Androgenesis upaya terobosan untuk penyediaan tanaman haploid atau haploid ganda pada anthurium

ANDROGENESIS: UPAYA TEROBOSAN UNTUK
PENYEDIAAN TANAMAN HAPLOID ATAU HAPLOID GANDA
PADA ANTHURIUM

BUDI WINARTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Androgenesis: Upaya
Terobosan untuk Penyediaan Tanaman Haploid atau Haploid Ganda pada Anturium
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pusaka di
bagian akhir disertasi ini


Bogor, September 2009
Budi Winarto
NRP A161060111

© Hak Cipta milik IPB tahun 2009
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ABSTRACT
BUDI WINARTO. Androgenesis: A Breakthrough Effort for Preparing Haploid or
Double-haploid Plants in Anthurium. Under supervisory committee of
NURHAYATI A. MATTJIK, AGUS PURWITO and BUDI MARWOTO.
Androgenesis via anther or microspore culture is one of important

technological breakthrough in producing plant homozygous lines. Conventionally,
producing the plants is laborious and time consuming. More or less 219 haploid
technology protocols for 33 species were established. Ninety percent (90%) of them
was established via anther culture and 8% through microspore culture. Anthuriums
are bisexual and protogynous, with the spadix first producing a female phase
followed by, after about a month, a male phase. This prevents and reduces selfpollination frequency of the flowers and causes cross-pollination in high frequency
for the plants. Therefore establishment of anther culture method for producing the
homozygous lines in Anthurium is important tool in strengthening Anthurium
agribusiness in Indonesia in accordance with producing high qualified new hybrids
and seeds. The aim of the study was to establish anther or microspore culture for
producing haploid or double haploid plants. Spadix of Anthurium andreanum
Linden ex André c.v. Tropical, callus, shoot, root and acclimatized plants derived
from the method were utilized in the study. The study involves plant donor
selection, explant donor evaluation, study of callus formation, regeneration of callus,
plantlet preparation and chromosome doubling, and evaluation of regenerants
derived from anther culture of Anthurium. Factorial experiments were arranged by
completely randomized design (CRD) and randomized complete block design
(RCBD) with four replications. Regression and correlation analysis were also
applied in a part of the study. Results of the study showed that MWR-3 optimized by
increasing sucrose concentration from 30 to 60 g/l and supplemented with 30 g/l

glucose was the most suitable basic medium in callus formation. Half- anther
cultured in adaxial-side down position without treatment was the most appropriate
isolation technique in anther culture of anthurium. Callus produced in anther was
originated from anther wall cells. MWR supplemented with 1.0 mg/l 2,4-D and 0.5
mg/l TDZ was the appropriate medium for callus regeneration. High shoot
regeneration for slow growth and haploid callus was established in MRM-6. Highqualified plantlets were etablished on MP-7 and MPH-1. Root tip and root cultured
in medium containing 1% activated carchoal were suitable explant and root type for
in vitro chromosome staining. Ploidy ratio of regenerants derived from anther
culture of anthurium was about 22.5-33.9% haploid, 60.4-75% diploid, and 2.35.7% triploid. Colchicine of 0.05% for 10 days of application time was the most
appropriate combination treatment in chromosome doubling of anthurium. Plants
derived from the anther culture had morphological variations with varied-characters.
Some of them had potential to be developed. Androgenesis via anther culture and
double haploid plants for anthurium were successfully established in the study. The
system was also successfully applied to produce double haploid plants on other
anthurium cultivars such as A. andreanum cv. Carnaval, Casino, Laguna and local
anthuriums
Keywords: Anther and microspore culture, medium of Winarto (MW-1) and
Rachmawati-3 (MWR-3), explant ploidy, Anthurium.

