Model Simulasi Tanaman Jagung (Zea Mays I.)

Jagung merupakan tanaman serealia selain
padi yang perlu mendapat perhatian yang
lebih besar dan serius. Ditinjau dari luas
panen, jagung merupakan tanaman pangan
penting kedua di Indonesia selain padi. Dari
tahun ke tahun, peran jagung semakin
meningkat sejalan dengan pertambahan
penduduk, peningkatan industri pakan, serta
perkembangan
industri
pangan
yang
mengolah jagung menjadi berbagai bentuk
makanan yang menarik konsumen.
Permintaan jagung di dalam negeri terus
meningkat. Pada periode 1991 – 2000
permintaan jagung di Indonesia meningkat
sebesar 6,4 % per tahun sedangkan
peningkatan produksi pada periode yang sama
hanya 5,6 % per tahun. (Pamedon et al. 2006).
Berdasarkan proyeksi yang dilakukan

Swastika et al. (2002) yang dikutip oleh
Susanto dan Wirappa (2005) diketahui bahwa
persedian jagung domestik pada tahun 2010
mengalami defisit sekitar 6 juta ton. Untuk
mengatasi defisit tersebut diperlukan upaya,
upaya peningkatan produksi jagung nasional.
Sampai saat ini sebagian besar penelitian
mempelajari pengaruh iklim,cuaca terhadap
tanaman secara kualitatif. Kegunaan dari
hubungan cuaca,tanaman akan lebih berarti
dalam perencanaan dan operasional pertanian
apabila pengaruh cuaca dapat dikuantifikasi
(Baharsjah 1991). Model simulasi tanaman
merupakan model mekanistik, yang mengarah
pada penjelasan proses adalah salah satu
alternatif yang menjembatani keterbatasan
pengetahuan, namun berusaha menjabarkan
proses yang terjadi berdasarkan asumsi,
asumsi tertentu.
Proses pertumbuhan tanaman serta

hubungan antara cuaca dengan tanaman
sebenarnya merupakan sesuatu yang teratur
sedangkan proses produksi tanaman relatif
tetap dari musim ke musim. Dengan asumsi
faktor teknologi budidaya tanaman tetap,
maka variasi hasil dari musim ke musim
disebabkan oleh fluktuasi unsur,unsur cuaca
musiman
maupun
harian.
Dengan
menggunakan model simulasi tanaman yang
telah teruji keabsahannya, pengaruh ini dapat
disimulasi pada komputer dengan waktu yang
singkat. Oleh sebab itu, salah satu keunggulan
penggunaan model simulasi tanaman yaitu
dalam hal penghematan waktu dan biaya,
dibandingkan penelitian agronomis di
lapangan (Handoko 1994).


Model simulasi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jagung disusun
untuk menjelaskan mekanisme proses
pertumbuhan yang terjadi selama masa
hidup tanaman. Selain hasil akhir (yield),
model ini akan mensimulasikan komponen,
komponen proses yang terjadi selama masa
pertumbuhan tanaman, seperti neraca air
(kadar air tanah, drainase, evapotranspirasi),
pertumbuhan tanaman (berat akar, batang,
daun, tongkol) serta periode perkembangan
(seperti periode waktu pembungaan).
Umumnya hasil,hasil penelitian yang telah
dilakukan tidak mencakup data,data tersebut
secara keseluruhan.

Membangun suatu model simulasi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
jagung (zea mays L.) yang dapat menjelaskan
mekanisme proses yang terjadi selama periode

pertumbuhan serta mampu mensimulasikan
komponen,komponen proses yang terjadi
selama masa pertumbuhan tanaman, seperti
komponen neraca air (kadar air tanah, dan
evapotranspirasi), pertumbuhan tanaman
(berat batang, daun, akar tongkol) serta
periode perkembangan (seperti waktu
pembungaan).

Model hanya dipengaruhi oleh unsur,unsur
cuaca khususnya curah hujan, radiasi surya,
suhu dan kelembaban udara, serta kecepatan
angin. Sifat fisik tanah yang berpengaruh
hanya titik layu permanen dan kapasitas
lapang serta parameter penguapan tanah.

! "

#


!

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
merupakan proses yang saling berhubungan
dan berlangsung secara terus menerus
sepanjang daur hidup tanaman, bergantung
pada
ketersediaan
hasil
asimilasi.
Pertumbuhan dapat didefenisikan sebagai
penambahan massa atau dimensi satu organ
tumbuhan atau keseluruhan organ tumbuhan
dalam interval waktu suatu fase tertentu atau
dalam keseluruhan siklus hidup tanaman. Di
lain pihak, perkembangan diartikan sebagai
kemunculan suatu fase atau beberapa fase
secara berurutan dalam keseluruhan hidup
tanaman.
Hasil asimilasi yang dibutuhkan tanaman

untuk hidup diperoleh dari hasil netto

1

karbohidrat yang merupakan selisih dari laju
perolehan massa bruto dan kehilangan massa.
Dalam periode waktu tertentu, laju perubahan
bobot tanaman netto tanaman dapat ditulis
(Charles,Edward, et al. 1986) :
7W/7t = laju perolehan massa bruto – laju
kehilangan massa
Laju perolehan massa pada tanaman ini
tergantung pada jumlah energi cahaya yang
mampu diintersepsi oleh tajuk tanaman (Qint)
dan efisiensi penggunaannya dalam proses
fotosintesis (ε). Sedangkan laju kehilangan
massa utama pada tanaman berasal dari
respirasi. Sebagian energi hasil fotosintesis
bruto hilang melalui dua cara, yaitu (1)
digunakan untuk pemeliharaan kompleks

kehidupan dalam organ tanaman agar proses,
proses biokimia dan fisologi dapat berjalan
sempurna dan (2) sintesis dan pembentukan
jaringan baru dalam organ tanaman. Kedua
bentuk respirasi ini disebut respirasi
pertumbuhan (Rg) dan respirasi pemeliharaan
(Rm) (Kropff & Laar 1993).
$% %
Fotosintes dapat didefenisikan sebagai
proses pemanenan energi radiasi surya oleh
jaringan tanaman. Tanaman menggunakan
khlorofil untuk menangkap, menyerap dan
mengubah energi radiasi surya menjadi energi
kimia. Dalam proses ini CO2 dari atmosfer
dan H2O dari perakaran diubah menjadi
glukosa, suatu karbohidrat sederhana C6H12O6
dan O2 dilepas ke atmosfer.
6H 2 O + 6CO 2 + e.Par → C 6 H 12 O 6 + 6 H 2 0
Pancaran radiasi surya yang sampai kebumi
terkonsentrasi pada panjang gelombang 300

– 3000 nm atau sering disebut radiasi
gelombang pendek. Tidak seluruh rentang
panjang gelombang tersebut cocok dalam
proses fotosintesis. Daun sebagai medium
fotosintesis
memerlukan radiasi dengan
kisaran panjang gelombang 390 – 760 nm
sebagi pembangkit proses fotosintesis
(Gardner et al. 1991) atau biasa disebut
dengan istilah Photosynthetically Active
Radiation (PAR).
Penerimaan radiasi surya oleh daun tidak
terdistribusi merata, semakin jauh dari
puncak tajuk masuk ke bagian bawah,
penerimaan radiasi semakin berkurang.
Dengan asumsi secara horizontal tajuk
tanaman memiliki tajuk seragam pada setiap
lapisan horizontal tajuk dan hanya berubah
ketinggian didalam tajuk, maka radiasi surya
yang diterima akan berkurang secara


eksponensial mengikuti
(Chang, 1974) :
Qint = Qo(1 − e − k.ILD )

Hukum

Beer

dengan :
Qint = radiasi surya yang diintersepsi tajuk
Qo = radiasi surya di puncak tajuk
k = koefesien pemadaman
ILD = indeks luas daun
Karbondioksida (CO2) merupakan salah
satu bahan baku dalam proses fotosintesis.
Keseimbangan antara pengambilan CO2
(fotosintesis) dan pengeluran CO2 (respirasi)
dipercaya oleh para ahli merupakan hasil berat
kering tumbuhan (Gardner et al. 1991).

