BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Kebutuhan kedelai di dalam
negeri terus meningkat setiap tahun sekitar 2 juta ton seiring dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan pentingnya produk berbahan baku kedelai.
Di lain pihak, produksi kedelai nasional cenderung stagnan, sekitar 730 ribu ton per tahun. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional,
pemerintah mengimpor sekitar 60 persen atau sekitar 700 ribu ton per tahun pada tahun 1998 bahkan meningkat mencapai rata-rata 1,2 juta ton per tahun sejak 2000
– 2004 Badan Litbang Deptan 2005. Berbagai upaya pemerintah seperti program kedelai mandiri prokema, gema palagung, dan program lainnya ternyata belum
mampu meningkatkan produksi kedelai nasional. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut maka pemerintah mencanangkan Program Swasembada Kedelai 2008
melalui peningkatan produktivitas dengan penerapan teknologi produksi dan juga melalui perluasan areal tanam.
Peningkatan produksi kedelai nasional melalui perluasan areal tanam memiliki potensi yang cukup besar, antara lain melalui penggunaan lahan di
bawah tegakan tanaman perkebunan, hutan tanaman industri HTI melalui program agroforestri, atau tumpangsari dengan tanaman pangan semusim lainnya.
Kendala utama pengembangan kedelai di bawah tegakan atau sistem tumpangsari tersebut adalah rendahnya intensitas cahaya akibat faktor naungan. Menurut Asadi
dan Arsyad 1995; Asadi et al. 1997, intensitas cahaya berkurang hingga mencapai 75 di bawah tegakan tanaman perkebunan dan 33 di bawah
tumpangsari dengan jagung atau sorgum. Tanaman kedelai memerlukan radiasi matahari yang optimum sekitar 0.3 - 0.8 kalcm
2
menit setara 431-1152 kalcm
2
hari dengan spektrum atau panjang gelombang berkisar 400-700 nm disebut photosynthetically active radiation, PAR untuk mendapatkan hasil
bersih fotosintat yang tinggi Kassam 1978; Salisbury dan Ross 1992. Selain berperan dominan pada proses fotosintesis, cahaya juga berfungsi sebagai
2 pengendali, pemicu, dan modulator respon morfogenesis khususnya pada tahap
awal pertumbuhan tanaman McNellis dan Deng 1995. Anderson 2000 juga menjelaskan bahwa tanaman yang tumbuh di lingkungan bercekaman tersebut
sulit mengekspresikan potensial genetiknya secara utuh untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi secara maksimum. Dilaporkan bahwa hasil kedelai
menurun rata-rata 30-60 pada kondisi cekaman naungan. Handayani 2003 juga melaporkan bahwa akibat cekaman naungan 50, hasil per hektar tanaman
kedelai menurun 10 - 40. Oleh karena itu diperlukan upaya pemuliaan untuk memperoleh genotipe atau varietas unggul baru kedelai yang mampu beradaptasi
pada lingkungan bercekaman intensitas cahaya rendah. Berbagai upaya pendekatan ke arah perbaikan adaptasi kedelai terhadap
intensitas cahaya rendah sudah mulai dirintis sejak tahun 2001 oleh Kelompok Penelitian untuk Perbaikan Tanaman Research Group for Crop Improvement,
RGCI IPB melalui kajian aspek fisiologi, pemuliaan, dan molekuler Sopandie et al. 2002, 2003a; Khumaida 2002; Trikoesoemaningtyas et al. 2003.
Kegiatan pemuliaan kedelai toleran naungan dimulai dengan pembentukan 12 populasi bersegregasi dengan metode restricted bulk hasil persilangan dialel
lengkap dari empat tetua terpilih Ceneng, Pangrango, Godek, Slamet. Analisis genetik karakter agronomi yang terkait adaptasi kedelai terhadap naungan sudah
dilaporkan Trikoesoemaningtyas et al. 2003. Seleksi terhadap karakter-karakter yang berkontribusi terhadap sifat adaptasi akan lebih efektif apabila didasari oleh
hasil analisis genetik seperti pendugaan jumlah dan aksi gen serta daya waris gen- gen yang mengendalikan karakter-karakter tersebut Poehlman dan Sleper 1995;
Roy 2000. Karakter daun merupakan karakter yang terlibat langsung dalam proses penerimaan, pengiriman signal cahaya sampai proses fotosintesis. Namun
informasi genetik untuk aspek fisiologi dan morfologi daun yang terkait dengan adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah masih sangat terbatas.
Aspek fisiologi adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah sudah mulai dipelajari melalui respon spesifik pada berbagai tingkatan seperti adanya
perubahan anatomi, morfologi, fisiologi, biokimia sampai tingkat molekuler dan sudah banyak dilaporkan Sopandie et al. 2001; Khumaida 2002; Murchie et al.
