Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit antara Hutagodang Estate degan PT. Sari Sawit Kencana Labuhan Batu

(1)

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PEMBORONGAN PEMELIHARAAN TANAMAN KELAPA SAWIT ANTARA HUTAGODANG ESTATE DENGAN

PT SARI SAWIT KENCANA LABUHANBATU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

MUHAMMAD FAISAL DALIMUNTHE 110200522

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PEMBORONGAN PEMELIHARAAN TANAMAN KELAPA SAWIT ANTARA HUTAGODANG ESTATE DENGAN

PT SARI SAWIT KENCANA LABUHANBATU SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

MUHAMMAD FAISAL DALIMUNTHE NIM: 110200522

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba,S.H.,M.Hum NIP : 1966033185081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sinta Uli,S.H.,M.Hum Rabiatul

Syahriah,S.H.,M.Hum

NIP: 195506261986012001 NIP : 195902051986012001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Muhammad Faisal Dalimunthe*

Sinta Uli,S.H,M.Hum**

Rabiatul Syahriah,S.H,M.Hum***

Pelaksanaan perjanjian adalah perbuatan memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah disepakati oleh pihak-pihak sehingga tercapai tujuan antara para pihak yang mana para pihak melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan itikad baik sesuai dengan persetujuan yang telah dicapai. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana proses terjadinya perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara hutagodang estate dengan PT sari sawit kencana, bagaimana pelaksanaan perjanjian pemborongan pemeliharaan kelapa sawit, bagaimanakah berakhirnya perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara hutagodang estate dengan PT sari sawi kencana.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris yang bersifat deskriptif yang dilakukan melalui penelusuran data-data yang di kumpulkan oleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Proses terjadinya perjanjian pemborongan antara Hutagodang Estate dengan PT. Sari Sawit Kencana LabuhanBatu melakukan pelelangan yang menggunakan pelelangan terbatas. Pelelangan terbatas diikuti oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) rekanan yang tertentu dalam daftar rekanan. Pelelangan terbatas tersebut dilakukan sekurang-kurangnya selama 7 (tujuh) hari kerja dalam pengumuman yang akan dilakukan di papan pengumuman resmi. Pelaksanaan perjanjian pemborongan pemeliharaan kelapa sawit dilakukan pada saat Tanaman Belum Menghasilkan yang merupakan tanaman kelapa sawit yang berumur lebih dari enam bulan sampai umur tiga tahun dan dilakukan juga pada saat Tanaman Menghasilkan dimana tanaman kelapa sawit berusia pada umur sekitar empat tahun yang masa buahnya dijaga agar tanaman memiliki masa menghasilkan yang lama. Berakhirnya suatu perjanjian pemborongan terjadi apabila pekerjaan antara para pihak telah diserah terimakan dan telah dituangkan dalam berita acara serah terima pekerjaan, perjanjian pemborongan juga dapat berakhir apabila adanya pembatalan perjanjian pemborongan serta adanya kematian pemborong serta kepailitan

Kata Kunci : Perjanjian , Pemborongan , Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit

* Mahasiswi Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

** Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU *** Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesabaran dan ketabahan sehingga skripsi ini dapat selesai dikerjakan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “Aspek hukum perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara Hutagodang Estate dengan PT. Sari Sawit Kencana LabuhanBatu”. Perjanjian pemborongan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu si pemborong mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain. Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi kewajiban dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Departemen Hukum Keperdataan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan setinggi-tingginya atas bantuan, bimbingan, nasehat, kritik, serta saran sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan,S.H., M.H., DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

6. Ibu Rabiatul Syahriah, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II dan selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan, yang telah banyak memberikan sumbangan baik bimbingan, waktu, kesabaran, keterangan, dan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisannya.

7. Ibu Sinta Uli, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing I, yang membimbing dan mendukung penulis dalam masa penulisan sampai penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Fakultas Hukum Universitas Hukum Sumatera Utara yang telah mendidik, mengasuh, dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Orang tua saya Papa Alm H. Ir. Yusuf Dalimunthe, Mama Hj Emma Yuliana

Pane, Kakak dan Abang beserta keluarga besar, yang telah memberikan banyak bantuan, doa, kasih sayang, dorongan serta semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat terkasih saya Mutiara Rizki,S.H yang tiada henti selalu mendampingi dalam suka maupun duka dan selalu memberikan motivasi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

11.Seluruh rekan dan sahabat Grup F 2011, yang telah banyak membantu

memberikan doa, saran, semangat, serta waktu dan tenaganya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

12.Seluruh rekan Xtrim Indonesia Labuhanbatu yang telah menyemangati hingga selesainya skripsi ini.

13.Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu penulis ucapkan banyak terima kasih.

Akhirnya, penulis menyadari penulisan skripsi yang sederhana ini terdapat banyak kekurangan dan tidak sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, Amin.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAKSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang... 1

B. Permasalahan ... 6

C. D. Tujuan penulisan ... 6

E. Manfaat penulisan ... 7

F. Metode penelitian ... 7

G. Keaslian penulisan ... 10

H. Sistematika penulisan ... 12

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas-asas dalam Perjanjian ... 14

B. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian ... 19

C. Berakhirnya Suatu Perjanjian ... 27

BAB III. PERJANJIAN PEMBORONGAN DAN PENGATURANNYA A. Pengertian Perjanjian Pemborongan dan Bentuk-bentuk Perjanjian Pemborongan ... 35

B. Macam-macam dan Jenis Perjanjian Pemborongan ... 43


(7)

BAB IV. ASPEK HUKUM PERJANJIAN PEMBORONGAN ANTARA HUTAGODANG ESTATE DENGAN PT SARI SAWIT KENCANA LABUHAN BATU

A. Proses Terjadinya Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa

Sawit Antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Saawit Kencana ... 58

B. Penerapan Serta Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Kelapa

Sawit ... 69 C. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit

Antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawit Kencana ... 83 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 88 B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

Muhammad Faisal Dalimunthe*

Sinta Uli,S.H,M.Hum**

Rabiatul Syahriah,S.H,M.Hum***

Pelaksanaan perjanjian adalah perbuatan memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah disepakati oleh pihak-pihak sehingga tercapai tujuan antara para pihak yang mana para pihak melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan itikad baik sesuai dengan persetujuan yang telah dicapai. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana proses terjadinya perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara hutagodang estate dengan PT sari sawit kencana, bagaimana pelaksanaan perjanjian pemborongan pemeliharaan kelapa sawit, bagaimanakah berakhirnya perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara hutagodang estate dengan PT sari sawi kencana.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris yang bersifat deskriptif yang dilakukan melalui penelusuran data-data yang di kumpulkan oleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Proses terjadinya perjanjian pemborongan antara Hutagodang Estate dengan PT. Sari Sawit Kencana LabuhanBatu melakukan pelelangan yang menggunakan pelelangan terbatas. Pelelangan terbatas diikuti oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) rekanan yang tertentu dalam daftar rekanan. Pelelangan terbatas tersebut dilakukan sekurang-kurangnya selama 7 (tujuh) hari kerja dalam pengumuman yang akan dilakukan di papan pengumuman resmi. Pelaksanaan perjanjian pemborongan pemeliharaan kelapa sawit dilakukan pada saat Tanaman Belum Menghasilkan yang merupakan tanaman kelapa sawit yang berumur lebih dari enam bulan sampai umur tiga tahun dan dilakukan juga pada saat Tanaman Menghasilkan dimana tanaman kelapa sawit berusia pada umur sekitar empat tahun yang masa buahnya dijaga agar tanaman memiliki masa menghasilkan yang lama. Berakhirnya suatu perjanjian pemborongan terjadi apabila pekerjaan antara para pihak telah diserah terimakan dan telah dituangkan dalam berita acara serah terima pekerjaan, perjanjian pemborongan juga dapat berakhir apabila adanya pembatalan perjanjian pemborongan serta adanya kematian pemborong serta kepailitan

Kata Kunci : Perjanjian , Pemborongan , Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit

* Mahasiswi Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

** Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU *** Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan masyarakat dalam masa pembangunan sekarang ini menimbulkan pengaruh yang besar terhadap perkembangan hukum. Perkembangan hukum yang dimaksud ialah dengan adanya perjanjian – perjanjian yang di pergunakan sehari – hari. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.1

Menurut ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian yang dibuat dengan sah “berlaku sebagai undang-undang” untuk mereka yang membuatnya. Kalimat ini dimaksudkan, tidak lain, bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah artinya tidak bertentangan dengan undang-undang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik kembali, kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh undang-undang.2

Pelaksanaan perjanjian adalah perbuatan merealisasikan atau memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah disepakati oleh pihak – pihak sehingga

1

Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal 41

2


(10)

tercapai tujuan mereka. Masing – masing pihak melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan itikad baik sesuai dengan persetujuan yang telah dicapai.3

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil – hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.