RINGKASAN

BUDI WINARTO. Androgenesis : Upaya Terobosan untuk Penyediaan Tanaman
Haploid atau Haploid Ganda pada Anturium. Dibimbing oleh NURHAYATI A.
MATTJIK, AGUS PURWITO dan BUDI MARWOTO.
Androgenesis melalui kultur antera atau mikrospora merupakan salah satu
terobosan teknologi penting dalam produksi tanama n haploid atau haploid ganda.
Tanaman tersebut merupakan sumber genetik penting dalam produksi hibrida
unggul baru dan biji berkualitas melalui program pemuliaan dan perbenihan yang
terkontrol. Produksi tanaman tersebut melalui pemuliaan konvensional memerlukan
banyak tenaga dan waktu. Sampai saat ini lebih kurang 219 protokol produksi
tanaman haploid ganda, terkait dengan 33 species dan hibrida interspesifik pada
serealia, sayuran, buah-buahan dan tanaman hias berhasil dikembangkan. Sembilan
puluh persen (90%) dihasilkan melalui kultur antera dan delapan (8%) melalui
kultur mikrospora. Anturium merupakan tanaman biseksual dan protoginous,
dimana fase betina masak lebih kurang satu bulan lebih awal dibanding fase
jantannya. Kondisi ini menjadi pembatas terjadinya penyerbukan sendiri, sehingga
penyerbukan silang memiliki frekuensi yang tinggi dibanding penyerbukan sendiri.
Anturium merupakan salah satu tanaman hias penting di Indonesia. Potensi
agribisnis anturium cukup besar, namun belum tergarap dengan baik. Bertolak dari
kenyataan tersebut, keberhasilan pengembangan androgenesis melalui kultur antera
atau mikropora anturium yang dilakukan pada penelitian ini diharapankan mampu

menjadi roda penggerak agribisnis anturium di Indonesia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengembangkan kultur antera atau mikrospora yang efektif sebagai penyedia
tanaman haploid atau haploid ganda pada anturium. Penelitian ini diawali dengan
studi tahap perkembangan mikrospora, seleksi tanaman donor, dan seleksi donor
eksplan yang sesuai untuk androgenesis anturium. Dari studi awal diketahui bahwa
Anturium andreanum Linden ex André kultivar Tropical, antera yang diisolasi dari
daerah transisi spadik merupakan tanaman donor dan donor eksplan yang sesuai
untuk androgenesis anturium. Beberapa hal penting yang dilakukan untuk mencapai
tujuan penelitian adalah melakukan studi pembentukan kalus, regenerasi kalus,
penyiapan plantlet dan penggandaan kromosom, dan evaluasi regeneran hasil kultur
antera anturium.
Bahan penelitian yang digunakan adalah spadik A. andreanum kultivar
Tropical, kalus, tunas, akar, plantlet dan tanaman haploid, dan media terseleksi.
Penelitian ini meliputi studi pembentukan kalus, regenerasi kalus, penyiapan plantlet
dan penggandaan kromosom, dan evaluasi regeneran hasil kultur antera anturium.
Pada studi pembentukan kalus, beberapa formula media dasar (MW-1, MW-2, MW3) dan optimasinya (MWR-1, MWR-2, dan MWR-3), teknik isolasi dan optimasinya
diuji kemampuannya dalam menginduksi pembentukan kalus. Studi histologi juga
dilakukan untuk mengetahui asal sel yang membentuk kalus pada kultur antera
anturium. Pada studi regenerasi kalus, beberapa media dasar terseleksi (MW-1 dan
MWR-3) dan konsentrasi NH4 NO3 , variasi konsentrasi 2,4-D dan TDZ, glutamin

dan serin, sukrosa dan glukosa diaplikasikan pada media terseleksi untuk
meningkatkan kemampuan media dalam menginduksi pembentukan tunas. Pada
tahap ini, optimasi regenerasi kalus tumbuh lambat dan haploid juga dilakukan. Pada
studi penyiaapan plantlet dan penggandaan kromosom, beberapa media pengakaran
diuji kemampuannya dalam menginduksi pembentukan akar. Variasi konsentrasi
kolkisin dan waktu aplikasinya juga dipelajari untuk mendapatkan konsentrasi dan
waktu aplikasi kolkisin yang optimal untuk penggandaan kromosom. Pada eva luasi

