Peran lembaga keuangan mikro Syariah dalam melakukan pembiayaan di sektor Agribisnis (studi BMT Miftahussalam Ciamis Koppontren Al-ittfaq Bandung)

(1)

PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM

MELAKUKAN PEMBIAYAAN DI SEKTOR AGRIBISNIS

(Studi Kasus BMT Miftahussalam Ciamis dan Koppontren Al-Ittifaq Bandung)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Sebagai Syarat Mendapat Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.i)

Disusun oleh :

MUHAMMAD GUFRON HIDAYAT

NIM : 107046101808

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M


(2)

PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM

MELAKUKAN PEMBIAYAAN DI SEKTOR AGRIBISNIS

(Studi Kasus BMT Miftahussalam Ciamis dan Koppontren Al-Ittifaq Bandung)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Sebagai Syarat Mendapat Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.i) Disusun oleh :

MUHAMMAD GUFRON HIDAYAT

NIM : 107046101808

Pembimbing

PROF. DR. H. M. ATHO’ MUDZHAR, MSPD NIP : 150077526

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Melakukan Pembiayaan Di Sektor Agribisnis (Studi Kasus BMT Miftahussalam Ciamis dan Koppontren Al-Ittifaq Bandung) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 september 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi Islam (SE.i) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 30 September 2011

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP 195505051982031012

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag NIP. 197107011998032002 Sekretaris : Mu‟min Rauf, M.A

NIP. 197004161997031004

Pembimbing : Prof. Dr. H. M. Atho‟ Mudzhar, MSPD NIP. 197107011998032002

Penguji I : Dr. Euis Amalia, M.Ag NIP. 197107011998032002 Penguji II : Dr. Syahrul A‟dham, M.Ag


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya penulis atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sebagaimana yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 november 2011


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan. Berkat rahmat dan karunia Allah Swt, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran BMT dalam Melakukan Pembiayaan di Sektor Agribisnis”. Shalawat serta salam semoga teriring kepada baginda alam, Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat, serta umatnya yang senantiasa mentaati sunnahnya.

Skripsi ini dapat penulis selesaikan penyusunannya berkat bimbingan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat serta ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA, MM, Dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mencurahkan waktunya bagi kami, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Bapak Prof. Dr. H. M. Atho‟ Mudzhar, MSPD, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan sangat berharga demi lancarnya penulisan skripsi ini. Penulis menggucapkan banyak terimakasih dan semoga menjadi amal ibadah dan mendapat balasan dari Allah Swt baik di dunia maupun di akhirat.

3. Ibu Dr. Euis Amalia, M. Ag, dan Bapak Mu‟min Rauf, MA, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat Ekonomi Islam yang telah meluangkan


(6)

waktunya bagi penulis, sehingga sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan ilmu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam perkuliahan hingga berakhirnya skripsi ini.

5. Ibu Lilik Istiqoyah, S.Ag, Bapak Zuhri, S.Ip, Bapak Romdhani, SE., dan Farhan Mustofa, SE.I, selaku staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberi fasilitas dan beberapa referensi untuk penyelesaian skripsi ini.

6. Pihak Koppontren Alif dan Keluarga Besar Yayasan Pondok Pesantren Ittifaq, khususnya KH. Fuad Affandi selaku ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Hj. Neti selaku ketua Koppontren Alif, H. Ahmad Syahid, Zainal Arifin dan seluruh pengelola Koppontren Alif yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.

7. Keluarga Besar BMT Miftahussalam Ciamis, Bapak Dadan Hamdani, S.Ag, Bapak Hendra dan seluruh manajemen BMT yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuan dan dorongannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak H. Aan Hidayat dan Ibu Hj. Eny Suryani, penulis sembah sujud sebagai bentuk ucapan terimakasih atas dorongan moril dan materil yang tidak akan terhingga. Engkau berdua adalah semangat hidup paling tinggi untuk senantiasa penulis berusaha mewujudkan mimpi dan


(7)

memposisikan diri layak bagi mimpi tersebut. Allaahuma ighfir dzunuba waliwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayanii shagiraa

9. Adik-adikku tercinta, Lilih Siti Muflihah, Liah Siti Syarifah, Rizqi Fuji Irfani, dan Muhammad Ariq Fauzan yang menjadi cermin bagi penulis untuk menjadi kakak yang baik dan bijak sehingga bisa menjadi contoh buat adik-adikku tercinta.

10. Keluarga besar Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat yang telah menjadi kampus kehidupan dan keluarga kedua bagi penulis. Kepada teman-teman yang saya hormati Andro Mediawan, M.Si, Rochmad Widodo, S.Pd.I, Rahmat H.M, Lina Marlina, Erick Purnama Shidiq, Ali Rif‟an, Lia Kurniawati, Muttaqien, Dedik Priyanto dan semua teman-teman di FLP Ciputat yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan moril yang diberikan. Teruslah berkarya! Seorang guru pernah mengatakan, “manusia itu tidak enak dagingnya, harga seorang manusia ditentukan oleh kualitas dan kreativitas”.

11. Yang saya hormati Dr. Rulli Nasrullah, M.Si sebagai Direktur Utama menulisyuk.com, Mas Sakti Wibowo sebagai penulis skenario nasional, Kang Asep Sofyan sebagai sastrawan nasional dan saudara Abdul Aziz, penulis banyak belajar dalam mengisi hidup ini supaya lebih bermanfaat untuk lingkungan sekitar.

12. Keluarga Besar Mahasiswa Galuh Jaya (KBM-GJ) asal Ciamis, Ujang Sudrajat, Ilyas Kartawijaya, Lesty, Iqbal, Asep Idris, Raja Galuh VII Shofi Ahmad


(8)

Musthafa, Sang Maestro Musik Aris Permana, Sang Penyair Zaki, Sang Politikus Mustapid. Dulur salembur di lembur batur.

13. Keluarga Besar Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Albasyariah Jakarta Raya (IKAPA JAYA), yang saya hormati Djaka Badranaya, M.E, Asep Kamaludin Nasir, M.Si, Dian Wijaya, S.E, Hani Maesaroh, Hendra Maulana, S.E.I, Irpan Saefudin, Alif Ridwan, Muhammad Yogis Permana, Abdul Aziz dan seluruh alumni lainnya, semoga kekeluargaan ini akan senantiasa terjalin hingga akhir hayat nanti.

Demikian ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak, semoga Allah Swt membalas dan melipatgandakan jasa dan kebaikan kalian semua. Akhir kata, dengan kerendahan hati semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya, terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Pepatah klasik nan sederhana senantiasa bergema, tak ada gading yang tak retak. Untuk itu, penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan tugas akhir ini banyak kekurangan dan kealfaan. Semoga Allah swt senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya-Nya kepada kita semua. Amin.

Jakarta, November 2011


(9)

ABSTRAK

Nama : Muhammad Gufron Hidayat NIM : 107046101808

Program Studi : Muamalat

Judul : Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Melakukan Pembiayaan di Sektor Agribisnis

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) merupakan salah satu lembaga yang sustain dan proaktif dalam melakukan pembiayaan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dibandingkan lembaga keuangan lain seperti perbankan. Lembaga Keuangan Mikro lebih memiliki akses dan jaringan luas kepada usaha masyarakat ini. Walaupun demikian, Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang terlibat dalam pembiayaan agribisnis tidak terlalu banyak. LKM lebih tertarik untuk menyalurkan pembiayaannya kepada pedagang kecil. Agribisnis dianggap sebagai bidang yang tidak terlalu aman untuk menyimpan dana atau berinvestasi. Dengan alasan itulah beberapa lembaga keuangan baik Perbankan atau LKMS tidak berminat untuk menyalurkan pembiayaanya di bidang ini.

Namun demikian, di beberapa wilayah ada Koperasi dan BMT yang menyalurkan pembiayaannya di bidang agribisnis. Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena lembaga tersebut ternyata survive bahkan maju dalam melakukan pembiayaan di sektora gribisnis.

Kata Kunci : Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Agribisnis.


(10)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Kajian Pustaka... F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ... G. Metode Penelitian ... H. Sistematika Penulisan ... BAB II : LANDASAN TEORI

A. Teori dan Konsep Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) ... B. Teori dan Konsep Bait al-Mal wa at-Tamwil (BMT) ... C. Teori dan Konsep Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) ... D. Teori dan Konsep Pembiayaan ... E. Teori dan Konsep Agribisnis ...


