tetap sebagai
pemeran utama. Penjelasan lebih rinci yang penulis gunakan adalah mengaitkan sejarah
agama dengan pendekatan sejarah sosial. Lebih lanjut Kuntowijoyo menuliskan bahwa agama sebagai institusi sosial dapat dijadikan bahan kajian sejarah 2003:
166. Di dalam pendekatan ini, penulis berusaha melihat sebuah kondisi sosial yang paralel dan keterhubungannya dengan agama GKB, atau pun sebaliknya.
3.3. Laporan Hasil Penelitian
Tahap terakhir yang penulis tempuh dalam penyusunan skripsi ini adalah pembuatan laporan hasil penelitian. Pembuatan hasil penelitian ini menempuh
tahap penjelasan dan penyajian, atau di dalam metode penelitian sejarah tahap ini disebut juga dengan historiografi. Tahap terakhir dari penelitian skripsi ini adalah
melaporkan seluruh hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dalam tahap ini, seluruh daya pikiran dikerahkan, bukan saja keterampilan teknis
penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama adalah
Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisis sehingga menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian atau penemuan dalam suatu penulisan utuh
yang disebut historiografi Sjamsuddin, 2007: 156. Sjamsuddin 2007: 17 membagi tahap historiografi ke dalam tiga langkah,
yakni interpretasi, eksplanasi, dan ekspose. Namun, karena penulis memisahkan tahap interpretasi ke dalam tahap tersendiri, maka tahap historiografi ini terbagi
menjadi dua langkah saja, yakni langkah dan ekspose. Penulis memilih memisahkan tahap interpretasi karena bagi penulis tahap tersebut membutuhkan
kekhususan tersendiri. Eksplanasi adalah langkah untuk menjelaskan hal-hal yang diteliti sesuai
dengan rumusan masalah yang dibuat. Pada langkah ini, penulis menggunakan model penjelasan sejarah kausalitas. Model penjelasan kausalitas adalah model
yang lebih menitikberatkan pada sebab-akibat. Fenomena sejarah yang ada dijelaskan dengan merangkai berbagai fakta dengan hubungan kausalitas atau
sebab-akibat. Temperley Sjamsuddin, 2007: 197 mengatakan bahwa dengan kata lain hukum sebab-akibat law of causation menunjukkan bahwa setiap
fenomena perupakan akibat consequent dari sebab atau sebab-sebab sebelumnya.
Setelah penulis melakukan eksplanasi, langkah selanjutnya adalah eskpose. Ekspose ini merupakan tahap di mana seluruh hasil penelitian disajikan
dalam suatu bentuk tulisan. Bentuk ekspose yang penulis pilih untuk menyajikan hasil penelitian ini adalah bentuk eklektik atau gabungan dari ekspose deskriptif
naratif dan analisis kritis. Penulis tidak hanya memaparkan rentetan fakta yang
Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
ada, namun juga memberikan suatu analisis kepada hasil temuan selama dalam proses penelitian ini.
Teknik penulisan yang penulis gunakan dalam pembuatan hasil penelitian ini adalah dengan menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang
ditebitkan tahun 2011 dari Universitas Pendidikan Indonesia UPI. Penggunaan buku pedoman tersebut adalah sebagai rambu-rambu umum terhadap sivitas
akademika UPI yang sedang membuat karya tulis. Penggunaan buku pedoman tersebut dimaksudkan pula agar karya tulis yang dibuat oleh sivitas akademika,
seperti penulis, memiliki kesamaan persepsi dari segi ruang lingkup, karakteristik, dan format dalam penulisannya UPI, 2011: 1. Teknik penulisan yang banyak
digunakan dalam teknik pengutipan di lingkungan UPI adalah The Harvard System.
Sistematika yang penulis susun dalam penelitian ini sebelumnya telah dipaparkan pada Bab I. Penulisan tersebut disusun ke dalam lima bab, yakni Bab I
Pendahuluan, Bab II Kajian Pustaka, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Pembahasan, Bab V Simpulan dan Saran.
Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Bagian ini merupakan bagian yang membahas kesimpulan dari hasil menelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil merupakan intisari
jawaban pada Bab IV yang berdasar kepada rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah diajukan pada Bab I. Untuk menjawab rumusan masalah
yang diajukan, yakni ‘Bagaimana perkembangan Gereja Katolik Bebas di Hindia
Belanda pada 1926-1942? ’, penulis menurunkannya menjadi tiga pertanyaan
penelitian. Pertama, bagaimana latar belakang munculnya aliran Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda? Kedua, bagaimana isi dari ajaran pokok pada aliran
Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda? Ketiga, bagaimana kondisi dari Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda pada tahun 1926-1942?
Latar belakang munculnya GKB di Hindia Belanda pada dasarnya adalah untuk melayani umat GKB yang merupakan orang Kerajaan Belanda yang
memiliki posisi di Hindia Belanda. Akan tetapi, proses ini terjadi tidak serta merta terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang mendukung proses masuknya GKB
ke Hindia Belanda. Pada saat itu kondisi kekristenan di Hindia Belanda sedang berada dalam keadaan yang tidak begitu kuat. Hubungan dengan pemerintah
Hindia Belanda dan secara kekuatan intern gereja tidaklah baik. Hal ini membuat GKB dapat turut hadir di Hindia Belanda karena tidak dapat dihalau oleh Kristen
Protestan maupun Katolik yang ada. Selain itu, orang-orang yang dekat dengan