sitologi, dilakukan seleksi eksplan, metode pewarnaan kromosom, penghitungan
jumlah kromosom untuk menetahui rasio ploidi eksplan baik in vitro maupun ex
vitro. Sedangkan pada evaluasi fenotipe, UPOV TG-86 yang telah diadaptasikan
untuk kondisi Indonesia digunakan untuk karakterisasi dan mengetahui keragaman
tanaman hasil kultur antera anturium. Peubah yang diamati dalam studi ini ialah (1)
persentase tumbuh antera (PTA, %), (2) persentase antera membentuk kalus
(PAMK, %), (3) jumlah antera membentuk kalus (JK), (4) volume kalus (mm3 ), (5)
skoring jumlah bakal tunas, (SJBT) – s/d ++++, dimana – tidak ada bakal tunas yang
teramati, + terdapat 1-5 bakal tunas, ++ terdapat 6-10 bakal tunas, +++ terdapat 1120 bakal tunas, dan ++++ terdapat lebih dari 20 bakal tunas per eksplan yang
diamati, (6) jumlah tunas (JT), (7) jumlah akar (JA), (8) persentase kematian (%),
(9) variasi ploidi tanaman, (10) persentase tanaman haploid ganda (PTHG, %), (11)
persentase keberhasilan penggandaan kromosom (PKK, %). Percobaan faktorial dan

percobaan faktor tunggal disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) atau
kelompok (RAK) dengan empat ulangan digunakan pada beberapa percobaan yang
dilakukan dalam penelitian ini. Analisis regresi dan korelasi juga diaplikasikan pada
sebagian percobaan.
Dari studi pembentukan kalus diketahui bahwa MW-1 dan MWR-3
merupakan media yang paling sesuai untuk kultur antera anturium dengan respon
pembentukan kalus terbaik. Setengah antera tanpa diberi perlakuan (TI-1) yang
dikultur pada posisi terlentang dan phytagel (3.0 g/l) merupakan teknik isolasi dan
jenis agar yang sesuai untuk kultur antera ini. MWR-3 dengan 60 g/l sukrosa dan 30
g/l glukosa merupakan medium perbaikan terbaik dalam meningkatkan
pembentukan kalus dengan potensi antera tumbuh mencapai 92%, 67% antera yang
membentuk kalus dan 4.0 jumlah rata-rata antera membentuk kalus per perlakuan.
Pada studi histologi, kalus yang terbentuk pada kultur antera berasal dari sel-sel
dinding antera. Pada studi regenerasi kalus, kombinasi 1.0 mg/l 2,4-D dengan 0.5
mg/l TDZ pada MWR-3 merupakan kombinasi terbaik untuk regenerasi kalus dan
menghasilkan 5.3 tunas per eksplan. Hasil yang hampir sama ditunjukkan oleh
setengah kekuatan MW-1 dengan NH4 NO3 205 mg/l meningkatkan pertumbuhan
kalus tertinggi (205 mm3 ) dengan jumlah tunas terbanyak, yaitu: 5.2 tunas per
eksplan. Sementara MRM-6 (MW-1 yang mengandung 0.5 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l
TDZ, 10.0 mg/l BAP, 0.02 mg/l NAA, dan 20 g/l sukrosa) merupakan medium

regenerasi tunas terbaik untuk kalus tumbuh lambat dan tanaman haploid dengan
pembentukan tunas yang tertinggi mencapai 4.8 tunas per ekaplan. Pada studi
penyiapan plantlet, MP-7 + 1% arang aktif merupakan medium induksi
pembentukan jumlah dan kualitas akar terbaik dengan 4.5 akar per tunas dan 83%
nya ialah akar yang sesuai untuk uji kromosom. Sedangkan MPH-1 (MS + 0.2 mg/l
BAP dan 0.02 mg/l NAA) merupakan medium pengakaran yang sesuai untuk
induksi pembentukan akar pada tunas haploid dengan 2.5 akar per tunas. Pada
penggandaan kromosom, aplikasi 0.05% kolkisin selama 10 hari merupakan
perlakuan yang sesuai untuk mendapatkan tanaman haploid ganda dengan
persentase yang tinggi mencapai 76.5%. Pada evaluasi regeneran hasil kultur antera
anturium diketahui bahwa ujung akar dan akar yang ditumbuhkan pada medium
yang mengandung 1% arang aktif merupakan jenis eksplan dan akar yang sesuai
untuk evaluasi sitologi. Rasio ploidi regeneran hasil kultur antera anturium adalah
22.5-33.9% adalah haploid, 60.4-75% diploid, dan 2.3-5.7% triploid. Metode
penghitungan jumlah kloroplas pada sel pelindung stomata dan jumlah mikrospora
dalam antera merupakan metode penentuan level ploidi tak langsung terbaik dengan
tingkat kepercayaan 94.5% dan 81.3%. Keragaman morfologi dan variasi karakter
juga diamati pada tanaman hasil regenerasi anturium. Penampilan dan karakter

