Analisis Perkembangan Dan Prediksi Sistem Keuangan Inklusif Melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah Di Indonesia

(1)

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PREDIKSI

SISTEM KEUANGAN INKLUSIF MELALUI LEMBAGA

KEUANGAN MIKRO SYARIAH DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh Alex Prasetiyo NIM : 1112046100138

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

ABSTRAK

Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis perkennmbangan dan meramalkan pertumbuhan penerapan sistem keuangan inklusif di Indonesia. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembaga keuangan mikro syariah di seluruh Indonesia. Metode yang digunakan yaitu Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) model untuk meramalkan pertumbuhan penerapan sistem keuangan inklusif di Indonesia. Variabel dalam penelitian ini adalah indikator dari sistem keuangan inklusif yang diterapkan di Indonesia yaitu akses dan penggunaan. Indikator akses terwakilkan pada jumlah BPRS di Indonesia, sedangkan penggunaan terwakilkan dengan jumlah rekening DPK, jumlah rekening pembiyaan, jumlah DPK dan jumlah pembiayaan UMKM yang dilakukan oleh BPRS di seluruh Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu dari Januari 2009 hingga Mei 2016, dimana data tersebut didapatkan dari Statistik Perbankan Syariah. Dalam penelitian ini, hasil peramalan yaitu mulai Juni 2016 hingga Desember 2020.

Hasil dari model ARIMA yang dipilih dalam penelitian ini memberikan informasi bahwa pertumbuhan sistem keuangan inklusif di Indonesia mengalami peningkatan di setiap periodenya. Namun terjadi perbedaan peningkatan di setiap variabel yang digunakan. Variabel jumlah BPRS meningkat 12,5 % hingga Desember 2020. Variabel jumlah rekening DPK meningkat 67% hingga Desember 2020. Variabel jumlah rekening pembiayaan meningkat 31,95% hingga Desember 2020. Variabel jumlah DPK meningkat 81,58% hingga Desember 2020. Dan variabel jumlah jummlah pembiayaan UMKM meningkat 50,05% hingga Desember 2020.


(6)

v

Skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai uswatun khasanah yang telah menuntun ummatnya khususnya penulis dalam mengenal kalimat Allah SWT, dan semoga penulis beserta pembaca dikumpulkan bersama beliau nanti di akhirat.

Alhamdulillah, penelitian yang berjudul “ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PREDIKSI SISTEM KEUANGAN INKLUSIF MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DI INDONESIA.” telah dapat penulis selesaikan. Penulisan karya ilmiah dalam bentuk Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk mempersembahkan yang terbaik kepada kedua orang tua, seluruh keluarga penulis, almamater dan pihak-pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaiaan karya ilmiah ini. Sebagai bentuk penghargaan, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Kepada Allah SWT, karena berkat kehendak dan keridhoan-Nya penulis mampu menyelesaikan studi Strata-1 ini.

2. Kepada Bapak tercinta, Sukamto dan Emak, Ngadiyem salam hormat dan ungkapan terima kasih yang tak terhingga. Semoga Allah memberikan banyak kesempatan kepada putramu ini untuk membahagiakan Bapak dan Emak.

3. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA,Ph.D Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

vi

4. Bapak AM Hasan Ali, MA., Ketua Program Studi Muamalat yang telah memberikan arahan dalam penelitian skripsi penulis serta Bapak Dr. Abdulrauf, Lc, MA., Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah banyak membantu dalam hal akademik terkait penyelesaiaan studi penulis.

5. Kepada Ibu Dr. Nur Hasannah, M.Ag., Dosen Pembimbing Skripsi, yang merelakan waktu, fikiran dan tenaganya guna mengarahkan saya dalam menyelesaian penulisan skripsi ini.

6. Kepada Ibu Nurul Handayani, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik, yang terus memberikan dukungan dan arahan untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Kepada kakak-kakakku, Purwanto dan Istri (Novianti) serta Retno Arianti atas

dorongan moril dan materiil untuk menunjang penyelesaian studi. Semoga dilimpahkan rezeki yang barokah.

8. Kepada Iravanka, Kahfi, Salman, Wiwin, Kamal, Hafsah, Taufik Hananto, Abel, Fawwaz, Adhari, Ghauts, Riansyah, Leni dan seluruh penghuni kosan PS12. Berkat kalian Ciputat lebih berwarna, diskusi dan main kartu pun berdampingan.

9. Kepada keluarga PSC_2012, selama 4 tahun belajar dan bercanda berssama. Kapan kita jalan bareng lagi?

10. Keluarga besar Perbankan Syariah angkatan 2012, sebagai teman seperjuangan terimaksih atas kebersamaannya

11. Kepada rekan-rekan seperjuangan Perbankan Syariah Tahun 2012, semoga diberi kemudahan dalam menyelesaikan studinya.

12. Kepada Bang Imung, Bang Ume, Bang Abi, Abenk, Qori, Nufus senior inspiratif yang memberikan banyak ilmu non akademis dan masukan-masukan.

13. Kepada Ahmad Qomari, Sulton Hidayat, Imam, Muhaimin, Zibat, Bustakhul dan semua keluarga Wasiat Jakarta yang selalu mengingatkan walau dengan candaan.


(8)

vii

berlipat ganda. Dalam menyusun Skripsi ini, penulis telah berusaha dengan semaksimal

mungkin memberikan yang terbaik. Namun tidak mustahil jika pepatah, “tak ada gading yang tak retak” masih ada dalam penyusunan Skripsi ini. Kesempurnaan Skripsi ini memang

semata-mata adalah berkat karunia Allah SWT. Oleh karena itu, penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan Skripsi ini. Penulis berharap Skripsi ini dapat bermanfaat dan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Aamiiin.

Jakarta, 26 September 2016


(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian... 10

G. Studi Penelitian Terdahulu... 11


(10)

ix

BAB III LKM Syariah menuju Pembentukan Sistem Ekonomi Inklusif

A. Urgensi Sistem Ekonomi Inklusif ... 24

B. Financial inclution di Indonesia... 25

C. Lembaga Keuangan Mikro Syariah... 30

D. Bank Pembiayaan Mikro Syariah sebagai LKMS Formal... 33

E. Produk dan Layanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah... 35

F. Kerangka Pemikiran... 43

G. Hipotesis ... 44

BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 45

B. Metode Pengumpulan Data... 45

C. Metode Analisis Data ... 45

1. Uji Stationer... 46

2. Metode Box-Jenkins... 46

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Uji Deskriptif... 54

B. Uji Stationer... 62


(11)

x BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA... 75


(12)

xi

Tabel 3.1. Skala Lembaga Keuangan Mikro ... 31

Tabel 4.1. Pola Autokorelasi dan Aotukorelasi Parsial ... 52

Tabel 5.1.1. Jumlah BPRS ... 54

Tabel 5.1.2. Jumlah Rekenning DPK ... 56

Tabel 5.1.3. Jumlah Rekenning Pembiayaan ... 57

Tabel 5.1.4. Jumlah DPK ... 59

Tabel 5.1.5. Jumlah Pembiayaan UMKM ... 60

Tabel 5.2.1. Uji Augmented Dicku-Fuller Tingkat Level ... 62

Tabel 5.2.2. Uji Augmented Dicku-Fuller Tingkat Diferensi Pertama ... 63

Tabel 5.2.1. Uji Augmented Dicku-Fuller Tingkat Diferensi Tingkat Kedua ... 65

Tabel 5.3.1. Tingkat Level Stationer Data ... 66

Tabel 5.3.2. Hasil Uji Ljung-Box ... 67

Tabel 5.3.3. Nilai Prediksi Jumlah BPRS ... 69

Tabel 5.3.4. Nilai Prediksi Jumlah Rekening DPK ... 70

Tabel 5.3.5. Nilai Prediksi Jumlah Rekening Pembiayaan ... 70

Tabel 5.3.6. Nilai Prediksi Jumlah DPK ... 71


(13)

xii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Perbandingan Pembiayaan UMKM terhadap Total Pembiayaan ... 7

Grafik 2.1. Pertumbuhan UMKM ... 21

Grafik 5.1.1. Pertumbuhan Jumlah dan Aset BPR/BPRS ... 55

Grafik 5.1.2. Pertumbuhan Jumlah Rekenning DPK ... 56

Grafik 5.1.3. Pertumbuhan Jumlah Rekenning Pembiayaan ... 58

Grafik 5.1.4. Pertumbuhan Jumlah DPK ... 59


(14)

1

A. Latar Belakang

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia1”. Cita – cita besar para pendiri bangsa untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketimpangan masih terlihat di mana-mana. Pembangunan insfrasturktur cenderung masih terpusat di kota-kota besar. Sehingga investor-investor lebih memilih kota-kota tersebut untuk mengembangkan modalnya. Demikian dengan lembaga-lembaga keuangan. Perputaran uang yang lebih cepat menjadi prioritas lembaga kuangan memilih kota besar sebagai pangsa pasarnya. Hasilnya masyarakat daerah, desa, bahkan perbatasan yang mayoritas masyarakat lapisan bawah tidak mendapat layanan jasa keuangan bahkan dianggap unbankable. Perbedaan untuk mengakses jasa keuangan ini menimbulkan efek bergelombang. Seperti minimnya efisiensi produksi, rendahnya biaya promosi, yang akan berdampak pada omset dan pendapatan. Akhirnya berimbas pada PHK, bangkrut, pengangguran dan berujung pada kemiskinan. Untuk itu pemerintah terus berupaya untuk meniadakan segala bentuk hambatan yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan (financial inclution) 2.

1 Sila ke-5 Pancasila

2 Booklet Keuangan Inklusif. Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM.


(15)

2

Sistem keuangan insklusif atau financial inclution yang bersinonim dengan inclusive financial system.3 Sistem keuangan insklusif yang kini lebih dikenal

dengan istilah microfinance, dengan fitur utama microcredit.4 Merupakan suatu skema untuk memberikan layanan jasa keuangan ke semua lapisan masyarakat termasuk masyarakat bottom pyramid. Layanan keuangan tersebut mencakup tabungan, pinjaman jangka panjang dan jangka pendek, sewa guna usaha, asuransi, pensiun, pembayaran, transfer uang.5 Berbagai layanan tersebut tergolong menjadi

4 indikator, yaitu: ketersediaan/akses, penggunaan, kualitas dan kesejahteraan. Namun indikator kualitas dan kesejahteraan belum bisa dilambangkan dengan angka yang mana menjadi syarat untuk melakukan peramalan

Keuangan inklusif ini merupakan strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.6 Karena pertumbuahan ekonomi memainkan peran penting dalam

mengurangi angka kemiskinan.7 Pada tahun 2010, 13% penduduk Indonesia tergolong miskin.8 Angka ini tergolong tinggi mengingat angka ini didapat dari jumlah penduduk Indonesia yang menjadi urutan ke 4 terbanyak di dunia. Secara berurutan penduduk miskin di Indonesia tersebar di Pulau Jawa, Sumatera,

3 Brigit Helms, Access for All: Building Inclusive Financial Systems. Washington D.C,:

The World Bank, 2006. h.2 yang tercantum dalam Nusron Wahid, Keuangan Inklusif: Membongkar Hegemoni Keuangan, Jakarta: Gramedia, 2014, h.53.

4 Nusron Wahid, Keuangan Inklusif: Membongkar Hegemoni Keuangan, Jakarta:

Gramedia, 2014, h.54.

5 United Nations, Building Inclusive Financial Sector for Development. New York: The

United Nations Departemen of Publik Information 2006.

6 Booklet Keuangan Inklusif. Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM.

Bank Indonesia. 2004. h.4.

7 Nusron Wahid, Keuangan Inklusif: Membongkar Hegemoni Keuangan, Jakarta:

Gramedia, 2014, h.34.

8 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Penanggulangan Kemiskinan : Situasi Terkini, Target Pemerintah dan Program Percepatan, edisi II. Jakarta: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2010. h.3.


(16)

Sulawasi, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, dan Kalimantan. Tingginya angka kemiskinan ini didasari faktor ekonomi, pendidikan, pendapatan, jumlah lapangan pekerjaan dan pengangguran.

Tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia ini menjadi main focus pemerintah untuk segera diselesaikan. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi di sektor informal. Sektor ini banyak menyerap tenaga kerja yang diberhentikan akibat PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari sektor formal dan ternyata memberikan sumber pendapatan tambahan bagi tenaga kerja.9 Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, pemerintah dapat mendorong pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) agar dapat membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.10

Usaha mikro, kecil dan menengah diinisiasi untuk turut serta dalam pengambangan perekonomian di Indonesia. Pelaku UMKM merupakan aktor – aktor yang akan mampu membuat karakter pertumbuhan ekonomi Indonesia bersifat inklusif dan berkualitas. Sebab mereka merupakan sebagian besar wakil dari masyarakat bottom pyramid. Dengan beberapa pencapaiannya, UMKM menjadi salah satu sektor yang dipertimbangkan. Presiden Joko Widodo dalam

9Ayuditya Widha Kurnia Sari, “Peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Jateng Terhadap

Perkembangan Usaha Mikro Di Kabupaten Boyolali (Studi Kasus : Nasabah Bank Jateng Cabang Boyolali). Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, h.1.

10 Ilyas Istianur Praditya,”PHK Marak, UMKM Harus Jadi Andalan penyerapan Tenaga

Kerja” Liputan6 5 Februari 2016 diakses dari http://bisnis.liputan6.com/read/2429345/phk-marak-umkm-harus-jadi-andalan-penyerap-tenaga-kerjapada 24 Feb. 16


(17)

4

siaran persnya, di Jakarta, Rabu (17/2/2016) menyampaikan bahwa UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dan ASEAN.11

Tabel 1.1. : Perkembangan UMKM dan Usaha Besar di Indonesia Jenis

Usaha UMKM Usaha Besar

Periode Unit Usaha

Jumlah Tenaga Kerja PDB berdasarkan Harga Konstan (Milyar Rupiah) Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja PDB berdasarkan Harga Konstan (Milyar Rupiah) 2010 54.114.821 98.238.913 1.282.572 5.150 2.753.049 935.375 2011

55.206.444 101.722.458

1.369.326 4.952 2.891.224 1.007.784 2012

56.534.592 107.657.509

1.451.460 4.968 3.150.645 1.073.660 2013

57.895.721 114.144.082

1.526.918 5.066 3.537.162 113.396 Sumber : Badan Pusat Statistik ( BPS ) dan Kementerian Koperasi dan

UMKM (data diolah)

UMKM sebagai upaya peningkatan taraf hidup masyarakat bottom piramid. Salah satu sektor ekonomi yang dianggap bisa meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi adalah sektok ekonomi mikro, kecil menengah dan koperasi (UMKMK). Tabel 1.1 di atas, dengan jelas menunjukkan peran dan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi nasional lebih besar dari pada usaha besar. Dengan memperhatikan besarnya peranan UMKMK selayaknya menjadi prioritas dalam upaya pengentasan kemiskinan dan penurunan angka pengangguran di Indonesia.12

11Ade Hapsari Lestarini, “Jokowi: UMKM Tulang Punggung Ekonomi RI & ASEAN”

metrotvnews 17 Februari 2016 diakses dari

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/02/17/485451/jokowi-umkm-tulang-punggung-ekonomi-ri-asean pada 24 Feb. 16

12 Nusron Wahid, Keuangan Inklusif: Membongkar Hegemoni Keuangan, Jakarta:


(18)

Perkembangan UMKM yang signifikan dari tahun ke tahun juga menemui berbagai kendala. Salah satu permasalahan yang dihadapi UMKM yaitu masalah permodalan. Suryadharma Ali (2008) menyatakan kendala yang seringkali dihadapi UMKM dalam memperbesar usahanya adalah keterbatasan modal usaha. Walaupun seringkali pemerintah maupun lembaga keuangan menawarkan kredit-kredit khusus yang bisa dimanfaatkan oleh UMKM.13 Keberadaan lembaga keuangan belum cukup mampu mem- back up modal yang dibutuhkan. Ditambah lagi banyak lembaga keuangan yang dinilai UMKM tidak bankable. Padahal akses keuangan menjadi hal penting bagi masyarakat bottom pyramid. Salah satunya yaitu pembiayaan yang bersifat produktif. Melalui pembiayaan – pembiayaan yang berpihak kepada pelaku UMKM.

Pemerintah melalui stakeholer terkait terus berupaya untuk meminimalisir permasalahan ini. Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Maluku, Laksono Dwionggo mengatakan untuk mendukung pertumbuhan perekonomian perlu memprioritaskan perluasan akses keuangan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan pengusaha pemula.14 Pernyataan ini diperkuat oleh Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan IV Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan perekonomian maka

13 Ikang Achmad Mubarok,dkk. “Pengembangan Prototype Knowledge Management

System Berbasis Case Based Reasoning Bagi Peningkatan Aksesibilitas UMKM dalam Permodalan Usaha”Paper Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, h.1

14“UMKM Butuh Dapat Prioritas dalam Industri Keuangan”. Hrian Ekonomi NERACA 3

Februari 2016 diakses dari http://www.neraca.co.id/article/65076/umkm-butuh-dapat-prioritas-dalam-industri-keuangan#!/auth pada 24 Februari 2016


(19)

6

perluasan akses keuangan bagi UMKM dan pengusaha pemula (Start-up business) perlu menjadi perhatian.15

Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berpengaruh dalam penyediaan modal UMKM. Lembaga Keuangan Syariah dengan sistem kemitraan, menjadi pembaharu dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan sistem profit and lost sharing, pembiayaan LKS lebih ringan dalam menanggung risiko. Lembaga Keuangan Syariah juga lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.16 Terbitnya UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah semakin memperkuat eksistensi LKS dengan sistem perbankan. Menurut jenisnya Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan BPRS.17 BPRS yang didesain khusus untuk jasa keuangan syariah sektor mikro (LKMS) terus diupayakan memberikan pembiayaan pada pelaku UMKM. Pembiayaan yang diberikan BPRS berasal dari dana yang dihimpun (DPK) BPRS maupun dana bantuan dari instansi/lembaga lain dalam bentuk linkage program.

15Andriyana, “OJK Dorong Perluasan Akses Keuangan UMKM”. FajarNews 23 Februari

2016 diakses dari

http://bisnis.fajarnews.com/read/2016/02/23/9314/ojk.dorong.perluasan.akses.keuangan.umkm

pada 24 Feb. 16

16 Halim Alamsyah Deputi Gubernur Bank Indonesia. Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015. Disampaikan dalam Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke-8 IAEI, 13 April 2012.

17 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada


(20)

Grafik 1.1 : Perbandingan Pembiayaan UMKM terhadap Total Pembiayaan (dalam persentase)

Sumber : Statistik Perbankan Syariah 2015.

Dari grafik 1.1. di atas, dapat diketahui bahwa semua lembaga keuangan syariah formal telah menyalurkan pembiayaan kepada pelaku usaha mikro. BPRS yang memang fokus pada sektor mikro menyalurkan pembiayaan UMKM melebihi Bank Umum Syariah maupun Unit Usaha Syariah. Dukungan kebijakan pemerintah terus didengungkan, namun hingga akhir tahun 2015, UMKM belum menjadi prioritas bagi lembaga keuangan. Walaupun demikian perwujudan sistem keuangan inklusif mempunyai peluang besar. Keberagaman karakter kelambagaan di sektor keuangan, membuka akses keuangan di berbagai lapisan masyarakat.

Berdasarkan fenomena diatas dan acuan dari penelitian–penelitian sebelumnya, kontribusi BPRS melalui pembiayaan yang disalurkan pada sektor UMKM perlu ditingkatkan. Maka penulis berkeinginan untuk melanjutkan dan mengembangkan penelitian sebelumnya dengan mengadakan penelitian dengan judul penelitian yaitu; “PERKEMBANGAN DAN PREDIKSI SISTEM EKONOMI INKLUSIF MELALUI LKMS DI INDONESIA”.

