Analisis genetik dan molekuler adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan karakter morfofisiologi daun

(1)

ANALISIS GENETIK DAN MOLEKULER ADAPTASI

KEDELAI TERHADAP INTENSITAS CAHAYA

RENDAH BERDASARKAN KARAKTER

MORFO-FISIOLOGI DAUN

KISMAN


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Analisis Genetik dan Molekuler Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah berdasarkan Karakter Morfo-fisiologi Daun” adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2007

Kisman


(3)

ABSTRACT

KISMAN. Genetic and Molecular Analyses of Soybean Adaptation to Low Light Intensity based on Leaf Morpho-physiological Characters. Supervised by DIDY SOPANDIE, SOBIR, TRIKOESOEMANINGTYAS, and NURUL KHUMAIDA

In order to increase soybean production in Indonesia, developing soybean as intercrop under estate crops or agroforestry systems are required. The main problem, however, is low light intensity due to neighbour shade. Therefore, low light intensity tolerance genotypes or varieties of soybean are needed. Development of new low light intensity tolerance varieties of soybean, however, is still very slow. The reason is that very little understanding on the comprehensive mechanism of soybean tolerance to low light intensity condition in such of the aspect of morpho-physiology, genetics, and molecular. The main objective of this study was to obtain the comprehensive knowledge on the mechanism of adaptation through morpho-physiological, genetic and molecular approaches to strengthen the breeding efforts in developing new low light intensity tolerance variety of soybean.

This study was comprised in four topics of research. (1) Response of leaf morpho-physiological characters, conducted using two tolerant genotypes (Ceneng, Pangrango) and two sensitive genotypes (Godek, Slamet) under various treatments of light intensity. (2) Genetic analysis of adaptation of soybean to low light intensity based on leaf morpho-physiological characters, conducted using tolerant genotype of Ceneng and sensitive genotype of Godek under 50% shade. (3) Analysis of full length sequence of low light intensity adaptation related genes (JJ3), conducted using bioinformatics tools. (4) Analysis of gene expression of the low light intensity adaptation related genes, carried out using the method of RT-PCR to the tolerant genotype of Ceneng and sensitive genotype of Godek under various treatments of light intensity.

The results of this study revealed that: leaf morpho-physiological characters (leaf area, specific leaf weight, chlorophyll content) were highly correlated to adaptation of soybean to low light intensity. The character of leaf area might be used as selection criterion for improvement of adaptation of soybean to low light intensity since additively heritable, high broad sense heritability, and highly positive correlated to yield. Full length sequence of JJ3 with the size of 841 bp on nucleotides homologue to gene psaD photosystem I (PSI) subunit. The genes of JJ3, CAB, phyB, and ATHB-2 could not be used for DNA genome marker because they were expressed in both shade tolerance and sensitive genotypes of soybean. Increase of leaf area to efficiently light capture was assumed to be controlled and related to the genes corresponding with phyB. The character of chlorophyll content is not appropriate marker for selection of soybean lines since the genes controlling the character were isoepistatic mode of action. The character,


(4)

RINGKASAN

KISMAN. Analisis Genetik dan Molekuler Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah berdasarkan Karakter Morfo-fisiologi Daun. Dibimbing oleh DIDY SOPANDIE, SOBIR, TRIKOESOEMANINGTYAS, dan NURUL KHUMAIDA

Pengembangan kedelai sebagai tanaman sela di bawah tegakan tanaman perkebunan, lingkungan agroforestri, atau tumpang sari dengan tanaman pangan lain merupakan alternatif andalan untuk meningkatkan produksi kedelai nasional yang masih sangat rendah. Kendala utama pengembangan kedelai sebagai tanaman sela adalah intensitas cahaya rendah akibat naungan. Untuk itu diperlukan genotipe atau varietas baru kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah. Sejauh ini upaya pemuliaan untuk mendapatkan genotipe atau varietas baru toleran intensitas cahaya rendah masih belum berkembang dengan baik karena belum tersedianya informasi lengkap mekanisme adaptasi di bidang morfo-fisiologi, genetik, dan molekuler bagi perakitan varietas toleran naungan. Untuk mendukung upaya perakitan varietas kedelai toleran intensitas cahaya rendah, diperlukan pengetahuan komprehensif tentang mekanisme adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah baik dari aspek morfo-fisiologi, genetika dan molekuler.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman komprehensif tentang mekanisme adaptasi kedelai terhadap cekaman intensitas cahaya rendah melalui pendekatan morfo-fisiologi, genetik dan molekuler yang dibutuhkan bagi perakitan varietas untuk adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: (i) memperoleh karakter morfo-fisiologi daun sebagai penciri adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah, (ii) melakukan pendugaan parameter genetik adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan morfo-fisiologi daun, (iii) melakukan karakterisasi sekuen lengkap, gen yang terkait dengan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah (JJ3), dan (iv) memperoleh informasi pola ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah (JJ3, CAB, phyB, dan ATHB)

Penelitian dilakukan dalam empat percobaan: (1) respon karakter morfo-fisiologi daun, penciri adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah, (2) analisis genetik adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan morfo-fisiologi daun, (3) analisis sekuen lengkap gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah (JJ3), dan(4) analisis ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah.

Percobaan respon morfo-fisiologi daun dilakukan dengan rancangan petak terpisah, tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas faktor genotipe dan intensitas cahaya rendah. Faktor genotipe terdiri atas dua genotipe toleran (Ceneng, Pangrango) dan dua genotipe peka (Godek, Slamet). Faktor intensitas cahaya rendah terdiri atas: L0 = cahaya 100% (kontrol), L1 = 5 hari naungan 50% (setelah tanaman berumur 21 HST), L2 = 5 hari gelap total (setelah tanaman berumur 21 HST), L3 = 3 hari naungan 50% + 5 hari cahaya 100% (setelah tanaman berumur 18 HST), dan L4 = 3 hari naungan 50% + 3 hari cahaya 100% + 5 hari gelap total (setelah tanaman berumur 15 HST). Karakter morfo-fisiologi daun yang menjadi penciri adaptasi


(5)

kedelai terhadap intensitas cahaya rendah dilanjutkan dengan analisis genetik menggunakan tetua toleran Ceneng, tetua peka Godek, populasi F1 persilangan Ceneng x Godek, dan populasi F2 hasil selfing F1. Populasi tersebut ditanam di bawah paranet 50% dan disusun dengan rancangan acak kelompok dengan 2 ulangan. Analisis genetik karakter morfo-fisiologi daun, penciri adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah meliputi: pendugaan koefisien korelasi, heritabilitas arti luas, jumlah gen (effective factor), dan aksi gen. Analisis molekuler untuk analisis sekuen lengkap gen terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah dilakukan menggunakan jasa bioinformatika, sedangkan analisis ekspresi JJ3, CAB, phyB, dan ATHB yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah dilakukan menggunakan metode RT-PCR terhadap genotipe toleran Ceneng dan genotipe peka Godek yang diberikan beberapa perlakuan intensitas cahaya: cahaya penuh (kontrol), lima hari naungan menggunakan paranet 50%, dan lima hari gelap total.

Analisis respon morfo-fisiologi daun menunjukkan bahwa kedelai toleran naungan memiliki daun lebih luas dan lebih tipis dibanding kedelai peka naungan pada kondisi intensitas cahaya rendah. Pada kondisi intensitas cahaya rendah, kedelai toleran naungan memiliki kandungan klorofil lebih tinggi dan rasio klorofil a/b lebih rendah dibanding genotipe peka. Karakter morfo-fisiologi daun (luas daun, bobot daun spesifik, kandungan klorofil, rasio klorofil a/b) dapat dijadikan sebagai penciri adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah.

Analisis genetik adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan morfo-fisiologi daun menunjukkan bahwa: adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah terkait erat dengan karakter morfo-fisiologi daun seperti luas daun, bobot daun spesifik, dan kandungan klorofil. Karakter hasil dikendalikan sekurang-kurangnya 6 gen minor, aksi gen dominan parsial, dan nilai heritabilitas arti luas (h2bs) tinggi (68%). Karakter luas daun dan bobot daun spesifik masing-masing dikendalikan sekurang-kurangnya 4 dan 5 gen minor, aksi gen aditif, dan nilai heritabilitas arti luas (h2bs) tinggi dan sedang (63%, 48%). Adaptasi berdasarkan karakter klorofil a, klorofil b, dan klorofil total masing-masing dikendalikan 2 gen mayor, aksi gen isoepistasis, dan nilai heritabilitas arti luas (h2bs) tinggi (78%, 84%, 86%). Adaptasi berdasarkan karakter rasio klorofil a/b dikendalikan 2 gen mayor, aksi gen dominan dan resesif epistasis, dan nilai heritabilitas arti luas (h2bs) tinggi (70%).

Analisis sekuen lengkap gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah (JJ3) menunjukkan bahwa: sekuen lengkap cDNA JJ3 memiliki coding sequence (CDS) dengan panjang 633 bp yang menghasilkan 210 asam amino, memiliki 136 asam amino spesifik dan terkonservasi mulai dari asam amino ke 77 sampai ke 210 yang homolog dengan protein PsaD PSI subunit, fungsinya terkait dengan transport elektron fotosintesis pada pusat reaksi fotosistem I. cDNA JJ3 yang diperoleh pada tanaman kedelai mempunyai fungsi yang sama dengan gen psaD yang terdapat pada tanaman tembakau kayu (Nicotiana sylvestris), padi (Oryza sativa), tomat (Lycopersicon esculentum), barley (Hordeum vulgare), bayam(Spinacia oleracea), Arabidopsis (Arabidopsis


(6)

Analisis ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah menunjukkan bahwa: pada kedelai toleran naungan, ekspresi JJ3, phyB, dan ATHB-2 dapat dideteksi pada kondisi intensitas cahaya rendah, akan tetapi pada genotipe peka naungan kurang terdeteksi bahkan ada yang tidak terdeteksi. Pada kedelai toleran naungan, gen CAB-3 terekspresi cukup kuat pada kondisi naungan 50%, akan tetapi pada kedelai peka naungan terekspresi lemah. Pola ekspresi JJ3, CAB-3, phyB, dan ATHB-2 terutama pada kedelai toleran dapat menjelaskan secara molekuler mekanisme penghindaran (avoidance) dan toleransi (tolerance) adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Pada kondisi naungan 50%, ekspresi gen CAB-3 dan phyB berpotensi dijadikan sebagai marka untuk skrining kedelai toleran naungan.