menarik yang ditemukan pada sampel 258, 324, 239 (haploid) dan 16 yang memiliki

potensi untuk pengembangan pemuliaan anturium. Tanaman dengan warna spate
putih merupakan tanaman dominan hasil kultur antera anturium. Androgenesis
melalui kultur antera berhasil dikembangkan pada anturium. Metode juga telah
diaplikasikan untuk memproduksi tanaman haploid ganda pada kultivar anturium
lain seperti A andreanum kultivar Carnaval, Casino, Laguna dan anturium lokal.
Kata-kata kunci: Kultur antera dan mikospora anturium, medium Winarto-1 (MW1), medium Winarto dan Rachmawati-3 (MWR-3), ploidisasi
eksplan, dan anturium.

ANDROGENESIS: UPAYA TEROBOSAN UNTUK
PENYEDIAAN TANAMAN HAPLOID ATAU HAPLOID GANDA
PADA ANTURIUM

BUDI WINARTO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Agronomi Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2009

Penguji pada Ujian Tertutup

: Dr. Irawati
Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi

Penguji pada Ujian Terbuka

: Dr. Ir. Ika Mariska, MS, APU
Dr. Ir. Nurul Khumaida, MS

Judul Disertasi
Nama
NRP

: Androgenesis : Upaya Terobosan untuk Penyediaan Tanaman
Haploid atau Haploid Ganda pada Anthurium
: Budi Winarto

: A 161060111

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Nurhayati A. Mattjik, MS
Ketua

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc
Anggota

Dr. Ir. Budi Marwoto, MS, APU
Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: .........................

Tanggal Lulus: ....................................

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa dalam Kristus Yesus
yang dengan segala limpah rahmat dan kasih karuniaNya telah memberkati,
menopang dan menolong penulis hingga berhasil menyelesaikan disertasi ini.
Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir.
Nurhayati. A. Mattjik, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Agus Purwito,
M. Agric. Sc dan Dr. Ir. Budi Marwoto, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, kritikan, saran dan masukan yang sangat
berharga sejak persiapan, pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan
disertasi ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Badan Penelitian dan
Pengembangan

Pertanian,

Departemen

Pertanian

yang

telah

memberikan

kesempatan, kepercayaan dan dukungan biaya selama masa tugas belajar S3 ini
berlangsung. Kepada ”Indonesian Torey Science Foundation (ITSF)-Jepang” yang
telah memberikan sebagian dukungan biaya penelitian. Kepada Mr. Andre Smaal
dari AGRIOM Achterweg 58A 1424 PR De Kwakel, The Netherland s untuk
dukungan beberapa bahan kimia penting penunjang kegiatan penelitian.
Terima kasih yang sangat mendalam penulis ucapkan untuk istriku Nuri
Rianti M, S.Pd (Almarhumah), anakku Yoga Aninditya dan Rexy Damarjati untuk
kedalaman cinta, dukungan semangat dan pengorbanan yang telah mereka berikan.
Kepada Ir. Fitri Rachmawati, M.Si, Dewi Pramanik, S.P., Euis Rohayati, Amd,
Supenti, Nina Marlina, Dedi Rusnandi, Iwan Royada untuk dukungan dan kerjasama
selama penelitian berlangsung. Kepada rekan-rekan seperjuangan, Ir. Sri Rianawati,
MS, Ir. Suskandari Kartkaningrum, MS, Ir. Debora Herlina, MS beserta keluarga
atas semua hal berharga yang telah diberikan. Kepada semua orang yang tak dapat
disebutkan satu-per satu, kiranya Tuhan memberkati dan menyempurnakan semua
yang telah dilakukan. Amin.

