Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Belum Menghasilkan (TBM) dengan Menggunakan Sekat Pertumbuhan Terbaik.

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN
TERBAIK

Oleh :
DEWI RATNASARI
(A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

SUMMARY
DEWI RATNASARI. Calibration of Nutrient Content of Young Oil Palm
Plant by Using the Best Growth Boundary Method. Under guidance of Atang
Sutandi and Suwarno.
Fertilization must be suited with nutrient availability level in soil. It can be
estimated by plant analysis. Nutrient content of plant is determined by the nutrient
requirement of the crop and the nutrient supplying power of the soil. The value of

plant analysis in quantifying nutrient requirements depends on careful sampling
and analysis and using test that are calibrated with plant response (growth and
yiaeld).The aim of calibration is to describe results of plant analysis in simple
terms and to make simple the process of making fertilizer recommendation
according to nutrient content cathegory in plants.
The growth variables used for calibration were length of frond,leaf area
and average of frond number which is adjusted to plant age. Calibration result of
N, P, K, Ca, Mg, Cu and Zn in young oil palm plant indicated that nutrient
sufficient range (NSR) of K, P,Mg, Ca, and Zn were wider than criteria of Von
Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). The nutrient sufficient range
of N was lower but wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of
Jhon, Jr. et al. (1991). In addition, the nutrient sufficient range of Ca was more
narrow compared with criteria of Von Uexkull (1992) but wider than of criteria
Jhon, Jr. et al. (1991).

RINGKASAN
DEWI RATNASARI. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis) Belum Menghasilkan (TBM) dengan Menggunakan Sekat
Pertumbuhan Terbaik. (Di bawah bimbingan Atang Sutandi dan Suwarno).
Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara

dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan dengan analisis tanaman. Kadar hara
suatu tanaman ditentukan oleh kebutuhan hara tanaman dan kemampuan suplay
hara dari tanah. Nilai analisis tanaman dalam menentukan kebutuhan hara
tanaman tergantung pada pengambilan contoh dan analisis tanaman yang baik
serta penggunaan hasil analisis yang dikalibrasi dengan respon tanaman
(pertumbuhan atau produksi). Tujuan kalibrasi kadar hara tanaman adalah untuk
mendeskripsikan hasil analisis tanaman dalam istilah yang mudah dimengerti dan
untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi pemupukan menurut
kategori kadar hara tanaman.
Variabel pertumbuhan yang digunakan untuk kalibrasi hara adalah panjang
pelepah, luas daun dan rataan jumlah pelepah yang terlebih dahulu dilakukan
peneraan dengan data umur tanaman. Hasil kalibrasi kadar hara N, P, K, Ca, Mg,
Cu dan Zn pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: unsur hara K, P,
Mg, Cu, dan Zn: memilki selang kecukupan hara yang lebih lebar di bandingkan
dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991).
Selang kecukupan hara N hasil kaibrasi berada di bawah tetapi lebih lebar
daripada kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991).
Unsur Ca memiliki selang kecukupan hara yang lebih sempit daripada kriteria
menurut Von Uexkull, tetapi lebih lebar dibandingkan kriteria John, Jr. et al
(1991).


KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis Guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN
TERBAIK

Skripsi
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :
DEWI RATNASARI
(A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009


Judul

Nama Mahasiswa

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN
KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN
(Elaeis guineensis) DENGAN MENGGUNAKAN
SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK.
Dewi Ratnasari

Nrp

A24104056

Program Studi

Ilmu tanah

Menyetujui,
Pembimbing 1


Pembimbing 2

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si.

Dr. Ir. Suwarno, M.Sc.

NIP : 130 937 427

NIP : 131 803 642

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.
Nip : 131 124 019

Tanggal Disetujui :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya,
Provinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Januari 1987. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hapidi dan Ibu Nani Sumartini.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 111
Karangnunggal, Tasikmalaya. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan
ke sekolah MTS Negeri 1 Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten
Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2004.
Penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada Tahun
2004, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul

“KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKN

METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK” ini dengan baik dan lancar.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Pertanian di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penulis mengucapakan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Atang Sutandi M.Si. selaku dosen pembimbing satu yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis.
2. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. selaku dosen pembimbing dua yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.
3. Ayah, Ibu dan adik yang telah memberikan bantuan moril maupun
materil kepada penulis.
4. Semua

pihak

yang

telah

membantu


sehingga

penulis

bisa

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar.

Bogor, Maret 2009

Penulis
Dewi Ratnasari

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ....................................................................................


vii

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

ix

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ..........................................................................

1

1.2. Tujuan penelitian ......................................................................

2


2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit .......................................

3

2.2. Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman ...........................

5

2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman .................................

5

2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman....................................

6

2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman ...................................

7


2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman .................................

9

2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman ............................

10

2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman ................................

10

2.2.7. Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman ...............................

11

2.3. Analisis tanaman .....................................................................

11

2.4. Serapan hara tanaman ..............................................................

12

2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara .................................

13

3. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan waktu penelitian ..................................................

18

3.2. Bahan dan alat .........................................................................

18

3.3. Metode penelitian ....................................................................

18

3.3.1. Pengamatan pertumbuhan .............................................

18

3.3.2. Pengambilan sampel tanaman .......................................

19

3.3.3. Penanganan dan penyiapan contoh analisis ...................

19

3.3.4. Anlisis jaringan tanaman ................................................

20

3.3.5. Pengolahan data .............................................................

20

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hubungan umur dengan variabel pertumbuhan terbaik ............

22

4.2. Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik ..................................

26

5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ..............................................................................