Untuk mencapai kesejahteraan di Indonesia diperlukan pembangunan, dimana kesejahteraan masyarakat itu sangat erat sekali kaitannya dengan masalah pembangunan. Dalam era reformasi saat ini pembangunan tidak hanya dilakukan dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya saja, tetapi pembangunan juga diatur dalam bidang hukum.

4

Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara pihak yang memborongkan pekerjaan dengan pihak yang memborong pekerjaan, dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan.5

3

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal 307

4

Fx. Djumialji, Perjanjian Pemborongan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal 5


(11)

Dari definisi tersebut dapat dikatakan:

a. Bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata

lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja yaitu: Pihak kesatu disebut yang memborongkan dan pihak kedua disebut pemborong.

b. Bahwa objek dari perjanjian pemborongan adalah pembuatan suatu karya.6

Perbedaan perjanjian kerja dengan perjanjian pemborongan yaitu bahwa dengan perjanjian kerja terdapat unsur subordinasi, sedangkan pada perjanjian pemborongan menunaikan jasa ada koordinasi.

Peraturan – peraturan mengenai perjanjian pemborongan pekerja yang bersifat perdata/privat dan berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Ketentuan – ketentuan ynag terdapat dalam Bab 7A Buku III KUH

Perdata yang berjudul “Perjanjian untuk melakukan pekerjaan”, Pasal 1601 huruf b, Pasal 1604 sampai Pasal 1616. Ketentuan – ketentuan perjanjian pemborongan pekerjaan yang diatur dalam KUH Perdata ini berlaku sebagai hukum pelengkap.

b. Ketentuan – ketentuan dalam A.V.1941 yang merupakan singkatan dari “Algemene Voorwaarden voorde unitvoering bij aannemig van openbare werken in Indonesia”, yang terjemahannya adalah syarat – syarat umum

6

Fx. Djumialdji, Hukum Bangunan, dasar-dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya


(12)

untuk pelaksanaan pemborongan pekerja umum di Indonesia. A.V.1941 merupakan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda, yang merupakan peraturan standar atau baku bagi perjanjian pemborongan di Indonesia khususnya untuk proyek – proyek pemerintah tetapi isinya banyak yang sudah tidak sesuai dengan zaman sekarang.7

c. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

d. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 beserta perubahannya yang

merupakan penyempurnaan Keputusan Presiden 54 tahun 2010 yang merupakan penyempurnaan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 dari Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah Undang – undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tersebut diatas merupakan peraturan baru yang berlaku bagi kegiatan pekerjaan konstruksi yang mengakibatkan ketentuan dalam A.V.1941 hanya berlaku sepanjang tidak diatur dalam peraturan yang baru.

7


(13)

Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil yaitu perjanjian pemborongan itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong mengenai pembuatan suatu karya dan harga borongan atau kontrak.

Dengan adanya kata sepakat tersebut, perjanjian pemborongan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian pemborongan tanpa persetujuan pihak lainnya. Jika perjanjian pemborongan dibatalkan atau diputuskan secara sepihak maka pihak lainnya dapat menuntutnya.8

“ Aspek hukum perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawit Kencana LabuhanBatu”

Perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu bidang usaha pemborongan pekerjaan yang berkembang, dan untuk mencapai keefektifan pelaksanaan pemeliharaan tanaman kelapa sawit tersebut, para pihak yang terlibat tidak boleh mengabaikan akta pentingnya perjanjian, dimana pemborong dalam melakukan pekerjaannya harus selalu berpatokan pada isi perjanjian yang disepakati bersama antara pemborongan dengan yang memborongkan karena apabila terjadi penyimpangan bisa dijadikan alasan untuk menyatakan telah terjadi wanprestasi.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dianggap penting untuk mengangkat topic penulisan skripsi dengan judul:

8


(14)

B. Permasalahan

Berdasarkan pengamatan dan penelaahan, maka permasalahan yang di angkat dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimanakah proses terjadinya perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawit Kencana ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian pemborongan pemeliharaan kelapa sawit?

3. Bagaimanakah berakhirnya perjanjian pemborongan pemeliharaan

tanaman kelapa sawit antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawit Kencana ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawit Kencana.

2. Untuk mengetahui secara mendalam mengenai pelaksanaan perjanjian

pemborongan pemeliharaan kelapa sawit.

3. Untuk mengetahui bagaimana cara berakhirnya perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawit Kencana.


(15)

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah:

1. Secara Teoretis

Tulisan ini menambah wawasan bagi ilmu pengetahuan untuk lebih mengetahui secara mendalam mengenai prosedur- prosedur perjanjian yang sah dan mengenai prosedur - prosedur perjanjian pemborongan yang sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

2. Secara Praktis

Tulisan ini dapat memberikan manfaat yang dapat dijadikan sebagai pedoman dan masukan bagi PT Sari Sawit Kencana terhadap masalah seputar wanprestasi yang akan terjadi terhadap perjanjian pemborongan.

E. Metode Penelitian

Dalam rangka mencari dan menemukan suatu kebenaran ilmiah dan mendapatkan hasil yang optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan skripsi ini, maka metode yang dilakukan meliputi:

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum yang bersifat yuridis normatifyaitu pendekatan yang menggunakan konsep

legis-positivis yang menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma


(16)

berwenang. Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.9

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif-analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.10

2. Sumber data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dan data primer. data primer yaitu data yang diperoleh dari tangan pertama atau secara langsunng dari narasumber, seperti wawancara. Data skunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu norma-norma atau kaedah-kaedah dasar

seperti Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar seperti peraturan Perundang-undangan yang meliputi undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku yang menguraikan

9

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,1988, hal 11

10

Mukhti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal 180


(17)

materi yang tertulis yang dikarang oleh para sarjana, bahan-bahan mengajar dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu kamus, bahan dari internet dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.11

3. Metode pengumpulan data

Penelitian perpustakaan, yaitu penelitian yang menunjukkan perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya suatu penelitian. Sebenarnya suatu penelitian mutlak menggunakan kepustakaan sebagai sumber data sekunder. Di tempat inilah diperoleh hasil-hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang sangat berguna bagi mereka yang sedang melaksanakan penelitian. Peneliti dapat memilih dan memecahkan dan menjawab permasalahan pada penelitian yang dilaksanakan.12

11

Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit. hal 24 12

Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitian Hukum, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal 21

Penelitian lapangan, yaitu tempat para peneliti untuk mendapatkan data primer. dalam penelitian tidak hanya mencukupkan data sekunder yang telah diperoleh dari kepustakaan, tetapi juga didukung oleh data lapangan wawancara, yaitu wawancara kepada pihak PT Sari Sawit Kencana. Kelengkapan data sangat menentukan hasil penelitian yang diperoleh. Dalam penulisan ini, lokasi penelitian dilakukan di PT Sari Sawit Kencana LabuhanBatu.


(18)

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide dan pemikiran secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun pemikiran yang ada muncul karena melihat kondisi yang berkembang saat ini mengenai proses perjanjian pemborongan yang dilakukan para pihak. Dengan kata lain, tulisan ini bukanlah merupakan hasil ciptaan ataupun penulisan orang lain. Oleh karena itu, keaslian dari penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada judul penulisan yang hampir menyerupai namun berbeda tempat risetnya adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Pekerjaan Pemeliharaan Tanaman

Kelapa Sawit oleh CV. Kaliwangi.

Nama : Rahmat Purba

NIM : 990221041

Tahun : 2001

Rumusan masalah :

a. Dalam perjanjian pemborongan ada beberapa proses atau cara yang dilakukan oleh pemborong pekerjaan dalam suatu proyek, dalam hal ini yang dipermasalahkan adalah bagaimanakah proses pemborongan yang dilakukan oleh CV.KALIWANGI dalam perjanjian (kontrak) pemborongan pekerjaan pemeliharaan tanaman kelapa sawit di Kebun Bukit Sentang ?

b. Dalam suatu perjanjian (kontrak) pemborongan pekerjaan diperlukan tindakan untuk menghindari terjadinya tindakan wanprestasi yaitu


(19)

tidak sesuainya pemenuhan prestasi kerja dengan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya yang telah dituangkan dalam perjanjian (kontrak), yang menjadi masalah adalah apakah yang menjadi jaminan dalam perjanjian (kontrak) pemborongan pekerjaan pemeliharaan tanaman kelapa sawit oleh CV.KALIWANGI di Kebun Bukit Sentang?

c. Dalam suatu perjanjian (kontrak) pemborongan pekerjaan tidaklah selalu berjalan lancar dan mulus, tetapi bisa timbul perselisihan diantara kedua belah pihak, yang menjadi masalah adalah bagaimana cara penyelesaian perselisihan tersebut, apakah ada diatur dalam perjanjian (kontrak) atau tidak?

2. Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa

Sawit antara UD. RAP Maruli dengan Perkebunan Nusantara IV. Unit Kebun Gunung Bayu (PERSERO) (Studi: UD. RAP MARULI dan PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV. UNIT KEBUN BAYU PERSERO).

Nama : Ayu Andanaly

NIM : 030200029

Tahun : 2008

Rumusan masalah :

a. Bagaimanakah proses pemborongan yang dilakukan oleh UD.RAP

MARULI dalam perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV. Unit Kebun Gunung Bayu (Persero)?


(20)

b. Apakah yang menjadi jaminan dalam perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit oleh UD.RAP MARULI di PT.Perkebunan Nusantara IV. Unit Kebun Gunung Bayu (Persero) ? c. Bagaimanakah cara penyelesaian perselisihan tersebut?

Akan tetapi substansi pembahasan dan tempat riset dalam skripsi ini sangatlah berbeda sehingga keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan.

G. Sistematika Penulisan

Penyusunan skripsi ini di uraikan dalam sistematika yang secara garis besarnya terdiri atas 5 (lima) bab dan tiap – tiap bab terdiri dari sub – sub sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab ini merupakan bab yang menguraikan tentang hal – hal yang umum yang mendasari penulisan skripsi ini, yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Umum tentang Perjanjian dan Pengaturan Menurut KUH

Perdata

Dalam bab ini membahas gambaran secara umum mengenai hukum perjanjian, asas – asas dalam perjanjian, syarat sahnya perjanjian, serta berakhirnya suatu perjanjian.


(21)

Bab III Perjanjian Pemborongan dan Pengaturannya

Dalam bab ini dikemukakan secara umum mengenai perjanjian pemborongan dan bentuk-bentuk perjanjian pemborongan, macam-macam dan jenis perjanjian pemborongan serta pihak-pihak dalam perjanjian pemborongan.

Bab IV Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan antara Hutagodang Estate

dengan PT Sari Sawit Kencana LabuhanBatu.

Dalam bab ini diuraikan tentang pokok permasalahan yang terdiri dari Proses terjadinya perjanjian pemborongan pemeliharaan tanaman kelapa sawit antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawi Kencana, penerapan serta pelaksanaan perjanjian pemborongan pemeliharaan kelapa sawit, berakhirnya perjanjian pemborongan pemeliharaan kelapa sawit antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawit Kencana.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini merupakan bab yang membahas penutupan dari seluruh bab – bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang dibuat berdasarkan urain skripsi ini, kemudian dilengkapi dengan daftar pustaka.


(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA

A. Pengertian Perjanjian dan Asas – Asas dalam Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Perjanjian merupakan sumber perikatan atau dengan kata lain perikatan biasa lahir dari perjanjian. Perikatan merupakan suatu perbuatan hukum antara dua pihak, dimana pihak menuntut sesuatu dari pihak yang lain yang mempunyai kewajiban memenuhi tuntutan ini. Dalam arti luas perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak.

Peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum antara pihak yang satu dan pihak yang lain. Dalam hubungan hukum tersebut, setiap pihak memiliki hak dan kewajiban timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu terhadap pihak lainnya dan pihak lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, juga sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut sesusatu disebut pihak penuntut (kreditur),


(23)

sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut pihak yang dituntut (debitur). Sesuatu yang dituntut disebut prestasi.13

“suatu hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang didasarkan kata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan di antara mereka (para pihak / subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum.

Perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata. Perjanjian adalah “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Penyempurnaan terhadap definisi perjanjian pada Pasal 1313 KUHPerdata adalah sebagai berikut:

14

“Perjanjian adalah persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan di bidang harta kekayaan.”

Dalam arti sempit perjanjian dapat diartikan sebagai berikut:

15

Definisi dalam arti sempit ini jelas menunjukkan telah terjadi persetujuan (persepakatan) antara pihak yang satu (kreditur) dan pihak yang lain (debitur), untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan (zakelijk) sebagai objek perjanjian.

13

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal 229 14

Handri Rahardjo, Op. Cit, hal 42 15


(24)

2. Asas – Asas dalam Perjanjian

Asas – asas hukum yang penting diperhatikan pada waktu membuat perjanjian maupun pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

a. Asas kebebasan berkontrak

Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapa pun, apa pun isinya, apa pun bentuknya sejauh tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan (Pasal 1337 KUH Perdata).

Dalam perkembangannya hal ini tidak lagi bersifat mutlak tetapi relative (kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab). Asas inilah yang menyebabkan hukum perjanjian bersistem terbuka. Pasal – pasal dalam hukum perjanjian sebagian besar karena Pasal 1320 KUHPerdata bersifat memaksa dinamakan hukum pelengkap karena para pihak boleh membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian.

Jika dipahami secara seksama maka asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian 2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun

3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya 4. Menentukan bentuknya perjanjian yaitu secara tertulis atau lisan.


(25)

Namun, keempat hal tersebut boleh dilakukan dengan syarat tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.16

b. Asas Konsensualisme

Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.17

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian, bahwa asas ini adalah dimana hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “ Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”

16

Handri Rahardjo, Op. Cit, hal 44 17

H.S. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal 13


(26)

d. Asas Iktikad Baik

Asas ini disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas ini merupakan bahwa para pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.

Asas iktikad baik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Iktikad baik nisbi yaitu orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek.

2. Iktikad baik mutlak yaitu penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma yang objektif.

e. Asas kepribadian

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perorangan saja. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antar pihak yang membuatnya.” Inti ketentuan ini bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun ketentuan ini


(27)

ada pengecualiannya sebagaimana yang di jelaskan dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga.

Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Sedangkan Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata memiliki ruang lingkup luas.18

B. Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian

1. Kesepakatan

Syarat sahnya perjanjian yang pertama adalah kesepakatan para pihak, kesepakatan diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain.

Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu: a. Bahasa yang sempurna dan tertulis;

b. Bahasa yang sempurna dan lisan;

c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan

18


(28)

dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi di mengerti oleh pihak lawannya;

d. Bahwa syarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

e. Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.19 2. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dam mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap atau mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah;

a. Orang yang belum dewasa

Menurut Pasal 330 KUH Perdata, belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka genap 21 tahun maka tidak berarti mereka kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.

b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan

Menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Seseorang yang berada di bawah pengawasan pengampuan,

19


(29)

kedudukannya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Jika seorang anak yang belum dewasa harus diwakili orang tua atau walinya, maka seseorang dewasa yang berada di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Dalam Pasal 433 KUH Perdata disebutkan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap, harus di bawah pengampuan jika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seseorang yang telah dewasa dapat juga berada di bawah pengampuan karena keborosannya.

c. Istri dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Namun dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo SEMA Nomor. 3 Tahun 1993. 3. Adanya Objek Perjanjian

Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah pokok perjanjian. Pokok perjanjian adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Pokok perjanjian ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Yang menjadi pokok perjanjian adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu, misalnya adalah jual beli dimana menyerahkan hak milik atas rumah itu dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu.

Pokok perjanjian itu harus ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. dapat ditentukan artinya, dalam mengadakan


(30)

perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup.

4. Adanya sebab yang halal

Undang-undang tidak menyebutkan pengertian mengenai sebab. yang dimaksud dengan sebab bukanlah sesuatu yang mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian, karena alasan yang menyebabkan para pihak untuk membuat perjanjian itu tidak menjadi perhatian umum. Adapun sebab yang tidak diperbolehkan ialah jika isi perjanjian bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.20

Perjanjian sah dan mengikat adalah perjanjian yang memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah dan mengikat diakui dan memiliki akibat hukum. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.

Dari uraian di atas, apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka salah satu pihak dapat meminta supaya perjanjian itu dibatalkan, namunapabila para pihak tidak ada yang keberatan, maka perjanjian itu dianggap sah. Sementara itu apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum.

tanggal 8 April 2015


(31)

Perdata setiap perjanjian selalu memiliki empat unsur dan pada setiap unsur melekat syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.

Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat seperti yang ditentukan di atas tidak akan diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak yang membuatnya, tetapi tidak mengikat, artinya tidak wajib dilaksanakan. Apabila dilaksanakan juga, sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya dan menimbulkan sengketa.

Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dapat merupakan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat-syarat sahnya kontrak bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut:

a. Batal demi hukum

Dimana dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat objektif adalah perihal tertentu dan kausa yang legal.

b. Dapat dibatalkan

Dalam hal tidak terpenuhinya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat subjektif tersebut adalah kesepakatan kehendak dan kecakapan berbuat. c. Kontrak itu dapat dilaksanakan

Kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak tidak begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum tertentu. Bedanya dengan kontrak yang batal demi hukum adalah bahwa


(32)

kontrak tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonvensi menjadi kontrak yang sah. Sedangkan bedanya dengan kontrak yang dapat dibatalkan adalah bahwa dengan kontrak yang dapat dibatalkan, kontrak tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan kontrak tersebut, sementara kontrak yang tidak dapat dilaksanakan belum mempunyai kekuatan hukum sebelum dikonversi menjadi kontrak yang sah.

d. Sanksi administratif

Ada juga syarat kontrak yang apabila tidak dipenuhi hanya mengakibatkan dikenakan sanksi administratif saja terhadap salah satu pihak atau kedua belah pihak dalam kontrak tersebut.21

1) Perjanjian mengikat para pihak

Dimana telah diuraikan di atas bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak. Atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undand-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini merupakan, akibat hukum yang timbul dalam perjanjian.

Akibat dari suatu perjanjian menurut Pasal 1338 KUH Perdata, adalah:

Yang dimaksud dengan para pihak adalah para pihak yang membuatnya yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1340 KUH Perdata, ahli waris berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh segala hak

21

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal 35


(33)

dari seseorang secara tidak terperinci, serta yang dimaksud dengan para pihak juga dimaksudkan pada pihak ketiga yang diuntungkan dari perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak khusus karena mereka memperoleh segala hak dari seseorang secara terperinci atau khusus.

2) Perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata merupakan kesepakatan diantara kedua belah pihak dan alasan- alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. 3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik yang ditentukan dalam

Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Melaksanakan apa yang menjadi hak di satu pihak dan kewajiban di pihak yang lain dari yang membuat perjanjian. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan dengan rasa keadilan. Sehingga ada suatu perjanjian dapat dilaksanakan harus dilandasi dengan prinsip iktikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan dan sesuai dengan undang-undang. Dimasukkannya itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian berarti kita harus menafsirkan perjanjian itu berdasarkan keadilan dan kepatutan.22

Dengan adanya akibat hukum yang timbul dalam perjanjian maka perjanjian itu menimbulkan akibat hukum yang sah dan mengikat berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Dimana akibat hukum yang timbul di dalam perjanjian yang sah.

22


(34)

(a) Berlaku sebagai undang-undang

Dikatakan berlaku sebagai undang-undang artinya perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak wajib menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Apabila ada pihak yang melanggar undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu, yaitu sanksi hukum. Jadi, siapa yang melanggar perjanjian dia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

(b) Tidak dapat dibatalkan sepihak

Perjanjian adalah persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Namun, jika ada alasan yang cukup menurut undang-undang perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak.

(c) Pelaksanaan dengan iktikad baik

Pada Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata iktikad baik adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan dengan benar.

Apabila terjadi selisih pendapat antara pelaksanaan perjanjian dengan iktikad baik, pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang untuk


(35)

mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu.23

C. Berakhirnya Suatu Perjanjian

Tentang hapusnya perjanjian yang mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata, hapusnya persetujuan berarti menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan dengan sendirinya menghapuskan seluruh perjanjian, tetapi belum tentu dengan hapusnya perjanjian akan menghapuskan persetujuan hanya saja persetujuan itu tidak akan mempunyai kekuatan, maka pelaksanaan suatu perjanjian itu telah dipenuhi debitur.

Adapun macam-macam penghapusan perjanjian dalam Pasal 1381 KUH Perdata adalah, sebagai berikut:

1. Karena pembayaran

2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan 3. Karena pembaharuan hutang

4. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi 5. Karena pencampuran hutang

6. Karena pembebasan hutang

7. Karena musnahnya barang yang terhutang 8. Karena kebatalan atau pembatalan

9. Karena kadaluwarsa.24

23


(36)

Ad. 1. Pembayaran

Hal ini adalah yang paling penting karena mengenai betul-betul pelaksanaan perjanjian. Hal pembayaran ini diatur dalam Pasal 1382 sampai Pasal 1403 KUH Perdata.

Pembayaran disini adalah pembayaran dalam arti luas, tidak saja pembayaran berupa uang juga penyerahan barang yang dijual oleh penjualnya. Pembayaran itu sah apabila pemilik berkuasa memindahkannya, pembayaran itu harus dilakukan kepada si berhutang atau seseorang yang dikuasakan untuk menerima.

Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan seperti seseorang yang merupakan si berhutang atau seseorang penanggung hutang. Suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan asal saja pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya si berhutang atau bertindak atas namanya sendiri asal tidak menggantikan hak-hak si berpiutang.

Ad. 2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan perjanjian

Hal ini diatur dalam Pasal 1404 sampai 1412 KUH Perdata. Usaha ini adalah perlu, oleh karena biasanya dianggap bahwa pihak-pihak tidak ada kewajiban untuk menerima pelaksanaan perjanjian.

24

R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal 190


(37)

Namun adakalanya kreditur menolak pembayaran yang dilakukan debitur. Hal ini dimana kreditur berada dalam keadaan wanprestasi, apabila terjadi debitur dapat menuntut pemutusan dan pembatalan perjanjian ataupun ganti rugi.

Hal ini kemungkinan bahwa perjanjian yang telah dibuat oleh kreditur dan debitur akan memberatkan debitur apabila pembayaran tidak segera dilakukan seperti pada perjanjian untuk menyerahkan barang atau uang yang memakai bunga tinggi maka dalam hal ini debitur dapat melakukan penawaran pembayaran, namun apabila debitur segera membayar dengan suatu penitipan barang yang ditetapkan pula oleh undang-undang maka bebaslah debitur dari kewajibannya dan dianggap telah terjadi suatu pembayaran yang sah.25

25

Ibid, hal 193

Ad. 3 Pembaharuan hutang

Pembaharuan hutang lahir atas dasar persetujuan para pihak untuk membuat persetujuan dengan jalan menghapuskan perjanjian yang lama dengan perjanjian yang baru.

Pembaharuan hutang diatur dalam Pasal 1413 KUH Perdata yang terdiri dari tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang yaitu:


(38)

1. Apabila seseorang yang berhutang membuat suatu perikatan-hutang baru guna orang yang menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama, yang dihapuskan karena disebut novasi objektif. 2. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang

yang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya, disebut novasi subjektif.

3. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya, disebut novasi subjektif aktif.

Dalam Pasal 1414 KUH Perdata diterangkan bahwa “pembaharuan hutang hanya dapat terlaksana antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan-perikatan”. Dalam Pasal 1415 KUH Perdata ditegaskan bahwa “tiada pembaharuan hutang yang dipersangkakan, kehendak seseorang untuk mengadakan harus dengan tegas ternyata dari perbuatannya”.26

Perjumpaan hutang adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang piutang secara timbal balik antara kreditur dengan debitur dimana perjumpaan hutang diatur dalam Pasal 1424 KUH Perdata.

Ad. 4 Perjumpaan Hutang atau Kompensasi

26


(39)

Dalam Pasal 1426 KUH Perdata menyatakan “ perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak setahunya orang-orang yang berhutang, dan kedua hutang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya, pada saat hutang-hutang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk diperjumpakan kecuali dalam tiga hal yang disebutkan dalam Pasal 1429 KUH Perdata:

a. Apabila dituntut pengembalian suatu barang yang secara berlawanan dengan hukum dirampas dari pemiliknya.

b. Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.

c. Terhadap suatu hutang yang bersumber pada tunjangan-nafkah telah dinyatakan tidak dapat disita.

Ad. 5 Pencampuran Hutang

Dalam Pasal 1436 KUH Perdata pencampuran hutang ini terjadi apabila kedudukan-kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berhutang berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu pencampuran hutang, dengan mana piutang dihapuskan.

Mariam Darus Badrulzaman, “mengatakan bahwa percampurqan hutang adalah percampuran kedudukan dari partai yang mengadakan perjanjian sehingga kualitas dari debitur menjadi satu dengan kualitas dari


(40)

kreditur. Dalam hal ini demi hukum perikatan yang semula ada diantara kedua belah pihak”.

Hal yang menyebabkan terjadinya percampuran hutang adalah:

a. Perkawinan, dengan pencampuran harta antara si berpiutang

dengan si berhutang.

b. Apabila si berhutang menggantikan hak si berpiutang karena

warisan.27

Ad. 6. Pembebasan hutang

Pembebasan hutang terjadi apabila dengan tegas menyatakan tidak

menghendaki lagi prestasi dari kreditur dan melepaskan hak atas pembayaran. Hal ini yang dibutuhkan adalah adanya kehendak kreditur disertai dengan menggugurkan perjanjian itu sendiri. Dan yang dapat dikatagorikan sebagai pembebasan hutang apabila pembebasan itu merupakan pelepasan hak oleh kreditur terhadap debitur. Pembebasan hutang ini diatur dalam Pasal 1438 KUH Perdata.

Akibat dari pembebasan hutang ini tidak ada di atur dalam undang-undang secara khusus, tetapi dengan pembebasan hutang ini maka perikatan akan dianggap telah selesai atau hapus.

27


(41)

Ad. 7. Musnahnya barang yang terhutang

Musnahnya barang yang terhutang diatur dalam Pasal 1444 KUH Perdata yang menyatakan “apabila tertentu yang menjadi bahan persetujuan, musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya”.

Ad. 8. Kebatalan atau Pembatalan

Apabila suatu perjanjian harus dianggap batal meskipun tidak diminta oleh suatu pihak. Maka perjanjian seperti itu dianggap tidak ada sejak semula, batal mutlak adalah suatu perjanjian yang diadakan tanpa mengindahkan cara yang secara mutlak dikehendaki oleh undang-undang. Pembatalan lain adalah pembatalan tidak mutlak yaitu hanya terjadi jika diminta oleh orang-orang tertentu dan hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu.

Pembatalan perjanjian yang berdasarkan atas hal merugikan suatu pihak, maka pembatalan tersebut dapat diminta untuk melakukan pembatalan perjanjian.

Ad. 9. Daluwarsa atau Lampau waktu

Daluwarsa diatur dalam Pasal 1946 KUH Perdata yaitu adalah sesuatu atau untuk dibebaskan dari sesuatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.


(42)

Suatu perikatan dapat hapus karena lewatnya waktu tetapi daluwarsa yang dimaksud adalah daluwarsa yang batas waktunya telah ditetapkan oleh undang-undang. Apabila dengan lampaunya jangka waktu tertentu maka dianggap perjanjian telah hapus, sehingga debitur bebas dari kewajiban memenuhi perjanjian dan dianggap seseorang telah memperoleh hak milik atas sesuatu setelah jangka waktu tertentu lewat.


(43)

BAB III

PERJANJIAN PEMBORONGAN DAN PENGATURANNYA

A. Pengertian Perjanjian Pemborongan dan Bentuk-bentuk Perjanjian

Pemborongan

1. Perjanjian Pemborongan

Sebagaimana diketahui, Negara Indonesia merupakan suatu negara yang sedang membangun, di mana pada saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan disegala bidang, baik pembangunan di bidang fisik maupun di bidang non fisik.

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasil tidaknya pembangunan tergantung dari partisipasi seluruh rakyat yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.

Pelaksanaan pembangunan proyek-proyek ini melibatkan berbagai pihak seperti pemberi tugas (bouwheer), pemborong, arsitek, agrarian, Pemda dan sebagainya. Di samping itu dalam pelaksanaan pembangunan kita dihadapkan pada peralatan-peralatan yang mutakhir dan canggih yang perlu di perhatikan.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata dalam Pasal 1601 b KUH Perdata, di mana perjanjian pemborongan disebut dengan istilah perjanjian pekerjaan yaitu


(44)

persetujuan dengan mana pihak yang satu si pemborong mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

Definisi perjanjian pemborongan di sini kurang tepat menganggap bahwa perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak sebab si pemborong hanya mempunyai kewajiban saja sedangkan yang memborongkan hak saja. Sebenarnya perjanjian pemborongan adalah perjanjian timbal balik hak dan kewajiban.Dengan demikian definisi perjanjian pemborongan yang benar sebagai berikut: Pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang ditentukan.28

a. Bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata lain yang

terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja yaitu pihak kesatu disebut yang memborongkan / prinsip /bouwheer / aanbesteder / pemberi tugas dan sebagainya. Di mana pihak kedua disebut pemborong / kontraktor / rekanan/ annemer / pelaksana dan sebagainya.

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa:

b. Bahwa objek dari perjanjian pemborongan adalah pembuatan suatu karya ( het maken van werk ).29

28

F.X Djumialdji, Op.Cit, hal 4 29


(45)

Perjanjian pemborongan diatur dalam Bab 7A Buku III KUH Perdata Pasal 1601 b, kemudian Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1616. Yang terdapat tiga ( 3 ) macam untuk melakukan perjanjian yaitu:

1. Perjanjian Kerja

2. Perjanjian Pemborongan 3. Perjanjian menunaikan jasa

Ketiga perjanjian tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa pihak yang satu melakukan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan menerima upah. Hal ini memiliki perbedaan antara perjanjian kerja dengan perjanjian pemborongan dan perjanjian menunaikan jasa yaitu bahwa dalam perjanjian kerja terdapat unsur subordinasi, sedangkan pada perjanjian pemborongan dan perjanjian menunaikan jasa ada koordinasi. Namun perbedaan antara perjanjian pemborongan dengan perjanjian menunaikan jasa, yaitu bahwa dalam perjanjian pemborongan berupa mewujudkan suatu karya tertentu sedangkan dalam perjanjian menunaikan jasa berupa melaksanakan tugas tertentu yang ditentukan sebelumnya.

Perjanjian pemborongan selain diatur dalam KUH Perdata juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara.

Perjanjian pemborongan juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor : 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan barang / jasa Instansi Pemerintah .


(46)

Perjanjian pemborongan pada KUH Perdata bersifat pelengkap artinya ketentuan-ketentuan perjanjian dalam KUH Perdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak bertentangan atau dilarang oleh undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Apabila para pihak dalam perjanjian pemborongan membuat sendiri ketentuan-ketentuan yang disepakati maka ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata dapat melengkapi apabila ada kekerungannya.Disamping itu khusus untuk proyek-proyek pemerintah harus berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditur dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015, dan ketentuan tersebut bersifat memaksa atau dengan kata lain tidak boleh dilanggar.

Timbulnya perjanjian pemborongan dilatar belakangi oleh pesatnya kegiatan pembangunan di segala bidang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan hidup manusia. Pada awalnya manusia dalam memenuhi kebutuhannya dalam hal pembangunan yang memerlukan tenaga kerja yang cukup besar adalah memulai kerjasama, yaitu suatu kerjasama yang ada di dalam masyarakat untuk saling membantu dalam hal menyelesaikan suatu pekerjaan seseorang, dimana seseorang yang dibantu tersebut melakukan hal yang sama pada orang yang telah membantu menyelesaikan pekerjaan. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, maka cara kerjasama tersebut ditinggalkan masyarakat dalam hal untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kita mengetahui bahwa masing-masing orang mempunyai kelemahan dan kelebihan dan suatu hal yang pasti bahwa setiap orang


(47)

mempunyai keterbatasan,. Oleh karena itu orang yang berusaha memposisikan dirinya pada spesialisasi dan tertentu, misalnya keahlian penguasaan dibidang teknologi dan kemampuan menyediakan tenaga kerja. Dengan perkembangan kehidupan kemasyarakatan dalam hal pembangunan, maka berkembang jugalah bidang-bidang yang salah satunya bidang usaha perjanjian pemborongan yaitu usaha yang memanfaatkan keahliannya, kemampuan menyediakan tenaga kerja untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan orang yang membutuhkan dengan mengharapkan balas dan jasa berupa sejumlah harga borongan tertentu untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang diharapkan masing-masing pihak dalam perjanjian pemborongan ini maka dibutuhkan suatu kesepakatan masing-masing yang dituangkan dalam suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian ( kontrak ) yang mengatur kesepakatan-kesepakatan para pihak dalam hal ini, pihak yang mengerjakan disebut pemborong dengan pihak yang memborongkan pekerjaan tersebut disebut pemberi kerja inilah yang disebut pemborong pekerjaan.30

Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil artinya perjanjian pemborongan itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong mengenai pembuatan suatu karya dan harga borongan/ kontrak.

2. Bentuk-Bentuk Perjanjian Pemborongan

31

20 April 2015

31


(48)

Dengan kata sepakat tersebut, perjanjian pemborongan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian pemborongan tanpa persetujuan pihak lainnya. Jiak perjanjian pemborongan dibatalkan atau diputuskan secara sepihak maka pihak lainnya dapat menuntutnya.

Perjanjian pemborongan bentuknya bebas atau vormurij artinya perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis dalam prakteknya, apabila perjanjian pemborongan yang menyangkut harga borongan yang agak besar maupun yang besar, biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara baik dengan akta dibawah tangan atau akta autentik (akta notaris).

Perjanjian pemborongan pada proyek-proyek pemerintah harus dibuat secara tertulis dan dituangkan dalam bentuk-bentuk formulir tertentu, perjanjian yang dibuat dengan formulir-formulir tertentu disebut dengan perjanjian standar, perjanjian pemborongan dibuat dengan bentuk standar pada proyek-proyek pemerintah oleh karena menyangkut keuangan yang besar jumlahnya dan untuk melindungi kesejahteraan umum.32

Arti perjanjian standar adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan peraturan standar, adapun peraturan standar untuk Perjanjian Pemborongan yaitu AV 1941 (AglemeneVoorwarden de Uitvoeing bij aanneming van openbare werken in Indonesie) atau syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan Indonesia.

20 April 2015


(49)

Aglemene Voorwarden de Uitvoeing bij aannemig van openbare werken in Indonesie (AV 1941) ditetapkan dengan keputusan pemerintah belanda tanggal 28 mei 1941.

Disamping itu dalam Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 diatur beberapa bentuk kontrak dengan menggunakan sistem:

a. Berdasarkan Bentuk Imbalan

1) Kontrak Lump Sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas

penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua risiko yang mungkin muncul dalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.

2) Kontrak Harga Satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasaatau

penyelesaian buruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan yang spesifikasi teknis tertentu yang volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.

3) Kontrak Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan adalah kontrak yang

merupakan gabungan lump sum dan harga satuan dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan.


(50)

4) Kontrak Terima Jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangannya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.

5) Kontrak Presentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultasi di bidang kontruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik konstruksi/pemborongan tersebut.33

b. Berdasarkan Jangka Waktu Pelaksanaan

1) Kontrak Tahun Tunggal adalah kontrak pelaksanaannya untuk satu (1) tahun anggaran.

2) Kontrak Tahun Jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang

mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari satu (1) tahun anggaran yang dilakukan atas persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota.

c. Berdasarkan Jumlah Penggunaan Barang/Jasa

20 April 2015


(51)

1) Kontrak Pengadaan Tunggal adalah kontrak antara satu unit kerja atau satu proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu.

2) Kontrak Pengadaan Bersama adalah kontrak antara beberapa proyek

dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai dengan kegiatan bersama yang jelas dari masing-masing unit kerja dan pendanaan bersama yang dituangkan dalam kesepakatan bersama.

B. Macam-Macam dan Jenis Perjanjian Pemborongan

1. Macam-Macam Perjanjian Pemborongan

Di dalam KUH Perdata dikenal adanya 2 (dua) macam perjanjian pemborongan yaitu:

1. Perjanjian Pemborongan di mana pemborong hanya melakukan pekerjaan saja 2. Perjanjian Pemborongan di mana pemborong selain melakukan pekerjaan juga

menyediakan bahan-bahannya (materilnya).

Perbedaan kedua macam perjanjian pemborongan tersebut dalam hal risiko kalau terjadi overmach atau keadaan memaksa. Dalam perjanjian pemborongan di mana pemborong hanya melakukan pekerjaan saja, apabila pekerjaan itu musnah sebelum diserahkan. Maka pemborong hanya bertanggung jawab atas kesalahannya saja. Dalam perjanjiann pemborongan dimana pemborong selain melakukan


(52)

pekerjaan juga menyediakan bahan-bahannya, apabila pekerjaan itu musnah sebelum diserahkan, maka pemborong bertanggung jawab baik karena kesalahannya maupun yang memborongkan telah lalai menerima pekerjaan tersebut.34

1. Sepakat mereka yang mengikat diri

Seedangkan isi perjanjian pemborongan dalam KUH Perdata terdapat 2 (dua) asas hukum yang menjadi dasar bagi pembuatan suatu perjanjian, asas yang pertama adalah asas konsesualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian telah lahir sejak tercapainya kesepakatan tanpa memerlukan suatu formalitas tertentu.

Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang mengatur syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:

2. Cakap untuk berbuat perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Sedangkan yang kedua adalah asas kebebasan berkontrak yaitu seperti yang disimpulkan pada Pasal 1338 ayat (1) yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Perkataan semua berarti kepada masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu mengikat seperti undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dengan catatan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan baik.

34


(53)

Dalam membuat perjanjian pemborongan untuk suatu pekerjaan diatur mengenai pokok-pokok atau hal-hal yang diperjanjikan dalam klausula-klausula pada surat perjanjian pemborongan tersebut. Di mana isi perjanjian pemborongan inilah yang menjadi dasar adanya suatu perjanjian pada bentuk perjanjian tertulis dan isi perjanjian ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 mengatur tentang isi Perjanjian yang sebagai berikut:

a. Para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama, jabatan dan alamat

b. Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan.

c. Hak dan Kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian d. Nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat-syarat pembayaran e. Persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan rinci

f. Tempat dan jangka waktu penyelesaian / penyerahan dengan disertai jadwal waktu penyelesaian / penyerahan yang pasti serta syarat-syarat penyerahannya g. Jaminan teknis / hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan

mengenai kelaikan

h. Ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhhi kewajibannya


(54)

j. Ketentuan mengenai keadaan memaksa

k. Ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan

l. Ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja

m. Ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawab gangguan lingkungan n. Ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan

2. Jenis-Jenis Perjanjian Pemborongan

Ada tiga jenis dalam perjanjian pemborongan yaitu:

a. Perjanjian pemborongan bangunan yang diperoleh sebagai hasil pelelangan atas dasar penawaran yang diajukan (competitive bid contract).

b. Perjanjian pemborongan bangunan atas dasar penunjukan

c. Perjanjian pemborongan yang diperoleh sebagai hasil perundingan antara si pemberi tugas dengan pemborong (negotiated contract).35

C. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan

Perjanjian pemborongan merupakan perjanjian yang menimbulkan pihak-pihak dalam melakukan perjanjian pemborongan untuk melakukan ketentuan-ketentuan pelaksanaan perjanjian pemborongan yang telah disepakati oleh masing-masing pihak dari subjek perjanjian pemborongan.

tanggal 8 April 2015


(55)

Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan dibedakan antara pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian pemborongan dan pihak-pihak yang tidak langsung terkait dalam perjanjian pemborongan seperti buruh/tenaga kerja, leveransir, dan sebagainya.36

1. Yang memborongkan / prinsipil / bouwheer / aanbesteder / pembeli tugas dan sebagainya.

Pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian pemborongan itu disebut peserta dalam peerjanjian pemborongan yang terdiri dari unsur-unsur:

2. Pemborong / kontraktor / rekanan / aannemer / pelaksana dan sebagainya 3. Perencana / Arsitek

4. Direksi / Pengawas

Dari keempat unsure tersebut di atas sesuai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi sebaliknya terpisah satu sama lain sehingga hasil pekerjaan lebih dapat dipertanggung jawabkan.

Ad.1. Pihak yang memborongkan / prinsipil / bouwheer / aanbesteder / pembeli tugas

Dalam perjanjian pemborongan, yang memborongkan dapat berupa perorangan maupun badan hukum baik pemerintah maupun swasta. Bagi proyek-proyek pemerintah sebagai pihak yang memborongkan adalah departemen atau lembaga pemegang mata anggaran. Yang memborongkan yang mempunyai rencana /

36


(56)

prakarsa memborongkan proyek sesuai dengan Surat Perjanjian Pemborongan / Kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan syarat-syarat.

Bagi proyek-proyek pemerintah yang ditunjuk sebagai pimpinan proyek (Primpro) diatur sebagai berikut:

1. Bagi proyek-proyek yang dibiayai APBN, sebagai Pimpro adalah pejabat

yang ditetapkan oleh Menteri / Ketua Departemen atau Lembaga pemegang mata anggaran (PMA) untuk memimpin proyek dengan mencantumkan namanya dalam Daftar Isi Proyek (DIP).

2. Bagi proyek-proyek yang dibiayai APBD (Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah), sebagai Pimpro adalah pejabat yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau usul kepala instansi melalui Biro Pembanguan dan dicantumkan dalam Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA).

3. Bagi proyek-proyek khusus dan strategis, sebagai Pimpro adalah pejabat Eselon II, Eselon III atau Kepala Instansi sebagai penanggung jawab program atas izin atau penunjukan Kepala Daerah.

Dalam pembangunan bangunan gedung Negara, maka sebagai Pimpro ditetapkan sebagai berikut:

1. Pembangunan bangunan gedung Negara di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum sebagai Pimpro adalah dari lingkungan pekerjaan umum sendiri.


(57)

2. Pembangunan bangunan gedung Negara yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada Departemen Pekerjaan Umum, sebagai Pimpro dari Departemen Pekerjaan Umum.

3. Pembangunan bangunan gedung Negara yang pelaksanaannya diberikan

bantuan teknis oleh Departemen Pekerjaan Umum, sebagai Pimpro adalah dari lingkungan instansi Pemegang Mata Anggaran dibantu Tenaga Pengelola Teknis dari Departemen Pekerja Umum.37

Pimpro dalam melaksanakan proyek dibantu oleh Tim / Kepanitiaan:

1. Tim Bimbingan Pelaksanaan Kegiatan (TBPK) 2. Untuk pelaksanaan pengadaan Jasa Konsultasi:

a. Panitia Pengadaan Rekanan Bidang Jasa Konsultasi b. Panitia Saembara

3. Untuk pelaksanaan Pengadaan Jasa Konsultasi: Panitia Pengadaan Rekanan Bidang Pemborongan / Konsultasi.

4. Untuk Pelaksanaan Pembeli / Pengadaan Barang: a. Panitia Pembelian / Pengadaan Barang b. Panitia Pemeriksa / Penerima Barang

Ad.2 Pihak Pemborong

Pihak pemborong atau Kontraktor Bangunan adalah perusahaan-perusahaan yang bersifat perorangan yang berbadan hukum atau badan hukum yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan (Dewan Teknis Pembangunan Indonesia).

