seumur hidup pasien asplenia menderita OPSI adalah 5. Angka mortalitas yang paling impresif dari literatur disebutkan antara 38-70 meskipun dengan terapi
adekuat. Durasi antara splenektomi dan onset OPSI berkisar antara kurang dari 1 minggu sampai lebih dari 20 tahun. Mortalitas saat ini dapat dikurangi dengan
vaksinasi dan edukasi yang tepat serta pemberian segera antibiotika spektrum luas. Prevalensi antara anak dan dewasa didapatkan tidak berbeda 3,2 vs 3,3,
namun angka kematian pada anak lebih tinggi dibandingkan pasien dewasa 1,7 vs 1,3 Sinwar, 2014.
Risiko terjadinya sepsis dan kematian sangat berhubungan dengan alasan dilakukannya splenektomi. Indikasi splenektomi yang paling sering dikaitkan
dengan risiko infeksi dan kematian adalah thalassemia major 8,2 5,1, anemia sickle-cell 7,3 dan 4,8, Limfoma Hodgkin 4,1 dan 1,9,
spherocytosis 3,1 dan 1,3, dan idiopathic thrombocytopenic purpura 2,1 dan 1,2. Prevalensi OPSI dan angka kematian untuk kasus splenektomi karena
trauma adalah 2,3 dan 1,1. Hasil penelitian ini mungkin lebih rendah dari yang sebenarnya terjadi oleh karena durasi follow up yang singkat pada
kebanyakan studi. Pendapat bahwa OPSI terjadi beberapa tahun setelah operasi tidak secara universal diterima. Risiko terjadinya sepsis pada kondisi asplenia
merupakan kondisi permanen. Beberapa kasus OPSI ditemukan terjadi 20-40 tahun setelah pengangkatan lien Katz dan Pachter, 2006.
2.2. Pathogenesis OPSI
Di luar sirkulasi lien, antigen yang terdiri dari polisakarida sangat lemah dalam membangkitkan respon imun, dibandingkan antigen protein. Ini
menyebabkan bakteri yang dilapisi polisakarida dapat menghindari respon imun dan fagositosis. Untuk jenis bakteri semacam ini, maka mekanisme pertahanan
tubuh melawan bakteri sangat tergantung terhadap kekebalan humoral dan produksi antibodi type-specific. Sementara organ liver dapat menghilangkan
sebagian besar bakteri yang teropsonisasi, organisme yang berkapsul dapat menghindari ikatan dengan antibodi, dan oleh karenanya hanya dapat dihilangkan
dalam lien Okabayashi dan Hanazaki, 2008. Sepsis yang terjadi pada pasien asplenia dapat disebabkan oleh berbagai
macam organisme baik berupa bakteri, jamur, virus, atau protozoa. Meski demikian, organisme berkapsul paling sering dikaitkan sebagai penyebab
terjadinya sepsis pada pasien yang displenektomi. Gejala klinis yang muncul pada awalnya adalah ringan dan tidak spesifik. Pasien dapat menderita kelemahan,
penurunan berat badan, nyeri perut, diare, konstipasi mual dan sakit kepala. Keluhan prodromal dapat diikuti dengan gejala pneumonia dan meningitis, dan
perjalanan klinis dapat dengan cepat berlanjut menjadi koma dan kematian dalam 24-48 jam, yang disebabkan oleh adanya syok, hipoglikemia, asidosis berat,
gangguan elektrolit, distress pernafasan, dan koagulasi intravaskular disseminata. Angka kematian dapat mencapai 50-70 meskipun dengan terapi aggresif.
Perjalanan klinis berikutnya sering menyerupai sindroma Waterhouse- Friderichsen, dan pada autopsy dapat ditemukan perdarahan adrenal bilateral.
Kemungkinan mekanisme penyebab pada OPSI pada pasien yang displenektomi adalah hilangnya fungsi fagositik lien, penurunan kadar immunoglobulin serum,
supresi dari sensitivitas limfosit, atau adanya perubahan dalam system opsonin Brigden, et al. 1999; Shatz, 2005
Organisme berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae khususnya sangat resisten terhadap fagositosis, namun dapat dengan cepat diatasi oleh adanya
antibodi type-specific, bahkan dalam jumlah kecil. Tanpa adanya lien, produksi antibodi yang tepat dan cepat untuk melawan antigen yang baru menjadi
terganggu sehingga bakteri dapat dengan cepat berproliferasi. Oleh karenanya, risiko untuk menderita penyakit infeksi karena pneumokokus menjadi 12-25 kali
lebih tinggi pada pasien yang displenektomi dibandingkan populasi pada umumnya. Penyakit infeksi pada pasien asplenia yang disebabkan bakteri
berkapsul seperti Streptococcus pneumonia 50-90, Neisseria meningitides, Haemophilus influenzae, dan Streptococcus pyogens 25, berujung pada
overgrowth bakteri yang tidak dapat dikontrol, disfungsi dan kegagalan organ serta kematian Davidson, et al. 2001.
2.3. Fungsi Immunologis Lien
Lien terdiri dari tiga kompartemen yang saling berhubungan, pulpa merah, pulpa putih, dan zona marginal. Pulpa merah merupakan suatu struktur seperti
spon yang terisi oleh darah yang mengalir melalui sinus dan kordae. Pulpa putih terdistribusi sepanjang arteriol sentral yang merupakan percabangan dari arteri
lienalis. Sel-sel limfosit T membentuk lapisan tipis di sekeliling arteriol sentral,