Program Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Peningkatan Kesejahteraan Pelaku Usaha Mikro (Studi Kasus BMT Syariah Baitul Karim, Bekasi)

(1)

PROGRAM PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

PELAKU USAHA MIKRO

(STUDI KASUS BMT SYARIAH BAITUL KARIM, BEKASI)

WIDYA GINA

PRGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Program Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Peningkatan Kesejahteraan Pelaku Usaha Mikro (Studi Kasus BMT Baitul Karim, Bekasi) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015 Widya Gina NIM H54110045


(4)

ABSTRAK

WIDYA GINA. Program Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Peningkatan Kesejahteran Pelaku Usaha Mikro: Studi Kasus BMT Baitul Karim Bekasi. Dibimbing oleh JAENAL EFFENDI.

Peran usaha mikro dalam penyerapan tenaga kerja sangat besar yaitu 99.9% dari total tenaga kerja di ndonesia. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mikro memiliki peluang besar dalam pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Hal ini tidak sesuai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat karena tingginya masyarakat miskin yaitu sebesar 10,96% dari total penduduk. Terbatasnya modal pada pelaku usaha mikro menjadi kendala yang sulit untuk dihindari. Dalam hal ini, pembiayan yang diberikan oleh BMT menjadi penting bagi usaha mikro dalam mengakses permodalan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh program pembiayaan dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usaha mikro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Ordinary Least Square (OLS) dan metode logistik. Variabel yang secara positif signifikan memengaruhi pendapatan adalah pembiayaan yang diambil responden, jumlah anggota keluarga yang berpenghasilan, pendidikan, dan variabel etika dan moral. Variabel yang secara positif dan signifikan memengaruhi kesejahteraan yaitu lamanya menjadi anggota, pengeluaran makan, pendapatan rata-rata, dan pembiayaan yang diambil responden.

Kata Kunci: Kesejahteraan, Metode Logistik, Pembiayaan, Usaha Mikro

ABSTRACT

WIDYA GINA. Financing Program of Islamic Microfinance Institution in Improving the Welfare of Micro Enterprises. Case Study: BMT Baitul Karim Bekasi. Supervised by JAENAL EFFENDI.

The role of micro-enterprises in employment are very large, namely 99.9% of the total labour in Indonesia. It shows that micro businesses have a great opportunity in economic development and improving the welfare. This is not in accordance with the improvement of social welfare because of huge of the poor is 10.96% of the total population. Limited capital on micro businesses become obstacle that is difficult to avoid. In this case, the financing provided by the BMT become important for micro enterprises in accessing capital. The purpose of this study is to analyze the effect of the financing program in improving income and welfare micro businesses. The method which used in this research is Ordinary Least Square (OLS) method and logistic method. Significant variables that positively affect the revenue are financing taken of respondents, income generating family members, education, ethics and morals variable. The variables are positively and significantly affect the welfare are duration of membership, share of food expenditure to the total expenditure, average income, and financing are taken respondents


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

PROGRAM PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

PELAKU USAHA MIKRO

(STUDI KASUS BMT SYARIAH BAITUL KARIM, BEKASI)

WIDYA GINA

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Keuangan Mikro Syariah, dengan judul Program Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Peningkatan Kesejahteraan Pelaku Usaha Mikro (Studi Kasus BMT Baitul Karim, Bekasi). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Nurachman dan Ibu Nur Aliyah, serta kakak dari penulis Fika Rachmanela yang telah memberikan saran selama penelitian, dan adik dari penulis Muhamad Farhan Radifan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Jaenal Effendi, S.Ag, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, dan motivasi dalam membantu penulisan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Sri Hartoyo, M.S. sebagai dosen penguji utama dan Widyastutik, M.Si sebagai dosen komisi pendidikan.

3. Seluruh pihak pengurus BMT Baitul Karim Bekasi yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Muhamad Fajar Yanuar yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan semangat selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

5. Intan Terry D. A. yang telah membantu selama melakukan penelitian di lapangan.

6. Teman-teman sebimbingan Neva Sunba D., Muhammad Haekal, Syifa Kamillia, Ramadhian, Afrial Hasbi, Anisa Rindra, Rizha Rizki P., yang telah berbagi ilmu dan pendapat dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Sahabat Kuliah Kerja Profesi (KKP) Dian Rahmadhani, Zulva Nur A., Feriansyah, Wido Prastyawan, Marsela P., dan Herlin yang telah memberikan semangat, doa dan dukungannya selama penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-temen Ekonomi Syariah 47, 48, dan 49 yang telah memberikan masukan, saran, dan motivasi serta doa dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015 Widya Gina


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Lembaga Keuangan Mikro Syariah 8

Pengertian Usaha Mikro 8

Pembiayaan Syariah 9

Pengertian, Karakteristik dan Prinsip Baitul Mal wa Tamwil (BMT) 10

Pengertian Kesejahteraan Sosial 11

Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan Sosial 12

Penelitian Terdahulu 12

Kerangka Pikir 14

Hipotesis Penelitian 15

METODE PENELITIAN 16

Lokasi dan Waktu Penelitian 16

Jenis dan Sumber Data 16

Metode Pengambilan Responden 16

Metode Analisis Data 16

GAMBARAN UMUM 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32


(10)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah dan persentase penduduk miskin Pulau Jawa Periode September

2014 2

2 Perkembangan UMKM periode 2009 – 2012 4

3 Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah menurut UU No. 20 Tahun

2008 9

4 Karakteristik usaha mikro 9

5 Jumlah tabungan, pembiayaan, dan mitra BMT Baitul Karim periode

2011 – 2014 18

6 Statistik deskriptif karakteristik responden 19

7 Usia responden 20

8 Pengeluaran makan per total pendapatan 21

9 Pengeluaran kesehatan per bulan 21

10 Lama usaha responden 22

11 Modal awal usaha responden 23

12 Simpanan responden pada BMT Baitul Karim 23

13 Alasan mengajukan pembiayaan pada BMT Baitul Karim 24 14 Pendapatan rata-rata setelah melakukan pembiayaan 26 15 Pertumbuhan pendapatan setelah melakukan pembiayaan 26

16 Keuntungan usaha mikro responden per bulan 27

17 Faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan keluarga 27

18 Hasil pendugaan parameter logit 29

19 Faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan nasabah pembiayaan 39

DAFTAR GAMBAR

1 Tingkat Pertumbuhan penduduk miskin Indonesia periode 2013 - 2014 2 2 Jumlah Koperasi berdasarkan lima provinsi tertinggi di Indonesia 5

3 Visious cycle UMKM tanpa pinjaman 6

4 Siklus bisnis UMKM dengan pinjaman awal 7

5 Kerangka pemikiran 15

6 Pendidikan responden 20

7 Jenis usaha responden 22

8 Lama pencairan dana 25

9 Jenis akad pembiayaan yang diambil nasabah 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner Penelitian Responden 34

2 Hasil Olahan Data OLS 39

3 Hasil Olahan Data Logistik 41


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang dihadapi berbagai bangsa di dunia. Potret kemiskinan dapat mudah dijumpai di setiap sudut desa bahkan kota-kota besar yang menjadi pusat perekonomian ibu kota-kota negara. Kemiskinan dapat disebabkan banyak hal seperti kondisi demografi, keadaan politik, kebijakan pemerintah, kedaan infrastruktur, maupun perbedaan tingkat krisis ekonomi di setiap daerah. Adanya disparitas tingkat kemiskinan di setiap daerah di Indonesia dapat terlihat perbedaannya dengan membandingkan satu daerah dengan daerah lainnya.

Selama periode Maret 2013 sampai September 2014, Indonesia cenderung mengalami penurunan tingkat kemiskinan walaupun sempat terjadi peningkatan pada periode September 2013. Hal tersebut tidak terlepas dari peran pemerintah dalam membuat berbagai program yang pro-rakyat. Meskipun belum maksimal, program tersebut dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memenuhi hak-hak dasar mereka. Program pemerintah yang sudah dijalankan misalnya dilakukan oleh Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 Februari 2005 dengan empat kegiatan pokok yaitu, (1) penumbuhan iklim usaha yang kondusif, (2) pengembangan sistem pendukung usaha, (3) pengembangan wirausaha dan keunggulan kompetitif, dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro (Supriyanto 2006)

Jika melihat pada jenis mata pencaharian, sebagian besar masyarakat bermata pencaharian pada sektor pertanian dan disusul dengan sektor perdagangan. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perdagangan dan pertanian sebagai sektor riil memainkan peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Penduduk usia 15 tahun ke atas cenderung untuk memilih mata pencaharian pada sektor perdagangan yaitu sebesar 24.81 juta orang pada Februari 2013 dan 23.74 juta orang pada Agustus 2014 dimana sektor perdagangan menyerap tenaga kerja terbesar kedua setelah sektor pertanian. Hal tersebut memberikan penjelasan bahwa sekitar 21.76% pada Februari 2013 dan 21.42% pada Agustus 2013 penduduk usia 15 tahun ke atas bekerja pada sektor perdagangan yang menjadi sektor yang mendominasi dalam menyumbang pendapatan negara (BPS 2013). Dalam hal ini, sektor perdagangan berperan sebagai mata pencaharian yang mendominasi usaha di masyarakat sebagai sumber pendapatan keluarga, sehingga besarnya peluang pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha di sektor perdagangan.

Usaha Mikro, kecil dan Menengah (UMKM) mendominasi usaha di kalangan masyarakat. Pada tahun 2012, kontribusi UMKM dalam menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 97.16% dari total pekerja di Indonesia, dimana 90.12% dari jumlah tersebut adalah tenaga kerja pada usaha mikro. Persentasi usaha mikro terbesar berada pada industri makanan dan disusul pada urutan kedua pada industri kayu, barang dari kayu dan gabus, (tidak termasuk furnitur), barang anyaman dari rotan, bambu, dan sejenisnya. Usaha mikro yang berada pada industri makanan memberikan kontribusi sebesar 34.31% pada tahun 2012 dan meningkat menjadi 58.19% pada tahun 2013 yang menunjukkan persentase angka yang besar sebagai sumber pendapatan masyarakat (BPS 2013).


(12)

2

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)

Gambar 1 Tingkat pertumbuhan penduduk miskin Indonesia periode 2013 – 2014 (dalam %)

Seperti ditunjukkan pada Tabel 1, provinsi Jawa Barat menduduki peringkat ke empat tertinggi di Pulau Jawa dengan penduduk miskin desa dan kota yang menyumbang 9.18% dari total penduduk miskin di Indonesia pada periode September 2014 (BPS 2014).