(11)

BAB III : GAMBARAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH

(LKMS)

A. BMT Miftahussalam Handapherang Ciamis... B. Koppontren Al-Ittifaq Ciwidey Bandung ... BAB IV : PERAN BMT MIFTAHUSSALAM DAN KOPPONTREN AL-ITTIFAQ

DALAM PENGEMBANGAN JUMLAH DAN DIVERSIFIKASI PEMBIAYAAN SERTA PEMBERDAYAAN NASABAH

A. Peran BMT Miftahussalam dalam Pengembangan Jumlah dan Diversifikasi Pembiayaan ... B. Peran Koppontren Al-Ittifaq dalam Pengembangan Jumlah dan

Diversifikasi Pembiayaan ... C. Peran BMT Miftahussalam dalam Pemberdayaan Nasabah ... D. Peran Koppontren Al-Ittifaq dalam Pemberdayaan Nasabah ... E. Analisis SWOT BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq

dalam Melakukan Pembiayaan pada Agribisnis ... BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam pengembangan dan pertumbuhan masyarakat industri modern. Produksi bersekala besar dengan kebutuhan investasi yang membutuhkan modal besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan lembaga keuangan. Lembaga keuangan merupakan tumpuan bagi para pengusaha untuk mendapatkan tambahan modalnya melalui mekanisme kredit dan menjadi tumpuan investasi melalui mekanisme saving, sehingga lembaga keuangan memiliki peranan yang besar dalam mendistibusikan sumber-sumber daya ekonomi di kalangan masyarakat.1

Bagitu juga peran lembaga keuangan bagi kalangan menengah ke bawah. Salah satu masalah kronis yang banyak menyita perhatian dunia adalah mengenai kemiskinan. Berbagai seminar dan pertemuan dilakukan dengan tujuan mengurangi atau bahkan menghilangkan kemiskinan di muka bumi ini. Data survei Badan Pusat Statistik (BPS) terlihat bahwa pada tahun 2010, sejumlah 31.023.400 atau sekitar 13,33% penduduk Indonesia masih dikategorikan miskin, meskipun dibanding tahun 2008 angka itu telah menurun yaitu berjumlah 34,96 juta jiwa atau sekitar 15,42%.2

1

Muhammad Ridwan, Manajemen BMT, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 51.

2


(13)

Upaya penanggulangan kemiskinan terus digalakan salah satunya dengan memutus mata rantai kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok dengan pengembangan microfinance, yakni suatu model penyedia jasa keuangan bagi masyarakat yang memiliki usaha pada sektor paling kecil yang tidak dapat mengakses jasa bank karena berbagai keterbatasannya.3

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dapat didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat yang bersifat profit atau lembaga keuangan Syariah non-perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh kelompok swadaya masyarakat yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) adalah sebuah lembaga ekonomi rakyat, yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan ekonomi pengusaha kecil berdasarkan prinsip Syariah dan prinsip koperasi.4

BMT (Baitul Maal wat Tamwil) atau padanan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, berusaha menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin.5

3

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 2.

4

Peraturan Dasar dan Contoh AD-ART BMT, (Jakarta: PINBUK, 2000), h. 1.

5


(14)

BMT melaksanakan dua jenis kegiatan, yaitu Bait al-Mal dan Bait at-Tamwil. Bait al-Maal adalah lembaga keuangan Islam yang memiliki kegiatan utama menghimpun dan mendistribusikan dana ZISWAHIB (Zakat, Infaq, Shadaqah, Waqaf, dan Hibah) tanpa adanya keuntungan (non profit oriented). Penyalurannya dialokasikan kepada mereka yang berhak (mustahik) zakat, sesuai dengan aturan agama dan manajemen keuangan modern.6

Sedangkan Bait at-Tamwil adalah lembaga keuangan Islam informal dengan orientasi keuangan (profit oriented). Kegiatan utama dari lembaga ini adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan/tabungan dan menyalurkan lewat pembiayaan usaha-usaha masyarakat yang produktif dan menguntungkan sesuai dengan sistem ekonomi Syariah.7

Dari asal katanya, koperasi berasal dari bahasa inggris, yaitu “co-operation” (co = bersama; operation = usaha). Koperasi berarti usaha berama. Usaha bersama yang dimaksud adalah untuk mencapai tujuan bersama, untuk kepentingan dan kemanfaatan bersama.

Dalam Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan

6

Aries Mufti dan Muhammad Syakir Sula, Amanah bagi Bangsa: Konsep Sistem Ekonomi Syariah, (Jakarta: Masyarakat Ekonomi Syariah, t.t.), h. 199.

7

H. A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 183.


(15)

hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.8

Dalam perkembangan terakhir, sejak diberlakukannya Inpres No. 18 tahun 1998, berbagai macam atau jenis koperasi bermunculan sesuai dengan aspirasi masyarakat, antara lain: Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren), Koperasi Tani (Koptan), Koperasi Wanita, Koperasi Agribisnis, Koperasi Syariah (Kopsyah), Koperasi Serba Usaha, Koperasi Kredit, Koperasi di kalangan profesi (akuntan, arsitek, pengacara, dokter dan lain-lain) dan koperasi kelompok masyarakat tertentu.

Salah satu Koppontren yang melakukan usaha agribisnis adalah Koppontren Al-Ittifaq atau sering dipanggil dengan Koppontren Alif. Usaha agribisnis yang dirintis sejak tahun 1997 oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq ini pada masa awal usahanya, hanya dengan memasarkan produk mereka ke pasar tradisional. Dengan berjalannya waktu, Koppontren Al-Ittifaq melihat peluang yang lebih baik jika memasarkan produk mereka ke pasar modern dengan harapan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Keinginan mereka untuk dapat memasok sayuran ke pasar modern tidak serta merta menemui keberhasilan, tetapi terus bergerak maju.

Pada tahun 1997, atas keberhasilannya menembus pasar modern, pesantren ini dijadikan sebagai pesantren percontohan pengembangan agribisnis dimana seleksi penetapannya dilakukan pada tahun 1996 oleh tim antar Departemen (Departemen Agama, Departemen Pertanian, Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan

8

Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Bandung, Peraturan Perundang-undangan tentang Perkoperasian, 2005.


(16)

Menengah, Departemen Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Induk Koperasi Pondok Pesantren) dan Pemda Tingkat I.

Agribisnis menurut suku katanya berasal dari dua suku kata, Agri dan bisnis. Agri adalah pertanian sedangkan bisnis adalah usaha yang menghasilkan uang. Dengan demikian agribisnis berarti setiap usaha yang berkaitan dengan kegiatan produksi pertanian, yang meliputi pengusahaan input pertanian dan atau pengusahaan produksi itu sendiri atau pun juga pengusahaan pengelolaan hasil pertanian.

Pertanian (agriculture) bukan hanya merupakan aktifitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, pertanian (agriculture) adalah sebuah cara hidup (way of life) bagi sebagian besar petani di Indonesia. Oleh karena itu pembahasan mengenai sektor dan sistem pertanian selain harus menempatkan subjek petani sebagai homoeconomicus, sekaligus juga sebagai homosocius dan homoreligius. Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya unsur-unsur nilai sosial budaya lokal yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik, ekonomi, dan budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian.9

Pemerintah berpandangan bahwa pembangunan agribisnis merupakan upaya sistemik yang dianggap ampuh untuk mencapai beberapa tujuan, antara lain: a.) menarik dan mendorong sektor pertanian, b.) menciptakan sektor perekonomian yang

9

Mubyarto dan Awan Santosa, Pembangunan Pertanian Berkelanjutan (Kritik terhadap Paradigma Agribisnis), http://ekonomirakyat.org/edisi-15/artikel-7.htm diunduh pada 27 Juli 2011.


(17)

tangguh, c.) menciptakan nilai tambah, d.) meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan e.) memperbaiki pembagian pendapatan.10

Berdasarkan survei kementrian pertanian, kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan pertanian selama kurun waktu tahun 2005-2009, adalah sebesar Rp. 77,07 triliun (harga konstan tahun 2000), atau rata-rata Rp. 14,4 triliun per tahun. Investasi tersebut diharapkan berasal dari pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kebutuhan investasi menurut subsektor adalah: tanaman pangan Rp. 30,5 triliun dengan rata-rata Rp. 5,08 triliun/tahun, hortikultura Rp. 9,92 triliun dengan rata-rata Rp. 1,98 triliun/tahun, perkebunan Rp. 20,52 triliun dengan rata-rata Rp 4,1- triliun/tahun, dan peternakan Rp. 16,12 triliun dengan rata-rata Rp. 3,22 triliun/tahun.11

Tingginya kebutuhan pembiayaan tersebut tentu harus direspon oleh berbagai kalangan, baik lembaga perbankan atau pun non bank seperti BMT dan Koppontren. Berdasarkan fenomena yang terjadi, penulis memandang perlu untuk meneliti perihal ini dengan fokus kajian Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Melakukan Pembiayaan di Sektor Agribisnis (Studi Kasus BMT Miftahussalam Ciamis dan Koppontren Al-Ittifaq Bandung).

10

Bustanul Arifin, Analisis ekonomi Pertanian Indonesia, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), h. 154.

11


(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sesuai dengan keterbatasan yang ada pada penulis dalam berbagai hal, maka penulis membatasi pembahasan ini pada peran BMT Miftahussalam Ciamis dan Koppontren Al-Ittifaq Bandung dalam melakukan pembiayaan di sektor agribisnis.

Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peran BMT Miftahussalam Ciamis dan Koppontren Al-Ittifaq Bandung dalam melakukan pembiayaan di sektor agribisnis dari sisi jumlah dan diversifikasinya?

2. Bagaimana peran BMT Miftahussalam Ciamis dan Koppontren Al-Ittifaq Bandung dalam pengembangan jumlah dan pemberdayaan nasabah di bidang agribisnis?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menjelaskan peran pengembangan pembiayaan di bidang agribisnis yang dilakukan BMT Miftahussalam Handapherang dan Koppontren Al-Ittifaq Ciwidey dari sisi jumlah dan diversifikasinya.

2. Menjelaskan peran yang dilakukan oleh BMT Miftahussalam Handapherang dan Koppontren Al-Ittifaq Ciwidey dalam perkembangan jumlah dan pemberdayaan nasabah di bidang agribisnis.