37


(58)

Pemborongan bisa perorangan maupun badan hukum, baik pemerintah maupun swasta. Bagi proyek-proyek pemerintah, pemborong harus berbadan hukum.

Pemborongan yang melaksanakan kegiatan di bidang usaha jasa konstruksi di wajibkan untuk memperoleh izin Menteri Pekerjaan Umum atau pejabat yang ditunjuk (Kepmen P U No. 139 / KPTS / 1988 tentang Pelaksanaan Ketentuan Izin Usaha Konstruksi). Izin tersebut dinamakan Surat Izin Usaha Jasa Konstuksi (SIUJK).

Untuk memperoleh Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK), pemborong wajib mengajukan permohonan dengan formulir surat premohonan izin (SPI) yang dilengkapi dengan data-data sebagai berikut:

1. Data Administrasi 2. Data personalia

3. Data ruangan dan perlengkaan kantor

4. Data keuangan, neraca keuangan tahun terakhir 5. Data pengalaman pekerjaan perusahaan

Surat izin ini memiliki masa berlaku yang terbatas yaitu surat izin ini hanya dapat digunakan selama 5 (lima) tahun dan tidak dibatasi berapa kali perpanjangan asal masih melakukan kegiatan usahanya.

Dalam Keppres Nomor 30 tahun 2003 juga mengamanatkan bahwa di samping telah memiliki SIUJK, makan bagi perusahaan pemborongan yang bergerak dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah, BUMN dan BUMD, maka perusahaan


(59)

tersebut juga diwajibkan mengikuti proses sertifikasi dan aktreditasi dahulu prakualifikasi untuk menentukan kualifikasi dan klasifikasi sub bidang perusahaan. Sertifikat tersebut diselenggarakan oleh asosiasi-asosiasi perusahaan jasa konstruksi dengan syarat bahwa asosiasi tersebut telah diakreditasi oleh lembaga Perusahaan Jasa Konstruksi.

Hubungan hukum antara yang memborongkan dengan pemborong, diatur sebagai berikut:

1. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pemerintah,

maka hubungan hukumnya disebut sebagai hubungan kedinasan

2. Apabila yang memborongkan pihak pemerintah sedangkan pomborongannya

pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, surat perintah kerja, surat perjanjian kerja/kontrak.

3. Apabila yang menborongkan maupun pemborong keduanya pihak swasta,

maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, surat Perintah Kerja, Surat Perjanjian Pemborongan/Kontrak.38

Ad.3 Pihak Perencana

Perencana menurut Keputusan Dirjen Cipta Karya Nomor: 1023 / KPTS / CK / 1992 adalah perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas

38


(60)

konsultasi dalam bidang perencanaan lingkungan, perencanaan karya beserta kelengkapannya.

Perencana / Arsitek / Konsultan Perencana / Ahli dapat perorangan atau badan hukum baik pemerintah maupun swasta. Untuk mendirikan perusahaan jasa konstrusi, perencana harus memperoleh izin dari Menteri Pekerjaan Umum / Pejabat yang ditunjuk. Izin tersebut adalah Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK).

Adapun cara memilih konsultan perencana sebagai berikut:

1. Dengan Penunjukan langsung

Konsultan perencana yang akan ditugaskan harus dikenal baik hasil perancangannya, pengalamannya maupun menyelesaikan tugas perancangannya. Khusus bangunan gedung milik pemerintah, penunjukan langsung harus mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang dari unsur teknis Departemen Pekerjaan Umum / DPU (Keputusan Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Nomor: 023 / KPTS / CK / 1992).

2. Dengan Pelelangan

Cara pelelangan di pakai untuk pekerjaan yang membutuhkan keahlian yang tepat, pengalaman kerja yang sesuai dengan pekerjaan yang akan di tawarkan, mempunyai organisasi yang canggih. Khususnya untuk bangunan pemerintah, pelelangan harus dilaksanakan minimal antara 3 (tiga) rekanan.


(61)

Dengan saembara ini untuk memperoleh hasil yang optimal terutama untuk bangunan khusus seperti monument dan sebagainya. Pemilihan perencana diambil dari 6 (enam) rekanan.

Adapun tugas Konsultan perencana antara lain sebagai berikut:

1. Membuat skema pemikiran awal / tahap konsultan. Konsultan perencana

memberikan gambaran umum kepada yang memborongkan meliputi penetapan bangunan, luas bangunan, jumlah kamar, bentuk bangunan, dan pelaksanaan perencanaan.

2. Membuat perencanaan

Perencanaan yang dibuat konsultan perencana terdiri atas:

a. Gambar-gambar skema dalam skala kecil pandangan-pandangan,

penampang-penampang penting dari bangunan. b. Tugas pengumpulan data lapangan, lingkungan

c. Penyelidikan keadaan tanah di atasnya maupun di dalamnya dengan alat Sondear.

d. Menyusun usulan kerja, uraian maksud dan tujuan perencanaan, uraian tentang persyaratan setempat

e. Penyusunan surat-surat izin yang diperlukan untuk pembangunan gedung. 3. Membuat rencana pelaksanaan

a. Perencanaan gambar-gambar berupa gambar bestek dengan dasar skala yang lebih besar. Perencanaan gambar meliputi rencana arsitektur, rencana struktur.


(62)

b. Penjelasan rencana dan perhitungan-perhitungan struktur termasuk struktur tahan gempa, struktur perlistrikan, sistem permesinan, sistem struktur tata udara, sistem plumbing / perpipaan, sistem komunikasi dan lain sebagainya yang di perlukan dalam suatu peruntukan bangunan. 4. Membuat gambar detail lengkap

Gambar detail lengkap dengan skala cukup besar menggambarkan seluruh pekerjaan yang diperlukan untuk pelelangan pekerjaan.

5. Membuat bestek

Bestek adalah uraian tentang rencana pekerjaan ada syarat-syarat disertai dengan gambar.

Rencana kerjan dan syarat-syarat tersebut meliputi: a. Syarat-syarat umum yang memborongkan b. Syarat-syarat administratif

c. Syarat-syarat teknis 6. Anggaran biaya

Anggaran biaya adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan-bahan dan upah serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Perhitungan anggaran biaya mengikuti ketentuan perhitungan rencana anggaran biaya (BOW= Burgerlijke Openbare Werken) yang ada.


(63)

Penjelasan pelelangan adalah memberikan pekerjaan pelaksanaan konstruksi fisik waktu pelelangan, penyusunan dokumen pelaksanaan dan pengawasan berkala segi arsitektur dalam pekerjaan pelaksanaan.

8. Pengawasan berkala

Pengawasan berkala diwajibkan kepada Konsultasi perencana untuk mengawasi dan menyesuaikan bestek dengan pelaksanaan di lapangan yang dikerjakan oleh pemborong serta membuat laporan pengawasan berkala kepada yang memborongkan.39

1. Apabila yang memborongkan maupun perencana keduanya pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan.

Pengawasan oleh konsultan perencana ini mulai sejak penjelasan pekerjaan pada waktu pelelangan sampai penyerahan akhir oleh pemborong (Kep.Dirjen.Cipta Karya DPU Nomor. 023/KPTS/CK/1992).

Dalam perjanjian pemborongan memiliki hubungan hukum antara yang memborongkan dengan perencana yang diatur sebagai berikut:

2. Apabila yang memborongkan pihak pemerintah sedangkan perencana pihak

swasta, maka hubungan hukumnya disebut dengan perjanjian melakukan jasa di mana dalam praktek dituangkan dalam surat perjanjian pekerjaan perencanaan.

3. Apabila yang memborongkan maupun perencana maupun keduanya adalah

pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian melakukan jasa

39


(64)

(Pasal 160 KUH Perdata) yang dalam praktek dituangkan dalam surat perjanjian pekerjaan perencanaan.

Ad.4 Pihak Direksi / Pengawas

Sebagai konsultan pengawas dapat ditunjuk juga konsultan perencana atau konsultan lain baik pemerintah maupun swasta. Tugas konsultan pengawas melliputi seluruh pengawasan atas tahap konstuksi, dalam hal ini konsultan pengawas sebagai permadu antara bestek, pelaksanaan pekerjaan dan syarat-syarat teknis yang ada.

Konsultan pengawas dengan keahliannya bertugas mengawasi seluruh kegiatan pekerjaan konstruksi mulai dari penyiapan, penggunaan dan mutu bahan, pelaksanaan pekerjaan serta pelaksana aktif atas hasil pekerjaan sebelum penyerahan.

Hubungan hukum antara direksi / pengawas dengan yang memborongkan diatur sebagai berikut:

1. Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan.

2. Apabila direksi pihak swasta sedangkan yang memborongkan pihak

pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberi kuasa, di mana yang memberi kuasa pihak yang memborongkan (pemerintah) sedangkan yang diberi kuasa adalah pihak direksi kuasa adalah pihak direksi (swasta).

3. Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak swasta maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa.


(65)

Perjanjian pemberi kuasa diatur dalam Bab XVI Buku III KUH Perdata. Perjanjian pemberiaan kuasa antara yanag memborongkan dengan direksi / pengawas di dalam praktek disebut dengan surat perjanjian pekerjaan pengawasan. Kedudukan direksi terhadap yang memborongkan adalah sebagai kuasa / wakil dari yang memborongkan.40

40


(66)

BAB IV

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PEMBORONGAN ANTARA HUTAGODANG ESTATE DENGAN PT SARI SAWIT KENCANA

LABUHANBATU

A. Proses terjadinya Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman

Kelapa Sawit antara Hutagodang Estate dengan PT Sari Sawit Kencana LabuhanBatu

Dalam melakukan Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa sawit yang akan dilakukan oleh PT Sari Sawit Kencana LabuhanBatu dengan Hutagodang Estate perjanjian menggunakan proses perjanjian yang dilakukan dengan kesepakatan yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Sebelum melakukan perjanjian antara para pihak dalam hal ini Manejer PT Sari Sawit Kencana LabuhanBatu sebagai pihak pemborong melakukan pemerikasaan sebagai pendahuluan sebelum terjadinya perjanjian pemborongan yang akan dilakukan.

Sehubungan dengan pemborong yang akan dilakukan oleh PT Sari Sawit Kencana, dimana pemborong menentukan mana yang akan di pilih untuk mengerjakan proyek-proyek yang akan di perjanjikan. Dalam hal ini PT Sari Sawit Kencana adalah merupakan sebuah Badan Usaha Swasta yang bersifat Perusahan Perseroan.

Terjadinya Perjanjian Pemborongan yang akan dilakukan oleh PT Sari Sawit Kencana dengan Hutagodang Estate melakukan pelelangan. Pelelangan umum


(67)

adalah pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa, media cetak dan pada papan pengumuman resmi untuk penerapan masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Sedangkan pelelangan terbatas adalah pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) rekanan yang tertentu dalam daftar rekanan terseleksi (DRT) yang dipilih di antara rekanan yang tercantum dalam daftar rekanan mampu (DRM) sesuai dengan bidang usaha atau ruang lingkupnya atau kualifikasi kemampuannya.41

1. Pelelangan Umum dengan Prakualifikasi

Adapun cara atau proses pemborongan proyek, menurut Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Pelelangan umum dengan prakualifikasi ini terbagi atas

a. Ketentuan alokasi dalam penyusunan jadwal adalah sebagai berikut:

1) Penayangan pengumuman prakulaifikasi sekurang-kurangnya

dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari kerja dalam hal ini pengumuman dilakukan di papan pengumuman resmi untuk penerapan umum, dan internet. Penayangan pengumuman prakualifikasi yang dilaksanakan melalui media cetak, radio atau televise minimal dilakukan 1 (satu) kali, diawal masa penngumuman;

41


(1)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian dan pembahasan tentang materi yang terkandung sebagai berikut:

1. Terjadinya Perjanjian Pemborongan yang dilakukan PT. Sari Sawit Kencana dengan Hutagodang Estate melakukan perjanjian pelelangan. Pelelangan yang dilakukukan PT. Sari Sawit Kencana dengan Hutagodang Estate dengan cara pelelangan terbatasyang dilakukan secara tertentu yang diikuti oleh sekurang-kurangnya 5 rekanan yang tertentu dalam daftar rekanan terseleksi yang dipilih di antara rekanan yang tercantum dalam daftar rekanan mampu sesuai dengan bidang usaha atau ruang lingkupnya atau kualifikasi kemampuannya. 2. Penerapan pelaksanaan perjanjian pemborongan dilakukan dengan pelaksanan

pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang dibedakan menjadi dua yaitu tanaman belum menghasilkan dengan tanaman menghasilkan. Tanaman belum menghasilkan merupakan tanaman kelapa sawit yang berumur lebih enam bulan sampai umur tiga tahun, masa pemeliharaan tanaman belum menghasilkan memerlukan cukup banyak tenaga dan biaya dan tanaman belum menghasilkan sangat menentukan keberhasilan pada saat masa tanaman menghasilkan. Sedangkan tanaman menghasilkan adalah Tanaman kelapa


(2)

sawit yang biasanya menghasilkan buah pada umur sekitar empat tahun. Masa berbuah ini perlu di jaga agar tanaman memiliki masa menghasilkan yang lama. Umumnya, produktivitas tanaman kelapa sawit akan menurun pada umur 25 tahun. Berikut berbagai teknis pemeliharaan tanaman kelapa sawit pada saat tanaman menghasilkan agar tetap berproduksi optimal

3. Berakhirnya suatu perjanjian pemborongan terjadi setelah pekerjaan antara para pihak pemborong dengan pihak yang memborongkan telah diserah terimakan dan telah dituangkan dalam berita acara serah terima pekerjaan. Berakhirnya perjanjian juga dapat terjadi apabila adanya pembatalan perjanjian, kematian pemborong dan kepailitan.

B. SARAN

1. Dengan terjadinya perjanjian pemborongan diharapkan dalam prosesnya memiliki kepastian dan memilik aspek hukum yang sah keseriusan dalam melakukan perjanjian pemborongan agar dari pihak yang melakukan pemborongan dan pihak yang memborongkan agar dapat bersatu agar dalam proses terjadinya perjanjian pemborongan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan isi perjanjian pemborongan .

2. Dalam penerapan pelaksanaan dalam pemeliharan kelapa sawit harus dengan teliti dalam proses perawatan tanaman kelapa sawit dimulai dari tahap awal melakukan perawatan tanaman belum menghasilkan sampai tanaman menghasilkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal harus benar benar dalam pemeliharaan kelapa sawit karena memiliki efek yang berhubungan


(3)

mulai dari tanaman belum menghasilkan sampai tanaman menghasilkan semua tergantung dari proses pemeliharaan kelapa sawit.

3. Berakhirnya perjanjian pemborongan umumnya terjadi setelah pekerjaan antara kedua belah pihak telah selesai dan telah diserah terimakan antara pihak pihak terkait yang pada umumnya terjadi , terkadang terjadi hal hal yang menyebabkan berakhirnya perjanjian maka dari itu diharapkan agar terjadi hubungan yang baik antara pihak pemborong dan pihak yang memborongkan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Achmad, Yulianto dan Mukhti Fajar, 2010, Dualisme Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Djumialdji, F.X, 1996, Hukum Bangunan dasar-dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia. Rineka Cipta, Jakarta.

, F.X, 1995, Perjanjian Pemborongan, PT. Rineka Cipta, Jakarta , F.X, 2005, Perjanjian Kerja. Sinar Grafika, Jakarta.

Fuady, Munir, 2007, Hukum Kontrak ( dari Sudut Pandang Hukum Bisnis ). PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

H.S, Salim, 2010, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

Lubis, Rustam Effendi, Agus Widanarko, 2011, Buku Pintar Kelapa Sawit. PT. Agro Media, Jakarta.

Muhammad, Abdul Kadir, 2011, Hukum Perdata Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Prodjodikoro, R Wirjono, 2000, Azas – Azas Hukum Perjanjian. Mandar Maju, Bandung.

Rahardjo, Handri, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Siregar, Tampil Anshari, 2005, Metode Penelitian Hukum, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Subekti, R, 2009, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta. , 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.

B.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


(5)

C.

SITUS INTERNET

diakses pada tanggal 10 Februari 2015

diakses pada tanggal 17 Februari 2015

diakses pada tanggal 8 April 2015


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Harga Pokok Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman Kelapa Sawit di PT. PD Paya Pinang Kabupaten Serdang Bedagai

20 164 73

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

7 70 57

Analisis Dampak Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit Pada PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

7 70 130

Evaluasi Kesesuaian Lahan Metode Faktor Pembatas Untuk Tanaman Kelapa Sawit Di Siondop Kecamatan Siais Kabupaten Tapanuli Selatan

0 42 61

Analisis Determinan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Di Kabupaten Labuhanbatu

5 72 119

Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit Antara UD. Rap Maruli Dengan PT. Perkebunan Nusantara IV. Unit Kebun Gunung Bayu (Persero) (Studi: UD. Rap Maruli Dan PT. Perkebunan Nusantara IV. Unit Kebun Bayu Persero)

1 62 92

Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit dengan Aspek Khusus Pemeliharaan Tanaman di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit, Kebun Sosa Indah, Tapanuli Selatan

1 11 68

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari

0 26 102

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas – Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit antara Hutagodang Estate d

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN - Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit antara Hutagodang Estate degan PT. Sari Sawit Kencana Labuhan Batu

0 0 13