2002; Alves de Alvarenga 2003; Juraimi et al. 2004. Pada tanaman padi gogo
3 dilaporkan bahwa beberapa karakter anatomi, morfologi, fisiologi dan biokimia
klorofil, karoten, karbohidrat, enzim rubisko terkait erat dengan efisiensi fotosintesis. Selain itu terdapat perbedaan yang jelas antara genotipe toleran dan
peka dalam mekanisme adaptasinya terhadap naungan Sopandie et al. 2001, 2003a, 2003b; Khumaida 2002; Soverda 2002. Pada tanaman kedelai, karakter
fotosintetik daun seperti kandungan klorofil a, b dan rasio klorofil ab serta luas daun merupakan karakter penting bagi adaptasi kedelai terhadap naungan
Sopandie et al. 2002 dan 2006; Khumaida 2002; Handayani 2003; Jufri 2006. Penurunan rasio klorofil ab sebagai bentuk aklimatisasi fotosintesis terhadap
intensitas cahaya rendah juga telah dilaporkan pada kacang kapri Leong dan Anderson 1984, bayam Lindahl et al. 1995, barley de la Torre dan Burkey
1999, gandum Behera dan Choudhury 2001, dan Arabidopsis Bailey et al. 2001.
Dari aspek molekuler, gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya masih belum banyak dilaporkan namun sudah mulai dirintis oleh
Dr Nurul Khumaida. Khumaida 2002 berhasil mengidentifikasi sembilan kandidat gen yang terkait erat dengan karakter adaptasi kedelai terhadap naungan
dan tiga fragment cDNA diantaranya E3, JJ3, dan EE2 terindikasi merupakan kandidat gen fotosintetik yang terkait erat dengan gen yang mengkode protein
kompleks membran tilakoid yaitu berturut-turut fotosistem II PSII, fotosistem I PSI, dan sitokrom. Fragmen cDNA JJ3 yang terkait protein kompleks PSI telah
berhasil diperoleh sekuen lengkapnya Sopandie et al. 2005 dengan menggunakan metode RACE Rapid Amplification of cDNA Ends. Dengan
demikian tahap berikutnya adalah karakterisasi, konfirmasi fungsi dan analisis pola ekspresinya bagi keperluan mempelajari mekanisme adaptasi dan pemuliaan
adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Pola ekspresi gen bermanfaat untuk dapat mengetahui apakah gen tersebut
termasuk gen dengan respon umum regulated genes atau functional genes ataukah gen pengendali stres spesifik regulatory genes. Pada kondisi stres
cahaya rendah, ekspresi gen dengan respon umum regulated genes meningkat pada genotipe toleran maupun genotipe peka. Gen tersebut tidak dapat digunakan
untuk membedakan genotipe toleran atau peka, sedangkan gen pengendali stres
4 spesifik regulatory genes ekspresinya lebih tinggi pada genotipe toleran dari
pada genotipe peka. Gen-gen regulator ini sangat penting karena dapat berfungsi sebagai ‘master switches’ yang mengaktifkan program pengiriman signal stres
signal transduction sehingga dapat meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman kedelai terhadap cekaman naungan.
Pola ekspresi beberapa gen fotosintetik pada berbagai kondisi cahaya telah banyak dilaporkan antara lain gen chlorophyll ab binding protein CAB,
chalcone synthase CHS dan ribulose-1,5-bisphosphate carboxylaseoxygenase small subunit rbcS ketiganya merupakan light-regulated genes yang bersifat up-
regulated pada tanaman tomat Peters et al. 1998, gen chlorophyll a oxygenase CAO yang mengkatalisis konversi klorofil a menjadi klorofil b, gen CHLD yang
mengkode enzim biosintesis klorofil pada ganggang hijau Dunaliella salina Masuda et al. 2002, gen phytochrome B phyB dan gen Arabidopsis thaliana
homeobox ATHB yang terlibat dalam mekanisme avoidance Ziemienowicz dan Gabrys 2003; Vandenbussche 2005. Pola ekspresi gen-gen fotosintetik tersebut
pada tanaman kedelai dalam kondisi cekaman intensitas cahaya rendah belum banyak dilaporkan. Informasi genomik yang berbasis RNA ini bermanfaat untuk
mempelajari mekanisme fisiologi dan molekuler adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah.