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter morfo-fisiologi daun (luas daun, bobot daun spesifik, kandungan klorofil) terkait erat dengan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Karakter luas daun dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi dalam pengembangan kedelai toleran naungan karena secara genetik karakter tersebut dikendalikan oleh gen dengan aksi aditif, mempunyai nilai heritabilitas arti luas yang tinggi, dan berkorelasi tinggi dengan hasil. Sekuen lengkap cDNA JJ3 yang memiliki panjang 841 basa nukleotida homolog dengan gen psaD fotosistem I (PSI) subunit. JJ3, CAB-3, phyB, dan ATHB-2 terekspresi pada genotipe toleran maupun genotipe peka naungan, sehingga gen-gen tersebut pada tingkat DNA genom tidak dapat dijadikan sebagai marka untuk membedakan genotipe toleran dan genotipe peka. Peningkatan luas daun untuk penangkapan cahaya yang efisien merupakan bentuk mekanisme avoidance yang diduga terkait dengan peningkatan ekspresi gen-gen yang berhubungan dengan fitokrom-B (phyB). Karakter kandungan klorofil tidak efektif dijadikan sebagai marka untuk seleksi galur karena gen-gen yang mengendalikannya bersifat isoepistasis, akan tetapi karakter tersebut dapat digunakan untuk skrining genotipe toleran atau peka untuk calon tetua.

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa kedelai Ceneng dapat dianjurkan dalam pengembangan kedelai sebagai tanaman sela di bawah tegakan perkebunan atau hutan tanaman industri (HTI) yang masih berumur 2-3 tahun, atau tumpangsari dengan tanaman pangan semusim yang berpotensi menaungi. Dalam perbaikan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah, karakter luas daun dapat dijadikan sebagai salah satu kriteria seleksi. Seleksi menggunakan marka molekuler atau MAS sebaiknya dikembangkan dari gen-gen yang terkait dengan penangkapan cahaya melalui teknik CAPS (cleavage amplified polymorphic sequence) atau SCAR (sequence characterized amplified region). Diperlukan analisis kandungan gibberellin dan aspek molekulernya untuk dapat lebih memahami mekanisme adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Selain itu diperlukan analisis molekuler gen-gen penting lain seperti CAO yang mengubah klorofil a menjadi klorofil b yang berperan dalam mekanisme adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Diperlukan juga pengamatan terhadap kemungkinan perubahan kualitas cahaya di bawah paranet maupun di sekitar kanopi tanaman kedelai.

Kata kunci: kedelai, adaptasi, intensitas cahaya rendah,analisis genetik, analisis molekuler, karakter morfo-fisiologi


(7)

© Hak cipta milik

Institut Pertanian Bogor

, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(8)

ANALISIS GENETIK DAN MOLEKULER ADAPTASI

KEDELAI TERHADAP INTENSITAS CAHAYA

RENDAH BERDASARKAN KARAKTER

MORFO-FISIOLOGI DAUN

KISMAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Utut Widyastuti S, M.Si

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S 2. Dr. Ir. Novianti Sunarlim


(10)

Judul Disertasi : Analisis Genetik dan Molekuler Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah Berdasarkan Karakter Morfo-fisiologi Daun

Nama : Kisman

NIM : A361030061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. Dr. Ir. Sobir, M.Si.

Ketua Anggota

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(11)

Makin memperkuat keimanan dan keyakinan saya bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini, dari hal yang paling kecil hingga yang paling dahsyat, semua dalam segala keberaturan, keseimbangan, dan saling bermakna satu sama lain.

AL-QUR’AN:

Surat FUSHSHILAT ayat 53 ”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa AlQur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?”.

Surat AL AN’AAM ayat 99 ”Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.

Surat AR RAHMAN ayat 33-34 ”Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan”. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”.

Kupersembahkan kepada: Kedua orang-tuaku,


(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penelitian serta penulisan disertasi yang berjudul “Analisis Genetik dan Molekuler Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah berdasarkan Karakter Morfo-fisiologi Daun”.

Dalam penyelesaian disertasi ini penulis banyak mendapat bimbingan, arahan, dan koreksi kostruktif terutama dari komisi pembimbing. Oleh karena itu, ucapan terima kasih dan perhargaan yang sebesarnya dan setulusnya penulis sampaikan kepada komisi pembimbing: Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr (Ketua), Dr. Ir. Sobir, MSi, Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc, dan Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi (masing-masing Anggota).

Penelitian disertasi ini sebagian besar didanai oleh Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP) 2004-2006, karenanya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr selaku Ketua Peneliti HPTP dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc dan Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi (masing-masing sebagai Anggota Peneliti) yang telah bersedia menerima penulis bergabung dalam penelitian HPTP. Secara khusus penulis juga ingin sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Tetsuo Takano yang telah mengijinkan dan memberikan fasilitas kepada penulis untuk melakukan sebagian penelitian molekuler di lab Tolerance Mechanism, ANESC, Universitas Tokyo. Terima kasih juga kepada rekan-rekan selama bersama-sama di HPTP: Dr. Ir. La Muhuria, MS; Ir. Imam Widodo, MS; Desta Wirnas, SP, MSi; Ir. Kartika Ning Tyas, MSi; dan Tri Lestari, SP, MSi atas kebersamaan dan kerjasama yang baik.

Penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada: 1. Dirjen Dikti yang telah memberikan beasiswa melalui program Technological

and Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) ADB Loan No 1792-INO.

2. Rektor Universitas Mataram yang telah memberikan izin tugas belajar.

3. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Mataram yang telah memberikan kesempatan dan dorongan untuk melanjutkan pendidikan S3 di IPB.

4. Staf pengajar di Program Studi Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Mataram yang telah bersama-sama bekerja keras menyusun proposal untuk mendapatkan dana TPSDP Loan No 1792-INO.

5. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan dan Ketua Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi di IPB, begitu juga saran dan masukan konstruktif yang diberikan kepada penulis sehingga disertasi ini menjadi lebih baik.

6. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya MSc (selaku penguji luar komisi pada ujian komprehensif), Ibu Dr. Ir. Utut Widiastuti S. MSi (selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup), Ibu Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. dan Dr. Ir. Novianti Sunarlim (selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka) yang dengan sangat cermat telah memberikan saran dan masukan konstruktif sehingga disertasi ini menjadi lebih baik.

7. Kepala beserta staf dan teknisi lab Research Group on Crop Improvement (RGCI) (Yudi, Bambang); lab Ekofisiologi Tanaman (Joko), lab Biorin PAU


(13)

(Mulya, Pepy, Firdaus, dan rekan-rekan) atas kerjasama dan kebersamaan serta bantuan yang diberikan.

8. Kepala dan staf Kebun Percobaan Balai Besar Bioteksnologi dan Sumberdaya Genetik Cikemeuh Cimanggu (Drajat, Pur, dan rekan-rekan) atas kerjasama dan bantuan yang diberikan.

9. Ayahanda H. Makbul (alm) dan Ibunda Inaq Gadung dan Inaq Siun(alm), ayah dan ibu mertua H. Mohammad Ali (alm) dan Hj. Halimah (alm) atas kasih sayang dan doanya.

10. Saudara-saudara tercinta di Kawo, di Kelayu dan di Mataram atas segala dorongan dan doa.

11. Istri tercinta Ir. Hj. Ulayati Ali dan anak-anak tersayang Febrian Humaidi Sukmana, Suprayanti Martia Dewi, dan Muhammad Halim Suhartawan atas segala doa, dorongan, dan kesabaran serta kebersamaan dalam penantian. 12. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan disertasi ini yang

tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga disertasi ini dapat bermanfaat. Amin Amin Ya Rabbal Alamin.

Bogor, Juli 2007


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kawo, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat pada 31 Desember 1961, merupakan putra ketiga dengan enam bersaudara dari ayahanda Tarap alias Amaq Siun alias H. Makbul (alm) dan ibunda Tiasih alias Inaq Gadung. Pada 1 Mei 1985 penulis menikah dengan Ir. Hj. Ulayati Ali dan dikaruniai tiga anak yaitu Febrian Humaidi Sukmana, Suprayanti Martia Dewi, dan Muhammad Halim Suhartawan.

Pada 1981 penulis sebagai mahasiswa S1 di Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Mataram dan menyelesaikan studi pada Oktober 1986. Mulai Juli 1996 penulis mengikuti pendidikan S2 pada Departemen Plant Sciences Fakultas Pertanian Universitas Saskatchewan Kanada dan selesai pada Oktober 1998. Selanjutnya, sejak Agustus 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa S3 di Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan mendapatkan gelar Doktor pada Juni 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dalam bentuk bantuan proyek TPSDP ADB Loan No. 1792-INO.

Penulis adalah staf pengajar pada Program Studi Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram di provinsi Nusa Tenggara Barat mulai tahun 1988 sampai sekarang.

Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota Perhimpunan Pemuliaan Indonesia (Peripi) dan Perhimpunan Bioinformatika Indonesia (PBI). Beberapa karya ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi ini yang telah dipublikasikan antara lain: Fisiologi dan Molekuler Efisiensi Penggunaan Intensitas Cahaya Rendah pada Kedelai Toleran Naungan telah dipresentasikan pada Kongres III dan Seminar Nasional Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia di Universitas Brawijaya Malang pada 12-13 Agustus 2005. Respon Molekuler Tanaman Kedelai terhadap Cekaman Intensitas Cahaya Rendah: Analisis Ekspresi Gen ATHB dan CAB telah dipresentasikan pada Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman pada 2 Agustus 2006 di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor di Bogor. Artikel yang berjudul Analisis Ekspresi Gen-gen yang Terkait ‘Shade Avoidance’ pada Kedelai Toleran Naungan telah diterbitkan pada jurnal AGROTEKSOS vol. 16 no 3 Oktober 2006 dan Karakter Morfo-fisiologi Daun, Penciri Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah diterbitkan pada jurnal BULETIN AGRONOMI vol. XXXV no. 2 Agustus 2007 (in press).


(15)

DAFTAR SINGKATAN YANG DIGUNAKAN DALAM DISERTASI

A2 : uji normalitas Anderson-Darling

ATHB : gen Arabidopsis thaliana homeobox

bb : berat basah daun

BDS : berat daun spesifik

BLAST : Basic Local Aligment Search Tool BNT : beda nyata terkecil

bp : base pair

CAB : gen chlorophyll a/b binding protein

cDNA : complementary deoxyribonucleic acid

CDS coding sequence

cm : centi meter

DAP : days after planting

DNA : deoxyribonucleic acid

dNTP : deoxynucleotide-5’-triphosphate

EDTA : ethylen diamine tetra acetic acid F1 : generasi pertama hasil persilangan F2 : generasi kedua selfing

g : gram

GSP : gene specific primer

h2 : heritabilitas

h2bs : heritabilitas arti luas

ha : hektar

hp : nisbah potensi

HST : hari setelah tanam

kb : kilo base

kg : kilo gram

LI : low irradiance, intesitas cahaya rendah

LiCl : lithium chloride

M : molar

mg : mili gram

ml : mili liter

mM : mili molar

mRNA : messenger RNA

MST : minggu setelah tanam

N2 : nitrogen

NCBI : National Center for Biotechnology Information

oC : degree celcius

ORF : open reading frame

p : probabilitas

P1 : tetua 1


(16)

r : koefesien korelasi R : FR : red : far red

RACE : Rapid Amplification of cDNA Ends RACE-PCR : Rapid Amplification of cDNA Ends-PCR

RNA : ribonucleic acid

RNase H : ribonuclease inhibitor rpm : rotation per minute

RT-M-MLV : Reverse Transcriptase - Moloney-Murine Leukimia Virus RT-PCR : Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction SDS : sodium dodecyl sulphate

TAE : tris acetate EDTA

TE : tris EDTA

U : unit

μg : mikro gram

μl : mikro liter

μM : mikro molar

σ2

: varians

σF1 : standar deviasi generasi F1

σF2 : standar deviasi generasi F2

χ2


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR LAMPIRAN ………... 1. PENDAHULUAN………...

xvii xix xxi 1 Latar Belakang ………...

Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ………... Manfaat Penelitian ... Hipotesis... Ruang Lingkup Penelitian ...

1 4 5 5 5 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ………... 8

Fotosintesis pada Kondisi Intensitas Cahaya Rendah …………... 8 PAR dan Fotosintesis ………... Pembentukan Klorofil..………... Pengaruh Intensitas Cahaya Rendah terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ………

8 10 13 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah .. 14

Perubahan Anatomi dan Morfologi ………..….………... Perubahan Kandungan Klorofil Daun ……...………... Perubahan Fisiologi dan Biokimia ……….………... Perubahan Struktur Kloroplas ...

16 16 17 18 Struktur Kloroplas dan Mekanisme Transport Elektron…..………… 19 Struktur Kloroplas………. Mekanisme Transport Elektron………. Fotosistem II (PSII)………... Fotosistem I (PSI) ……….

19 21 22 25 Gen-gen Fotosintesis yang Terkait Adaptasi Tanaman terhadap

Intensitas Cahaya Rendah ………... 29

Gen-gen Fotosintetik Inti …..………... Gen-gen Fotosintetik Kloroplas ………... Prinsip Kontrol Redoks pada Ekspresi Gen Fotosintetik …….. Ekspresi Gen-gen Terkait Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah ……….

29 30 30 35 Analisis Genetik Adaptasi Tanaman………....

Pendugaan Jumlah Gen Pengendali………... Aksi Gen………. Pendugaan Nilai Heritabilitas……….

37 37 39 42 3. RESPON KARAKTER MORFO-FISIOLOGI DAUN, PENCIRI


(18)

xv Abstrak ...

Abstract ... PENDAHULUAN... Latar Belakang... Tujuan ... ... BAHAN DAN METODE ... Bahan Tanaman ... Persiapan Tanaman ... Pengamatan ... Analisis Data ... HASIL DAN PEMBAHASAN... Luas Daun dan Bobot Daun Spesifik ... Kandungan Klorofil Daun ... KESIMPULAN ... 44 45 46 46 48 48 48 48 49 50 50 50 55 64 4. ANALISIS GENETIK ADAPTASI KEDELAI TERHADAP

INTENSITAS CAHAYA RENDAH BERDASARKAN KARAKTER MORFO-FISIOLOGI DAUN... 65 Abstrak ...

Abstract ... PENDAHULUAN ... Latar Belakang... Tujuan ... BAHAN DAN METODE ... Bahan Tanaman ... Pengamatan ... Analisis Data ... HASIL DAN PEMBAHASAN... Hasil dan Morfo-fisiologi Daun pada Tetua Toleran dan Peka Naungan... Korelasi Karakter Morfo-fisiologi Daun dengan Hasil pada Populasi F2... Pola Pewarisan Sifat Adaptasi Kedelai berdasarkan Morfo- fisiologi Daun... Pendugaan Jumlah Gen dan Tipe Aksi Gen Pengendali Adaptasi.. Pendugaan Nilai Heritabilitas Arti Luas... KESIMPULAN... 65 66 67 67 68 69 69 69 70 75 75 76 78 83 86 89 5. ANALISIS SEKUEN LENGKAP GEN YANG TERKAIT

ADAPTASI KEDELAI TERHADAP INTENSITAS CAHAYA RENDAH……… 90 Abstrak ...

Abstract ... PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ... BAHAN DAN METODE ... Bahan ... 90 91 92 92 94 94 94


(19)

Analisis Sekuen Lengkap cDNA JJ3... HASIL DAN PEMBAHASAN... Sekuen Lengkap (full length) JJ3... Analisis struktur sekuen lengkap JJ3………. Analisis Homologi Sekuen Lengkap JJ3... KESIMPULAN ...

95 95 95 96 100 106 6. ANALISIS EKSPRESI GEN-GEN YANG TERKAIT ADAPTASI

KEDELAI TERHADAP INTENSITAS CAHAYA RENDAH... 107

Abstrak ... Abstract ... PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ... BAHAN DAN METODE ... Bahan Tanaman... Analisis Ekspresi Gen... HASIL DAN PEMBAHASAN... Analisis Ekspresi JJ3 dan CAB-3... Analisis Ekspresi Gen phyB dan ATHB-2………... KESIMPULAN... 107 108 109 109 110 111 111 111 114 115 119 121 7. PEMBAHASAN UMUM ………... 122

8. KESIMPULAN DAN SARAN.………...………... 129

DAFTAR PUSTAKA ………... 131


(20)

xvii

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Diskripsi subunit protein pada fotosistem 1 (PSI) ……..………….... 27

2. Klasifikasi derajat dominansi berdasarkan nilai potensi rasio... 40

3. Rata-rata luas daun (cm2) dari berbagai intensitas cahaya rendah pada masing-masing genotipe kedelai…………... 52

4. Respon bobot daun spesifik (mg/cm2) masing-masing genotipe kedelai pada berbagai perlakuan intensitas cahaya ... 54

5. Repon kandungan klorofil a genotipe kedelai terhadap berbagai perlakuan intensitas cahaya... 56

6. Repon kandungan klorofil b genotipe kedelai terhadap berbagai perlakuan intensitas cahaya ..………..

58

7. Repon kandungan klorofil total dan rasio klorofil a/b genotipe kedelai terhadap berbagai perlakuan intensitas cahaya ..………

59

8. Repon kandungan rasio klorofil a/b genotipe kedelai terhadap

berbagai perlakuan intensitas cahaya …..………... 61

9. Nisbah fenotipe karakter yang terkait adaptasi terhadap suatu cekaman yang dikendalikan oleh gen mayor pada populasi bersegregasi F2 ………... 74

10. Keragaan karakter hasil dan morfo-fisiologi daun tetua toleran (Ceneng) dan peka (Godek) pada kondisi naungan 50%... 75

11. Koefesien korelasi fenotipik karakter morfo-fisiologi daun dan hasil pada populasi F2 hasil persilangan tetua toleran Ceneng dengan

tetua peka (Godek) ………. 76

12. Nilai rata-rata fenotipe, kemenjuluran (skewness), nilai normalitas, dan probabilitas karakter morfo-fisiologi pada populasi F2………… 79

13. Pendugaan jumlah gen minor (effective factor) dan tipe aksi gen yang mengendalikan karakter-karakter dengan pola sebaran kontinu dan mengikuti kurva normal pada populasi F2……….... 83

14. Pendugaan jumlah gen mayor dan tipe aksi gen yang mengendalikan karakter-karakter klorofil pada populasi F2 ……….. 85


(21)

15. Nilai duga heritabilitas arti luas karakter-karakter yang terkait dengan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah….……... 87

16. Matriks tingkat homologi (%) sekuen lengkap basa nukleotida dan

asam amino JJ3 dengan tanaman lain………. 101

17. Tingkat homologi cDNA JJ3 dengan gen psaD beberapa spesies tanaman lain menggunakan domain terkonservasi sekuen basa

nukleotida dan asam amino………. 102

18. Diskripsi GSP (gene specific primer) yang digunakan untuk analisis ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap cekaman


(22)

xix

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagan alir penelitian ……….. 7

2. Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman, biasa disebut photosynthetically active radiation (PAR) ……… 9

3. Lintasan reaksi pembentukan klorofil a dan klorofil b yang melibatkan gen-gen fotosintesis (A) dan struktur kimia klorofil a

dan klorofil b (B)……… 11

4. Model mekanisme penghindaran (avoidance) (A) dan mekanisme toleransi (tolerance) (B) untuk adaptasi tanaman terhadap intensitas

cahaya rendah………. 15

5. Skema bangun kloroplas. Kloroplas merupakan organel

semi-otonom pada sel tanaman. ……….. 20

6. Skema rantai transport elektron fotosintetik pada PS II dan PS I…... 21

7. Diagram skematik pusat reaksi PSII ... 24

8. Struktur keseluruhan PSI……… 28

9. Model redox control pada ekspresi gen fotosintesis pada bakteri, alga dan tanaman tingkat tinggi………... 33

10. Model sintesis, prosesing, transport, dan protein PSII intrinsik dan

ekstrinsik ……… 36

11. Histogram rata-rata luas daun genotipe kedelai pada masing-masing

intensitas cahaya rendah………. 51

12. Histogram rata-rata bobot daun spesifik (BDS) genotipe kedelai pada masing-masing perlakuan intensitas cahaya. ……… 53

13. Histogram rata-rata klorofil a genotipe kedelai pada masing-masing

perlakuan intensitas cahaya ..………. 56

14. Histogram rata-rata klorofil b genotipe kedelai pada masing-masing

perlakuan intensitas cahaya..……….. 58

15. Histogram rata-rata klorofil total genotipe kedelai pada

masing-masing perlakuan intensitas cahaya.………...…. 59


(23)

masing-masing perlakuan intensitas cahaya……… 60

17. Histogram fenotipe karakter hasil per tanaman pada populasi F2

dengan kurva normal sebagai pembanding………. 79

18. Histogram fenotipe karakter luas daun pada populasi F2 dengan

kurva normal sebagai pembanding………. 80

19. Histogram fenotipe karakter bobot daun spesifik pada populasi F2

dengan kurva normal sebagai pembanding………. 80

20. Histogram fenotipe karakter klorofil a pada populasi F2 dengan

kurva normal sebagai pembanding………. 81

21. Histogram fenotipe karakter klorofil b pada populasi F2 dengan

kurva normal sebagai pembanding………. 81

22. Histogram fenotipe karakter klorofil total pada populasi F2 dengan

kurva normal sebagai pembanding………. 82

23. Histogram fenotipe karakter rasio klorofil a/b pada populasi F2

dengan kurva normal sebagai pembanding……… 82

24. (A). Sekuen lengkap basa nukleotida JJ3 hasil pemanjangan menggunakan metode PCR-RACE. (B). Asam amino hasil translasi dari sekuen lengkap basa nukleotida JJ3... 96

25. (A) Estimasi struktur sekuen lengkap JJ3, (B) Prediksi sekuen pengkodean, CDS lengkap, dan (C) prediksi sekuen peptida, (D) domain terkonservasi (conserved domain) berwarna merah dan yang tidak terkonservasi (domain beragam) berwarna hitam………. 97

26. Open reading frame (ORF) atau coding sequence dari sekuen lengkap JJ3. Sekuen yang ditulis dengan huruf kecil merupakan CDS JJ3 dan huruf kapital merupakan deduksi asam amino... 98

27. Sebagian hasil pensejajaran (multi-alignment) sekuen basa nukleotida cDNA JJ3 dengan spesies tanaman lain menggunakan

progran clustalW. ………... 103

28. Hasil pensejajaran sekuen lengkap asam amino cDNA JJ3 dengan

tanaman tingkat tinggi lain. ………... 104

29. Filogenetik cDNA JJ3 dengan gen psaD pada beberapa tanaman

berdasarkan urutan asam amino……….. 105

30. Pola ekspresi JJ3 dan CAB-3 pada kedelai toleran naungan (Ceneng) dan peka naungan (Godek) (A) serta kuantifikasi ekspresi


(24)

xxi masing-masing gen (B). Hasil elektroforesis 1% agarose. Gen

ß-actin sebagai internal standar (house keeping gene)………... 115

31. Pola ekspresi gen PhyB dan ATHB-2 pada kedelai toleran naungan (Ceneng) dan peka naungan (Godek) (A) serta kuantifikasi ekspresi masing-masing gen (B). Hasil elektroforesis 1% agarose. Gen


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kandungan klorofil (mg/g berat basah sampel) ...………... 144 2. Penampilan warna daun beberapa genotipe kedelai pada berbagai

intensitas cahaya rendah……….. 145

3. Diskripsi varietas Pangrango……….. 146

4. Diskripsi varietas Pangrango..………... 147 5. Sekuen lengkap gen JJ3 di database publik di GenBank……… 148


(26)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Kebutuhan kedelai di dalam negeri terus meningkat setiap tahun (sekitar 2 juta ton) seiring dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan pentingnya produk berbahan baku kedelai. Di lain pihak, produksi kedelai nasional cenderung stagnan, sekitar 730 ribu ton per tahun. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional, pemerintah mengimpor sekitar 60 persen atau sekitar 700 ribu ton per tahun pada tahun 1998 bahkan meningkat mencapai rata-rata 1,2 juta ton per tahun sejak 2000 – 2004 (Badan Litbang Deptan 2005). Berbagai upaya pemerintah seperti program kedelai mandiri (prokema), gema palagung, dan program lainnya ternyata belum mampu meningkatkan produksi kedelai nasional. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut maka pemerintah mencanangkan Program Swasembada Kedelai 2008 melalui peningkatan produktivitas dengan penerapan teknologi produksi dan juga melalui perluasan areal tanam.

Peningkatan produksi kedelai nasional melalui perluasan areal tanam memiliki potensi yang cukup besar, antara lain melalui penggunaan lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan, hutan tanaman industri (HTI) melalui program agroforestri, atau tumpangsari dengan tanaman pangan semusim lainnya. Kendala utama pengembangan kedelai di bawah tegakan atau sistem tumpangsari tersebut adalah rendahnya intensitas cahaya akibat faktor naungan. Menurut Asadi dan Arsyad (1995); Asadi et al. (1997), intensitas cahaya berkurang hingga mencapai 75% di bawah tegakan tanaman perkebunan dan 33% di bawah tumpangsari dengan jagung atau sorgum. Tanaman kedelai memerlukan radiasi matahari yang optimum (sekitar 0.3 - 0.8 kal/cm2/menit setara 431-1152 kal/cm2/hari) dengan spektrum atau panjang gelombang berkisar 400-700 nm (disebut photosynthetically active radiation, PAR) untuk mendapatkan hasil bersih fotosintat yang tinggi (Kassam 1978; Salisbury dan Ross 1992). Selain berperan dominan pada proses fotosintesis, cahaya juga berfungsi sebagai


(27)

pengendali, pemicu, dan modulator respon morfogenesis khususnya pada tahap awal pertumbuhan tanaman (McNellis dan Deng 1995). Anderson (2000) juga menjelaskan bahwa tanaman yang tumbuh di lingkungan bercekaman tersebut sulit mengekspresikan potensial genetiknya secara utuh untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi secara maksimum. Dilaporkan bahwa hasil kedelai menurun rata-rata 30-60% pada kondisi cekaman naungan. Handayani (2003) juga melaporkan bahwa akibat cekaman naungan 50%, hasil per hektar tanaman kedelai menurun 10 - 40%. Oleh karena itu diperlukan upaya pemuliaan untuk memperoleh genotipe atau varietas unggul baru kedelai yang mampu beradaptasi pada lingkungan bercekaman intensitas cahaya rendah.

Berbagai upaya pendekatan ke arah perbaikan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah sudah mulai dirintis sejak tahun 2001 oleh Kelompok Penelitian untuk Perbaikan Tanaman (Research Group for Crop Improvement, RGCI) IPB melalui kajian aspek fisiologi, pemuliaan, dan molekuler (Sopandie et al. 2002, 2003a; Khumaida 2002; Trikoesoemaningtyas et al. 2003).

Kegiatan pemuliaan kedelai toleran naungan dimulai dengan pembentukan 12 populasi bersegregasi dengan metode restricted bulk hasil persilangan dialel lengkap dari empat tetua terpilih (Ceneng, Pangrango, Godek, Slamet). Analisis genetik karakter agronomi yang terkait adaptasi kedelai terhadap naungan sudah dilaporkan (Trikoesoemaningtyas et al. 2003). Seleksi terhadap karakter-karakter yang berkontribusi terhadap sifat adaptasi akan lebih efektif apabila didasari oleh hasil analisis genetik seperti pendugaan jumlah dan aksi gen serta daya waris gen-gen yang mengen-gendalikan karakter-karakter tersebut (Poehlman dan Sleper 1995; Roy 2000). Karakter daun merupakan karakter yang terlibat langsung dalam proses penerimaan, pengiriman signal cahaya sampai proses fotosintesis. Namun informasi genetik untuk aspek fisiologi dan morfologi daun yang terkait dengan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah masih sangat terbatas.

Aspek fisiologi adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah sudah mulai dipelajari melalui respon spesifik pada berbagai tingkatan seperti adanya perubahan anatomi, morfologi, fisiologi, biokimia sampai tingkat molekuler dan sudah banyak dilaporkan (Sopandie et al. 2001; Khumaida 2002; Murchie et al. 2002; Alves de Alvarenga 2003; Juraimi et al. 2004). Pada tanaman padi gogo


(28)

3 dilaporkan bahwa beberapa karakter anatomi, morfologi, fisiologi dan biokimia (klorofil, karoten, karbohidrat, enzim rubisko) terkait erat dengan efisiensi fotosintesis. Selain itu terdapat perbedaan yang jelas antara genotipe toleran dan peka dalam mekanisme adaptasinya terhadap naungan (Sopandie et al. 2001, 2003a, 2003b; Khumaida 2002; Soverda 2002). Pada tanaman kedelai, karakter fotosintetik daun seperti kandungan klorofil a, b dan rasio klorofil a/b serta luas daun merupakan karakter penting bagi adaptasi kedelai terhadap naungan (Sopandie et al. 2002 dan 2006; Khumaida 2002; Handayani 2003; Jufri 2006). Penurunan rasio klorofil a/b sebagai bentuk aklimatisasi fotosintesis terhadap intensitas cahaya rendah juga telah dilaporkan pada kacang kapri (Leong dan Anderson 1984), bayam (Lindahl et al. 1995), barley (de la Torre dan Burkey 1999), gandum (Behera dan Choudhury 2001), dan Arabidopsis (Bailey et al. 2001).

Dari aspek molekuler, gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya masih belum banyak dilaporkan namun sudah mulai dirintis oleh Dr Nurul Khumaida. Khumaida (2002) berhasil mengidentifikasi sembilan kandidat gen yang terkait erat dengan karakter adaptasi kedelai terhadap naungan dan tiga fragment cDNA diantaranya (E3, JJ3, dan EE2) terindikasi merupakan kandidat gen fotosintetik yang terkait erat dengan gen yang mengkode protein kompleks membran tilakoid yaitu berturut-turut fotosistem II (PSII), fotosistem I (PSI), dan sitokrom. Fragmen cDNA JJ3 yang terkait protein kompleks PSI telah berhasil diperoleh sekuen lengkapnya (Sopandie et al. 2005) dengan menggunakan metode RACE (Rapid Amplification of cDNA Ends). Dengan demikian tahap berikutnya adalah karakterisasi, konfirmasi fungsi dan analisis pola ekspresinya bagi keperluan mempelajari mekanisme adaptasi dan pemuliaan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah.

Pola ekspresi gen bermanfaat untuk dapat mengetahui apakah gen tersebut termasuk gen dengan respon umum (regulated genes atau functional genes) ataukah gen pengendali stres spesifik (regulatory genes). Pada kondisi stres cahaya rendah, ekspresi gen dengan respon umum (regulated genes) meningkat pada genotipe toleran maupun genotipe peka. Gen tersebut tidak dapat digunakan untuk membedakan genotipe toleran atau peka, sedangkan gen pengendali stres


(29)

spesifik (regulatory genes) ekspresinya lebih tinggi pada genotipe toleran dari pada genotipe peka. Gen-gen regulator ini sangat penting karena dapat berfungsi sebagai ‘master switches’ yang mengaktifkan program pengiriman signal stres (signal transduction) sehingga dapat meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman kedelai terhadap cekaman naungan.

Pola ekspresi beberapa gen fotosintetik pada berbagai kondisi cahaya telah banyak dilaporkan antara lain gen chlorophyll a/b binding protein (CAB), chalcone synthase (CHS) dan ribulose-1,5-bisphosphate carboxylase/oxygenase small subunit (rbcS) ketiganya merupakan light-regulated genes yang bersifat up-regulated pada tanaman tomat (Peters et al. 1998), gen chlorophyll a oxygenase (CAO) yang mengkatalisis konversi klorofil a menjadi klorofil b, gen CHLD yang mengkode enzim biosintesis klorofil pada ganggang hijau Dunaliella salina (Masuda et al. 2002), gen phytochrome B (phyB) dan gen Arabidopsis thaliana homeobox (ATHB) yang terlibat dalam mekanisme avoidance (Ziemienowicz dan Gabrys 2003; Vandenbussche 2005). Pola ekspresi gen-gen fotosintetik tersebut pada tanaman kedelai dalam kondisi cekaman intensitas cahaya rendah belum banyak dilaporkan. Informasi genomik yang berbasis RNA ini bermanfaat untuk mempelajari mekanisme fisiologi dan molekuler adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah.

Rumusan Masalah

Pengembangan tanaman kedelai sebagai tanaman sela di bawah tanaman perkebunan, hutan tanaman industri, atau tumpangsari dengan tanaman pangan lain, merupakan salah satu bentuk terobosan untuk meningkatkan produksi kedelai nasional dan mengurangi ketergantungan impor yang terus meningkat setiap tahun. Akan tetapi kendala utama pengembangan kedelai di lingkungan tersebut adalah faktor intensitas cahaya rendah akibat naungan. Untuk itu diperlukan genotipe atau varietas baru kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah. Sejauh ini upaya pemuliaan untuk mendapatkan genotipe atau varietas baru toleran intensitas cahaya rendah masih belum berkembang dengan baik karena belum tersedianya informasi lengkap di bidang fisiologi, genetika, dan molekuler bagi perakitan varietas toleran naungan. Oleh karena itu penelitian ke arah


(30)

5 pencarian karakter terutama karakter morfologi dan fisiologi daun, genetika adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan karakter morfo-fisiologi daun, dan molekuler gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah mutlak diperlukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman komprehensif tentang mekanisme adaptasi kedelai terhadap cekaman intensitas cahaya rendah melalui pendekatan morfo-fisiologi, genetik dan molekuler yang dibutuhkan bagi perakitan varietas untuk adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh karakter morfo-fisiologi daun sebagai penciri adaptasi kedelai

terhadap intensitas cahaya rendah.

2. Melakukan pendugaan parameter genetik adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan morfo-fisiologi daun.

3. Melakukan karakterisasi sekuen lengkap, gen yang terkait dengan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah (JJ3).

4. Memperoleh informasi pola ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah (JJ3, CAB, phyB, dan ATHB).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pedoman dasar dalam program pemuliaan atau perbaikan tanaman kedelai toleran intensitas cahaya rendah. Selain itu diharapkan juga sebagai pedoman dalam pengembangan teknik budidaya untuk memperbaiki karakter kedelai sehingga mampu beradaptasi pada kondisi intensitas cahaya rendah seperti di bawah tegakan tanaman perkebunan, hutan industri, atau tumpangsari dengan tanaman semusim lain.

Hipotesis

Agar penelitian ini dapat dilaksanakan lebih terarah, maka diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut:


(31)

1. Kedelai genotipe toleran dan genotipe peka naungan memiliki karakter morfologi dan fisiologi daun sebagai penciri adaptasi yang berbeda terhadap cekaman intensitas cahaya rendah.

2. Karakter morfo-fisiofologi daun, karakter penciri kedelai toleran dan peka cahaya rendah, dikendalikan oleh gen minor dan gen major.

3. Gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap cekaman intensitas cahaya rendah memiliki tingkat homologi yang tinggi dengan gen-gen yang terkait adaptasi terhadap cekaman intensitas cahaya rendah pada tanaman lain.

4. Terdapat perbedaan pola ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah.

Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka telah dilakukan empat rangkaian percobaan. Percobaan 1, Respon Morfo-fisiologi Daun, Penciri Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Percobaan 2, Analisis Genetik Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah berdasarkan Karakter Morfo-fisiologi Daun. Percobaan 3, Analisis Sekuen Lengkap Gen yang Terkait Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Percobaan 4,

Analisis Pola Ekspresi Gen-gen yang Terkait Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah.

Secara skematis, bagan alir atau tahapan penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1.


(32)

Karakter Penciri Adaptasi

Mekanisme Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah yang Dibutuhkan bagi Pemuliaan Kedelai Toleran Intensitas Cahaya Rendah

Bahan Kegenetikan

Analisis Genetik Karakter Daun, Penciri Adaptasi ICR Analisis Respon Karakter

Daun, Penciri Adaptasi ICR

Perlakuan Intensitas Cahaya Rendah (ICR)

Analisis Sekuen Lengkap Gen Terkait Adaptasi ICR

Ekspresi Gen-gen Terkait Adaptasi ICR

RT-PCR RNA Total

Pola Ekspresi Gen Terkait Naungan Jumlah Gen, Aksi

Gen, Heritabilitas

Karakterisasi

Gen-gen Terkait ICR

Pendekatan Molekuler Pendekatan Morfo-fisiologi

Sekuen Lengkap cDNA JJ3 (Sopandie et al. 2005)

cDNA Luas Daun, BDS,

Klorofil

Luas Daun, BDS, Klorofil

Pendekatan Genetik

Gambar 1 Bagan alir penelitian


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fotosintesis pada Kondisi Intensitas Cahaya Rendah

Photosynthetically Active Radiation (PAR) dan Fotosintesis

Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan di atas bumi ini, karena semua mahluk hidup seperti tumbuhan, hewan, bakteri, ganggang, langsung atau tidak langsung tergantung dari fotosintesis. Organisme fotosintetik menggunakan energi cahaya untuk mensintesis makromolekul (karbohidrat, asam amino, dan asam lemak) yang pada gilirannya digunakan oleh organisme lain sebagai material dasar untuk proses metabolisme.

Spektrum cahaya yang dibutuhkan tanaman berkisar antara panjang gelombang 400-700 nm, yang biasa disebut photosynthetically active radiation (PAR). Energi cahaya dikonversi ke molekul berenergi tinggi (ATP) dan NADPH, terjadi di dalam pigmen atau kompleks protein yang menempel pada membran tilakoid yang terletak pada kloroplas. Pigmen tanaman yang meliputi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid termasuk xantofil menyerap PAR terbaik pada panjang gelombang tertentu (Gambar 2). Klorofil a menyerap cahaya tertinggi pada kisaran panjang gelombang 420 nm dan 660 nm. Klorofil b menyerap cahaya paling efektif pada panjang gelombang 440 nm dan 640 nm, sedangkan karotenoid termasuk xantofil mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang 425 dan 470 nm. Menurut Salisbury dan Ross (1992); Grant (1997), cahaya dengan panjang gelombang lebih pendek akan menghasilkan energi foton yang lebih besar dari pada cahaya dengan panjang gelombang lebih panjang. Dengan demikian klorofil a menyerap energi foton lebih besar dari pada klorofil b.

Photosynthetically Active Radiation (PAR) dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan kisaran panjang gelombang yang diserap pigmen tanaman yaitu panjang gelombang aktifitas tinggi (400-500 nm) kelompok cahaya biru, dan panjang gelombang aktif rendah (600-700 nm) kelompok cahaya merah (respon


(34)

9 aktif untuk induksi fotoperiodisitas pembungaan, perkembangan kloroplas (tidak termasuk sintesis klorofil), penuaan (senescence) daun dan absisi daun. Kelompok cahaya hijau dengan panjang gelombang 500-600 nm tergolong tidak aktif untuk fotosintesis. Cahaya merah jauh (far-red) dengan panjang gelombang 700-800 nm juga tidak aktif untuk fotosintesis akan tetapi banyak mempengaruhi fotomorfogenesis (Grant 1997).

Gambar 2 Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman, biasa disebut photosynthetically active radiation (PAR) (Salisbury dan Ross 1992)

Fotosintesis dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yang terpisah: (i) reaksi terang, dimana energi radiasi (hv) diserap dan digunakan untuk menghasilkan senyawa berenergi tinggi ATP dan NADPH; (ii) reaksi gelap, meliputi reduksi biokimia CO2 menjadi gula menggunakan senyawa berenergi tinggi yang dihasilkan pada reaksi terang; dan (iii) suplai CO2 dari udara ke tempat reduksi di kloroplas (Jones 1992).

Secara umum proses fotosintesis dipengaruhi oleh umur daun, genotipe tanaman, besarnya kebutuhan hasil asimilat oleh sink, dan pengaruh lingkungan seperti kandungan hara, kelembaban, suhu, dan cahaya. Dalam kondisi tanpa stres, intensitas radiasi merupakan faktor lingkungan terpenting yang menyebabkan perbedaan laju fotosintesis (Sinclair dan Torie 1989).

Klorofil a

Klorofil b

Karotenoid

Ungu Biru Hijau Kuning Jingga Merah

400 450 500 550 600 650 700 Panjang gelombang (nm)

Se

rap


(35)

Tanaman yang memiliki efisiensi fotokimia yang lebih besar pada cahaya rendah akan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih besar dan akan berhasil dalam berkompetisi pada vegetasi yang rapat atau pada kondisi yang ternaungi (Lawlor 1987).

Aklimatisasi fotosintetik pada kondisi cahaya rendah memiliki karakteristik tertentu. Sebagai contoh daun yang terbentuk pada kondisi intensitas cahaya rendah menunjukkan peningkatan jumlah klorofil (Evans 1987) dan akumulasi karbohidrat yang rendah (Makino et al. 1985). Tanaman naungan mengandung klorofil a dan b per unit volume kloroplas 4 sampai lima kali lebih banyak dan mempunyai nisbah a/b lebih rendah pada tanaman cahaya penuh karena mempunyai kompleks pemanen cahaya yang meningkat (Lawlor 1987). Daun yang ternaungi memperlihatkan perkembangan grana yang lebih intensif tetapi kapasitas transpor eletron cenderung berkurang. Sebagai contoh, transpor elektron melalui kedua fotosistem 14 kali lebih tinggi pada kloroplas yang diekstrak dari daun cahaya penuh dibandingkan tanaman naungan. Cyt b6f yang merupakan bagian transpor elektron juga berkurang pada tanaman ternaungi (Jones 1992).

Pembentukan Klorofil

Klorofil dihasilkan di dalam kloroplas pada jaringan fotosintesis daun. Prekursor dalam pembentukan senyawa pigmen klorofil adalah senyawa intermidiate, glutamat, yang mengalami deaminasi menghasilkan α-ketoglutarat, kemudian direduksi menjadi γ,δ-dioxovalerate dan mengalami transaminasi menjadi asam δ–amino-laevulinat (ALA); sintesis ini memerlukan ATP dan NADPH (Malkin dan Niyogi 2000).

Pelepasan air dari asam amino-laevulinat menghasilkan porphobilinogen yang mengandung struktur cincin pyrrole. Selanjutnya terjadi reaksi pelepasan NH3 dan CO2 kemudian membentuk protoporphyrinogen. Penambahan Mg2+ dan adenosylmethionine pada protoporphyrin menghasilkan Mg-protoporphyrin monomethylester. Mg pada klorofil berfungsi sebagai pengatur penyerapan spektrum. Mg-protoporphyrin monomethylester mengalami dehidrasi dan reduksi menghasilkan protochlorophylide. Penambahan H+ menghasilkan chlorophyllide a menjadi klorofil a, proses ini sangat dipengaruhi oleh cahaya (Lawlor 1987).


(36)

11 A

B

Gambar 3 Lintasan reaksi pembentukan klorofil a dan klorofil b yang melibatkan gen-gen fotosintesis (A) dan struktur kimia klorofil a dan klorofil b (B) (Malkin dan Niyogi 2000; Nagata et al. 2005)

Protoporfirin IX

Mg-protoporfirin monometilester

Protoklorofilide a

Klorofilide a

Mg-adenosylmethionine

H2O -4H CHL D,

CHL I, CHL H

-6H

Klorofil a

Klorofil b

Geranyl-geranyl pyrophosphate

CAO DVR

POR CDR

Glutamat


(37)

Klorofil b merupakan bentuk khusus dari klorofil a. Pembentukan klorofil b membutuhkan O2 dan NADPH2 dengan bantuan enzim chlorophyll a oxygenase (CAO). Pigmen klorofil menyusun sekitar 4% bobot kering kloroplas, dan klorofil b berjumlah sekitar 1/3 dari klorofil a (Hall dan Rao 1999). Klorofil a berperan sentral untuk menyerap dan menyalurkan energi cahaya ke pusat reaksi untuk mengeksitasi elektron.

Klorofil b berfungsi sebagai pigmen antena. Cahaya ditangkap oleh klorofil b yang tergabung dalam kompleks pemanen cahaya (LHC) kemudian segera ditransfer ke klorofil a dan pigmen antena lain yang berdekatan dengan pusat reaksi.

Dalam pembentukan klorofil terdapat paling kurang 3 lintasan reaksi yang dikendalikan oleh gen-gen inti yaitu: lintasan reaksi antara protoporfirin 9 dan protoklorofilide yang melibatkan gen-gen CHLD, CHLI, CHLH, CDR, perubahan protoklorofilide menjadi klorofilide yang melibatkan gen-gen seperti VDR, POR, dan lintasan sintesis klorofil b yang melibatkan gen CAO (Malkin dan Niyogi 2000; Masuda et al. 2002; Nagata et al. 2005; Heyes et al. 2006). Reaksi-reaksi yang terlibat dalam lintasan pembentukan klorofil dan kendali gen-gen inti serta struktur kimia klorofil a dan b disajikan pada Gambar 3.

Klorofil a (C55H72O5N4Mg) dan klorofil b (C55H72O6N4Mg) dapat dibedakan dengan adanya gugus metil (CH3) pada klorofil a dan gugus aldehid (CHO) pada klorofil b. Klorofil biasanya mengalami degradasi atau terurai seiring dengan penuaan daun, dan sebagian besar nitrogennya diabsorpsi kembali oleh tanaman.

Klorofil terdapat pada membran tilakoid pada kloroplas. Kloroplas terdapat di dalam sitoplasma dan mengandung DNA, RNA, ribosom dan ensim sendiri (Salisbury dan Ross 1992). Pigmen yang menyerap cahaya pada membran tilakoid tersusun di dalam suatu rangkaian fungsional yang disebut fotosistem. Fotosistem ini mengandung 200-300 molekul klorofil dan sekitar 40 molekul karotenoid. Kelompok pigmen ini menyerap cahaya dengan panjang gelombang 400-700 nm, dan semua molekul pigmen pada fotosistem disebut pigmen tetap cahaya atau ‘antena’. Besaran kuantitas pigmen pada fotosistem ini menentukan ukuran antena (antena size) ( Taiz dan Zeiger 2002).


(38)

13 Klorofil a berfungsi meneruskan cahaya ke pusat reaksi yang merubah energi cahaya menjadi energi kimia. Sedangkan klorofil b berfungsi sebagai pemanen cahaya dan meneruskan energi dari karotenoid ke klorofil a (Salisbury dan Ross 1992).

Pengaruh Intensitas Cahaya Rendah terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Bagi tanaman, cahaya sangat besar peranannya dalam proses fisiologi, seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, penutupan dan pembukaan stomata, berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan (Taiz dan Zeiger 2002; Salisbury dan Ross 1992). Kedelai termasuk tanaman C3, yang mempunyai tingkat fotorespirasi yang lebih tinggi yang mengakibatkan hasil bersih fotosintesisnya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman C4. Baharsyah et al. (1993) menyatakan bahwa radiasi matahari akan mencapai titik jenuh antara 0.1-0,6 kal/cm2/menit. Hasil bersih dari proses fotosintesis pada radiasi penuh (1,4-1,7 kal/cm2/menit) adalah sebesar 15-35 mg CO2/dm2 luas daun/jam. Pada kedelai, radiasi matahari optimum untuk fotosistesis maksimal pada kondisi laboratorium berkisar 0,3-0,8 kal/cm2/menit (432-1152 kal/cm2/hari) (Kassam 1978; Salisbury dan Ross 1992). Nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan intensitas cahaya di bawah tegakan karet (Chozin et al. 1999).

Studi yang telah dilakukan untuk tanaman padi gogo sebagai tanaman sela pada perkebunan karet menunjukkan, rata-rata nilai intensitas cahaya pada areal terbuka sebesar 398,4 kal/cm2/hari. Nilai rata-rata intensitas cahaya dibawah tegakan karet umur 1, 2, 3 dan 4 tahun berturut-turut sebesar 326.7; 237.6; 109.2 dan 38.2 kal/cm2/hari. Nilai intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur 2 tahun setara dengan naungan paranet 25%, nilai di bawah tegakan karet umur 3 tahun setara dengan naungan paranet 50 %, dan untuk umur 4 tahun sudah melebihi naungan paranet 75 % (Chozin et al. 1999; Haris 1999). Penurunan intensitas cahaya akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai.

Studi tentang pengaruh cekaman intensitas cahaya rendah terhadap penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman serta terganggunya berbagai proses metabolisme tanaman telah terdokumentasikan cukup baik pada tanaman


(39)

padi gogo (Watanabe et al. 1993; Jiao et al. 1993; Chozin et al. 1999; Sulistyono et al. 1999; Lautt et al. 2000; Sopandie at al. 2003b dan 2003c). Akan tetapi informasi serupa pada tanaman kedelai belum banyak diperoleh. Penelitian Baharsyah (1980) pada kedelai menunjukkan bahwa penurunan cahaya menjadi 40 % sejak perkecambahan mengakibatkan penurunan jumlah buku, cabang, diameter batang, jumlah polong dan hasil biji. Naungan 60 % pada saat awal pengisian polong menyebabkan penurunan jumlah polong, hasil biji dan kadar protein biji. Asadi et al. (1997) menunjukkan bahwa penurunan hasil biji kedelai (28 galur) yang diuji di bawah naungan 33 % berkisar 2-45 % dibandingkan dengan tanpa naungan

Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah Pada kebanyakan tanaman, kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman intensitas cahaya rendah tergantung kepada kemampuannya melanjutkan fotosintesis dalam kondisi defisit cahaya. Hale dan Orchut (1987) menjelaskan bahwa adaptasi terhadap naungan pada dasarnya dapat melalui dua cara, yaitu melalui: (a) peningkatan luas daun sebagai cara mengurangi penggunaan metabolit, dan (b) pengurangan jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan. Levitt (1980) membuat hipotesis bahwa adaptasi terhadap naungan dicapai melalui: (a) mekanisme penghindaran (avoidance) yang berkaitan dengan respon perubahan anatomi dan morfologi daun untuk peningkatan penangkapan cahaya dan fotosintesis yang efisien (Gambar 4A), serta (b) mekanisme toleransi (tolerance) yang berkaitan penurunan titik konpensasi cahaya serta respirasi yang efisien (Gambar 4B). Penghindaran defisit cahaya dilakukan dengan mengurangi kutikula, lilin, dan bulu daun serta meniadakan pigmen antosianin (Levitt 1980).

Pada mekanisme toleransi, asimilasi bersih CO2 nol terjadi pada titik kompensasi cahaya (LCP) yaitu cahaya pada permukaan daun yang menginduksi kecepatan asimilasi CO2 aktual sama dengan kecepatan evolusi O2 respirasi. Tanaman naungan ditandai dengan rendahnya LCP sehingga dapat mengakumulasi produk fotosintat pada tingkat cahaya yang rendah dibanding tanaman cahaya penuh. Selain itu tanaman naungan juga memperlihatkan kejenuhan cahaya pada level intensitas cahaya rendah.


(40)

15 (A)

(B)

Gambar 4 Model mekanisme penghindaran (avoidance) (A) dan mekanisme toleransi (tolerance) (B) untuk adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendah (Levitt 1980)

Peningkatan efisiensi penangkapan cahaya

Peningkatan area penangkapan cahaya Peningkatan proporsi area fotosintetik (daun)

Peningkatan penangkapan cahaya per unit area fotosintetik

Refleksi avoidance Transmisi avoidance ”waste” absorbsi Avoidance Hilangnya kutikula, lilin

dan rambut pada permukaan daun Hilangnya pigmen non- kloroplas (Antosianin) Peningkatan kandungan kloroplas Peningkatan kandungan pigmen

per kloroplas Peningkatan kandungan

kloroplas per sel mesofil

Kloroplas kandungan kloroplas dalam sel

epidermis Toleransi defisit cahaya Penurunan LCP Penurunan kecepatan respirasi di bawah LCP Penghindaran kerusakan

sistem fotosintetik

Penurunan kecepatan respirasi mendekati LCP

Menghindari penurunan akivitas enzim Menghindari kerusakan pigmen Menurunkan substrat respirasi Menurunkan sistem respiratory: mitokondria & enzim


(41)

Perubahan anatomi dan morfologi. Dari sudut anatomi dan morfologi, karakter yang mengalami perubahan terhadap intensitas cahaya rendah telah dijelaskan oleh Bjorkman (1981), Anderson (1986), Evans (1988) dan Anderson et al. (1995). Intensitas cahaya akan mempengaruhi bentuk dan anatomi daun termasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil (Vogelmann dan Martin 1993). Perubahan tersebut sebagai mekanisme untuk pengendalian kualitas dan jumlah cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplas daun. Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar dari pada daun yang ditanam pada areal terbuka, yang disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil (Taiz dan Zeiger 2002). Pada genotipe padi gogo dan kedelai toleran naungan, terjadi pengurangan lapisan palisade yang lebih besar akibat cekaman naungan dibanding genotipe peka, menyebabkan daun menjadi lebih tipis (Khumaida 2002; Sopandie et al. 2003a, 2003b). Lapisan palisade dapat berubah sesuai kondisi cahaya, yang menyebabkan tanaman menjadi efisien dalam menyimpan energi cahaya (Taiz dan Zeiger 2002). Tanaman dikotil termasuk kedelai mempunyai kapasitas yang lebih besar untuk menggunakan cara menghindari naungan (shade avoidance) (Morelli dan Ruberti 2002).

Perubahan kandungan klorofil daun. Pada keadaan normal, aparatus fotosintetik termasuk klorofil mengalami proses kerusakan, degradasi dan perbaikan. Proses perbaikan ini tergantung pada cahaya, sehingga apabila tanaman dinaungi kemampuan ini akan menjadi terbatas (Richter et al. 1990). Kekuatan melawan degradasi ini sangat penting bagi daya adaptasi terhadap naungan, yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas per luas daun (Hale dan Orchut 1987) dan dengan peningkatan jumlah klorofil pada kloroplas (Okada et al. 1992). Hal ini ditunjukkan juga oleh genotipe toleran padi gogo yang memiliki kadar klorofil a dan b lebih tinggi dibanding yang peka (Chowdury et al. 1994; Sulistyono et al. 1999; Sopandie et al. 2003b). Hal yang senada juga dijumpai pada kedelai toleran naungan (Khumaida 2002; Sopandie et al. 2003a). Hidema et al. (1992) melaporkan bahwa intensitas cahaya rendah menurunkan nisbah klorofil a/b, karena adanya peningkatan klorofil b pada tanaman yang dinaungi, yang berkaitan dengan peningkatan protein klorofil a/b pada LHC II. Membesarnya antena untuk fotosistem II ini akan mempertinggi efisiensi pemanenan cahaya. Walaupun


(42)

17 kandungan klorofil tinggi, rendahnya laju fotosintesis sering dihubungkan dengan tingginya resistensi stomata dan rendahnya aktivitas Ribulose bifosfat (RuBP) (Murty dan Sahu 1987). Selain itu, walaupun kandungan klorofil meningkat namun terjadi penurunan klorofil per luas area karena daun menjadi lebih tipis (Nilsen dan Orcutt 1996).