(19)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari adanya penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis

Bagi kalangan akademis, penelitian ini sangat bermanfaat guna menambah perbendaharaan keilmuan dan penelitian khususnya di bidang peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam pembiayaan di sektor agribisnis. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat dijadikan gambaran realita lapangan sehingga keilmuan yang didapat tidak hanya secara teoritis tetapi juga praktis di lapangan. Sedangkan bagi dosen, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai field data untuk mempertajam analisis lapangan khususnya mengenai peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam melakukan pembiayaan di bidang agribisnis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dan sumbang saran serta bahan evaluasi yang sangat berguna untuk meningkatkan kinerja BMT Miftahussalam Handapherang dan Koppontren Al-Ittifaq Ciwidey.

b. Bagi Masyarakat

Penulis sangat berharap penelitian ini dapat menambah informasi yang lengkap mengenai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) khususnya BMT Miftahussalam Handapherang dan Koppontren


(20)

Al-Ittifaq Ciwidey bagi masyarakat umum, sehingga masyarakat akan tergerak untuk meningkatkan partisipasinya demi perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di tanah air.

E. Kajian Pustaka

Berdasarkan teknik yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, penulis melihat bahwa masalah pokok dalam penelitian ini tampaknya masih kurang mendapat perhatian dari peneliti.

Berikut ini beberapa kajian pustaka studi terdahulu yang penulis dapat:

No. Nama

Peneliti Jenis Penelitian Judul Penelitian Tempat

Penelitian Hasil Penelitian

1. Lilis Sali Satunnisa

Skripsi, Konsentrasi Perbankan Syariah,

Program Studi Muamalat, Fakultas

Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Sayrif

Hidayatullah Jakarta, 2004

BMT sebagai Mitra

Pengusaha Kecil dan Menengah

BMT Fajar Shidiq

Jakarta

 BMT memiliki peran yang signifikan dalam memajukan mitra pengusaha kecil dan menengah.

 BMT memiliki kelebihan dalam membantu

pengusaha kecil dan menengah yaitu dengan program pengembangan masyarakat.


(21)

2. Toto Kurniarto Skripsi, Konsentrasi Perbankan Syariah,

Program Studi Muamalat, Fakultas

Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Sayrif Hidayatullah Jakarta, 2010 Peran Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) dalam Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Berbasis Syariah  Peluang mengembangkan LPNU sangat terbuka lebar mengingat warga nahdliyin yang berjumlah lebih dari seperempat

penduduk Indonesia.  kendala yang

dihadapi adalah keterbatasan SDM dan penyediaan sarana dan prasarana.  upaya yang

dilakukan LPNU untuk mengatasi kendala utama di atas yaitu dengan mengikuti atau mengadakan pelatihan ekonomi syariah dan

memaksimalkan potensi anak muda NU yang tergabung


(22)

dalam organisasi kepemudaan di PBNU.

3. Levi Lana, SH, LLM

Jurnal Hukum Bisnis Volume 28 No. 4 Tahun 2009

Problematika Kegiatan Microfinance di Indonesia; Suatu Telaah Juridis

 Pelaku usaha mikro hanya mendapatkan fasilitas kredit, tetapi tidak dibarengi dengan capacity building bagi mereka. Capacity building adalah pembangunan keterampilan (skills) dan kemampuan (capabilities), seperti kepemimpinan, manajemen, keuangan dan pencarian dana, program dan evaluasi.

Setelah melihat kajian pustaka terdahulu dan menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi, penulis mengambil kajian dengan judul “Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Melakukan Pembiayaan di Sektor


(23)

Agribisnis”. Adapun perbedaan antara kajian penulis dengan yang sudah ada sebagai berikut:

a. Penulis melakukan penelitian di dua LKMS yang berbeda dengan wilayah berbeda pula. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil kajian yang lebih komprehensif dan variatif. Berbeda dengan studi terdahulu yang melakukan penelitian di satu tempat saja.

b. Skripsi dengan judul “BMT sebagai Mitra Pengusaha Kecil dan Menengah (Studi Kasus pada BMT Fajar Shiddiq Jakarta)”, lebih bersifat melihat hubungan antara UKM, BMT dan pengusaha. Sedangkan penulis mengambil pembahasan pada hubungan antara petani, LKMS dan lembaga keuangan lain yang mendukung keberadaan dan kemajuan usaha LKMS tersebut.

c. Skripsi dengan judul “Peran LPNU dalam perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Berbasis Syariah” lebih banyak menggunakan analisis SWOT dalam penelitiannya dengan objek penelitian berupa peluang dan potensi LPNU dalam mengembangkan UMKM, kendala yang dihadapi dan upaya LPNU agar UMKM berbasis Syariah lebih berperan. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis membahas peran BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq dalam melakukan pembiayaan di sektor agribisnis dari sisi pengembangan jumlah dan diversifikasi pembiayaan serta jumlah dan pemberdayaan nasabah.


(24)

d. Penelitian Levi Lana, SH, LLM pada Jurnal Hukum Bisnis Volume 28 No. 4 Tahun 2009, lebih menitikberatkan permasalahan pada problematika Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia yang belum berperan optimal sebagai problem solver bagi masyarakat kecil khususnya.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

Menurut Makhalul „Ilmi, secara terminologi Bait al-Maal berarti lembaga keuangan yang berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat berupa zakat, infak, shadaqah (ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan al-Quran dan as-Sunnah. Sedangkan pengertian dari Bait at-Tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah melalui mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan.12

Secara garis besar peran umum BMT adalah melakukan pembiayaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem Syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip Syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan Syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang masih minim dalam hal ilmu pengetahuan dan permodalan, maka BMT

12 Makhalul „Ilmi,

Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keungan Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2002), cet-1, h. 64.


(25)

mempunyai tugas penting mengemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat.13

Sebagaimana telah disebutkan, operasi berasal dari bahasa inggris yaitu co-operation (co = bersama, operation = usaha). Jadi, koperasi berarti usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama, kepentingan dan kemanfaatan bersama.

Sebagaimana telah disebutkan juga, blerdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Kata pembiayaan sendiri adalah terjemah dari bahasa latin yaitu dari kata credere yang berarti percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayaan oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang atau badan usaha adalah berlandaskan kepercayaan.14

Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan Bab I Pasal I No. 12, yang dimaksud pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah adalah:

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau

13 Skripsi, “Pola Pembiayaan Mudharabah pada 3 Bait al

-Maal wa at-Tamwil (BMT) di Jakarta Selatan”, oleh Abing Abdul Kadir, Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 M.

14

Moch. Tjoekan, Perkreditan Bisnis Perbankan: Teknik dan Kasus, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999), Ed. 1, h. 1.


(26)

tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”15

Mengenai agribisnis Drilon Jr. dalam Saragih (1998) menyebutkan bahwa agribisnis merupakan mega sektor yang mencakup “… the sum total of operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production activities on the farm, storage, processing and distribution of farm commodities and items for them (…jumlah total dari operasi yang terlibat dalam pembuatan dan distribusi pasokan pertanian, kegiatan produksi, penyimpanan, pengolahan pertanian dan distribusi komoditas pertanian dan barang-barang untuk meraka)”.

Senada dengan itu Downey dan Erickson mendefinisikan agribisnis sebagai tiga sektor yang secara ekonomi saling berkaitan. Ketiga sektor agribisnis tersebut adalah (a) the input supply sector (sektor pasokan input), (b) the farm production sector (sektor produksi pertanian), dan (c) the product marketing sector (sektor penjualan produk).16

Berdasarkan kerangka teori di atas, dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

15

Undang-undang No. 10 tahun 1998

16

W. David Downey dan Steven P. Erickson, Manajemen Agribisnis, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1987), h. 5.


(27)

Bagan 1: Kerangka Konsep Penelitian

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data, dengan cara menyajikan, menganalisis dan menginterpretasikan data.

Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan sesuai dengan unit sosial, individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.

2. Pendekatan Penelitian

Kesimpulan: Peran LKMS Analisa dan

Temuan Lembaga Keuangan Mikro

Syariah (LKMS)

Pembiayaan


(28)

Pendekatan penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan studi kasus pada BMT Miftahussalam Handap Herang dan Koppontren Al-Ittifaq Ciwidey yang melakukan pembiayaan di sektor agribisnis.

3. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber yang dijadikan bahan penelitian adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah hasil wawancara dan data lainnya yang diperoleh langsung dari sumbernya yaitu BMT Miftahussalam Handap Herang dan Koppontren Al-Ittifaq Ciwidey. Sedangkan data sekunder diperolah dari buku, artikel, jurnal, internet, dan berbagai sumber lainnya. Data primer dan data sekunder kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan dua metode yaitu:

a. Wawancara, merupakan teknik pengumpulan data dengan tanya jawab yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Jenis wawancara yang dipilih adalah wawancara terbuka dan terstruktur. Terbuka maksudnya para subyek tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara tersebut. Sedangkan terstruktur berarti pewawancara yang menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang diajukan.


(29)

Adapun yang menjadi sumber informasi adalah pihak yang memiliki informasi tentang permasalahan penelitian, yaitu Menejer Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), Staff lembaga serta pihak yang mengetahui tentang permasalahan tersebut.

b. Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data-data yang berupa diktat, catatan, arsip, dan sebagainya yang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan tentang sejarah berdirinya LKMS, susunan kepengurusan, program kegiatan LKMS dan produk-produk yang dipasarkan.

