Keanekaragaman Dan Peranan Fungsional Serangga Pada Area Reklamasi Di Berau, Kalimantan Timur

KEANEKARAGAMAN DAN PERANAN FUNGSIONAL
SERANGGA PADA AREA REKLAMASI DI BERAU,
KALIMANTAN TIMUR

GILANG ADITYA RAHAYU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Keanekaragaman dan Peranan
Fungsional Serangga pada Area Reklamasi di Berau, Kalimantan Timur” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hakcipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Gilang Aditya Rahayu
NIM A351114021

4

RINGKASAN
GILANG ADITYA RAHAYU. Keanekaragaman dan Peranan Fungsional
Serangga pada Area Reklamasi di Berau, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh
DAMAYANTI BUCHORI dan DADAN HINDAYANA.
Perubahan lingkungan dan hilangnya habitat berdampak negatif terhadap
kemapanan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Aktivitas manusia seperti
penambangan adalah salah satu penyebab hilangnya habitat sehingga mengubah
ekosistem dan jasa-jasa ekologi. Pemulihan lahan berupa reklamasi diharapkan

dapat mengembalikan keanekaragaman hayati yang telah hilang. Keberhasilan
reklamasi dapat dilihat dari pulihnya ekosistem dan keanekaragaman hayati yang
ada di dalamnya. Namun demikian, studi keanekaragaman hayati pada lahan
reklamasi di Indonesia masih terbatas pada vegetasi dan belum melihat kelompok
hewan khususnya serangga. Serangga memiliki peranan fungsional yang sangat
penting diekosistem, oleh karenanya dapat dijadikan sebagai objek studi
keanekaragaman pada area reklamasi. Memahami kehadiran spesies tertentu dapat
membantu menilai tingkat keberhasilan proses reklamasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan peranan
fungsional serangga di area reklamasi. Penelitian dilakukan di area reklamasi
pascatambang PT. Berau Coal, site Binungan, Kabupaten Berau, Kalimantan
Timur. Lahan penelitian terdiri atas beberapa umur revegetasi yang berbeda.
Metode yang digunakan untuk penelitian ini mengadopsi metode yang
dikembangkan oleh Majer et al. (2007) yaitu melakukan pemasangan perangkap
pitfall dan perangkap malaise dalam transek sepanjang 100 m. Pengambilan
contoh serangga dilakukan pada dua tahun berbeda (tahun 2012 dan 2013) untuk
memperoleh data keanekaragaman serangga yang komprehensif, dengan bulan
yang sama pada setiap tahunnya yaitu antara bulan Juli hingga Agustus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga ordo Coleoptera, Diptera,
Hymenoptera, dan Othroptera sering ditemukan di area reklamasi.

Keanekaragaman serangga dipengaruhi oleh perbedaan umur reklamasi.
Kelimpahan serangga secara nyata lebih tinggi ditemukan pada umur reklamasi
muda dibandingkan umur reklamasi tua. Sedangkan kekayaan spesies serangga
antar umur reklamasi tidak berbeda nyata. Keberadaan serangga omnivor,
predator, herbivor, detritivor, dan fungivor dipengaruhi oleh perbedaan umur
reklamasi. Serangga omnivor ditemukan tinggi kelimpahannya di area reklamasi
dibandingkan peranan fungsional lainnya. Selain itu kompleksitas peranan
funsional serangga semakin kompleks ketika umur reklamasi diatas 5 tahun.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi spesies serangga
menunjukkan perbedaan pada umur reklamasi yang berbeda. Komposisi spesies
serangga pada umur reklamasi tua cenderung mendekati komposisi spesies
serangga yang ada dihutan dibandingkan dengan umur reklamasi muda. Namun
pada lahan reklamasi umur 10 tahun komposisi spesiesnya mendekati reklamasi
umur 2 tahun, hal ini dikarenakan melimpahnya spesies invasif di umur 10 tahun.
Kata kunci: keanekaragaman serangga, kelimpahan, kekayaan, komposisi spesies,
peranan fungsional serangga, reklamasi.

ii

SUMMARY

GILANG ADITYA RAHAYU. Diversity and Functional Role of Insects in
Reclamation Area in Berau, East Kalimantan by DAMAYANTI BUCHORI and
DADAN HINDAYANA.
Environmental change and loss of habitats has been known to negatively
impact biodiversity and ecosystem stability. Human activities such as mining is
one example of how habitat loss has drastically change ecosystem and its
ecological services. To restore biodiversity and ecosystem services, land
reclamation has been proposed as an activity that should be conducted in all
mining areas. The success of reclamation can be seen from species recovery and
from the recovery processes in the ecosystem itself. However, study of
biodiversity on land reclamation as part of understanding the succession process is
still lacking. Insects has many functions in the ecosystem, and hence insect
diversity can be used as part of monitoring the success of land reclamation.
Understanding the presence of certain species can help assess the rate of which
reclamation process has proceed.
This situation has put insects as an object of study on diversity in
reclamation area. The aim of this research is to study the diversity and functional
role of insects in the reclamation area of PT. Berau Coal, Binungan site, Berau
district of East Kalimantan. The research sites are post-mining areas of several
different revegatation ages. The method used for this study was adopted form

Majer et al. (2002), e.g setting up pitfall traps and malaise traps along a-100 m
transect. Insect sampling was conducted on two different years (2012 and 2013),
between July-August.
The results showed that insect order such as Coleoptera, Diptera,
Hymenoptera and Othroptera that consistenly found in the reclamation area.
Differences in age of reclamation affects insect diversity and abundance, however
insect spesies richness does not differ among different reclamation age. The
abundance and spesies richness of different groups of insects (omnivors,
predators, herbivores, detritivores and fungivores) are dependent on the age of
reclamation. Omnivorous insects are the most abundant group of insects in the
reclamation area. The composition of functional groups insects more complex
after reclamation progresses beyond 5 years. Further analysis showed that the
composition of insect species are different in different reclamation ages. The older
the reclamation, the composition of insect species tend to resemble the
composition of species insects in the forest. However in 10th year of reclamation
ages the composition of species is more close to 2nd years because the abundant of
invasive spesies in 10th year of reclamation ages.
Keywords: Functional group insect, insect diversity, reclamation, spesies
composition


iii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

iv

KEANEKARAGAMAN DAN PERANAN FUNGSIONAL
SERANGGA PADA AREA REKLAMASI DI BERAU,
KALIMANTAN TIMUR

GILANG ADITYA RAHAYU


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

v

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. I Wayan Winasa, MS

vi
Judul Tesis : Keanekaragaman dan peranan fungsional serangga pada area
reklamasi di Berau, Kalimantan Timur.
Nama
: Gilang Aditya Rahayu

NIM
: A351114021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Damayanti Buchori, MSc
Ketua

Dr Ir Dadan Hindayana
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Pudjianto, MSi


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:14 Desember 2015

Tanggal Lulus:

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan.
Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini
adalah “Keanekaragaman dan peranan fungsional serangga di area reklamasi di
Berau, Kalimantan Timur”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing
dan Dr. Ir. Dadan Hindayana sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang
telah sabar membimbing penulis, memotivasi untuk maju, dan memberikan
banyakpengarahan serta saran selama penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Dr. Ir. I Wayan Winasa MS, sebagai Dosen Penguji Luar Komisi, Dr. Ir.
Pudjianto, MSi sebagai Ketua Program Pascasarjana Entomologi, Dr. Ir.
Idham Sakti Harahap, MSi sebagai perwakilan Ketua Program Pascasarjana
Entomologi terima kasih atas masukan dan sarannya.
3. Dr. Akhmad Rizali, SP, MSi atas bantuan, masukan dan pengarahan baik di
lapangan maupun pada pengolahan data.
4. Adha Sari, SP atas bantuan dan memfasilitasi kegiatan di laboratorium.
5. Heri Tabadepu, SP yang telah menemani dan membantu aplikasi di lapangan
6. Tim Identifikasi dan teman-teman Laboratorium Pengendalian Hayati, Rizky
Nazarreta, SP, Rado Pudji Santoso, SP, Ratna Rubiana, MSi, Anik Larasati
MSi,Amanda Mawan, MSi, Lena, Samsi.
7. Teman-teman Pascasarjana Entomologi, Nadzirum Mubin, MSi, Sumeinika
Fitria Lizmah, MSi, Ita Fitriyana, MSi, Rion Apriadi, MSi, Lutfi Afifah, MSi
dan Agus Hendarto, MSi yang telah banyak memberikan motivasi dalam
menyusun penelitian, masukan membuat database, membantu dalam
mengolah data, dan diskusi yang sangat berharga bagi penulis. Serta temanteman pascasarjana Entomologi lainnya yang telah banyak membantu dan
atas kebersamaannya.
8. Ayahanda Yuyu Rahayu, Ibunda Ketty Suketi, dan istri tercinta Amelia
Andriani SP, serta seluruh keluarga atas segala doa yang tulus ikhlas,
kepercayaan, perjuangannya, dan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi

penulis.
9. Rekan-rekan Proteksi Tanaman di Laboratorium Pengendalian Hayati.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
Gilang Aditya Rahayu

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Arti Penting Reklamasi
Peran dan Kegunaan Keanekaragaman Serangga
Peranan Fungsional Serangga
Analisis Keanekaragaman Serangga

4
4
5
6
6

3 METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Analisis Data

8
8
8
8
11

4 HASIL
Keanekaragaman Serangga dan Artropoda di Area Reklamasi
Keanekaragaman Serangga Pada Umur Reklamasi yang Berbeda
Peranan Fungsional Serangga di Area Reklamasi
Hubungan Umur Reklamasi terhadap Beberapa Taksa Serangga dan
kelompok non artropoda lainnya

13
13
15
18

5 PEMBAHASAN

31

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

38
38
38

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

62

20

ix

DAFTAR TABEL
1. Deskripsi lahan contoh penelitian pada umur reklamasi yang berbeda
2. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan Simpsons
3. Indeks
keanekaragaman
Shanon
(H),
sebaran
(E),
Kelimpahan/dominasi indeks Simpson (1/D) pada masing-masing umur
reklamasi.
4. Indeks kemiripan Bray-Curtis spesies serangga pada masing-masing
umur reklamasi di tahun 2012.
5. Indeks kemiripan Bray-Curtis spesies serangga pada masing-masing
umur reklamasi di tahun 2013
6. Hasil analisis regresi kekayaan dan kelimpahan beberapa taksa
serangga terhadap umur reklamasi.
7. Nilai keanekaragaman indeks Shannon-Wiener Coleoptera pada setiap
umur reklamasi.
8. Keberadaan dan kemunculan beberapa Morfospesies Kumbang
Predator pada Umur Reklamasi Berbeda
9. Keberadaan dan kemunculan beberapa Morfospesies Kumbang
Fungivor pada Umur Reklamasi Berbeda
10. Nilai keanekaragaman indeks Shannon-Wiener Formicidae pada setiap
umur reklamasi.
11. Pengertian singkat kelompok fungsional semut

9
11

16
17
17
20
21
24
24
27
27

x

DAFTAR GAMBAR

1. Lokasi lahan-lahan penelitian di area reklamasi. Kalimantan Timur,
Kab. Berau. Lahan pertambahan PT. Berau Coal Site Binungan.
2. Perangkap serangga yang digunakan.
3. Skema letak pemasangan perangkap serangga.
4. Kelimpahan dan kekayaan spesies ordo seranggayang ditemukan pada
tahun 2012.
5. Kelimpahan dan kekayaan spesies ordo serangga yang ditemukan pada
tahun 2013.
6. Kelimpahan Artropoda non serangga di seluruh area reklamasi.
7. Rata-rata kekayaan spesies dan kelimpahan serangga pada setiap umur
reklamasi tahun.
8. Kelimpahan dan kekayaan spesies serangga pada 2 periode
pengamatanberdasarkan peranan fungsional serangga pada tingkat
famili di area reklamasi.
9. Proporsi kelimpahan peranan funsional serangga tingkat famili pada
setiap tingkat umur reklamasi pada 2 periode pengamatan
10. Proporsi kekayaan spesies peran funsional serangga tingkat famili pada
setiap tingkat umur reklamasi pada 2 periode pengamatan.
11. Proposi kelimpahan Coleoptera berdasarkan peran fungsionalnya di
lahan reklamasi.
12. Komposisi spesies Coleoptera berdasarkan hasil analisis NMDS.
13. Proposi kelimpahan Formicidae berdasarkan kelompok peran
fungsionalnya di lahan reklamasi.
14. Komposisi spesies Formicidae gabung 2 tahun berdasarkan hasil
analisis NMDS.

9
10
10
13
14
14
15

18
19
19
22
26
28
29

xi

DAFTAR LAMPIRAN
1. Jumlah individu tiap ordo dan famili serangga serta peranan
fungsionalnya yang ditemukan pada umur reklamasi berbeda
2. Jumlah individu tiap genus semut serta peranan fungsionalnya yang
ditemukan pada umur reklamasi berbeda
3. Beberapa morfospesies kumbang berdasarkan peranan fungsional yang
ditemukan.
4. Morfospesies semut berdasarkan kelompok fungsional Cryptic Spesies,
Dominant Dolichoderinae, Generalized Myrmicinae, dan Hot Climate
Specialists.
5. Morfospesies semut berdasarkan kelompok fungsional invasif,
Opportunis, dan Specialist Predator.
6. Morfospesies semut berdasarkan kelompok fungsional Subordinate
Camponotini, Tropical Climate Specialist, dan Belum diketahui.

45
55
59

60
60
61

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan tambang memiliki dampak negatif bagi lingkungan dan
keanekaragaman hayati. Kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang
menyebabkan hilangnya tempat berlindung dan sumber makanan bagi organisme.
Kondisi lingkungan yang rusak menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati
yang ada di dalamnya (Sharma dan Mishra 2011), pada hal keanekearagaman
hayati harus dijaga keberadaannya karena memiliki peranan penting dalam
ekosistem (Speight et al. 2008). Salah satu upaya memulihkan keanekaragaman
hayati adalah dengan melakukan kegiatan reklamasi lahan pascatambang.
Reklamasi merupakan kegiatan pemulihan ekosistem yang rusak. Kegiatan
pemulihan ekosistem sudah menjadi perhatian global yaitu dengan
dimasukkannya rencana strategi keanekaragaman hayati 2011-2020 dengan target
memulihkan ekosistem yang rusak sebesar 15% (CBD 2011). Reklamasi dan
revegetasi bertujuan memulihkan kembali ekosistem dan melindungi
keanekaragaman hayati di daerah pascatambang. Kegiatan reklamasi sangat
penting dilakukan setelah aktivitas menambang selesai (RI 2008). Selain itu,
pemerintah Indonesia memiliki peraturan mengharuskan adanya rencana
reklamasi dengan prinsip perlindungan hayati dan pengelolaan lingkungan hidup
(RI 2010).
Dalam menjalankan kegiatan reklamasi, diperlukan adanya monitoring dan
evaluasi keberhasilan dari kegiatan tersebut. Evaluasi keberhasilan reklamasi
dapat dinilai dari keberadaan keanekaragaman spesies, komunitas dan peranan
fungsional organisme yang ada (Ruiz-Jane dan Aide 2005a). Perkembangan
keanekaragaman spesies selama proses pemulihan lahan reklamasi akan
memengaruhi ekosistem. Sebagai contoh, keberadaan suatu spesies atau
perubahan komposisi spesies seperti masuk atau hilangnya spesies akan
memengaruhi ekosistem yang berdampak terhadap siklus nutrisi (Wardle et al.
2011). Selain itu, siklus nutrisi dan energi pada suatu ekosistem tidak lepas dari
peranan fungsional organisme pada ekosistem tersebut (Speight et al. 2008).
Keberadaan peranan fungsional organisme yang essensial bagi ekosistem
merupakan indikator keberhasilan jangka panjang suatu ekosistem yang stabil
atau mapan (Ruiz-Jane dan Aide 2005a). Hal tersebut dapat diketahui juga dengan
melihat respon dari organisme pada ekosistem tersebut terutama dari kelompok
serangga (Wike et al. 2010).
Rekolonisasi spesies dan pembangunan kembali ekosistemterjadi selama
proses reklamasi (suksesi).Setelah adanya kolonisasi spesies,dengan berjalannya
waktu, kondisi lahan akan berubah, begitu pula dengan lingkungan dan
ekosistemnya (Bradshaw 1983). Selain itu, kolonisasi spesies juga berdampak
terhadap keanekaragaman dan kompleksitas spesies yang ada di lahan reklamasi.
Bertambahnya kompleksitas spesies, berubahnya keanekaragaman dan komposisi
spesies akan terjadi pada tiap tahapan suksesi terutama pada vegetasi. Tidak hanya
vegetasi, tetapi organisme lain juga mengalami perubahan karena dengan
bertambahnya kompleksitas vegetasi, akan terjadi perubahan pada komposisi
spesies organisme yang berasosiasi dengan tanamantersebut. Kondisi inilah yang

2
pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan habitat dan mendukung
suatu spesies baru masuk (Price et al. 2011). Sebagai contoh, organisme yang
berasosiasi dengan tanaman seperti serangga herbivor akan bertambah jenisnya
ketika kompleksitas vegetasi bertambah dansemakin tuaumur lahan reklamasi
(Brown 1985). Selain herbivor, keberadaan peran fungsional organisme lain
seperti predator, detritivor, dan fungivor juga berubah pada tiap tahapan suksesi.
Semakin tua umur reklamasi, maka komunitas spesies akan berubah dan
kompleksitas rantai makan atau tingkat tropik semakin tinggi (Schowalter 2011).
Salah satu metode untuk mengevaluasi kemapanan ekosistem adalah dengan
melakukan evaluasi komposisi spesies serangga. Serangga sering dijadikan
sebagai obyek studi ekologi karena serangga mempunyai karakteristik atau pola
tertentu dalam respon gangguan lingkungan (Rosenberget al. 1986). Selain itu,
peranan fungsional serangga bermacam-macam dapat berupa predator, herbivor,
dan detritivor. Oleh karena itu, keberadaannya sangat dibutuhkan dalam fungsi
ekosistem. Keunggulan serangga tersebut dapat dijadikan indikator dalam
memonitor keberhasilan reklamasi seperti keberadaan dan komposisi spesies
kumbang (McGeoch et al. 2002), semut (Andersen et al. 2002), dan belalang
(Bazelet dan Samways 2011) dalam menilai ekosistem reklamasi. Arthopoda
tanah seperti Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui
kesuburan tanah dan keberadaan bahan organik (Indriyati dan Wibowo 2008).

Perumusan Masalah
Perubahan pemanfaatan lahan cenderung memengaruhi keanekaragaman
dan komposisi spesies serangga pada suatu lahan (Ananthakrishnan 2009), seperti
yang terjadi pada lahan reklamasi. Dalam perencanaan reklamasi sangatlah
penting untuk memperhatikan sasaran dan kriteria keberhasilan pemulihan lahan
reklamasi, misalnya perkembangan keanekaragaman spesies dan fungsinya.
Evaluasi keberhasilan reklamasi umumnya hanya dinilai berdasarkan pemulihan
vegetasi saja (Ruiz-Jane dan Aide 2005b), sedangkan penggunaan indikator lain
seperti serangga masih kurang diminati. Namun pada kenyataannya serangga
memiliki peran penting di ekosistem dan perannya sebagai bioindikator
lingkungan yang sangat baik. Mengingat serangga memiliki peranan yang
beragam, informasi mengenai keanekaragaman serangga dapat memberikan
gambaran tingkatan suksesi pada suatu lahan reklamasi.
Secara khusus beberapa pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah perbedaan umur reklamasi memengaruhi kelimpahan serangga dan
kekayaan serangga?
2. Bagaimana struktur dan komposisi serangga pada umur reklamasi yang
berbeda?
3. Apakah kompleksitas peranan fungsional serangga dipengaruhi umur
reklamasi?

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (i) mempelajari keanekaragaman spesies
serangga antar tingkatan umur reklamasi, (ii) mempelajari kelompok peranan
serangga antar tingkatan umur reklamasi dan (iii) mempelajari hubungan antara
taksa serangga dengan umur reklamasi.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk (i) memahami dan
memberikan informasi kondisi lingkungan lahan reklamasi dan respon kolonisasi
kelompok serangga pada umur reklamasi yang berbeda, (ii) rekomendasi adanya
model evaluasi keberhasilan reklamasi menggunakan keanekaragaman dan
peranan serangga, dan (iii) memberikan masukan taksa serangga yang potensial
untuk dijadikan biomonitoring lahan reklamasi.

Hipotesis
Tingkat umur reklamasi berbeda mempunyai keanekaragaman serangga
yang berbeda. Dengan adanya perbedaan umur reklamasi, maka akan terdapat
perbedaan keanekaragaman dan komposisi spesies serangga. Keanekaragaman
spesies dan peranan serangga akan lebih kompleks ketika lahan reklamasi
berumur tua. Berikut merupakan hipotesis yang akan diuji:
1.