0 10 20 30 40 50 60 70

Juli Agustus September Oktober November Desember

BUS UUS BPRS


(21)

8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena tersebut, upaya pengoptimalan penyaluran pembiayaan kepada masyarakat bottom pyramid terus ditingkatkan. Harapan dari upaya ini adalah untuk memberikan akses keuangan secara merata. Namun berbagai permasalahan masih harus diselesaikan, diantaranya :

Dari segi masyarakat :

1. Jumlah masyarakat bottom pyramid yang banyak dan mayoritas tersebar di daerah, pelosok hingga perbatasan.

2. Rendahnya kualitas SDM dan kultur budaya kontraproduktif yang menutup potensi yang dimiliki.

3. Aset yang dimiliki tidak dapat dioptimalkan sebagai jaminan untuk jasa perbankan.

4. Asumsi negatif masyarakat bottom pyramid terhadap produk perbankan. Dari segi Perbankan :

1. Paham kehati-hatian yang dianut oleh intitusi perbankan.

2. Resiko besar yang harus ditanggung untuk menyalurkan dana ke masyarakat bottom pyramid.

3. Lembaga perbankan sebagai salah satu pelaku ekonomi juga masih mengutamakan profit bagi perusahaan.

4. Keterbatasan lembaga perbankan untuk menyentuh masyarakat bottom pyramid di daerah, pelosok hingga perbatasan.

5. Produk perbankan yang berpihak kepada masyarakat bottom pyramid belum optimal.


(22)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan masalah yang sudah diidentifikasikan pada sub-bab sebelumnya maka terdapat batasan masalah dalam penelitian ini yakni :

1. Analisis yang dilakukan menitik beratkan pada salah satu stakeholder yaitu Bank Perkreditan Rakyat Syariah ( BPRS ).

2. Analisis dilakukan pada indikator akses dan kegunaan lembaga keuangan di masyarakat bottom pyramid.

3. Analisis pada indikator akses terwakili oleh jumlah kantor BPRS yang tersebar di seluruh Indonesia.

4. Analisis pada indikator penggunaan terwakili oleh jumlah rekening DPK, jumlah rekening pembiayaan, dan pembiayaan di sektor UMKM sebagai salah satu produk perbankan produktif di masyarakat bottom pyramid. 5. Analisis dilakukan berdasarkan dari Januari 2009 hingga Mei 2016. 6. Analisis dilakukan pada indikator akses dan penggunaan.

D. Perumusan Masalah

Didukung oleh data-data yang diambil dari penelitian terdahulu oleh para ahli dan argumen pendukung yang sudah dikemukakan pada sub-bagian sebelumnya, maka terdapat beberapa rumusan masalah yang dapat diklasifikasikan pada penelitian kali ini, yakni :

1. Bagaimana perkembangan sistem keuangan inklusif di Indonesia dari 2009 hingga Mei 2016 dilihat dari lembaga keuangan mikro syariah?

2. Bagaimana prediksi tingkat pertumbuhan sistem keuangan inklusif dilihat dari perkembanganmbaga keuangan mikro syariah hingga 2020?


(23)

10

E. Tujuan Penelitian

Terkait dengan rumusan masalah yang telah diformulasikan, maka terdapat tujuan penelitian secara umum yang ingin dicapai, yakni :

1. Mengetahui mengetahui perkembangan sistem keuangan inklusif di Indonesia pasca krisis 2008.

2. Mengetahui prediksi perkembangan sistem keuangan inklusif di Indonesia.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, dengan penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang sistem keuangan inklusif, perkembangan dan prediksinya di Indonesia.

2. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan sumbangan berupa pengembangan ilmu yang berkaitan dengan lembaga keuangan mikro syariah serta sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Lembaga keuangan mikro dalam hal ini BPRS, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan Kajian penelitian untuk evaluasi perkembangan sistem lembaga keuangan mikro syariah mengenai penyaluran pembiayaan berbentuk permodalan kepada pelaku UMKM. 4. Manfaat bagi masyarakat luas, penelitian ini berfungsi sebagai bahan

informasi bagi masyarakat luas, khususnya bagi para nasabah, masyarakat bottom pyramid dan mereka yang antusias seputar dunia UMKM dan lembaga keuangan mikro syariah.


(24)

G. Studi Penelitian Terdahulu

Sebelumnya beberapa peneliti telah melakukan penelitian untuk melakukan penelitian terkait prediksi pertumbuhan dan sistem keuangan inklusif di Indonesia dengan variasi waktu dan indikator yang beragam, yakni:

1. Nadia Galuh Hendriana (2011), meneliti tentang perkembangan dan prediksi tingkat pertumbuhan bank syariah di Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Variabel yang digunakan antara lain : asset, data pihak ketiga, pembiayaan dan laba tahun berjalan. Hasilnya, nilai nominal dari asset, dana pihak ketiga (DPK), pembiayaan dan laba tahun berjalan diprediksi mengalami kenaikan untuk tahun 2011 dan 2012.

a. Persamaan

Penelitian tersebut menginspirasi bahwa perkembangan dan prediksi dari suatu momentum dapat dilakukan dengan mengukur perkembangan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Prediksi yang digunakan merupakan hasil dari analisis mengguanakan ARIMA.

b. Perbedaan

Penelitian Nadia dilakukan pada sektor bank syariah dengan periode 2006-2010. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan sektor jasa keuangan yang terfokus pada Bank Perkreditan Rakyak Syariah. Periode yang akan digunakan yakni Januari 2010 hingga Juni 2016.


(25)

12

2. Lia Nazliana Nasution, dkk (2013), melakukan penelitian tentang Determinasi Keuangan Inklusif di Sumatera Utara, Indonesia. Dengan menggunakan analisis deskriptif terhadap jumlah penduduk, jumlah penduduk produktif, jumlah kantor cabang bank di Sumatera Utara dan PDRB pada periode 2010-2013. dari segi faktor jumlah penduduk, pendapatan dan kantor cabang di Sumatera Utara telah cukup mendukung atas penerapan dan pelaksanaan yang lebih baik terhadap keuangan inklusif di Sumatera Utara.

a. Persamaan

Penelitian yang dilakukan oleh saudari Lia, dkk memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat pada tema besar penelitian yaitu tentang keuangan inklusif.

b. Perbedaan

Penelitian tersebut dilakukan dengan analisis deskriptif dari segi jumlah penduduk, pendapatan, jumlah kantor cabang, pada tahun 2010-2013 di Sumatera Utara. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan analisis kuantitatif dengan pendekatan model ARIMA. Dengan indikator yang akan digunakan yakni jumlah kantor cabang BPRS, jumlah rekening DPK, jumlah rekening pembiayaan, jumlah DPK, dan jumlah pembiayaan UMKM secara nasional.

3. Novia Nengsih (2015), mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hiddayatullah Jakarta melakukan penelitian tentang peran perbankan syariah


(26)

dalam mengimplementasikan keuangan inklusi di Indonesia. Dengan menggunakan analisis kualitatif (open coding, axial coding, dan selective coding) dan analisis kuantitatif dengan perbandingan laporan keuangan dan analisis rasio keuangan pada tahun 2010 - 2014. Hasilnya perbankan syariah memiliki potensi besar dalam mengimplementasikan financial inclusion, ditunjukkan dengan pertumbuhan yang signifikan pada funding dan financing tahun 2010-2014 dan hasil analisis kuantitatif juga menunjukkan kinerja dan kondisi keuangan perbankan syariah baik.

a. Persamaan

Penelitian ini merupakan salah satu acuan dari penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tersebut telah menggambarkan financial inclution di Indonesia. Sama halnya dengan penelitian yang akan dilakukan, yakni ingin memberi gambaran dan prediksi perkembangan financial inclution di Indonesia

b. Perbedaan

Penelitian tersebut menjadikan bank syariah sebagai objek penelitiannya. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan BPRS sebagai objeknya. Demikian dengan metode yang digunakan. Jika penelitian tersebut menggunakan analisis open coding, axial coding, dan selective coding dan perbandingan laporan keuangan dan analisis rasio keuangan pada tahun 2010 – 2014, penelitian yang akan dilakukan menggunakan analisis kuantitatif dengan model pendekatan ARIMA. Adapun periode yang digunakan yakni Januari 2010 hingga Juni 2016.


(27)

14

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan pola dalam penyusunan laporan untuk gambaran secara garis besar bab demi bab. Dengan sistematika penulisan, diharapkan para pembaca akan lebih dalam memahami isi dari sebuah laporan :

1. BAB I: Pendahuluan

Berisi fenomena dan penelitian yang melatarbelakangi penelitian yang akan dilakukan. Dari fenomena tersebut ditemukan beragam permasalahan. Dari permasalahan tersebut perlu dibatasi dan pada akhirnya dirumuskan dalam pertanyaan yang lebih fokus. Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sekaligus melengkapi penelitian-penelitian terdahulu. Dan pada akhir bagian terdapat sistematika penulisan sebagai penuntun dalam penilisan hasil penelitian.

2. BAB II: Eksistensi UMKM sebagai Gambaran Usaha Masyarakat Miskin

Menguraikan teori-teori yang melandasi penelitian ini sebagai dasar dalam melakukan analisis terhadap permasalahan. Bab ini membahas teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Pembahasan teori tersebut meliputi eksistensi UMKM dan peran UMK sebagai perwakilan masyarakat bottom pyramid.

3. BAB III: LKM Syariah menuju Pembentukan Sistem Ekonomi Inklusif Menguraikan teori-teori tentang sistem keuangan inklusif dan lembaga keuangan mikro syariah khususnya BPRS. Bab ini juga membahas dugaan


(28)

sementara dari peneliti mengenai permasalahan yang dibahas berdasarkan teori-teori yang ada.

4. BAB IV: Metode Penelitian

Bagian ini terbentuk dari susunan definisi operasional dari variabel penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis. Dan pada akhir bagian mencantumkan kerangka pemikiran yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian.

5. BAB V: Analisis dan Pembahasan

Menguraikan deskripsi objek penelitian, analisis kuantitatif deskriptif dan forcasting data, interpretasi hasil dan argumentasi terhadap hasil uji penelitian.

6. BAB VI: Penutup

Menyajikan secara singkat apa yang telah diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, terangkum dalam bagian simpulan dan rekomendasi di bagian saran.


