Penghormatan dalam Islam perspektif hadis

PENGHORMATAN DALAM ISLAM PERSPEKTIF HADIS

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Penulis:
Ahmad Qurtubi
NIM. 106034001216

JURUSAN TAFSIR-HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H. / 2011 M

ABSTRAK
“Islam sebagai agama terbesar di dunia memuliki peran penting dalam
menjaga moral manusia. Ia diharapkan mampu memberikan peran aktif dalam
memajukan


peradaban

dunia.

Muhammad

sebagai

pembawanya

hanya

mengatakan bahwa ia meninggalkan dua hal bagi umatnya, yakni alquran dan
hadis. Di sisi lain sejarah hidupnya menjadi bagian penting dari pembentukan
sejarah peradaban manusia. Peradaban yang bersih dan terhormat. Penghormatan
yang saat ini menjadi problematika menjadikan Islam memiliki jawaban tersendiri
dalam memberi solusi terhadapnya. Dan hadis yang menjadi gambaran kehidupan
Nabi menjadi penting untuk diketahui karena telah memberi jawaban solutif
terhadap penghormatan itu. Karena memang penghormatan yang berlebih bukan
hal baru pada saat ini, akan merupakan adat Timur, yang membudidaya pada

masyarakat kita. Sehingga bentuk kontekstualisasi hadis adalah kemutlakan
pilihan dalam era yang berbeda ini, yakni era yang lebih modern dengan budaya
yang berbeda, istilah yang berbeda, dan sistem hukum yang berbeda. Atau bahkan
definisi penghormatan yang berbeda.
Kata Kunci : Muhammad, Hadis, Penghormatan dan Teks

ii

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Banyak kita jumpai dalam suatu pertemuan, manakala ada seorang kaya
masuk mereka ramai-ramai berdiri memberi penghormatan. Sementara kalau si
miskin, tak satupun yang berdiri. Yang demikian itu tentu akan menimbulkan
perasaan iri hati terhadap yang kaya dan seluruh hadirin dalam majlis itu.
Terjadinya perasaan iri hati dan dengki diantara sesama muslim salah satu
penyebabnya adalah diskriminasi penghormatan.
Ketika masyarakat menjadikan posisi sosial seseorang sebagai standar
penghormatan maka yang terjadi adalah timbulnya klasifikasi sosial atau
pengkotak-kotakan masyarakat menurut kedudukannya. Bila ia seorang kaya
maka penghormatannya lebih tinggi dari pada si miskin. Sehingga terjadilah apa

yang disebut kesenjangan sosial / ketidak-adilan sosial.
Fenomena inilah yang membuat sulitnya komunikasi dengan orang yang
lebih tinggi kedudukan sosialnya. Disamping itu timbul pula istilah atasan dan
bawahan, padahal atasan bawahan itu adalah istilah yang artificial (palsu) karena
kitalah yang membuat-buatnya.
Rasulullah SAW tidak pernah membeda-bedakan dirinya dengan orang
lain. Hal inilah yang menjadi kegelisahan tersendiri bagi saya dan merasa perlu
menuangkannya menjadi bacaan yang diharapkan bisa membuka kembali respon
Muhammad dalam bentuk skripsi yang berjudul “Penghormatan dalam Islam
perspektif hadis”.
Di sisi lain, tulisan ini tidak hadir begitu saja namun telah banyak yang
ikut berkontribusi dalam penulisan ini, maka perlu kiranya penulis menyampaikan

iii

rasa terima kasih secara khusus. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan
menjadi amal tersendiri untuk mengumpulkan kita bersama seluruh umat
Muhammad di sisi Allah nanti. Amin. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa
terimakasih kepada orang-orang yang tidak penulis sebutkan namanya, penulis
perlu menyampaikan terima kasih secara khusus kepada:

a. Bpk. Prof. Zaenun Kamal selaku Dekan baru di fakultas Ushuluddin dan
Filsafat dan Bpk. Dr. M. Amin Nurdin yang telah digantikannya.
b. Bpk Dr. Bustamin MA, selaku Ketua Jurusan sekaligus orang yang selalu
memotivasi kami untuk segera menyelesaikan skripsi kami. jazakumullah
khairan katsîra.
c. Bpk Rifqi Muhammad Fatih yang telah sabar membimbing al-Faqîr, ana
dapat banyak ilmu dari antum.

‫ وﻣﺎﻛﺎن ﻟﻐﻴﺮ اﷲ زال‬,‫ﻣﺎﻛﺎن ﻟِﻠّﻪ زاد واﺗّﺼﻞ‬

‫واﻧﻔﺼﻞ‬
d. Ayah ummi tercinta H.Jamhuri dan Ma’anih yang selalu memarahiku, tapi
kuyakin semua itu kau lakukan agar anakmu yang satu ini berhasil.
e. Terima kasih juga untuk para guru-guru yang telah membimbing al-Faqir
sampai sekarang ini dan sudi kiranya untuk meminjamkan kitab-kitabnya,
KH.Muhammad Zakwan, KH.Abdul Muhit, KH.Usman Syarif, KH. Ali
Hasan,

KH. Ahmad Kosasih, KH. Ahmad Faisal Asmawi, KH.Agus


Subhan dan para Asâtiz lainnya.
f. Ustaz Rifqi Mukhtar yang telah mengajar kami setiap malam kamis, tidak
terasa sudah 4 tahun kami mengaji denganmu, mudah-mudahan berkah.
g. My Honey Aulia, thank you.

iv

h. Kawan-kawan yang aktif di Himpunan Mahasiswa Islam, para alumni
latihan kader I 2007, Irdi, Bara, Euis, Syamsul dll, dan juga adik-adik TH
yang selama kami menjabat sebagai Pres TH selalu membantu dalam
kegiatan-kegiatan yang kami jalankan, al-Makhsûs: Dika, Arma, Pipit,
Bibah, Jarwo, Usep, Dwi, Fuad, dan para senior HMI komisariat
Ushuluddin yang telah mendidik kami menjadi seorang patriot sejati:
Fajar, Mu’amar, Fikri, Su’udi, TB, Syafa’at, Iwenk, Fitroh dan yang lain.
i. Kawan-kawan TH angkatan 2006-2007 semuanya, wa bil khusus: Haikal
(paling uzur), Zami (Thanks atas tumpangannya pas motor ane ilang, eh
ikut ilang juga dah motor ente), Irfan (paling khoir), Enju (paling kesel ane
ama ente, masa skripsi dikata khutbah), encin (salut ane ma ente 2
semester 30 mata kuliah), Falaq (thanks udah mau jadi wakil ane).
Selanjutnya, penulis tak lupa untuk menyadari bahwa tulisan ini pastilah

ada kekurangan disana-sini. Untuk itu, kiranya saran, kritikan dan berbagai
sambutan yang konstruktif masih sangat penulis butuhkan guna kesempurnaan
tulisan dan pengetahuan penulis.
Akhirnya, penulis berharap tulisan ini akan bermanfaat dan tidak hanya
sekedar jadi tuntutan kuliah ataupun etalase hiasan dinding belaka.
Wa allâhu a’lamu bi murôdi ‘abdih

v

PEDOMAN TRANSLITERASI 1
Konsonan
Huruf Arab

Huruf Latin

‫ا‬

Keterangan
tidak dilambangkan


‫ب‬

B

be

‫ت‬

T

te

‫ث‬

Ts

te dan es

‫ج‬


J

Je

‫ح‬

H

h dengan garis bawah

‫خ‬

Kh

ka dan ha

‫د‬

D


da

‫ذ‬

Dz

De dan zet

‫ر‬

R

Er

‫ز‬

Z

Zet


‫س‬

S

Es

‫ش‬

Sy

es dan ye

‫ص‬

S

es dengan garis bawah

‫ض‬


D

de dengan garis bawah

‫ط‬

T

te dengan garis bawah

‫ظ‬

Z

zet dengan garis bawah

‫ع‬



koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

‫غ‬

Gh

ge dan ha

‫ف‬

F

Ef

1

Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105

vi

‫ق‬

Q

Ki

‫ك‬

K

Ka

‫ل‬

L

El

‫م‬

M

Em

‫ن‬

N

En

‫و‬

W

We

‫ﻫـ‬

H

Ha

‫ء‬



Apostrof

‫ي‬

Y

Ye

Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

______َ

a

fathah

___◌___
ِ

i

kasrah

______ُ

u

dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

‫__◌َ __ﻱ‬

ai

a dan i

‫َ____ ﻭ‬

au

a dan u

Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

‫ــَﺎ‬

â

a dengan topi di atas

vii

‫ــﻲ‬

î

i dengan topi di atas

‫ـــﻮ‬

û

u dengan topi di atas

Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tashdid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan
berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,
demikian seterusnya.

Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf
/t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
no

Kata Arab

Alih aksara

1

‫ﻃﺮﻳﻘﺔ‬

tarîqah

2

‫اﻟﺠﺎﻣﻌﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ‬

al-jâmî ah al-islâmiyyah

3

‫وﺣﺪة اﻟﻮﺟﻮد‬

wahdat al-wujûd

viii

Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid AlGhazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... III
KATA PENGANTAR ............................................................................................ IV
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. VII
DAFTAR ISI .............................................................................................................. XI
BAB I

: PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 7
D. Metodologi Penelitian ........................................................................... 8
E. Kajian Pustaka ...................................................................................... 9
F. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 10
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 11

BAB II

: MEMAHAMI PENGHORMATAN .................................................. 14
A. Pengertian Penghormatan .................................................................... 14
B. Penghormatan Terhadap Manusia Dalam Pandangan Islam ................ 16
C. Bentuk-bentuk Perilaku Penghormatan ............................................... 25
1. Mencium Tangan ............................................................................. 25
2. Inhinâ (Menundukan Badan) ........................................................... 27
3. Berdiri Menyambut Kedatangan Seseorang .................................... 29

BAB III

: HADIS-HADIS TENTANG PENGHORMATAN ........................... 31
A. Mencium Tangan

ix

1. Teks Hadis, Asbabul Wurud Hadis, dan Kualitas Hadis ................ 31
2. Pendapat Ulama Tentang Mencium Tangan ................................... 40
3. Analisa Hadis Mencium Tangan ..................................................... 44
B. Inhina (Menundukan Badan) ............................................................... 47
1. Teks Hadis, Asbabul Wurud Hadis, dan Kualitas Hadis .................. 47
2. Pendapat Ulama Tentang Inhina ....................................................... 49
3. Analisa Hadis Inhina ....................................................................... 51
C. Berdiri Menyambut Kedatangan Seseorang ....................................... 54
1. Teks Hadis, Asbabul Wurud Hadis, dan Kualitas Hadis ................ 54
2. Pendapat Ulama Tentang Berdiri Menyambut Seseorang ............... 64
3. Analisa Hadis Berdiri Menyambut Seseorang ................................ 68
BAB V

: PENUTUP .......................................................................................... 72
A. Kesimpulan ........................................................................................ 72
B. Saran ................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 75

x

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kewajiban antara satu muslim dengan muslim yang lainnya
adalah untuk saling menghormati dan memberikan penghormatan, di antara
bentuk penghormatan yang dilakukan umat muslim

di Indonesia ini adalah

mencium tangan, menundukan kepala, dan berdiri ketika seorang datang.
Beberapa hadis yang mungkin digunakan sebagai dalilnya adalah sebagai
berikut:

ِ ِ ِ‫ﱠ‬
ٍ
‫ُﺳ َﺎﻣﺔَ َﻋ ْﻦ ُﺷ ْﻌﺒَﺔَ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو‬
َ ‫ﻳﺲ َوﻏُْﻨ َﺪٌر َوأَﺑُﻮ أ‬
َ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﻪ ﺑْ ُﻦ إ ْدر‬
ِ
ِ
ِ ِ
‫ﱠﱯ‬
‫ أَ ﱠن ﻗَـ ْﻮًﻣﺎ ﻣ ْﻦ اﻟْﻴَـ ُﻬﻮد ﻗَـﺒﱠـﻠُﻮا ﻳَ َﺪ اﻟﻨِ ﱢ‬: ‫ﺻ ْﻔ َﻮا َن ﺑْ ِﻦ َﻋ ﱠﺴ ٍﺎل‬
َ ‫ﺑْ ِﻦ ُﻣﱠﺮةَ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ِﻦ َﺳﻠَ َﻤﺔَ َﻋ ْﻦ‬

‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َوِر ْﺟﻠَْﻴﻪ‬
َ
F1

Telah menceritakan kepada kami Abû Bakar, telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Idrîs dan Ghundar dan
Abû Usâmah, dari Syu'bah, dari 'Amru bin Murrah, dari ‘Abdullah
bin Salamah dari Safwân bin 'Assâl, bahwa sekelompok orang
Yahudi mencium tangan dan kedua kaki Nabi saw."

ٍ ِ‫ﺲ ﺑ ِﻦ ﻣﺎﻟ‬
‫ﻚ‬
َ ْ ِ َ‫أَﻧ‬
‫ﺎل‬
َ َ‫ﺎل َﻻ ﻗ‬
َ َ‫ﻟَﻪُ ﻗ‬

ِ
‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﺣْﻨﻈَﻠَﺔُ ﺑْ ُﻦ ﻋُﺒَـْﻴ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋ ْﻦ‬
ْ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪ أ‬
ْ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳ َﻮﻳْ ٌﺪ أ‬
ِ َ ‫ﺎل رﺟﻞ ﻳﺎ رﺳ‬
ِ
‫ﺻ ِﺪﻳ َﻘﻪُ أَﻳـَْﻨ َﺤ ِﲏ‬
َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ اﻟﱠﺮ ُﺟ ُﻞ ﻣﻨﱠﺎ ﻳـَْﻠ َﻘﻰ أ‬
َ ‫َﺧﺎﻩُ أ َْو‬
ُ َ َ ٌ ُ َ َ َ‫ ﻗ‬:‫ﻗَﺎل‬
3
ِِ ِ
‫ﺎل ﻧـَ َﻌ ْﻢ‬
َ َ‫ﺼﺎﻓِ ُﺤﻪُ ﻗ‬
َ َ‫ﺎل َﻻ ﻗ‬
َ َ‫أَﻓَـﻴَـ ْﻠﺘَ ِﺰُﻣﻪُ َوﻳـُ َﻘﺒﱢـﻠُﻪُ ﻗ‬
َ ُ‫ﺎل أَﻓَـﻴَﺄْ ُﺧ ُﺬ ﺑﻴَﺪﻩ َوﻳ‬
F2

Telah menceritakan kepada kami Suwaid, telah memberitakan
kepada kami Handzolah bin ‘Ubaidillah, dari Anas bin Mâlik (ia berkata):
telah berkata seorang laki-laki: wahai Rasulullah saw apabila seorang
laki-laki diantara kami bertemu dengan saudaranya atau kerabatnya
apakah kami harus menunduk kepadanya, Rasul menjawab: “Tidak”,
apakah kami harus memeluk dan menciumnya, Rasul menjawab:
“Tidak”, apakah kita harus mengambil tangannya dan berjabat
dengannya, Rasul menjawab:”Ya”.
2

Abû ‘Abdillâh Muhammad Ibn Yazîd al-Qazwinî Ibn Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah
(Semarang:Thoha Putera) j.2, hal. 1220, Kitâb al-Adab Bâb ar-Rojulu Yuqobbilu Yada ar-Rojuli.
3
Al-Tirmidzî, al-Jâmi’us Sahih wa huwa Sunan al-Tirmidzî, (Semarang:Thoha Putera),
j.4, hal.172, Bâb Ma Jâa Fî al-Musâfahah.