35

5.2. Saran.........................................................................................

35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

36

LAMPIRAN ...............................................................................................

38

DAFTAR TABEL
No

Halaman
Teks

1. Metode analisis tanaman ......................................................................

20

2. Nilai kadar hara pada selang kurang, cukup dan tinggi ....................

32

3. Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi,
optimum dan berlebih .......................................................................

32

4. Kriteria kecukupan hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan .

34

Lampiran
5. Kadar hara tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum
menghasilkan(TBM) .............................................................................

38

6.. Pertumbuhan tertinggi tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis) belum
menghasilkan (TBM) ..........................................................................

45

7. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai X1 dan X2 pada grafik
unsur hara nitrogen ...............................................................................

47

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN
TERBAIK

Oleh :
DEWI RATNASARI
(A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

SUMMARY
DEWI RATNASARI. Calibration of Nutrient Content of Young Oil Palm
Plant by Using the Best Growth Boundary Method. Under guidance of Atang
Sutandi and Suwarno.
Fertilization must be suited with nutrient availability level in soil. It can be
estimated by plant analysis. Nutrient content of plant is determined by the nutrient
requirement of the crop and the nutrient supplying power of the soil. The value of
plant analysis in quantifying nutrient requirements depends on careful sampling
and analysis and using test that are calibrated with plant response (growth and
yiaeld).The aim of calibration is to describe results of plant analysis in simple
terms and to make simple the process of making fertilizer recommendation
according to nutrient content cathegory in plants.
The growth variables used for calibration were length of frond,leaf area
and average of frond number which is adjusted to plant age. Calibration result of
N, P, K, Ca, Mg, Cu and Zn in young oil palm plant indicated that nutrient
sufficient range (NSR) of K, P,Mg, Ca, and Zn were wider than criteria of Von
Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). The nutrient sufficient range
of N was lower but wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of
Jhon, Jr. et al. (1991). In addition, the nutrient sufficient range of Ca was more
narrow compared with criteria of Von Uexkull (1992) but wider than of criteria
Jhon, Jr. et al. (1991).

RINGKASAN
DEWI RATNASARI. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis) Belum Menghasilkan (TBM) dengan Menggunakan Sekat
Pertumbuhan Terbaik. (Di bawah bimbingan Atang Sutandi dan Suwarno).
Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara
dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan dengan analisis tanaman. Kadar hara
suatu tanaman ditentukan oleh kebutuhan hara tanaman dan kemampuan suplay
hara dari tanah. Nilai analisis tanaman dalam menentukan kebutuhan hara
tanaman tergantung pada pengambilan contoh dan analisis tanaman yang baik
serta penggunaan hasil analisis yang dikalibrasi dengan respon tanaman
(pertumbuhan atau produksi). Tujuan kalibrasi kadar hara tanaman adalah untuk
mendeskripsikan hasil analisis tanaman dalam istilah yang mudah dimengerti dan
untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi pemupukan menurut
kategori kadar hara tanaman.
Variabel pertumbuhan yang digunakan untuk kalibrasi hara adalah panjang
pelepah, luas daun dan rataan jumlah pelepah yang terlebih dahulu dilakukan
peneraan dengan data umur tanaman. Hasil kalibrasi kadar hara N, P, K, Ca, Mg,
Cu dan Zn pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: unsur hara K, P,
Mg, Cu, dan Zn: memilki selang kecukupan hara yang lebih lebar di bandingkan
dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991).
Selang kecukupan hara N hasil kaibrasi berada di bawah tetapi lebih lebar
daripada kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991).
Unsur Ca memiliki selang kecukupan hara yang lebih sempit daripada kriteria
menurut Von Uexkull, tetapi lebih lebar dibandingkan kriteria John, Jr. et al
(1991).

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis Guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN
TERBAIK

Skripsi
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :
DEWI RATNASARI
(A24104056)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

Judul

Nama Mahasiswa

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN
KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN
(Elaeis guineensis) DENGAN MENGGUNAKAN
SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK.
Dewi Ratnasari

Nrp

A24104056

Program Studi

Ilmu tanah

Menyetujui,
Pembimbing 1

Pembimbing 2

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si.

Dr. Ir. Suwarno, M.Sc.

NIP : 130 937 427

NIP : 131 803 642

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.
Nip : 131 124 019

Tanggal Disetujui :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya,
Provinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Januari 1987. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hapidi dan Ibu Nani Sumartini.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 111
Karangnunggal, Tasikmalaya. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan
ke sekolah MTS Negeri 1 Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten
Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2004.
Penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada Tahun
2004, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul

“KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKN
METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK” ini dengan baik dan lancar.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Pertanian di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penulis mengucapakan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Atang Sutandi M.Si. selaku dosen pembimbing satu yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis.
2. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. selaku dosen pembimbing dua yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.
3. Ayah, Ibu dan adik yang telah memberikan bantuan moril maupun
materil kepada penulis.
4. Semua

pihak

yang

telah

membantu

sehingga

penulis

bisa

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar.

Bogor, Maret 2009

Penulis
Dewi Ratnasari

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ....................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

ix

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ..........................................................................

1

1.2. Tujuan penelitian ......................................................................

2

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit .......................................

3

2.2. Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman ...........................

5

2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman .................................

5

2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman....................................

6

2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman ...................................

7

2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman .................................

9

2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman ............................

10

2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman ................................

10

2.2.7. Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman ...............................

11

2.3. Analisis tanaman .....................................................................

11

2.4. Serapan hara tanaman ..............................................................

12

2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara .................................

13

3. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan waktu penelitian ..................................................

18

3.2. Bahan dan alat .........................................................................

18

3.3. Metode penelitian ....................................................................

18

3.3.1. Pengamatan pertumbuhan .............................................

18

3.3.2. Pengambilan sampel tanaman .......................................

19

3.3.3. Penanganan dan penyiapan contoh analisis ...................

19

3.3.4. Anlisis jaringan tanaman ................................................

20

3.3.5. Pengolahan data .............................................................

20

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hubungan umur dengan variabel pertumbuhan terbaik ............

22

4.2. Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik ..................................

26

5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ..............................................................................

35

5.2. Saran.........................................................................................

35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

36

LAMPIRAN ...............................................................................................

38

DAFTAR TABEL
No

Halaman
Teks

1. Metode analisis tanaman ......................................................................

20

2. Nilai kadar hara pada selang kurang, cukup dan tinggi ....................

32

3. Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi,
optimum dan berlebih .......................................................................

32

4. Kriteria kecukupan hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan .

34

Lampiran
5. Kadar hara tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum
menghasilkan(TBM) .............................................................................

38

6.. Pertumbuhan tertinggi tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis) belum
menghasilkan (TBM) ..........................................................................

45

7. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai X1 dan X2 pada grafik
unsur hara nitrogen ...............................................................................

47

DAFTAR GAMBAR
No

Halaman

1. Pengaruh suplai hara terhadap produksi dan kadar hara ......................

14

2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara .....................................

15

3. Diagram sebar hubungan produksi dengan kadar hara N daun............

16

4. Respon tanaman terhadap fackor pembatas ........................................

17

5. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit
sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ....................

23

6. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit
setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ......................

24

7. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit
dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama............

24

8 .Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit sebelum
dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ..................................

24

9 Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit setelah
dilakukannya peneraan dengan umur tanaman .................................

25

10 .Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit dengan
umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama ......................

25

11. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit
sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ....................

25

12. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit
setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ......................

26

13. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit
dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama...........

26

14. Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan
panjang pelepah ....................................................................................

27

15 .Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan luas daun

27

16 Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan jumlah
Pelepah ................................................................................................

28

17. Hubungan sebaran hara N dengan variabel pertumbuhan luas daun ..

29

18. Hubungan sebaran hara P dengan variabel pertumbuhan luas daun ....

29

19. Hubungan sebaran hara K dengan variabel pertumbuhan luas daun ....

29

20. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun ....

30

21. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun ....

30

22. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun....

30

23. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun....

30

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineesis) merupakan salah satu komoditas
perkebunan andalan yang pengembangannya sangat pesat sejak dekade 1990-an
terutama di luar pulau Jawa. Kelapa sawit dapat menghasilkan bahan-bahan dan
produk- produk komersial yang dapat dimanfaatkan. Selain minyaknya dapat
digunakan sebagai bahan pangan, kosmetika, obat-obatan, pelumas, semir sepatu,
sabun, lilin, dan detergen; limbah kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai
bahan makanan ternak dan pupuk serta bahan bakar alternatif yang sangat
menjanjikan.
Pengembangan kelapa sawit perlu didukung oleh pengelolaan yang tepat
terutama aspek pemupukan agar produktivitasnya tetap optimal. Pemupukan
merupakan salah satu bagian pemeliharaan yang sangat menentukan tingkat
pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit.
Kebutuhan hara tanaman kelapa sawit sangat beragam terutama sekali
tergantung pada potensi produksi (fungsi genetik dari bahan tanaman) dan faktor
iklim.Jumlah hara yang dibutuhkan tanaman dan yang harus ditambahkan dalam
bentuk pupuk (organik/anorganik) tergantung pada tingkat kebutuhan haranya dan
suplai hara dari tanah. Dengan kata lain, pemberian pupuk harus disesuaikan
dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan
dengan analisis jaringan tanaman. Analisis tanaman adalah penetapan konsentrasi
hara dalam tanaman atau bagian tanaman pada stadia tumbuh tertentu. Analisis
tanaman didasarkan pada premis bahwa jumlah hara dalam tanaman menunjukan
jumlah hara yang diserap dan secara langsung berkaitan dengan jumlah hara
dalam tanah. Untuk menginterpretasikan hasil analisis tanaman diperukan
kailbrasi kadar hara tanaman.
Kalibrasi kadar hara adalah proses untuk mengetahui arti pengukuran
kadar hara dalam istilah respon tanaman.Tujuan dilakukannya kalibrasi kadar hara
tanaman adalah untuk mendeskripsikan hasil analisis tanaman dalam istilah yang
mudah dimengerti dan untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi
pemupukan menurut kategori kadar hara pada tanah dan tanaman. Istilah yang

sering digunakan untuk mendeskripsikan kategori kadar hara adalah sangat
rendah, rendah, sedang, dan tinggi.
Metode-metode dalam kalibrasi uji tanah dan tanaman diantaranya adalah:
metode kurva kontinyu, dan pendekatan peluang. Metode pendekatan peluang
terdiri atas metode grafik (MG) Cate-Nelson, metode analisis ragam (MAR) CateNelson dan analisis ragam yang dimodifikasi (Nelson-Anderson). Metode lain
yang dipakai untuk kalibrasi kadar hara adalah dengan menggunakan metode
sekat pertumbuhan atau sekat produksi terbaik. Dalam metode ini yang ditetapkan
adalah selang kecukupan hara.