Perubahan fisiologi dan biokimia. Hubungan antara enzim rubisco dan fotosintesis telah diketahui dengan sangat baik (Makino et al. 1984; Evans 1987); jumlahnya pada daun secara relatif merefleksikan 20-30 % dari total N daun. Naungan menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia, salah satu di antaranya adalah perubahan kandungan N daun, kandungan rubisco dan aktivitasnya. Rubisco adalah enzim yang memegang peranan penting dalam fotosintesis, yaitu yang mengikat CO2 dan RuBP dalam siklus Calvin yang menghasilkan 3-PGA. Intensitas cahaya rendah (naungan) menyebabkan rendahnya aktivitas rubisco (Portis 1992, Bruggeman dan Danborn 1993). Diperkirakan genotipe kedelai toleran naungan akan memiliki aktivitas rubisco yang lebih tinggi dan kandungan N terlarut yang lebih rendah dibandingkan dengan yang peka pada kondisi naungan, seperti dilaporkan pada padi gogo (Sopandie et al. 2003b).

Hubungan antara cekaman intensitas cahaya rendah dengan penurunan karbohidrat dapat dijelaskan dalam beberapa hal. Pengurangan fotosintat pada intensitas cahaya rendah dapat dihubungkan dengan tingginya resistensi stomata dan sel-sel mesofil terhadap pertukaran CO2. Pada kondisi cahaya rendah aktivitas karboksilase dan RuBP menurun (Thorne dan Koller 1974). Reaksi pembentukan pati dikatalisis oleh enzim ADP-glukosa pyrofosforilase yang mengatur aliran karbon, dimana enzim ini diatur secara alosterik oleh produk dari siklus PCR. Intensitas cahaya yang rendah menyebabkan rendahnya pembentukan 3-PGA, yang menyebabkan hambatan kerja enzim ADP-glukosa pyrofosfatase karena adanya Pi yang berinteraksi dengan 3-PGA. Soverda (2002) menunjukkan bahwa cekaman intensitas cahaya rendah menurunkan aktivitas PGA kinase, penurunan yang lebih kecil dijumpai pada genotipe padi gogo yang toleran naungan dibandingkan genotipe yang peka.

Thorne dan Koller (1974) menunjukkan bahwa pemberian naungan menyebabkan penurunan kandungan pati pada daun kedelai, sementara sukrosa


(43)

mengalami kenaikan, selanjutnya perimbangan antara pati dan sukrosa tersebut berubah kembali seperti semula setelah perlakuan naungan dihentikan. Pada intensitas cahaya rendah terjadi gangguan translokasi karbohidrat. Pada kondisi ini gula total (sebagian besar gula non reduksi dan pati) secara nyata menurun pada seluruh bagian tanaman. Murty dan Sahu (1987) melaporkan peningkatan kandungan total amino-N dan N terlarut pada varietas padi yang peka, yang menyebabkan sintesis protein terganggu dan ketersediaan karbohidrat menjadi rendah dan tingkat kehampaan menjadi tinggi. Penelitian Lautt et al. (2000) pada padi gogo menunjukkan bahwa galur toleran padi gogo memperlihatkan kandungan pati pada daun dan batang yang lebih tinggi daripada yang peka saat dinaungi 50 % saat vegetatif aktif. Kenaikan sukrosa pada saat vegetatif aktif hanya terjadi pada galur yang toleran, sejalan dengan peningkatan aktivitas enzim SPS (sukrosa fosfat sintase).

Perubahan struktur kloroplas. Intensitas cahaya tinggi maupun intensitas cahaya rendah merupakan faktor stres yang dapat merusak dan mempengaruhi struktur dan fungsi kloroplas (Mostowska 1997). Menurut Biswal (1997b) dan Mostowska (1997), perubahan struktur dan fungsi kloroplas akibat stres cahaya terjadi pada level komposisi pigmen, struktur organisasi tilakoid, reaksi fotokimia, dan efisiensi fiksasi CO2. Selain itu juga penurunan bahkan kehilangan pigmen fotosintesis, perbedaan respon Chla dan Chlb, dan perubahan dalam komposisi karotinoid, terutama perubahan komposisi komponen siklus xanthophyll. Stress tersebut menyebabkan perubahan struktur kloroplas (secara umum) dan kompleks transport elektron (secara khusus). Perubahan pigmen dan struktur membran tilakoid diikuti oleh perubahan laju reaksi fotokimia yang terkait dengan PSI dan PSII dan juga aktivitas enzim dalam siklus Calvin (Biswal 1997b).

Bagian kloroplas yang paling peka terhadap stres cahaya adalah PSII dan diidentifikasi sebagai sasaran utama kerusakan akibat stres cahaya. Kerusakan fotosintetik karena kelebihan cahaya merupakan sindrom stres cahaya tinggi (fotoinhibisi). Tanaman atau kloroplas yang menerima cahaya tinggi dalam waktu lama menyebabkan foto-oksidasi pigmen atau foto-destruksi kloroplas. Fotosistem ini diketahui terkait dengan berbagai mekanisme adaptasi sehingga telah


(44)

19 dilaporkan sebagai suatu komponen kunci selama pengiriman signal stres untuk adaptasi kloroplas (Biswal 1997b; Mostowska 1997).

Pengaruh stres cahaya rendah terhadap perubahan kloroplas juga sudah dilaporkan. Intensitas cahaya rendah terbukti mempengaruhi orientasi kloroplas tanaman. Pada intensitas cahaya rendah kloroplas akan mengumpul pada dua bagian, yaitu pada kedua sisi dinding sel terdekat dan terjauh dari cahaya (Salisbury dan Ross, 1992). Hal ini sering menyebabkan warna daun lebih hijau, karena posisi kloroplas yang terkonsentrasi pada permukaan daun. Intensitas cahaya rendah menyebabkan terjadi peningkatan jumlah kloroplas per sel, volume kloroplas dan membran tilakoid serta grana (stack granum), seperti pada Gusmania monostachia (Maxwell et al. 1999).

Respon kloroplas terhadap perubahan intensitas cahaya matahari tergantung pada skala waktu perubahan tersebut. Respon jangka pendek terjadi dalam beberapa detik sampai menit yang melibatkan penyusunan kembali struktur dan fungsi komponen kloroplas. Regulasi jangka pendek ini termasuk pada saat transisi dan penyesuaian fotosistem stoikiometrik pada fosforilasi protein tilakoid (Allen 1995), regulasi untuk efisiensi PS II (Horton et al. 1996), serta perubahan aktivitas rubisco (Salvucci dan Ogren 1996). Perubahan jangka panjang terhadap cahaya melibatkan sintesis yang selektif dan degradasi komponen kloroplas untuk menyusun komposisi dan fungsi organ fotosintesis. Sangat menarik untuk dipelajari perubahan struktur kloroplas pada genotipe kedelai toleran dan peka dalam kondisi intensitas cahaya rendah dalam periode pendek dan panjang. Hipotesis yang dapat diajukan adalah genotipe toleran akan memiliki struktur kloroplas dan komponen (grana, jumlah tilakoid pada grana, stroma, stack membrane, ukuran kloroplas) yang normal dibandingkan dengan yang peka.

Struktur Kloroplas dan Mekanisme Transport Elektron Struktur Kloroplas

Kloroplas terdiri atas dua komponen utama (Gambar 5), (a) lamellar network, disebut tilakoid, dan (b) stroma matrix dengan berbagai enzim yang terkait dengan siklus Calvin seperti Rubisco (ribulose bisphosphat carboxylase/oxygenase). Terdapat juga beberapa kopy DNA sirkular dan semua


(45)

komponen transkripsi dan translasi, dan enzim-enzim untuk sintesis lipid, porphyrin, terpenoid, quinoid dan senyawa aromatik lain. Struktur membran tilakoid beragam dari yang sederhana pada bakteri sampai yang paling kompleks pada kloroplas tanaman tingkat tinggi. Membran tilakoid, yang diklasifikasikan ke dalam grana dan lamella stroma, terdiri atas pigmen-pigmen fotosintesis seperti klorofil a, klorofil b, karoten, dan xantofil. Pigmen-pigmen tersebut berasosiasi dengan protein spesifik yang terikat membran (specific membrane-bound protein) dan membentuk gabungan pigmen guna mengoptimalkan penyerapan energi cahaya (foton) (Biswal dan Biswal 1999).

Gambar 5 Skema bangun kloroplas. Kloroplas merupakan organel semi-otonom pada sel tanaman. Energi cahaya dirubah menjadi energi kimia di membran tilakoid. Fiksasi CO2 berlangsung di stroma. Tumpukan grana lebih besar pada daun yang ternaungi dari pada daun penuh cahaya (Biswal dan Biswal 1999).

Kompleks protein membran yang terlibat dalam reaksi cahaya tidak tersebar merata di seluruh membran tilakoid. Menurut Critchley (1997), fotosistem II (PSII) dan kompleks pemanen cahaya II (light harvesting complex II) terkonsentrasi di grana, sedangan fotosistem I (PSI) dan ATP-sintase sebagian besar di stroma. Kompleks cytochrome b6 f hampir sama jumlahnya di kedua daerah tilakoid tersebut.


(46)

21 Mekanisme Transport Elektron

Menurut Critchley (1997) dan Biswal dan Biswal (1999), reaksi cahaya yang terjadi pada membran tilakoid dikendalikan oleh dua fotosistem (PSII dan PSI) yang dihubungkan oleh suatu intersistem rantai transport elektron (Gambar 6). Reaksi cahaya merupakan reaksi fotokimia yang menghasilkan NADPH dan ATP serta membebaskan O2 dari molekul air. Produk reaksi cahaya selanjutnya digunakan reaksi gelap melalui siklus Calvin untuk pembentukan gula.

Gambar 6 Skema rantai transport elektron fotosintetik pada PS II dan PS I (Surpin et al. 2002; Andersson et al. 2003).

Secara skematis lintasan elektron yang terjadi pada pusat reaksi membentuk formasi huruf Z sehingga disebut skema Z. Dalam rangkain proses transport elektron dilibatkan sekurangnya 4 kompleks protein utama, yaitu: sistem cahaya II (PSII), kompleks sitokrom b6f, sistem cahaya I (PSI) dan kompleks ATP sintase. Keempat kompleks protein ini terletak di dalam membran tilakoid. PSII berfungsi mengoksidasi air menjadi oksigen dengan melepaskan proton ke lumen (bagian dalam tilakoid). Kompleks sitokrom b6f menerima elektron dari PSII kemudian mengirim elektron tersebut ke PSI dengan disertai pemompaan proton dari stroma ke lumen. PSI mereduksi NADP+ menjadi NADPH di dalam stroma dengan bantuan feredoksin dan enzim Flavoprotein-NADP reduktase (FNR). Kompleks


(1)

144

Lampiran 1

Analisis Kandungan klorofil (mg/g berat basah sampel)

.