ِ
ِ ِ
‫ﻴﻞ َﻋ ْﻦ‬
ْ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ‬
ْ ‫اﳊَ َﺴ ُﻦ ﺑْ ُﻦ َﻋﻠ ﱟﻲ َواﺑْ ُﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر ﻗَ َﺎﻻ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋُﺜْ َﻤﺎ ُن ﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤَﺮ أ‬
ُ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ إ ْﺳَﺮاﺋ‬
ِِ
ِ
ِ
ِ
ٍ ِ‫َﻣْﻴﺴﺮةَ ﺑْ ِﻦ َﺣﺒ‬
َ‫ﲔ َﻋﺎﺋِ َﺸﺔ‬
َ ‫ﻴﺐ َﻋ ْﻦ اﻟْﻤْﻨـ َﻬ ِﺎل ﺑْ ِﻦ َﻋ ْﻤ ٍﺮو َﻋ ْﻦ َﻋﺎﺋ َﺸﺔَ ﺑِْﻨﺖ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ َﻋ ْﻦ أُﱢم اﻟْ ُﻤ ْﺆﻣﻨ‬
ََ
ِ
‫اﳊَ َﺴ ُﻦ َﺣ ِﺪﻳﺜًﺎ‬
ْ ‫ﺎل‬
َ َ‫َﺣ ًﺪا ََﺎ َن أَ ْﺷﺒَﻪَ ََْﺘًﺎ َوََ ْﺪﻳًﺎ َوَدّﻻ َوﻗ‬
ْ َ‫َرﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨـ َﻬﺎ أَﻧـ َﱠﻬﺎ ﻗَﺎﻟ‬
ُ ْ‫ َﻣﺎ َرأَﻳ‬: ‫ﺖ‬
َ‫ﺖأ‬
ِ َ‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ِﻣﻦ ﻓ‬
ِ ‫ﱠل ﺑِﺮﺳ‬
ْ ‫َوََ َﻼ ًﻣﺎ َوَﱂْ ﻳَ ْﺬ َُ ْﺮ‬
َ‫ﺎﻃ َﻤﺔ‬
َ ‫اﳊَ َﺴ ُﻦ اﻟ ﱠﺴ ْﻤ‬
َ
ْ َ ََ َْ ُ
ُ َ ‫ي َواﻟﺪ ﱠ‬
َ ‫ﺖ َوا ْﳍَْﺪ‬
ِ
ِ
‫َﺟﻠَ َﺴ َﻬﺎ ِﰲ َْﳎﻠِ ِﺴ ِﻪ‬
ْ َ‫ﺖ إِذَا َد َﺧﻠ‬
ْ َ‫ََﱠﺮَم اﻟﻠﱠﻪُ َو ْﺟ َﻬ َﻬﺎ ََﺎﻧ‬
ْ ‫َﺧ َﺬ ﺑِﻴَﺪ ََﺎ َوﻗَـﺒﱠـﻠَ َﻬﺎ َوأ‬
َ ‫ﺖ َﻋﻠَْﻴﻪ ﻗَ َﺎم إِﻟَْﻴـ َﻬﺎ ﻓَﺄ‬
4 ِِ
ِ ِ ‫وََﺎ َن إِذَا دﺧﻞ ﻋﻠَﻴـﻬﺎ ﻗَﺎﻣﺖ إِﻟَﻴ ِﻪ ﻓَﺄَﺧ َﺬ‬
‫َﺟﻠَ َﺴْﺘﻪُ ِﰲ َْﳎﻠﺴ َﻬﺎ‬
ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ َ َ
ْ ‫ت ﺑِﻴَﺪﻩ ﻓَـ َﻘﺒﱠـﻠَْﺘﻪُ َوأ‬
َ
F3

Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Ali dan Ibn
Basysyâr (keduanya berkata); telah menceritakan kepada kami ‘Utsmân
bin Umar berkata, telah mengabarkan kepada kami Isrâ'îl dari Maisarah
bin Habîb, dari Al-Minhal bin Amru, dari 'Âisyah binti Thalhah, dari
Ummul Mukminin 'Âisyah ra (ia berkata,: "Aku tidak pernah melihat
seseorang yang mirip dalam kesopanan, ketenangan, kesabaran dalam
memberi petunjuk, dan Al-Hasan tidak pernah menyebutkan 'ketenangan,
kesabaran dalam memberi petunjuk - seperti Rasulullah saw selain dari
pada Fatimah -semoga Allah memuliakan wajahnya-. Jika Fatimah datang
menemui beliau, maka beliau berdiri, meraih tangannya, mencium dan
mendudukkannya di tempat duduknya. Dan jika beliau datang
menemuinya, maka ia akan meraih tangan beliau, mencium dan
mendudukkannya di tempat duduknya."

Beberapa penghormatan yang saya sebutkan di atas menyebabkan adanya
perbedaan pendapat tentang bagaimana pengormatan yang seharusnya dilakukan
oleh dua orang muslim ketika bertemu, karena dikhawatirkan terjadi
penghormatan yang berlebih, telah disebutkan beberapa hadis dari Nabi
Muhammad saw, yang diantaranya:

ِ ْ ‫ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨﺎ‬
ِ َ َ‫ي ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﺳ ْﻔﻴﺎ ُن ﻗ‬
‫َﺧﺒَـَﺮِﱐ ﻋُﺒَـْﻴ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ‬
ُ ‫ي ﻳـَ ُﻘ‬
‫ﺖ اﻟﱡﺰَْ ِﺮ ﱠ‬
َ َ
ْ ‫ﻮل أ‬
ُ ‫ﺎل ََ ْﻌ‬
َُ
َ ‫اﳊُ َﻤْﻴﺪ ﱡ‬
ِ ِ
ٍ ‫اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒﱠ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
ُ ‫ﺎس ََِ َﻊ ﻋُ َﻤَﺮ َر ِﺿ َﻲ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋْﻨﻪُ ﻳـَ ُﻘ‬
‫ﺖ اﻟﻨِ ﱠ‬
ُ ‫ﻮل َﻋﻠَﻰ اﻟْﻤْﻨ َِﱪ ََ ْﻌ‬
َ ‫ﱠﱯ‬
‫ﱠﺼ َﺎرى اﺑْ َﻦ َﻣ ْﺮَﱘَ ﻓَِﺈﱠﳕَﺎ أَﻧَﺎ َﻋْﺒ ُﺪﻩُ ﻓَـ ُﻘﻮﻟُﻮا َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ‬
ُ ‫َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳـَ ُﻘ‬
ْ ‫ﻮل َﻻ ﺗُﻄُْﺮ ِوﱐ ََ َﻤﺎ أَﻃَْﺮ‬
َ ‫ت اﻟﻨ‬
5
ُ‫َوَر ُﺳﻮﻟُﻪ‬
F4

Telah menceritakan kapada kami Al-Humaidiy, telah menceritakan
kepada kami Sufyân (bahwa ia telah berkata), aku telah mendengar al4

Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud,(Darr Al-Fikr), j.4, hal.355, Kitâb al-Adab Bâb Ma Jâa
fi al-Qiyâm.
5
Muhammad bin ‘Ismâ’îl Al-Bukhârî, Sahîh Al-Bukhârî, (Beirut:Libanon), j.2, hal.256.
Kitâb Ahâdditsul Anbiyâ.

3

Zuhriy berkata: telah memberitakan kepadaku ‘Ubaidillah ibn ‘Abdillah,
Dari Ibn ‘Abbâs mendengar ‘Umar berkata dari atas mimbar: ”Aku
mendengar Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian mengkultuskanku
sebagaimana kaum Nasrani mengkultuskan ‘Îsa putra Maryam.
Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka ucapkanlah: hamba
Allah dan Rasul-Nya.”
Kekhawatiran Nabi tentang sikap yang berlebih ini juga pernah diucapkan
dalam sebuah hadis:

ٍ ‫ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻋﻠِﻲ ﺑﻦ ُﳏ ﱠﻤ ٍﺪ ﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ أَﺑﻮ أُﺳﺎﻣﺔَ ﻋﻦ ﻋﻮ‬
ِ ْ‫ﺼ‬
‫ﲔ َﻋ ْﻦ أَِﰊ‬
ْ ‫ف َﻋ ْﻦ ِزﻳَ ِﺎد ﺑْ ِﻦ‬
َ ُ‫اﳊ‬
َ
َ َ ُْ ‫َ ﱡ‬
َْ ْ َ َ َ ُ
ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬
ٍ ‫اﻟْ َﻌﺎﻟِﻴَ ِﺔ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ َﻋﺒﱠ‬
‫ﱠﺎس إِﻳﱠﺎ َُ ْﻢ‬
َ َ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ‬
َ َ‫ﺎس ﻗ‬
َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬
ُ َ َ َ‫ ﻗ‬: ‫ﺎل‬
ُ ‫ﺎل ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﻨ‬
6
‫ﻚ َﻣ ْﻦ ََﺎ َن ﻗَـْﺒـﻠَ ُﻜ ْﻢ اﻟْﻐُﻠُﱡﻮ ِﰲ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ‬
َ َ‫َواﻟْﻐُﻠُﱠﻮ ِﰲ اﻟﺪﱢﻳ ِﻦ ﻓَِﺈﻧﱠﻪُ أ ََْﻠ‬
5F

Artinya : Meriwayatkan kepada kami 'Ali bin Muhammad
meriwayatkan kepada kami Abû Usâmah dari 'Auf dari Ziyâd ibn alHusaini dari Abi al-'Âliyah dari Abbâs (dia berkata): telah bersabda
Rasulullah saw “Jauhilah sikap berlebih-lebihan di dalam Agama, karena
orang-orang sebelum kalian hancur binasa karena sikap berlebihan di
dalam Agama”
Hadis riwayat Ibnu Mâjah mengindikasikan bahwa jangan berlebihan di
dalam Agama, dikarenakan Nabi saw telah menggambarkan orang-orang sebelum
sahabat telah hancur binasa disebabkan sikap berlebihan. Walaupun hal tersebut
dilakukan terhadap seseorang yang dianggap mulia di sisi Allah swt.
Sebagian

orang

menganggap

bahwa

tidak

boleh

memberikan

penghormatan yang berlebihan, karena boleh jadi penghormatannya tersebut
menyerupai penghormatannya kepada Allah swt, Komentar ini adalah penggalan
dari pendapat Raja ‘Abdullah tentang penolakan dan ajakan untuk tidak mencium
tangan kepada orang lain kecuali orang tua, karena hal tersebut (mencium tangan)
juga menyebabkan ketundukan, yang merupakan pelanggaran pada hukum Tuhan.
Ketundukan yang tepat tidak pada satu pun kecuali Tuhan. Riyadh, 12 September

6

Abî Abdillah Muhammad bin Yazîd bin al-Qazwînî (selanjutnya dikenal sebagai Ibnu
Mâjah), Sunan Ibni Mâjah, (Semarang : Toha Putra), juz 2, hal.1008.

4

2005 11:28.

7
6F

Namun sebagian berpendapat bahwa penghormatan antar manusia

boleh dilakukan dengan cara apapun, sesuai dengan urf (kebiasaan) disetiap
masing-masing Negara. Dan juga boleh melakukan penghormatan dengan caracara tertentu, sesuai dengan kredibilitas seseorang yang dihormati.
Contoh tentang hadis berdiri ketika seorang datang:
Hadis riwayat al-Tirmidzî.

ِ ‫ﻴﺐ ﺑ ِﻦ اﻟ ﱠﺸ ِﻬ‬
‫ﻴﺪ َﻋ ْﻦ‬
ُ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َْﳏ ُﻤ‬
ْ ِ ِ‫ﻴﺼﺔُ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن َﻋ ْﻦ َﺣﺒ‬
َ ِ‫ﻮد ﺑْ ُﻦ َﻏْﻴ َﻼ َن َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ﻗَﺒ‬
ِ
ِ
‫اﺟﻠِ َﺴﺎ‬
َ ‫ﲔ َرأ َْوﻩُ ﻓَـ َﻘ‬
َ َ‫أَِﰊ ِ ْﳎﻠَ ٍﺰ ﻗ‬
َ ‫ﺻ ْﻔ َﻮا َن ﺣ‬
ْ ‫ﺎل‬
َ ‫ َﺧَﺮ َج ُﻣ َﻌﺎ ِوﻳَﺔُ ﻓَـ َﻘ َﺎم َﻋْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪ ﺑْ ُﻦ اﻟﱡﺰﺑـَ ِْﲑ َواﺑْ ُﻦ‬: ‫ﺎل‬
ِ َ ‫ََِﻌﺖ رﺳ‬
ْ‫ﺎل ﻗِﻴَ ًﺎﻣﺎ ﻓَـ ْﻠﻴَﺘَﺒَـ ﱠﻮأ‬
ُ ‫ﺐ أَ ْن ﳝَْﺜُ َﻞ ﻟَﻪُ اﻟﱢﺮ َﺟ‬
ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳـَ ُﻘ‬
‫َﺣ ﱠ‬
َ ‫ﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬
َ ‫ﻮل " َﻣ ْﻦ أ‬
َُ ُ ْ
8
"‫َﻣ ْﻘ َﻌ َﺪﻩُ ِﻣ ْﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر‬
F7

Artinya : "Meriwayatkan kepada kami Mahmûd Ibn Ghoilân
Meriwayatkan kepada kami Qobîsah Meriwayatkan kepada kami Sufyân
dari Habib ibn Syahîd dari Abî Mijlaz (dia berkata): Suatu ketika
Mu'âwiyah hendak keluar dari majelis, maka bangun 'Abdulllah ibn azZuhair dan Ibn Safwân untuk memberikan penghormatan, namun ketika
Mu'âwiyah melihatnya (maka ia berkata) : duduklah kalian berdua, aku
telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Siapa suka dihormati manusia
dengan berdiri, maka hendaknya ia mendiami tempat duduknya di
Neraka".
Sementara hadis riwayat Abû Dâud menyatakan seperti berikut:

ِ ِ ِ
‫ َﻋ ْﻦ أَِﰊ أ َُﻣ َﺎﻣﺔَ ﺑْ ِﻦ‬, ‫ﻴﻢ‬
ُ ‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﺣ ْﻔ‬
َ َ‫ َﻋ ْﻦ َﺳ ْﻌﺪ ﺑْ ِﻦ إﺑْـَﺮا‬, ُ‫ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺷ ْﻌﺒَﺔ‬, ‫ﺺ ﺑْ ُﻦ ﻋُ َﻤَﺮ‬
ٍ ِ‫ﻋﻦ أَِﰊ ﺳﻌ‬, ‫ﻒ‬
ٍ ‫ﺳ ْﻬ ِﻞ ﺑْ ِﻦ ﺣﻨَـْﻴ‬
, ‫أَ ﱠن أ ََْ َﻞ ﻗُـَﺮﻳْﻈَﺔَ ﻟَ ﱠﻤﺎ ﻧـََﺰﻟُﻮا َﻋﻠَﻰ ُﺣ ْﻜ ِﻢ َﺳ ْﻌ ٍﺪ‬, " ‫ي‬
ْ ‫ﻴﺪ‬
‫اﳋُ ْﺪ ِر ﱢ‬
ُ
َ
َ َْ
ِ
ِ‫ﺎل اﻟﻨِﱠﱯ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪ ﻋﻠَﻴﻪ‬
ِ
ِ
‫أ َْر َﺳ َﻞ إِﻟَْﻴﻪ اﻟﻨِ ﱡ‬
َْ ُ
َ ‫ ﻓَـ َﻘ َ ﱡ‬, ‫ ﻓَ َﺠﺎءَ َﻋﻠَﻰ ﲪَﺎ ٍر أَﻗْ َﻤَﺮ‬, ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ ‫ﱠﱯ‬
ِ
ِ ِ
‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
َ ‫ ﻓَ َﺠﺎءَ َﺣ ﱠﱴ ﻗَـ َﻌ َﺪ إِ َﱃ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬, ‫ﻮﻣﻮا إِ َﱃ َﺳﻴﱢﺪ َُ ْﻢ أ َْو إِ َﱃ َﺧ ِْﲑَُ ْﻢ‬
ُ ُ‫ ﻗ‬: ‫َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
9
. "‫َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬
F8

Artinya : Meriwayatkan Hafs bin ‘Umar, Menceritakan kepada
kami Syu’bah, dari Sa’d bin Ibrahîm, dari Abî Umâmah bin Sahl bin
7

Didownload
pada
11
April
2011
02:19
dengan
alamat
website:
(http://www.gatra.com/2005-09-12/artikel.php?id=88304).
8
Abî Dâud Sulaimân bin Al-Asy'at bin Ishâq As-Sijistânî, Sunan Abî Dâud, juz 4,
hal.358.
9
Abî Dâud Sulaimân bin Al-Asy'at bin Ishâq As-Sijistânî, Sunan Abî Dâud, juz 4,
hal.355.

5

Hunaif, dari Abî Sa’îd al-Khudriy: Sesungguhnya Bani Quraizah
diputuskan sebuah hukum oleh Sa’ad, Nabi pun mengirim utusan
kepadanya, tibalah Sa’ad dengan mengendarai keledai berwarna putih,,
bersabda Nabi saw "Berdirilah pemimpin kalian.”
Kedua hadis di atas terkesan mukhtalif, Hadis pertama secara tekstual
mengandung pengertian, bahwa seorang muslim yang suka penghormatan dengan
berdiri, maka ia menghadapi ancaman masuk Neraka. Namun dalam hadis kedua
Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk membantu Sa’ad ra
pemimpin para shahabat Ansar yang baru saja tiba mengendarai himâr (keledai).
"Berdirilah untuk pemimpin kalian.”
Keberadaan hadis-hadis di atas tidak terlepas dari kebudayaan dan
kebiasaan para sahabat Nabi saw pada waktu itu apabila mereka setelah bepergian
jauh untuk misi berdakwah, sesampainya mereka berjumpa dengan Rasulullah
mereka melepas kerinduaannya dengan menciumi tangan dan kakinya
Rasulullah. 10
9F

Adapun yang menjadi konsentrasi saya dalam pembahasan skripsi ini
adalah al-Khidmah fil Islâm (penghormatan di dalam Islam) yang meliputi
mencium tangan, menundukan badan, berdiri menyambut seseorang yang datang.
Hal ini dikarenakan terdapat sebagian orang yang beranggapan bahwa tidak boleh
mencium tangan, menundukan kepala, dan berdiri menyambut seseorang datang
Oleh karena itu penghormatan di dalam Islam menurut penulis sangat
penting untuk di kaji, sehingga mendapat gambaran utuh tentang etika
menghormati yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu dengan melihat hadis-hadis
Nabi saw. Tidak hanya sekedar melihat dari kebolehan ataupun pelarangan dalam
estetika penghormatan. Lebih dari pada itu perlu juga melihat asbab al- wurud al10

Mostafa al-Badawi , Tangan Nabi, (Pustaka Zawiyah 2004), hal.58.

6

hadis

11
10F

Dengan lain ungkapan, ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu

hadis, perlu memperhatikan konteks historitas, kepada siapa hadis itu disampaikan
Nabi saw, dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi saw waktu itu
menyampaikannya. Tanpa memperhatikan konteks historisitasnya seseorang akan
mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu hadis,
bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru. Untuk itu agar
penulis juga tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan suatu hadis, akan juga
mengkaitkan dengan konteks kekinian.
Dari uraian di atas maka penelitian dengan judul "Penghormatan Dalam
Islam Perspektif Hadis (Mencium Tangan, Menundukan Badan, dan Berdiri
Menyambut Kedatangan Seseorang) ". Layak dilakukan.
B. Identifikasi Masalah
Dari hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang tersebut dapat
dilihat bahwa mengingat di Negara kita banyak sekali Organisasi Islam yang
dalam beberapa hal ada perbedaan pandangan, maka tidak mengeherankan apabila
sering kita jumpai antara satu Organisasi dengan lainnya saling menggunjing
dalam masalah Furû’iyah.
Berdasarkan uraian di atas maka saya melakuan identifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana tradisi penghormatan sebelum Islam?
2. Bagaimana tradisi penghormatan masa Rasulullah?
3. Apa saja bentuk-bentuk penghormatan?
11

Asbab al-Wurûd al-hadîs,merupakan konteks sosiologis yang menyebabkan suatu hadis
muncul,sebagai respon dan anggapan suatu hadis yang berkembang kala itu. Sehingga suatu hadis
difahami tanpa memperhatikan asbabul wurudnya, maka akan terasa kurang lengkap, bahakan
bisa menimbulkan salah faham. Lihat Dasar-Dasar Ilmu Hadis, karya Bustamin, (Ushul Press
2009), hal.113.

7

4. Bagaimana konsep penghormatan dalam Islam?
5. Bagaimana Al-Qur’an berbicara tentang penghormatan?
6. Bagaimana hadis berbicara tentang penghormatan?
7. Bagaimana pandangan Ulama tentang penghormatan, dan bentuk-bentuk
penghormatan?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berangkat dari penjelasan diatas, maka diperlukanlah suatu rumusan
masalah guna menjaga agar penelitian ini fokus pada pembahasan dan lebih
terarah.
Adapun penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Islam memandang penghormatan dan apa saja bentuk-bentuk
penghormatan dalam Islam?
2. Bagaimana hadis berbicara tentang penghormatan serta mengindentifikasi
beberapa masalah yang berkaitan dengan penghormatan dalam Islam,
dengan meneliti teks hadis yang dijadikan dalil-dalil pembolehan atau
pelarangan hal-hal tersebut yang ada dalam al-Kutub al-Tis’ah?
3. Bagaimana pandangan Ulama tentang penghormatan dan bentuk-bentuk
penghormatan?
Untuk itu penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana pemahaman terhadap hadis-hadis tentang penghormatan
sesama manusia”
D. Metodologi Penelitian
1. Penulis menggunakan langkah-langkah penelitian kepustakaan (library
reseach) dalam pengumpulan sumber data yaitu dengan memanfaatkan kitab-

8

kitab hadis untuk dijadikan sumber data dalam pencarian hadis-hadis
mengenai penghormatan. saya juga menelusuri karya-karya yang erat
hubungannya dengan masalah penghormatan, serta kitab-kitab syarah hadis
yang memuat

tentang penghormatan untuk selanjutnya dapat difahami

maksud dari makna hadis tersebut.
2. Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriktif-analitis yaitu sebuah
metode yang menguraikan terlebih dahulu permasalahan yang akan di kaji
sebagai gambaran awal, setelah itu dianalisa. Hal yang pertama adalah
mengumpulkan hadis-hadis yang dibutuhkan dalam proses penelitian. Setelah
itu dikelompokan hadis-hadis yang mempunyai tema yang sama dengan tema
penulisan skripsi ini. Dalam hal ini penulis memaparkan semua hadis-hadis
yang bersangkutan dengan tema tersebut tanpa melakukan intervensi,
melainkan menuliskan apa adanya. Metode penulisan skripsi ini menggunakan
buku Pedoman Akademik Tafsir Hadis Tahun 2006-2007 Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat UIN Jakarta.
3. Selanjutnya penulis menggunakan metode takhrij hadis, metode takhrij hadis
itu sendiri ada empat metode. Pertama,takhrij hadis melalui kata/lafal pada
matan hadis. Kedua, takhrij hadis melalui tema. Ketiga, takhrij hadis melalui
awal matan hadis. Keempat, takhrij hadis melalui sahabat Nabi/periwayat
pertama. Akan tetapi saya menggunakan metode yang pertama yaitu metode
takhrij hadis melalui kata/lafal pada matan hadis, dalam kegiatan takhrij ini
hal yang pertama adalah mencari teks hadis dengan menggunakan sebuah
kamus yang saya anggap cukup lengkap yaitu kitab susunan A.J. Wensinck
dan kawan-kawan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh

9

Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi dengan judul al-Mu’jam al-Mufahros li alfazil
hadis an-Nabawi, kamus hadis ini hanya merujuk kepada sembilan kitab hadis
al-Kutub al-Tis’ah. 12contoh: ketika mencari kalimat at-Taqbîl maka yang
1F

harus kita lakukan adalah mengetahui akar kata dari at-Taqbîl itu sendiri,
yaitu Qobbala yaitu Fi’il al-Mâdi karena kita akan kesulitan mencari jika
menggunakan fi’il al-Mudâri’, ketika sudah mengetahui akar kata dari kalimat
yang akan dicari, maka kita tinggal mencari kalimat tersebut di kamus ini
dengan mengikuti huruf abjad bahasa Arab, yaitu huruf Qof dan yang
selanjutnya huruf Ba dan Ya, dengan begitu sangat mudah bagi kita mencari
hadis dengan menggunakan hadis ini. Dan setelah teks-teks hadis ditemukan
maka penelitian bisa dilanjutkan kepada kualitas hadis dan pemahaman dari
hadis tersebut mulai dari per-kata sampai dari maksud kandungan hadis
tersebut.
E. Kajian Pustaka
Penulis menemukan dalam beberapa sumber buku yang menulis tentang
masalah seputar adab seseorang ketika berjumpa, diantara buku-buku tersebut
adalah:
1) Ibnu al-Muqri, ar-Rukhsah Fî Taqbîli al-Yad. Buku ini secara keseluruhan
berisikan hadis-hadis tentang cium tangan, dan buku ini banyak
mendapatkan kritikan diantaranya hadis-hadis di dalam buku ini banyak
yang diragukan kualitasnya.
2) Âdabu Al-Musâfahah. Buku ini dikarang oleh salah satu Ulama Indonesia
yaitu Muhamad Nuruddin al-Banjar al-Makkî yang telah lama belajar

12

Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis,(Ushul Press 2009 ), hal.184-185.

10

dengan Syeikh Muhammad Yasin al-Fadani (al-Musnid ad-Dunia), buku
ini membahas tentang adab seseorang ketika bertemu, ketiga hal yang saya
angkat dalam penulisan ini ada di dalam buku tersebut, akan tetapi dalam
buku ini tidak menyebutkan ikhtlaf para ulama tentang menghukumi
ketiga hal yang saya angkat dalam penulisan ini.
3) Al-Firqoh an-Najiyyah, buku ini dikarang oleh Jamil Zainu yang telah
diterjemahkan oleh Golongan Salafy menjadi “Jalan Golongan Yang
Selamat” 13 . Buku ini adalah salah satu buku yang kontradiksi dengan
12F

buku Muhammad Nuruddin al-Banjar al-Makkî yaitu Âdabu AlMusâfahah.
F. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini, sebagaimana yang telah saya sebutkan
pada pembatasan dan rumusan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penghormatan yang ada di dalam Islam.
2. Untuk mengetahui hadis-hadis Nabi yang berbicara seputar penghormatan
dalam Islam.
3. Untuk mengetahui pandangan Ulama tentang penghormatan dan bentukbentuk penghormatan.
Adapun kegunaan dari penelitian ini Secara akademik adalah:
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran
dalam

pemikiran

penghormatan

13

di

Islam

khusunya

dalam

Islam

dalam

bidang

yang meliputi

hadis

tentang

mencium

tangan,

Lihat : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=92, dapat diakses secara gratis
pada alamat tersebut.

11

menundukan badan, dan berdiri menyambut seorang datang yang saat ini
menjadi sebuah hal yang wajib.
2. Sebagai syarat memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi Islam pada
program studi Tafsir-Hadis di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Adapun kegunaan dari penelitian ini Secara non akademik adalah:
1. Agar saya dan para pembaca skripsi ini mendapat gambaran utuh tentang
penghormatan dan bentuk-bentuk penghormatan.
G. Sistematika Penulisan
Agar penulisan ini lebih sitematis dalam pengurainnya, maka penulisan
skripsi ini akan di bagi kepada beberapa bab, yaitu :
Bab satu berisikan tujuh sub-bab. Pertama, latar belakang masalah yang
akan diteliti. Kedua, identifikasi masalah agar masalah yang sulit dapat
disederhanakan sehingga penelitian menjadi mudah. Ketiga,

pembatasan dan

perumusan masalah agar pembahasan penelitian ini dapat fokus. Keempat,
metodologi penelitian agar proses penelitian menjadi terstruktur. Kelima, tujuan
dan manfaat penulisan, kenapa harus ada tujuan dan manfaat penulisan di dalam
sebuah proposal skripsi, hal ini dikarenakan agar penelitian yang akan dilakukan
tidak sia-sia dan dapat terarah sesuai dengan yang diinginkan. Keenam, kajian
pustaka, hal ini sangat penting agar saya dapat memahami latar belakang teoritis
masalah penelitian. Ketujuh, sistematika penulisan, perlunya sistematika penulisan
agar dapat memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari
penulisan/penelitian skripsi ini.

12

Pada bab dua ada tiga sub-bab. Pertama, saya akan membahas tentang
pengertian penghormatan secara umum. Kedua, menggambarkan penghormatan
tersebut dalam pandangan as-sunnah, hal ini dikarenakan tiga hal yang penulis
angkat pada penelitian ini amat erat kaitannnya dengan penghormatan. Lalu pada
sub-bab ketiga, saya akan mendefinisikan tiga hal yang menjadi pembahasan, hal
ini dikarenakan memberi gambaran awal tentang makna sesungguhnya dari
pembahasan saya.
Pada bab tiga ada tiga sub-bab. Pertama, berisikan teks-teks hadis yang
didapat dari al-Kutub al-Sittah melalui kitab mu’jam al-mufahros li alfâzi al-hadîs
dengan asbabul wurud hadis tersebut yang didapat melalui kitab syarh hadis yang
disertai juga akan kualitas hadis tersebut, karena kualitas ke-sahih-an sebuah
hadis merupakan hal yang sangat penting, terutama hadis-hadis yang bertentangan
dengan hadis, atau dalil lain yang lebih kuat. Pada bab kedua berisi pendapat para
ulama hadis tentang tiga hal yang menjadi pembasan pada skripsi ini, hal ini guna
memberikan kejelasan tentang alasan-alasan pembolehan dan pelarangan.
Sedangkan bab ketiga adalah analisa hadis guna memperjelas pemahaman dari
hadis-hadis tersebut.
Pada bab terakhir yaitu bab empat ada dua sub-bab. Pertama. Kesimpulan
guna mengetahui jawaban dari pembatasan dan perumusan masalah.

Kedua,

saran. Pada bab terakhir ini lah bagian penting untuk mengetahui “kira-kira
kelemahan yang ada dalam penelitian ini”, pada bab inilah clue kepada
pengembang berikutnya/atau pada skripsi yang lainnya.

BAB II
MEMAHAMI PENGHORMATAN

A. Pengertian Penghormatan
Istilah penghormatan dalam bahasa Arab mempunyai dua makna, yaitu
ditinjau dari segi etimologis dan terminologis. Penghormatan secara etimologis
dalam bahasa Arab, penghormatan ‫ ﺍﻻﺣﺘﺮﺍﻡ‬adalah penghargaan ‫ﺍﻻﻋﺘﺒﺎﺭ‬, kalimat
tersebut berakarkan Tsulâtsi Mujarrad yang berwazankan Fa’ala-Yaf’ulu yaitu
14
Harama-yahrumu-haraman, dan menjadi Rubâi ‫ ﺍِﺣْ ﺘِ َﺮﺍ ًﻣﺎ‬-‫ﺤﺘﺮ ﻡ‬
ِ َ‫ ﻳ‬- ‫ﺍِﺣْ ﺘ َﺮ ﻡ‬. Dan bentuk
13F

mashdarnya adalah ‫ ﺍﺣﺘﺮﺍﻣﺎ‬Seperti contoh:
Menghormatinya : menjaga kehormatannya: ُ‫ َﺭﻋَﻰ ﺣُﺮْ َﻣﺘَﻪ‬: ُ‫ﺍِﺣْ ﺘَ َﺮ َﻣﻪ‬
Dalam istilah bahasa Arab yang lain, yang juga sering digunakan untuk
kalimat penghormatan adalah ‫ﺍﻟﺘّﺤﻴّﺔ‬

yang berakar pada kata ‫ ﻳُﺤْ ﻲ‬-‫ ﺣ ّﻲ‬, 15
14F

penggunaan kalimat ‫ ﺍﻟﺘّﺤﻴّﺔ‬juga digunakan dalam firman Allah swt :
              

Artinya : "Apabila kamu dihormati dengan suatu tahiyah, maka
balaslah tahiyah itu ,dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang
serupa). Sesungguhnya Allah ,memperhitungkan segala sesuatu. (QS.
4:86). 16
15F

Secara terminologis atau istilah penghormatan diartikan sebagai suatu
proses, cara, perbuatan menghormati terhadap seseorang yang patut dihormati.

14
15

Ahmad Warson Munawir,al-Munawir,(Surabaya : Pustaka Progressif), hal.257.
Lihat Lisânul ‘Arab, Jilid 14. hal. 214, dan Ahmad Warson Munawir,al-Munawir ,

hal.316.
16

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta-Office/Indonesia), hal.133.

14

Dalam kamus bahasa Indonesia kata penghormatan berasal dari kata
hormat dan mendapatkan tambahan peng dan an menjadi penghormatan, ada
beberapa istilah/sinonim dari kata penghormatan:
1. Pemuliaan : perihal membuat (menjadikan) sesuatu hal lebih bermutu atau
lebih unggul.
2. Pengakuan : proses, cara, perbuatan mengaku atau mengakui.
3. Penakziman : menghormati; memuliakan.
4. Pengakuan : proses, cara, perbuatan mengaku atau mengakui
5. Penghargaan : tanda (berupa bintang dsb) yg diberikan kpd seseorang
untuk menghargai jasanya (karyanya dsb);
Hemat saya adalah bahwa satu muslim dengan muslim yang lainnya
adalah harus saling harga menghargai karena sikap tersebut harus dimiliki oleh
setiap muslim sebagai wujud dari Al-Akhlak al- Karîmah.
Tentang kedudukan akhlak mulia telah dijelaskan dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan Abû Dardâ bahwa Rasûlullâh saw bersabda :

‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ أَِﰊ ﻋُ َﻤَﺮ َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳ ْﻔﻴَﺎ ُن َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ ِدﻳﻨَﺎ ٍر َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ أَِﰊ ُﻣﻠَْﻴ َﻜﺔَ َﻋ ْﻦ‬
ِ
ِ
ٍ َ‫ﻳـﻌﻠَﻰ ﺑ ِﻦ ﳑَْﻠ‬
َ َ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ‬
‫ﻚ َﻋ ْﻦ أُﱢم اﻟﺪ ْﱠرَداء َﻋ ْﻦ أَِﰊ اﻟﺪ ْﱠرَداء أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ‬
ْ َْ
َ ‫ﱠﱯ‬
ٌ‫ﺎل َﻣﺎ َﺷ ْﻲء‬
17
ِ
ِ
ِ
ِِ ِ
ِ ِ ِ
ُ ‫أَﺛْـ َﻘ ُﻞ ِﰲ ﻣ َﻴﺰان اﻟْ ُﻤ ْﺆﻣ ِﻦ ﻳـَ ْﻮَم اﻟْﻘﻴَ َﺎﻣﺔ ﻣ ْﻦ ُﺧﻠُ ٍﻖ َﺣ َﺴ ٍﻦ َوإِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﻟَﻴُْﺒﻐ‬
َ ‫ﺾ اﻟْ َﻔﺎﺣ‬
َ‫ﺶ اﻟْﺒَﺬيء‬
F16

Telah meriwayatkan kepada kami Ibn Abî ‘Umar, telah
meriwayatkan kepada kami Sufyân, telah meriwayatkan kepada kami
‘Amr bin Dînâr, dari Abî Mulaikah, dari Ya’la bin Mamlak, dari sahabat
Abî Dardâ : bahwa Nabi Muhammad saw bersabda : “Tidak ada
sedikitpun yang lebih berat ditimbangan seorang mu`min pada hari kiamat
nanti dari akhlaq yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci
orang yang berkata keji dan jelek”. (HR. At-Turmudzî : dan beliau berkata
hadis ini hasan shahih).

17

Al-Tirmidzî, Sunan, Bâb Mâ Jâ-a Fî Husnil Kholqi, (Semarang : Thoha Putra), Juz 3,
No.2070, hal. 244.

15

Akhlak adalah gabungan dari berbagai macam keutamaan dan tradisi, yang
karenanya bangsa-bangsa ini dapat hidup sebagaimana hidupnya tubuh kita
dengan adanya organ-organ dan perangkat-perangkatnya. Maka jika gabungan
sifat itu berpenyakit dan bercerai-berai, maka akan terlihat sesuatu yang tidak
menyenangkan di jalan-jalan umum maupun khusus. 18
17F

Manusia adalah makhluk sosial, 19 yang
18F

memerlukan interaksi yang

disebut interaksi sosial. Dalam interaksi sosial itu, setiap orang memerlukan
penghargaan dan pengakuan dari sesamanya. Tidak ada orang yang memilih cara
hidup untuk dikucilkan dan dibenci manusia. Sekalipun dalam kenyataannya
kemudian ada manusia yang dikucilkan dan direndahkan di mata hukum dan
moral, disebabkan oleh perbuatan buruknya yang terbongkar. Kita akan sampai
pada suatu kesimpulan bahwa penghormatan manusia kepada kita amatlah mahal,
sehingga perlu dipertahankan dengan kesungguhan hati dan dedikasi yang kuat.
Memang kadar hakiki dan perbuatan baik dan buruk kita, Allah lah yang secara
tepat Maha Tahu tentang kualitas dan nilai diri kita, namun secara hablu minan
nâs pun kita harus mencoba mendekati kualitas kepribadian dan sikap yang
terbaik.
B. Penghormatan Terhadap Manusia Dalam Pandangan Islam
Seorang Muslim diperintahkan oleh Allah swt agar tidak mencintai
ataupun membenci siapapun kecuali karena Allah swt. Hal ini karena seharusnya
ia tidak mencintai apa pun selain yang dicintainya oleh Allah swt dan Rasul-Nya.
18

Qiqi Yuliati Zakiyah. Kuliah-kuliah Akhlak. (Bandung : Sega Ars 2010). hal.122
Sifat utama dari manusia dalam golongan tipe ini adalah besar kebutuhannya akan
adanya resonansi dari sesama manusia: butuh hidup di antara manusia-manusia lain dan ingin
mengabdi kepada kepentingan umum. Nilai yang dipandangnya sebagai nilai yang paling tinggi
adalah “cinta terhadap sesame manusia”, baik yang tertuju pada individu tertentu maupun yang
tertuju pada kelompok manusia.(lihat: Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada. 2003) hal. 91.
19

16

Begitu juga, ia tidak membenci apa pun selain yang dibenci Allah swt dan RasulNya. Oleh karena itu, jika Allah dan Rasulnya mencintai sesuatu, ia juga
mencintainya. Dan jika Allah swt dan Rasul-Nya membenci sesuatu, ia juga
membencinya. 20 Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw :
19F

ِ ِ ‫ﺎل ﻣﻦ أَﺣ ﱠ‬
ِ
ِ ِ
‫ﺾ ﻟِﻠﱠ ِﻪ َوأ َْﻋﻄَﻰ ﻟِﻠﱠ ِﻪ‬
َ َ‫ﺐ ﻟﻠﱠﻪ َوأَﺑْـﻐ‬
َ ‫َﻋ ْﻦ َر ُﺳﻮل اﻟﻠﱠﻪ‬
َ ْ َ َ َ‫ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ أَﻧﱠﻪُ ﻗ‬
21
ِِ
ِْ ‫ْﻤﻞ‬
(‫اﻹﳝَﺎ َن )رواﻩ أﺑﻮ داود‬
ْ ‫َوَﻣﻨَ َﻊ ﻟﻠﱠﻪ ﻓَـ َﻘ ْﺪ‬
َ َ ‫اﺳﺘَﻜ‬
F

20

Artinya : dari Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang mencintai
karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak
memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR.
Abû Dâwud).

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka seorang Muslim mencintai dan
memiliki loyalitas kepada semua hamba Allah yang saleh. Begitu juga manusia
jahat yang menentang Allah swt dan Rasulullah saw, tidak disukai dan ditentang
oleh setiap Muslim.
Dengan demikian penulis membagi empat alasan manusia dihormati :
1.Manusia dihormati karena ia manusia.
Manusia akan senantiasa dihormati akan hak-haknya selagi ia masih hidup
hingga ia dikuburkan, sekalipun ia miskin, berakhlak buruk, bodoh, tidak
beragama dan berstatus rendah di tengah masyarakatnya. Tetapi penghormatan itu
diberikan karena kesadaran manusia yang tahu akan kewajibannya terhadap
sesamanya, Allah berfirman :

20

Abu Bakr al-Jazairi, Mengenal Etika & Akhlak Islam, (PT.Lentera Basritama 1998),

hal.133.
21

Hadis ini driwayatkan oleh Abu Dâwud : Telah menceritakan kepada kami Muammal
Ibnul Fadhl berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Syu'aib bin Syâbur dari
Yahya Ibnul Hârits dari Al- Qâsim dari Abû Umâmah. Lihat Abu Dâwud, Sunan, Bâb Ad-dalîl
'Ala Ziy6adatil îman wa Nuqshônihi, hadis no. 4681. (Beirut : Dar al-Fikr) hal. 220.

17

              
  

Artinya :“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia ( karena sombong ) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman : 18 ). 22
21F

Secara umum manusia dihormati oleh sesamanya karena ia manusia.
Seseorang dihormati karena ia manusia, jika tidak diikuti oleh kualitas-kualitas
yang berikutnya berupa harta, ilmu, keturunan dan agama, tentu penghormatan itu
tidak setinggi penghormatan manusia yang diberikan kepada orang yang berilmu
dan beragama.
Adapun sangsi yang akan didapat oleh orang-orang yang menjatuhkan
harkat dan martabat manusia yang lainnya, dan balasan orang-orang yang selalu
menjaga kehormatan sesamanya, hal ini tergambar dalam hadis Nabi Muhammad
saw.

‫ﺎل َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ َْﳛ َﲕ ﺑْ ُﻦ‬
ِ ‫ﺼﺒﱠ‬
َ َ‫ﺚ ﻗ‬
‫َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ إِ ْﺳ َﺤ ُﻖ ﺑْ ُﻦ اﻟ ﱠ‬
ُ ‫َﺧﺒَـَﺮﻧَﺎ اﻟﻠﱠْﻴ‬
ْ ‫ﺎح َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ اﺑْ ُﻦ أَِﰊ َﻣ ْﺮَﱘَ أ‬
ِ ُ ‫ﺳﻠَﻴ ٍﻢ أَﻧﱠﻪ ََِﻊ إِ َْﻌِﻴﻞ ﺑﻦ ﺑ ِﺸ ٍﲑ ﻳـ ُﻘ‬
‫ﺖ َﺟﺎﺑَِﺮ ﺑْ َﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ َوأَﺑَﺎ ﻃَْﻠ َﺤﺔَ ﺑْ َﻦ َﺳ ْﻬ ٍﻞ‬
ُ ‫ﻮل ََ ْﻌ‬
َ َ َْ َ َ َ ُ ْ ُ
ِ ُ ‫ﺎل رﺳ‬
ِ
‫ َﻣﺎ ِﻣ ْﻦ ْاﻣ ِﺮ ٍئ َﳜ