Bogor, Oktober 2009
Budi Winarto

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Grobogan pada tanggal 04 Agustus 1967 anak ke-2 dari
empat bersaudara pasangan suami- istri Sugiyono (Alm.) dan Sulastri. Pendidikan S1
Biologi diselesaikannya di Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga pada tahun 1990. Pada tahun 1995 bergabung dengan Balai Penelitian
Tanaman Hias (Dahulu bernama: Sub Balai Hortikultura Segunung) sebagai staf
peneliti di laboratorium biokontrol dan mikologi. Pada tahun 2000, penulis
mendapatkan kesempatan melanjutkan studi S2 di Universiti Putra Malaysia bidang
Bioteknologi Petanian, Departemen Sains Tanaman pada Fakultas Pertanian yang
diselesaikan pada tahun 2002. Sejak tahun 2003 hingga sekarang penulis aktis
menjadi staf peneliti pada laboratorium kultur jaringan dan bioteknologi.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………………

xiii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………...

xvi

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………

xix

PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang………………………………………………………..

1

Tujuan………………………………………………………………...

10

Manfaat Penelitian……………………………………………………

11

Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………

12

STUDI PEMBENTUKAN KALUS/EMBRIO
Pendahuluan………………………………………………………….

13

Bahan dan Metode……………………………………………………

18

Hasil…………………………………………………………………..

26

Pembahasan…………………………………………………………..

46

Simpulan……………………………………………………………...

63

STUDI REGENERASI KALUS
Pendahuluan…………………………………………………………..

64

Bahan dan Metode……………………………………………………

69

Hasil......................................................................................................

74

Pembahasan…………………………………………………………..

94

Simpulan……………………………………………………………...

104

STUDI PENYIAPAN PLANTLET DAN PENGGANDAAN KROMOSOM
Pendahuluan …………………………………………………………

105

Bahan dan Metode……………………………………………………

108

Hasil………………………………………………………………….

110

Pembahasan…………………………………………………………..

118

Simpulan...............................................................................................

123

EVALUASI REGENERAN HASIL KULTUR ANTERA ANTURIUM
Pendahuluan ………………………………………………………….

124
xi

Bahan dan Metode……………………………………………………

127

Hasil…………………………………………………………………..

132

Pembahasan…………………………………………………………..

144

Simpulan...............................................................................................

151

PEMBAHASAN UMUM…………………………………………………….

152

SIMPULAN UMUM…………………………………………………………

170

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...

172

LAMPIRAN………………………………………………………………….

204

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Perkembangan mikrospora berdasarkan tahap perkembangan
spadiknya……………………………………………………………….

8

2.

Formula medium dasar untuk pembentukan kalus……………………..

20

3.

Formula medium dasar yang dioptimasi untuk pembentukan kalus……

21

4.

Pengaruh formula media dasar terhadap pembentukan kalus pada
kultur antera anturium tahap awal...........................................................

29

Pengaruh perbaikan medium dasar terseleksi terhadap pembentukan
kalus pada kultur antera anturium tahap optimasi...................................

31

6.

Pengaruh teknik isolasi yang berbeda terhadap pembentukan kalus.......

32

7.

Pengaruh jenis agar yang berbeda terhadap pembentukan kalus.............

33

8.

Pengaruh interaksi antara posisi kultur antera dan media induksi
terhadap jumlah antera yang membentuk kalus per perlakuan (JK)……

35

Pengaruh media induksi kalus terseleksi terhadap pembentukan kalus...

36

10. Pengaruh pengurangan kandungan garam mineral medium terseleksi
terhadap pembentukan kalus pada kultur antera anturium.......................

36

11. Pengaruh konsentrasi amonium nitrat terhadap pembentukan kalus.......

37

12. Pengaruh interaksi media dasar dan konsentrasi amonium nitrat
terhadap jumlah antera yang membentu kalus per ulangan (JK).............

38

13. Pengaruh interaksi kombinasi-konsentrasi 2,4-D dan TDZ terhadap
jumlah rata-rata antera yang membentuk kalus per perlakuan (JK)........

39

14. Pengaruh glutamin terhadap pembentukan kalus.....................................

40

15. Pengaruh serin terhadap pembentukan kalus...........................................

41

16. Pengaruh interaksi sukrosa dan glukosa terhadap jumlah rata-rata
antera yang membentuk kalus per perlakuan (JK)...................................

42

17. Pengaruh media dasar terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus........

76

5.

9.

xiii

18. Pengaruh konsentrasi amonium nitrat terhadap pertumbuhan dan
regenerasi kalus........................................................................................

77

19. Skor jumlah bakal tunas per eksplan pada perlakuan medium dasar dan
konsentrasi amonium nitrat......................................................................

78

20. Pengaruh interaksi antara media dasar dan konsentrasi amonium nitrat
terhadap volume kalus (VK, mm3 )..........................................................

79

21. Pengaruh interaksi antara media dasar dan konsentrasi amonium nitrat
terhadap jumlah tunas (JT).......................................................................

79

22. Pengaruh kombinasi konsentrasi 2,4-D dan TDZ terhadap skor bakal
tunas.........................................................................................................
23. Pengaruh interaksi kombinasi-konsentrasi 2,4-D dan TDZ terhadap
pertumbuhan volume kalus (VK, mm3 )...................................................

81
82

24. Pengaruh interaksi kombinasi-konsentrasi 2,4-D dan TDZ terhadap
jumlah tunas yang dihasilkan per eksplan (JT)........................................

82

25. Pengaruh glutamin terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus.............

83

26. Pengaruh serin terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus...................

83

27. Skor jumlah bakal tunas per eksplan perlakuan glutamin dan serin........

84

28. Pengaruh interaksi glutamin dan serin terhadap jumlah tunas per
eksplan (JT)..............................................................................................

86

29. Skor jumlah bakal tunas per eksplan pada perlakuan sukrosa dan
glukosa.....................................................................................................

87

30. Pengaruh interaksi sukrosa dan glukosa terhadap volume kalus per
eksplan (VK, mm3 )..................................................................................

88

31. Pengaruh interaksi sukrosa dan glukosa terhadap jumlah tunas per
eksplan JT)...............................................................................................

88

32. Respon pertumbuhan kalus, pembentukan bakal tunas dan tunas kalus
tumbuh lambat pada media regenerasi yang berbeda..............................

89

33. Pengaruh media regenerasi terhadap pertumbuhan kalus, pembentukan
bakal tunas dan tunas pada kalus haploid ................................................

90

34. Pengaruh interaksi jenis eksplan dan sampel tanaman haploid terhadap
jumlah tunas yang teregenerasi…………………………………………

93
xiv

35. Pengaruh interaksi jenis eksplan dan sampel tanaman haploid terhadap
jumlah akar yang teregenerasi………………………………………….

94

36. Pengaruh interaksi arang aktif dan media pengakaran terhadap jumlah
akar..........................................................................................................

112

37. Pengaruh interaksi arang aktif dan media pengakaran terhadap
persentase akar berkualitas (PAB, %)......................................................

113

38. Rasio ploidi hasil perlakuan konsentrasi kolkisin yang berbeda pada
plantlet haploid ………………………………………………………….

117

39. Rasio ploidi hasil perlakuan 0.05% kolkisin pada waktu perendaman
yang berbeda……………………………………………………………

117

40. Pengaruh sumber eksplan yang berbeda terhadap keberhasilan
penghitungan jumlah kromosom. .............................................................

133

41. Variasi level ploidi pada sampel yang dapat dihitung jumlah
kromosom................................................................................................

133

42. Pengaruh tipe akar terhadap keberhasilan pewarnaan
kromosom................................................................................................