Rumusan Masalah
Pengembangan tanaman kedelai sebagai tanaman sela di bawah tanaman perkebunan, hutan tanaman industri, atau tumpangsari dengan tanaman pangan
lain, merupakan salah satu bentuk terobosan untuk meningkatkan produksi kedelai nasional dan mengurangi ketergantungan impor yang terus meningkat setiap
tahun. Akan tetapi kendala utama pengembangan kedelai di lingkungan tersebut adalah faktor intensitas cahaya rendah akibat naungan. Untuk itu diperlukan
genotipe atau varietas baru kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah. Sejauh ini upaya pemuliaan untuk mendapatkan genotipe atau varietas baru
toleran intensitas cahaya rendah masih belum berkembang dengan baik karena belum tersedianya informasi lengkap di bidang fisiologi, genetika, dan molekuler
bagi perakitan varietas toleran naungan. Oleh karena itu penelitian ke arah
5 pencarian karakter terutama karakter morfologi dan fisiologi daun, genetika
adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan karakter morfo- fisiologi daun, dan molekuler gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap
intensitas cahaya rendah mutlak diperlukan.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman komprehensif tentang mekanisme adaptasi kedelai terhadap cekaman
intensitas cahaya rendah melalui pendekatan morfo-fisiologi, genetik dan molekuler yang dibutuhkan bagi perakitan varietas untuk adaptasi kedelai
terhadap intensitas cahaya rendah. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh karakter morfo-fisiologi daun sebagai penciri adaptasi kedelai
terhadap intensitas cahaya rendah. 2. Melakukan pendugaan parameter genetik adaptasi kedelai terhadap intensitas
cahaya rendah berdasarkan morfo-fisiologi daun. 3. Melakukan karakterisasi sekuen lengkap, gen yang terkait dengan adaptasi
kedelai terhadap intensitas cahaya rendah JJ3. 4. Memperoleh informasi pola ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai
terhadap intensitas cahaya rendah JJ3, CAB, phyB, dan ATHB.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pedoman dasar dalam program pemuliaan atau perbaikan tanaman kedelai toleran intensitas
cahaya rendah. Selain itu diharapkan juga sebagai pedoman dalam pengembangan teknik budidaya untuk memperbaiki karakter kedelai sehingga mampu beradaptasi
pada kondisi intensitas cahaya rendah seperti di bawah tegakan tanaman perkebunan, hutan industri, atau tumpangsari dengan tanaman semusim lain.
Hipotesis
Agar penelitian ini dapat dilaksanakan lebih terarah, maka diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut:
6 1. Kedelai genotipe toleran dan genotipe peka naungan memiliki karakter
morfologi dan fisiologi daun sebagai penciri adaptasi yang berbeda terhadap cekaman intensitas cahaya rendah.
2. Karakter morfo-fisiofologi daun, karakter penciri kedelai toleran dan peka cahaya rendah, dikendalikan oleh gen minor dan gen major.
3. Gen-gen yang terkait adaptasi kedelai terhadap cekaman intensitas cahaya rendah memiliki tingkat homologi yang tinggi dengan gen-gen yang terkait
adaptasi terhadap cekaman intensitas cahaya rendah pada tanaman lain.
4. Terdapat perbedaan pola ekspresi gen-gen yang terkait adaptasi kedelai
terhadap intensitas cahaya rendah. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka telah dilakukan empat
rangkaian percobaan. Percobaan 1, Respon Morfo-fisiologi Daun, Penciri Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Percobaan 2, Analisis
Genetik Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah berdasarkan
Karakter Morfo-fisiologi Daun. Percobaan 3, Analisis Sekuen Lengkap Gen yang Terkait Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Percobaan 4,
Analisis Pola Ekspresi Gen-gen yang Terkait Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah.
Secara skematis, bagan alir atau tahapan penelitian secara keseluruhan
disajikan pada Gambar 1.
Karakter Penciri Adaptasi
Mekanisme Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah yang Dibutuhkan bagi Pemuliaan Kedelai Toleran Intensitas Cahaya Rendah
Bahan Kegenetikan
Analisis Genetik Karakter Daun, Penciri Adaptasi ICR
Analisis Respon Karakter Daun, Penciri Adaptasi ICR
Perlakuan Intensitas Cahaya Rendah ICR
Analisis Sekuen Lengkap Gen Terkait Adaptasi ICR
Ekspresi Gen-gen Terkait Adaptasi ICR
RT-PCR RNA Total
Pola Ekspresi Gen Terkait Naungan
Jumlah Gen, Aksi Gen, Heritabilitas
Karakterisasi
Gen-gen Terkait ICR
Pendekatan Molekuler Pendekatan Morfo-fisiologi
Sekuen Lengkap cDNA JJ3 Sopandie et al. 2005
cDNA Luas Daun, BDS,
Klorofil Luas Daun, BDS,
Klorofil
Pendekatan Genetik
Gambar 1 Bagan alir penelitian 1
2 3
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA