Sifat pendidik dalam perspektif hadis

(1)

Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd.I)

Oleh: Ummi Hani 105011000081

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/1431 H


(2)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd. I)

Oleh: Ummi Hani 105011000081

Di Bawah Bimbingan

Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag NIP: 195807077198703.1.005

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/1431 H


(3)

Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 17 Juni 2010, dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I).

Jakarta, 17 Juni 2010

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Jurusan/Program Studi Tanggal Tanda Tangan

Bahrissalim, M. Ag.

NIP: 196803071998031002 ……….. ………

Sekretaris Jurusan/Prodi

Drs. Sapiuddin Shidiq, M. Ag.

NIP: 196703282000031001 ……….. ………

Penguji I

Dr. H. Ahmad Syafi’i Noor

NIP: 194709021967121001 ………... ………

Penguji II

Ahmad Irfan Mufid, MA.

NIP: 19740318003121002 ………… ………

Mengetahui, Dekan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A. NIP: 195710051987031003


(4)

(5)

Judul : SIFAT PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS

Pendidik (Guru) adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Ia harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional. Pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam proses belajar mengajar, sebab pendidik tidak hanya bertugas menyampaikan materi kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu, ia juga bertugas untuk menanamkan nilai positif ke dalam jiwa peserta didik agar tidak hanya cakap dalam ilmu tetapi juga berakhlak mulia.

Penelitian terhadap hadis Imam Bukhari, Nasa’i, dan Tirmidzi, adalah untuk mengetahui bagaimana Nabi Muhammad SAW memberikan gambaran dan kriteria tentang sosok pendidik yang ideal. Ini begitu penting untuk diketahui oleh para pendidik. Sebab pendidik tidak hanya dituntut untuk kompeten dalam menyampaikan materi, tetapi juga berusaha untuk mempengaruhi siswa dengan sikap dan keteladanan dirinya. Dengan begitu, proses pendidikan akan berjalan dengan baik.

Penelitian ini dilakukan dengan mencari hadis yang di dalam matannya menyebutkan akar kata ‘allama dan ‘alima. Kemudian hadis-hadis tersebut dipilih dengan memilih hadis yang secara substantiv mengandung makna yang berkaitan dengan konsep sifat pendidik. Setelah hadis tersebut terkumpul lalu dicari penjelasan melalui syarahnya yang kemudian ditambah dengan konsep pendidikan modern tentang pendidikan. Selain itu dilengkapi pula dengan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hal tersebut.

Adapun hasil penelitian diketahui bahwa, sifat pendidik yang ideal dalam hadis tersebut adalah: seorang pendidik harus penuh kasih sayang dalam mendidik siswanya, adil, demokratis serta senantiasa memberikan motivasi, dan transparan dalam menyebarkan ilmunya kepada orang yang membutuhkan. Sehingga dengan adanya sifat tersebut, tujuan pendidikan akan tercapai, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.


(6)

untuk diungkapkan selain rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Allah SWT, Penguasa alam raya ini. Karena berkat izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, sebagai tali penghubung bagi penulis memohon pertolongan-Nya, dalam setiap aktivitas selama jantung ini berdetak.

Selama menyusun skripsi ini, banyak kesulitan yang cukup menghambat. Namun, berkat kesungguhan hati, kerja keras, dan motivasi, serta bantuan dari semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis dalam kesempatan ini, dengan bangga hati mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M. A.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Jakarta Bahrissalim, M. Ag dan Drs. Sapiudin Shidiq, M, Ag.

3. Dosen pembimbing skripsi Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing penulis.

4. Dra. Hj. Sopiah, M.S, selaku Dosen Penasihat Akademik.

5. . Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing penulis selama kuliah di UIN Jakarta.

6. Ayahanda Drs. H. Mulyadi, MM, serta Ibunda Hj. Najuah, S. Pd.I, yang telah mencurahkan segenap kasih dan sayangnya, mengasuh, membesarkan, serta mendidik penulis dengan penuh cinta. Semoga semua pengorbanan kalian dibalas dengan limpahan rahmat dan maghfirah dari Allah SWT amîn


(7)

8. Seseorang yang kini mengisi relung jiwaku, yang penuh kesetiaan dan tidak pernah lelah untuk memberikan motivasi untuk penulis. Semoga Allah memberikan restu-Nya untuk kita.

9. Teman-teman terbaikku, Lila, Vera, Hikmah, Yani, Siti, Asep, Tulus, yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis.

10.Mudzakir Kholid An-Nadawy yang telah bersedia menjadi Editor dalam penulisan skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan PAI B 2005, yang telah memberikan pengalaman-pengalaman berharga selama perkuliahan.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka semua atas amal baik yang telah mereka berikan.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta menambah khazanah pengetahuan bagi penulis khususnya dan umumnya semua pihak.

Jakarta, 29 Mei 2010

Penulis


(8)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 5

1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 5

3. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Kegunaan Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 6

1. Teknik Pengumpulan Data. ... 7

2. Teknik Pengolahan Data ... 7

3. Analisa Data ... 7

BAB II : KAJIAN TEORI A. Pengertian Pendidik ... 8

B. Para Pendidik dalam Islam ... 11

C. Peran dan Tugas Pendidik ... 15

D. Tanggung Jawab Pendidik. ... 20

E. Syarat dan Sifat Pendidik dalam Perspektif Pendidikan Islam 22 F. Hak Pendidik ... 26


(9)

2. Sebagai Dasar Pendidikan ... 34

3. Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan ... 35

4. Sebagai Sumber Peradaban ... 37

C. Fungsi Hadis Terhadap al-Qur’an.. ... 38

1. Bayân Taqrîr ... 39

2. Bayân Tafsîr ... 39

3. Bayân Tasyri ... 43

4. Bayân Nasakh ... 44

BAB IV : SIFAT PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADIS A. Beberapa Sifat Pendidik ... 46

1. Penyayang. ... 46

2. Adil ... 53

3. Demokratis dan Motivator ... 59

4. Transparan ... 65

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 70

B. Saran-Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA... 72 LAMPIRAN


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses bantuan yang disengaja dari seseorang kepada orang lain dalam rangka mengembangkan secara optimal semua aspek kemanusiaannya. Ranah kognitif, afektif dan psikomotor merupakan orientasi pengembangan aspek pendidikan. 1 Bantuan ini dapat dilaksanakan dalam lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati. Orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik.2 Namun, sejalan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan manusia, orang tua dalam situasi tertentu tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pendidikan anaknya. Oleh karena itu orang tua mengirim anak-anak mereka ke sekolah.3

Sekolah merupakan rumah kedua setelah keluarga bagi anak, pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga. Di samping itu

1

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, No. 20, Tahun 2003, (Bandung: Fokus Media, 2009), h. 2.

2

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), Cet. Ke-1, h. 33.

3Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. Ke-II, h. 92.


(11)

kehidupan di sekolah merupakan jembatan bagi anak, yang menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.4 Pendidikan diharapkan dapat mentransfer ilmu pengetahuan terhadap anak didiknya secara tepat, sehingga anak didik dapat bertanggung jawab, mandiri, berperilaku baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungannya.

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan pendidik atau guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan pendidik dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara pendidik dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara pendidik dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.5

Pendidikan akan menghasilkan mutu yang baik jika semua komponen pendidikan itu dapat berjalan dengan baik. Pada dasarnya komponen-komponen pendidikan itu dituntut saling menunjang satu sama lain sehingga dapat tercapai suatu hasil pendidikan yang optimal. Adapun komponen itu antara lain seperti faktor guru sebagai tenaga professional, sarana dan prasarana, kurikulum dan sebagainya.

Guru sebagai tenaga pendidik merupakan figur sentral dalam dunia pendidikan khususnya saat terjalinnya proses interaksi belajar mengajar. Oleh karenanya pendidik harus memiliki karakteristik kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis.6 Seseorang dikatakan sebagai pendidik atau guru, tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan

4Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. Ke-1 h. 119.

5Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005). Cet. Ke-17 h. 4.


(12)

diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki “kepribadian guru” dengan segala ciri tingkat kedewasaannya.7 Pendidik juga merupakan faktor yang paling dominan dalam membantu mewujudkan hasil pendidikan yang baik, karena merekalah yang bersentuhan langsung dengan peserta didik dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman serta membina kepribadian peserta didik ke arah yang lebih baik.

Seorang pendidik harus mempunyai sifat dan akhlak yang baik agar anak yang ada dalam didikannya menjadi anak yang baik pula. Betapa penting dan beratnya peranan para guru serta tanggung jawabnya, terutama tanggung jawab moral untuk digugu dan ditiru, yaitu digugu kata-katanya dan ditiru perbuatan dan kelakuannya.

Pendidik yang memiliki kepribadian yang baik akan selalu dihormati, dikagumi dan disayang oleh peserta didik. Adapun kepribadian tersebut dapat tercermin dari sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang guru harus memiliki sifat dan tingkah laku yang terpuji karena mereka adalah teladan bagi siswa dan masyarakat. Sifat-sifat itu seperti kasih sayang pada peserta didiknya, adil, demokratis dan senantiasa memberikan motivasi, serta transparan dalam menyebarkan ilmunya.

Profesi atau jabatan guru sebagai pendidik formal di sekolah memanglah tidak dapat dipandang ringan karena menyangkut berbagai aspek kehidupan. Persyaratan yang cukup banyak untuk dipenuhi oleh guru menunjukkan bahwa tanggung jawab dan tugas guru memang berat. Namun, justru karena itu dia mendapatkan kedudukan yang tinggi. Orang yang berpendidikan akan berguna di lingkungan di mana ia hidup. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan akan hidup mulia dan memiliki derajat yang tinggi di antara manusia-manusia yang lain.ini semua sesuai dengan firman Allah:

7Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet. Ke-7. h. 135.


(13)

...Allah akan meninggikan (mengangkat) derajat orang-orang yang beriman di antara kamu sekalian dan orang-orang yang berilmu pengetahuan. (Q.S. al-Mujadalah: 11).

Ayat ini menunjukkan betapa Allah SWT memuliakan dan mengangkat derajat hamba-hambanya yang beriman atau percaya kepada-Nya, di samping itu juga mempunyai ilmu pengetahuan. Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan, sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. 8

Semua sanjungan, kehormatan dan derajat kemuliaan yang Allah jelaskan dalam ayat di atas adalah untuk para pendidik (guru) yang memiliki ilmu dan menghiasi diri mereka dengan sifat terpuji.

Namun kenyataannya pada masa sekarang masih banyak guru yang belum menghayati peran dan tugas mereka sebagai pendidik, terbukti dalam dunia pendidikan sekarang ini banyak media massa baik cetak maupun elektronik yang memuat kasus tindakan asusila yang dilakukan oknum guru, seperti tindak kekerasan, penganiayaan dan sebagainya.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dikaitkan dengan kenyataan yang ada, penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian dan menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul: “Sifat Pendidik Dalam Perspektif Hadis”. Disamping itu, penelitian tentang sifat pendidik dalam perspektif hadis perlu dikaji karena dalam Islam hadis memiliki peran yang sangat penting, hadis yang berfungsi sebagai penjelas (bayan) terhadap al-Qur’an, memiliki kandungan makna yang luas dan lebih rinci. Hadis disamping sebagai sumber hukum Islam yang dijadikan pedoman umat Islam dalam beragama kedua setelah al-Qur’an, penjelasannya meliputi berbagai aspek yaitu aspek aqidah, aspek syari’ah, dan aspek akhlak. Lebih dari itu hadis sebagaimana al-Qur’an juga sebagai sumber peradaban dan ilmu pengetahuan.


(14)

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

a. Apa pengertian pendidik?

b. Siapa saja pendidik menurut pandangan Hadis? c. Apa saja tugas dan tanggung jawab seorang pendidik? d. Bagaimana kedudukan pendidik dalam Hadis?

e. Bagaimana sifat-sifat pendidik dalam Hadis?

2. Pembatasan Masalah

Untuk lebih memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis batasi pembahasannya pada sifat terpuji yang harus dimiliki guru dalam perspektif hadis.

Kata pendidik dalam skripsi ini adalah guru, termasuk di dalamnya guru bidang agama maupun umum. Baik dalam pendidikan formal, non formal, maupun informal. Kemudian maksud kata hadis dalam skripsi ini adalah hadis-hadis yang membahas tentang sifat pendidik. Penelitian ini juga dibatasi pada hadis-hadis yang secara eksplisit menyebutkan akar kata ’allama

yu’allimu yang berarti mengajar atau mendidik, dan kata ’alima ya’lamu

’ilman, yang berarti mengetahui ilmu. Kemudian dilengkapi dengan hadis-hadis lain yang sangat erat kaitannya dengan topik yang dibahas, sekalipun secara eksplisit tidak menyebutkannya. Tetapi konteknya mempunyai hubungan antara pendidik dan peserta didik. Adapun hadis yang akan dijadikan rujukan dalam pembahasan skripsi ini adalah:

a. Kitab Sahih al-Bukhari No. 628 dan No. 2586 b. Kitab Sunan at-Tirmidzi No. 2649

c. Kitab Sunan an-Nasai No. 936.

3. Perumusan Masalah

Selanjutnya sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah:


(15)

a. Bagaimana sifat-sifat pendidik dalam perspektif hadis?

b. Bagaimana relevansi makna hadis dengan sifat pendidik dalam dunia pendidikan modern?

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui sifat pendidik dalam perspektif hadis

b. Untuk mengetahui relevansi makna hadis dengan sifat pendidik dalam pendidikan modern.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

a. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang sifat yang harus dimiliki seorang pendidik, sehingga dengan demikian, dapat memberikan masukan dan pembekalan sebagai calon pendidik.

D. Metodologi Penelitian

Sebelum membahas metode-metode yang akan dibahas pada skripsi ini, ada baiknya terlebih dahulu diketahui makna penelitian itu sendiri.

Menurut Winarno Surakhmad, “Penyelidikan (penelitian) adalah kegiatan ilmiah mengumpulkan pengetahuan baru dari sumber-sumber primer, dengan tekanan pada tujuan penemuan prinsip-prinsip umum, serta mengadakan ramalan generalisasi di luar sampel yang diselidiki.9

Pada skripsi ini, metode yang digunakan penulis adalah library research atau studi kepustakaan. Yaitu dengan mengumpulkan data-data dari sumber-sumber kepustakaan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang dikaji, yaitu

9Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Metode Teknik, (Bandung: Tarsito, 1990).h. 28.


(16)

berupa buku-buku hadis sebagai sumber primer, maupun buku-buku non hadis sebagai sumber sekunder yang berkaitan dengan sifat pendidik.

Adapun tehnik-tehnik penelitian dalam skripsi ini adalah:

1. TeknikPengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan study teks atau dokumenter. Suharsimi Arikunto dalam bukunya mengatakan “Study Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya”.10 Dalam hal ini, penulis menelusuri hadis dengan menggunakan kamus hadis Al-Mu’jam al-Mufahras Li alfaż al-Hadîsan-Nabawi ke berbagai kitab induk hadis, dan kitab yang dijadikan rujukan adalah kitab Shahih Bukhari, Sunan Tirmidzi, dan Sunan an-Nasai melalui kata kunci ’allama dan

’alima. Dan untuk melengkapi data-data yang diperlukan, penulis juga mencari data melalui internet.

2. Teknik Pengolahan Data

Setelah hadis-hadis yang secara eksplisit dan implisit yang berbicara tentang sifat pendidik telah terhimpun, penulis menyeleksi beberapa hadis yang berkaitan dengan sifat pendidik yang sangat urgen bagi penulis. Kemudian hadis tersebut diterjemahkan.

3. Analisa Data.

Setelah hadis tersebut ditemukan dan diterjemahkan, langkah selanjutnya adalah menganalisa makna yang terkandung dalam hadis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Kemudian dipahami dengan mempertimbangkan komentar-komentar ahli hadis dan syarah hadis dalam kitab-kitab hadis, kemudian hadis-hadis tersebut dikompromikan dengan pemikiran tokoh pendidikan modern.

10Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet. 17, h. 231.


(17)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pendidik

Pendidik (guru), adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang.1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidik berasal dari kata “didik” yang mendapat awalan “pen” yang berarti “orang yang mendidik”. Mendidik pada hakikatnya adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.2

Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi,

mu’allim, dan muaddib . Kata murabbi berasal dari kata rabba, yarubbu, rabban, (mengasuh, memimpin)3, kata mu’allim merupakan bentuk isim fa’il dari kata

‘allama yu’allimu ta’lîman (melatih)4, sedangkan muaddib berasal dari kata

1Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. Ke-7, h. 125.

2Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi Ke-2, h. 263.

3Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2005), h. 136. 4Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia…, h. 277.


(18)

addaba yuaddibu ta’dîban (mendidik)5. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam, baik informal, formal, dan non formal6.

Kata atau istilah murabbi, sering dijumpai pada kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, yang meliputi pemeliharaan jasmani dan rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Orang tua tentunya berusaha memberikan pelayanan secara maksimal dengan harapan anaknya akan tumbuh dengan fisik yang sehat, serta memiliki kepribadian yang terpuji. 7

Adapun istilah mu’allim, umumnya digunakan untuk membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan, dari orang yang tahu kepada orang yang belum tahu. Sedangkan menurut Sayed Naquib al-Attas sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin istilah muaddib merujuk makna pendidikan dari konsep Ta’dib, yang mengacu pada kata “adab” dan variatifnya. Berangkat dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi mendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah laku secara proporsional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya.8

Dalam literatur pendidikan Islam penggunaan istilah untuk pendidik begitu beragam, namun demikian, tampaknya istilah mu’allim lebih sering dijumpai dalam berbagai literatur pendidikan Islam dibandingkan dengan yang lainnya.

5Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia… h. 37.

6Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999) Cet. Ke-I, h. 35.

7Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), Cet. Ke-6, h. 56. 8Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafndo Persada, 2001) Cet. Ke-I, h. 60.


(19)

Dalam bahasa Inggris, dijumpai pula beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik, seperti kata teacher yang berarti guru, pengajar, dan tutor yang berarti guru pribadi, atau guru yang memberi les pelajaran.9

Adapun secara terminologis, para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik.

1. Ahmad D Marimba, mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.10

2. Menurut Hadari Nawawi, di Indonesia pendidik disebut juga guru, sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, guru adalah orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing11.

3. Zurinal menjelaskan, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berasal dari anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas sebagai pendidik, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan12.

4. Ramayulis menjelaskan, dalam pandangan Islam, pendidik adalah: orang yang bertanggung jawab untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan serta menginternalisasikan nilai-nilai, serta mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik afektif, kognitif maupun psikomotorik.13

9Jhon M. Echols, dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), Cet. Ke-27, h. 581.

10Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Maarif:2000), h. 37.

11 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam… , h. 58.

12Zurinal Z, dan Wahdi Sayuthi, Ilmu Pendidikan, Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksana Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. Ke-1, h. 71.


(20)

Secara umum, pendidik adalah “orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.14 Mendidik pada hakikatnya ialah segala perbuatan dan perlakuan yang pada dasarnya memberitahukan, mengesankan dan mengingatkan orang lain tentang sesuatu yang harus diterima untuk dicontoh, atau setidaknya dijadikan suatu pedoman yang dianggap benar dalam berpikir, berkehendak, berperasaan dan berbuat.15 Sementara secara khusus, pendidik adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.16

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidik adalah seseorang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkewajiban untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya kepada peserta didik serta menginternalisasikan nilai dalam kehidupan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan..

Pada hakikatnya, pendidik (guru) lebih tepat disebut dengan pendidik dibanding dengan sebutan sebagai pengajar. Sebab, pengajar lebih cenderung sebatas menyampaikan materi kepada peserta didik (transfer of knowledge), sedangkan pendidik mempunyai makna yang lebih mendasar, yakni sebagai orang yang berusaha membina peserta didik secara utuh, baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jelasnya, mendidik tidak hanya transfer of knowledge, (menyampaikan materi) tetapi juga transfer of values (mentransformasikan nilai dalam jiwa peserta didik).17

B. Para Pendidik dalam Islam

Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam: 1. Allah SWT

14Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 41. 15A. Ridwan Halim, Tindak Pidana Pendidikan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), h. 37 16Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 41.


(21)

Allah merupakan pendidik hakiki dalam Islam, semua ilmu bersumber dari Allah SWT. Al-Razi, yang membuat perbandingan antara Allah sebagai pendidik dengan manusia sebagai pendidik sangatlah berbeda, Allah sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang dididiknya sebab Dia adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas hanya terhadap sekelompok manusia saja, tetapi mendidik dan memperhatikan seluruh alam.18

Adapun hadis yang menjelaskan Allah sebagai pendidik hakiki adalah:

ا

إ

شﺎ

ا

و

ﷲا

ﺪ ا

لﺎ

ﷲا

و

ل

ر

ل

ﷲا

ل

إ

ن

ﷲا

و

ر

أ

ذ

ا

ر

إ

ه

ى

و

أ

ﺄﻩ

أ

ل

ا

ﷲا

) .

ر

و

اﻩ

ا

ى

(

19

Bersumber dari Hasan Ibn Arafah dari Ismail Ibnu Ayyasy dari Yahya Ibn ‘Amr al-Syaibani dari Abdillah Ibn al-Dailamy ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: sesunnguhnya Allah Azza Wajalla telah menciptakan ciptaan-Nya dalam kegelapan, kemudian Ia melemparkan kepada mereka petunjuk-Nya, barang siapa yang mendapatkan darinya niscaya ia akan mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang menyalahinya niscaya ia akan sesat, maka yang demikian itu, aku katakan keringnya pena (ilmu) atas ilmu Allah. (H. R. Tirmidzi).

2. Nabi Muhammad SAW

Yang menjadi guru atau pendidik dalam Islam adalah Nabi Muhammad SAW. Para Rasul yang diutus Allah dengan risalah Ilahiyah, semuanya adalah para mu’allim yang ditugasi untuk menyampaikan petunjuk kepada ummatnya agar menempuh jalan yang lurus, serta

18Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. . .., h. 59. 19

Abî Isâ Muhammad ibnu Ĩsa ibnu Saurah at-Tirmidzî, Sunan at-Tirmidzî,, Kitâb al-Imân, Bâb. Man Jâa Fi Iftiraq Hâdzihi al-Ummah, (tt.p., Dar al-Fikr, 1994), Juz 4, h. 292.


(22)

menyelamatkan mereka dari kegelapan menuju alam yang terang. Juga mengajarkan kepada ummatnya apa yang belum mereka ketahui.20

Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mu’allim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu al-Qur’an yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT21. Hadis Nabi:

آ

ه

ء

ؤ

ن

ا

ن

و

ن

ﷲا

ن

أ

هﺎ

و

إ

ن

و

ه

ء

ن

و

ن

و

إ

)

ا

ﻩاور

ﺟﺎ

(

22

…Semua orang berada dalam kebaikan. Yaitu orang-orang yang membaca al-Qur’an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Ia

akan memberikannya (pahala), dan jika Ia berkehendak Ia akan mencegahnya, dan orang-orang yang belajar dan mengajarkan, sesunnguhnya aku diutus sebagai seorang pendidik. (H.R. Ibnu Majah). 3. Orang Tua

Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani preserta didik adalah kedua orang tua untuk mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-anaknya. Dalam ilmu pendidikan kedudukan orang tua adalah sebagai pendidik kodrat/primair. Karena secara kodrat memang anak berasal dari orang tua, sehingga orang tua lah yang mempunyai tanggung jawab primair dalam mendidik anak.23

Keluarga disebut sebagai lingkungan pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka

20Abudin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits . .., h. 209. 21Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. . .., h. 59.

22Ibnu Mâjah, Zawâid Ibnu Mâjah ala al-Kutub al-Khamsah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1993), h. 60.

23M Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. Ke-1, h. 10.


(23)

pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah di dalam keluarga, dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tua dan keluarganya.

Oleh karena itu kehidupan dalam keluarga jangan sampai memberikan pengalaman-pengalaman atau meninggalkan kebiasan-kebiasaan yang tidak baik yang dapat merugikan perkembangan anak kelak di masa dewasa.24 Dan orang tua berkewajiban memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Sabda Nabi:

اآ

أ

ا

و

دﺎ

آ

دأ

أو

)

ا

ﻩاور

ﺟﺎ

(

25

Muliakanlah anak-anakmu dan perbaguslah adab mereka. (H.R. Ibnu Majah).

4. Guru

Sejalan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan manusia, orang tua dalam situasi tertentu tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pendidikan anaknya. Untuk itu, mereka melimpahkan pendidikan anaknya kepada lingkungan sekolah.

Namun, pelimpahan ini tidak sama sekali mengurangi tanggung jawab orang tua. Mereka tetap memegang tanggung jawab pertama dan terakhir dalam pendidikan anak, mempersiapkannya agar beriman kepada Allah dan berakhlak mulia, membimbingnya untuk mencapai kematangan berpikir dan keseimbangan psikis, serta mengarahkannya agar membekali diri dengan berbagai ilmu dan keterampilan yang bermanfaat.

Orang yang menerima amanat orang tua untuk mendidik anak itu disebut guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah, sejak dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah, dosen di perguruan tinggi, kyai di pondok pesantren, dan sebagainya. Namun guru bukan hanya penerima

24M Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan …, h. 22. 25Ibnu Mâjah, Zawâid Ibnu Mâjah…, h. 486.


(24)

Hadis Nabi:

اﻮ

و

و

ا

و

ا

اوﺮ

ﻻو

)

ور

ﺪ أ

ﻩا

(

Ajarilah (orang lain tentang agama) dan berilah berita gembira, mudahkanlah mereka, dan janganlah kamu mempersulit mereka. (H.R. Ahmad).

Dengan demikian dalam Islam ada empat yang dapat menjadi pendidik, yaitu: Allah, para Nabi, kedua orang tua dan orang lain (guru).

C. Peran dan Tugas Pendidik

Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh teknologi apapun, baik radio, tape recorder, internet maupun oleh komputer yang paling modern. Banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi kebiasaan dan keteladanan, yang diharapkan dari proses pembelajaran, yang tidak dapat kecuali melalui pendidik.

1. Guru Sebagai Pendidik dan Pengajar

Guru mempunyai peran ganda sebagai pendidik dan pengajar, kedua peran tersebut dapat dilihat perbedaannya, tetapi tidak bisa dipisahkan. Tugas utama sebagai pendidik adalah membantu mendewasakan anak. Dewasa secara psikologis, sosial, dan moral.

Dewasa secara psikologis berarti individu telah bisa berdiri sendiri tidak bergantung pada orang lain serta telah mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, serta mampu bersikap objektif. Dewasa secara sosial berarti telah mampu menjalin hubungan sosial dan kerja sama dengan orang dewasa lainnya, dan telah mampu melaksanakan peran-peran sosial. Dewasa secara moral, yaitu telah memiliki seperangkat nilai yang ia akui kebenarannya, ia

26Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. Ke-2, h. 92-93.


(25)

pegang teguh dan mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangannya.

Tugas utama guru sebagai pengajar adalah membantu perkembangamn intelektual, afektif, psikomotor melalui penyampaian pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan afektif dan keterampilan. Pada waktu guru menyampaian pengetahuan, tidak mungkin terlepas dari upaya mendewasakan anak, dan upaya mendewasakan tidak mungkin dilepaskan dari mengajar.

Guru sebagai pendidik terutama berperan dalam menanamkan nilai-nilai ideal yang merupakan standar dalam masyarakat. Sebagai pendidik guru bukan hanya penanam dan pembina nilai-nilai, tetapi ia juga berperan sebagai model, dan sebagai suri tauladan bagi anak.27

2. Guru sebagai Pembimbing

Selain sebagai pendidik dan pengajar, guru juga mempunyai peran sebagai pembimbing. Perkembangan anak tidak selalu mulus dan lancar, adakalanya lambat dan mungkin berhenti sama sekali, dalam situasi seperti itu mereka perlu mendapatkan bantuan dan bimbingan dalam upaya membantu anak mengatasi kesulitan atau hambatan yang dihadapi dalam perkembangannya, guru berperan sebagai pembimbing.28

Sebagaimana yang dijelaskan Ahmad D. Marimba bahwa upaya melakukan bimbingan kepada peserta didik merupakan tugas seorang pendidik, termasuk juga mengenali segala sesuatu yang berkenaan dengan peserta didik, baik menyangkut kebutuhan maupun kesanggupannya.

Jabatan pendidik atau guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas pendidik tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.

Tugas pendidik sebagai suatu profesi menuntut kepada pendidik untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas

27Nana Saodih Sukmadinata, Landasan Psikologis Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. I, h. 253.


(26)

pendidik sebagai suatu profesi. Pekerjaan yang bersifat profesi adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu, bukan sembarang orang yang mengemban pekerjaan itu sebatas coba-coba karena tidak ada lapangan pekerjaan lain.

Selanjutnya, mengingat tugas dan tanggung jawab pendidik yang begitu kompleknya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain:

a. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam

b. Menekankan adanya tingkat pendidikan dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya

c. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai

d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya

e. Memungkinkan perkembangan sejalan dinamika dari pekerjaan.29

Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas pendidik sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas pendidik sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.30

Tugas kemanusiaan adalah salah satu segi dari tugas pendidik atau guru. Sisi ini tidak bisa pendidik abaikan, karena pendidik harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial. pendidik harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik. Dengan begitu anak didik dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial.

Pendidik harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang tua kandung anak didik

29 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet ke-17, h. 15.


(27)

أ

ه

ة

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

لﺎ

ﷲا

ر

و

:

ﻜ ا

ﺪ اﻮ ا

ﺔ ﺰ

ﺎ ا

ﺎ إ

31

Dari Abi Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: aku bagi kalian seperti orang tua yang akan mengajarkan kalian…

Dari Hadis di atas dijelaskan Nabi sebagai seorang Rasul ia juga berperan sebagai pendidik untuk ummatnya dan memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua yang penuh rasa kasih dan sayang dalam mendidik anak-anaknya, memahami kondisi dan watak peserta didiknya. Dengan begitu, proses pendidikan akan berjalan dengan baik.

Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas pendidik yang juga tidak kalah pentingnya. Pada bidang ini pendidik mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila. Memang tidak dapat dipungkiri bila pendidik mendidik anak didik sama halnya ia mencerdaskan bangsa Indonesia. Bila dipahami, maka tugas pendidik tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.32

Mengenai tugas pendidik atau guru, para ahli pendidik Islam dan ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas pendidik ialah mendidik. Yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif. Semua potensi ini harus dikembangkan secara simbang sampai ke tingkat setinggi mungkin.33

31

Abî at-Ŧayyib, Muhammad Syams al-Haq al-Adzîm Abâdî, Aun al-Ma’bũd, Kitâb at-Tahârah , (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyyah), Jilid I, t.t.

32Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik . . ., h. 37.

33Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-4, h. 74.


(28)

Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, menjelaskan tugas pendidik atau guru dalam pendidikan Islam di bagi kepada dua:

1. Tugas Secara Umum

Guru, sebagai “warasat al-anbiya” (pewaris para Nabi) yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatan lil-‘âlamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.

Selain itu tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusi untuk bertaqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik yang pertama: fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengemban fitrah manusia. Kedua: fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.

2. Tugas Secara Khusus adalah:

a. Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.

b. Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.

c. Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.34

Secara singkat penulis dapat menyimpulkan, bahwa guru memiliki peran yang begitu urgen, terutama dalam proses kegiatan belajar mengajar. Ia


(29)

tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik dan pembimbing. Kemudian pendidik juga mempunyai tugas yang begitu berat. Oleh karena itu, kegiatan mendidik ini harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan dari segi kognitif saja, tetapi juga semua aspek kepribadiaannya.

D. Tanggung Jawab Pendidik

Sebagai pendidik, guru bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengharapkan anak didiknya menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina anak didik agar di masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.35

Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideologi, falsafah dan bahkan agama.

Menjadi tanggung jawab pendidik untuk memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti pendidik berikan ketika di kelas, di luar kelas pun sebaiknya pendidik contohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan.

Anak didik lebih banyak menilai apa yang pendidik tampilkan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat daripada apa yang guru katakan, tetapi baik perkataan maupun apa yang pendidik tampilkan, keduanya menjadi penilaian anak didik. Jadi apa yang pendidik katakan harus pendidik paraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

35Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1 h . 34.


(30)

Pendidik atau guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat, Sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah menurut Wens Tanlain ialah:

1. Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan

2. Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira (tugas bukan menjadi beban baginya)

3. Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul

4. Menghargai orang lain, termasuk anak didik 5. Bijaksana dan hati-hati, dan

6. Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.36

Jadi pendidik harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian, tanggung jawab pendidik adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, dan bangsa di masa yang akan datang.

Adapun tanggung jawab pendidik dalam perspektif Islam menurut pendapat Abd al-Rahman al-Nahlawi yang dikutip oleh Ramayulis adalah:

“Tanggung jawab pendidik dalam perspektif Islam adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran”.37

Tanggung jawab itu bukan hanya tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu pendidik akan mempertanggung jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah. Sebagaimana hadis Rasul:

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

لﺎ

ﷲا

ر

ا

و

ﷲا

ﻰ ﺻ

:

عار

ﺟﺮ او

عار

ﺮ ﺄ او

ر

لﺆ

ﻜ آو

عار

ﻜ آ

هأ

و

ﺎﻬﺟوز

ﺔ ار

ةأﺮ او

و

ر

عا

و

آ

ل

ر

.

)

ر

و

ﻩا

ا

ي

(

36Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam…,h. 36. 37Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 63


(31)

Dari Ibnu Umar ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda: masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing bertanggung jawab atas gembalanya: pemimpin adalah pengembala, suami adalah pengembala terhadap anggota keluarga, dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang diantara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang digembalanya.38

(H.R. Tirmidzi).

D. Syarat dan Sifat Pendidik dalam Perspektif Pendidikan Islam

Salah satu unsur penting dari proses kependidikan adalah pendidik. Di pundak pendidik terletak tanggung jawab yang amat besar dalam upaya mengantarkan peserta didik kearah tujuan yang dicita-citakan. Dalam hal ini pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan kebutuhan peserta didik, baik spiritual, intelektual, moral, estetika maupun kebutuhan pisik peserta didik. Untuk dapat mengemban dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut dibutuhkan syarat dan sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik agar kelak diharapkan bisa menunaikan tugasnya dengan baik.

Ahmad Tafsir menyebutkan dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Dalam

Perspektif Islam” sebagaimana yang dikutip dari pendapat Soejono, menyebutkan bahwa syarat pendidik atau guru adalah sebagai berikut:

1. Dewasa

Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang jadi menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara bertanggung jawab, itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa; anak-anak tidak dapat dimintai pertanggung jawaban.

2. Sehat Jasmani dan Rohani

Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit

38Nadjid ahjad, Tarjamah al-Jâmi’ as-Şagîr, Jilid IV, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, Cet. Ke- II, h. 121.


(32)

menular. Dari segi rohani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik karena ia tidak akan mampu bertanggung jawab.

3. Ahli dalam Mengajar

Ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru, orang tua di rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pengetahuannya itu diharapkan ia akan lebih berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah. Sering kali terjadi kelainan pada anak didik disebabkan oleh kesalahan pendidikan di dalam rumah tangga.

4. Berkesusilaan dan Berdedikasi Tinggi.

Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya? Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik. Selain mengajar, dedikasi tinggi juga diperlukan dalam meningkatkan mutu mengajar.39

Mereka yang dianggap layak untuk mendidik sebagai pengajar di lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah-sekolah atau perguruan tinggi) tentu saja tidak cukup bila hanya mereka yang telah memenuhi syarat-syarat formal empiris belaka, atau hanya mereka yang memenuhi formalitas saja. Hal ini disebabkan karena untuk mengisi pekerjaan atau jabatan sebagai pengajar yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mendidik murid dengan sebaik-baiknya, diperlukan orang-orang yang sungguh berjiwa asli sebagai pengajar.

Dalam perspektif ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi pendidik atau guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini:

1. Takwa Kepada Allah SWT

Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya


(33)

sebagaimana Rasulullah saw menjadi teladan bagi umatnya. Sejauhmana seorang guru mampu memberi teladan yang baik kepada semua anak didiknya. Sejauh itu pulalah ia akan diperkirakan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.

2. Berilmu

Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan.

Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah anak didik sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh dari mencukupi. Tetapi dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat. 3. Berkelakuan Baik

Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. 40

Guru yang tidak berakhlak baik tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Di antara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru lain, bekerjasama dengan masyarakat.

Di Indonesia untuk menjadi guru diatur dengan beberapa persyaratan, yakni berijazah, profesional, sehat jasmani dan rohani, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkepribadian luhur, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.41

40Zakiah Dradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), Cet ke-4, h. 41-42


(34)

Adapun syarat-syarat pendidik dalam perspektif Islam menurut an-Nahlawi yang dikutip oleh Samsu Nizar adalah:

1. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola pikirnya.

1. Bersifat ikhlas; melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari keridhaan Allah dan menegakkan kebenaran.

3. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik.

4. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.

5. Senantiasa membekali diri dengan dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan mengkajinya lebih lanjut.

6. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi.

7. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan proporsional.

8. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik.

9. Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan atau pola berpikir peserta didik. 10. Berlaku adil terhadap peserta didiknya. 42

Adapun sifat yang harus dimiliki pendidik dalam perspektif pendidikan Islam menurut para ahli pendidikan Islam , diantaranya:

1. Menurut al-Abrasyi, seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir dalam buku “Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam” menyatakan sifat yang harus dimiliki oleh pendidik adalah:

a. Zuhud b. Tidak ria

c. Tidak memendam rasa dengki dan iri hati d. Ikhlas dalam melaksanakan tugas

e. Konsisten f. Bijaksana g. Lemah lembut.43

2. Menurut al-Ghazali, seperti yang dikutip oleh Ramayulis dan Samsul Nizar dalam buku “Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam” menyebutkan sifat yang harus dimiliki seorang pendidik, adalah: a. Pendidik hendaknya memandang serta menyanyangi anak didiknya

seperti anak sendiri

b. Dalam melaksanakan tugasnya, tidak mengharapkan imbalan

42 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam …, h. 45-46. 43Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam…, h. 82.


(35)

c. Mengamalkan ilmunnya

d. Kepada peserta didik yang berakhlak buruk, sebaiknya pendidik menegurnya sebisa mungkin dengan penuh kasih sayang.

3. Menurut Ibnu Khaldun

a. Pendidik hendaknya menjadi uswatun hasanah bagi peserta didik b. Pendidik hendaknya memperhatikan kondisi peserta didik dalam

memberikan setiap pelajaran

c. Pendidik hendaknya memiliki kemampuan intelektual yang luas, yang paham betul dengan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.44 Dari persyaratan-persyaratan di atas, terlihat jelas bahwa menjadi seorang pendidik tidak mudah. Ia menghendaki sifat dan persyaratan tertentu yang perlu dipenuhi sebelum profesi tersebut ditekuninya. Oleh karena itu, tak heran jika Islam meletakkannya pada posisi sangat mulia dan terhormat.

E. Hak Pendidik

Pendidik merupakan orang yang begitu berjasa dalam mencerdaskan anak bangsa. Di tangan merekalah tercipta generasi-generasi yang menjadi kebanggaan bangsa dan negara, oleh karena itu, pendidik berhak untuk mendapatkan:

1. Gaji. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pada bab XI Pasal 40, dijelaskan bahwa tenaga pendidik dan kependidikan berhak untuk memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. 45 Karena pekerjaan mendidik sudah menjadi lapangan profesi, maka ia berhak untuk untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan ekonomi berupa gaji atau honorarium. Seperti di negara Indonesia ini, pendidik merupakan bagian aparat negara yang mengabdi untuk kepentingan negara melalui sektor pendidikan. Namun jika dibandingkan dengan negara maju, penghasilan untuk pendidik belum

44Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan di Dunia dan Indonesia, (Ciputat, PT. Ciputat Press Group, 2005) h. 12.

45


(36)

memadai. akan tetapi, karena dedikasi dan loyalitas yang tinggi tidak menjadi halangan bagi para pendidik untuk mendidik para siswanya. 2. Penghargaan. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga

dijelaskan bahwa pendidik berhak untuk mendapatkan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja46.

F. Kedudukan Pendidik

Pendidikan merupakan cultural transition yang bersifat dinamis ke arah suatu perubahan yang kontinu sebagai sarana vital bagi membangun kebudayaaan dan peradaban umat manusia. Dalam hal ini pendidik bertanggung jawab memenuhi kebutuhan peserta didik baik spiritual, intelektual, moral, estetika maupun kebutuhan fisik peserta didik.

Dalam kegiatan belajar mengajar, pendidik memegang peranan penting dan kunci bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan. Tanpa kelas, gedung dan peralatan-peralatan lainnya proses pendidikan masih dapat berjalan walaupun dalam keadaan darurat. Tetapi tanpa guru, proses pendidikan hampir tidak mungkin dapat berjalan. Pendidik dalam kegiatan pendidikan bagaikan ruh bagi jasad.47

Persyaratan yang cukup banyak untuk dipenuhi oleh guru menunjukkan bahwa tanggung jawab dan tugas guru memang berat. Namun, justru karena itulah dia mendapatkan kedudukan yang amat tinggi. Guru mendapat kedudukan dan penghormatan yang tinggi, karena amat besar jasa dalam membimbing, mengarahkan, memberi pengetahuan, membentuk akhlak, dan menyiapkan diri agar siap menghadapi hari depan. Dalam Islam pendidik sangatlah dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Rasul, dalam sebuah hadis yang berbunyi:

و

إ

ن

ا

ا

وﺎ

تا

و

ا

ر

ض

ا

نﺎ

ا

ءﺎ

و

ا

ا

آ

ا

ﺎﺋ

46

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional…, h. 22.

47Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2001), h. 206.


(37)

Dan sesungguhnya para penuntut ilmu akan dimohonkan ampunan oleh semua yang ada di langit dan bumi hingga ikan-ikan di lautan. Dan keutamaan seorang yang berilmu (pendidik) atas orang yang ahli ibadah seperti halnya bulan dan bintang bintang, sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya para Nabi hanya mewarisi ilmu pengetahuan, maka barangsiapa mengambilnya maka ambillah dengan bagian yang besar. (H.R. Abu Daud).48

Sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan (pendidik) dengan diberikan kedudukan yang begitu istimewa oleh Allah, yakni dimintakan ampunan oleh seluruh makhluk yang ada di langit dan dibumi, mempunyai derajat yang lebih mulia dari pada seorang yang ahli ibadah, serta menjadi seseorang yang dipercaya untuk meneruskan tugas yang sangat mulia, yaitu sebagai pewaris para Nabi.

Hal ini beralasan karena dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada di alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah. Dengan kemampuan yang ada pada manusia terlahir teori-teori untuk kemaslahatan manusia.

Namun perlu diingat bahwa pendidik yang mendapat keistimewaan tersebut adalah para pendidik yang mengamalkan ilmu yang dimilikinya. ilmunya tidak hanya ia manfaatkan untuk dirinya, tapi juga untuk orang-orang di sekitarnya.

Pendidikan Islam sarat dengan konsepsi ketuhanan yang memiliki berbagai keutamaan. Abd al-Rahman al-Nahlawi menggambarkan orang yang berilmu diberi kekuasaan menundukkan alam semesta demi kemaslahatan manusia. Oleh karena itu dalam kehidupan sosial masyarakat, para ilmuwan (pendidik) dipandang memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Dan itu pulalah sebabnya al-Ghazali meletakkan posisi pendidik pada posisi yang penting, dengan

48Sunân abî Dâud, Bab. Al-Hatsu ‘Ala Ŧalab al-Ilmi, (tt.p: Dar al-Fikr, t.t.), Jilid Ke-3, h. 313.


(38)

keyakinan bahwa pendidik yang benar merupakan jalan untuk mendekatkan diri pada Allah dan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Keutamaan dan tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri, Islam memuliakan ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu pengetahuan itu di dapat dari belajar dan mengajar, maka sudah pasti agama Islam memuliakan seorang pendidik.49

49


(39)

BAB III

KEDUDUKAN HADIS

A. Pengertian Hadis

Kata hadis dalam Kamus Arab Indonesia, mempunyai arti berlaku, lawan kata lama, menceritakan dan memberitahukan.1

Kata hadis berasal dari akar kata

:

ًﺜﺎ

ﺪْﻳ

و

ﺎ وﺪ

ثﺪ

ثﺪ

Dari segi bahasa, kata hadis mempunyai beberapa arti yaitu:

1. Baru (jadîd), lawan kata dari terdahulu (qadîm)

2. Dekat (qarîb), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’îd)

3. Warta berita (khabar), sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lainnya.2

Sedangkan dari segi terminologi menurut para ahli hadis adalah:

"

أ

ﺎ وأ

ﺎ ﻮ

و

ﷲا

ﻰ ﺻ

ا

ﻰ ا

أ

اﺮ ﺮ و

ﺔ ﺻوأ

."

Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”.

Menurut Mahmud at-Thahan sebagaimana dikutip Abdul Majid Khon, hadis adalah:

ءﺎ

ا

ﷲا

و

ءا

آ

نﺎ

أ

و

أ

و

ﺮا

.

1Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2007), h. 99. 2Muhammad Ahmad, et. al. Ulumul Hadis, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), Cet. Ke-2, h.18.


(40)

Sesuatu yang datang dari Nabi SAW baik berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan”.3

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadis merupakan sumber berita yang datang dari Nabi SAW. Adakalanya hadis itu bersifat qauli (perkataan), adakalanya bersifat fi’li (perbuatan), dan adakalanya bersifat taqrîri (persetujuan).

B. Kedudukan Hadis

1. Sebagai Dasar Hukum Islam

Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Ia menempati posisi ke dua sebagai sumber ajaran Islam. Keharusan mengikuti hadis bagi umat Islam baik berupa perintah maupun larangannya sama halnya dengan kewajiban mengikuti al-Qur’an.4 Hal ini karena hadis Nabi merupakan penafsiran al-Qur’an dalam praktek atau penerapan ajaran ajaran Islam secara faktual dan ideal. Mengingat bahwa pribadi Rasulullah merupakan perwujudan dari al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran agama Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari,5dengan demikian segala uraian dalam hadis berasal dari al-Qur’an.

Hadis sebagai sumber Islam ke dua setelah al-Qur’an, selalu berintegrasi dengan al-Qur’an. Beragama tidak mungkin bisa sempurna tanpa sunnah sebagaimana syariah tidak mungkin sempurna tanpa didasarkan kepada sunnah, begitu pula halnya menggunakan hadis tanpa al-Qur’an. Antara hadis dengan al-Qur’an memiliki kaitan sangat erat yang untuk memahami dan mengamalkannya tidak bisa dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.

3Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2008) Cet. Ke-1 h.2

4Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001) Cet. Ke-4 h. 19 5


(41)

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam, dapat dilihat beberapa dalil dari al-Qur’an dan hadis seperti di bawah ini:

a. Dalil al-Qur’an

.

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS: an-Nisa: 36)

Pada surat di atas Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW), al-Qur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat Allah SWT mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya.

Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah SAW, Allah juga menyerukan agar umat-Nya mentaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh pada Rasululah ini sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh pada Allah SWT.

b. Dalil hadis

Selain berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an di atas, kedudukan hadis ini juga dapat dilihat melalui hadis-hadis Rasul sendiri. Banyak hadis yang


(42)

menggambarkan hal ini dan menunjukkan perlunya ketaatan kepada perintah-Nya. Dalam salah satu pesannya berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup di samping al-Qur’an Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:

آ

ا

أ

ا

ا

إ

ن

آ

بﺎ

ﷲا

و

ر

.

)

ر

و

ﻩا

(

6

Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian, jika kalian berpegang pada keduanya niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (al-Qur’an) dan sunnah Rasul-Nya. (HR. Mâlik).

Dalam salah satu taqrir (ketetapan) Rasul juga memberikan petunjuk kepada umat Islam, bahwa dalam menghadapi berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan, ke dua sumber ajaran yakni al-Qur’an dan hadis merupakan sumber asasi, sebagaimana dialog antara Rasul SAW dengan Muadz bin Jabal menjelang keberangkatannya ke Yaman.

Rasulullah bertanya”bagaimana kamu akan menetapkan hukum bila kamu dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan penetapan hukum? Muadz menjawab” saya akan menetapkannya dengan kitab Allah”. Lalu Rasul bertanya lagi “bagaimana seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam kitab Allah”, Muadz menjawab” dengan sunnah Rasulullah, lalu Rasulllah bertanya lagi “seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam kitab allah dan sunnah Rasul? Muadz menjawab “saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri. Kemudian Rasulullah menepuk pundak Muadz seraya berkata “ segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan utusan seorang Rasul dengan sesuatu yang Rasul kehendaki.(HR. Abi Daud).7

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Islam hadis memiliki kedudukan yang begitu penting, selain

6

Manşũr Alî Nâşif, al-Jâmi’ lil Uşũl, Kitâb al-Islâm wal îman, Juz I, (Beirut: Dar al-Jâih, t.t.), h. 47.

7 Abî Dâud Sulaiman bin al-Asy’at as-Sijistânî, Sunân Abî Dâud, Kitab al-Aqdhiyah, Juz 5, (Suriyah: Dar al-Hadis, t.t.), h. 18.


(43)

Qur’an hadis juga dapat dijadikan sumber asasi dalam menghadapi berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan. Jika dalam menyelesaikan suatu perkara tidak didapati penjelasannya dari al-Qur’an, maka langkah selanjutnya adalah merujuk pada hadis Nabi. Kemudian, jika tidak ditemukan penjelasannya, maka seseorang boleh mengambil langkah ijtihad. Mengikuti hadis merupakan kewajiban bagi umat Islam sebagaimana halnya mengikuti al-Qur’an baik dalam bentuk larangan maupun perintahnya. Al-Qur’an dan hadis mempunyai kaitan yang sangat erat, hal ini karena hadis merupakan penafsiran dari al-Qur’an.

Oleh karena itu dalam mengamalkannya tidak bisa dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.

2. Sebagai Dasar Pendidikan

Selain sebagai sumber hukum dalam Islam, hadis juga mempunyai peran penting dalam pendidikan. Sebagaimana diketahui, Nabi dikatakan sebagai orang yang ummi (tidak bisa baca dan tulis), namun, beliau mempuyai pengetahuan yang sangat dahsyat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Terbukti bahwa dalam hadisnya Rasul tidak hanya memberikan tuntunan kepada manusia dalam masalah ibadah saja, namun lebih dari itu, Nabi memperhatikan semua aspek kehidupan.

Sebagai contoh, banyak hadis-hadis Nabi yang berbicara masalah pemeliharaan lingkungan, (masalah aferostasi, reboisasi), perlindungan terhadap kekayaan satwa, kesehatan, kebersihan, motivasi untuk gerak dan olahraga, dan selainnya. Bahkan penjelasan yang Nabi berikan melalui hadis-hadisnya lebih lengap dan rinci, mengingat bahwa hadis memang berfungsui untuk memperjelas isi kandungan al-Quran yang begitu global. Dengan demikian jelaslah bahwa selain sebagai sumber hukum Islam, hadis juga berperan penting dalam Pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa, sebagai seorang Rasul yang diutus Allah untuk memberikan petunjuk kepada seluruh manusia, Nabi juga berperan sebagai pendidik. Hadis Nabi:


(44)

ﺄﺸ

نﺈ

ﷲا

نﻮ ﺪ و

نﺁﺮ ا

نؤﺮ

ء ﻮه

ﺮ ﺧ

آ

ﺎ إو

نﻮ و

نﻮ

ء ﻮهو

ﺄﺸ

نإو

هﺎﻄ أ

)

ﺟﺎ

إ

ﻩاور

(

8

…semua orang berada dalam kebaikan. Yaitu orang-orang yang membaca al-Qur’an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak ia

akan memberikannya (pahala), dan jika ia berkehendak Ia akan mencegahnya, dan orang-orang yang belajar dan mengajarkan, sesunnguhnya aku diutus sebagai seorang pendidik. (H.R. Ibnu Majah).

3. Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan

Kedudukan yang lain dari hadis adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan. Akal dan panca indera adalah dua sumber yang teramat penting dalam ilmu pengetahuan. Dan keduanya merupakan kenikmatan dan karunia yang besar yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia agar dapat memahami dirinya dan alam sekitarnya.9 Semua ini sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an sebagai berikut:

.

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS: an-Nahl: 18)

Akal dan panca indera adalah termasuk sarana terpenting yang dapat membantu manusia membangun peradaban di bumi dan melaksanakan tugas kekhalifahan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT.

Menurut Yusuf al-Qardlawy, “ ….., keunggulan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh Adam ‘Alaihissalam, bapak seluruh umat manusia, terhadap para malaikat adalah merupakan kelebihan yang paling menonjol

8Ibnu Mâjah, Zawâid Ibnu Mâjah ala al-Kutub al-Khamsah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1993), h. 60.


(45)

yang mengistimewakan Adam ‘Alaihissalam atas para malaikat itu, dan ilmu itu yang menentukan pilihan kepada Adam Alaihissalam untuk dapat menduduki status khalifah di dunia.10

Ditambahkan lagi oleh beliau, “…., sungguhpun demikian akal juga tidak terhindar dari kesalahan, akal juga sering tergesa-gesa, sombong, atau dikuasai oleh ambisi.11

Karena itu, akal sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muhammad Abduh memerlukan penolong yang dapat membimbingnya ke jalan yang benar ketika ia melalui persimpangan jalan, jebakan-jebakan, dan kawasan asing bagi akal. Pembimbing akal adalah wahyu Ilahi. Wahyu ini diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya yang dijadikan sebagai penjelasan dan pengurai kandungan al-Qur’an.12

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang paling sempurna dibanding dengan panca indera dan akal. Dikatakan demikian, karena keduanya tidak luput dari kekurangan, keterbatasan, dan kesalahan.

Kemudian menurut M. Quraiys Syihab, al-Qur’an menganjurkan manusia untuk memperhatikan alam raya, langit, bumi, bintang-bintang, udara, darat lautan dan sebagainya, agar manusia melalui perhatiaannya tersebut mendapat berganda yaitu:

a.Menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan dan

b.Memanfaatkan segala sesuatu untuk membangun dan memakmurkan bumi di mana ia hidup.13

Dari pernyataan di atas, al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama merupakan sumber ilmu pengetahuan. Dikatakan demikian karena al-Qur’an berisi anjuran kepada manusia untuk memperhatikan alam raya ini, dan ini secara tidak langsung memerintahkan kepada manusia untuk berfikir.

10Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu Pengetahuan dan Peradaban…., h. 118. 11Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu Pengetahuan dan Peradaban…, h, 119. 12

Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu Pengetahuan dan Peradaban…, h. 120. 13M. Quraiys Syihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2007), Cet. Ke-8, h. 65.