5. Teknik Analisa Data

Dalam analisis data ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan permasalahan peristiwa baik melalui rasponden ataupun sumber data lain.

6. Pedoman Penulisan Laporan

Penulisan laporan penelitian ini mengacu kepada Panduan Menulis Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

H. Sistematika Penulisan

Penulis menyusun skripsi ini dengan sistematis. Adapun Skripsi ini terdiri atas enam bab. Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini berisikan uraian tentang latar


(30)

belakang, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II menjelaskan landasan teori. Secara lebih detil, bab ini berisikan uraian mengenai teori dan konsep Baitul Mall wa at-Tamwil (BMT) dan Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren), teori dan konsep pembiayaan serta teori dan konsep agribisnis.

Bab III menjelaskan gambaran umum LKMS. Secara lebih detil, bab ini berisikan uraian mengenai gambaran umum Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang menjadi objek penelitian yaitu BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq.

Bab IV menjelaskan peran BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq dalam pengembangan jumlah dan diversifikasi pembiayaan serta pemberdayaan nasabah. Secara lebih detil, bab ini menjelaskan uraian mengenai peran BMT Mifthussalam dan Koppontren Al-Ittifaq dalam pengembangan jumlah dan diversifikasi pembiayaan serta uraian mengenai peran BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq dalam pemberdayaan nasabah.


(31)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori dan Konsep Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) didefinisikan Ledgerwood sebagai penyediaan jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta berfungsi sebagai alat pembangunan bagi masyarakat pedesaan.17

Adapun dalam definisi yang digunakan dalam Microcredit Summit (1997) yang dilanjutkan dengan Microcredit Summit di New York tahun 2002, kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang mereka kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya,“programmes extend small loans to very poor for self employment project that generate income, allowing them to care for themselves and their families.”18

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa LKMS memiliki lingkup yang luas, seperti simpanan, pinjaman, dan jasa pembayaran, yang biasanya dikelola secara sederhana. Sebagai lembaga simpanan, LKM dapat menghimpun dana masyarakat. Pada banyak LKM, kegiatan penghimpunan dana (saving) dijadikan prasyarat bagi adanya kredit. Sebagai lembaga pinjaman, LKM berfungsi sebagai lembaga yang

17

Joana Ledgerwood, Microfinance Handbook: An Institutional and Financial Perspective, (Washington DC: The World Bank, 1999), h. 65.

18

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 49.


(32)

menyediakan berbagai jasa pinjaman, baik untuk kegiatan produktif maupun untuk kegiatan konsumtif. Selain itu, LKMS juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi dalam aktivitas perekonomian.19

Menurut Asian Development Bank (ADB), LKM (micro finance) adalah lembaga penyedia jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai jenis transaksi jasa (payment services) serta transfer uang yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil. Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: lembaga formal seperti bank desa dan koperasi, lembaga semiformal seperti organisasi nonpemerintah dan sumber-sumber informal seperti pelepas uang.20

Menurut Marguiret Robinson21, pinjaman dalam bentuk micro credit merupakan salah satu upaya ampuh dalam mengatasi kemiskinan. Hal tersebut didasarkan bahwa pada masyarakat miskin, sebenarnya terdapat perbedaan klasifikasi di antara mereka, yang mencakup: pertama, masyarakat sangat miskin (the extrime poor), yakni mereka yang tidak berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif. Kedua, masyarakat yang dikategorikan miskin tetapi memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor). Ketiga, masyarakat berpenghasilan rendah (lower income), yakni mereka yang memiliki pengahasilan walaupun tidak

19

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 51.

20

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 52.

21 Marguiret Robinson, “The Microfinance Revolution: Sustainable Finance for The Poor”

dalam Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 53.


(33)

banyak. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinan di setiap klasifikasi tentu berbeda. Untuk itu, diperlukan kebijakan tepat untuk mengatasinya.

B. Teori dan Konsep Bait al-Mal wa at-Tamwil (BMT)

Bait al-Mal Wa at-Tamwil (BMT) dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai balai usaha terpadu. BMT merupakan gabungan dari Baitul Maal dan Baitu Tamwil. Secara etimologis Baitul Maal berarti rumah uang, sedangkan Baitu Tamwil adalah rumah pembiayaan.22

MA Mannan menyebutkan bahwa Baitul Maal berasal dari dua kata yakni, Bait yang berarti rumah, dan maal yang berarti harta. Jika kedua kata itu digabungkan mempunyai arti yang tidak jauh berbeda dari penggalan kata-katanya, yaitu rumah harta atau perbendaharaan harta. Menurut Mannan, banyak ahli berbeda pendapat tentang fungsi dari Bait al-Maal serta siapa yang pertama kali mendirikannya.23 Baitul maal berperan sebagai lembaga sosial atau tidak bersifat profit oriented.

Sedangkan Bait at-Tamwil adalah lembaga keuangan Islam informal dengan orientasi keuntungan (profit oriented). Kegiatan utama dari lembaga ini adalah menghimpun dana dan mendistribusikannya kembali kepada anggota dengan imbalan bagi hasil atau margin yang sesuai syariah.24

22

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK), Pendidikan dan Pelatihan Baitul Maal wat Tamwil, h. 1.

23

MA Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, terjemahan Drs. M. Nastangin, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993), h. 179.

24

Aries Mufti dan Muhammad Syakir Sula, Amanah bagi Bangsa; Konsep Sistem Ekonomi syariah, (Jakarta: MES, Tanpa tahun), h. 199.


(34)

Beberapa latar belakang pembentukan dan ciri BMT dapat diuraikan sebagai berikut:25

a. Sebagian masyarakat dianggap tidak bankable, sehingga sulit mendapatkan pendanaan, kalaupun ada sumber dananya mahal.

b. Untuk pemberdayaan dan pembinaan usaha masyarakat muslim melalui masjid dan masyarakat sekitarnya.

c. Berbadan hukum koperasi.

d. Bertujuan untuk menyediakan dana murah dan cepat guna pengembangan usaha bagi anggotanya.

e. Prinsip dan mekanismenya hampir sama dengan perbankan syariah, hanya sekala produk dan jumlah pembiayaannya terbatas.

Dalam menjalankan usahanya, BMT menggunakan 3 prinsip: 26 a. Prinsip bagi hasil

Dalam prinsip bagi hasil ini terjadi bagi hasil antara BMT dengan nasabah. b. Sistem jual beli

Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli dimana dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT dan kemudian bertindak sebagai penjual,

25

Aries Mufti dan Muhammad Syakir Sula, Amanah bagi Bangsa; Konsep Sistem Ekonomi syariah, (Jakarta: MES, Tanpa tahun), h. 200.

26

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia, 2004), h. 101.


(35)

dengan menjual barang yang telah dibelinya tersebut dengan ditambah mark-up. Keuntungan BMT nantinya akan dibagi kepada penyedia dana.

c. Sistem non-profit

Sistem ini merupakan pembiayaan kebajikan atau qardul hasan. Dengan sistem ini nasabah hanya mengembalikan pokok pinjamannya saja.

1. Fungsidan PeranBait al-Maal Wa at-Tamwil

BMT merupakan lembaga keuangan berbasiskan masyarakat yang menganut sistem syariah. Beberapa fungsi BMT dapat dijabarkan sebagai berikut:27

a. Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi masyarakat khususnya pengusaha kecil.

b. Meningkatkan produktivitas usaha dengan memberikan pembiayaan kepada para pengusaha kecil yang membutuhkan.

c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha disamping meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan pengahasilan masyarakat.

d. Mengarahkan perbaikan ekonomi masyarakat.

e. Memobilisasi, mendorong dan mengembangkan potensi dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

27


(36)

Secara umum, terdapat tiga fungsi BMT yang banyak dijalankan. Fungsi sebagai jasa keuangan, sebagai lembaga sosial atau pengelola zakat, infak dan sedekah (ZIS) serta pemberdaya sektor riil.28

Pertama, fungsi sebagai jasa keuangan. Kegiatan jasa keuangan yang dikembangkan oleh BMT berupa penghimpunan dan penyaluran dana melalui kegiatan pembiayaan dari dan untuk anggota ataupun non-anggota.

Kedua, fungsi sebagai lembaga sosial atau pengelola zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Fungsi sebagai lembaga sosial tentu ada pada sebuah BMT. BMT tidak hanya bertindak sebagai lembaga profit tapi juga sebagai lembaga non-profit. Dana sosial BMT bisa didapatkan dari lembaga seperti Dompet Dhuafa atau dana zakat, infak, sedekah yang dikumpulkan nasabah untuk diberdayakan oleh BMT tersebut.

Peran sebagai lembaga sosial dapat diterapkan pula dalam mengelola harta yang tidak ada ahli warisnya, baik wali nasab (wali turunan) atau wali seseorang atau badan yayasan yang menjadi wali-nya dan menyalurkannya kepada mustahiq zakat, membantu jompo, dan orang-orang yang membutuhkan lainnya.29

Ketiga, fungsi sebagai penggerak sektor riil. Penyaluran dana kepada sektor riil merupakan sebuah keunggulan dari BMT. Penyaluran kepada sektor riil akan berdampak luas dan continue dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan sektor riil bisa dilakukan dengan mendorong nasabah untuk menciptakan usaha baru atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

28

Hertanto widodo, dkk, Panduan Praktis Operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), (Bandung: Mizan, 2000), h. 81-84.