Tabel 1 Jumlah dan persentase penduduk miskin Pulau Jawa periode September 2014

Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa DKI

Jakarta 412.79 0.00 412.79 4.09 0.00 4.09 Jawa Barat 2 554.06 1684.90 4 238.96 8.32 10.88 9.18 Banten 381.18 268.01 649.19 4.74 7.18 5.51 Jawa

Tengah 1 771.53 2790.29 4 561.83 11.50 15.35 13.58 DI

Yogyakarta 324.43 208.15 532.59 13.36 16.88 14.55 Jawa

Timur 1 531.89 3216.53 4 748.42 8.30 15.92 12.28 Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)

Usaha mikro berperan penting dalam kelanjutan perekonomian nasional, begitu juga dengan kesejahteraan masyarakat. Sebanyak 97.16% dari total tenaga kerja bekerja pada sektor UMKM, dimana usaha mikro memberikan kontribusi terbesar yaitu 90.12% dari total tenaga kerja UMKM. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam mensejahterakan masyarakat, salah satunya yaitu perlu adanya peran pemerintah dalam mendukung keberadaan usaha mikro di tengah-tengah masyarakat.

Dalam praktiknya, usaha mikro hanyalah usaha yang dilakukan oleh mayoritas kalangan orang yang tidak memiliki cukup pendidikan, tidak cukup modal, dan tidak cukup kemampuan dalam manajemen usaha sehingga sulitnya usaha mikro untuk berkembang. Namun, masalah utama yang sering ditemui pada usaha kecil menengah yang menyebabkan sulitnya berkembang menjadi usaha besar adalah pengetahuan akses permodalan pada lembaga permodalan.

8,39% 8,52% 8,34% 8,16% 14,32% 14,42% 14,17%

13,76% 11,37% 11,47% 11,25% 10,96%

0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00% 12,00% 14,00% 16,00%

Mart 2013 Sep-13 Mar-14 Sep-14


(13)

3 Ketidakmampuan pengusaha dalam menembus batas peraturan lembaga permodalan juga menjadi penyebab sulitnya mendapat permodalan. Selain itu, usaha yang tidak bankable merupakan alasan mengapa lembaga permodalan formal sulit memberikan pembiayaan dikarenakan terlalu berisiko atau bahkan peraturan yang terlalu berbelit sehingga sulit untuk dijangkau oleh para pengusaha mikro. Hal tersebut merupakan beberapa kendala yang menyebabkan usaha mikro tidak dapat berkembang. Terlebih lagi pemerintah memungut pajak usaha mikro sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang membuat para pelaku usaha mikro takut untuk berkembang karena adanya tanggung jawab dan risiko yang lebih besar.

Besarnya persentase pelaku usaha mikro di Indonesia yaitu 90.12% (Depkop 2012), menyebabkan masyarakat muslim yang peduli akan hal ini membuat sebuah lembaga keuangan mikro syariah. Masuknya lembaga keuangan mikro syariah sendiri berawal pada tahun 1980-an yang terus berkembang pesat sampai saat ini. Hal tersebut dikarenakan usaha mikro merupakan penggerak ekonomi dalam sektor riil. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti BMT, peduli terhadap usaha mikro karena usaha mikro merupakan cikal bakal dari usaha yang dapat berkembang. Besarnya peran BMT tidak hanya sebagai pemberi modal, tetapi juga sebagai pendamping usaha mikro. Disebut sebagai usaha mikro dikarenakan segala hal yang menyangkut usaha ini masih bersifat lemah, pengetahuan pelaku usaha yang lemah, motivasi pelaku lemah, kemampuan me-manage keuangan lemah, dan yang paling utama yaitu modal yang lemah.

Kehadiran BMT di tengah-tengah masyarakat sangat membantu para pelaku usaha mikro. Dengan keberadaan BMT, para pelaku usaha mikro yang disebut-sebut tidak bankable ini dapat mengakses permodalan dengan mudah tanpa adanya tingkat suku bunga yang dikhawatirkan dapat menambah beban peminjam dana. BMT berfungsi tidak hanya sebagai lembaga bisnis yang hanya mengambil profit, melainkan juga sebagai lembaga sosial, yaitu menghimpun tabungan haji, tabungan umrah, tabungan qurban. Di sisi lain, BMT juga sebagai lembaga bisnis yang berfungsi sebagai lembaga keuangan bagi pelaku UMKM dengan melakukan kegiatan simpan-pinjam dengan basis syariah, yaitu sistem bagi hasil. Dengan sistem bagi hasil ini, tidak ada tingkat bunga seperti yang diberikan oleh lembaga keuangan konvensional. Sehingga, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama oleh pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.

Berbeda dengan bank konvensional, BMT mirip dengan bank syariah. Hanya saja, aset yang dimiliki oleh BMT tidak sebesar aset yang dimiliki oleh bank-bank syariah. Keunggulan dari BMT adalah menjangkau pelaku usaha mikro yang pada dasarnya tidak bankable dan dapat memberikan pembiayaan dengan mudah. Berbeda dengan bank pada umumnya yang sulit menjangkau keberadaan pelaku usaha mikro dikarenakan kredit yang terlalu berisiko untuk ukuran usaha masyarakat. Berbagai cara dilakukan untuk mengembangkan sektor usaha yang dapat menopang perekonomian negara ini. Tidak hanya dalam mencari profit, BMT lebih tertuju dalam meningkatkan kesejahteraan nasabah untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik.

Salah satu program BMT yang menarik perhatian pelaku usaha mikro yaitu pembiayaan. Program pembiayaan dianggap dapat menjadi solusi bagi pelaku usaha mikro dalam mendapatkan pendanaan atau modal usaha dengan cepat.


(14)

4

Peraturan yang tidak berbelit dan mudah dipahami oleh pelaku usaha mikro yang notabenenya tidak memiliki cukup pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketertarikan pelaku usaha dalam melakukan pembiayaan pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).

Pembiayaan menjadi salah satu program yang memiliki posisi penting dalam mencapai tujuan utama dari Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yaitu kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama pelaku usaha mikro dalam mengambil pembiayaan adalah mendapatkan modal dengan mudah dan jaminan yang rendah karena pelaku usaha mikro tidak memiliki cukup dana atau barang sebagai jaminan. Jika dilihat dari kriteria usaha mikro, pelaku usaha mikro hanya mendapatkan hasil penjualan tahunan yang tidak lebih dari Rp 50 000 000.00 berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008. Pembiayaan juga sudah diakui dunia sebagai program dalam upaya pengentasan kemiskinan masyarakat bahwa akar kemiskinan masyarakat adalah karena terbatasnya permodalan yang didapatkan dalam memenuhi usaha produktif yang dalam hal ini, usaha mikro sangat mendominasi keberadaannya.

Perumusan Masalah

Besarnya jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia yang menjadi perhatian adalah sektor perdagangan. UMKM ini menyumbang 97.16% total tenaga kerja yang ada di Indonesia dan pada tahun 2012. Terdapat sekitar 56 juta unit usaha UMKM yang merupakan 99.9% dari total pelaku usaha yang ada di Indonesia dan dari jumlah tersebut, 98.79% diantaranya adalah pelaku usaha mikro (Depkop 2012). Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 bahwa diklasifikasikan berdasarkan aset. Aset hingga Rp 50 000 000.00 atau omzet mencapai Rp 300 000 000.00, maka dikelompokkan dalam usaha mikro. Asset Rp 50 000 000.00 hingga Rp 500 000 000.00 atau omzet mencapai 2.5 miliyar dikelompokkan ke dalam usaha kecil dan asset Rp 500 000 000.00 hingga 10 miliyar dengan omzet sampai 50 miliyar dikelompokkan sebagai usaha menengah.

Tabel 2 Perkembangan UMKM periode 2009 – 2012

No. Indikator Satuan 2009 2010 2011 2012

1 Jumlah UMKM Unit 52 764 603 53 823 732 55 206 444 56 534 592 2 Pertumbuhan Jumlah

UMKM Persen 2.64 2.01 2.57 2.41

3 Jumlah Tenaga Kerja

UMKM Orang 96 211 332 99 401 775 101 722 458 107 657 509 4 Pertumbuhan Jumlah

Tenaga Kerja UMKM Persen 2.33 3.32 2.33 5.83 5 Sumbangan PDB UMKM

(harga konstan)

Rp.

Miliar 1 212 599.30 1 282 571.80 1 369 326.00

1 504 928.20 6 Pertumbuhan sumbangan

PDB UMKM Persen 4.02 5.77 6.76 9.90

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Banyaknya pelaku usaha mikro yang menyerap jumlah tenaga kerja yang besar merupakan peluang yang besar dalam pembangunan ekonomi dan upaya peningkatan kesejahteraan. Namun, terbatasnya modal dan pendidikan pada pelaku usaha mikro menjadi kendala yang sulit untuk dihindari. Padahal, jika kita


(15)

5 fokus terhadap pelaku usaha mikro yang menyerap hampir 110.8 juta tenaga kerja, sebanyak 97.16% berada pada sektor UMKM, dimana 90.12% tenaga kerja diantaranya adalah usaha mikro, 4.09% adalah usaha kecil, 2.94% adalah usaha besar dan 2.84% adalah usaha besar (Depkop 2012). Upaya pengentasan kemiskinan dapat dicapai dengan memberikan modal pada pelaku usaha mikro. Pelaku usaha mikro yang mendapatkan pembiayaan dapat meningkatkan produksi yang berimplikasi pada peningkatan pendapatan masyarakat. Pemberian pembiayaan pada pelaku usaha mikro yang dinilai tidak bankable dapat meningkatkan usaha dan taraf hidupnya. Namun, tidak banyak yang peduli dengan usaha mikro karena dinilai tidak bankable dan sulit untuk mengebangkan usaha atau masih banyak menilai bahwa usaha mikro merupakan usaha yang labil. Sehingga, lembaga keuangan formal seperti perbankan sulit memberikan pembiayaan pada pelaku usaha mikro karena dinilai berisiko dan jumlah pembiayaan yang tergolong kecil. Hal itu disebabkan karena sebagian besar usaha mikro berdiri kurang dari satu tahun yang apabila melihat usaha tersebut masih labil. Kurangnya pendidikan pada pelaku usaha menyebabkan kurangnya kepercayaan lembaga keuangan formal seperti bank untuk memberikan pembiayaan yang dikhawatirkan pelaku usaha tersebut tidak dapat mengelola dana pinjaman dengan baik, sehingga adanya kendala kredit macet.

Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM (2014)

Gambar 2 Jumlah koperasi berdasarkan lima provinsi tertinggi di Indonesia (ribu) periode 2014

Berdasarkan Gambar 2, Jawa Barat menduduki posisi tiga tertinggi yang memiliki koperasi. Namun, hal ini tidak sejalan dengan dengan tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 9.18% dari total penduduk miskin di Indonesia. Pada dasarnya, koperasi merupakan sebuah lembaga keuangan yang berorientasi untuk mensejahterakan masyarakat. Masih terjadi gap antara banyaknya koperasi yang berada di Provinsi Jawa Barat dengan tingkat kemiskinan yang tinggi di Pulau Jawa.

Seiring perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan masyarakat Muslim di Indonesia, dan diiringi kesadaran akan kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah, adanya inisiatif dari masyarakat Muslim untuk membuat sebuah lembaga keuangan mikro untuk membantu para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah

8.556

12.286

25.563 27.784

30.850

0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000

Sulawesi Selatan

Sumatera Utara


(16)

6

yaitu dengan mendirikan sebuah lembaga keuangan kecil atau biasa disebut dengan Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Tujuan didirikannya lembaga ini tidak lain untuk mengembangkan pelaku usaha mikro agar dapat mengembangkan usahanya yang jika dinilai oleh perbankan tidak cukup syarat untuk mendapatkan pembiayaan. Dengan adanya BMT, para pelaku usaha mikro dapat melakukan pinjaman dengan mudah dibandingkan dengan lembaga keuangan formal. BMT dapat memberikan pinjaman tanpa meminta jaminan, hanya dengan modal kepercayaan dan bagi hasil yang mudah dipahami oleh kalangan menengah ke bawah menjadikan BMT disegani oleh pelaku usaha mikro.

Pemberian pembiayaan yang mudah bagi pelaku usaha mikro merupakan salah satu upaya dari lembaga keuangan mikro syariah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu faktor yang selama ini menjadi persoalan klasik adalah terbatasnya akses permodalan untuk pelaku usaha mikro. Kendala permodalan menjadi penyebab sulitnya usaha mikro untuk meningkatkan produktivitas. Biasanya modal usaha mikro hanya bergantung pada modal sendiri dan atau keluarga. Adapun program pembiayaan pada usaha mikro dinilai sebagai upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Pembiayaan atau kredit mikro dalam konvensional sudah diakui dunia sebagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan. Dengan adanya akses modal, pelaku usaha mikro keluar dari gerbang kesulitan dalam upaya peningkatan aktivitas produksi dan dengan meningkatnya aktivitas produksi, seseorang dapat meningkatkan pendapatannya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya (Bashir dan Rashidah, 2014).

Gambar 3 Visious cycle UMKM tanpa pinjaman

Berdasarkan Gambar 3, siklus bisnis UMKM yang terperangkap dalam visious cycle menjelaskan bahwa pelaku usaha mikro akan terus memiliki pendapatan rendah yang menyebabkan tabungan dan investasi rendah karena tidak adanya jalan pemutus dari siklus tersebut untuk usaha mikro dapat berkembang. Biasanya modal usaha mikro berasal dari simpanan pribadi atau keluarga, sehingga dalam mengembangkan usaha terbatas dengan permodalan. Terbatasnya akses permodalan pada usaha mikro merupakan salah satu penyebab usaha mikro tidak berkembang. Oleh sebab itu, intermediasi lembaga keuangan mikro sangat diperlukan dalam memutus visious cycle.

Pendapat anRendah

Tabungan Rendah Investasi


(17)

7

Gambar 4 Siklus bisnis UMKM dengan Pinjaman Awal

Berdasarkan Gambar 4, dijelaskan bahwa pelaku usaha mikro dengan pendapatan rendah yang melakukan pinjaman awal dapat mengkapitalisasikan bisnisnya sehingga usaha tersebut berkembang dan menyebabkan adanya tambahan pendapatan. Adanya tambahan pendapatan berakibat pada tambahan tabungan, tambahan investasi dan menjadikan pelaku usaha melakukan tambahan kredit untuk dapat mengembangkan usahanya. Dengan adanya pola pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti BMT diharapkan pelau usaha dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Adapun rumusan masalah yang dapat dikembangkan dari penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pengaruh pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah terhadap peningkatan pendapatan pelaku usaha mikro?

2. Bagaimana pengaruh dari pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah terhadap peningkatan kesejahteraan pelaku usaha mikro?

Tujuan Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, sebagai keluaran yang diharapkan yaitu adanya manfaat yang dapat diberikan oleh Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dalam upaya peningkatan kesejahteraan pada pelaku usaha mikro. Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis pengaruh dari pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah terhadap peningkatan pendapatan pelaku usaha mikro

2. Menganalisis pengaruh pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah terhadap kesejahteraan pelaku usaha mikro

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis pengaruh pembiayaan terhadap kesejahteraan pelaku usaha mikro di Bekasi, khususnya pelaku usaha mikro yang mendapatkan pembiayaan dengan akad murabahah melalui akses BMT Baitul Karim, Bekasi. Pelaku usaha mikro yang menjadi responden dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan harapan responden dapat menjawab pertanyaan terkait

Pendapatan Rendah

Pinjaman Awal

Kapitalisasi Bisnis

Tambahan Pendapatan Tambahan

Tabungan Tambahan

Investasi

Tambahan Kredit


(18)

8

dengan kuisioner yang telah dibuat. Adapun alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis logistik dan analisis statistika deskriptif yang mampu menjawab faktor-faktor yang dapat memengaruhi kesejahteraan pelaku usaha mikro setelah atau saat mendapatkan pembiayaan dari BMT tersebut. Kesejahteraan tersebut diukur berdasarkan: (1) pendidikan, (2) keterampilan, (3) umur jarak cabang dari tempat peminjam, (4) lama menjadi anggota, (5) pengeluaran untuk makan, (6) pengeluaran untuk kesehatan, (7) Total pendapatan keluarga, (8) pembiayaan yang diambil peminjam.

TINJAUAN PUSTAKA

Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013, lembaga keuangan mikro yang selanjutnya disingkat dengan LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Hal ini menjelaskan bahwa Lembaga Keuangan Mikro (LKM) selain berfungsi sebagai intermediasi keuangan juga berfungsi sebagai lembaga yang peduli dalam motif sosial dalam tujuannya meningkatkan pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat mengusahakan ekonomi dan meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik.

Menurut Siti Khodijah, et al (2013) lembaga keuangan mikro Islam yaitu lembaga yang memperkenalkan sebagai pilihan untuk masyarakat yang memiliki pengahasilan yang rendah untuk mendapatkan pembiayaan agar dapat meningkatkan taraf hidup dan keluar dari kemiskinan. Sehingga, definisi yang dijelaskan tersebut mengacu pada bagaimana suatu lembaga keuangan syariah dapat bermanfaat bagi nasabah sebagai pelaku usaha mikro sehingga ia dapat meningkatkan taraf kehidupannya dan keluar dari kemiskinan yang selama ini usaha mikro dikenal sulit mendapatkan pembiayaan dari bank dan lembaga keungan mikro yang siap dan peduli pada usaha-usaha mikro di masyarakat.

Pengertian Usaha Mikro

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, usaha mikro adalah usaha usaha produktif milik perseorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ini. Aset yang dimiliki usaha mikro tidak lebih dari Rp 50 000 000.00 dengan omzet yang tidak lebih dari Rp 300 000 000.00 per tahun. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2013, usaha mikro usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 000 000.00 per tahun. Usaha mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp 50 000 000.00.


(19)

9 Tabel 3 Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah menurut UU No.20 Tahun

2008

No. Uraian Kriteria

Asset Omzet

1. Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta 2. Usaha Kecil 50 Juta – 500 Juta 300 Juta – 2.5 Miliar 3. Usaha Menengah 500 Juta – 10 Miliar 2.5 Miliar – 50 Miliar

Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM (2012)

Menurut Tambunan (2009), usaha mikro mencakup aspek formalitas, organisasi dan manajemen, sifat dan kesempatan kerja, dan lain-lainnya secara detil dijelaskan pada Tabel 5. Mayoritas usaha mikro berada pada sektor informal dan tidak terdaftar. Hal tersebut menyebabkan kurangnya kepercayaan lembaga keuangan forma dalam memberikan permodalan (Fahrudin 2012). Karakteristik lain yang menonjol di antaranya yaitu pendidikan yang rendah oleh pelaku usaha mikro dan biasanya hasil produksi ditujukan untuk kelompok berpendapatan rendah.

Tabel 4 Karakteristik usaha mikro

No. Aspek Usaha Mikro

1. Formalitas Beroperasi di sektor informal; usaha tidak terdaftar; tidak/jarang bayar pajak.

2. Organisasi dan manajemen Dijalankan oleh pemilik; tidak menerapkan pembagian tenaga kerja internal, manajemen dan struktur organisasi formal, sistem pembukuan formal.

3. Sifat dan kesempatan kerja Kebanyakan menggunakan anggota-anggota keluarga tidak dibayar.

4. Pola/sifat dari proses produksi

Derajat mekanisasi sangat rendah/umumnya manual; tingkat teknologi sangat rendah.

5. Orientasi pasar Umumnya menjual ke pasar lokal untuk kelompok berpendapatan rendah.

6. Profil ekonomi dan sosial dari pemilik usaha

Pendidikan rendah dan dari rumah tangga miskin; motivasi utama adalah survival.

7. Sumber-sumber dari bahan baku dan modal

Kebanyakan pakai bahan baku lokal dan uang sendiri.

8. Hubungan-hubungan eksternal

Kebanyakan tidak punya akses ke program-program pemerintah dan tidak punya hubungan-hubungan bisnis dengan usaha besar.

9. Wanita pengusaha Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha sangat tinggi.

Pembiayaan Syariah

Pengertian Pembiayaan Syariah

Menurut Zaman (1999), pembiayaan mikro berkontribusi untuk mengurangi sejumlah faktor yang menyebabkan kemiskinan, dimana masyarakat miskin dapat memulai untuk menghasilkan pendapatan. Pembiayaan dapat memutus visious cycle UMKM yang menyebabkan pelaku usaha mikro berpendapatan rendah. Pembiayaan yang diberikan oleh lembaga informal seperi BMT merupakan


(20)

10

alternatif bagi usaha mikro untuk mendapatkan modal dalam mengembangkan usahanya, sehingga dengan adanya tambahan modal pelaku usaha mikro dapat meningkatkan produksi.

Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Jual-Beli 1. Ba’i al-murabahah

Jual-beli barang pada harga asal antara penjual dan pembeli dengan menyebutkan harga pembelian dan laba yang disyaratkan oleh penjual yang telah disepakati. Penjualan barang dilakukan atas dasar cost-plus profit. 2. Bai’ as-Salam

Jual-beli barang dengan kondisi barang yang belum tersedia, barang tersebut diserahkan di kemudian hari dengan pembayaran di awal. Spesifikasi, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan ditentukan pada saat akad. Bai’ as-Salam merupakan pembiayaan yang umum dilakukan di bidangpertanian.

3. Bai’ al-Istishna

Jual-beli barang dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara kedua belah pihak. Bai’ al-Istishna biasanya dipergunakan di bidang manufaktur dengan pembayaran yang dapat dilakukan dengan berberapa kali pembayaran.

Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Sewa 1. Al-Ijarah

Pemindahan hak guna atas barang melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.

2. Al-Ijarah al Muntahia bit-Tamlik

Merupakan bagian dari akad al-ijarah dengan adanya perpindahan kepemilikan barang di akhir masa sewa.

Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil 1. Al-Musyarakah

Kerja sama antara kedua pihak atau lebih yang mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan pembagian keuntungan dan risiko yang ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

2. Al-Mudharabah

Kerja sama usaha antara kedua pihak yang mana pihak pertama sebagai penyedia modal dan pihak yang lain sebagai pengelola modal. Keuntungan usaha dibagikan sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian ditanggung oleh penyedia modal selama bukan akibat dari kelalaian pengelola modal.

Pengertian, Karakterisitik dan Prinsip Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

Pengertian Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

Baitul Mal wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan yang menjalankan aktivitas berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai baitul tamwil dan baitul mal. Baitul tamwil berfungsi untuk melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan


(21)

11 mendorong masyarakat untuk menabung. Sedangkan baitul mal berfungsi untuk menerima titipan dana zakat, infak, dan sedekah dan mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya (Soemitra 2009)

Karakteristik Utama BMT

Soemitra (2009) menjelaskan ciri-ciri utama BMT dalam empat bagian, yaitu:

1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya;

2. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infak dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak; 3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya; 4. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu sendiri,

bukan milik orang seorang atau orang dari luar masyarakat itu.

Prinsip-Prinsip Utama BMT

BMT tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang menjadi koridor utama (Soemitra 2009), yaitu:

1. Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT. Dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan muamalah Islam ke dalam kehidupan nyata; 2. Keterpaduan (kaffah) di mana nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan

menggerakkan etika dan moral yang dinamis, proaktif, progresif, adil, dan berakhlak mulia;

3. Kekeluargaan (kooperatif); 4. Kebersamaan;

5. Kemandirian; 6. Profesionalisme;

7. Istikamah: konsisten, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maju ke tahap berikutnya, dan hanya kepada Allah berharap.

Pengertian Kesejahteraan Sosial

Friedlander (1980) menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu indvidu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dalam relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikan kesejahteraan sosial merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. UU No. 11 Tahun 2009 yang merupakan pengganti dari UU No. 9 Tahun 1974 mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.


(22)

12

Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan Sosial

Fahrudin (2012) mengemukakan tujuan dari kesejahteraan sosial yaitu: 1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar

kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.

2. Untuk mencapau penyesusaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.

Adapun Schneiderman (1972) mengemukakan tiga tujuan utama dari sistem kesejahteraan sosial yang mencerminkan kesejahteraan sosial sampai tingkat tertentu, yaitu:

1. Pemeliharaan Sistem

Pemeliharaan dan menjaga keseimbangan atau kelangsungan keberadaan nilai-nilai dan norma-norma sosial serta aturan-aturan kemasyarakatan dalam masyarakat, termasuk hal-hal yang bertalian dengan definisi makna dan tujuan hidup; motivasi bagi kelangsungan hidup orang seorang dan kelompok; norma-norma yang menyangkut pelaksanaan peranan anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua, dan peranan pria dan wanita; norma-norma yang berhubungan dengan penyelesaian konflik dalam masyarakat, dan lain-lain.

2. Pengawasan Sistem

Melakukan pengawasan secara efektif terhadap perilaku yang tidak sesuai atau menyimpang dari nilai-nilai sosial. Kegiatan-kegiatann kesejahteraan sosial untuk mencapai tujuan semacam itu meliputi; mengintensifikasikan fungsi-fungsi pemeliharaan berupa kompensansi, sosialisasi, peningkatan kemampuan menjangkau fasilitas-fasilitas yang ada bagi golongan masyarakat yang memperlihatkan penyimpangan tingkah laku. 3. Perubahan Sistem

Mengadakan perubahan ke arah berkembangnya suatu sistem yang lebih efektif bagi anggota masyarakat (Effendi, 1982; Zastrow, 1982). Dalam mengadakan perubahan itu, sistem kesejahteraan sosial merupakan instrumen untuk menyisihkan hambatan-hambatan terhadap partisipasi sepenuhnya dan adil bagi anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan; pembagian sumber-sumber secara lebih pantas dan adil; dan terhadap penggunaan struktur kesempatan yang tersedia secara adil pula.

Penelitian Terdahulu

Rahman (2010) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usaha mikro di bawah program pembiayaan pada 1.020 responden di Bangladesh sebagai sampelnya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa beberapa variabel seperti pembiayaan yang diambil nasabah, jumlah anggota keluarga yang menghasilkan pendapatan, usia peminjam, etika dan moral nasabah berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan usaha mikro. Selain itu, variabel yang memengaruhi kesejahteraan nasabah di bawah program pembiayaan, yaitu: lamanya menjadi anggota, jumlah anggota keluarga yang memiliki pendapatan, pengeluaran makan dibandingkan dengan total pengeluaran, pengeluaran untuk kesehatan, dan etika dan moral


(23)

13 nasabah berpengaruh positif dan signifikan. kesimpulan penelitian ini yaitu bahwa program pembiayaan merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan yang diimplementasikan di seluruh dunia. Program pembiayaan mikro meningkatkan sosioekonomi secara keseluruhan yang memainkan peran penting dalam pengentasan kemiskinan.

Penelitian Hidayati (2014) menganalisis faktor-faktor yang yang memengaruhi realisasi pembiayaan mikro syariah dan dampaknya terhadap omzet usaha nasabah di kota Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS) dalam mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi realisasi pembiayan mikro. Pada model OLS, variabel yang signifikan diantaranya adalah aset usaha, frekuensi pembiyaan, jangka waktu angsuran dan dummy jenis usaha. Sedangkan untuk metode OLS yang mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi omzet usaha, variabel yang signifikan adalah aset usaha, jumlah pembiayaan, lama usaha, dan dummy usaha. Pada hasil OLS, jumlah pembiayaan dan lama usaha berpengaruh positif pada omzet usaha pada taraf 5%.

Penelitian Oktavi (2009) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan pembiayaan dan efektivitas pembiayaan usaha kecil pada lembaga keuangan mikro syariah. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Variabel yang berpengaruh dalam penelitian adalah biaya peminjaman, jangka waktu angsuran, dan ada tidaknya agunan pada taraf 5%. Sedangkan pada pengujian model persamaan pendapatan usaha, variabel yang berpengaruh signifikan yaitu keuntungan dan jenis usaha siap saji dan retail berpengaruh positif pada taraf 5%.

Penelitian yang dilakukan oleh Tunas (2014) yang menganalisis pengaruh pembiayaan syariah terhadap perkembangan usaha mikro kecil menengah di kota Depok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik dan Ordinary Least Square (OLS). Analisis logistik digunakan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi UMKM terhadap akses pembiayaan BMT. Diketahui bahwa lama usaha, omzet usaha, total aset dan jumlah tabungan berpengaruh signifikan terhadap akses pembiayaan BMT. Sedangkan model OLS digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan omzet usaha dengan variabel yang signifikan adalah frekuensi pembiayaan, lama usaha, dan jumlah pembiayaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2013) yang menganalisis aplikasi pembiayaan qardh dan kaitannya dengan kesejahteraan sosial dalam sistem ketatanegaraan bagi pencapaian tujuan perbankan syariah menjelaskan bahwa ada korelasi yang sangat erat antara pembiayaan qardh dengan fungsi kesejahteraan sosial. Hal tersebut diwujudkan dalam produk perbankan seperti dana talangan haji, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan kegiatan sosial lainnya.

Dusuki (2007) dalam penelitiannya Banking for the Poor: The Role of Islamic Banking in Microfinance Initiative menjelaskan bahwa keuangan mikro diakui secara luas sebagai pendekatan yang inovatif dalam pengentasan kemiskinan. Dengan berbagai mekanisme yang dapat membantu masyarakat miskin mendapatkan akses pembiayaan dari produk dan jasa keuangan perbankan syariah. Studi ini juga menjelaskan bagaimana keuangan mikro dapat berpartisipasi dalam pendanaan usaha mikro masyarakat miskin.


(24)

14

Ariyanto (2011) dalam penelitiannya peranan al-mudharabah sebagai salah satu produk perbankan syariah dalam upaya mengentaskan kemiskinan di Indonesia menjelaskan bahwa penyediaan modal pada usaha mikro, kecil dan menengah merupakan salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. Dengan menengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah akan membantu membukakan lapangan pekerjaan baru dan perkembangan perekonomian pada sektor riil yang berimplikasi pada pengurangan pengangguran di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Karim, Tania, dan Farazi (2012) menganalisis bahwa program kredit mikro dapat dijadikan sebagai alat memerangi kemiskinan. Penelitian ini menjelaskan bahwa program kredit mikro mempunyai dampak positif bagi sejumlah besar masyarakat miskin dan berdampak pada kemanan pangan masyarakat. Penelitian juga memberikan penjelasan bahwa kredit mikro bukan satu-satunya jalan dalam pengentasan kemiskinan. Beberapa variabel lain yang memengaruhi pengentasan kemiskinan selain kredit mikro adalah jenis kelamin, status sosial-ekonomi, latar belakang, komposisi keluarga dan lain-lain. Hasil analisis menunjukkan bahwa kredit mikro saja tidak berpengaruh signifikan tanpa adanya kekuatan transasksi individual, seperti transaksi ekonomi, sosial, hukum dan politik.

Kerangka Pikir

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu lapangan pekerjaan yang mendominasi di kalangan masyarakat Indonesia. Hampir 97.12% tenaga kerja di Indonesia bekerja pada lapangan kerja usaha mikro (Depkop, 2012) dalam memenuhi kebutuhan keluarga sebagai sumber pendapatan. Dominasi yang tinggi pada sektor usaha kecil ini dapat menjadi salah satu alternatif pemerintah dalam meningkatkan perekonomian pada pelaku usaha mikro dengan pemberian kesempatan pembiayaan modal kerja untuk dapat mengembangkan usaha sehingga pelaku usaha mikro dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Namun, pelaku usaha mikro memiliki berbagai keterbatasan, seperti keterbatasan pada aspek legalitas usaha, kemampuan mamanjemen usaha, menjangkau pangsa pasar, dan yang paling utama adalah keterbatasan modal.