(29)

16

BAB II

Eksistensi UMKM sebagai Gambaran Usaha Masyarakat Miskin

A. Pemberdayaan Masyarakat Miskin memalui UMKM

Upaya untuk mensejahterakan masyarakat, pada tahun 2006 pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM) melalui Departemen Sosial. Bentuk dari pelaksanaan program ini adalah dengan membantu percepatan pengentasan kemiskinan melalui pola Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dengan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) sesuai potensi masing-masing.18 Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.19 Sedangkan menurut BKKBN, faktor dominan tersebut terdiri dari pemenuhan kebutuhan dasar, pemenuhan kebutuhan psikologi, kebutuhan pengembangan; dan kebutuhan aktualisasi diri dalam berkontribusi bagi masyarakat di lingkungannya. Berbeda dengan BPS, yang mengartikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar.20

18 Rr. Dyah Steviarini. Evaluasi Program Perberdayaan Fakir Miskin melalui Kemitraan Usaha Ternak di kecamatan Bayat Kabupaten Klaten. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2008. h. 1-2.

19 Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. BPS republik

Indonesia.

20 Evaluasi Pelayanan Keluarga Berencana Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga

Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera-1/KS-1). Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, Dan Perlindungan Anak Kedeputian Sumber Daya Manusia Dan Kebudayaan Bappenas Tahun 2010.


(30)

Masyarakat miskin atau usaha mikro pada umunya membutuhkan jasa keuangan untuk memenuhi 3 hal, diantaranya : untuk memenuhi siklus hidup, memenuhi kebutuhan darurat, memenuhi kebutuhan untuk memanfaatkan peluang.21 Tidak dipungkiri jika kemiskinan identik dengan tingkat pendidikan yang rendah, penguasaan teknologi yang terbatas dan pola pikir yang sederhana. Jika disandingkan dengan permintaan tenaga kerja di sektor industri maka sangat jauh dari kategori yang diinginkan.

Tidak semuanya demikian, namun banyak dari mereka yang mengadu nasib di sektor informal seperti UMKM. Tidak semua pekerja atau pengusaha dalam ekonomi informal tergolong miskin, tetapi banyak diantara mereka yang hidup dengan risiko tinggi yang bisa mendorong mereka ke jurang kemiskinan. Sektor informal yang didominasi oleh UMKM cukup signifikan dalam berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan. Pemprov Jateng akan mendorong peningkatan penghasilan buruh tani melalui sektor UMKM. Sebab buruh tani masuk dalam kategori masyarakat miskin dengan jumlah terbanyak.22 UMK adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara.23

21 Faidal, Model Efektif Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Penyediaan Permodalan UMKM Sektor Riil di Kabupaten Bangkalan Madura. Fakultas Ekonomi, Universitas Trunojoyo Madura. h.13

22Penghasilan Warga Miskin Ditingkatkan lewat UMKM dalam Suara Merdeka Cetak 17

Desember 2015 diakses di http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/penghasilan-warga-miskin-ditingkatkan-lewat-umkm/ pada 5 Agustus 2016.

23 Jaenal Effendi. Bank Masyarakat Miskin. dalam E-Paper Republika Online, Kamis 22

Januari 2015 diakses di http://www.republika.co.id/berita/koran/iqtishodia/15/01/22/nikjkf7-bank-masyarakat-miskin pada 5 Agustus 2016.


(31)

18

Aspek permodalan yang lebih terjangkau daripada jenis usaha lainnya menjadi salah satu alasan masyarakat miskin bergelut di dunia UMKM. Pada dasarnya usaha yang dilakukan masyarakat miskin lebih cenderung ke usaha mikro. Hal ini didasarkan oleh kebutuhan dasar yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Seperti yang telah disampaikan oleh BPS RI dan BKKBN bahwa masyarakat miskin masih punya banyak permasalahan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Walaupun dengan modal yang terbatas, UMKM telah banyak memberikan bukti nyata. Menurut Pradnya Paramita Hapsari, Abdul Hakim, dan Saleh Soeaidy, pemberdayaan UKM dan sektor pariwisata di Kota Batu berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan perekonomian baik secara individu maupun keseluruhan (PAD) Kota Batu.24 Sama halnya dengan di kota Batu, di provinsi D.I Yogyakarta, usaha kecil dan menengah mempunyai peranan dalam menciptakan lapangan kerja baru, serta dapat melengkapi kegiatan pariwisata.25

B. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

UMKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan tinjauan khusus terhadap definisi-definisi tersebut agar dapat diperoleh pengertian yang sesuai tentang UMKM, yakni menganut ukuran kuantitatif yang sesuai dengan kemajuan ekonomi. Di Indonesia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UMKM berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi diantaranya :

24Pradnya Paramita Hapsari, dkk. “Pengaruh Pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM)

terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi di Pemerintah Kota Batu)”. Wacana– Vol. 17, No. 2 (2014), Universitas Brawijaya. Malang. 2014. h. 88-96.

25 Ryan Adhi Saputro. "Analisis Sektor UKM terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi


(32)

Tabel 2.1.: Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah

No Uraian Kriteria

Asset Omzet

Menurut Departemen Koperasi dan UKM26

1 Usaha Kecil < 200 Juta < 1 Miliar 2 Usaha Menengah > 200 Juta - 10 Miliar -

Kriteria UMKM Menurut UU No. 20 Tahun 2008

1 Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta 2 Usaha Kecil > 50 Juta - 500 Juta > 300 Juta - 2,5 Miliar 3 Usaha Menengah > 500 Juta - 10 Miliar > 2,5 Miliar - 50 Miliar

Sumber data : diolah

Sedangkan menurut Bank Indonesia (BI), UMKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa:

i. Modalnya kurang dari Rp. 20 juta dan/atau Omzet tahunan ≤ Rp 1 miliar. ii. Satu putaran dari usahanya membutuhkan dana Rp 5 juta.

iii. Aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan.

Berbagai macam peraturan ditetapkan oleh beberapa lembaga negara, maupun lembaga internasional mengenai pengertian maupun ciri khas dari UMKM. Walaupun ada perbedaan secara detail, namun pada intinya telah disepakati bahwa UMKM merupakan unit usaha yang bergerak di sektor masyarakat menengah ke bawah. Dengan barbagai macam potensi dan masalah yang dihadapi.

Tidak menutup kemungkinan ada lembaga lain yang memberikan acuan yang berbeda mengenai karakter UMKM. Begitu pula dengan pemerintah atau lembaga pemerintahan di Indonesia. Seiring perkembangan UMKM yang


(33)

20

meningkat pesat, ada potensi dan kemungkinan untuk pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang melengkapi ataupun memperbaharui kebijakan yang ada. Perhatian dari pemerintah diharapkan terus berpihak pada pelaku UMKM.

Perbedaan kebijakan mengenai batasan UMKM bukan menjadi suatu hal yang mampu mengurangi kinerja UMKM. UMKM menginduk kepada Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Sehingga dari segi payung hukum pelaku UMKM lebih mengerucut kepada kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Begitu pula dengan penelitian yang akan dilakukan. Kategori atau batas UMKM yang digunaan merujuk pada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. C. Eksistensi dan Perkembangan UMKM

Pasca krisis tahun 1997-1999 di Indonesia, UMKM membuktikan sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan UMKM mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar yang cenderung mengalami kebangkrutan. Bukti dari besarnya kontribusi UMKM dalam kondisi krisis dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Pendapatan domestik bruto UMKM tetap meningkat. UMKM juga sebagai pengaman sosial ( Social Safety Net ) dan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi berbasis perekonomian kerakyatan.27 Hal yang serupa terjadi ketika Subprime mortgage pada tahun 2008. Banyak perusahaan besar baik di dalam negeri maupun di negara-negara tetangga yang harus memberhentikan pegawainya bahkan harus gulung tikar. Namun

27 Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit,Indonesia. Usaha Kecil dan Menengah di Jerman. diterjemahkan oleh Rainer Heufers, dkk. (Jakarta: Mitra Alembana Grafika. 2008) h. 124.


(34)

peningkatan jumlah UMKM tetap mengalami peningkatan lebih dari satu juta unit dari tahun 2008-2009.28

Grafik 2.1.: Pertumbuhan UMKM

Sumber: BPS RI (data diolah)

UMKM mampu bertahan dalam krisis dan memberikan kontribusi besar karena sektor tersebut memiliki karakter yang unit , yaitu :29

1. Dapat berkembang di hampir semua sektor usaha di seluruh Indonesia. 2. Pemerataan tenaga kerja.

28 Badan Pusat Statistik, Perkembangan UMKM pada Periode 1997-2012, 2014.

29 Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit,Indonesia. Usaha Kecil dan Menengah di Jerman. diterjemahkan oleh Rainer Heufers, dkk. (Jakarta: Mitra Alembana Grafika. 2008) h. 124.

900000,00 1100000,00 1300000,00 1500000,00 1700000,00

PDB UMKM harga konstan

PDB UMKM harga konstan

100000,00 120000,00 140000,00 160000,00 180000,00 200000,00 220000,00

Eksport UMKM

Eksport UMKM

45000000 50000000 55000000 60000000

Pertumbuhan Jumlah

UMKM


(35)

22

3. Umumnya sangat fleksibel, karena skala usaha, spesifikasi dan teknologi relatif kecil dan sederhana sehingga fleksibel (mudah menyesuaikan terhadap setiap perubahan).

4. Produk-prroduk yang dihasilkan sebagian besar merupakan kebutuhan primer masyarakat.

5. Lebih sesuai dan lebih dekat dengan kehidupan tingkat bawah (grassroot economy), sehingga upaya mengentaskan masyarakat dari keterbelakangan pendapatan akan lebih efektif melalui pengembangan sektor UMKM.

Ketidakstabilan nilai tukar rupiah, inflasi, kelangkaan bahan baku dan faktor makro lainnya tidak menghambat perkembangan UMKM. Namun ada beberapa hal yang menghambat kontribusi UMKM. Hambatan ini merupakan permaslahan dalam pengembangan UMKM. Masalah permodalan, sistem birokrasi, kualitas SDM, dan pemasaran hasil UMKM menjadi hambatan klasik UMKM di Indonesia bahkan di dunia. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk mengurangi dan menghapuskan halangan tersebut. Baik dengan analisis dalam negeri maupun belajar dari kesuksesan negara lain.