Analisis kandungan klorofil a, b, dan klorofil total dilakukan menggunakan

metode yang digunakan Richardson

et al

. (2002) yang merupakan perbaikan

metode yang digunakan Arnon (1949) sebagai berikut:

-

Disiapkan tiga disk sampel daun segar atau 100 mg berat basah, kemudian

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 4.5 ml dimethyl sulfoxide

(DMSO).

-

Sampel tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 65

o

C selama 45 menit, dihindari

penguapan untuk mencegah berkurangnya volume ekstrak.

-

Setelah dingin, larutan ekstrak diukur menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang 645 nm dan 663 nm.

-

Kandungan klorofil a, klorofil b dan klorofil total dihitung menggunakan rumus

Arnon (1949) kemudian dikonversikan menjadi kandungan klorofil daun (mg

klorofil/g berat basah sampel), sebagai berikut.

Berat

Volume

A

A

A

Klorofil

=

(

12

.

7

663

2

.

69

645

)

Berat

Volume

A

A

B

Klorofil

=

(

22

.

9

645

4

.

68

663

)

Berat

Volume

A

A

Total

Klorofil

=

(

20

.

2

645

+

8

.

02

663

)

dimana: volume = volume larutan ekstrak DMSO yang digunakan, dan berat

= berat basah sampel daun (gram).


(2)

145

Lampiran 2

Penampilan warna daun beberapa genotipe kedelai pada berbagai intensitas cahaya

rendah

Genotipe kedelai

Intensitas cahaya rendah

Ceneng Godek Pangrango Slamet

Cahaya penuh (L0)

5 hari naungan (L1)

5 hari gelap total (L2)

3 hari naungan + 5 hari cahaya

(L3)

3 hari naungan + 3 hari cahaya +

5 hari gelap total (L4)


(3)

146

Lampiran 3

Diskripsi varietas Pangrango

Nomor galur

: B8306-4-4

Asal

: Persilangan varietas local Lampung x Davros (1983)

Warna hipokotil

: Ungu

Warna bunga

: Ungu

Warna biji

: Kuning

Warna hilum biji

: Coklat

Warna kulit polong masak : Coklat

Warna bulu

: Coklat

Tipe tumbuh

: Diterminate

Tinggi tanaman

: ± 65 cm

Jumlah cabang

: 3-4 batang

Umur mulai berbunga

: ± 40 hari

Umur polong masak

: ± 88 hari

Bentuk biji

: Bulat – agak bulat

Bobot 100 biji

: ± 10 gram

Ukuran biji

: Sedang

Kandungan lemak

: ± 18%

Kandungan protein

: ± 39%

Hasil pada tumpangsari

dengan jagung

tertinggi

:

±

2.0

ton/ha

rata-rata

:

±

1.4

ton/ha

Ketahanan terhadap penyakit : Tahan karat daun

Pemulia

: Asadi, Darman M. Arsyad, Sumarno, Hafni Zahara,

dan Nurwita Dewi


(4)

147

Lampiran 4

Diskripsi varietas Slamet

Nomor asal

: T33 (UNSOED)

Asal

: Hasil persilangan Dempo x Wilis

Warna hipokotil

: Ungu

Warna epikotil

: Ungu

Warna daun

: Hijau

Warna biji

: Kuning

Warna kulit polong masak : Coklat

Warna bulu

: Coklat

Tipe tumbuh

: Diterminate

Tinggi tanaman

: ± 65 cm

Umur mulai berbunga

: ± 37 hari setelah tanam

Umur polong masak

: ± 87 hari setelah tanam

Kerabahan :

Tahan

Bobot 100 biji

: ± 12.5 gram

Kandungan lemak

: ± 15%

Kandungan protein

: ± 34%

Rata-rata hasil

: ± 2.26 ton/ha

Ketahanan terhadap penyakit : Agak tahan terhadap penyakit karat daun

Keterangan

: Sesuai untuk tanah masam

Pemulia

: Sunarto, Noor Farid, dan Suwarto

Tahun di lepas

: 1995


(5)

148

Lampiran 5

Sekuen lengkap gen

JJ3

di database publik di GenBank

LOCUS EF628505 800 bp mRNA linear PLN 29-MAY-2007 DEFINITION Glycine max photosystem I subunit PsaD (psaD) mRNA, complete cds; chloroplast.

ACCESSION EF628505 VERSION EF628505 KEYWORDS .

SOURCE chloroplast Glycine max (soybean) ORGANISM Glycine max

Eukaryota; Viridiplantae; Streptophyta; Embryophyta;

Tracheophyta; Spermatophyta; Magnoliophyta; eudicotyledons; core eudicotyledons; rosids; eurosids I; Fabales; Fabaceae; Papilionoideae; Phaseoleae; Glycine.

REFERENCE 1 (bases 1 to 800)

AUTHORS Khumaida,N., Sopandie,D. and Takano,T.

TITLE Shade tolerance-related gene on soybean (Glycine max): homolog to psaD gene of PSI subunit

JOURNAL Unpublished

REFERENCE 2 (bases 1 to 800)

AUTHORS Khumaida,N., Sopandie,D. and Takano,T. TITLE Direct Submission

JOURNAL Submitted (21-MAY-2007) Agronomy and Horticulture, Faculty Of Agriculture, Bogor Agricultural University (IPB), Jl.

Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor, West Java 16680, Indonesia

FEATURES Location/Qualifiers source 1..800

/organism="Glycine max"

/organelle="plastid:chloroplast" /mol_type="mRNA"

/db_xref="taxon:3847" gene 1..800

/gene="psaD" /note="gmpsaD" CDS 27..659

/gene="psaD"

/note="PS-1 subunit; transport electron PSI; PsaD

protein"

/codon_start=1 /transl_table=11

/product="photosystem I subunit PsaD"

/translation="MAMATQASLLTPPLSGLKASDRASVPWKQNSSLSF SSPKPLKFSRTIRAAAADETTEAPAKVEAAPVGFTPPELDPNTPSPIF GGSTGGLLRKAQVEEFYVITWDSPKEQIFEMPTGGAAIMREGPNLLKL ARKEQCLALGTRLRSKYKIKYQFYRVFPNGEVQYLHPKDGVYPEKVNA GRQGVGQNFRSIGKNVSPIEVKFTGKQPYDL" ORIGIN

1 gaacacttgt attatctcaa gcaaccatgg caatggcaac ccaagcctct ctcttaaccc 61 cacccctctc cggtctcaaa gccagcgacc gcgcctccgt gccatggaag caaaactcca 121 gcctctcctt ctccagcccg aagcccctca agttctccag aacaatcaga gcagcagccg 181 ccgacgagac cacagaggca ccagcaaaag tagaggctgc accggtcggg ttcaccccac 241 cagaacttga cccaaacacc ccttccccga tcttcggggg cagcaccggc gggctcctgc 301 gcaaggcaca ggtggaggag ttttatgtca ttacgtggga ctcacccaaa gaacagatct 361 ttgaaatgcc cactggcggc gccgctatca tgagggaggg tcctaacctt ctcaagttgg 421 ccaggaagga gcagtgcttg gctcttggga ctaggctcag gtccaagtac aagatcaagt 481 accagttcta cagggtcttc cctaatgggg aggttcagta tttgcaccct aaggatggtg 541 tttaccctga gaaggtcaac gccggacgcc aaggggtggg tcaaaacttc aggtctattg 601 gtaagaatgt tagtcctatt gaggtcaagt tcactggcaa gcagccctat gatttgtgag 661 cacacaactc tatcttcatc atcatcatcc cccgtgcttc ctttatatgc tatatattct 721 catgtgatat catgtaccta ttgtcaattt tattatgcca caaatattgc taaaaaaaaa 781 aaaaaaaaaa aaaaaaaaaa


(6)

ABSTRACT

KISMAN.

Genetic and Molecular Analyses of Soybean Adaptation to Low

Light Intensity based on Leaf Morpho-physiological Characters.

Supervised

by DIDY SOPANDIE, SOBIR, TRIKOESOEMANINGTYAS, and NURUL

KHUMAIDA

In order to increase soybean production in Indonesia, developing soybean as

intercrop under estate crops or agroforestry systems are required. The main

problem, however, is low light intensity due to neighbour shade. Therefore, low

light intensity tolerance genotypes or varieties of soybean are needed.

Development of new low light intensity tolerance varieties of soybean, however,

is still very slow. The reason is that very little understanding on the

comprehensive mechanism of soybean tolerance to low light intensity condition in

such of the aspect of morpho-physiology, genetics, and molecular. The main

objective of this study was to obtain the comprehensive knowledge on the

mechanism of adaptation through morpho-physiological, genetic and molecular

approaches to strengthen the breeding efforts in developing new low light

intensity tolerance variety of soybean.

This study was comprised in four topics of research. (1) Response of leaf

morpho-physiological characters, conducted using two tolerant genotypes

(Ceneng, Pangrango) and two sensitive genotypes (Godek, Slamet) under various

treatments of light intensity. (2) Genetic analysis of adaptation of soybean to low

light intensity based on leaf morpho-physiological characters, conducted using

tolerant genotype of Ceneng and sensitive genotype of Godek under 50% shade.

(3) Analysis of full length sequence of low light intensity adaptation related genes

(

JJ3

), conducted using bioinformatics tools. (4) Analysis of gene expression of

the low light intensity adaptation related genes, carried out using the method of

RT-PCR to the tolerant genotype of Ceneng and sensitive genotype of Godek

under various treatments of light intensity.

The results of this study revealed that: leaf morpho-physiological characters

(leaf area, specific leaf weight, chlorophyll content) were highly correlated to

adaptation of soybean to low light intensity. The character of leaf area might be

used as selection criterion for improvement of adaptation of soybean to low light

intensity since additively heritable, high broad sense heritability, and highly

positive correlated to yield. Full length sequence of

JJ3

with the size of 841 bp on

nucleotides homologue to gene

psaD

photosystem I (PSI) subunit. The genes of

JJ3

,

CAB, phyB,

and

ATHB-2

could not be used for DNA genome marker because

they were expressed in both shade tolerance and sensitive genotypes of soybean.

Increase of leaf area to efficiently light capture was assumed to be controlled and

related to the genes corresponding with

phyB

. The character of chlorophyll

content is not appropriate marker for selection of soybean lines since the genes

controlling the character were isoepistatic mode of action. The character,

however, could be used to screen the tolerant or sensitive genotypes for parental

candidates.

Keywords: soybean, low light intensity, genetic analyses, molecular analyses,

morphological characters, physiological characters