Masalah keterbatasan modal pada pelaku usaha mikro disebabkan karena aspek legalitas usaha yang mengakibatkan usaha tidak bankable atau sulit mendapatkan permodalan dari lembaga keuangan formal. Sulitnya bagi lembaga keuangan formal seperti perbankan pada umumnya sulit memberikan tambahan modal pada usaha mikro karena mereka melihat risiko yang cukup tinggi dalam mendanai usaha tersebut jika dilihat dari ketidakstabilan usaha dan pendapatan maupun pangsa pasar yang tidak kuat. Oleh karena itu, Baitul Mal wa Tamwil hadir dalam mendukung keberadaan pelaku usaha mikro dalam mendapatkan tambahan modal yang diberikan melalui pembiayaan dengan sistem syariah. Saat ini, pembiayaan yang masih mendominasi kalangan masyarakat adalah pembiayaan dalam bentuk mudharabah dengan akad jual-beli dan disusul dengan pembiayaan murabahah dengan bagi hasil yang disetujui kedua belah pihak.

Pembiayaan yang diberikan oleh Bitul Mal wa Tamwil (BMT) kepada pelaku usaha mikro diharapkan dpat meningkatkan produksi yang akan berimplikasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan dengan pemberian


(25)

15 tambahan modal dalam menjalankan ussaha mikro tersebut. Dimana peningkatan pendapatan dan kesejahteraan dianalisis menggunakan alat analisis berupa Ordinary Least Square (OLS) dan analisis regresi logistik. Dari hasil analisis tersebut, maka akan didapatkan simpulan dan saran sekaligus rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Gambar 5 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Model 1 faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan rata-rata pelaku usaha mikro adalah pembiayaan, usia, jumlah anggota keluarga yang berpenghasilan, jarak, pendidikan, etika dan moral nasabah berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan rata-rata pelaku usaha mikro.

Model 2 faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan berdasarkan opini nasabah adalah lama menjadi anggota, pengeluaran makan, pengeluaran kesehatan, pendapatan rata-rata, pembiayaan, dan dummy etika dan moral nasabah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan berdasarkan opini nasabah,

Permasalahan internal

Pembiayaan pada usaha mikro

Dampak pembiayaan pada peningkatan produksi dan pendapatan

Dampak pembiayaan terhadap kesejahteraan

pelaku usaha mikro

Analisis data

Simpulan dan saran Potensi usaha kecil

masyarakat

Permasalahan eksternal

Aspek legalitas, manajemen usaha,

pangsa pasar

Aspek permodalan

Intermediasi Lembaga Keuangan MIkro Syariah : BMTPembiayaan kepada usaha


(26)

16

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Baitul Karim Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada minggu ketiga bulan Januari 2015 sampai dengan minggu keempat bulan Februari 2015.

Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan jenisnya, penelitian ini menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data diperoleh dari hasil wawancara yang akan diolah dengan menggunakan analisis data kuantitatif sehingga data dapat diinterprestasikan dengan baik melalui model yang digunakan. Data kualitatif diperoleh untuk mendukung hasil penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif, sedangkan data kuantitaif digunakan untuk memberikan nilai sehingga analisis data lebih tepat.

Berdasarkan sumbernya, penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer dilakukan langsung dengan metode wawancara pada 45 pelaku usaha mikro yang melakukan pembiayaan di BMT Baitul Karim Bekasi staf manajemen BMT, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan bulanan dan tahunan BMT, Kementerian Koperasi dan UMKM, buku, jurnal, skripsi, dan thesis yang mendukung dalam pembuatan skripsi ini.

Metode Pengambilan Responden

Metode pengambilan responden dilakukan dengan cara purposive sampling. Purposive sampling adalah pegambilan sampel secara sengaja sesuai dengan sampel yang diperlukan. Responden yang dipilih adalah responden yang dapat diharapkan dapat menjawab kuisioner untuk mendapatkan hasil yang terbaik, sehingga dapat diolah oleh alat analisis data yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan mewawancarai 45 responden pelaku usaha mikro yang mendapatkan pembiayaan murabahah pada BMT Baitul Karim Bekasi sebagai sampel. Responden yang diambil merupakan nasabah pembiayaan pada periode 2014.

Metode Analisis Data

Analisis Skala Likert

Skala likert melibatkan penilaian tingkah laku atau fenomena seseorang yang hendak diteliti. Dalam skala likert ini, seolah-olah penilai diminta oleh peneliti untuk menempatkan seseorang yang dinilai pada beberapa titik yang telah disusun secara berurutan atau dalam kategori yang menggambarkan tingkah laku seseorang tersebut. Manfaat dari skala likert ini adalah untuk mempermudah penilaian berjenjang sehingga dapat diolah dengan metode kuantitatif. Skala likert pada penelitian ini digunakan untuk memberi nilai pada indikator etika dan moral nasabah, 1 untuk “tidak pernah”, 2 untuk “jarang”, 3 untuk “kadang-kadang”, 4 untuk “sering”, dan 5 untuk “selalu”.


(27)

17

Metode Ordinary Least Square

Metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa merupakan metode untuk menyelesaikan alat hitung perataan. Metode OLS ini pertama kali dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss seorang ahli matematika dari Jerman.pada penelitian ini, model regresi OLS digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan rata-rata responden. Adapun model OLS yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

.... (1) Dimana,

Y = Rata-rata pendapatan rumah tangga X1 = Pembiayaan yang diambil peminjam

X2 = Jumlah anggota keluarga yang menghasilkan pendapatan

D1 = Dummy Usia peminjam (Usia di atas 40 tahun diberi nilai 1, dan lainnya 0) D2 = Dummy Jarak cabang dengan rumah peminjam (Jarak di atas 10 km diberi

nilai 1 dan lainnya 0)

D3 = Dummy Pendidikan peminjam (Pendidikan di atas 6 tahun diberi nilai 1 dan lainnya 0)

D4 = Dummy Etika dan moral peminjam = Eror

Metode Analisis Logistik

Analisis regresi logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval dan atau kategorik (Firdaus et al, 2009). Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0). Model ini mengacu pada penelitian Rahman (2010) untuk menjawab permasalahan penelitian. Adapun model logistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

[ ] .... (2) Dimana,

Pi = Probabilitas bahwa peminjam sejahtera berdasarkan opini nasabah 1-Pi = Probabilitas bahwa peminjam tidak sejahtera berdasarkan opini

nasabah

X1 = Lamanya menjadi anggota (tahun)

X2 = Pengeluaran untuk makan dari total pendapatan (%) X3 = Pengeluaran untuk perawatan kesehatan (rupiah) X4 = Pendapatan rata-rata keluarga (rupiah)

X5 = Pembiayaan yang diambil peminjam (rupiah) = Konstanta

= Eror


(28)

18

GAMBARAN UMUM BMT Baitul Karim Bekasi

Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Baitul Karim Bekasi didirikan pada April 2011 di bawah payung hukum Koperasi Syariah Baitul Karim Bekasi yang bergerak di bidang jasa solusi sistem informasi, jasa pelayanan umroh dan haji plus, jasa travel dan ticketting, jasa konstruksi, jasa outsourcing, dan jasa pendidikan dan kursus. BMT Baitul Karim didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Koperasi yaitu 19/BH/INDAGKOP/III/2012 dengan NPWP 31.510.958.7-432.000, dan Surat Keterangan Domisili 503/138-KI.Pgs/IV/2012 pada tanggal 16 April 2012 yang bertempat di Jalan AkasiaII Blok B/15, Ruko Pondok Hijau Permai, Bekasi Timur. Pendirian BMT Baitul Karim didasarkan dalam pengembangan potensi ekonomi jama’ah dan mengembangkan perekonomian mikro untuk kemaslahatan jama’ah bersama-sama dengan meraih ridho Allah swt. dan menyelamatkan jama’ah dari transaksi yang mengandung unsur riba yang tanpa disadari telah menghilangkan surga jama’ah.adapun visi BMT Baitul Karim adalah ”Menjadi Lembaga Keuangan Syariah yang profesional sebagai sarana untuk meraih ridho dan rahmat Allah dengan bermuamalah secara syariah menjauhi muamalah ribawi” dan misinya yaitu “Mewujudkan jama’ah yang rukun, kompak, saling tolong menolong, menjalankan empat roda berputar, sehingga satu-satunya jama’ah makmur sejahtera, ekonomi kuat, selamat dari riba”.

BMT Baitul Karim melakukan penghimpunan dan penyaluran dana dari masyarakat ke masyarakat. Penghimpunan dana dilakukan dengan menghimpun tabungan, deposito, simpanan umroh, simpanan haji, dan simpanan qurban, sedangkan penyaluran dana dilakukan dalam bentuk murabahah, mudharabah, dan qardhul hasan. Murabahah merupakan kegiatan pembiayaan dengan akad jual-beli dengan keuntungan dengan sistem bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah pihak, mudharabah merupakan pembiayaan dengan pola keuntungan bagi hasil di antara pihak mudharib (yang meminjam) dan shahibul mal (yang memberikan pinjaman). Adapun qarhul hasan merupakan bentuk pembiayaan yang diberikan oleh shahibul mal berupa pinjaman tanpa pembagian keuntungan. Tabel 5 Jumlah tabungan, pembiayaan dan mitra BMT Baitul Karim periode

2011 – 2014

Keterangan 2011 2012 2013 2014

Tabungan

(rupiah) 495 255 868 921 496 778 1 437 608 249 1 299 958 414 Mitra

Tabungan (orang)

254 543 751 844

Pembiayaan

(rupiah) 683 425 000

1 185 700

000 1 415 500 000 400 272 000 Mitra

Pembiayaan (orang)

68 217 342 397

Tabel 5 menunjukkan tabungan dan pembiayaan yg dilakukan selama periode 2011 sampai 2014. Berdasarkan Tabel 5, jumlah tabungan terus


(29)

19 meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2012 mengalami jumlah kenaikan sebesar 86.06% dibandingkan tahun 2011, pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 56% dibandingkan tahun 2012, dan mengalami penurunan sebesar 9.57% pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun 2013. Begitu pula dengan jumlah mitra tabungan yang semakin meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan sebesar 54.56%. Jumlah pembiayaan juga cenderung mengalami peningkatan dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2014 yaitu sebesar 71.72% siring dengan berkurangnya jumlah mitra yang memperoleh pembiayaan sebesar 56% pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun 2013.

Prosedur dan pengajuan pembiayaan kepada BMT Baitul Karim Bekasi tergolong mudah bagi nasabah pembiayaan. Nasabah pembiayaan hanya perlu mengisi formulir permohonan pembukaan rekening baru minimal simpanan sebesar Rp 50 000.00, selanjutnya nasabah diminta untuk mengisi formulir permohonan pembiayaan. Adapun syarat-syarat pembiayaan tidak mengandung unsur riba, maysir/judi, gharar/menipu, dhoror/merugikan, maksiat, barang haram, dan tidak ada suap/riswah. Selanjutnya nasabah hanya perlu melengapi fotokopi KTP (suami, istri), KK, PBB, listrik, buku simpanan, slip gaji (bagi karyawan), rekening koran (bagi pengusaha), foto ukuran 4x6 dan memberikan jaminan, lalu menandatangani akad pembiayaan yang sudah disediakan, dan selanjutnya adalah dilakukan survey ke lokasi nasabah sebagai pertimbangan apakah nasabah layak untuk mendapatkan pembiayaan atau tidak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Karakteristik responden dapat dilihat berdasarkan usia, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan lamanya menjadi anggota BMT yang ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel statistik deskriptif karakteristik responden ditampilkan untuk melihat ukuran pemusatan dan penyebaran data, serta standar deviasi untuk melihat keheterogenan responden.

Tabel 6 Statistik deskriptif karakteristik responden

Variabel Mean

(Rata-rata)

Nilai Maksimum

Nilai Minimum

Standar Deviasi

Usia (tahun) 42,15 63 20 9,12

Lama pendidikan

(tahun) 12,02 16 6 2,54

Jumlah anggota

keluarga (orang) 4,57 8 1 1,72

Lama menjadi anggota BMT (bulan)

10,13 43 2 25,17

Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata usia responden BMT Baitul Karim adalah 42 tahun dengan satandar deviasi sebesar 9.12. Standar deviasi pada usia responden ini cukup tinggi yang berarti usia responden yang diteliti cukup


(30)

20

bervariasi atau beragam dengan usia tertinggi 63 tahun dan usia yang terendah yaitu 20 tahun. Usia responden berada pada rentang 15 – 64 tahun, sehingga, dapat disimpulkan bahwa responden yang mengambil pembiayaan berada pada usia produktif tenaga kerja (BKKBN 2013).

Tabel 7 Usia responden

Usia (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

Kurang dari 15 0 0

15 – 24 1 2,22

25 – 40 18 40

41 – 55 22 48,89

56 – 65 4 8,89

Total 45 100

Lama pendidikan responden memiliki rata-rata 12 yang berarti rata-rata pendidikan responden yang diteliti yaitu menempuh pendidikan sampai taraf sederajat Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 28 orang atau 62,22 persen dari total responden. Pendidikan terendah responden yaitu sederajat Sekolah Dasar (SD) dan pendidikan tertinggi yaitu Strata 1 (S1).

Gambar 6 Pendidikan responden

Jumlah anggota keluarga responden penelitian tidak cukup beragam. Hal tersebut dapat dilihat dari standar deviasi sebesar 1,72 yang didapatkan dari hasil wawancara bahwa rata-rata responden memiliki sekitar empat orang anggota keluarga saja. Adapun nilai minimum pada data yaitu 1 yang berarti belum berkeluarga dan nilai maksimum yaitu 8.

Tabel 6 menunjukkan bahwa standar deviasi dari lama menjadi anggota BMT sebesar 25.17 yang berarti karakteristik responden penelitian dalam lamanya menjadi anggota sangat beragam. Rata-rata lama usaha menjadi anggota BMT yaitu 10 tahun dengan nilai minimum sebesar 2 dan nilai maksimum sebesar 43.

Pengeluaran Makan dan Kesehatan Keluarga

Pengeluaran makan keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menghabiskan antara 21 – 50 persen untuk membeli makan dari total pendapatan responden. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden mampu membagi alokasi pendapatan dengan

0 5 10 15 20 25 30

SD SMP SMA PT

Ju

m

lah

(

o

ran

g

)


(31)

21 pengeluaran makanan yang tidak begitu besar sehingga sisa pendapatan masih dapat digunakan untuk keperluan lainnya seperti pendidikan anak dan kebutuhan primer lainnya. responden yang menggunakan 10 – 20 persen dari total pendapatan untuk keperluan makan berjumlah 10 orang. Hal ini menunjukkan bahwa 22.22% dari total responden memiliki pendapatan yang cukup tinggi dikarenakan sedikitnya alokasi untuk pengeluaran makan keluarga. Di sisi lain, ada responden yang mengalokasikan hampir sebagian besar pendapatannya untuk pengeluaran makan. Berdasarkan hasil wawancara, ada 4 orang yang menghabiskan di atas 50% pendapatannya hanya untuk keperluan makan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima oleh responden tidak besar dan hanya dapat memenuhi kebutuhan primer. Halder dan Husain (1999) menyatakan bahwa masyarakat yang lebih miskin akan lebih besar kemungkinannya menggunakan pinjaman untuk tujuan konsumsi.

Tabel 8 Pengeluaran makan per total pendapatan Pengeluaran makan per

total pendapatan (%) Jumlah Persentase (%)

10 – 20 10 22,22

21 – 50 31 68,89

>50 4 8,89

Total 45 100

Pengeluaran kesehatan responden dapat dilihat pada Tabel 9. Data menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyisihkan antara Rp 50 000.00 – Rp 100 000.00 per bulan untuk pengeluaran kesehatan yaitu sebanyak 32 responden atau sebesar 71.11% dari total responden penelitian. hal tersebut menunjukkan bahwa keadaan responden dinilai baik atau sehat bila dilihat dari pengeluaran kesehatan yang tergolong sedikit. Responden hanya menggunakan alokasi kehatan untuk membeli obat-obat warung. Beberapa responden mengalokasikan antara Rp 100 000.00 – Rp 300 000.00 untuk kesehatan keluarga yaitu sebesar 6.67% dikarenakan ada salah satu anggota keluarga yang memerlukan terapi atau pengobatan khusus begitu pula dengan responden yang mengalokasikan pengeluaran kesehatan di atas Rp 300 000 000.00 per bulan.

Tabel 9 Pengeluaran kesehatan per bulan Pengeluaran Kesehatan

(rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

< 50.000 9 20

50.000 – 100.000 32 71.11

100.000 – 300.000 3 6.67

>300.000 1 2.22

Total 45 100

Karakteristik Usaha Responden

Jenis Usaha Responden

Pada penelitian ini, diketahui jenis usaha dari hasil wawancara dengan responden BMT Baitul Karim. Hasil wawancara menunjukkan jenis usaha


(32)

22

responden beragam sebagai sumber pendapatan keluarga, baik sebagai sumber pendapatan utama maupun sebagai usaha sampingan. Pada Gambar 7 dijelaskan bahwa sebagian besar usaha responden merupakan usaha perdagangan dimana responden hanya menjual kembali produk dari agen kepada konsumen akhir atau dapat dikatakan sebagai reseller yaitu sebesar 60% atau sebanyak 27 dari total responden penelitian. Usaha di bidang perdagangan ini mencakup penjualan pakaian, bahan pakaian, alat tulis dan makan, sembako, dan bengkel. Pada urutan kedua, jenis usaha yang mendominasi responden yaitu usaha yang bergerak di bidang jasa sebesar 24% atau sebanyak 11 dari total responden penelitian. Usaha di bidang jasa ini mencakup terapi kesehatan, pendidikan, percetakan, laundry, dan salon. Adapun pada minoritas usaha yaitu bergerak di bidang produksi sebesar 16% atau sebanyak 7 dari total responden penelitian. Usaha di bidang produksi ini terbatas pada produksi makanan saja.

Gambar 7 Jenis usaha responden

Lama Usaha Responden

Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar usaha telah dilakukan selama 3 – 5 tahun yaitu sebesar 37.78% atau sebanyak 17 dari total lama usaha responden. Selanjutnya, lama usaha yang mendominasi yaitu berada pada rentang 1 – 2 tahun sebesar 24.44% atau sebanyak 11 dari total lama usaha responden, sedangkan usaha yang berada pada rentang 5 – 10 tahun sebesar 20 persen atau sebanyak 9 dari total lama usaha responden. Lama usaha kurang dari 10 tahun lebih banyak mendapatkan pembiayaan dibandingkan dengan usaha yang sudah dijalankan lebih dari 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha mikro dengan lama usaha yang relatif muda yang memiliki keterbatasan akses permodalan ke lembaga keuangan formal sehingga cenderung lebih memilih akses ke lembaga keuangan non-formal seperti BMT Baitul Karim.

Tabel 10 Lama usaha responden

Lama Usaha Jumlah (orang) Persentase (%)

Kurang dari 1 tahun 3 6.67

1 – 2 tahun 11 24.44

3 – 5 tahun 17 37.78

5 – 10 tahun 9 20

Lebih dari 10 tahun 5 11.11

Total 45 100

24%

60% 16%

jasa

Perdagangan Produksi


(33)

23

Besar Modal Awal Usaha Responden

Modal awal responden sebagian besar dimulai dengan modal yang sangat sedikit yaitu hanya berkisar kurang dari Rp 500 000 000.00. Hal tersebut dikarenakan usaha yang dijalankan merupakan usaha mikro yang hanya membutuhkan sedikit modal atau dapat juga dikatakan bahwa mereka tidak mempunyai cukup modal untuk memulai usaha yaitu sebesar 31.11% dari total responden penelitian. Sedangkan responden yang memulai usaha dengan modal antara Rp 1 000 000.00 – Rp 5 000 000.00 juga mendominasi sebesar 28.89% dari total responden penelitian atau sebanyak 13 responden memulai usahanya pada rentang tersebut. Responden yang memulai usaha dengan modal yang besar di atas Rp 10 000 000.00 yaitu sebanyak 10 orang atau sebesar 22.22% dari total responden yang berarti keberadaan BMT Baitul Karim dapat membantu pelaku usaha mikro dalam memulai usahanya.

Tabel 11 Modal awal usaha responden

Modal Awal (rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

<500.000 14 31.11

500.000 – 1.000.000 4 8.89

1.000.000 – 5.000.000 13 28.89

5.000.000 – 10.000.000 4 8.89

>10.000.000 10 22.22

Total 45 100

Akses Usaha Mikro pada BaitulMal wa Tamwil (BMT)

Akses Simpanan Responden pada BMT Baitul Karim

Pada Tabel 12 dijelaskan mengenai simpanan responden pada BMT Baitul Karim. Sebagian besar responden yaitu 46.67% hanya memiliki simpanan kurang dari seratus ribu rupiah. Sebanyak 21 responden mengaku membuka simpanan hanya untuk melakukan pembiayaan pada BMT Baitul Karim dikarenakan salah satu syarat melakukan pembiayaan adalah membuka rekening anggota. Responden yang memiliki simpanan antara Rp 100 000.00 – Rp 500 000.00 dan Rp 500 000.00 – Rp 1 000 000.00 mengaku melakukan simpanan dengan sistem jemput bola selama melakukan pembiayaan atau angsuran dengan cara account officer mendatangi langsung ke rumah masing-masing responden. Responden yang memiliki simpanan lebih dari satu juta rupiah dapat digolongkan sebagai nasabah yang memiliki deposito di BMT yaitu sebanyak 4 orang atau sebesar 8.89% dari total responden penelitian.

Tabel 12 Simpanan reponden pada BMT Baitul Karim Simpanan (rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

<100.000 21 46,67

100.000 – 500.000 14 31,11

500.000 – 1.000.000 6 13,33

>1.000.000 4 8,89


(34)

24

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Akses Usaha Mikro terhadap Pembiayaan Syariah

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden memilih pembiayaan pada BMT Baitul Karim dikarenakan syarat yang mudah. Hal tersebut terjadi karena usaha mikro memiliki keterbatasan akses permodalan pada lembaga keuangan formal seperti perbankan. Lembaga keuangan formal sering kali menolak memberikan pinjaman pada usaha mikro yang dinilai tidak bankable, sehingga pelaku usaha mikro lebih mudah melakukan pembiayaan pada BMT. Sebesar 86.68% dari total responden menyatakan bahwa syarat untuk mengajukan pembiayaan ke BMT sangat mudah. Anggota hanya membawa fotokopi KTP (suami, istri), KK, PBB, listrik, buku simpanan, slip gaji (bagi karyawan), rekening koran (bagi pengusaha), foto ukuran 4x6 dan memberikan jaminan, lalu menandatangani akad pembiayaan yang sudah disediakan yang selanjutnya akan dilakukan survei ke rumah calon peminjam.

Tabel 13 Alasan mengajukan pembiayaan pada BMT Baitul Karim No. Alasan Mengajukan Pembiayaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Syarat mudah 39 (45) 86,67

2 Sistem syariah 31 (45) 68,89

3 Pencairan cepat 27 (45) 60

4 Sudah kenal dengan pengurus BMT 10 (45) 22,22

5 Tau dari teman 8 (45) 17,78

6 Kerja sama dengan sekolah 6 (45) 13,33

7 Tau dari brosur 3 (45) 6,67

8 Lokasi dekat dengan rumah 3 (45) 6,67

Pada urutan kedua, sebagian responden menyatakan bahwa sistem syariah merupakan alasan responden memilih BMT dikarenakan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan dalam pengembalian atau angsuran yaitu sebesar 68,89% dari total responden. Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem syariah sudah cukup dikenal di kalangan masyarakat dan dapat dijadikan alasan BMT untuk semakin meningkatkan keberadaannya di masyarakat. Pembagian keuntungan yang disesuaikan dengan kemampuan nasabah BMT dan disepakati kedua belah pihak juga merupakan alasan mengapa responden untuk mengambil sistem pembiayaan syariah.

Pada Gambar 8, selain memilih syarat yang mudah dan sistem syariah yang diberlakukan, responden juga memilih karena proses pencairan yang cepat. Sebagian besar responden menyatakan bahwa pencairan antara 2-6 hari yaitu sebanyak 22 orang. Hal tersebut dikarenakan usaha mikro merupakan usaha yang membutuhkan perputaran yang cepat untuk dapat terus melanjutkan usahanya. Apabila suatu usaha mikro terkendala modal dan tidak dapat menutupinya, maka usahanya akan terhenti untuk sementara apabila pelaku usaha tidak memiliki cadangan dana pribadi.


(35)

25

Gambar 8 Lama pencairan dana

Sebagian responden menyatakan bahwa sudah mengenal pengurus BMT sehingga lebih tertarik untuk melakukan pembiayaan yaitu sebesar 22.22% memilih alasan tersebut. Dalam hal ini, pengurus BMT memiliki peran yang baik untuk mengajak pelaku usaha mikro melakukan pinjaman dibandingakan dengan bank keliling yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi dan semakin meningkat selama nasabahnya belum dapat melunasi angsuran.

Alasan lain responden memilih BMT sebagai akses permodalan juga dikarenakan faktor-faktor lainnya, seperti tau dari teman, kerja sama dengan sekolah dimana ia bekerja, tau dari brosur dan lokasi dekat dengan rumah. Seperti terlihat pada Tabel 13.

Gambar 9 Jenis akad pembiayaan yang diambil nasabah

Jenis akad yang digunakan oleh nasabah dijelaskan pada Gambar 9. Hasil wawancara menunjukkan bahwa mayoritas akad pembiayaan yang digunakan adalah akad murabahah. Akad murabahah merupakan akad jual-beli dengan sistem pembagian keuntungan dari hasil jual-beli barang. Sedangkan akad mudharabah adalah akad dengan pembagian keuntungan dari hasil usaha mudharib. Pada Gambar 6 dijelaskan bahwa akad murabahah mendominasi yaitu sebesar 93% dari total pembiayaan yang dilakukan. Sedangkan pembiayaan dengan akad mudharabah hanya sebesar 7%. Hal ini menunjukkan bahwa akad murabahah lebih diminati masyarakat dibandingkan dengan akad mudharabah. Menurut hasil wawancara dengan responden, murabahah lebih diminati karena

0 5 10 15 20 25

2-6 hari 1-2 minggu >2 miinggu

Re

sp

o

n

d

en

(o

ra

n

g

)

Lama Pencairan Dana (hari)

93% 7%

Murabahah Mudharabah


(36)

26

lebih mudah dimengerti dan lebih sesuai dengan kebutuhan usaha mikro. Berbeda dengan akad mudharabah yang lebih sulit dipahami oleh nasabah.

Persentase Peningkatan Pendapatan Responden Setelah Pembiayaan

Pembiayaan merupakan salah satu cara dalam mengatasi akses permodalan pada usaha mikro yang mengalami keterbatasan akses permodalan pada lembaga keuangan formal seperti perbankan. Dengan adanya pembiayaan yang diberikan BMT kepada pelaku usaha mikro, pelaku usaha dapat lebih produktif dalam menghasilkan pendapatan. Dalam penelitian ini, pembiayaan yang diambil oleh responden berupa murabahah dengan akad jual-beli.

Tabel 14 Pendapatan rata-rata setelah melakukan pembiayaan Pendapatan Rata-Rata

(rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

1.000.000 – 5.000.000 29 64.44

5.000.000 – 10.000.000 13 28.89

>10.000.000 3 6.67

Total 45 100

Berdasarkan Tabel 14 pendapatan rata-rata setelah melakukan pembiayaan. Responden yang memiliki pendapatan antara Rp 1 000 000.00 – Rp 5 000 000.00 sebanyak 29 orang atau sebesar 64.44% dari total responden penelitian. sedangakan responden yang memiliki pendapatan antara Rp 5 000 000.00 – Rp 10 000 000.00 sebanyak 13 orang atau sebesar 28.89% dari total responden dan sebesar 3% memiliki pendapatan di atas Rp 10 000 000.00 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan sangat berpengaruh pada pendapatan responden yang diteliti. Seperti yang dijelaskan pada Tabel 15 bahwa hanya beberapa responden yang menyatakan bahwa pendapatannya cenderung turun setelah melakukan pembiayaan. Hal ini disebabkan karena faktor eksternal seperti keadaan bulan Ramadhan sehingga usaha warung kelontongannya turun drastis, pembatasan permintaan galon air pada pedagang eceran, dan pembiayaan yang dilakukan saat usaha pailit.

Tabel 15 Pertumbuhan pendapatan setelah melakukan pembiayaan Pertumbuhan

Pendapatan Jumlah (orang) Persentase (%)

Naik 42 93.33

Turun 3 6.67

Total 45 100

Persentase Peningkatan Keuntungan Usaha Mikro Setelah Pembiayaan

Tabel 16 menunjukkan keuntungan yang didapat dari usaha mikro responden. Sebagian besar responden mendapatkan keuntungan dari hasil usahanya antara rentang Rp 1 000 000.00 – Rp 5 000 000.00 per bulan yaitu sebanyak 37 orang atau sebesar 82.23% dari total responden penelitian.rata-rata keuntungan yang didapat responden adalah sekitar empat juta rupiah setiap bulannya dengan standar deviasi sebesar


(37)

27 Tabel 16 Keuntungan usaha mikro responden per bulan

Keuntungan Usaha

(rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)

<1.000.000 2 4.44

1.000.000 – 5.000.000 37 82.23

5.000.000 – 10.000.000 4 8.89

>10.000.000 2 4.44

Total 45 100

Dampak Pembiayaan Mikro Syariah terhadap Pendapatan Keluarga Pelaku Usaha Mikro dengan Orinary Least Square (OLS)

Salah satu masalah yang mendasar bagi usaha mikro adalah permodalan. Usaha mikro memiliki akses yang terbatas pada lembaga keuangan formal dalam hal mendapatkan pembiayaan usaha. Dalam penelitian ini, dijelaskan bahwa pembiayaan memiliki hubungan positif signifikan terhadap peningkatan pendapatan pelaku usaha mikro. Meningkatnya pendapatan dikerenakan adanya tambahan modal pada usaha dalam mengembangkan usahanya.

Pada hasil pengolahan data menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) yang telah dilakukan, didapatkan R-square dari persamaan sebesar 0.935 yang berarti bahwa 93.5% keragaman nilai pendapatan rata-rata dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model OLS yang digunakan sudah bebas dari pelanggaran-pelanggaran asumsi. Hal tersebut dikarenakan pada model sudah dilakukan uji asumsi klasik seperti uji normalitas, uji homogenitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas. Uji normalitas dilihat dengan one-sample kolmogorov-smirnov test, uji homogenitas dilihat dengan uji Breusch-Pagan-Godfrey, uji autokerelasi dilihat dari nilai Durbin-Watson, dan uji multikolineritas dilihat dari nilai VIF yang tidak lebih dari 10. Variabel signifikan pada taraf 5% yaitu pembiayaan, anggota keluarga yang memiliki penghasilan, dummy pendidikan, dan dummy etika dan moral.

Table 17 Faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan keluarga

Variable Coefficients t-value Sig.