Secara umum ada dua lintasan fiksasi CO2
fotosintetik, yaitu lintasan C3 dan C4. Pada
kondisi jenuh cahaya laju fotosintesis pada
tanaman C4 lebih tinggi dari tanaman C3.
Perbedaan ini mengakibatkan efisiensi
fotosintesis tanaman C4 yang lebih tinggi dari
tanaman C3 (Charles,Edward, et al. 1986).
Suhu merupakan salah satu unsur cuaca
selain radiasi surya yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman khususnya pada proses
biokimia (Fitter & Hay 1991). Fotosintesis
harus dipisahkan menjadi bagian,bagian
penyusunnya untuk menetapkan pengaruhnya
terhadap suhu. Umumnya peningkatan suhu
akan meningkatkan aktivitas enzim dalam
proses fiksasi CO2, laju kenaikan fotosintesis
makin tinggi sejalan peningkatan suhu hingga
mencapai temperatur yang menyebabkan
enzim mengalami denaturasi (Gardner et.al.
1991). Penelitan pada sel chloerella yang

dilakukan Hall dan Rao (1977) menunjukkan
bahwa pada intensitas cahaya rendah laju
fotosintesis tidak dipengaruhi oleh suhu, tetapi
seiring dengan peningkatan intensitas cahaya
laju fotosintesis bertambah sampai akhirnya
tetap ketika intensitas cahaya mencapai titik
jenuhnya.
& '%
'
Evapotranspirasi (ET) adalah kombinasi
dua proses kehilangan air melalui jalur yang
berbeda, yaitu melalui permukaan tanah
(evaporasi) dan tanaman (transpirasi).
Meskipun evaporasi dan transpirasi terjadi
melalui jalur yang berbeda, namun keduanya
sangat sulit dibedakan dan terjadi secara
simultan (Allen et al. 1998)
Kehilangan air ke atmosfer ditentukan
oleh faktor cuaca (atmospheric demand),
tanaman dan tanah, serta kondisi dan
pengelolaan lingkungan (Allen et al. 1998).
$ % * + Penguapan memerlukan
energi, yang terutama berasal dari energi

2

radiasi surya dan pada taraf tertentu energi
dapat berasal dari suhu udara lingkungan.
Energi atau bahang (heat) untuk penguapan
dinamakan bahang laten untuk penguapan
(latent heat of vaporization, λ). Nilai λ
tergantung pada suhu air. Pada suhu 20oC, λ =
2,45 MJ kg,1. Artinya pada suhu air 20oC,
dibutuhkan energi sebanyak 2,45 MJ untuk
menguapkan 1 kg air. Defisit tekanan uap air
merupakan gaya pendorong (driving force)
untuk pemindahan uap air dari permukaan
penguap ke atmosfer (Allen et al. 1998), yang
prosesnya lebih dominan terjadi secara
vertikal. Udara disekitar bidang penguap akan
mengandung lebih banyak uap air (lembab).
Oleh angin, massa udara lembab tersebut akan
dipindahkan (yang prosesnya lebih dominan
terjadi secara horizontal) ketempat lain. Angin
juga membawa udara yang lebih kering dari
tempat lain untuk menggantikan udara lembab
yang sudah dipindahkan. Sehingga, unsur
cuaca
utama
yang
mempengaruhi
evapotranspirasi adalah radiasi matahari,
kelembaban udara, dan kecepatan angin
(Allen et al. 1998).
$ %
#
" Pemilahan
ET menjadi E (evaporasi) dan T (transpirasi)
sebagian besar ditentukan oleh kondisi
vegetasi dan tanah (sifat fisik dan kebasahan).
Dengan keberadaan vegetasi, radiasi netto
(Qn) dapat dibagi menjadi : Qn yang diserap
tanaman berperan dalam proses transpirasi,
sedang Qn yang sampai ke permukaan tanah
akan menentukan proses evaporasi. Apabila
bidang penguap adalah lahan bertanaman,
maka tingkat naungan oleh kanopi tanaman
dan ketersediaan air tanah adalah beberapa
faktor yang akan berpengaruh terhadap proses
evaporasi. Kadar air tanah di zona perakaran
tanaman dan karakteristik tanaman serta tipe
budidaya merupakan beberapa faktor yang
mempengaruhi proses transpirasi.
% #
#
'
%
.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
yang terganggu akan mengurangi laju
evapotranspirasi. Kondisi lingkungan yang
dapat
mengganggu
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman misalnya kesuburan
tanah yang rendah dan serangan organisme
pengganggu tanaman. Pengelolaan budidaya
tanaman seperti pengaturan populasi tanaman
dan pemberian mulsa dapat memodifikasi
lingkungan
tumbuh
tanaman
yang
mempengaruhi kesetimbangan energi dan
pembagian Qn untuk transpirasi dan
evaporasi. Setiap keadaan permukaan yang
berbeda dari keadaan permukaan standar
memerlukan
faktor
koreksi
untuk

menyesuaikan nilai evapotranspirasi yang
digunakan untuk perencanaan pengairan
(ETc) (Allen et al. 1998).
,

'
Jagung atau zea mays L. merupakan
tanaman semusim yang berasal dari famili
poaceae. Satu siklus hidupnya diselesaikan
dalam 80,150 hari, namun terkadang dapat
lebih cepat atau lebih pendek tergantung lama
penyinaran dan suhu (Pursegloves 1975).
Umur jagung yang ditanam Bunting (1977)
dalam Fisher dan Palmer (1983) dapat
mencapai 184 hari. Paruh pertama dari siklus
merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan
paruh kedua untuk tahap pertumbuhan
generatif. Berdasarkan tingkat taksonominya
maka jagung dapat duraikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkelas
: Commelinidae
Subkingdom : Tracheobionta
Ordo
: Cyperales
Superdivisio : Spermatophyta
Famili
: Poaceae
Divisio
: Magnoliophyta
Genus
: Zea L.
Kelas
: Liliopsida
Spesies
: Zea mays L.
Akar jagung tergolong akar serabut yang
dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun
sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada
tanaman yang sudah cukup dewasa muncul
akar adventif dari buku,buku batang bagian
bawah yang membantu menyangga tanaman
tegak. Batangnya padat dan tingginya
bervariasi dari 1 , 6 meter, tetapi umumnya 2
– 3 meter. Diameter batangnya 3 , 4 meter
yang memiliki ruas (Pursegloves 1975).
Batang jagung tegak dan mudah terlihat,
sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak
seperti padi atau gandum. Terdapat mutan
yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga
tanaman berbentuk roset. Batang beruas,ruas.
Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul
dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun
tidak banyak mengandung lignin.
Dilihat dari strukutur bunganya, jagung
memiliki bunga jantan dan bunga betina yang
terpisah dalam satu tanaman (monoecious).
Bunga jantan tumbuh di bagian puncak yang
berupa karangan bunga (inflorescene) dan
bunga betina tersusun dalam tongkol (ears).
Bagian tongkol ini merupakan hasil ekonomi
(economic yield /grain) dari tanaman jagung
(Fisher & Palmer 1983). Daunnya tumbuh
pada selang,seling di pinggiran batang, sekitar
8 – 21 helai (Pursegloves 1975). Permukaan
daun ada yang licin dan ada yang berambut.

3

Stomata pada daun jagung berbentuk halter,
yang khas dimiliki familia poaceae. Setiap
stomata
dikelilingi
sel,sel
epidermis
berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting
dalam respon tanaman menanggapi defisit air
pada sel,sel daun.
-

!

#

! "

Jagung merupakan tanaman yang dapat
beradaptasi baik dengan lingkungannya.
Tanaman ini dapat dijumpai mulai dari lintang
550N sampai 400S dan mulai atas permukaan
laut sampai ketinggian 4000 meter
(Goldsworthy 1974 dalam Fisher & Palmer
1983). Suhu minimum untuk pertumbuhan
jagung sekitar 8 , 100 C sedangkan suhu
maksimum yang dapat ditoleransi mencapai
400C. Untuk pertumbuhan optimal, jagung
membutuhkan suhu rata,rata 24 0C selama
periode pertumbuhan (Leng & Aldrich 1972,
Martin et al. 1976, Muhadjir et al. 1977 dalam
Muhadjir 1988).
Kebutuhan air terbanyak dibutuhkan pada
fase pembungaan dan pengisian biji. Dalam
hal ini distribusi curah hujan lebih penting
daripada total curah hujan. Menurut penelitian
diketahui bahwa penurunan hasil akibat
kekeringan mencapai 15 % (Muhadjir 1988).
Untuk mengatasi kekeringan disarankan untuk
menanam jagung pada awal musim hujan atau
menjelang
musim
kemarau
(www.warintek.ristek.go.id). Curah hujan 85
– 100 mm per bulan sudah mencukupi
kebutuhan air tanaman jagung (Muhadjir
1984, Oldeman 1977 dalam Muhadjir 1988)
bila terlalu tinggi intensitas hujan maka hasil
yang diperoleh tidak optimum. Hal ini
disebabkan oleh leaching yang dapat
memiskinkan tanah melalui degradasi
struktur, erosi, dan pencucian nitrogen dan
unsur hara lainnya (Moentono 1993).
Jagung merupakan jenis tanaman yang
memiliki lintasan fotosintesis C4 (Hatch &
Slack 1970 dalam Fisher & Palmer 1983),
lintasan ini berbeda dengan dua tanaman
serealia utama, yaitu gandum dan padi yang
memiliki lintasan C3 (Fisher & Palmer 1983).
Telah diketahui bahwa lintasan fotosintesis C4
mempuyai laju fotosintesis dan titik jenuh
cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman C3, serta titik kompensasi CO2 yang
lebih rendah dari tanaman C3. (Hesketh &
Musgrave 1962, Hesketh 1963, Hesketh &
Moss 1963 dalam Fisher & Palmer 1983). Hal
ini sangat menguntungkan bagi kegiatan
budidaya yang dilakukan di daerah tropis
yang mempunyai suhu yang optimum bagi

proses fotosintesis (Evans 1975 dalam Fisher
& Palmer 1983), hal ini juga didukung dari
data produksi jagung yang tinggi
Hesketh dan Moss (1962) dalam
Moentono (1993) mengemukakan bahwa daun
jagung dapat mengalami jenuh atau kenyang
cahaya pada konsentrasi CO2 yang rendah
kira,kira 40 ppm. Tingkat fotosintesis pada
konsentrasi CO2 500 ppm dapat mencapai 1,4
kali lipat fotosintesisnya pada konsentrasi CO2
320 ppm bila intensitas cahaya 1,0 ly/menit.
Jika faktor,faktor lain tidak merupakan faktor
pembatas, maka intensitas cahaya merupakan
faktor utama yang menentukan kecepatan
tumbuh tanaman jagung (Moss et al. 1961,
Early et al. 1967, Wiliams et al. 1968, Duncan
et al. 1973 dalam Moetono 1993)
ILD merupakan nisbah luas daun per
satuan luas tanah. ILD merupakan salah satu
indikator yang dapat digunakan dalam
menganalisis pertumbuhan tanaman. Dari
hasil penelitian, ILD 3,0 dapat menyerap 95 %
radiasi surya, namun bila lebih besar dari 5,0
maka penyerapan radiasi akan menurun
karena daun saling menutupi (Wereing &
Cooper 1971 dalam Muhadjir 1988).
.

# /%#
Sistem adalah gambaran suatu proses atau
beberapa proses yang teratur. Keteraturan ini
mampu menjelaskan interaksi dari komponen,
komponen yang ada didalamnya. Sedangkan
model
dapat
didefenisikan
sebagai
penyederhanaan suatu sistem, sehingga tidak
harus menjelaskan semua proses yang terjadi
dalam suatu sistem secara lengkap. Makin
banyak proses yang mampu dijelaskan maka
makin rumit model tersebut. Oleh karena itu
dalam penyusunan model, tujuan penyusunan
model merupakan faktor utama yang harus
diperhatikan (Handoko 1994).

/

0

1
#
'
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan
Meteorologi, FMIPA IPB, Bogor untuk
menyusun tiga buah submodel, yaitu
perkembangan
tanaman,
pertumbuhan
tanaman, dan neraca air.
" #
Personal computer (PC) yang dilengkapi
software Visual Basic 6.0. Sebagai data
masukan dalam analisis digunakan data iklim
harian dari stasiun stasiun Meteorologi

4

Darmaga, Bogor (0605536’ LS 10607498’
BT). Unsur cuaca yang digunakan sebagai
masukan meliputi radiasi surya, curah hujan,
suhu, kelembaban nisbi, dan kecepatan angin.
Data pertumbuhan dan perkembangan
tanaman jagung diperoleh dari Suwarto
(2005).
/ %#
Kegiatan pemodelan ini menggunakan
data hasil penelitian sebelumnya (Suwarto
2005). Pemodelan tanaman jagung mencakup
model pertumbuhan dan perkembangan, serta
neraca air tanaman.
! %#
!
Fase perkembangan tanaman diduga
berdasarkan konsep heat unit, dengan asumsi
bahwa tanaman tidak dipengaruhi panjang
hari (tanaman netral) Laju perkembangan
tanaman terjadi bila suhu rata,rata harian
melebihi suhu dasar, yang dalam hal ini suhu
dasar tanaman jagung ditetapkan 80C (Kropff
& Van Laar 1993). Kejadian fenologi dihitung
mulai tanam sampai matang dan diberi skala 0
– 1, yang dibagi menjadi lima kejadian yaitu
tanam, emergence, tanaman muda, tasseling,
dan matang (Suwarto 2005). Rentang skala
dan jumlah heat unit tanaman jagung dapat
dilihat pada Tabel 1 (Suwarto 2005) :
Tabel 1. Skala fase perkembangan tanaman
jagung
Fase perkembangan Heat
Skala
Unit
Tanam – emergence
emergence – T. muda
T.muda – tasseling
Tasseling – matang
%
,
Tanam – emergence
emergence – T. muda
T.muda – tasseling
Tasseling – matang

72
383
475
748

s ≤ 0.04
0.04 < s ≤ 0.27
0.27 < s ≤ 0.55
0.55 < s ≤ 1

72
384
577
871

s ≤ 0.04
0.04 < s ≤ 0.24
0.24 < s ≤ 0.54
0.54 < s ≤ 1

! %#
! "
Submodel pertumbuhan mensimulasikan
aliran biomassa hasil fotosintesis ke organ,
organ tanaman (akar, batang, daun, dan
tongkol) serta kehilangannya berupa respirasi
dengan
mempertimbangkan
faktor
ketersediaan air yang disimulasikan dalam
submodel neraca air. Pembagian biomassa
hasil fotosintesis ke berbagai organ tanaman
(daun, batang, akar dan tongkol) merupakan
fungsi perkembangan tanaman yang dihitung
dalam submodel perkembangan. Submodel ini

juga mensimulasi perkembangan luas daun
yang diduga melalui indeks luas daun (ILD).

%#
%
( )
Produksi biomassa potensial dihitung
secara harian berdasarkan jumlah radiasi yang
diintersepsi (Qint) tanaman jagung serta
efisiensi penggunaan radiasi oleh tajuk (ε).
Radiasi yang diintersepsi oleh tajuk tanaman
(Qint) diduga menggunakan hukum Beer yang
merupakan fungsi dari radiasi surya yang
datang (Qo) dan indeks luas daun (ILD).
Perhitungan produksi biomassa selengkapnya
dapat dilihat dibawah ini (Charles,Edwards et
al. 1986)
Pb = εQint = εQo(1 − e − k.ILD )
Keterangan :
Pb = Produksi biomassa potensial
ε = efesiensi penggunaan radiasi
Produksi biomassa potensial (Pb) tersebut
tidak memperhitungkan air sebagai faktor
pembatas. Produksi biomassa aktual dihitung
dengan mempertimbangkan ketersediaan air
yang telah disimulasikan pada sub model
neraca air sebagai water deficit factor (wdf)
yang merupakan perbandingan antara antara
transpirasi actual (Ta) dan transpirasi
maksimum (Tm).
Produksi
biomassa
aktual
(Pa)
dialokasikan ke daun, batang, akar, dan
tongkol yang perbandingannya tergantung
pada fase perkembangan tanaman (s).
Sebagian dari biomassa yang terkumpul pada
masing,masing organ tanaman tersebut akan
hilang dalam proses respirasi pertumbuhan
(Rg) dan pemeliharaan (Rm). Respirasi
pemeliharaan dihitung dari fungsi berat dan
suhu udara (McCree 1970 dalam Handoko
1994), sehingga perubahan berat dari masing,
masing organ (daun, batang, akar dan biji)
adalah sebagai berikut :
dWx = ηxPa , Rg , Rm = ηx (l,kg) Pa , km Wx Q10
dWx = penambahan berat organ x (kg ha,1 d,l)
Pa
= Biomassa aktual
ηx
= proporsi biomassa yang dialokasikan
ke organ x
kg
= koefisien respirasi pertumbuhan
km = koefisien respirasi pemeliharaan
Wx = berat organ x (kg ha,1)
T
= suhu udara (°C)
Q10 = 2 (T,20)/10

Proporsi biomassa yang dialokasikan pada
masing,masing
organ
(ηx)
dihitung
berdasarkan fungsi fase perkembangan (s)
tanaman. Proporsi biomassa ini merupakan

5

Nisbah antara bobot bahan kering organ (BKorgan) dengan bobot kering total (BKtot) diturunkan dari
data observasi penelitian sebelumnya.
wdf
(k)
[Qs]
(ε)

ILD

GDMa

(sla)

Wdaun
(sp)
Wbatang

Wtongkol

Wakar

[Suhu]
Gambar 1. Diagram forester submodel pertumbuhan tanaman jagung
#
(
)
Perubahan ILD dihitung dari perkalian
antara parameter luas daun spesifik (sla)
dengan laju pertumbuhan daun harian (dWD)
sebagai berikut (Handoko 1994) :
dILD = sla*dWD
dengan :
dILD = perubahan indeks luas daun
sla
= luas daun spesifik (ha kg,1)
dWD = perubahan berat daun (kg ha,1hari,1)
! %#
+
Sub model neraca air ini mengasumsikan
curah hujan merupakan satu,satunya sumber
air. Sebagian air yang jatuh akan tertahan oleh
tajuk tanaman sebelum masuk ke dalam tanah.
Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah akan
masuk ke dalam pori,pori tanah sampai
lapisan tanah menjadi jenuh. Jika kadar air
tanah sudah jenuh, maka air akan menuju
lapisan di bawahnya melalui perkolasi. Dalam
hal ini tanaman hanya dapat memanfaatkan air
sampai lapisan tertentu. Air yang yang keluar
dari lapisan terbawah akan hilang melalui
drainase.
'
Intersepsi air hujan oleh tanaman (Ic)
dihitung menurut Zinke (1967) dalam
Handoko (1994) yang merupakan fungsi curah
hujan harian (R) dan indeks luas daun (L).

Ic = min (0.4233 ILD, R) 0 < ILD < 3
= min (1.27 ILD, R)
ILD > 3
2

#
%
Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah (Is)
merupakan selisih curah hujan (R) dengan
Intersepsi (Ic):
Is = R , Ic
Jika kadar air tanah {θ(m)} pada suatu lapisan
telah jenuh atau melebihi kapasitas lapang
{θfc(m)}, maka air akan bergerak ke lapisan
yang paling bawah melalui perkolasi {Pc(m)},
yang dihitung melalui metode jungkitan
(Handoko 1994) sebagai :
Pc(m) = [θ(m), θfc(m)] θ(m) > θfc(m)
Pc(m) = 0
θ(m) ≤ θfc(m)
& '%
'
Evapotranspirasi potensial (ETp) dihitung
berdasarkan formula Penman (Penman 1948
dalam Handoko 1994). Nilai ETp ini
merupakan batas atas dari evapotranspirasi
maksimum (ETm). Nilai evaporasi maksimum
(Em) dan transpirasi maksimum (Tm)
merupakan fungsi dari evapotranspirasi
maksimum di atas.
ETm = ETp
ETp = {7 Qn + γ f(u) (es,ea)}/{λ( 7+ γ)}
Em = ETm (e,k ILD)

6

Tm

= (l – e ,k )ETm

7

: gradien tekanan nap air jenuh
terhadap suhu udara (Pa K,1)
Q
: radiasi neto (MJ m,2)
γ
: konstanta psikrometer (66.1 Pa K,1)
f(u)
: fungsi kecepatan angin (MJ m,2 Pa,l)
(es,ea): defisit tekanan uap air (Pa)
λ
: panas spesifik untuk penguapan
(2.454 MJ kg~l)
k
: koefisien pemadaman
ILD : indeks luas daun
& '%
Bila tidak terjadi genangan maka evaporasi
tanah aktual dihitung dengan metode Ritchie
(Ritchie 1972 dalam Handoko 1994), yang
terdiri dari dua fase penguapan. Fase pertama,
kandungan air tanah bukan merupakan faktor
pembatas dan evaporasi actual sama dengan
evaporasi maksimum (Em). Pada fase kedua,,
laju evaporasi menurun menurut fungsi waktu.
Secara singkat, evaporasi aktual (Ea) pada
kedua fase ini dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Tahap 1 : Ea = Em,
ΣEs ≤U
Tahap 2 : Ea = αt2,0.5 – α (t2 – 1)0.5 ΣEs > U

hasil pengukuran. Hal ini dilakukan dengan
mengubah parameter model sehingga hasil
dugaan model mendekati hasil pengukuran.
Pengujian secara statistik menggunakan
uji,t untuk melihat perbedaan hasil simulasi
dengan hasil pengukuran. Peubah yang
dibandingkan meliputi, ILD, biomassa daun,
batang, akar, dan tongkol. Selain itu pengujian
model juga dilakukan dengan metode grafik
dan perbandingan terhadap persamaan garis
absis dan ordinat 1 : 1.

t2
: waktu selama fase kedua (hari)
Em
: evaporasi tanah maksimum (mm)
α dan U : parameter fisik tanah
'
Transpirasi aktual dihitung berdasarkan
transpirasi maksimum (Tm) dan ketersediaan
air tanah pada lapisan perakaran, yang batas
atasnya
merupakan
nilai
transpirasi
maksimum (Tm). Berikut perhitungan Ta yang
merupakan jumlah serapan air oleh akar pada
masing,masing lapisan tanah.
wdf = (θ,θwp)/{0.4 (θfc,θwp)}, θfc ≥ θ > θwp
= 1,
θ > θfc
= 0,
θ < θwp
Laju penyerapan air oleh akar dihitung dengan
persamaan :
Ta = wdf. Tm,
Σ Ta < Tm
= 0,
Σ Ta ≥ Tm
wdf = fungsi kadar air tanah
θ = kadar air tanah
θwp = kadar air tanah pada titik layu permanen
θfc = kadar air tanah pada kapasitas lapang
Ta = transpirasi aktual
Tm = transpirasi maksimum
,

!
/%#
Proses kalibrasi dilakukan pada parameter
model agar dugaan model dapat mendekati

7

(α)
(U)

(KL)
(TLP)

inf

(KL)

Gambar 2. Diagram forester submodel neraca air

8

3

/

,

4 !
% # * + #
%
Kondisi cuaca di kebun percobaan
Sindangbarang
sangat
sesuai
bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
jagung. Unsur,unsur cuaca yang menjadi
input model berada pada kisaran yang sangat
baik dan sesuai dengan kondisi lingkungan
yang disyaratkan. Simulasi dilakukan pada
tanggal 3 November 2002.
Gambar 3 menyajikan sebaran curah hujan
bulanan selama simulasi. Selama simulasi
curah hujan bulanan lebih dari 100 mm, hal
ini sudah mencukupi kebutuhan air bagi
tanaman jagung.
&

%%% %

%
$!% '
#(% !

$

#
"!! '
"

!

*+,

-

-

.

/ -

Gambar 3. Curah hujan selama simulasi
(November 2002 – Februari 2003)
Rata,rata suhu udara harian di lokasi
pertanaman adalah 25,9 0C, dengan kisaran
23,5 0C – 28 0C. Kisaran suhu ini sangat baik
dan sesuai bagi pertumbuhan tanaman jagung.
Untuk
pertumbuhan
optimal,
jagung
membutuhkan suhu rata,rata 24 0C selama
periode pertumbuhan (Leng & Aldrich 1972,
Martin et al. 1976, Muhadjir et al. 1977 dalam
Muhadjir 1988).
,

+
Hasil simulasi model selama masa tanam
jagung menunjukkan variasi kandungan air
tanah masih berada pada ketersediaan bagi
tanaman jagung.

waktu pada saat jagung ditanam sampai
muncul lapang (emergence), Fase 2,
merupakan periode mulai dari emergence
sampai tanaman muda, Fase 3, yaitu periode
dari tanamam muda sampai tasseling yang
merupakan akhir dari pertumbuhan vegetatif,
dan Fase 4 adalah periode dari tasseling
sampai tanaman jagung matang atau panen.
Tabel 2. Periode perkembangan tanaman
Jagung di Sindangbarang
Periode Perkembangan
Var. Arjuna
Var. Pioner 4
(HST)
(HST)
4
3
21
21
31
26
50
43

Fase
perkembangan
Fase 1
Fase 2
Fase 3
Fase 4

Berdasarkan Tabel 2, diketahui kedua varietas
jagung memiliki periode waktu perkembangan
yang berbeda, khususnya pada Fase 3 dan 4.
Fase 3 perkembangan jagung merupakan
fase perkembangan organ vegetatif jagung,
yang pada saat itu total biomassa harian akan
terakumulasi pada organ vegetatif jagung
yaitu organ batang, daun, dan akar. Fase 4
adalah fase perkembangan organ generatif
jagung, sehingga akumulasi biomassa harian
sebagian besar terakumulasi pada organ
generatif, yaitu tongkol.
,,
,,

! "
#
(
)
Daun merupakan organ tanaman yang vital
bagi proses fotosintesis, karena sangat
mempengaruhi jumlah cahaya yang dapat
diterima oleh tanaman. ILD merupakan
ukuran yang mewakili jumlah atau luas daun
sehingga menentukan jumlah radiasi matahari
yang dapat diserap oleh tanaman.
Hasil simulasi pada varietas Arjuna
diketahui pada nilai ILD meningkat sampai
maksimum pada hari ke 83 dan kemudian
menurun sampai tanaman panen (Gambar 4).
&
%
$

,

!
Model yang disusun digunakan untuk
mensimulasikan dua varietas jagung dengan
kisaran umur yang berbeda. Simulasi model
dilakukan di lahan tadah hujan, kebun
percobaan Sindangbarang pada tanggal tanam
3 November 2002. Hasil simulasi pada
submodel perkembangan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Periode kemunculan setiap fase dalam
perkembangan tanaman jagung dapat dilihat
pada Tabel 2. Fase 1, merupakan rentang

#
"
!

!

"

#

$

%

&

'

(

)

!

Gambar 4. Indeks luas daun Var. Arjuna hasil
simulasi

Beberapa hari setelah muncul lapang tejadi
peningkatan ILD secara cepat, perlahan
menurun kenaikannya pada akhir fase

9

taselling (55 HST) dan mencapai puncaknya
pada hari ke 85. Hal yang sama pada varietas
Pioner 4 yang merupakan jenis varietas
hibrida. Dari Gambar 5 terlihat lebih jelas
penurunan laju pertumbuhan ILD pada saat
memasuki fase taselling yang merupakan
akhir dari pertumbuhan vegetatif.

masa
vegetatif,
produk
fotosintesis
dialokasikan pada organ akar, batang dan
daun.
Selanjutnya
memasuki
akhir
pertumbuhan vegetatif (taselling) atau
memasuki fase generatif produk fotosintesis
sebagian besar dialokasikan ke tongkol yang
merupakan organ generatif.
!"
!

)
(
'
&
%
$
#
"
!

(
&
$
"

"

"

$

&

(

!

$

&

(

!

!"

!"
3+

Gambar 8. Pertumbuhan tongkol jagung hasil
simulasi

Gambar 5. Indeks luas daun Var.Pioner 4 hasil
simulasi

,-

,,

%
Bobot bahan kering organ vegetatif (akar,
batang, dan daun) kedua varietas jagung
meningkat sampai maksimum pada saat fase
taselling dan mulai menurun ketika memasuki
masa panen (Gambar 6 dan 7). Laju
pertumbuhan organ vegetatif sejalan dengan
laju pertumbuhan ILD, yang pada awal
meningkat dan selajutnya menurun pada akhir
pertumbuhan.
#%
#
"%
"
!%

!
/%#
Proses kalibrasi dilakukan pada persamaan
partisi biomassa. Proses ini dilakukan agar
hasil dugaan model tidak berbeda nyata
dengan hasil pengukuran. Persamaan partisi
hasil kalibrasi untuk Var. Arjuna (Tabel 3)
dan Var. Pioner 4 (Tabel 4) dapat dilihat
dibawah.
Pengujian dilakukan untuk melihat apakah
dugaan model hasil kalibrasi telah mendekati
hasil pengukuran di lapangan. Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan grafik serta
uji statistik (uji,t berpasangan). Variabel yang
diuji adalah ILD, biomassa akar, daun, batang
dan tongkol untuk kedua jenis varietas jagung
(Var. Arjuna dan Var. Pioner 4)

!

Tabel 3. Persaam partisi biomassa Var. Arjuna
hasil kalibrasi

%
!

"

#

$

%

&

'

(

)

!

$
'

0

12

!

s ≤ 0.04

pD = 0.44
pB = 0.31
pA = 0.25
pT = 0

0.04 < s ≤ 0.27

pD = (2.9 * s) + 0.5711
pA = (,1.682 * s) + 0.4289
pB = 0
pT = 0
pD = (1.3 * s) + 0.09
pA = (0.1 * s) + 0.1
pB = (0.694 * s) + 0.19372
pT = 0

Gambar 6. Pertumbuhan daun, akar, batang
Var. Arjuna hasil simulasi
#%
#
"%
"
!%

0.27 < s ≤ 0.55

!
%
"

$

&

0

(

!

!"

1 2

Gambar 7. Pertumbuhan daun, akar, dan batang
Var. Pioner 4 hasil simulasi

s > 0.55

pD = (,0.1582 * s) + 0.5381
pA = (,0.1826 * s) + 0.1653
pB = (,2.6256 * s) + 2.4231
pT = (0.92165 * s) + 0.21165

Bobot kering tongkol tanaman jagung
meningkat pada awal fase taselling sampai
panen (Gambar 8). Pola distribusi bahan
kering ini menunjukkan bahwa pada awal

10

Tabel 4. Persamaan partisi biomassa Var.
Pioner 4 hasil kalibrasi
$
!
s ≤ 0.04
pD = 0.34
pB = 0.44
pA = 0.22
pT = 0
0.04 < s ≤ 0.24

&
%
$
#
"
!

pD = (2.7266 * s) + 1.0059
pA = (0.44666 * s) + 0.02941
pB = 0
pT = 0

!

"

#

$

%

&

'
&

0.24 < s ≤ 0.55

s > 0.54

pD = (1.9027 * s) + 0.30764
pA = (0.250225 * s) + 0.04
pB = (1.23495 * s) + 0.03395
pT = 0

%
$
#
"
!

pD = (,0.7764 * s) + 1.12
pA = (,0.0878 * s) + 0.09302
pB = (,0.8173 * s) + 0.919
pT = (0.9991 * s) + 0.4591

"

4+

Tabel 5. Hasil ujiBt berpasangan simulasi dan
observasi

ILD
Akar
Daun
Batang
Tongkol

ttab

thit

Peubah

Var

(P > 0.05)

A

P

1.38
,0.37
,1.20
0.43
1.06

0.61
1.53
1.03
0.5
1.32

A

P

1.77
1.77
1.77
1.77
1.77

1.78
1.78
1.78
1.78
1.78

A
tn
tn
tn
tn
tn

$

&

5

6-

(

!

,

Gambar 9. Perbandingan terhadap garis
1:1(atas) dan uji grajik (bawah)
Var.Arjuna

P
tn
tn
tn
tn
tn

'
&
%
$
#
"
!

Ket : tn = tidak nyata
P = Jagung Varietas Pioner 4
A = Jagung Varietas Arjuna
Satuan Peubah : kg/ha kecuali IlD
#
(
)
Pengujian secara kualitatif dan kuantitatif
dilakukan terhadap nilai ILD dua varietas
jagung pada populasi 64000 tanaman/ha dari
awal tanam sampai panen. Hasil uji,t pada
nilai ILD Pioner 4 dan Arjuna dengan taraf 5
% menunjukkan bahwa hasil simulasi dan
hasil pengukuran tidak berbeda nyata. Hasil
pengujian grafik dengan simpangan erorr 10
% pada kedua varietas memberikan hasil yang
cukup baik. Hubungan antara nilai ILD hasil
simulasi dengan hasil pengukuran pada kedua
jenis varietas jagung juga mendekati garis 1 :
1 (Gambar 9).

"

$

&

4+

5

(

6-

!

!"

,

,-

'
&
%
$
#
"
!

!

"

#

$

%

&

Gambar 10. Perbandingan terhadap garis 1:1
(atas) dan uji grajik (bawah)
Var. Pioner 4

11

,%

%
5
5
5 #
%
Organ daun, batang, akar dan tongkol pada
kedua jenis varietas jagung diuji secara
terpisah dengan menggunakan uji,t pada taraf
5 %. Hasil pengujian masing,masing organ
pada kedua varietas jagung menunjukkan

perbedaan hasil simulasi dengan hasil
observasi tidak nyata. Pengujian juga
dilakukan terhadap garis absis dan ordinat 1 :
1. Dari hasil pengujian diketahui hasil
simulasi tidak terlalu jauh terhadap garis 1 : 1
dan juga rata,rata masih berada dalam
jangkauan error yang tidak terlalu besar.

'

(

&

&

%
$

$

#
"

"

!
$

!!

!(

"%

#"

0 6-

,

#)

$&

%%

&)

(#

)#

A

"

$

&

(

A
0

5

#

#
"%

"%
"

"

!%

!%

!
!

%
%

$

!!

!(

"%

#"

#)

$&

%%

&)

(#

)#

B

B
6-

,

#
"%
"

!

!%
!
%

!!

!(

"%

#"

#)

$&

%%

&)

(#

)#

C
1 2

6-

,

- 2

%
$
#
"

!

!
"%

#"

#)

$&

%%

&)

(#

#

,

+

0+5

"

#

$

$

&

(

(
'
&
%
$
#
"
!

D
0+56-

"%

)#

D
+

!

5

&

!(

"

!

'

!!

!%
"

$
#%
#
"%
"
!%
!
%

C

(

$

!

5

#%

$

%

5

Gambar 11. Hasil uji grafik biomassa akar
(A), daun (B), batang (C) dan
tongkol (D) Var. Arjuna

"
!

Gambar 12. Hasil perbandingan terhadap
garis 1 : 1 biomassa Akar (A),
daun (B), batang (C), dan
tongkol (D) Var. Arjuna

12

(

(

'

'

&

&

%
$

%

#

$

"

#

!
"

"

$

&

(

!

!

!"

"

A
0

4+

5

0

6-

$

&

(

A

,

$

#%

#%

#

#
"%

"%

"

"

!%
!

!%

%

!
%
"

$

&

(

!

!"

%

B
+ 5

+-

!

!%

"%

#

#%

"

B

,

"

#%

#%
#

#

"%
"

"%

!%

"

!

!%
%

!
%
"

$

&

(

!

!"

%

*
- 2

5

- 2

6-

!

!%

*
*

,

!"

!"

!

!

(

"

"%

#

#%

!

(

&

&

$

$

"
"

"

$

&

(

!

!"
"

D
2+

0+5 4+

5

2+

0+5 6-

,

Gambar 13. Hasil uji grafik biomassa akar
(A), daun (B), batang (C) dan
tongkol (D) Var. Pioner 4

D

$

&

(

!

!

Gambar 14. Hasil perbandingan terhadap
garis 1 : 1 biomassa akar (A),
daun (B), batang (C), dan
tongkol (D) Var. Pioner 4

13

!"

3

/

6

-

'
Model yang disusun telah mampu
memsimulasikan
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman jagung seperti
ditunjukkan oleh pengamatan lapang, untuk
dua varietas dengan umur yang berbeda,
yaitu berumur genjah (90 , 95 hari) dan umur
sedang/menengah (100 , 110 hari). Hasil
dugaan model tidak berbeda nyata dengan
hasil pengukuran lapang untuk semua peubah
yang diukur. Peubah tersebut, ialah indeks
luas daun (ILD), biomassa daun (kg/ha),
biomassa akar (kg/ha), biomassa batang
(kg/ha), dan biomassa tongkol (kg/ha).
Karena model ini belum divalidasi
menggunakan data yang terpisah dengan
yang digunakan untuk kalibrasi, model perlu
divalidasi menggunakan data percobaan pada
waktu dan tempat dengan kondisi iklim yang
berbeda.

14

$

6

Acquaah, George. 2001. Principles Of Crop
Production : Theory, Technique, and
Technolog second edition. Pearson
Prentice Hall. New Jersey.
Allen R G; Pereira L S; Raes D; Smith M.
1998. Crop Evapotranspiration B
Guidelines for Computing Crop
Water
Requirements
B
FAO
Irrigation and Drainage Paper, 56.
Food and Agriculture Organization
of the United Nations. Rome.
http://www.fao.org/docrep/X0490E/x
0490e0k.htm
Ariani, M. dan Pasandaran E. 2003. Pola
Konsumsi dan Permintaan Jagung
untuk Pangan. Dalam Kasryno, F.,
Pasandaran, E., Fagi, A.M. (Ed).
Ekonomi Jagung Indonesia. Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian. Bogor. hlm. 211 – 277.
Baharsjah, Justika. 1991. Hubungan Cuaca –
Tanaman. Dalam Bey, Ahmad (Ed).
Kapita
Selekta
dalam
Agrometeorologi. IPB. Bogor.
Chang, J.H. 1974. Climate and Agriculture
An Ecological Survey. Aldine Publ.
Co. Chicago.
Charles,Edward D.A., D. Doley, and G.M.
Rimmington. 1986. Modelling Plant
Geowth and Development. Academic
Press. Sidney.
Gardner, F.P., R.B. Pearce and R.L. Mitchell.
1991.
Physiology
Of
Plants.
Terjemahan
Herawati
Susilo.
Penerbit
Universitas
Indonesia.
Jakarta
Fitter, A.H. and R.K. Hay. 1991.
Environmental Physiology of Plants.
Terjemahan Sri Andani dan E.D.
Purbayanti Editor B. Srigandono.
Penerbit Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Hall, D.O. and K.K. Rao. 1978.
Photosynthesis
Second
Edition.
Edward Arnold Limited. London.
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan
Aplikasi Model Simulasi Komputer
untuk Pertanian. Jurusan Geofisika
dan Meteorologi. FMIPA. IPB.
Ismal, Gazali. 1983. Penggunaan Metode
Jumlah Panas untuk Menentukan
Umur Jagung serta Penelaahan
Pertumbuhan dan Produksinya pada
Beberapa Lokasi dan Jenis Tanah.

Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana.
IPB. Bogor
Fisher, K.S. dan Falmer, A.F.E. 1983. Maize.
dalam Potential Productivity of Field
Crops Under Different Environment.
IRRI. Filipina
Kasryono, Faisal. 2003. Perkembangan
Produksi dan Konsumsi Jagung
Dunia dan Implikasinya bagi
Indonesia. Dalam Kasryno, F.,
Pasandaran, E., Fagi, A.M. (Ed).
Ekonomi Jagung Indonesia. Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian. Bogor. hlm. 37 – 72.
Kropff M.J. and H.H. Van Laar. 1993.
Modelling CropBWeed Interactions.
CAB International. Wallingford.UK.
Moentono, Muhadji Djali. 1996. Sumber
Daya Lingkungan Tumbuh Jagung.
dalam Kinerja Penelitian Tanaman
Pangan,
Prosiding
Simposium
Penelitian Tanaman Pangan III, Buku
4. Puslitbangtan. Bogor
Muhadjir, Fathan. 1988. Karakteristik
Tanaman Jagung. dalam Jagung.
Puslitbangtan. Bogor.
Nugraha, U.S., Subandi, Hasanuddin, A. dan
Subandi.
2003.
Perkembangan
Teknologi Budi Daya dan Industri
Benih Jagung. Dalam Kasryno, F.,
Pasandaran, E., Fagi, A.M. (Ed).
Ekonomi Jagung Indonesia. Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian. Bogor. hlm. 37 – 72.
Pamedon, M.B., Dahlan, M., Sutrisno,
George, M.L.C. 2006. Karakterisasi
Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida
Jagung
Berdasarkan
Marka
Mikrosatelit. J. AgroBiogen 2(2): 45,
51.
Purseglove, J.W. 1975. Tropical Crops,
Monocotyledons. Longman. Singapore.
Sitaniapessy, P.M. 1985. Pengaruh jarak
tanam dan besarnya populasi tanaman
terhadap absorbsi radiasi surya dan
produksi tanaman jagung (Zea mays
L.). Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana.
IPB. Bogor.
Susanto, A.N. dan Wirappa, M.P. 2005.
Prospek dan Strategi Pengembangan
Jagung untuk Mendukung Ketahanan
Pangan di Maluku, J. Litbang Petanian
24 (2) : 70 – 79.
Suwarto. 2005. Model Pertumbuhan dan
Produksi Jagung dalam Tumpang Sari
dengan Ubi Kayu. Disertasi. IPB.
http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/jag
ung.pdf.

15

Lampiran 1. Data cuaca bulan November 2002 , Januari 2003 Darmaga, Bogor
#
!
# (
# )
#!
#!!
#!"
#!#
#!$
#!%
#!&
#!'
#!(
#!)
#"
#"!
#""
#"#
#"$
#"%
#"&
#"'
#"(
#")
##
##!
##"
###
##$
##%
##&
##'
##(
##)
#$
#$!
#$"
#$#
#$$
#$%
#$&
#$'
#$(
#$)
#%
#%!
#%"

!&
"' %
#
&
!# (
"# &
!)
&$
! %
"
#"
"(
#"
#
#'
#
)& &
(
"$ "
"" $
#
!" "
"

"$ (
! $
$! %
&( !
!(
!$ "
#$
&
!% &
" &
"( $

$
%
(' #
(% %
') #
((
(&
(# (
(& (
(#
(# #
(% %
(&
(% (
( (
( %
)! (
(' (
($ (
(!
(' #
(' #
($
(# (
(
(! (
(% (
(( (
(' #
(!
'' (
'% (
'& #
(# #
()
)! #
(' %
(& #
(( #
(%
) %
($ (
)"
($ (
)! #
($ %
(! %

$ "
&# '
"% )
"% #
"& (
"& $
"% &
"& (
"% )
"'
"& $
"&
"& &
"& %
"& )
"' !
"%
"% &
"& #
"% )
"% $
"% )
"& #
"& &
"% '
"& )
"& %
"% &
"% (
"& #
"& (
"& )
"&
"&
"% &
"% "
"% )
"% %
"% (
"& &
"% '
"& )
"%
"&
"% &
"& (
"' &

)%
)!
!# !
!! &
!! $
!$ "
('
!# !
!# $
!# )
((
!#
!" %
!& #
'%
!# "
! #
!" $
))
! #
!" $
!$ (
! !
!! #
)!
)%
!"
!$
!& "
!# '
!# '
!% &
)'
'"
!# (
!% '
! %
!#
! (
(%
)$
!" &
! '
!
! )

(
%
$
$
$
"
"
!
#
"
$
&
#
#
#
$
$
%
$
$
$
%
%
'
$
$
%
%
%
$
%
&
%
&
%
%
%
%
%
$
$
#
$
$
&
#

16

#%#
#%$
#%%
#%&
#%'
#%(
#%)
#&
#&!
#&"
#&#
#&$
#&%
!
"
#
$
%
&
'
(
)
!
!!
!"
!#
!$
!%
!&
!'
!(
!)
"
"!
""
"#
"$
"%
"&
"'
"(
")
#
#!
#"
##
#$
#%
#&
#'

"( "
$
"' %
"%
"# %
#( #
'&
#
!(
"
#) &
&
(
$
&
$

!$ $

%$
#! (
#& (
%$ &
()
!! "
"&
"$ &
$( &
""
'&
$% (
"

(# (
') %
()
($ %
(' %
(( (
)! (
(%
)" #
(' (
(&
(& %
)"
((
) (
(# #
( #
(%
') (
'& (
'&
($ %
''
'% (
'$ %
'# %
'% (
'' #
'' #
'(
&( (
&( (
'! #
($ #
(# %
(% %
(( #
()
)# #
)! #
(& %
) #
(& %
)"
() %
() #
)! #
(' (
)"
(( #

"( !
"& (
"& %
"' &
"& '
"% &
"% #
"% )
"$ &
"$ (
"% "
"% '
"$ $
"$ )
"$ &
"% &
"& #
"& !
"& '
"& '
"& )
"% &
"&
"& '
"' #
"' !
"& )
"& $
"& (
"& &
"' "
"( !
"' "
"% '
"% '
"% #
"% #
"% !
"$ '
"%
"% )
"% !
"% $
"$ &
"$ )
"%
"$ )
"% %
"% "
"% %

! !
!" )
)"
!" !
)'
! '
((
)"
%)
%(
%)
!! &
&
&#
%)
'%
()
)
!" %
!' "
!' (
!% $
!" )
!& &
! )
!& &
!' (
!& $
!& )
!$ "
!% (
!% $
!&
!! &
''
!# )
!! $
!# $
&!
&
('
&&
! &
)(
!! (
! #
! "
($
&
'%

$
#
&
$
$
%
$
%
$
%
#
"
%
%
&
$
&
%
#
&
'
&
&
&
(
%
&
&
&
'
'
'
(
'
%
(
)
%
%
$
#
%
#
&
$
$
"
#
$
!

17

#(
#)
$
$!
$"
$#
$$
$%
$&
$'
$(
$)
%
%!
%"
%#
%$
%%
%&
%'
%(
%)

$ #
!
%
!" #
%" )
'! '
("
'&
#"
%!
)$
"( "
)$
%) (
!# "
!"
"# &
&

('
(( %
)
) %
(' #
)! #
)#
(( (
)% #
)"
(&
(# #
(' %
)# #
)&
)! (
(' #
( (
(" (
(' (
() #
($ (

"& !
"& !
"% '
"%
"$ (
"% #
"$ (
"% (
"$ "
"$ )
"% %
"& !
"% $
"$ #
"# %
"$ %
"% $
"& $
"& $
"% %
"% #
"& "

'%
&)
! "
!" (
!# (
&'
&#
!$ '
! $
'$
!! "
)#
&&
&
&"
! #
!
! '
! &
&%
&'
! "

%
%
#
$
#
$
"
"
$
#
#
&
&
$
"
"
%
&
'
'
&
#

18

Lampiran 2. Hasil simulasi dan observasi tanaman jagung varietas Arjuna dan varietas Pioner 4
Tabel 6. Perbandingan Hasil Simulasi dengan Observasi Tanaman Jagung Var Arjuna
(
"

0!

0!

&

7" )
%#

(
0!

&

7" )
%#

(
0!

&

7" )
%#

0!

%
&

% (

7" )
%#

0!

%
&

(

7" )
%#

&

%#

0

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.91

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

4

0.00

0.00

3.84

1.49

0.77

0.91

2.18

0.87

0.00

0.00

6.79

3.27

11

0.06

0.02

5.97

6.26

0.00

0.91

1.92

2.54

0.00

0.00

7.89

9.71

18

0.27

0.11

49.71

40.45

0.00

0.91

6.61

7.12

0.00

0.00

56.32

48.48

25

0.68

0.64

148.48

237.42

5.12

19.97

22.61

16.25

0.00

0.00

176.21

273.64

32

1.72

1.32

427.95

487.88

33.71

291.79

39.89

103.37

0.00

0.00

501.55

883.04

39

2.37

2.34

795.95

867.43

254.08

670.85

213.55

221.43

0.00

0.00

1263.58

1759.72

46

2.46

3.54

1396.05

1,309.81

1003.31

1,116.79

330.67

357.30

0.00

0.00

2730.03

2783.90

55

4.00

4.37

1708.80

1,617.93

2522.67

1,945.62

458.24

464.15

648.96

537.98

5338.67

4565.67

69

4.74

4.92

2432.00

1,820.56

2945.07

2,956.99

648.11

479.25

1741.65

2,669.11

7766.83

7925.91

83

4.99

5.62

2359.04

2,081.16

2869.97

2,935.46

419.20

433.54

5125.97

5,516.54

10774.18

10966.69

93

4.84

5.14

1863.47

1,902.59

2179.84

2,212.81

373.12

359.63

6687.15

6,554.24

11103.58

11029.27

19

Tabel 7. Perbandingan Hasil Simulasi dengan Observasi Tanaman Jagung Var Pioner 4
( 7" )
( 7" )
(
"
0! &
/%#
0! &
/%#
0! &
/%#
0! &
0
0.0
0.0
0.0
0.0
)*)
)*)

7" )
/%#

%
0!

% ( 7" )
&
/%#
0.0

0!

% (
&
0.0

7" )
/%#

4.2

! "'

1.3

!'

2.7

(&

0.0

8.2

# (#

!

7.0

% %&

0.0

!'

2.1

! '

0.0

9.2

( #(

0.3

&

47.4

#! (

0.0

!'

10.2

# "%

0.0

57.6

#' $)

25

0.8

##

154.0

!(# )'

5.3

!'

22.6

!( $$

0.0

182.0

"! $'

32

1.8

((

558.7

$(' !!

58.5

!(% #"

83.8

' %&

0.0

701.0

'!& !

39

3.0

! ()

983.0

! %" $

180.7

%!# &

184.3

!&" ')

0.0

1348.1

!7%)# !%

46

3.5

# "$

1860.9

!')( )&

982.2

)'% &"

343.9

")! %!

0.0

3187.0

"7'%% #(

53

4.0

$)

2650.5

"'"# %!

1600.0

!7%) %&

428.2

$& )

0.0

4678.6

$7"$& )$

61

4.3

$ )$

2548.3

"'$% '$

2322.6

!7(&& $!

450.6

$)& '

800.6

'!) "%

6122.0

%7#%& %&

75

4.3

% )!

2884.1

#"(" "

2777.0

"7&(# #"

602.7

%"' )"

2507.5

$7'") &$

8771.2

! 7)!

89

4.2

% "#

2828.8

") # %$

2259.0

"7' ( #

551.9

$)' !"

6539.7

'7#$# ""

12179.4

!#7"#& $(

106

3.6

$ )

2443.7

""' !&

2380.6

"7")# '

471.9

$" ')

9619.8

)7'!# "&

14916.1

!$7%#' (

4

0.0

11

0.1

18

(

20

Lampiran 3. Hasil observasi (kiri) dan simulasi (kanan) ILD (A), biomassa akar (B), daun (C),
batang (D), dan tongkol (E) Var. Pioner

)

%

(
'

$

&

#

%
$

"

#

!

"
!

"

$

&

(

!

!"

#%

#%

#

#

"%

"%

"

"

!%

!%

!

!

"

$

"

$

"

$

&

(

!

!"

%

%
"

$

&

(

!

!"

#

#

"%

"%

"

"

!%

&

(

!

!"

!%

!
!

%
%

"

*

$

&

(

!

!"

*

&

(

!

!"

&

'
&

%

%

$

$

#

#

"

"

!

!

"

$

&

(

!

"

!"

!"

!"

!

!

(

(

&

&

$

$

&

(

!

!"

$

"

"

"

$

&

(

!

!"

"

$

&

(

21

!