29


(37)

2. Badan Hukum BMT

Badan hukum BMT bisa didirikan dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Koperasi.30 Langkah awal untuk mendapatkan legalitas badan hukum, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) tersebut harus mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK harus mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat (LPSM) yang mendukung program Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat yang dikelola oleh Bank Indonesia (PHBK-BI).31

Selain dengan badan hukum KSM, BMT dapat juga didirikan dengan badan hukum koperasi, baik koperasi serba usaha, koperasi unit desa, maupun koperasi Pondok Pesantren (Kopontren). Kelembagaan BMT yang tunduk pada badan hukum koperasi mengacu pada Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992 dan secara spesifik diatur dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor 91/Kep/M.UKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).32

Di wilayah berbasis pesantren, masyarakat bisa mendirikan BMT dengan menggunakan badan hukum Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren). Dalam hal

30

Karnaen A. Perwataatmadja. Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. (Depok: Usaha Kami, 1996), h. 216.

31

H. A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat; Sebuah Pengenalan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 186.

32

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 243.


(38)

penggunaan Kopontren sebagai badan hukum BMT, keberadaan BMT di Kopontren adalah sebagai unit usaha otonom atau tempat pelayanan koperasi sebagaimana dalam KUD. Apabila di pesantren belum terbentuk Kopontren, maka civitas pesantren dapat mendirikan Kopontren dan BMT secara bersama-sama.33

3. Landasan, Asas dan Tujuan BMT

Menurut Undang-Undang perkoperasian nomor 25 tahun 1992, dijelaskan bahwa landasan umum kelembagaan koperasi adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasarkan atas asas kekeluargaan. Atas dasar tersebut, BMT yang berbadan hukum sama dengan koperasi juga memiliki landasan dan asas yang sama.

Secara ideologis, keberadaan BMT mendapat justifikasi sebagai wujud dari Ekonomi Pancasila. Hal ini menjelaskan bahwa pada landasan BMT tercermin pula aspek tauhid dan ketuhanan.34

Sebagai wujud dari pembangunan ekonomi pancasila, BMT memiliki tujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.

33

H. A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat; Sebuah Pengenalan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 186.

34

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 252.


(39)

C. Teori dan Konsep Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren)

Dilihat dari asal katanya, koperasi berasal dari bahasa inggris yaitu co-operation (co = bersama, operation = usaha). Jadi, koperasi berarti usaha bersama. Usaha bersama yang dimaksud adalah untuk mencapai tujuan bersama, untuk kepentingan dan kemanfaatan bersama.

Berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Adapun fungsi dan peran koperasi adalah:

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya. d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional

yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi

Selain itu koperasi melakukan prinsip koperasi sebagai berikut: a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka


(40)

b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis

c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota

d. Pemberian balas jasa yang terbatas pada modal e. Kemandirian

f. Pendidikan perkoperasian g. Kerja sama antar koperasi

Sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 16 UU No. 25 tahun 1992 beserta penjelasannya dinyatakan bahwa “jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.” Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya.

Penjenisan koperasi dapat ditinjau dari berbagai sudut pendekatan, antara lain sebagai berikut:

a. Berdasarkan pada kebutuhan dan efisiensi dalam ekonomi sesuai dengan sejarah timbulnya gerakan koperasi, contohnya: koperasi konsumsi, koperasi kredit, koperasi produksi, koperasi jasa dan koperasi distribusi. b. Berdasarkan golongan fungsional: Koperasi Pegawai Negeri (KPN),

Koperasi Angkatan Darat (Kopad), Koperasi Angkatan Laut (Kopal), dan Koperasi Angkatan Udara (Kopau).

c. Berdasarkan lapangan usaha: Koperasi Unit Desa, Koperasi Pertanian, Koperasi Peternakan, Koperasi Perikanan, Koperasi Kerajinan atau Industri, Koperasi Simpan Pinjam atau Kredit, Koperasi Asuransi.


(41)

Dalam perkembangan terakhir sejak diberlakukannya Inpres No. 18 tahun 1998, maka berbagai macam atau jenis koperasi bermunculan sesuai dengan aspirasi masyarakat, antara lain: Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren), Koperasi Tani (Koptan), Koperasi Wanita, Koperasi Agribisnis, Koperasi Syariah (Kopsyah), Koperasi Serba Usaha, Koperasi Kredit, Koperasi di kalangan profesi (akuntan arsitek, pengacara, dokter dan lain-lain), koperasi kelompok masyarakat tertentu.

D. Teori dan Konsep Pembiayaan

Pembiayaan (financing) merupakan istilah yang digunakan oleh bank syariah sebagai pengganti istilah kredit yang digunakan pada bank konvensional. Pembiayaan berasal dari kata biaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) biaya berarti uang yang dikeluarkan untuk menggunakan (mendirikan, melakukan, dan sebagainya) sesuatu.35 Sedangkan pembiayaan berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya.36

Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 1 ayat (2) menyebutkan pengertian pembiayaan sebagai berikut:

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

35

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, (Jakart: Balai Pustaka, 2005), h. 146.

36

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, (Jakart: Balai Pustaka, 2005), h. 147.


(42)

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna’. d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh.

e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.

Kamus perbankan mendefinisikan pembiayaan sebagai pengeluaran atau pengorbanan yang tidak terhindar untuk mendapatkan barang atau jasa dengan tujuan memperoleh manfaat, pengeluaran untuk kegiatan, tujuan atau waktu tertentu, seperti penjualan untuk mendapat atau memperolah penghasilan. Dalam laporan laba rugi perusahaan, komponen biaya merupakan pengurang dari pendapatan, pengertian biaya berbeda dengan beban. Semua biaya adalah beban, tetapi tidak semua beban adalah biaya.37

Dari definisi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan merupakan salah satu fungsi intermediary bank syariah dalam menyalurkan dana yang telah dikumpulkannya melalui suatu kesepakatan dan dalam jangka waktu tertentu dikembalikan dengan imbalan atau bagi hasil.

Berdasarkan Undang-Undang no 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, jenis pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah adalah sebagai berikut:38

a. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah.

37

Bank Indonesia, KamusPerbankan, 1999, Cet. Ke-1, h. 30.

38

M. Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, h. 1416.


(43)

b. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna. c. Pembiayaan berdasarkan akad qardh.

d. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.

e. Pengambilan utang berdasarkan akad hawalah.

Adapun dari sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:39

a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha produksi, perdagangan, maupun industri.

Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua, yaitu pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi.40

1) Pembiayaan modal kerja

Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a) Peningkatan produksi baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan

39 M. Syafi‟i Antonio,

Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 160.

40

Adiwarman Karim, Bank Islam;Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 231.


(44)

kualitas atau mutu hasil produksi dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.41

Pembiayaan modal kerja dapat diartikan juga sebagai pembiayaan untuk modal kerja perusahaan dalam rangka pembiayaan aktiva lancar perusahaan seperti pembelian bahan baku/mentah, bahan penolong/pembantu, barang dagangan, biaya eksploitasi barang modal, piutang dan lain-lain.42

2) Pembiayaan investasi

Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk:43

a) Pendirian proyek baru, yaitu pendirian atau pembangunan proyek/pabrik dalam usaha baru.

b) Rehabilitasi, yaitu penggantian mesin/peralatan lama yang sudah rusak dengan mesin/peralatan baru yang lebih baik.

c) Modernisasi yaitu penggantian menyeluruh mesin/peralatan lama dengan mesin/peralatan baru yang tingkat teknologinya lebih baik/tinggi.

41 M. Syafi‟i Antonio,

Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 160.

42

Veithzal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management Conventional & sharia System, h. 443.

43

Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 237-238.


(45)

d) Ekspansi yaitu penambahan mesin/peralatan yang telah ada dengan mesin/peralatan baru dengan teknologi sama atau lebih baik/tinggi.

e) Relokasi proyek yang sudah ada, yaitu pemindahan lokasi proyek/pabrik secara keseluruhan (termasuk sarana penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium dan gudang) dari suatu tempat ke tempat lain yang lokasinya lebih tepat/baik.

b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

E. Teori dan Konsep Agribisnis

Konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Agribisnis dapat diartikan juga sebagai suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.

Agribisnis dapat diartikan sebagai suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Agribisnis mencakup kegiatan usaha


(46)

yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.44

Di dalam Black’s Law Dictionary, abribisnis disebutkan sebagai:45

Agribusiness is pursuid of agriculture as an occupation or profit-making enterprise, including labor, land-use planning, and financing the cost of land, equipment, and other necessary expenses.” (agribisnis mengejar pertanian sebagai usaha pekerjaan atau laba perusahaan, termasuk perencanaan tenaga kerja, penggunaan lahan dan pendanaan biaya tanah, peralatan dan biaya lain yang diperlukan).

Agribisnis diartikan sebagai kegiatan pertanian yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan usaha, tenaga kerja, rencana penggunaan tanah, biaya penggunaan tanah, sarana dan kebutuhan lain yang penting. Dengan demikian, agribisnis merupakan konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran, dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian.46

Menurut Bungaran Saragih, agribisnis sebagai suatu sistem meliputi empat subsistem, yaitu:47

44

Arsyad dkk dalam Soekartawi, Agribisnis; Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 2

45

Bryan A. Carner, “Black‟s Law Dictionary”, dalam Nina Nurani, Daya Saing Agribisnis, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2007), h. 13.