(46)

Berfikir dari mana asal usulnya dan apa arti dari hidupnya serta ke mana akhir hayatnya. Hal ini sesuai dengan pendapat beliau pula bahwa al-Qur’an dengan isinya “membangkitkan rasa yang terpendam dalam jiwa, yang dapat mendorong manusia untuk mempertanyakan dari mana ia datang, bagaimana unsur-unsur dirinya, apa arti hidupnya dan ke mana akhir hayatnya”.14 Ketika manusia dapat memanfaatkan akalnya secara baik maka ia akan menyadari kebesaran Allah serta keagungan-Nya, dan dapat memanfaatkan sesuatu yang berada di bumi ini sebagai upaya membangun dan memakmurkan bumi.

Dengan demikian jika al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan, maka hadis sebagai penjelas dari al-Qur’an itu sendiri merupakan sumber ilmu pengetahuan pula.

4. Hadis Sebagai Sumber Peradaban

Peradaban adalah sebuah fenomena kemajuan dalam bidang material, intelektual, seni, sastra, dan sosial yang terdapat dalam suatu kelompok masyarakat atau dalam beberapa kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan.

Kata peradaban atau (Hađârah) lawan katanya adalah al-Badawah (Badui) atau orang yang terkenal bersikap kasar dan liar. Kemudian kata

al-Hađârah bermakna kota, dan lawan katanya adalah al-Badiyah maknanya desa. al-Hađârah adalah berarti orang kota atau penduduk kota dan

al-Badw adalah orang Badui. Orang Badui terkenal bersikap kaku, kasar, keras, bodoh dan buta huruf.15

Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan ke jalan yang terang. Contohya adalah Islam mengeluarkan manusia dari gelapnya kehidupan Badui yang ganas menuju kehidupan yang terang yakni kehidupan yang berperadaban dan berbudaya.

Semua ini seperti dijelaskan di dalam al-Qur’an, sebagai berikut:

14M. Quraiys Syihab, Membumikan Al-Qur’an…, h. 65. 15Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu …, h. 292.


(47)

Orang-orang Arab Badwi itu lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS: at-Taubah: 97)

Karena itu, Islam dengan dalil-dalil al-Qur’an dan Hadis benar-benar ingin mengubah orang Badui; mengubah sifatnya yang keras dan bodoh menjadi berdisiplin dan beradab. Dengan demikian mereka akan meningkat dari segi materi, keilmuan, peradaban, kesenian, sosial, juga dari segi ruh dan akhlak.16

Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa hadis pun selain menjadi sumber ilmu pengetahuan, ia juga menjadi sumber peradaban bagi manusia. Akan tetapi peradaban yang dikehendaki oleh Islam adalah peradaban yang menghubungkan manusia dengan Allah dan bumi dengan langit. Dunia dijadikan sarana untuk menuju akhirat; menggabungkan unsur spiritual dengan material, menyeimbangkan antara akal dan hati, menyatukan ilmu dan iman dan meningkatkan moral seiring dengan peningkatan material.17

Dengan demikian, telah jelas bahwa hadis yang merupakan sumber peradaban hendaknya ditujukan untuk dapat menghubungkan manusia dengan Allah dan langit dengan bumi. Kemudian dunia dijadikan sarana untuk menuju akhirat, yang antara lain seperti menyatukan ilmu dan iman, peningkatan moral seiring dengan peningkatan material.

C. Fungsi Hadis Terhadap al-Qur’an

Secara umum fungsi hadis terhadap al-Qur’an adalah untuk menjelaskan makna kandungan al-Qur’an yang sangat dalam dan global. Sebagai sumber ajaran ke dua ia menjadi penjelas (mubayyin) isi kandungan al-Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

16Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu…, h. 293 17Yusuf Al-Qardlawy, Sunnah Ilmu…, h. 297.


(1)

Al-Tirmidzi, Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah ibn Musa, Jami’ al-Tirmidzi, Riyad: Dar As-Salam, 1999.

Al-Qardlawy, Yusuf, Sunnah Ilmu Pengetahuan Dan Peradaban, Yogyakarta: Tiara Wacana Ilmu, Cet. I, 2001

A.M, Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. X, 2003.

Amini, Ibrahim, Anakku Amanat-Nya, Jakarta: al-Huda, 2006.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 17, 2006.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi, Menuju Milenium Baru, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, Cet. I, 1999.

Bahri Djamarah, Syaiful, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. I, 2000.

Dradjat, Zakiah, et. al, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Samara Mandiri, 1999.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Edisi 2, 2002.

D Marimba, Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al- Ma’arif, 2000.

Gholib, Ahmad, Studi Islam Pengantar Memahami al-Qur’an, al-Hadis dan Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Faza Media, Cet. I, 2006.

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. II, 1999.

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2001. Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, Cet. I, 2006.

M. Jhon, Echols, dan Shadily, Hasan, Kamus Inngris Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Cet. 27, 2003.


(2)

74

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. I, 1997.

_____, al-Qur’an Dan al-Hadis, Dirasah Islamiyah I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. VII, 2000.

_____, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

_____, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, Studi Pemikiran Tasawuf al-Ghazali, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2001. _____, dan Fauzan, Pendidikan Dalam Perspektif Hadis, Jakarta: UIN Jakarta

Press, Cet. IV, 2005.

Ngalim, Purwanto, M., Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, Cet. 1, 2002. Noer Aly, Hery, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. II,

1992.

Nur Abdul Hafiz Suwaid, M., Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Bandung: al-Bayan, Cet. I, 1997.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. VI, 2008.

_____, Nizar, Samsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan di Dunia dan Indonesia, Ciputat: PT. Ciputat Press Group, 2005.

Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. IV, 2001 Ridwan, Halim, A., Tindak Pidana Pendidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. I,

2000.

Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta: Prenada Media Group, Cet. III, 2001.

Sabri, Alisuf, M., Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2005.

Saleh Abdullah, Abdurrahman, Teori-Teori Pendidikan Menurut al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.


(3)

Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. X, 2003.

Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Metode Teknik, Bandung: Tarsito, 1990.

Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Syaodih, Nana, Sukmadinata, Landasan Psikologis ProsesPendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet.I, 2003.

Syihab, Quraish, M., Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, Cet. VIII, 2007. _____, Tafsir al-Misbah, Jakarta:Lentera Hati, Vol. 3, 2006.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. IV, 2001.

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2007.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokus Media, 2009. Uzer Usman, Moh., Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya,

Cet. 17, 2005

Warson Munawwir, Ahmad, al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: 1995.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 2005.

Z, Zurinal, dan Sayuthi, Wahdi, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksana Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2006.

INTERNET:

Abdul Halim Rahmat, “Menghilangkan Kekerasan Guru Pada Siswa”, dari www. google. com, 01 Maret 2010.

Abu Aqil Dilangsa, “Hadis Metode Pendidikan”, dari www.google.com, 19 Maret 2009.

Abu Mujahid, “Berlaku Adil”, dari www.google.com, 19 Maret 2010.

Abu Amin Cepu, “Larangan Menyembunyikan Ilmu”, dari www.google.com, 12 Januari 2010.


(4)

76

Mulyoto, “Demokrasi Pendidikan, dari www.google.com, 28 Januari 2010. Tarbiyah Net, “Menyebarkan Ilmu”, dari www.google.com, 12 Januari 2010.


(5)

ا - Tidak dilambangkan

ب b be

ت t te

ث ts te dan es

ج j je

ح ħ ha dengan garis di atas

خ kh ka dan ha

د d de

ذ dz de dan zet

ر r er

ز z zet

س s es

ش sy es dan ye

ص ş es dengan titik dibawah ض đ de dengan garis di atas

ط ţ te dengan titik di bawah ظ ż zet dengan titik di atas

ع ‘ Koma terbalik

غ gh ge dan ha

ف f ef

ق q ki

ك k ka

ل l el

م m em

ن n en

و w we

h ha


(6)

v

ء ‘ apostrof

ي y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin

keterangan

__

a fathah

__

i kasrah

_

ُ

_

u đammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin

keterangan

ي ai a dan i

و au a dan u

Vokal panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin keterangan

ا â a dengan topi di

atas

يا î i dengan topi di

atas

وا ũ u dengan