!"

Lampiran 4. Hasil observasi (kiri) dan simulasi (kanan) ILD (A), biomassa akar (B), daun (C),
batang (D), dan tongkol (E) Var. Arjuna
&
%

&
%

$
#
"

$
#
"

!

!

"
!

"

#

$

%

&

'

(

)

$

&

(

!

!

#

"%
"%

\

"

"

!%
!

!%

%

!
%

!
"

$

&

(

"

#

$

%

&

'

(

)

!

!

#%

$7

#

#7

"%
"

"7

!%

!7

!

8
%

"
!

*

"

#

$

%

&

'

(

)

$

&

(

!

*

!

'

&

&

%

%

$

$

#

#
"

"

!

!

"

$

&

(

!

!"

!$

"

$

&

(

!

!"

!$

'

(

&

&

%

$

$
#

"

"
!

"

$

&

(

!
"

$

&

(

22

!

Lampiran 5. Tampilan model simulasi tanaman jagung

23

24

Lampiran 6. Uji,t berpasangan peubah LAI, daun, batang, akar, dan tongkol varietas Pioner 4

+

" ,

!

"

-& " .

!
!
!

""
#
" $ %&

!

!

'
'

"

# ( ) !
# , ! )

"

!

* !
, !+(

!+
- .

, !

!+
- .

,

"+
- .

, !

+
-

,

-

.

,

-

.

,

-

.

,

-

.

,

!

+

" ,

!

"

-"

.

& ."
.

.
.

!

!
!
" !

!
#

" $ %&

"

"

"

'
'

!!

# ( )
# , ! )

*
, !+(

!

!

+

" ,

!

"
/

/

0
0

-

!

0

!

0

""
"

!

!

!

"

#
" $ %&

& .

!
'
'

"
!

"

"

# ( ) "
# , ! )

*
, !+(

!

!

+

" ,

!

"
1

-

& ".
1

1
1

" "
#

" $ %&

"
'
'

"

!

# ( )
# , ! )

"
*
, !+(

.

!

25

+

" ,

!

"

-!

& ". !

01
01
01

"
"
" !!!

#
" $ %&
!

01

'
'

! "
!

# ( )
# , ! )

!
!*
, !+(

!+
-

.

,

-

.

,

!

26

Lampiran 7. Uji,t berpasangan peubab LAI, daun, batang, akar, dan tongkol varietas Arjuna

+

" ,

!

"
'

'

!!
!
!!

!

'
'

/

!
"

!

"
!

# ( ) ! !"
# , ! )

!
!
!

"

!* ! !
, !+(

!+
- .

,

+
- .

,

-

.

,

"

" ,

!

"
'

'

.
2&3

2&3

" $ %&

+

" /

2&3

2&3
#

!

-

2

.
2
#

" $ %&

2

" /

.

/

.

.

2

"

'
'

!
"!!

.

"
"

!

# ( ) "
# , ! )

"

*
, !+(

!

-

.

,

!

+

" ,

!

"
'

'

2/

0
2/
#

" $ %&

2/

" /

!

0

2/

!
"

0

'
'

.

/

!

-

+
.

0

! !"
! ! !

# ( )
# , ! )

"!

*
, !+(

, !

-

.

,

!

+

" ,

!

"
'

'

241
241
#

" $ %&

'
'

-

" /(

.

241

/(
241

!
!"

!
!

# ( ) !
# , ! )

!
"

!

"
"

* " !
+
, !+(
- .

,

!

-

.

,

!

27

+

" ,

!

"
'

'

-

" / .

/

2

2

2
2
#

" $ %&

'
'

" !
"

!

"
# ( ) "
# , ! )

! *

"
, !+(

+
- .

,

!

-

.

,

!

28

Lampiran 8. Source code model simulasi tanaman jagung
Dim pddcol
Dim pddrow
Dim tu
Dim i, s, pA, pB, pD, pT, suhu, Q10, kmb, rbatang, rdaun, rakar, rtongkol, wakar
Dim wbatang, wdaun, wtongkol, Wtot, transmisi, Qint, dWa, Lai, Etm, Tsm, wdf, rew
Dim Tsa, swc1, runoff, CEs1, CEs2, Esm, Es
Dim j
Dim Y
Dim FC1
Dim swc
Dim WP1
Dim chrow
Dim k
Private Sub cmb_Click()
If cmb.Text = "Pioner" Then
Text1.Text = "96 , 100"
Text2.Text = "1904"
End If
If cmb.Text = "Arjuna" Then
Text1.Text = "90 ,95"
Text2.Text = "1678"
End If
End Sub
Private Sub cmb1_Click()
If cmb1.Text = "Wet (100%FC)" Then txt4.Text = Val(txtKL.Text)
If cmb1.Text = "Moist (75%FC)" Then txt4.Text = 0.75 * Val(txtKL.Text)
If cmb1.Text = "Dry (50%FC)" Then txt4.Text = 0.5 * Val(txtKL.Text)
End Sub
Private Sub cmd1_Click()
Grafik
End Sub
Public Sub Grafik()
With Form1.chart2
.Refresh
Open TxtOutput.Text For Input As 1
k=0
.Rows = chrow
.Cols = 8
While Not EOF(1)
Input #1, i, s, Lai, wdaun, wbatang, wakar, wtongkol, Wtot
k=k+1
.Row = 0
.Col = 0: .Clip = "i": .ColWidth(0) = 1050
.Col = 1: .Clip = "s": .ColWidth(1) = 1050
.Col = 2: .Clip = "Lai": .ColWidth(2) = 1050
.Col = 3: .Clip = "Daun": .ColWidth(3) = 1050
.Col = 4: .Clip = "Batang": .ColWidth(4) = 1050
.Col = 5: .Clip = "Akar": .ColWidth(5) = 1050
.Col = 6: .Clip = "Tongkol": .ColWidth(6) = 1050
.Col = 7: .Clip = "Total": .ColWidth(7) = 1050
.Row = k
.Col = 0: .Clip = Val(Format(i, "##"))
.Col = 1: .Clip = Val(Format(s, "##.#####"))

29

.Col = 2: .Clip = Val(Format(Lai, "##.##"))
.Col = 3: .Clip = Val(Format(wdaun, "##.##"))
.Col = 4: .Clip = Val(Format(wbatang, "##.##"))
.Col = 5: .Clip = Val(Format(wakar, "##.##"))
.Col = 6: .Clip = Val(Format(wtongkol, "##.##"))
.Col = 7: .Clip = Val(Format(Wtot, "##.##"))
Wend
Close #1
End With
MsgBox "Lihat Grafik", vbOKOnly, "PESAN"
Grafik_ILD
End Sub
Private Sub cmdClear_Click()
TxtWTongkol = ""
TxtWtot = ""
TxtHari = ""
TxtLAI = ""
TxtTB = ""
End Sub
Private Sub cmdInput_Click()
'Listing code bawah ini digunakan untuk memilih nama file input
On Error GoTo Out1
TxtInput.Text = ""
Dialog1.DialogTitle = "Open File Data Iklim"
Dialog1.InitDir = CurDir
Dialog1.Filter = "Comma delimited (*.csv)|*.csv|All files (*.*)|*.*|"
Dialog1.ShowOpen
TxtInput.Text = Dialog1.FileName
Out1:
Exit Sub
End Sub
Private Sub cmdOutput_Click()
'Listing code bawah ini digunakan untuk memilih nama file output
TxtOutput.Text = ""
Dialog1.DialogTitle = "Save Output Hasil Simulasi"
Dialog1.InitDir = CurDir
Dialog1.Filter = "Comma delimited (*.csv)|*.csv|All files (*.*)|*.*|"
Dialog1.ShowSave
TxtOutput.Text = Dialog1.FileName
End Sub
Private Sub cmdProses_Click()
Open TxtInput.Text For Input As #1
Open TxtOutput.Text For Output As #2
For i = 1 To 365
Input #1, hujan, RH, suhu, rad, angin
'CUACA
'Parameter
H = Text3.Text
PI = 3.14
lat = 6
gamma = 66.1
lhv = 2.454
'deklinasi surya (derajat)
HI = H + i

30

If HI > 365 Then HI = HI , 365
T = ,23.4 * Cos(2 * PI * (HI + 10) / 365)
'fungsi mencari arccos
sinld = Sin(lat * PI / 180) * Sin(T * PI / 180)
cosld = Cos(lat * PI / 180) * Cos(T * PI / 180)
sinb = Sin(,0.833 * PI / 180)
arg = (sinb , sinld) / cosld
arccos = 2 * Atn(1) , Atn(arg / Sqr(1 , arg * arg))
'Panjang hari
dlen = 24 / PI * arccos
'Tekanan uap
Esat =