1.2. Tujuan penelitian
1. Mengetahui hubungan kadar hara pada tanah dengan pertumbuhan
tanaman
2. Menetapkan kisaran kecukupan hara

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit
Kelapa sawit adalah tanaman hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini
memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan
perlakuan yang diberikan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit juga
membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar dapat berproduksi secara maksimal.
Kondisi iklim dan tanah merupakan faktor utama di samping faktor lainya seperti
faktor genetik, dan perlakuan yang diberikan (Pahan, 2007).
Kelapa Sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di
sekitar lintang utara-selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 meter di atas
permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik adalah 2000-2500 mm/tahun, tidak
memiliki defisit air, dan hujan merata sepanjang tahun. Masalah jalan (transport),
pembakaran, pemeliharaan, pemupukan dan pencegahan erosi menjadi lebih
penting pada daerah yang curah hujannnya tinggi. Di Indonesia daerah seperti ini
pada umumnya berada pada ketiggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut,
kecuali di beberapa lokasi, seperti halnya di daerah pantai Barat Sumatera. Data
iklim sangat perlu sekali diketahui dan dipelajari sebaik-baiknya, karena
keberhasilan beberapa pekerjaan tergantung dari iklim. Pekerjaan tersebut
misalnya

pembakaran

pada

pembukaan

hutan,

penggunaan

herbisida,

pemeliharaan parit dan jalan, pemanenan dan lainnya. Defisit air yang tinggi
menyebabkan produksi turun drastis dan normal pada tahun ketiga dan keempat
karena merusak perkembangan bunga sebelum anthesis dan pada bunga yang
telah anthesis mengalami kegagalan matang tandan. Hal ini sering terjadi di
daerah Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya
dimana hampir setiap 5-6 tahun sekali timbul musim kering yang panjang (Pahan,
2007).
Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah pada
suhu 24-28 derajat Celcius, suhu terendah 18 derajat Celcius dan suhu tertinggi
adalah 32 derajat Celcius. Di beberapa daerah seperti daerah Riau, Jambi, dan
Suamatera Selatan pada bulan tertentu lama penyinaran matahari kurang dari 5
jam. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi, gangguan penyakit,

gagalnya pembakaran dan rusaknya jalan karena lambat kering. Kelembaban ratarata yang tinggi akan merangsang perkembangan penyakit. Ketinggian yang
optimal adalah 0-400 meter diatas permukaan laut. Pada ketinggian yang lebih
akan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan produksi jauh
lebih rendah. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses
penyerbukan (Pahan, 2007).
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti
Podsolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Regosol, Andosol, Organosol dan
Alluvial. Sifat fisik tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit adalah :
a. Solum tebal 80 cm. Solum yang tebal merupakan media yang baik bagi
perkembangan akar sehingga efesiensi penyerapan unsur hara tanaman
akan lebih baik.
b. Tekstur ringan, memiliki kandungan /komposisi pasir 20-60%, debu 1040%, dan liat 20-50%.
c. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0-6,0, namun pH yang terbaik untuk
pertumbuah tanaman kelapa sawit adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH
yang rendah dapat dinaikkan dengan melakukan pengapuran, namun
kendala yang dihadapi pada umumnya pengapuran memerlukan biaya
yang cukup tinggi. Tanah dengan pH ini biasanya dijumpai pada daerah
pasang surut terutama tanah gambut.
d. Kandungan unsur hara tinggi seperti : Ratio C/N mendekati 10 dimana C 1
% dan N 0,1 %, Daya tukar unsur Mg =0,4-1,0 me/100 gram, daya tukar K
=0,15-0,20 me/100 gram serta perbandingan daya tukar Mg dan K berada
pada batas normal (Pahan, 2007).
Di Indonesia tanah Podsolik Merah Kuning mendominasi areal
perkebunan kelapa sawit. Tanah ini terbentuk pada zaman tersier dengan bahan
induk batuan liat dan berpasir, solum cukup dalam dengan tekstur yang berpasir.
Kondisi ini cukup baik bagi perkembangan akar dan mekanisme air, namun
tingkat kesuburan kimianya tergolong rendah. Tanah Gambut atau Organosol
mengandung lapisan yang terdiri atas bahan organik yang belum terhuminifikasi
lebih lanjut dan memiliki pH rendah (Pahan, 2007).

Masalah drainase dan permukaan air tanah merupakan masalah utama.
Tanah Gambut atau Organosol menjadi sangat penting pada akhir-akhir ini,
mengingat areal yang baik sudah berkurang dan banyak perkebunan memperoleh
jenis tanah ini terutama di daerah Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan.
Jenis tanah gambut potensi produksinya cukup baik dan digolongkan kedalam
kelas 2 dan 3, namun masalah biaya pembangunan saluran air/ drainase yang
mahal serta kemiringan tanaman masih belum bisa teratasi dengan baik terutama
pada tanah gambut yang tebalnya lebih dari 2 meter (Pahan, 2007).
Analisis tanaman didasarkan pada premis bahwa jumlah hara dalam
tanaman menunjukkan jumlah hara yang diserap dan secara langsung berkaitan
dengan jumlah hara dalam tanah (Tisdale, et al.1985).
Kebutuhan hara dan kemampuan tanah menyediakan hara merupakan
dasar pemilihan dosis pupuk yang tepat. Rekomendasi pemupukan yang baik
diperoleh dengan evaluasi hara tanaman, salah satunya dengan melakukan analisis
tanaman. Analisis tidak hanya saja menetapkan konsentrasi unsur hara dalam
bagian tanaman, tetapi juga tentang keterkaitan antara kandungan hara tanaman
dan pertumbuhannya. Dalam studi ini konsentrasi hara-hara dalam bagian tertentu
pada tanaman ditetapkan dan digunakan sebagai petunjuk untuk menilai
penyerapan hara oleh tanaman sampai saat pengambilan contoh (Ulrich dan Hills,
1973 dalam Leiwakabessy dan Sutandi, 1988).
2.2 Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman
2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman
Nitrogen sangat diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.
Pemberian pupuk nitrogen akan memberikan pengaruh yang mencolok dan cepat,
terutama dalam merangsang pertumbuhan dan memberikan warna hijau pada
daun. Hampir pada seluruh tanaman, fungsi nitrogen merupakan pengatur dari
penggunaan unsur kalium, fosfor dan lainnya (Soepardi, 1983).
Setiap tahunnya nitrogen diangkut oleh tanaman dalam jumlah sangat
banyak, tetapi keberadaan N di dalam tanah sangat sedikit. Hal ini disebabkan
nitrogen bersifat mudah larut dan hilang bersama air drainase, mudah menguap
(volatil), sehingga pada saat tertentu ketersediaanya sama sekali tidak ada bagi
tanaman (Soepardi, 1983).

Nitrogen tanah dibagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk anorganik dan
organik. Bentuk organik merupakan bagian terbesar, sedangkan anorganik dapat
ditemukan dalam bentuk NH4+, NO2-, NO3-, N2O, NO dan gas N2 yang hanya
dapat dimanfaatkan oleh Rhizobium (Leiwakabessy, 1988).
Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Ionion ini didalam tanah pertanian berasal dari pupuk N yang diberikan kedalam
tanah dan bahan organik tanah. Jumlah ion tersebut tergantung dari dosis
pemupukan yang diberikan serta kecepatan perombakan bahan organik tanah.
Jumlah nitrogen yang dibebaskan dari bahan organik tanah ditentukan oleh
keseimbangan antara faktor yang mempengaruhi mineralisasi dan imobilisasi
unsur nitrogen, serta kehilangannya dari lapisan tanah (Leiwakabessy, 1988).
Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan juga sangat merugikan. Hal ini
dapat memperlambat kematangan atau fase generatif dengan tetap membantu
pertumbuhan vegatatif walaupun masa masak sudah waktunya. Selain itu dapat
juga menyebabkan tanaman mudah rebah karena jeraminya melunak. Namun
demikian kekurangan nitrogen juga dapat merugikan karena tanaman akan
tumbuh kerdil dan sistim perakarannya terbatas. Kerugian lain yang disebabkan
oleh kekurangan N yaitu daun tanaman menjadi kuning atau hijau kekuningan
dan cenderung cepat rontok (Soepardi, 1983).
Kekurangan nitrogen akan mengakibatkan kandungan protein pada
tanaman menjadi sangat sedikit, sehingga karbohidrat yang diendapkan menjadi
semakin banyak dan menyebabkan sel-sel vegetatif tanaman menebal. (Tisdale, et
al. 1985).
2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman
Fosfor merupakan unsur makro yang sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman, tetapi kadarnya dalam tanaman lebih rendah dari nitrogen, kalium dan
kalsium. Fosfor dinilai lebih penting dari hara kalsium, bahkan mungkin juga hara
kalium (Leiwakabessy, 1988).
Sumber fosfor utama yang dapat memenuhi kebutuhan tanaman yaitu : 1.
Pupuk buatan ; 2. Pupuk kandang ; 3. Sisa tanaman dan pupuk hijau dan 4.
Senyawa alami baik organik maupun anorganik dari kedua bahan tersebut yang
sudah ada dalam tanah (Soepardi 1983).

Lebih jauh Soepardi (1983) mengatakan bahwa sebagian besar fosfor di
dalam tanah dijumpai dalam bentuk organik dan anorganik. Senyawa fosfor
anorganik yang ada didalam tanah terdiri dari senyawa kalsium dan senyawa Fe
dan Al, sedangkan fosfor organik dijumpai dalam bentuk fitin dan turunannya,
asam nukleat dan fosfolipida. Fitin sebagai sumber fosfat organik dapat langsung
diserap oleh tanaman, sedangkan asam nukleat harus mengalami dekomposisi
terlebih dahulu pada permukaan akar sebelum fosfor dapat diserap tanaman baik
dalam bentuk organik maupun anorganik.
Tanaman umumnya menyerap unsur fosfor dalam bentuk ion-ion
monofosfat atau ortofosfat primer H2PO4--. Mobilitas ion-ion fosfat dalam tanah
sangat rendah retensinya sangat tinggi. Oleh sebab itu recovery rate dari pupuk
fosfor sangat rendah, yaitu antara 10 – 30 %, sedangkan sisanya 70 -90 %
tertinggal dalam bentuk immobil, apabila tidak hilang karena erosi. Fungsi fosfor
dalam tanaman secara mendetail sukar untuk diutarakan. Tetapi fungsi utama dari
fosfor adalah : 1. Sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks serta 2.
Sebagai aktivator, kofaktor, atau mempengaruhi kerja enzim dengan mengatur
banyak proses enzimatik yang berfungsi sebagai aktivator berbagai enzim.
Disamping itu fosfor sering disebut sebagai kunci untuk kehidupan, karena
fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Unsur ini berperan dalam
pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya di selurh
tanaman dalam bentuk ADP dan ATP (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman
Kalium merupakan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan oleh
tanaman setelah N. Jumlah kalium yang diambil tanaman berkisar antara 50
sampai lebih dari 200 kg K/ha, tergantung dari jenis tanaman dan besarnya
produksi. Kadar K dalam tanah biasanya berkisar antara 0.5 – 2.5 % dengan ratarata 1.2%, tergantung keadaan mineral cadangan dan tingkat pelapukan tanah
(Leiwakabessy, 1988).
Kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi
tanaman. Peranan utama dari kalium adalah sebagai aktivator berbagai enzim
(Soepardi, 1983).

Kalium sering disebut sebagai katalisator dalam proses kehidupan karena
menjamin berlangsungnya reaksi-reaksi dalam tanaman relatif tidak tersedia, yang
menempati bagian struktur mineral mika primer dan sekunder, serta mineralmineral feldsfatik; (2) kalium lambat tersedia yaitu kalium yang terserap di dalam
kisi mineral liat seperti vermi kulit atau tipe 2:1 lainnya; dan (3) kalium cepat
tersedia yang berada dalam kompleks jerapan (K-dd) dan kalium dalam larutan
tanah (Brady, 1974).
Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa kalium yang terikat pada
permukaan kaloid anorganik tidak dapat dilepaskan dengan kecepatan yang sama
karena memiliki tiga tapak pertukaran dengan sekat pengikatan yang berbeda
juga.
Secara singkat masalah kalium dapat dikelompokan menjadi: (1) pada saat
tertentu sebagian besar dari unsur ini tidak tersedia bagi tanaman; (2) karena sifat
mudah larut maka peka terhadap pengaruh pencucian; (3) kalium diserap dalam
jumlah banyak, terutama apabila unsur ini diberikan secara berlebihan (Soepardi,
1983).
Beberapa peranan kalium yang diketahui antara lain dalam; (1)
pembelahan sel ; (2) fotosintesis (pembentukan karbohidrat); (3) translokasi gula;
(4) reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein ; dan (5) dalam aktivitas enzim.
Kalium juga merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat dalam cairan
sel, yang mengatur keseimbangan antara garam dan air (tekanan osmotik) dalam
sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air di dalam akar tanaman
(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Selanjutnya kekurangan hara kalium akan menyebabkan tanaman menjadi
kurang tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang cukup
kalium. Selain itu, tanaman yang kekurangan kalium juga lebih peka terhadap
penyakit dan kualitas produksinya lebih jelek baik kualitas daun, buah maupun
biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman
Kalsium merupakan bagian dari setiap sel tanaman. Sebagian besar unsur
ini terdapat dalam bentuk kalsium pekat, baik

didalam maupun disepanjang

dinding sel tanaman. Penyebarannya didalam tanaman tidak merata. Bagian
produktif yaitu bunga dan biji mengandung sedikit kalsium, sedangkan kadarnya
yang tinggi terdapat dalam daun (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Kalsium diserap dalam bentuk Ca2+ terutama melalui mass flow dan
intersepsi (permukaan kontak). Kadar Ca2+ dalam larutan tanah sangat bervariasi
didaerah dengan curah hujan tinggi, kadar Ca2+ umumnya berkisar antara 8 – 45
ppm dengan rata-rata 33 ppm. Sedangkan kadar Ca2+ dalam tanaman umumnya
berkisar antara 0,2 – 4,0 % (Leiwakabessy, 1988).
Sumber kalsium dalam tanah dijumpai dalam berbagai mineral dan
endapan seperta plagiokas, anortit, augit, hornblende, biotit, epidote, apatit, kalsit,
dolomit, dan gipsum atau Ca-sulfat. Proses kehilangan Ca2+ dalam larutan tanah
dapat melalui : 1. diserap tanaman; 2. diambil jasad renik; 3. terkait oleh komplek
adsorpsi tanah; 4, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder
(terutama didaerah kering); dan 5. tercuci (terutama di daerah basah). Sedangkan
faktor-faktor tanah yang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan kalsium bagi
tanaman adalah : 1.Ca total; 2. pH tanah; 3. KTK; 4. kejenuhan Ca pada komplek
jerapan; 5. jenis liat; dan 6. nisbah Ca terhadap kation lain (K dan Mg dalam
larutan tanah) (Leiwakabessy 1988).
Peranan kalsium dalam tanaman cukup banyak. Disamping untuk penguat
dinding sel, juga mendorong pada perkembangan akar, memperbaiki vigor
tanaman dan kekuatan daun dalam proses pemanjangan sel. Sintesis protein dan
mitosis (pembelahan sel). Kalsium ini juga penting untuk pembentukan dan
berfungsinya bintil akar (Leiwakabessy, 1988).
Kalsium merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman, sehingga
gejala kekurangan kalsium pertama kali terlihat pada bagian yang muda yaitu
daun-daun muda yang baru keluar pada bagian pucuk dan titik tumbuh. Gejala
kekurangan kalsium mengakibatkan akar tanaman membengkak dan menyatu.
Kekutangan Ca menyebabkan daun muda sukar membuka atau keluar
(Leiwakabessy, 1988).

2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman
Magnesium diambil oleh tanaman dalam bentuk Mg

+2

. Kebutuhan akan

unsur ini dipenuhi melelui aliran massa (mass flow) seperti halnya Ca+2 dan
sedikit melalui intersepsi. Jumlah aliran yang diserap biasanya lebih rendah dari
kalium dan kalsium. Magnesium dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer
(biotit, augit, hornblende, olivin, serpentin), mineral-mineral sekunder (klorit, ilit,
monmorilonit, vermikulit) dan mineral-minneral endapan seperti dolomit dan
epsonit (MgSO4, H2O) (Leiwakabessy, 1988).
Magnesium merupakan unsur yang mobil dalam tanaman dan akan selalu
ditranslokasikan dari bagian yang lebih tua ke bagian yang lebih muda, sehingga
gejala defesiensi Mg pertama terjadi kepada daun yang lebih tua. Pada beberapa
spesies defisiensi mengakibatkan khlorosis diantara tulang daun, sedangkan
tulang daun sendiri menjadi berwarna hijau. Pada tahap selanjutnya jaringan daun
menjadi kuning kemudian coklat dan nekrotik (mati) (Tisdale dan Nelson, 1975).
Selanjutnya Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa ketersediaan
meagnesium dalam tanah dipengaruhi oleh pH, kejenuhan Mg, perbandingn
dengan kation yang lain terutama kalsium dan kalium, serta tipe liat.
2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman
Tembaga di alam umumnya terdapat dalam bentuk sulfida walaupun ada
juga bentuk-bentuk yang kurang stabil seperti karbonat dan sulfat. Bentuk sulfida
yang paling banyak adalah chalcopyrite atau (CuFeS2) dengan ikatan kovalen
yang kuat antara Chalcosite (Cu2S dan bornite (CuFeS4). Gejala defisiensi mulai
berkembang dari bagian yang muda dan menjalar ke bagian lain bila difesiensi
makin berat pada tanaman jagung yang biasanya muncul pada tanaman muda
yang berupa khlorosis pada daun yang paling muda dan pada tahap lebih lanjut
ujung daun menjadi sangat kuning mati dan menggulung sedangkan daun-daun
tua mengering dari ujung ke dasar daun melalui tepi seperti defisiensi kalium.
Pada tingkat yang sangat parah tanaman tertekan dan tidak menjadi matang
(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.2.7 Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman
Tanaman dapat mengambil unsur hara Zn dalam bentuk molekuler garam
kompleks organik seperti EDTA. Pemberian garam-garam Zn yang larut maupun
Zn kompleks melalui daun merupakan cara yang sering ditempuh untuk
kekurangan Zn (Leiwakabesy 1988).
Gejala defisiensi Zn bervariasi dari tanaman yang satu ke tanaman lainnya.
Gejala yang umum terjadi adalah ; a) timbulnya daerah-daerah berwarna hijau
muda, kuning atau putih diantara tulang daun terutama dan yang tua dibagian
bawah, b) jaringan tersebut diatas akan mati, c) ruas atau batang tanaman
memendek sehingga daun-daunnya memberikan bentuk roset, d) daun menjadi
kecil, sempit dan agak tebal. Bentuknya sering tidak sempurna, e) daun-daun lebih
cepat gugur, f) pertumbuhan akan tertekan, g) bentuk buah sering tidak sempurna
dan kecil atau tidak berubah sama sekali (Leiwakabesy 1988).
2.3. Analisis tanaman
Analisis tanaman adalah penetapan konsentrasi suatu unsur dalam contoh
pada bagian tertentu atau bagian tanaman yang diambil contohnya pada waktu dan
tingkat morfologi tertentu. Konsentrasi unsur ini biasanya dinyatakan dalam berat
kering (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Prinsip dasar dari analisis tanaman
adalah berdasrkan konsentrasi hara-hara dalam tanaman sebagai nilai dari seluruh
faktor yang mempengaruhinya (Aldrich, 1973).
Dalam analisis tanaman terdapat beberapa hal yang saling berkaitan,
misalnya hubungan antara : produksi dan konsentrasi hara, konsentrasi hara dan
varietas, dan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Beberapa tujuan dilakukan
analisis tanaman antara lain: mendiagnosa atau memperkuat diagnosa gejala yang
terlihat, mengetahui kekurangan unsur hara sedini mungkin, mengidentifikasi
masalah yang terselubung, menunjukan hara yang dapat diserap tanaman,
mengetahui interaksi atau antagonisme diantara unsur hara, sebagai alat pembantu
untuk mengatasi masalah (Aldrich, 1973).
Analisis tanaman perananya semakin meningakat dalam perkembangan
tekhnologi ekonomi produksi pertanian. Penggunaan konsep analisis tanaman
sudah relatif tua. Tapi pembaharuan dan aktivitasnya meningkat cepat pada akhirakhir ini. Hal ini merupakan bagian kemajuan yang nyata atau sejalan dengan

perkembangan penggunaan AAS, ICP, dan peralatan lainnya. Disamping itu
sumbangan dari semakin banyakanya referensi standar dari para peneliti untuk
interpretasi hasil analisis tanaman membantu dalam analisis tanaman, interpretasi
dengan menggunakan metode yang lebih maju dengan DRIS juga menjadikan
perkembangan analisis lebih menggairahkan. Ini sudah menjadi tuntutan
tekhnologi yang lebih canggih dalam peningkatan produksi pertanian dalam era
pertanian yang lebih efisien dan dikembangkan. (Aldrich, 1973).
2.4. Serapan hara tanaman
Serapan hara oleh tanaman sangat bervariasi tergantung pada jenis
tanaman, varietas dan kondisi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman,
misalnya : kesuburan tanah, kelembaban tanah, aerasi, tekstur, struktur tanah,
penempatan pupuk dan pengaruh penyakit akar (Nelson, 1976).
Selanjutnya Brady (1974) menambahkan bahwa serapan unsur hara tidak
hanya tergantung pada ketersediaan unsur hara dalam tanah, tetapi ditentukan juga
oleh kemampuan tanaman menyerap unsur hara dan kecepatan serapan hara oleh
permukaan akar (Brady 1974).
Millar (1955) mengemukakan tujuh faktor yang berpengaruh tehadap
serapan hara oleh tanaman. Ketujuh faktor tersebut diantaranya : 1) jenis tanaman,
2) pengaruh hara lain atau antagonis, 3) perbedaan konsenterasi garam dalam
jaringan akar dengan lingkungan luar, 4) aerasi dan respirasi tanaman, 5)
ketersediaan hara dalam tanah, 6) pemupukan dan 7) tingkat kejenuhan larutan
tanah. Akar tanaman memperoleh unsur hara dari berbagai sumber antara lain
dari larutan tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan, mineral dan bahan organik
terlapuk (Tisdale, et al.1985).
Mekanisme intersepsi akar sebenarnya merupakan pertukaran secara
langsung antara hara dengan akar. Dengan demikian semakin banyak akar yang
bersentuhan dengan hara, maka akan semakin banyak hara yang tersedia.
Intersepsi akar dipengaruhi oleh sistem perakaran dan konsentrasi unsur hara pada
daerah perakaran (Leiwakabessy, 1988).
Aliran masa terjadi apabila terjadi perbedaan potensial hidrostatik.
Pergerakan unsur hara dalam aliran masa yaitu pergerakan dari larutan yang

berpotensial hidrostatik yang lebih tinggi ke potensial hidrostatik yang lebih
rendah (Soepardi, 1983).
Hara masuk kedalam akar melalui pertukaran difusi dan pergerakan
senyawa carrier (Tisdale, et al. 1985).
Akar tanaman mempunyai kompleks pertukaran ion seperti halnya pada
tanah. Kemapuan tanaman mendapatkan hara dalam tanah tergantung pada pola
perkembangan akar dan kedalaman akar (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988).
2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara
Adanya sejumlah unsur hara tertentu yang penting dalam pertumbuhan
tanaman telah dibuktikan oleh para ahli fisiologi tanaman. Penilaian hasil analisis
atau nilai kritis, pendekatan regresi ganda, dan metode DRIS (Diagnosis and
Rekomendation Integrated System) (Widjaya Adhi, 1993).
Pengertian dari batas kritis hara juga mencakup keadaan difisiensi hara
pada pertumbuhan maksimum, konsentrasi dimana pertumbuhan tanaman
menurun dan jumlah hara terkecil dalam tanaman untuk menghasilkan produksi
tinggi (Tisdale et al. 1985).
Kurva produksi bersifat sigmoid dengan kenaikan pemberian hara, tetapi
hubungan dengan konsentrasi hara perubahannya relatif kecil. Bila produksi
dihubungkan dengan kadar hara terlihat bahwa perubahan kadar hara yang sedikit
saja telah menyebabkan produksi naik lebih tinggi (Leiwakbessy dan Sutandi,
1988).
Metode yang dipakai adalah dengan membandingkan status hara tanaman
yang diteliti dengan tabel referensi. Apabila konsentrasi hara lebih rendah dari
tabel referensi yang dipakai maka hal tersebut dapat menyebabkan penurunan
pertumbuhan tanaman, penurunan produksi secara kualitas dan kuantitas. Pada
dasarnya metode ini hanya dapat menunjukan

jenis defisiensi dalam satu kali

pengamatan (Ulrich dan Hills, 1973)
Ulrich dan Hills (1967) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004)
menetapkan batas kritis pada pusat daerah transisi atau titik sebelum terjadi
penurunan produksi atau perumbuhan umumnya dipakai titik belok 5-10 % dari
pertumbuhan atau produksi maksimum.

Gambar 1. Pengaruh Suplai Hara terhadap Produksi dan Kadar Hara
(Leiwakabessy dan Sutandy, 2004)
Gambar 1. menunjukan bahwa kenaikan pemberian hara menghasilkan
kurva produksi yang bersifat tidak linear, sedangkan pengaruhnya terhadap
konsentrasi hara menghasilkan perubahan relatif kecil. Bila produksi dihubungkan
dengan kadar hara terlihat jelas bahwa perubahan kadar hara sedikit saja akan
menyebabkan produksi meningkat lebih tinggi (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Standar baku untuk batas kritis hara tanaman umumnya sudah banyak
dibuat. Kelemahan metode ini terletak pada variasi kadar hara dengan umur, oleh
karena itu, Summer (1979) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menyarankan
agar dilakukan : a) pembuatan batas kritis pada berbagai umur tanaman, atau b)
koreksi terhadap kadar hara sejalan dengan peningkatan berat kering dan umur
tanaman, atau c) pembuatan batas kritis menjadi suatu kisaran , misal kisaran
kecukupan hara. Selanjutnya Muson dan Nelson (1973) serta Dow Robert (1982)
dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) juga mengusulkan batas kritis berupa
suatu kisaran yang dihubungkan dengan umur tanaman.
Kisaran kecukupan hara merupakan pengembangan dari batas kritis, yang
pertama dikembangkan untuk menganalisis status hara tanaman. Namun sekarang
orang lebih banyak menggunakan kisaran kecukupan hara. Interpretasi kisaran

kecukupan hara diperoleh dari hubungan antara produksi atau pertumbuhan
tanaman dengan kadar hara (Gambar 2) (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Gambar 2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara (Leiwakabessy dan
Sutandi, 2004).
Lengkungan pada Gambar 2 menggambarkan hubungan produksi dengan
kadar hara makro dalam daun tanaman. Bentuk C pada gambar 2 disebut dengan
Steenbjerg effect, yang merupakan hasil kombinasi dari kadar hara dengan
pengurangan berat kering. Kesalahan interpretasi m