2.

3.

H0: Tidak ada pengaruh umur reklamasi terhadap keanekaragaman
spesies serangga
H1: Terdapat pengaruh umur reklamasi terhadap keanekaragaman
spesies serangga
H0: Tidak ada pengaruh umur reklamasi terhadap peranan fungsional
serangga
H1: Terdapat pengaruh umur reklamasi terhadap peranan fungsional
serangga
H0: Tidak ada pengaruh umur reklamasi terhadap komposisi spesies
serangga
H1: Terdapat pengaruh umur reklamasi terhadap komposisi spesies
serangga

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Arti Penting Reklamasi
Perubahan dan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang tidak dapat
dihindari. Pengaruh negatif dari penambangan berdampak terhadap pencemaran
ekosistem dataran maupun perairan dan merusak habitat makhluk hidup
(Schowalter 2011). Lingkungan pascatambang juga berdampak besar terhadap
keanekaragaman spesies seperti terjadinya gangguan struktur komunitas dan
fungsi ekosistem atau hilangnya suatu spesies (Cooke dan Johnson 2002). Upaya
pemulihan lahan harus dilakukan oleh perusahan tambang untuk mencegah
terjadinya kerusakan ekosistem yang berkelanjutan. Pemerintah Indonesia juga
mengeluarkan peraturan mengenai kewajiban perusahan tambang melakukan
pemulihan lahan pascatambang dan pengelolaan lingkungan hidup (RI 2010).
Pemulihan lahan pascatambang dapat dilakukan dengan menanam vegetasi
kembali seperti revegetasi dan rehabilitasi hutan.
Kegiatan memulihkan kembali lahan hutan yang rusak seperti revegetasi
merupakan kegiatan reklamasi (RI 2008). Reklamasi yang umum dilakukan oleh
perusahaan tambang adalah menanam tanaman berupa cover crop dan pohon
perintis agar vegetasi cepat berkembang dan beradaptasi (Iskandar 2012).
Reklamasi pascatambang sangat penting dalam siklus pertambangan dan
reklamasi dilakukan agar terciptanya kontur lahan serta lingkungan yang mapan
atau stabil setelah penambangan selesai (Iskandar 2008). Harapan jangka panjang
kegiatan reklamasi dapat memperbaiki kondisi iklim mikro dan estetika lahan
(Mulyana et al. 2011). Selain menciptakan lingkungan yang mapan, reklamasi
bertujuan mengembalikan ekosistem asli dalam semua aspek struktural maupun
fungsional atau menciptakan suatu ekosistem alternatif mendekati ekosistem asli
(Cooke dan Johnson 2002). Kegiatan reklamasi tidak sepenuhnya mengembalikan
ekosistem seperti semula, namun dapat meningkatkan kondisi lahan ke arah yang
lebih protektif dan konservatif (Mulyana et al. 2011).
Penerapankegiatan reklamasi setidaknya memperhatikan enam sudut
pandang suksesi yaitu, perbaikan lahan atau situs, pengembangan struktur
komunitas makhluk hidup, dinamika nutrisi, karakter cara hidup spesies, interaksi
antar spesies, dan pemodelan transisi antara tahapan suksesi (Walker dan del
Moral 2008). Di samping itu, menurut Ruiz-jane dan Aide (2005a) dalam menilai
lahan reklamasi harus mempunyai karakter seperti (1) keanekaragaman spesies
dan struktur komunitas yang menyerupai dengan lahan rujukan (lahan alami); (2)
keberadaan spesies; (3) terdapat kelompok fungsional yang dibutuhkan untuk
stabilitas lingkungan jangka panjang; (4) kapasitas lingkungan fisik untuk
mempertahankan populasi; (5) integrasi dengan lanskap; (6) sedikitnya ancaman
yang potensial; (7) ketahanan terhadap gangguan lingkungan; dan(8)
keberlanjutan. Hal tersebut dapat memberikan penilaian yang tepat dalam
mengevaluasi keberhasilan reklamasi.

5
Peran dan Kegunaan Keanekaragaman Serangga
Keanekaragaman hayati merupakan hal yang penting bagi kehidupan.
Keanekaragaman hayati berperan sebagai indikator dari sistem ekologi dan sarana
untuk mengetahui adanya perubahan spesies (Magurran 1988). Keanekaragaman
hayati juga mencakup kekayaan spesies dan kompleksitas ekosistem (Magurran
2004) sehingga dapat memengaruhi komunitas organisme, perkembangan dan
stabilitas ekosistem (Schowalter 2011). Oleh karena itu, pemerintah juga
menjamin keberadaan keanekaragaman hayati karena meliputi keberlangsungan
ekosistem, jenis dan genetik yang mencakup hewan, tumbuhan, dan jasad renik
(microorganism) (RI 1994). Selain berperan penting bagi kehidupan,
keanekaragaman sangat menarik untuk diteliti karena mempunyai tren atau pola
yang dapat berubah dan merupakan pusat dari konsep ekologi. Kemudian,
pengukuran keanekaragaman dapat menjadi indikator dari kesejahteraan suatu
sistem ekologi. Dengan melihat distribusi kelimpahan spesies, maka memudahkan
untuk melihat lebih baik hubungan antara kekayaan spesies dan kemerataan
spesies tersebut (Magurran 1988). Salah satu contoh untuk mengetahui
kesejahteraan suatu sistem ekologi yaitu dengan melihat keanekaragaman
serangga di suatu habitat.
Serangga merupakan makhluk hidup dengan keanekaragaman spesies yang
tinggi di dunia dan hampir 56% dari seluruh spesies makhluk hidup.
Keanekaragaman spesies serangga tidak hanya melihat dari spesies yang beragam
dan jumlah spesies yang tinggi, tetapi juga mempunyai peranan fungsional yang
beranekaragam (Speigth et al. 2008). Serangga dapat mewakili mayoritas spesies
yang ada di ekosistem daratan maupun perairan. Keanekaragaman spesies
serangga dapat menggambarkan berbagai adaptasi terhadap faktor-faktor kondisi
lingkungan. Selain itu, keanekaragaman serangga juga dapat memengaruhi spesies
lainnya termasuk manusia dan menjadi parameter ekosistem dalam berbagai hal.
Oleh karena itu, serangga mempunyai potensi sebagai pengatur kondisi ekosistem
(Schowalter 2011). Sifat serangga yang sensitif terhadap habitat yang berbeda,
pencemaran atau tekanan lingkungan, dapat dijadikan indikator keanekaragaman
dan menilai kualitas lingkungan (McGeoch 1998). Hal ini membuat
keanekargaman serangga dijadikan sebagai objek studi dalam menilai ekosistem
dan lingkungan.
Studi mengenai keanekaragaman serangga sudah banyak digunakan, karena
pengukuran atau analisis menggunakan keanekaragaman serangga merupakan
pola dasar pemahaman keanekaragaman terhadap ekosistem yang berbeda dan
perubahan lingkungan. Hal yang mendasar dalam pengukuran dari
keanekaragaman adalah jumlah spesies serangga atau kekayaan spesies di suatu
lahan. Kekayaan spesies serangga dapat menjadi acuan untuk berbagai macam
ekosistem yang ada (Schowalter 2011). Semakin tinggi jumlah kekayaan spesies
bisa berupa meningkatnya kualitas ekologi (Magurran 1988). Dalam penelitian
Costa et al. (2010) menunjukkan bahwa, kekayaan spesies memiliki perbedaan
antar habitat yang berbeda yaitu kekayaan spesies di lahan reklamasi lebih rendah
kekayaannya dibandingkan lahan tidak terganggu. Begitupula dengan penelitian
Ruiz-jane dan Aide (2005b) dan Heyborne et al. (2003) yang memperlihatkan
kelimpahan dan kekayaan spesies semakin meningkat ketika semakin tua umur
lahan dan semakin tinggi struktur vegetasi.

6
Peranan Fungsional Serangga
Keberhasilan kelompok serangga tidak hanya diukur dari segi jumlah
spesies yang diperoleh, tetapi juga dapat diukur dari kisaran habitat atau jenis
makanannya, tekanan lingkungan dimana serangga dapat hidup, berapa lama
kelompok serangga bertahan. Secara ekologi, serangga akan lebih berguna bila
diukur dan dibagi kedalam kelompok fungsional sesuai dengan strategi hidup atau
makan serangganya, tidak hanya melihat dari jumlah spesies yang ada. Peranan
fungsional serangga sangat penting karena komponen dalam siklus energi dan
nutrisi pada suatu ekosistem (Speigth et al. 2008). Peranan fungsional serangga
penting dalam siklus energi karena berkaitan dengan jejaring makanan. Serangga
dapat berperan sebagai predator yang dapat mengatur suatu populasi, herbivor
yang memakan produsen dan sumber makanan predator, polinator, dan detritivor
yang memakan bahan-bahan organik (Showalter 2010). Serangga memiliki
peranan fungsional yang beragam sehingga keberadaannya sangat penting dalam
jasa ekosistem dan siklus energi.
Perubahan kelompok fungsional serangga berasosiasi dengan aktivitas
manusia seperti gangguan pada lingkungan. Pembagian serangga dalam kelompok
peranan fungsional bertujuan agar dapat melihat respon serangga terhadap
tekanan dan gangguan lingkungan, selain itu dapat mengetahui struktur komunitas
(Andersen 2000). Peranan fungsional serangga di suatu ekosistem dapat dijadikan
informasi dalam menilai kemapanan dan kesehatan ekosistem karena peranan
fungsional serangga berguna mengurangi kompleksitas yang ada pada ekosistem
dan memberikan informasi ekologi tentang komunitas serangga (Wike et al.
2010). Penelitian menggunakan peranan fungsional serangga dapat membantu
memahami perubahan lingkungan terhadap pembentukan atau dinamisme
komunitas serangga, selain itu dapat melihat potensi spesies serangga yang dapat
dijadikan indikator lingkungan (Gollan et al. 2010; Susilo et al. 2009).

Analisis Keanekaragaman Serangga
Menilai keanekaragaman spesies di suatu ekosistem membutuhkan analisis
statistik tertentu. Umumnya untuk mengetahui keanekaragaman spesies di suatu
lahan menggunakan indeks keanekaragamanyang melihat proporsi kelimpahan
spesies seperti indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Kemudian, mengukur
dominasi spesies menggunakan indeks Simpson umum digunakan dalam analisis
keanekaragaman karena dominasi spesies atau indeks Simpson berhubungan erat
dengan kekayaan spesies sehingga dapat memengaruhi distribusi spesies yang
ada. Keanekaragaman diferensiasi atau β diversity juga digunakan dalam analisis
keanekaragaman serangga untuk mengetahui kemiripan ataupun perbedaan tiap
spesies serangga yang ditemukan (Magurran 1988). Selain itu, analisis
keanekaragaman dapat menggunakan estimasi visualisasi metode Jack-knifing
dan ANOVA untuk mengetahui perbedaan kekayaan spesies tiap contoh.
Analisis yang digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan reklamasi
bergantung pada tujuan dan metode penelitian. Sebagai contoh, penelitian untuk
menguji perbedaan antara teknik reklamasi atau perbedaan lahan reklamasi
dapatmengunakan ANOVA. Namun penelitian yang bersifat deskriptif terutama

7
untuk membandingkan lahan reklamasi dengan lahan referensi (hutan) dapat
mengunakan ordinasi atau indeks keanekaragaman. Ordinasi atau indeks
kemiripan juga dapat lebih berguna untuk menggambarkan komposisi spesies
dalam komunitas ekologi karena analisis ini membandingkan komposisi spesies
tidak hanya memperhatikan jumlah kekayaan spesies (Ruiz-Jane dan Aide 2005a).
Analisis ordinasi yang umumnya dilakukan untuk melihat perbedaan
komposisi spesies menggunakan analisis Multidimensional Scaling. Analisis
Multidimensional Scaling digunakan untuk membangun diagram yang
menggambarkan hubungan antar objek. Diagram ini dapat berupa peta yang
digambarkandalam satu dimensi (Objek dalam berbentuk garis), dalam bentuk 2
dimensi atau dalam 3 dimensi.

8

3 METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan reklamasi pascatambang batu
bara,PT. Berau Coal, area Binungan, di Kecamatan Sambaliung, Kabupaten
Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi geografis lahan penelitian terletak
antara 02°02.382’LU dan 117°25.940’BT. Pengambilan contoh serangga
dilakukan pada dua periode yaitu pada tahun 2012 dan 2013, dengan waktu
pengambilan contoh pada bulan yang sama, yaitu pada bulan Juli hingga Agustus.
Penelitian laboratorium berupa identifikasi serangga hasil koleksi dari
lapangan,dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati Departemen Proteksi
Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian laboratorium
dilakukan mulai bulan September 2012 hingga Maret 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah etilen glikol dan sabun
sebagai larutan perangkap pitfall dan alkohol 70% untuk penyimpanan serangga
contoh.Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pitfall trap berupa gelas
plastik, papan fiber sebagai atap perangkap pitfall, perangkap malaise, sekop
kecil, botol serangga, GPS tracker (GPSmap 60CSx Garmin) dan mikroskop
binokuler.
Metode Penelitian
Penentuan Lokasi Penelitian dan Plot Pengambilan Contoh
Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan variasi umur reklamasi yang ada
di Binungan. Sebelum menentukan lokasi, dilakukan survei lahan untuk
mengetahui variasi umur vegetasi atau umur penanaman dan sekaligus kelayakan
lokasi untuk pengambilan contoh. Pengambilan contoh dilakukan 2 kali yaitu
periode pertama pada tahun 2012 dan periode kedua pada tahun 2013 dengan
lokasi yang sama. Berdasarkan hasil survei, area reklamasi yang layak untuk
dilakukan pengambilan contoh (dengan pertimbangan luas area, ketersediaan
lahan, dan jarak minimal antar lahan) adalah area dengan umur revegetasi 2, 4, 6,
8 dan 10 tahun (terhitung tahun 2012) (Tabel 1). Pada penelitian ini ditentukan
juga lahan contoh berupa hutan (habitat alami) yang berada di sekitar lahan
pascatambang sebagai pembanding dengan area reklamasi.
Lahan contoh terdiri dari 6 lahan yang didasarkan tingkat umur reklamasi
dengan rentang 2 tahun antar lahan contoh (Gambar 1). Lahan yang diambil
berupa lahan berumur 10 tahun, umur 8 tahun, umur 6 tahun, umur 4 tahun, umur
2 tahun dan hutan dengan 2 ulangan pada masing-masing lahan (Tabel 1). Lokasi
penempatan perangkap diberikan tanda mengunakan GPS (Global Positioning
System) untuk mengetahui koordinat setiap transek pemasangan perangkap dan
jarak antara lahan contoh lainnya. Kemudian pengambilan contoh serangga pada
tahun kedua juga menggunakan lahan dan transek yang sama.

9

10
Pengambilan Contoh Serangga
Perangkap yang digunakan untuk pengambilan contoh serangga ada dua
macam yaitu perangkap jebak (pitfall trap) untuk menangkap serangga
permukaan tanah dan perangkap malaise trap untuk serangga terbang (Gambar 2).
Setiap lahan dibuat jalur transek berupa garis lurus sepanjang 100 m menghadap
utara-selatan (Adaptasi dari Majer et al. 2007) (Gambar 3). Perangkap pitfall
berbentuk gelas plastik dengan diameter 7.5 cm dan tinggi 10.5 cm yang
ditanamkan sejajar dengan permukaan tanah. Larutan jebakan menggunakan
campuran 1 l etilen glikol, 25 ml sabun cair dan 4 l air. Perangkap pitfall
selanjutnya diisi dengan larutan jebakan sebanyak 1/3 dari volume perangkap.
Pitfall dipasang sebanyak 10 buah dengan jarak 10 meter antar masing-masing
pitfall. Perangkap Pitfall dipasang selama 6 hari di lapangan dengan satu kali
pengambilan. Perangkap malaise dengan tinggi ± 2 m dipasang sebanyak 2 unit
dengan jarak 60 m antar malaise. Jarak perangkap malaise 15 m dengan ujung
jalur transek. Perangkap malaise diaplikasikan di lapangan selama 4 hari dengan
satu kali pengambilan. Metode dan jenis perangkap ini digunakan ketika
pengambilan contoh serangga pada tahun 2012 dan tahun 2013.

a.

b.

Gambar 2 Perangkap serangga yang digunakan. a. Perangkap pitfall; b.
Perangkap malaise

100 meter
MT: Perangkap Malaise
PT : Perangkap pitfall

Gambar 3 Skema letak pemasangan perangkap serangga.

11
Identifikasi Serangga
Serangga contoh yang diperoleh dari pemerangkapan dimasukan ke dalam
botol film berisi alkohol 70% yang telah dilabeli kode lahan dan perangkap.
Kemudian serangga dipilah dan diidentifikasi di laboratorium Pengendalian
Hayati Departemen Proteksi Tanaman IPB. Serangga diidentifikasi dan disortir
hingga tingkat famili dan morfospesies yang mengacu pada kunci identifikasi
Borror et al. (1996), kunci identifikasi Insect of Australia (CSIRO 1991),
Identification guide to the ant genera of Borneo (Hashimoto 2003) untuk genus
semut, Hymenoptera of the world: an identification guide to families (Goulet dan
Hubber 1993) untuk kelompok parasitoid dan lebah, dan Manual of Neartic
Diptera volume 1 and 2 (McAlpine et al. 1987) untuk kelompok lalat. Kemudian
pengelompokan taksa serangga berdasarkan peranan fungsionalnya menggunakan
literatur Borror et al. (1996), (CISRO 1991), (Goulet dan Hubber 1993), dan
Susilo et al.(2009).
Analisis Data
Data hasil identifikasi serangga ditabulasikan dalam tabel pivot Microsoft
Excel untuk menjadi database. Keanekaragaman dianalisis dengan menggunakan
indeks keanekaragaman Shannon-Wienner dan kelimpahan (dominasi) dianalisis
menggunakan indeks Simpsons (Tabel 2)(Magurran 2004).
Tabel 2 Indeks keanekaragaman Shannon-Wienerdan Simpsons
Indeks

Persamaan

Keterangan
H=
pi=

ShannonWiener

Simpson`

E=
H=
S=
D=
pi=

indeks Shannon Wiener
proporsi spesies ke i
dalam komunitas
nilai sebaran indeks
indeks Shannon Wiener
jumlah morfospesies
indeks Simpson`s
proporsi spesies ke i
dalam komunitas

Untuk melihat perbedaan kelimpahan dan kekayaan morfospesies seranggaantar
umur reklamasi dilakukan pengujian dengan menggunakan analisis ragam
(ANOVA) dengan uji lanjut Tukey pada taraf nyata 5%.
Kemiripan komposisi morfospesies dari umur reklamasi berbeda
menggunakan perhitungan Indeks Bray-Curtis (Magurran 2004). Perhitungan
tersebut menggunakan rumus sebagai berikut:
CN=

Dimana: CN = Indeks kemiripan Bray-Curtis
jN = Jumlah terendah individu yang ditemukan pada dua lahan
Na = Jumlah total individu pada lahan A
Nb = Jumlah total individu pada lahan B

12
Hasil indeks Bray-Cutis dibuat ordinasi dan non metric multidimensional
scaling (MDS) untuk mendapatkan tampilan komposisi serangga pada umur
reklamasi berbeda. Interpretasi dari MDS adalah kedekatan posisi antar plot, maka
akan semakin mirip komposisi morfospesies pada kedua plot tersebut. Ketepatan
obyek pada posisinya ditunjukkan dari nilai stress.
Uji lanjut analysis of similarity (ANOSIM) dilakukan untuk mendapatkan
nilai statistik kemiripan komposisi serangga. Nilai R semakin mendekati satu,
maka perbedaan komposisi serangga semakin signifikan nyata. Keseluruhan
analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak R Statistic (R Development
Core Team 2015) dengan package vegan (Oksanen 2013).

13

4 HASIL
Keanekaragaman Serangga dan Artropoda di Area Reklamasi

83.40

Kelimpahan

0.15
2.35

0.01
0.20

0.02
0.39

0.02
0.20

2.03
11.35

1.22
5.48

0.11
1.57

2.54
4.11

8.03
7.05

0.01
0.20

0.08
0.20

18.98

45.60

Kekayaan

1.69

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

0.69
2.35

Presentase (%)

Total jumlah serangga yang ditemukan dari dua periode pengamatan (tahun
2012 dan 2013) adalah sebanyak 24 359 individu, yang terdiri atas 17 ordo dan
200 famili. Ordo Hymenoptera merupakan ordo serangga yang ditemukan paling
tinggi kelimpahan individu dan kekayaan spesiesnya pada 2 periode pengamatan.
Hampir disetiap umur reklamasi serangga dari ordo Hymenoptera dapat
ditemukan. Ordo serangga lain seperti Coleoptera, Diptera, Hemiptera, dan
Orthoptera juga ditemukan di seluruh umur lahan reklamasi, baik umur reklamasi
muda maupun tua. Sedangkan ordo serangga yang proporsinya paling rendah
adalah ordo Neuroptera, Phthiraptera, dan Strepsiptera.
Dari hasil pengambilan contoh serangga pada tahun 2012 ditemukan 13 046
individu serangga yang terdiri atas 14 ordo dengan 146 famili. Ordo serangga
yang sering ditemukan adalah Blattodea, Coleoptera, Diptera, Hemiptera,
Hymenoptera, Lepidotera, dan Orthoptera.Ordo Hymenoptera di area reklamasi
ditemukan sebesar 83.40% dari kelimpahan ordo serangga lainnya sedangkan
kelimpahan individu serangga yang paling rendah yaitu dari Ordo Ephemeroptera
dan Ordo Strepsiptera (Gambar 4). Kelimpahan ordo Hymenoptera sangat tinggi
namun 96% individunya adalah famili Formicidae dan sisanya famili
Hymenoptera, yang lainnya seperti parasitoid dan lebah.
Kekayaan spesies serangga dari Ordo Hymenoptera mendominasi (sebesar
45.6%) di area reklamasi. Selain dari ordo Hymenoptera, yang mempunyai
kekayaan spesies yang cukup tinggi diantara ordo serangga lainnya adalah Ordo
Coleoptera sebesar 18.98% dan Orthoptera sebesar 11.35%. Sedangkan kekayaan
spesiesnya paling rendah adalah ordo Ephemeroptera, Phthitaptera, dan
Strepsiptera (Gambar 4). Ketiga ordo tersebut mempunyai habitat khusus, sebagai
contoh ordo Ephemeroptera ditemukan pada perairan jernih dan tidak tercemar.
Habitat khusus ini membuat kelimpahan dan kekayaan ordo serangga tersebut
rendah di area reklamasi.

Gambar 4 Kelimpahan dan kekayaan spesies ordo serangga yang ditemukan pada
tahun 2012.

14

54.34
48.02

0.02
0.15

0.19
2.13

0.10
0.91

0.01
0.15

1.16
7.47

0.26
0.15

2.93
5.03

0.01
0.15

4.38
8.99

kelimpahan
kekayaan

24.90
6.25

0.02
0.15

10.72
17.99

0.96
2.29

60
50
40
30
20
10
0

0.02
0.15

Presentase (%)

Hasil temuan pada tahun 2013 dari segi kelimpahan tidak jauh berbeda
dengan tahun sebelumnya. Serangga area reklamasi ditemukan sebanyak 11 313
individu serangga yang terdiri atas 14 ordo dengan 165 famili. Ordo serangga
yang sering ditemukan hampir sama dengan tahun sebelumnya yaitu Coleoptera,
Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, dan Orthoptera. Hymenoptera juga merupakan
ordo serangga paling tinggi kelimpahannya di area reklamasi yaitu sebesar
54.34%, sedangkan kelimpahan individu serangga yang paling rendah yaitu dari
Ordo Ephemeroptera dan Ordo Neuroptera (Gambar 5). Ordo Strepsiptera tidak
ditemukan pada tahun 2013, tetapi ditemukan ordo Archaeognatha dan
Neuroptera yang sebelumnya tidak ditemukan. Famili Formicidae pada tahun
2013 masih mendominasi famili dari Ordo Hymenoptera sebesar 87.74%.
Artropoda non serangga pada tahun 2012 ditemukan sebanyak 10 890
individu dengan 7 ordo, sedangkan pada tahun 2013 ditemukan sebanyak 9 440
individu dengan 7 ordo namun tidak terdapat Myriapoda tetapi terdapat ordo
Scolopendromorpha. Ordo Collembola merupakan ordo artropoda non serangga
yang sering ditemukan dan melimpah di area reklamasi sekitar 74.55% dan
50.91% (Gambar 6). Ordo Collembola dapat ditemukan diseluruh biome daratan
dan sering kali ditemukan di permukaan tanah. Artropoda yang kelimpahannya
tinggi adalah Ordo Acarina dan Aranea (Gambar 6). Sedangkan untuk kekayaan
Artropoda non serangga tidak disajikan karena akan fokus kepada serangga.

Gambar 5 Kelimpahan dan kekayaan spesies ordo serangga yang ditemukan
pada tahun 2013.
Diplopoda
0.06%

Opiliones
0.01%

Isopoda
0.25%

Myriapoda
0.03%

Diplopoda
0.07%
Decapoda
0.03%

Acarina
22.13%

Scolopendr
omorpa
0.12%

Acarina
43.37%

Araneae
2.98%
Collembola
74.55%

Isopoda
1.45%

Collembola
50.91%

Araneae
4.05%

Tahun 2012
Tahun 2013
Gambar 6 Kelimpahan Artropoda non serangga di seluruh area reklamasi.

15
Keanekaragaman Serangga pada Umur Reklamasi yang Berbeda
Secara keseluruhan, dari 2 periode pengambilan contoh kelimpahan
serangga (F5,66: 7.65, P=0.000) menunjukkan perbedaan antar umur reklamasi
yang berbeda, sedangkan kekayaan spesies serangga tidak berbeda nyata
(F5,66:0.54, P=0.74). Kelimpahan di lahan reklamasi muda yaitu 2 dan 5 tahun
memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan umur reklamasi lainnya. Lahan
reklamasi muda memiliki kelimpahan yang tertinggi, tetapi kekayaan spesiesnya
lebih rendah dibandingkan umur lainnya. Kekayaan spesies lahan reklamasi > 4
tahun mengindikasikan lebih tinggi dibandingkan umur 2 tahun walaupun lahan
reklamasi berumur 4 hingga 10 tahun tidak menujukkan perbedaan yang nyata.
Kelimpahan serangga jika dilihat dari masing-masing periode tahun
menunjukkan perbedaan nyata antar umur reklamasi, baik pada tahun 2012 (F5,66:
7.39, P= 0.000) maupun tahun 2013 (F5,66: 4.73, P= 0.001).Selain itu, kelimpahan
serangga di umur reklamasi muda seperti umur 2 tahun dan umur 5 tahun lebih
tinggi dibandingkan reklamasi berumur tua (Gambar 7). Sedangkan untuk
kekayaan spesies serangga pada tahun 2012 (F5,66: 0.64 P= 0.67) maupun pada
tahun 2013 (F5,66: 0.85, P=0.516) menunjukkan perbedaan tidak nyata antar umur
reklamasi. Meskipun demikian, kekayaan spesies serangga pada umur reklamasi
muda mengindikasikan lebih rendah dibandingkan kekayaan spesies pada
reklamasi umur 6 tahun (Gambar 7). Hal ini kemungkinan disebabkan lahan
reklamasi umur 6 tahun mempunyai jenis vegetasi lebih bervariasi sehingga
mendukung kehidupan serangga lainnya. Kekayaan spesies antar umur reklamasi
tidak berbeda nyata diduga masih terdapat lingkungan yang homogen di area
reklamasi seperti pohon pioneer dan cover-crop yang sama.
50
40

Tahun 2012

a

Kelimpahan

30
a

Presentase (%)

20

ab

a

a

a
b

10

ab

a

a

Kekayaan

b

b

0
2
30
25
20
15
10
5
0

4

6

8

10

30
Hutan

Tahun 2013

a
ab

a

3

a

5

a

ab

a

a

b

a

ab

b

7

9

11

31

Hutan

Umur reklamasi

Gambar 7 Rata-rata kekayaan spesies dan kelimpahan serangga pada setiap umur
reklamasi tahun.Beda nyata antar umur reklamasi dengan selang
kepercayaan 5%.

16

Hasil identifikasi tahun 2012 dan tahun 2013 memperlihatkan adanya
pertambahan ordo serangga yang ditemukan seiring semakin tua umur reklamasi.
Begitupula dengan jumlah famili serangga yang ditemukan di umur reklamasi
muda (2 tahun, 4 tahun, 5 tahun) lebih rendah dibandingkan umur reklamasi tua.
Nilai keanekaragaman serangga pada tahun 2012 maupun pada tahun
2013dipengaruhi oleh umur reklamasi. Hal tersebut terlihat dari nilai indeks
keanekaragaman yang lebih rendah di reklamasi berumur muda dibandingkan
reklamasi berumur tua (Tabel 3). Nilai indeks keanekaragaman serangga tertinggi
pada tahun 2012 terdapat di reklamasi umur 6 tahun, namun reklamasi umur 10
tahun (tertua) memiliki nilai indeks keanekaragaman yang rendah. Rendahnya
nilai keanekaragaman di umur reklamasi 10 tahun disebabkan masih terjadi
sebaran spesies yang tidak merata (E=0.36) dan adanya dominasi suatu spesies
yang ditandai dengan nilai 1/D yang rendah (1/D=2.33) (Tabel 3).
Nilai keanekaragaman serangga tertinggi pada tahun 2013 terdapat pada
hutan dan diikuti umur reklamasi 7 tahun. Kemudian nilai keanekaragaman umur
reklamasi tertua (11 tahun) pada tahun 2013 memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan umur reklamasi tertua sebelumnya (10 tahun) pada tahun
2012 (Tabel 3). Kenaikan nilai keanekaragaman ini terjadi dikarenakan tidak
terjadi lagi dominasi spesies pada umur reklamasi tertua (11 tahun). Selain nilai
keanekaragaman, komposisi spesies serangga menunjukkan perbedaan antar umur
reklamasi yang berbeda. Kemiripan spesies reklamasi berumur 6, 8, dan 10 tahun
dengan spesies di hutan cendurung lebih tinggi dibandingkan reklamasi muda,
yaitu 2 dan 4 tahun (Tabel 4).
Tabel 3 Indeks keanekaragaman Shanon (H), sebaran (E), Kelimpahan/dominasi
indeks Simpson (1/D) pada masing-masing umur reklamasi.
Tahun
Pengambilan

2012

Umur
(tahun)
2
4
6
8
10

Ordo

Famili

Spesies

H

E

1/D

9
9
10
11
12
10

46
57
82
78
76
78

115
131
214
167
163

1.35
2.15
3.90
3.77
1.75

0.30
0.46
0.76
0.77
0.36

2.00
4.35
16.67
20.00
2.33

115

3.26

0.66

12.50

66
79

174

3.71

0.72

20.00

5

11
8

203

3.04

0.57

6.67

7

12

95

252

4.06

0.73

20.00

9

10

85

247

3.93

0.71

16.67

11
Hutan

10

91

241

3.81

0.70

16.67

11

92

255

4.29

0.77

33.33

Hutan
3

2013

17

Komposisi spesies pada umur reklamasi tua lebih mendekati komposisi
spesies di hutan. Namun, lahan reklamasi berumur 10 tahun memiliki kemiripan
spesies yang tinggi dengan reklamasi muda, yaitu kemiripan dengan berumur 2
tahun sebesar 52% dan dengan berumur 4 tahun sebesar 44% (Tabel 4).
Kemiripan tersebut terjadi dikarenakan adanya spesies yang mendominasi (1/D)
pada reklamasi umur 10 tahun (Tabel 3) dan diduga spesies mendominasi dilahan
berumur 10 tahun adalah spesies invasif yang sering ditemukan di lahan reklamasi
muda.
Hasil indeks kemiripan Bray-Curtis pada tahun 2013 juga menunjukkan
kemiripan spesies umur reklamasi tua (7, 9, dan 11 tahun) dengan spesies di hutan
lebih tinggi dibandingkan reklamasi muda yaitu 3 dan 5 tahun (Tabel 5).
Kemiripan komposisi spesies antar reklamasi berumur 7, 9, dan 11 tahun memiliki
persentase cenderung tinggi yang berkisar 41% hingga 53%,begitu pula kemiripan
spesies antar reklamasi berumur 3 dengan 5 tahun yang memiliki kisaran 41%
(Tabel 5). Reklamasi yang berumur 5 tahun ke bawah masih memiliki komposisi
spesies yang mendekati komposisi spesies di reklamasi muda, sedangkan umur
reklamasi berumur 7 tahun ke atas komposisi spesiesnya sudah cenderung
mendekati komposisi spesies serangga di habitat alami
Tabel 4 Indeks kemiripan Bray-Curtis spesies serangga pada masing-masing
umur reklamasi di tahun 2012.
Umur (Tahun)

2

4

6

8

4

0.52

6

0.14

0.25

8

0.07

0.12

0.32

10

0.52

0.44

0.20

0.13

Hutan

0.11

0.18

0.29

0.26

10

0.23

Tabel 5 Indeks kemiripan Bray-Curtis spesies serangga pada masing-masing
umur reklamasi di tahun 2013.
Umur (Tahun)

3

5

7

9

5

0.41

7

0.29

0.27

9

0.23

0.33

0.41

11

0.16

0.18

0.53

0.42

Hutan

0.13

0.16

0.37

0.35

11

0.39

18
Peranan Fungsional Serangga di Area Reklamasi

80

Kelimpahan
Kekayaan

2.54
12.18

3.91
4.39

1.48
6.52

0.14
1.56

26.63

5.14

20

6.45

40

29.18

60
19.55

Presentase individu (%)

100

80.33

Peran fungsional serangga dikelompokkan menjadi 7 kelompok, yaitu
predator (predator sejati), herbivor, omnivor, parasitoid, fungivor (pemakan
fungi), detritivor (pemakan bahan organik dan scavenger) dan lain-lain
(penyerbuk dan parasit). Serangga yang mendominasi area reklamasi adalah
serangga predator yang keberadaannya ditemukan di seluruh tingkat umur
reklamasi.
Analisis data dari 2 periode memperlihatkan bahwa, kelimpahan serangga
omnivor sangat tinggi di area reklamasi hingga mencapai 80.5% dari kelimpahan
serangga lain. Serangga Omnivor didominasi oleh kelompok serangga dari famili
Formicidae. Kemudian kelimpahan peranan fungisonal serangga yang rendah
adalah fungivor dan detritivor (Gambar 8). Kekayaan spesies yang tertinggi di
lahan reklamasi adalah serangga parasitoid (sebesar 29