46

Nina Nurani, Daya Saing Agribisnis, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2007), h. 13.

47

Bungaran Saragih, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. (Bogor: LPJI Graha Griya Sarana, 2001), h. 16.


(47)

a. Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industry dan perdagangan agrokimia (pupuk, pestisida), industry agro-otomotif (mesin dan peralatan), dan industry benih/bibit.

b. Subsistem usaha tani (on-farm agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi dengan menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh agribisnis hulu untuk menghasilkan produk pertanian primer. Termasuk kedalam usaha tani ini adalah usaha tanaman pangan, usaha tanaman holtikultura, usaha tanaman obat-obatan, usaha perkebunan, usaha perikanan, dan usaha kehutanan.

c. Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang berupa kegiatan ekonomi dengan mengolah produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun pasar internasional.

d. Subsistem penunjang (supporting system) yang mencakup seluruh kegiatan dengan menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga pemasaran, lembaga keuangan, lembaga penelitian dan lembaga pemerintah.

Strategi pembangunan pertanian dengan menerapkan konsep agribisnis, sesungguhnya terdiri dari tiga tahap perkembangan yang semestinya terjadi secara berurutan, yaitu:48

48

Syahyuti, 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 2006), h. 19-20.


(48)

a. Agribisnis berbasis sumber daya yang digerakan oleh kelimpahan sumber daya sebagai faktor produksi (factor-driven), dan berbentuk ekstensifikasi agribisnis dengan dominasi komoditas primer.

b. Agribisnis berbasis investasi (investment-driven) melalui percepatan industri pengolahan dan industri hulu serta peningkatan sumber daya manusia.

c. Agribisnis berbasis inovasi (innovation-driven), dengan kemajuan teknologi. Pada tahap ini, komoditas yang diproduksi adalah hasil dari penerapan ilmu pengetahuan yang tinggi dan tenaga kerja terdidik, memiliki nilai tambah yang besar, dan tujuan pasar yang lebih luas.

Di Indonesia pengembangan agribisnis merupakan sesuatu yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini didukung dengan keadaan menguntungkan berikut:49

a. Lokasi Indonesia di garis khatulistiwa yang menyebabkan adanya sinar matahari yang cukup bagi perkembangan sektor pertanian. Suhu tidak terlalu panas dan karena agroklimat yang relatif baik, maka kondisi lahan juga relatif subur.

b. Lokasi Indonesia berada di luar zona angin taifun seperti yang banyak menimpa Filipina, Taiwan dan Jepang.

49

Soekartawi, Agribisnis; Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 3-4.


(49)

c. Keadaan sarana dan prasarana seperti daerah aliran sungai, tersedianya bendungan irigasi, jalan di pedesaan yang relatif baik, mendukung berkembangnya agribisnis.

d. Adanya kemauan politik pemerintah yang masih menempatkan sektor pertanian menjadi sektor yang mendapatkan prioritas.

Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa hukum berfungsi sebagai sarana dalam menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat dimana hukum itu berlaku.50 Dalam konteks ekonomi, John Naisbitt mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menuntut adanya penerapan demokrasi yang lebih luas. Penerapan demokrasi tersebut diperoleh melalui keikutsertaan rakyat guna menunjang ekonomi nasional.51

Hukum agribisnis adalah hukum yang mengatur usaha pertanian mulai dari farm sampai dengan pemasaran produk. Agribisnis merupakan cara pandang baru dalam melihat pertanian yang berarti pertanian tidak hanya on-farm avtivities tetapi juga off farm ativities. Dengan begitu pemahaman tentang pertanian tidak hanya sebagai bercocok tanam dan berkebun semata, namun juga telah menyediakan sarana produksi, memproses dan memasarkan output-nya, serta dengan melibatkan lembaga penunjang, seperti lembaga keuangan (perbankan), penelitian dan pengembangan.52

50

Moh Koesnoe, Identitas Hukum Nasional, (Yogyakarta: UII Press, 1997), h. 27.

51

John Naisbitt, Global Paradoks; Semakin Besar Ekonomi Dunia, Semakin Kuat Perusahaan Kecil, (Jakarta: Bina Aksara, 1994), h. 32.

52

Rachmat Pambudi, Bisnis dan Kewirausahaan dalam Sistem Agribisnis, (Bogor: Wirausaha Muda, 2001), h. 130.


(50)

Secara lugas dapat diakui bahwa hukum yang mengatur agribisnis pada umumnya berupa kebijakan yang terputus. Namun demikian, sebagaimana dikatakan oleh Sri Adiningsih bahwa sumber utama pertumbuhan nasional adalah agribisnis, yang selama ini menjadi konsumsi domestik penunjang ekonomi nasional.53

Sejak kemerdekaan Indonesia bahkan di dalam UUD 1945, sektor agribisnis secara eksplisit telah disinggung melalui Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4). Ini menunjukan bahwa pengelolaan yang baik terrhadap sektor agribisnis akan menjadi modal bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Landasan hukum yang berkaitan dengan agribisnis diantaranya adalah Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 sebagai pelaksanaan dari Pasal 19 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Peraturan Pemerintah (PP) tersebut menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi diarahkan pada peningkatan daya saing, peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian untuk peningkatan kesejahteraan petani. Peningkatan daya saing diarahkan pada peningkatan akses petani pada sumber daya produktif seperti teknologi, informasi pemasaran, pengolahan, permodalan, peningkatan kemampuan manajemen, peningkatan standar mutu komoditas, penataan dan pengembangan industri pengolahan produk pertanian.54

53

Bungaran Saragih, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. (Bogor: LPJI Graha Griya Sarana, 2001), h. 145.

54

Kepres RI no. 7 tahun 2005, dalam Nina Nurani, Daya Saing Agribisnis, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2007), h. 32.


(51)

Agribisnis merupakan kegiatan yang dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan pertanian yang selama ini dikembangkan secara tradisional melalui program agrikultur.


(52)

BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS)

A. BMT Miftahussalam Handapherang

Berdirinya BMT Mifathussalam dilatarbelakangi oleh maraknya pelepas-pelepas uang (rentenir) yang memungut keuntungan sangat besar serta sangat memberatkan kegiatan usaha masyarakat. Keadaan ini menimbulkan kesadaran tersendiri dari beberapa tokoh masyarakat di Desa Handapherang untuk membentuk sebuah lembaga permodalan yang dapat mengayomi para pengusaha kecil.

Beberapa pertemuan membahas pendirian lembaga keuangan tersebut dilaksanakan pada tahun 1995. Dengan modal awal Rp. 600.000,- ditambah hibah dari pemerintah sebesar Rp. 3.000.000,-, dimulailah operasional lembaga keuangan mikro Syariah dan berkantor di Jl. H. Ubad No. 94 Handapherang kab. Ciamis.

Pada tahun 1997, setelah dirasa yakin dan mampu mengoperasikan lembaga keuangan Syariah tersebut, pihak pengelola mengajukan legalitas hukum kepada instansi terkait. Akhirnya, pada tanggal 14 Juli 1997 lembaga keuangan mikro Syariah tersebut sah berdiri sesuai dengan Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil Republik Indonesia Nomor: 305/BH/KWK 10/VII/1997 tentang legalitas usaha yang telah dibentuk dengan nama BMT MIFTAHUSSALAM.

Dari hasil rapat anggota Kopontren Miftahussalam dibentuk kepengurusan dengan Ketua Dadan Apip Hamdan, S.Ag, Sekretaris Drs. H. Saeful Uyun, M.Pd.I dan Bendahara Edi Cahyadi.


(53)

Sebagai kelengkapan dari lembaga keuangan Syariah dibentuk pula Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi jalannya operasional BMT Miftahussalam baik dalam operasi maupun jenis produk yang ditawarkan agar tidak melanggar ketentuan - ketentuan Syariah. Adapun Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) dimanatkan kepada KH. Umung Anwar Sanusi Lc dengan anggota H. Omat Syaekhulmillah.

Adapun visi dan misi BMT Miftahussalam adalah sebagai berikut: a. Visi:

Terwujudnya lembaga keuangan mikro Syariah yang unggul dan prima dalam pelayanan anggota.

b. Misi:

a. Pelaksanaan manajemen mutu dalam operasional BMT

b. Pembinaan usaha anggota dalam manajerial, keahlian, permodalan dan teknologi

c. Sosialisasi ekonomi Syariah dalam kegiatan bisnis anggota d. Membangun jaringan bisnis yang berkualitas

BMT Miftahussalam merupakan lembaga sah dengan badan hukum 305/BH/13.6/PAD/KUMKM/2009. Adapun BMT Miftahussalam sah berdiri pada tanggal 08 April 2009.