Constant 4.223 13.458 0.000

Log Pembiayaan 0.317 6.934 0.000*

Dummy Usia -0.002 -0.078 0.938

Log Anggota Keluarga

Berpenghasilan 0.295 4.538 0.000*

Dummy Jarak 0.000064 0.054 0.957

Dummy Pendidikan 0.346 8.719 0.000*

Dummy Etika dan Moral 0.072 3.223 0.003*

R-Squared: 93.5%

*Signifikan pada taraf 5%

Besarnya pembiayaan berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan yang diperoleh keluarga dengan nilai koefisien sebesar 0.317 pada taraf 5%.


(1)

37

(UNTUK MURABAHAH)

9. Berapa besar pembiayaan :

Saat Mengajukan Pembiayaan yang Diajukan Pembiayaan yang Disetujui

Pembiayaan pertama Rp Rp

Pembiayaan saat ini Rp Rp

10. Pembiayaan digunakan untuk membeli apa :

11. Besar nisbah bagi hasil untuk Bapak/Ibu: %

12. Apakah Bapak/Ibu juga menabung di BMT? Ya / Tidak

13. Jumlah tabungan di BMT:

a. Kurang dari Rp 100.000 c. Rp 500.000 – Rp 1 Juta b. Rp. 100.000 – Rp 500.000 d. Lebih dari Rp 1 Juta 14. Berapa lama masa pencairan dana pinjaman untuk pinjaman pertama?

a. 2 – 5 hari c. 1 – 2 minggu

b. 1 minggu d. Lebih dari 2 minggu, sebutkan

15. Berapa lama masa pencairan dana pinjaman untuk pinjaman saat ini? c. 2 – 5 hari c. 1 – 2 minggu

d. 1 minggu d. Lebih dari 2 minggu, sebutkan

16. Berapa jangka waktu yang diberikan untuk mengembalikan pinjaman? a. Kurang dari 1 tahun c. 3 – 4 tahun e. Lebih dari 5 tahun b. 1 – 2 Tahun d. 4 – 5 tahun

17. Berapa besar angsuran per hari / minggu / bulan Rp 18. Biasanya pinjaman yang diberikan digunakan untuk:

a. Konsumsi Pribadi : %

b. Pengembangan usaha : %

c. Tambahan Investasi/Modal : % 19. Apakah selama mengangsur pernah melakukan penunggakan?

a. Ya, sebutkan sanksi dari BMT (jika ada) b. Tidak

Jika Ya, lama menunggak hari / minggu / bulan

20. Apakah alasan Bapak/Ibu menunggak?

……… ………

21. Alasan memilih pinjaman di BMT

a. Syarat mudah e. Sudah kenal dengan pengurus BMT b. Tidak ada agunan f. Sistem syariah

c. Lokasi dekat dengan rumah g. Pencairan cepat d. Marjin rendah h. Lainnya, sebutkan


(2)

38

D. INDIKATOR MORAL DAN ETIKA

1. Apakah rumah Bapak/Ibu dekat dengan tempat beribadah/pondok pesantren? a. Ya, sebutkan

b. Tidak

2. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti pendidikan formal keagamaan? (Madrasah, pesantren dll)

a. Ya, sebutkan b. Tidak

3. Beri tanda centang ( ) pada kotak jawaban (untuk muslim) Indikator

Intensitas Selalu Sering

Kadang-Kadang Jarang

Tidak pernah

Sholat Wajib Sholat Berjama’ah Membaca Al-Qur’an Memberi Infaq, Sedekah, Waqaf

Membayar Zakat Berpuasa

Mengikuti Pengajian

Beri tanda centang ( ) pada kotak jawaban (untuk non-muslim) Indikator

Intensitas Selalu Sering

Kadang-Kadang Jarang

Tidak pernah

Ibadah Rutin yang wajib Membaca kitab suci Memberikan pelayanan di tempat ibadah

Memberi bantuan materi Mengikuti pertemuan keagamaan


(3)

39

Lampiran 2 Hasil Olahan Data OLS

Model Summaryb,c

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson 1 ,967a ,935 ,925 1,01308 1,625 Predictors: (Constant), Dummy_Etika dan Moral, Dummy_Pendidikan, Dummy_Jarak, Log_Jumlah

Anggota Keluarga Berpenghasilan, Dummy_Usia, Log_Pembiayaan Dependent Variable: PENDAPATAN RATA-RATA

Weighted Least Squares Regression - Weighted by absresid

ANOVAa,b

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 561.207 6 93.534 91.134 .000c

Residual 39.001 38 1.026 Total 600.207 44

Dependent Variable: PENDAPATAN RATA-RATA Weighted Least Squares Regression - Weighted by absresid

Predictors: (Constant), Dummy_Etika dan Moral, Dummy_Pendidikan, Dummy_Jarak, Log_Jumlah Anggota Keluarga Berpenghasilan, Dummy_Usia, Log_Pembiayaan

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. B Std. Error Beta

1

(Constant) 4.223 .314 13.458 .000 LOG_Pembiayaan .317 .046 .733 6.934 .000 Dummy_Usia -.002 .022 -.007 -.078 .938 Dummy_Jumlah

Anggota Keluarga Berpenghasilan

.295 .065 .379 4.538 .000

Dummy_Jarak .000064 .001 .006 .054 .957 Dummy_Pendidikan .346 .040 .700 8.719 .000 Dummy_Etika dan

Moral .072 .022 .330 3.223 .003 Dependent Variable: PENDAPATAN RATA-RATA


(4)

40

Uji Normalitas

H

0

: data menyebar normal

H

1

: data tidak menyebar normal

Unstandardized

Residual

N 45

Normal Parameters a,b Mean .0000000 Std. Deviation .18738461 Most Extreme Differences Absolute .066 Positive .066 Negative -.038

Test Statistic .066

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

Uji Homogenitas

H

0

: data bersifat homogenitas

H

1

: data bersifat heterogenitas

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression .107 6 .018 1.471 .214b

Residual .462 38 .012 Total .569 44

Dependent Variable: homogenitas

Predictor: (constant), Dummy_Etika dan Moral, Dummy_Pendidikan, Dummy_Jarak,

Log_Jumlah Anggota Keluarga Berpenghasilan, Dummy_Usia, Log_Pembiayaan

Uji Autokerelasi

Model Summaryb,c

Model Durbin-Watson 1 1,625

Predictors: (constant), Dummy_Etika dan Moral, Dummy_Pendidikan, Dummy_Jarak,

Log_Jumlah Anggota Keluarga Berpenghasilan, Dummy_Usia, Log_Pembiayaan

Depenpent Variable: PENDAPATAN RATA-RATA

Uji Multikolinearitas

Model

Colinearity Statistic

Tolerance

VIF

1

(Constant)

LOG_Pembiayaan .153 6.532 DUMMY_Usia .196 5.100 DUMMY_Jumlah Anggota Keluarga

Berpenghasilan .245 4.084 DUMMY_Jarak .141 7.102 Dummy_Pendidikan .265 3.769 Dummy_Etika dan Moral .163 6.149


(5)

41

Lampiran 3. Hasil Olahan Data Logistik

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square 1 28,384a ,382 ,569 Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Opini nasabah mengenai

kesejahteraan Percentage Correct Tidak Sejahtera Sejahtera

Step 1 Opini nasabah mengenai kesejahteraan

Tidak Sejahtera

7 4 63,6

Sejahtera 4 30 88,2 Overall Percentage 82,2 a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Lama_Anggota ,169 ,083 4,149 1 ,042 1,184 Pengeluaran_M

akan ,084 ,050 2,873 1 ,090 1,088 Pengeluaran_K

esehatan ,000 ,000 1,976 1 ,160 1,000 Pendapatan 1,076 ,436 6,079 1 ,014 2,932 Pembiayaan ,000 ,000 5,023 1 ,025 1,000 Constant -8,399 3,615 5,398 1 ,020 ,000 a. Variable(s) entered on step 1: Lama Anggota, Pengeluaran Makan, Pengeluaran Kesehatan, Pendapatan, Pembiayaan.


(6)

42

Lampiran 5

RIWAYAT HDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 29 Nopember 1993 dari ayah

Nurachman dan ibu Nur Aliyah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Anashrulluhi dan melanjutkan

pendidikan ke SDN Jatimulya 11. Pada tahun 2005, penulis memasuki pendidikan

SMP yaitu SMP Negeri 4 Tambun Selatan. Kemudian pada tahun 2008, penulis

melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Tambun Selatan dan pada tahun 2011,

penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan jalur masuk

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis di

Departemen Ilmu Ekonomi, Program Studi Ekonomi Syariah.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi. Pada periode

2012/2013, penulis aktif di Lembaga Struktural yaitu

Sharia Economics Student

Club

(SES-C) pada divisi

Baitul Mal wa Tamwil

(BMT) dan sebagai sekretaris

umum pada organiasi yang bergerak di bidang sosial Forum For Indonesia (FFI)

chapter Bogor. Selanjutnya pada periode 2013/2014, penulis melanjutkan

keorganisian di SES-C sebagai sekretaris umum. Penulis juga aktif di berbagai

kepanitian seperti SEASON (Sharia Economics at Seminar, Expo and Campaign),

FRKS (Forum Riset Keuangan Syariah) yang diadakan oleh Otoritas Jasa

Keuangan (OJK), dan berbagai kepanitian dalam acara internal SES-C dan FFI.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Dan Kecil (Studi Kasus Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Al-Fath IKMI, Ciputat, Kota Tangerang Selatan)

1 10 124

Peran lembaga keuangan mikro Syariah dalam melakukan pembiayaan di sektor Agribisnis (studi BMT Miftahussalam Ciamis Koppontren Al-ittfaq Bandung)

0 25 107

Konsep Pembiayaan KPRS (Kredit Perbaikan Swadaya Rumah) Mikro syariah Bersubsidi melalui lembaga keuangan mikro syariah : studi di BMT Husnayain

0 15 91

Efektivitas Program Pembiayaan Usaha Kecil Mikro BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya di Kelurahan Kota Baru Bekasi Barat

3 20 89

“Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait ”

1 8 96

Strategi Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Mengembangkan Usaha Mikro (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta)

1 11 152

Analisis Efektivitas Dan Faktor-Faktor Pengambilan Pembiayaan Usaha Mikro Dan Kecil Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus : Kospin Jasa Syariah Pekalongan)

5 44 143

Respon Masyarakat Non Muslim Terhadap Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Lkms) (Study Kasus Pada Masyarakat Non Muslim Di Depok)

1 6 103

PAPER MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (1)

0 0 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar-Dasar Lembaga Keuangan Mikro Syariah - PERAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MASYARAKAT PERDESAAN DI KABUPATEN PRINGSEWU (Studi pada KJKS BMT El Ihsa

0 0 52