Hasil kunjungan anggota DPR-RI ke Jerman, 31 Juni hingga 7 Juni 2008, didapatkan inisiatif pemerintah federal Jerman untuk UKM. Inisiatif ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan kinerja UKM. Inisiatif tersebut diantanya :30

30 Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit,Indonesia. Usaha Kecil dan Menengah di Jerman. diterjemahkan oleh Rainer Heufers, dkk. (Jakarta: Mitra Alembana Grafika. 2008) h.9-14.


(36)

1. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi UKM, salah satu caranya dengan meningkatkan potongan pajak

2. Mengurangi birokrasi, salah satunya dengan menghapus regulasi yang mengganggu pertumbuhan dan birokrasi yang menghambat terutama bagi UKM.

3. Mengkampanyekan bisnis pemula sebagai pendorong munculnya bisnis baru.

4. Memperkuat daya inovasi UKM, salah satunya dengan membentuk badan inovasi dan pertumbuhan.

5. Memoderenisasi pelatihan keterampilan dan menyiapkan generasi penerus sebagai pekerja terampil.

6. Meningkatkan kesempatan pendanaan bagi UKM 7. Menggerakkan modal ventura bagi inovasi, dan

8. Bantuan yang lebih besar bagi UKM di pasar luar negeri, salah satunya dengan mengadakan pameran dagang di luar negeri.

Kebijakan dalam negeri pun juga terus berupaya meningkatkan keikutsertaan dalam pengembangan UMKM. Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia usaha perlu membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja31 seperti UMKM. Sektor yang mengandalkan kreatifitas dan inovasi ini cepat beradaptasi dengan perubahan pasar.


(37)

24

BAB III

LKM Syariah menuju Pembentukan Sistem Ekonomi Inklusif

A. Urgensi Sistem Ekonomi Inklusif

Istilah sistem keuangan inklusif atau dalam bahasa Inggris financial inclusion, berarti sistem pelayanan jasa keuangan yang bersifat universal, noneksklusif. Insklusivitas sistem keuangan ini sebenarnya lebih merujuk pada visi untuk menciptakan sisten jasa keuangan yang mampu menjangkau semua kalangan. Financial inclusion merupakan skema pempiayaan inklusif dengan tujuan utama memberikan berbagai layanan keuangan kepada kalangan miskin dan berpenghasilan rendah.32 Menurut PBB, finncial inclusion mengaacu kepada akses ke berbagai jasa keuangan, dengan biaya wajar, bagi setiap orang-orang yang dianggap tidak bankable serta mereka yang menjalankan usaha di daerah pedesaan. Dalam praktiknya financial inclusion mengambil bentuk skema yang sering dikenal dengan istilah microcredit. Sistem pelayanan keuangan skala kecil (biasanya berupa kredit permodalan) yang ditujukan untuk membiayai usaha skala mikro dan menengah, baik perorangan maupun lembaga.33 Adapun layanan lain

yang seharusnya dapat diakses meliputi Tabungan, kredit jangka pendek maupun jangka panjang, sewa guna usaha, hipotek, asuransi, pensiun, pembayaran, transfer

32 Brigit Helm, access for All: Building Inclusve Financial System (Washington,D.C.: The

World Bank, 2006) h.2.

33 Marguerite S. Robinson, The Microfinance revolution: Sustainable Finance for the Poor.


(38)

uang untuk lokal maupun internasional.34 Sehingga masyarakat miskin dan/atau yang tinggal di dearah mampu mengakses lembaga keuangan secara utuh.

Sistem yang bisa dikatakan bangkit lagi telah mencatat banyak prestasi. Sistem keuangan yang sudah dimulai sejak abad XV ini telah menyebar luas di seluruh dunia. Perkembangan penting yang terjadi di Bangladesh dan Brazil menginspirasi kebangkitan microfinance di berbagai negara. Kesuksesan Grameen Bank di Bangladesh menjadi salah satu tonggak yang mempercerah masa depan industri microfinance di dunia.35 Kesuksesan pendekatan “sisterhood” berhasil membantu kalangan miskindalam memperbaiki kondisi hidupnya. Model sistem pengembalian yang digunakan berbasis pada solidaritas kelompok. Dimana setiap kelompok menjadi penjamin bagi anggota kelompok lainnya. Sementara di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, praktik permodalan skala mikrodilakukan sejak 1895. BPR yang menjadi motor penggerak, saat ini telah menjadi institusi microfinance terbesar di dunia.36

B. Financial inclution di Indonesia

Indonesia termasuk negara dengan tingkat financial exclusion cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa hasil survei dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga nasional maupun internasional. Tercatat baru 48% penduduk dewasa Indonesia yang menabung di lembaga keuangan formal.37 Bank Indonesia

34 United Nations, Building Inclusive Financial Sector for Development. (New York: The

United Nations Departemen of Publik Information,2006)

35 Marguerite S. Robinson, The Microfinance revolution: Sustainable Finance for the Poor.

(Woshington, D.C.:The World Bank,2001). h.xxxv.

36 Nusron Wahid, h. 58-59


(39)

26

yang merujuk pada laporan Findex-WorldBank-2011 memcatat financial inclution baru berjalan 20%-38. Angka ini masih jauh dari target yang ditetapkan oleh AFI

(Alliance for Financial) yaitu mencapai 50% dari populasi di dunia untuk naik ke middle class dengan kemampuan mengakses lembaga keuangan pada tahun 2020.39 Sehingga untuk mengejar target tersebut Indonesia perlu meningkatkan penerapan sistem keuangan inklusif 30%. Dan bila pertumbuhan penduduk diestimasikan tetep diangka 1,29%, maka sistem keuangan inklusif perlu ditingkatkan hingga 30%-31,2% hingga tahun 2020.

Untuk meningkatkan keuangan inklusif di Indonesia, dipilih dengan cara komprehensif dengan menyusun suatu strategi nasional yang disusun bersama antara Bank Indonesia, kantor wakil presiden (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan/TNP2K) dan Kementerian Keuangan yang disebut dengan Strategi Nasional keuangan Inklusif. Selain itu Indonesia berpartisipasi aktif dalam forum G20, OECD, AFI, APEC dan ASEAN yang membahas financial inclution.

Financial inclusion memang seharusnya menjadi perhatian khusus pemerintah. Dengan membuka pandangan eksklusif lembaga keuangan yang mencoret kaum marginal untuk mendapatkan haknya dalam memperoleh akses permodalan. Dan memasukkan kembali golongan yang selama ini dijauhi lembaga

38 Kanal Keuangan inklusif di Indonesia pada

http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/Indonesia/Contents/Default.aspxdiakses pada 21 Sept 2016.

39 Inspiring Innovation to Advance Inclution, yang disampaikan oleh Alfred Hannig, Executive

Director of AFI; Governor Benno Ndulu, Bank of Tanzania; James Mwangi, Managing Director and CEO, Equity Bank; and Stephen Kehoe, SVP, Head of Global Financial Inclusion, Visa Inc.pada Alliance for Financial Inclusion 2015 AFI Global Policy Forum Report di Mozambigque.


(40)

keuangan sebagai pihak yang layak untuk memperoleh layanan keuangan. Sehingga akan membuka akses kredit permodalan yang akan berimbas pada pengembangan usaha bahkan membuka unit usaha baru. Selain itu terbukanya akses keuangan formal akan mengurahi ruang gerak lembaga informal. Sehingga biaya yang dibebankan ke pelaku usaha paling tidak sudah dapat dipastikan berkurang. Sebab produk lembaga keuangan formal cenderung lebih murah dibandingkan dengan produk lembaga keuangan non formal.

Berbagai keberhasilan ekonomi yang telah dicapai melalui financial inclusion bukan tanpa halangan. Hasil studi yang dilakukan Rahman A, diberbagai negara terdapat hambatan riil yang dihadapi jalannya financial inclusion. Hambatan tersebut diantaranya :40

a. Kebijakan yang kurang mendukung tumbuh kembangnya financial inclusion. b. Buruknya infrastruktur pendukung dunia perbankan.

c. Sistem pendataan yang masih rancu.

d. Tidak memadainya pengetahuan mengenai dunia keuangan.

e. Masih tingginya biaya untuk mengakses lembaga keuangan, misalkan ketetapan saldo awal tabungan.

f. Perkembangan sistem keuangan tidak didukung dengan perkembangan teknologi.

g. Ketidak merataan pendapatan masyarakat.

h. Masih jarang produk jasa keuangan yang diperuntukkan kalangan miskin.

40 A. Rahman, Financial Inclusion as a Tool for Combinating Poverty. The Bangladesh Approach. Nairobi: 1st AFI Global Policy Forum. 2009.dalam Nusron Wahid, Keuangan Inklusif


(41)

28

Adapun strategi yang diterapkan pemerintah Indonesia untuk meminimalisir hambatan-hambatan yang ada yaitu dengan melakukan pemetaan masyarakat. Strategi keuangan inklusif secara eksplisit menyasar kelompok dengan kebutuhan terbesar atau belum dipenuhi atas layanan keuangan yaitu tiga kategori penduduk (orang miskin berpendapatan rendah, orang miskin bekerja/miskin produktif, dan orang hampir miskin) dan tiga lintas kategori (pekerja migran, perempuan, dan penduduk daerah tertinggal).

Adapun kerangka kerja umum keuangan inklusif dibangun di atas enam pilar diantaranya:41

Pilar 1 Edukasi Keuangan. Bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat luas tentang produk-produk dan jasa-jasa keuangan yang ada dalam pasar keuangan formal, aspek perlindungan konsumen dan pemahaman manajemen risiko.

Pilar 2 Fasilitas Keuangan Publik. Strategi pada pilar ini mengacu pada kemampuan dan peran pemerintah dalam penyediaan pembiayaan keuangan publik baik secara langsung maupun bersyarat guna mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Pilar 3 Pemetaan Informasi Keuangan. Bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat terutama yang sebenarnya dikategorikan tidak layak untuk menjadi layak atau dari unbankable menjadi bankable

41 Booklet Keuangan Inklusif. Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM. Bank


(42)

Pilar 4: Kebijakan/Peraturan yang mendukung. Pelaksanaan program keuangan inklusif membutuhkan dukungan kebijakan baik oleh pemerintah maupun Bank Indonesia guna meningkatkan akses akan layanan jasa keuangan.

Pilar 5 Fasilitas Intermediasi dan Saluran Distribusi. Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran lembaga keuangan akan keberadaan segmen potensional di masyarakat dan memperluas jangkauan layanan jasa keuangan dengan memanfaatkan metode distribusi alternatif.

Pilar 6 Perlindungan Konsumen. Bertujuan agar masyarakat memiliki jaminan rasa aman dalam berinteraksi dengan institusi keuangan dalam memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan.

Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kegiatan keuangan inklusif diperlukan suatu ukuran kinerja. Dari beberapa referensi, Indikator yang dapat dijadikan ukuran sebuah negara dalam mengembangkan keuangan inklusif adalah: a. Ketersediaan / akses : mengukur kemampuan penggunaan jasa keuangan formal dalam hal keterjangkauan fisik dan harga. Salah satu point untuk mengukur ketersediaan dapat dilakukan dengan mengetahui jumlah akses poin atau tempat melakukan transaksi cash in / cash out seperti kantor pelayanan jasa keuangan, ATM, dan agen. Namun dalam penelitian ini yang menggunakan objek BPRS hanya menggunakan jumlah kantor yang tersebar di seluruh Indonesia.

b. Penggunaan : mengukur kemampuan penggunaan aktual produk dan jasa keuangan (keteraturan, frekuensi dan lama penggunaan). Indikator ini dapat diukur dengan jumlah rekening simpanan dalam bentuk tabungan, giro dan


(43)

30

deposito. Dalam penelitian ini jumlah rekening simpanan yang digunakan sebatas rekening tabungan dan deposito. Karena BPRS tidak boleh menggunakan produk dalam bentuk jasa pembayaran seperti giro. Selain rekening simpanan, indikator ini juga dapat diukur dengan jumlah rekening pembiayaan.

c. Kualitas : mengukur apakah atribut produk dan jasa keuangan telah memenuhi kebutan pelanggan.

d. Kesejahteraan : mengukur dampak layanan keuangan terhadap tingkat kehidupan pengguna jasa.

C. Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Upaya pemerintah mendorong pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diperlukan dukungan yang komprehensif dari lembaga keuangan. Lembaga-lembaga tersebut dikenal dengan sebutan lembaga keuangan mikro (LKM). Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.42 Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, memperkuat keberadaan LKM untuk memperluas usaha keuangannya.


(44)

LKM/LKMS menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah baik pusat maupun daerah. LKM/LKMS diharapkan mampu meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat, serta membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.43 LKM di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI UnitDesa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union.44

Tabel 3.1. : Skala Lembaga Keuangan Mikro

No Skala LKM Ruang Lingkup Pembiayaan Modal 1 Desa / Kelurahan Memberikan pembiayaan

kepada penduduk dalam 1 Desa/ Kelurahan.

Rp 50.000.000,-

2 Kecamatan Memberikan pembiayaan kepada penduduk di 2 Desa/ Kelurahan atau lebih dalam 1 Kecamatan.

Rp 150.000.000,-

3 Kabupaten / Kota Memberikan pembiayaan kepada penduduk di 2 Kecamatan atau lebih dalam 1 Kabupaten/Kota.

Rp 500.000.000,-

Sumber : UU no 1 tahun 2013 tentang LKM.

43 Undang-unndang Republik Indonesia No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro 44 Khusniati, “PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIRO DALAM PEMBERDAYAAN

EKONOMI MASYARAKAT DI KABUPATEN PONOROGO”, (Kodifikasia, vol. 5 No. 1, 2011), h.119


(45)

32

Di Indonesia menerapkan dual system dalam penyelanggaraan lembaga keuangan. Begitu pula dengan penyelenggaraan keuangan di sektor mikro yang dalam hal ini lembaga keuangan mikro yang menjadi pelakunya. Hampir semua lembaga keuangan mikro juga menjalankan usahanya dengan sistem syariah. Begitu pula dengan Bank Perkreditan Rakyat yang menjadi salah satu lembaga keuangan mikro formal yang berazas perbankan. BPR yang menjalankan kegiatannya dengan sistem syariah selanjutnya disebut BPRS.

Berbagai macam bentuk dan jenis lembaga keuangan sebagai lembaga intermediery mempunyai andil dalam penyerapan tenaga kerja. Keikutsertaan lembaga keuangan dapat dilakukan dengan menyalurkan pembiayaan atau kredit untuk kegiatan produktif seperti pada UMKM. Seperti yang telah disampaikan Rasulullah SAW45:

ِ نع

ِ ْعشِ نْبِ رْي غ ْلاِ

ِ

ه عِهِيضر

،ِ

ِ اقِ: اق

ِ

ِ ي َ ل

ِ

ِهِ ص

م س ِهي ع

ِ َرحِهِ َ ا

ِ

ِ، ا ْلاِ ْأ ِ، ا َمأاِقْوقعِ:ْم ْي ع

لاِ رْثك ِ، اق ِلْي قِْم لِ رك ِ، اه ِع م

ِ ا ْلاِ عاض ِ، ا س

ِ

)

ِ ا ر

را لا

ِ

(

Diriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’bah, Nabi

bersabda,”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bagi kalian

durhaka kepada ibu, membunuh anak perempuan, dan kikir disertai tamak. Dan Allah membenci bagi kalian menceritakan yang diceritakan orang, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.”


(46)

D. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai LKMS Formal

Menurut UU Perbankan No 7 tahun 1992, BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Sedangkan menurut UU No 10 tahuun 1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 menyebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) yaitu Bank Syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.46 Yang perlu diperhatikan dari ketentuan diatas adalah kepanjangan dari BPR Syari’ah yang berupa Bank Perkreditan Syari’ah. Ini berarti semua peraturan perundangan-undangan yang menyebut BPR Syari’ah dengan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah harus dibaca dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS).47

Secara teknis, BPRS bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional yang operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip syariah (Sudarsono, 2003:71). Selain itu Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) adalah Bank Syari’ah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.48

46 Khotibul Umam, S.H.,LL.M. Trend pembentukan Bank Umum Syari’ah Pasca UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 (Konsep, Regulasi, dan Implementasi), Yogyakarta : BPFE Yogayakrta, 2009, h. 41.

47 Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syari’ah Titik Temu Hukum Islam dan Hukum Nasional, Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2009, h. 7.

48 Ahmad Ifham, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta: PT. Gramedia


(47)

34

Selanjutnya Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah menjelaskan tentang tujuan BPR Syariah, diantaranya: 1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat

golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. 2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat

mengurangi arus urbanisasi.

3. Membina semangat ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita menuju kualitas hidup yang memadai.

4. Untuk mempercepat perputaran aktivitas perekonomian karena sektor riilakan bergairah.49

Dalam aktivitas operasional perbankannya berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008, Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) dilarang:50

1. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip Syari’ah. 2. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. 3. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing

dengan izin Bank Indonesia.

4. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi Syari’ah.

49 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP, 2002, h. 56.

50 Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syari’ah Suatu Kajian Teoritis Praktis,


(48)

5. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pemiayaan Rakyat Syari’ah.

6. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha yang telah diatur dalam Undang-Undang.

E. Produk dan Layanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Sebagai Lembaga Keuangan Mikro berbasis syariah, BPRS berpedoman pada regulasi Bank Indonesia yang sekarang dipusatkan pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Mulai proses pembentukan, pelaksanaan atau operasional usaha hingga pelaporan hasil usaha. Dan karena telah dinyatakan sebagai lembaga keuangan formal, maka BPRS disetarakan dengan Bank Umum dalam hal regulasi. Hanya ruang lingkup dan beberapa regulasi yang berbeda, menyesuaikan ruang lingkup usaha yang dikembangkan.

Adapun kegiatan usaha yang dibolehkan untuk dilakukan oleh BPRS sebagai lembaga keuangan.sebagai berikut :

1. Penghimpunan Dana ( funding )

Menurut kodifikasi Bank Indonesia, penghimpunan dana (funding) merupakan usaha lembaga keuangan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat untuk dioptimalkan kembali ke sektor lain. Pada umumnya penghimpunan dana dilakukan dalam 3 macam jenis diantaranya: tabungan, giro dan deposito. Namun karena BPRS tergolong dalam lembaga keuangan mikro, maka BPRS dilarang untuk menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas


(49)

36

pembayaran.51 Maka dari itu BPRS terus mengoptimalkan produk tabungan dan deposito. Adapun penjelasan mengenai produk-produk tersebut dijelaskan sebagai berikut:52

a. Tabungan/Simpanan

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Adapun tujuan dari produk ini merupakan sumber pendanaan bank (khususnya dalam Rupiah) dan memberikan kemudahan kepada nasabah dalam mengelola likuiditasnya dan menggunakan beberapa fasilitas tambahan yang diberikan bank (misalnya ATM atau kartu debet). Akad yang digunakan diantaranya wadiah dan mudharabah.

Tabungan yang menggunakan akad wadiah menjadikan dana tabungan sebagai titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat bila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank syariah bertanggungjawab atas pengembalian titipan dana tersebut. Karena sifatnya titipan maka bank tidak dipersyaratkan untuk memberikan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian bonus secara sukarela.

Berbeda dengan tabungan yang menggunakan akad mudharabah. Hubungan yang timbul merupakan Kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan di muka. Nasabah bertindak sebagai shahibul maal dan bank syariah bertindak sebagai mudharib. Simpanan

51 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro 52Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Bank Indonesia. 2007.


(50)

dana nasabah pada bank yang bersifat investasi. Investasi tersebut bank dipersyaratkan untuk memberikan bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati dimuka. b. Deposito

Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank. produk ini bertujuan untuk memberikan alternatif investasi yang memberikan keuntungan kepada nasabah dalam bentuk bagi hasil dan merupakan sumber pendanaan bank dengan jangka waktu tertentu dan fluktuasi dana yang relatif rendah.

Adapun akad yang digunakan dalam produk ini yaitu mudharabah. Mudharabah menjadikan simpanan sebagai investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah pemilik dana (shahibul maal) dengan bank (mudharib) dengan pembagian hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di muka.

2. Pembiayaan ( financing )

Salah satu tugas utama bank yaitu melakukan penyaluran dana yang telah dikumpulkan. Penyaluran dana ini disebut kredit pada bank konvensional dan disebut pembiayaan pada bank syariah. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.


(51)

38

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’ d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.

Menurut Muhammad Umar Capra dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Adapun fungsi pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan yakni untuk membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan usahanya. Secara perinci pembiayaan memeiliki fungsi antara lain:

a. Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar menukar barang dan jasa. b. Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idle fund. c. Pembiayaan sebagai alat pengendali harga.

d. Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang ada.

Sedangkan bagi masyarakat luas khususnya masyarakat miskin, pembiayaan memiliki manfaat sebagai berikut:53

a. Mengurangi pengangguran

b. Melibatkan masyarakat yang memiliki profesi tertentu

c. Memberikan rasa aman bagi masyarakat yang menggunakan pelayanan jasa perbankan.


(52)

Aktivitas penyaluran dana Bank Syariah kepada nasabah dilakukan dengan beberapa cara. Secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan pengguanaannya, yaitu :54

a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli

Pembiayaan yang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli dilakukan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda ( transfer of property ). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Adapun produk pembiayaan yang menggunakan prinsip ini seperti Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Salam, Pembiayaan Istishna’. Jenis pembiayaan ini termasuk ke dalam natural certainty contracts (NCC), yaitu kontrak dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya.55

b. Pembiayaan dengan prinsip sewa

Pembiayaan yang dilakukan sesuai dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ini dilandasi adanya perpindahan manfaat. Hampir sama dengan prinsip jual beli, namun dalam prinsip ini objek yang ditransaksikan yaitu jasa. Adapun produk pembiayaan yang sering menggunakan prinsip ini yaitu Pembiayaan Ijarah, dan Pembiayaan IMBT. Jenis pembiayaan ini termasuk ke dalam natural certainty contracts (NCC), yaitu kontrak dalam

54 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004), h.87-97

55 Adiwarman Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. ( Jakarta : Raja Grafindo


(53)

40

bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya.

c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

Pembiayaan yang dilakukan dengan menggunakan prinsip bagi hasil. Transaksi ini pada dasarnya merupakan pembiayaan yang tidak dapat dipastikan keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing pihak. Keuntungan dari hasil usaha dibagi sesuai kesepakatan yang telah disetujui bersama. Adapun pembiayaan yang lazim menggunakan prinsip bagi hasil diantaranya : Pembiayaan Musyarakah, dan Pembiayaan Mudharabah. Jenis pembiayaan ini termasuk ke dalam natural uncertainty contracts (NUC), yaitu kontrak dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktunya.

d. Pembiayaan dengan akad pelengkap

Pembiayaan yang dilakukan utnuk melengkapi dan mempermudah pelaksanaan pembiayaan lainnya. akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan lainnya. Namun pembiayaan ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Adapun akad yang sering digunakan di antaranya Hiwalah, Rahn, Qard, Wakalah, dan Kafalah.


(54)

Jika ditinjau dari penerimanya atau golongan pembiayaannya, pembiayaan BPRS terbagi menjadi 256, diantaranya:

a. Pembiayaan Usaha Kecil Menengah

Pembiayaan yang diberikan untuk para pelaku usaha yang masih tergolong dalam skala UKM. Biasanya terintegrasi dengan program-program pemerintah maupun CSR korporasi.

b. Pembiayaan bukan Usaha Kecil Menengah

Pembiayaan yang diberikan untuk nasabah yang bukan tergolong dalam skala UKM. Biasanya pembiayaan yang diberikan berupa pembiayaan konsumsi dan tidak menutup kemungkinan pembiayaan yang diberikan juga berbentuk pembiayaan lainnya. Walaupun BPRS fokus pada sektor mikro namun data yang tercatat dalam Laporan Statistik Perbankan Syariah menunjukkan bahwa ada pembiayaan yang diberikan kepada golongan yang bukan termasuk UKM.

3. Pelayanan Jasa ( service )

Pada dasarnya pelayanan jasa pada lembaga keuangan syariah terdiri dari barbagai macam layanan jasa keuangan. Namun karena ada larangan-larangan yang membatasi operasional BPRS, maka jenis layanan keuangan yang banyak digunakan oleh BPRS yaitu layanan jasa pembayaran. Dengan menggunakan akad wakalah dan ijarah, Pemegang rekening harus mendaftarkan dirinya untuk menggunakan salah satu atau seluruh fasilitas tersebut. Bank melakukan registrasi pendaftaran dan memberikan otorisasi penggunaan fasilitas kepada nasabah. Bank


(55)

42

menetapkan syarat-syarat penggunaan fasilitas dan berhak menetapkan fee atas penggunaan fasilitas dimaksud. Secara umum jenis pembayaran yang tersedia seperti pembayaran rekening listrik, pembayaran tagihan air, pembelian pulsa dan lain sebagainya.

Selain itu BPRS juga menjadi penyambung antara masyarakat dan lembaga keuangan seperti bank atau bahkan pemerintah. Melalui linkage program, BPRS mampu merekomendasikan masyarakat khususnya pelaku UMKM untuk bisa mengakses jasa perbankan melalui channeling. Namun jika BPRS hanya kekurangan dana untuk melalukan pembiayaan BRPS juga bisa melakukan join finanfing dengan banksyariah. Bahkan BPRS juga bisa sebagai wakiil dari pemerintah atau bank sebagai pengelola dana khusus untuk masyarakat miskin melalui axecuting.

Keberagaman produk dan kemampuan BPRS yang fokus pada lapisan masyarakat menengah kebawah diharapkan mampu menjadi ujung tompak sistem keuangan inklusif di Indonesia. Sehingga sistem keuangan inklusif yang menjadi cita-cita global segera terwujud.


(56)

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ini merupakan deskripsi secara diagram, untuk memberikan gambaran yang sistematis.

Identifikasi Model Pemilihan p, q, d secara tentatif

Estimasi Parameter Model

Uji Diagnosis Tidak

Ya Prediksi

Uji Stationer Data : Uji Augmented Dicky Fuller Akses

Sistem Ekonomi Inklusif

Penggunaan

 Jumlah Kantor BPRS

 Jumlah Rekening DPK

 Jumlah Rekening Pembiayaan

 Jumlah DPK

 Jumlah Pembiayaan UMKM


(57)

44

G. Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji untuk mencapai tujuan penelitian ini dengan menguji secara parsial masing-masing model ARIMA untuk mencapai model yang terbaik dan dapat ditemukan prediksi di masa yang akan datang dengan kesalahan terkecil. Dan dari penjelasan teori dan telaah studi terdahulu, ditarik dugaan sementara (Ho)

yaitu:

Ho : Sistem keuangan inklusif di Indonesia diprediksi mampu tumbuh hingga

31,2% hingga tahun 2020 dengan pendekatan model ARIMA jumlah kantor BPRS, jumlah rekening DPK, jumlah rekening pembiayaan, jumlah pembiayaan UMKM.

Dugaan ini ditarik dari terbukanya peluang yang besar bagi pertumbuhan sistem keuangan inklusif di Indonesia. Peluang besar ini ditandai dengan peran aktif Indonesia di level dunia, wilayah Indonesia yang luas dan masih belum maksimal dari jangkauan lembaga keuangan formal, berkembangnya industri ekonomi kreatif, dan berkembangnya lembaga keuangan yang tertarik pada sektor mikro.


(58)

45

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Penelitian kuantitatif. Penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan statistik yang terdapat di Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia. Statistik perbankan syariah merupakan kodifikasi lengkap yang dirilis oleh Bank Indonesia guna mendapat data terkait dengan pembiayaan BPRS kepada UMKM dan pembiayaan modal kerja yang disalurkan oleh BPRS.

B. Metode Pengumpulan Data

Adapun jenis data yang penulis ambil dan digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, dan sudah dikumpulkan.57 Sedangkan menurut Uma menyatakan bahwa data

sekunder mengacu pada informasi yang dikumpulkan oleh seseorang, dan bukan peneliti yang melakukan studi mutakhir.58 Dalam hal ini penulis memperoleh data atau informasi melalui jurnal, artikel media internet dan bahan informasi lainnya yang memiliki relevansi dengan masalah sebagai bahan penunjang penelitian. C. Metode Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang penulis gunakan yaitu menggunakan pendekatan model ARIMA. Model pendekatan yang digunakan untuk mengetahui nilai prediksi pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS ke sektor UMKM. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

57 Muhammad, Metedologi Penelitian Ekonomi Islam, h. 5.

58 Uma Sekaran, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, Buku II,


(1)

C 1582.100 799.8714 1.977943 0.0513 AR(2) -0.829816 0.199082 -4.168204 0.0001 MA(2) 0.995631 1.347998 0.738600 0.4623 C 1581.891 809.6023 1.953911 0.0542 AR(2) -0.830860 0.217594 -3.818389 0.0003 MA(3) -0.004138 0.171594 -0.024116 0.9808 C 1571.992 851.8650 1.845354 0.0687 AR(2) -0.782046 0.361955 -2.160618 0.0337 MA(4) 0.259827 0.172871 1.503010 0.1368 C 1566.481 571.4251 2.741358 0.0075 AR(3) 0.058071 0.291025 0.199539 0.8423 MA(1) 0.081267 2.917854 0.027851 0.9778 C 1581.919 809.6910 1.953731 0.0542 AR(3) -0.003205 0.143078 -0.022401 0.9822 MA(2) 0.995535 1.316156 0.756396 0.4516 C 1582.455 828.0675 1.911021 0.0596 AR(3) -0.688707 0.493476 -1.395626 0.1667 MA(3) 0.880503 0.700988 1.256089 0.2127 C 1513.522 413.4850 3.660403 0.0004 AR(6) -0.679014 0.303303 -2.238733 0.0278 MA(6) 0.433617 0.324303 1.337074 0.1848

Estimasi Parameter dan Uji White Noise Jumlah DPK

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Ljung-Box C 449.7265 209.8213 2.143379 0.0350

AR(1) 0.214722 0.096653 2.221570 0.0290 Tidak White MA(1) -1.000000 327.4731 -0.003054 0.9976

C 451.5965 200.6382 2.250801 0.0271

AR(1) -0.099030 0.567310 -0.174560 0.8619 Tidak White MA(2) -0.326812 501.6453 -0.000651 0.9995

C 450.4477 201.0658 2.240299 0.0278

AR(1) -0.719393 0.990913 -0.725991 0.4699 Tidak White MA(3) -0.131050 0.899092 -0.145758 0.8845


(2)

AR(2) -0.042673 0.119290 -0.357722 0.7215 Tidak White MA(1) -1.000000 323.3168 -0.003093 0.9975

C 182.4054 4693.626 0.038862 0.9691

AR(2) -0.892823 0.076764 -11.63069 0.0000 White Noise MA(2) 0.926753 0.054970 16.85937 0.0000

C 463.8060 177.6290 2.611095 0.0108

AR(2) -0.918491 0.075541 -12.15888 0.0000 Tidak White MA(3) -0.999995 340.4960 -0.002937 0.9977

C 362.8467 2328.774 0.155810 0.8766

AR(3) -0.293939 0.144325 -2.036648 0.0450 Tidak White MA(1) 0.019702 0.387408 0.050857 0.9596

C 40.32897 3353.714 0.012025 0.9904

AR(3) -0.378742 0.117855 -3.213619 0.0019 Tidak White MA(2) 0.999998 160.6898 0.006223 0.9951

C 448.9090 217.4178 2.064730 0.0422

AR(3) 0.183062 0.133548 1.370755 0.1743 Tidak White MA(3) -0.998667 587.4276 -0.001700 0.9986

Estimasi Parameter dan Uji White Noise Jumlah Pembiayaan UMKM

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Ljung-Box C 34275.66 5081.536 6.745136 0.0000

AR(1) 0.151004 0.359027 0.420593 0.6751 Tidak White MA(1) 0.154878 0.381965 0.405476 0.6862

C 34962.39 2455.006 14.24127 0.0000

AR(1) 0.936080 0.110972 8.435285 0.0000 Tidak White MA(2) -0.308350 772.4550 -0.000399 0.9997

C 35165.55 2073.230 16.96172 0.0000

AR(1) 0.914610 0.108303 8.444882 0.0000 Tidak White MA(3) -0.112663 24.73904 -0.004554 0.9964

C 34033.08 3275.488 10.39023 0.0000

AR(2) -0.331256 0.122279 -2.709019 0.0082 White Noise MA(1) -0.748857 0.306375 -2.444252 0.0166


(3)

C 33440.90 2656.044 12.59049 0.0000

AR(2) -0.986566 0.034160 -28.88107 0.0000 Tidak White MA(2) 0.999538 8.697297 0.114925 0.9088

C 35197.29 2037.860 17.27169 0.0000

AR(2) -0.083602 0.943934 -0.088568 0.9296 Tidak White MA(3) -0.088738 18.28463 -0.004853 0.9961

C 33989.80 3344.853 10.16182 0.0000

AR(3) -0.081582 0.145099 -0.562249 0.5755 Tidak White MA(1) -0.696226 0.360341 -1.932133 0.0568

C 33479.54 3106.908 10.77584 0.0000

AR(3) 0.144066 0.161641 0.891272 0.3754 Tidak White MA(2) 0.999349 6.106905 0.163642 0.8704

C 33457.92 3020.717 11.07615 0.0000

AR(3) -0.166321 0.909005 -0.182971 0.8553 Tidak White MA(3) 0.320445 1.457340 0.219884 0.8265


(4)

Lampiran 2

Data Pendukung Diluar Variabel

a.

Hasil uji ADF tingkat 2 aset BPRS

Null Hypothesis: D(ASET_BPRS,2) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 10 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.669927 0.0000 Test critical values: 1% level -2.595745

5% level -1.945139

10% level -1.613983

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ASET_BPRS,3) Method: Least Squares

Date: 10/10/16 Time: 08:13

Sample (adjusted): 2010M02 2016M05 Included observations: 76 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(ASET_BPRS(-1),2) -7.581013 1.136596 -6.669927 0.0000 D(ASET_BPRS(-1),3) 5.644172 1.088970 5.183039 0.0000 D(ASET_BPRS(-2),3) 4.961696 0.995830 4.982473 0.0000 D(ASET_BPRS(-3),3) 4.467445 0.880358 5.074578 0.0000 D(ASET_BPRS(-4),3) 4.126761 0.769628 5.362021 0.0000 D(ASET_BPRS(-5),3) 3.732974 0.691376 5.399342 0.0000 D(ASET_BPRS(-6),3) 3.025234 0.630096 4.801226 0.0000 D(ASET_BPRS(-7),3) 2.229742 0.547898 4.069626 0.0001 D(ASET_BPRS(-8),3) 1.604744 0.429550 3.735874 0.0004 D(ASET_BPRS(-9),3) 1.084709 0.282519 3.839418 0.0003 D(ASET_BPRS(-10),3) 0.601440 0.128281 4.688443 0.0000 R-squared 0.899719 Mean dependent var 210.1447 Adjusted R-squared 0.884291 S.D. dependent var 124092.7 S.E. of regression 42211.37 Akaike info criterion 24.27189 Sum squared resid 1.16E+11 Schwarz criterion 24.60924 Log likelihood -911.3320 Hannan-Quinn criter. 24.40671 Durbin-Watson stat 1.977710


(5)

b.

Hasil uji signifikansi ordo p dan q aset BPRS

Date: 10/10/16 Time: 08:18 Sample: 2009M01 2016M05 Included observations: 87

Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob ****| . | ****| . | 1 -0.572 -0.572 29.473 0.000 . |*. | **| . | 2 0.131 -0.293 31.026 0.000 . | . | **| . | 3 -0.066 -0.222 31.421 0.000 . |*. | . | . | 4 0.113 -0.013 32.602 0.000 . | . | . |*. | 5 0.005 0.151 32.605 0.000 .*| . | .*| . | 6 -0.164 -0.088 35.171 0.000 . | . | **| . | 7 0.006 -0.278 35.175 0.000 . | . | **| . | 8 0.066 -0.223 35.597 0.000 . | . | .*| . | 9 -0.042 -0.189 35.772 0.000 . | . | . | . | 10 0.069 0.054 36.256 0.000 **| . | ***| . | 11 -0.300 -0.350 45.409 0.000 . |*** | . | . | 12 0.467 0.067 67.949 0.000 **| . | . |*. | 13 -0.237 0.111 73.805 0.000 . | . | . | . | 14 0.065 0.071 74.247 0.000 . | . | . | . | 15 -0.064 0.011 74.686 0.000 . |*. | . |*. | 16 0.161 0.154 77.520 0.000 .*| . | .*| . | 17 -0.134 -0.091 79.492 0.000 . | . | .*| . | 18 0.007 -0.073 79.498 0.000 . | . | . | . | 19 -0.002 0.055 79.498 0.000 . | . | .*| . | 20 -0.052 -0.115 79.809 0.000 . | . | .*| . | 21 0.028 -0.106 79.900 0.000 . | . | . | . | 22 0.024 -0.023 79.967 0.000 .*| . | . | . | 23 -0.102 0.060 81.235 0.000 . |*. | . | . | 24 0.135 -0.035 83.482 0.000 . | . | . | . | 25 -0.042 0.023 83.705 0.000 . | . | .*| . | 26 -0.009 -0.108 83.715 0.000 . | . | . | . | 27 0.029 -0.013 83.820 0.000 . | . | .*| . | 28 0.003 -0.167 83.822 0.000 . | . | . | . | 29 0.011 0.012 83.838 0.000 . | . | . | . | 30 -0.043 -0.008 84.094 0.000 . | . | . | . | 31 0.038 -0.027 84.295 0.000 . | . | . |*. | 32 -0.016 0.101 84.329 0.000 . | . | . |*. | 33 -0.018 0.144 84.377 0.000 . | . | . | . | 34 0.026 0.047 84.475 0.000 . | . | . | . | 35 -0.049 -0.010 84.830 0.000 . | . | . | . | 36 0.050 0.055 85.207 0.000


(6)

c.

Uji Ljung-Box

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Ljung-Box C 4897379. 3138292. 1.560523 0.1224

AR(1) 0.999417 0.007611 131.3056 0.0000 White Noise* MA(1) 0.440466 0.102799 4.284716 0.0000

C 4888144. 3124314. 1.564549 0.1214

AR(1) 0.999180 0.009755 102.4236 0.0000 White Noise MA(2) 0.440594 0.086166 5.113305 0.0000

C 4945870. 3175119. 1.557696 0.1231

AR(1) 0.999197 0.010064 99.28281 0.0000 White Noise MA(3) 0.539407 0.140634 3.835538 0.0002

C 4947523. 3140753. 1.575267 0.1190

AR(1) 0.998952 0.010011 99.79041 0.0000 White Noise MA(4) 0.474451 0.079977 5.932381 0.0000

C 4882175. 3083366. 1.583391 0.1172

AR(1) 0.998770 0.012130 82.33869 0.0000 White Noise MA(5) 0.327647 0.131559 2.490500 0.0148

C 4847038. 3026707. 1.601423 0.1132

AR(1) 0.998430 0.013015 76.71129 0.0000 Tidak White MA(6) 0.153998 0.132036 1.166333 0.2469

C 6151000. 1639087. 3.752700 0.0003

AR(2) -0.999897 0.000316 -3163.544 0.0000 Tidak White MA(1) -0.999796 2.870274 -0.348328 0.7285

C 6130432. 1732359. 3.538776 0.0007

AR(2) -0.999891 0.000351 -2849.685 0.0000 Tidak White MA(2) -0.025284 0.132807 -0.190384 0.8495