(54)

1. Struktur Organisasi BMT

Lembaga keuangan yang baik adalah lembaga yang dikelola dengan manajemen yang baik pula. Sejak didirikannya BMT Miftahussalam oleh beberapa tokoh masyarakat, BMT memiliki kepengurusan yang jelas dan terstruktur. Berikut ini struktur organisasi BMT Miftahussalam saat ini:

Bagan 2: Struktur Organisasi BMT Miftahussalam

Manajer Umum

Dadan Apip Hamdan, S.Ag

Manajer Operasional

Hendra Kusnadi, A.Md

Manajer Pembiayaan

Tantan Sontani, SH Pengurus

Pengelola

Pengawas Syariah

KH. Umung Anwar Sanusi, Lc

Pengurus

Ketua : Dadan Apip Hamdan, S.Ag

Sekretaris : Drs. H. Saeful Uyun, M.Ag


(55)

2. Jenis Pembiayaan BMT

Secara garis besar, ada tiga jenis pembiayaan utama yang disalurkan oleh BMT Miftahussalam Ciamis. Produk pembiayaan tersebut sebagai berikut:

a. Pembiayaan Modal Kerja

Pembiayaan modal kerja merupakan produk pembiayaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Berkah Madani kepada sektor produktif usaha mikro dan kecil (UMK) dengan plafon pembiayaan sampai dengan Rp 50 juta untuk kegunaan penambahan modal kerja. Pola pembiayaan sesuai dengan ketentuan Syariah, dengan akad jual beli (murabahah), sewa (ijarah), bagi hasil (mudharabah) atau perserikatan (musyarakah).

Fasilitas pembiayaan modal kerja dapat digunakan untuk: 1) Membiayai piutang dagang

2) Membiayai operasional usaha/proyek 3) Membayar gaji karyawan

Customer Service

Heny Jauhar Nafisah

Teller

Iis Istiqomah Mila Yuniarti

Kolektor

Ihsan Fauzi Irwan Ernawan

ANGGOTA DAN PENGGUNA JASA

Administrasi


(56)

4) Membeli persediaan barang dagangan 5) Membiayai produksi

b. Pembiayaan Investasi

Pembiayaan investasi merupakan produk pembiayaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Berkah Madani kepada sektor produktif usaha mikro dan kecil untuk kebutuhan investasi usaha dengan plafon maksimal Rp 100 juta.

Fasilitas Pembiayaan dapat digunakan untuk: 1) Membayar sewa ruang usaha, kendaraan dll. 2) Membiayai perbaikan fasilitas usaha

3) Membeli fasilitas usaha/ alat produksi

c. Pembiayaan Konsumtif Multiguna

Pembiayaan konsumtif multiguna merupakan produk pembiayaan untuk berbagai keperluan konsumsi pribadi dan keluarga.

Fasilitas pembiayaan konsumtif multiguna dapat digunakan untuk: 1) Pembelian sepeda motor

2) Peralatan elektronik dan rumah tangga 3) Membayar biaya pendidikan

4) Membayar biaya kesehatan 5) Membayar sewa rumah


(57)

Persyaratan untuk mengajukan permohonan pembiayaan yang ditetapkan oleh BMT Miftahussalam sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia (WNI)

b. Usia minimal 21 tahun atau sudah menikah dan maksimal 65 tahun (pada saat pembiayaan berakhir).

c. Memiliki penghasilan tetap (karyawan) atau memiliki usaha sendiri berkategori usaha mikro atau usaha kecil.

d. Memiliki rekening tabungan di Berkah Madani. e. Bersedia membayar premi asuransi.

Adapun persyaratan administrasi pembiayaan sendiri sebagai berikut: a. Foto kopi kartu identitas suami dan istri

b. Foto kopi kartu keluarga c. Foto kopi buku nikah

d. Rincian kebutuhan/ penggunaan fasilitas pembiayaan (hanya untuk pembiayaan produktif)

e. Mengisi formulir aplikasi pembiayaan f. Foto kopi rekening listrik/telepon g. Foto kopi slip gaji (bagi karyawan)

B. Koppontren Al-Ittifaq Ciwidey Kab. Bandung

Kopontren Al-Ittifaq merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Yayasan Pondok Pesantren Al-Ittifaq. Yayasan Al-Ittifaq merupakan pondok pesantran yang


(58)

didirikan oleh K. H. Mansyur pada tanggal 1 Februari 1934. Pada tahun 1953, kepemimpinan Pondok Pesantren diteruskan oleh H. Rifai. Sistem pendidikan yang diterapkan masih tradisional atau non sekolah. Pada tahun 1970 sampai sekarang kepemimpinan Pondok Pesantren dipegang oleh K. H. Fuad Affandi. Beliau merombak sistem pendidikan yang dapat meningkatkan sumber daya manusia sehingga dapat meningkatkan taraf perekonomian mereka. Hal itu dapat dilihat dengan adanya SMP terbuka, Tsanawiyah, Aliyah, termasuk adanya unit agribisnis.

Tahun 1978, K. H. Fuad Affandi mulai menyewa lahan penduduk dan meminjam modal kepada salah seorang yang kaya sebagai modal bertani buncis. Karena tidak memiliki bakat dan pengetahuan, usaha ini gagal dan rugi hingga belasan juta rupiah. Rupanya kegagalan ini tidak membuat nyali K. H. Affandi untuk terus mencoba usaha agribisnis ini. K. H. Affandi kemudian membeli lahan seluas 400 m2 dan hasil pertaniannya dipasarkan ke pasar tradisional.

Dalam perjalanannya, model pemasaran ini dirasakan sangat melelahkan dan tidak membawa keuntungan. Dari sinilah muncul ide untuk menjualnya ke pasar modern. Persoalannya bagaimana caranya? K. H. Affandi kemudian bergabung dengan koperasi dan pada tahun 1990 masuk menjadi anggota KUD Ciwidey. Ternyata KUD Ciwidey menolak memasarkan sayur mayur Pesantren Al-Ittifaq ke supermarket. Akhirnya sekitar tahun 1990, K. H. Fuad Affandi bergabung dengan KUD Pasir Jambu. Koperasi inilah yang kemudian menjadi mitra Pesantren Al-Ittifaq dalam memasarkan sayuran ke supermarket. Selama delapan bulan pertamanya, K. H. Affandi mengalami kegagalan. Setiap sayur yang dikirim, Hero Supermarket selalu


(59)

mengirim balik dengan alasan tidak memenuhi standar. Proses pemilihan, pengepakan dan pengiriman sayur dianggap sangat tradisional hingga tidak layak dipasok ke supermarket sekelas Hero.

Karena kondisi ini KH. Affandi akhirnya meminta pihak manajemen Hero untuk membina mereka dari dalam. Diutuslah seorang insinyur pertanian dari Hero untuk membimbing santri-santri Al-Ittifaq dalam memilih jenis komoditi pertanian, mengolah lahan dan finishing pengepakan. Dari sinilah kisah sukses Pondok Pesantren Al-Ittifaq dimulai. Keberhasilan yang telah diperoleh ini tidak membuat Yayasan Al-Ittifaq puas begitu saja, hingga akhirnya muncul dorongan untuk lebih mengembangkan dan mamajukan usaha. Sampai pada akhirnya produk Yayasan Al-Ittifaq dapat menjangkau ritel-ritel modern terkemuka di Bandung, Jakarta dan Tangerang.

Jika dilihat, perjalanan usaha KH. Fuad Affandi mulai saat masih bertani buncis, menjual sayuran ke pasar tradisional hingga mampu memasok sayuran ke pasar modern, membutuhkan waktu yang cukup lama yakni sembilan belas tahun. Rentang waktu yang cukup panjang tersebut dapat dipersingkat seandainya ia dapat memanfaatkan dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Kekuatan yang dimiliki saat itu antara lain tersedianya sumber daya manusia yang cukup banyak, tidak lain adalah para santri di Yayasan Al-Ittifaq. Para santri selain diajarkan agama, juga diberdayakan di unit agribisnis sayuran yang dimiliki pesantren. Selain itu, lahan, iklim, serta lingkungan di daerah Rancabali sangat cocok untuk ditanami sayuran dataran tinggi. Adapun kelemahannya antara lain modal yang


(60)

terbatas, sistem usaha tani yang masih tradisional, serta manajemen yang belum tertata dengan baik.

1. Visi dan Misi Koppontren

Koppontren Al-Ittifaq mempunyai visi dan misi sejalan dengan visi dan misi Provinsi Jawa Barat: “Jawa Barat dengan iman dan taqwa sebagai provinsi termaju di Indonesia dan mitra terdepan ibu kota negara.” Sesuai juga dengan visi dan misi Kabupaten Bandung: “Terwujudnya kabupaten Bandung yang repeh rapih kertaraharja, melalui akselerasi pembangunan partisipatif yang berbasis religius, kultural dan berwawasan lingkungan dengan berorientasi pada peningkatan kinerja pembangunan desa.”

Koppontren Al-Ittifaq Al-Ittifaq mempunyai visi dan misi sebagai pelaksana dari visi dan misi Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bandung, yaitu: “Mewujudkan pemberdayaan masyarakat desa yang religius dengan iman dan taqwa untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi yang relatif baik.”

Misi utama Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah menciptakan sumber daya manusia yang berilmu dan berkemampuan terutama dalam bidang agama dan ilmu pertanian, meningkatkan perekonomian terutama petani dan menciptakan lapangan pekerjaan yang berbasis di pedesaan. Salah satu faktor yang mendorong yayasan ini bergerak dalam bidang pertanian adalah lingkungan atau kondisi daerah setempat yang mendukung. Pertanian merupakan urat nadi perekonomian negara, tidak ada tanah yang sesubur Indonesia.


(61)

2. Legalitas Koppontren

Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) Al-Ittifaq bergerak di bidang usaha pertanian tanaman holtikultura, khususnya sayuran dataran tinggi. Organisasi ini memfasilitasi anggotanya dalam kegiatan usaha tanaman holtikultura yang cocok tumbuh di dataran tinggi.

Pada tanggal 6 Juni 1997, Koppontren Al-Ittifaq terdaftar sebagai lembaga resmi yang mempunyai payung hukum dengan nomor: 219/BH/KWK 10/VI-1997. Sejalan dengan waktu, diadakan perubahan anggaran dasar pada tanggal 25 November 2005 terdaftar perubahan anggaran dasar dengan nomor: 219/BH/PAD/518-KOP/XI/2005.

3. Struktur Organisasi Koppontren

Sebagaimana umumnya koperasi, kedudukan tertinggi organisasi berada pada Rapat Anggota (RA). Adapun kepengurusan dipimpin oleh seorang ketua/direktur dengan didampingi oleh pengawas dan pembina dari dinas koperasi kab. Bandung.


(62)

Bagan 3: Struktur Organisasi Koppontren Al-Ittifaq

Keterangan: Garis tanggung jawab Garis hubungan fungsional Transportasi

Pengepakan Sortasi

Penerimaan Barang Gudang

Anggota Rapat Anggota

Ketua Pengurus Pembina Dinas Koperasi

Kab. Bandung

Manager

Unit Simpan Pinjam Unit Peternakan

Unit Agribisnis


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasaan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq menerapkan strategi peningkatan jumlah pembiayaan yang berbeda. BMT Miftahussalam menerapkan pola singkronisasi bidang peternakan dan pertanian sehingga mengurangi resiko belanja pupuk, kerjasama dengan pemilik modal seperti PT. PNM dengan jaminan kolektif dan peningkatan kualitas program pembinaan kelompok. Sedangkan Koppontren Al-ittifaq menerapkan pola pemasaran produk ke pasar modern sebagai strategi peningkatan jumlah pembiayaan.

2. Dalam pengembangan diversifikasi agribisnis, BMT Miftahussalam sesuai dengan kondisi geografisnya banyak mengembangkan jagung dan sapi. Sedangkan Koppontren Al-Ittifaq menerapkan pola pengelolaan agribisnis sayuran mulai dari perencanaan hingga panen. Produk sayuran Koppontren Al-Ittifaq mencapai 100 item yang dikelola dan dipasarkan ke pasar modern. 3. Dalam peningkatan jumlah dan pemberdayaan nasabah, BMT Miftahussalam

dan Koppontren Al-Ittifaq mengelompokan nasabah dalam kelompok-kelompok dan memberikan bimbingan yang intensif kepada nasabah. BMT


(2)

Miftahussalam mengelompokan nasabah berdasarkan pada bidang agribisnis yang sejenis sedangkan Koppontren Al-Ittifaq mengelompokan nasabah berdasarkan kesepakatan kelompok. BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq sama-sama menerapkan strategi pembinaan kelompok dan penyertaan pembina atau tutor pada setiap kelompok. BMT Miftahussalam menerapkan pola pengembangan lahan tidur dan penerapan pola tanggung renteng, sedangkan Koppontren Al-Ittifaq menerapkan pola kemitraan antara Koppontren dan petani mitra untuk meningkatkan jumlah dan pemberdayaan nasabah.

4. Hingga februari 2011, aset yang dimiliki BMT Miftahussalam mencapai Rp. 2.358.899.871,- dari semula hanya bermodalkan Rp. 600.000,-. BMT Miftahussalam berperan besar dalam peningkatan jumlah pembiayaan nasabah diantaranya melalui program kerja dengan PT.PNM. Sedangkan Koppontren Al-Ittifaq berhasil menerapakan pola pemasaran yang tepat dengan memasarkan produknya ke pasar modern. Dalam memasarkan produknya, Koppontren Al-ittifaq dapat menghasilkan omzet sekitar Rp. 200juta/hari. 5. Peran BMT Miftahussalam dalam pengembangan diversifikasi pembiayaan

bagi nasabah terlihat pada pola singkronisasi produk pembiayaan dan pembinaan siswa SMK Miftahussalam dalam pengelolaan pohon jarak. Adapun Koppontren Al-Ittifaq lebih mengikuti kepentingan pasar dengan banyak menanam sayuran dataran tinggi. sekitar 100 item sayuran dataran tinggi mampu dihasilkan oleh Koppontren Al-Ittifaq.


(3)

6. Dalam pengembangan jumlah dan pemberdayaan nasabah, BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq memiliki peran yang hampir sama yaitu pengembangan komunitas agribisnis yang terstruktur, pemberdayaan lahan tidur, pembinaan mental dan spiritual nasabah dimana mereka juga merupakan anggota jemaah pengajian pesantren masing-masing dan pelatihan kemampuan teknis di bidang agribisnis.

B. Saran

1. BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq sebaiknya melayani nasabah dalam jumlah yang lebih besar tidak terbatas pada wilayah LKMS tersebut berada.

2. BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq perlu meningkatkan kualitas Sumber Daya Insani (SDI) pengelola LKMS untuk meningkatkan dan mengembangkan perannya ke depan. Koppontren Al-Ittifaq dikelola oleh keluarga yayasan, namun demikian akuntabilitas dan profesionalitas lembaga harus tetap dijunjung tinggi.

3. Agribisnis merupakan salah satu bidang yang mengandung resiko besar. Untuk itu, manajemen dan antisipasi resiko harus dikelola dengan baik agar tidak menjadi boomerang bagi BMT Miftahussalam dan Koppontren Al-Ittifaq.


(4)

DAFTAR ISI

Abbas, Anwar. 2010. Bung Hatta dan Ekonomi Islam. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Amalia, Euis. 2009. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Press.

Antonio, M. Syafi‟i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.

Arifin, Bustanul. 2004. Analisis ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Ascarya, 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ash-Shawi, Shalah dan al-Mushlih, Abdullah. 2004. Fikih Ekonomi Keuangan Islam.

Jakarta: Darul Haq.

Bank Indonesia. 1999. Kamus Perbankan. Cet. Ke-1.

Djazuli, H. A dan Yadi Janwari. 2002. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat; Sebuah Pengenalan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

„Ilmi, Makhalul. 2002. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keungan Syariah. Yogyakarta: UII Press.

Kadarisman, Hoediono. 2007. Seri I Kemitraan yang Berdasarkan Kebersamaan: Memperkuat Ekonomi Nasional Berbasis Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: Lembaga Humaniora & KII.


(5)

Karim, Adiwarman. 2008. Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Lubis, Ibrahim. 1995. Ekonomi Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Mannan, M. A. 1993. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf.

Marsuki. 2006. Pemikiran dan Strategi Memberdayakan Sektor Ekonomi UMKM di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Mufti, Aris dan Muhammad Syakir Sula. Tanpa tahun. Amanah bagi Bangsa; Konsep Sistem Ekonomi Syariah. Jakarta: MES.

Muhammad. 2002. Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Jakarta: Salemba Empat.

Perwataatmadja, Karnaen A. 1996. Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. Depok: Usaha Kami.

Prastio, Bambang dan Lina Miftahul Janah. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi III. Jakart: Balai Pustaka.

Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen BMT. Yogyakarta: UII Press.

Rivai, Veithzal dkk. Bank and Financial Institution Management Conventional & sharia System.


(6)

Sudarsono, Heri. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonosia.

Suma, M. Amin. Himpunan Undang-Undang Perdata Islam & Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia.

Widodo, Hertanto dkk. 2000. Panduan Praktis Operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Bandung: Mizan.

Yusanto, Muhammad Ismail dan Muhammad Karebet Widjajakusuma. 2002. Menggagas Bisnis Islami. Jakarta: Gema Insani Press.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Dan Kecil (Studi Kasus Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Al-Fath IKMI, Ciputat, Kota Tangerang Selatan)

1 10 124

Konsep Pembiayaan KPRS (Kredit Perbaikan Swadaya Rumah) Mikro syariah Bersubsidi melalui lembaga keuangan mikro syariah : studi di BMT Husnayain

0 15 91

Strategi Pengembangan Pembiayaan Syariah di Sektor Mikro Agribisnis (Studi Kasus Bank Syariah Mandiri KCP Tajur, Bogor)

1 18 160

Program Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Peningkatan Kesejahteraan Pelaku Usaha Mikro (Studi Kasus BMT Syariah Baitul Karim, Bekasi)

0 9 52

KAJIAN PEMBIAYAAN SYARIAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH MIKRO DI KABUPATEN KARANGANYAR

0 22 63

Peran Keuangan Lembaga Mikro Syariah untuk Usaha Mikro di Wonogiri

0 5 10

Lembaga Keuangan Mikro Syariah Berbasis Agribisnis

0 3 19

SISTEM APLIKASI KEUANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS Sistem Aplikasi Keuangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis.

0 2 17

ANALISIS PERANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) BERBASIS SYARIAH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN ANGGOTA (Studi Kasus : Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Prima Tani Kecamatan Baso).

0 1 27

BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar-Dasar Lembaga Keuangan Mikro Syariah - PERAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MASYARAKAT PERDESAAN DI KABUPATEN PRINGSEWU (Studi pada KJKS BMT El Ihsa

0 0 52