134

43. Variasi dan rasio level ploidi pada akar udara dan akar yang tumbuh
dalam medium dengan arang aktif sebagai sumber eksplan...................

135

44. Variasi level ploidi pada sampel berhasil dihitung jumlah
kromosomnya...........................................................................................

135

xv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Klasifikasi spadik berdasarkan tahap perkembangaan.............................

7

2.

Tahap perkembangan mikrospora dalam antera Anturium andraeanum
Linden ex André……………………………………………………….

8

3.

Pencoklatan eksplan dalam kultur antera anturium..................................

27

4.

Perkembangan pembentukan kalus dalam kultur antera anturium...........

28

5.

Respon pertumbuhan antera pada formula media dasar yang berbeda.....

29

6.

Pengaruh posisi kultur antera (A) dan media induksi (B) terhadap
induksi pembentukan kalus pada kultur antera anturium……………….

34

7.

Variasi respon sel-sel antera anthurium dalam androgenesis…………...

43

8.

Proses inisiasi pembentukan kalus pada kultur antera anturium………..

44

9.

Hasil studi histologi pembentukan kalus dan tunas……………………..

45

10.

Pengaruh media dasar dan konsentrasi amonium nitrat terhadap
pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur anturium.........................

75

Bakal tunas dan tunas yang teregenerasi pengaruh perlakuan 2,4-D dan
TDZ...........................................................................................................

81

Pencoklatan kalus dalam kultur antera anturium sebagaian disebabkan
oleh perlakuan serin..................................................................................

84

Pertumbuhan kalus dan regenerasinya pada medium terseleksi yang
mengandung 250 mg/l glutamin dan tanpa serin......................................

85

Respon pertumbuhan dan regenerasi kalus tumbuh lambat, kalus
regenerasi daun dan petiol sampel tanaman haploid pada MRM-4 dan
MRM-6………………………………………………………………….

91

15.

Respon pembentukan tunas dan akar pada eksplan yang berbeda………

92

16

Respon pembentukan tunas dan akar pada sampel tanaman haploid
yang berbeda…………………………………………………………….

93

11.

12.

13.

14.

xvi

17.

Variasi warna kalus organogenik hasil kultur antera anturium kultivar
Tropical.....................................................................................................

97

18.

Pengaruh media pengakaran terhadap jumlah akar..................................

111

19

Jumlah dan kualitas akar yang maksimal pada MP-7 yang mengandung
1% arang aktif...........................................................................................

113

Pengaruh media pengakaran terhadap induksi pembentukan akar pada
tunas haploid.............................................................................................

115

21.

Induksi pembentukan akar tunas haploid pada MPH-3d dan MPH-1......

115

22.

Pertumbuhan tanaman haploid setelah aklimatisasi…………………….

116

23.

Respon pertumbuhan tanaman akibat perlakuan kolkisin………………

118

24.

Susunan kromosom somatik pada A. andreanum cv. Uniwa, 2n = 30.....

125

25.

Tiga tipe akar yang digunakan evaluasi sitologi....................................... 128

26.

Hasil pewarnaan kromosom pada eksplan yang berbeda.........................

27.

Hasil pewarnaan kromosom yang potensial digunakan untuk studi
kariotipe (Rachmawati, 2005)................................................................... 136

28.

Variasi hasil pewarnaan kromosom menggunakan modifikasi metode
Sharma dan Sharma (1994)....................................................................... 137

29.

Sebaran data, regresi dan korelasi antara metode penghitungan jumlah
kromosom pada ujung akar dengan jumlah kloroplas pada sel
pelindung stomata………………………………………………………

20.

132

138

30.

Komparasi metode penhitungan jumlah kromosom dan jumlah
kloroplas pada variasi ploidi tanaman hasil kultur antera........................ 139

31.

Sebaran data, regresi dan korelasi antara metode penghitungan jumlah
kromosom pada ujung akar dengan jumlah mikrospora per anteranya …

139

Sebaran data, regresi dan korelasi antara metode penghitungan jumlah
kromosom pada ujung akar dengan kepadatan stomata per mm2
epidermis daun…………………………………………………………

140

Sebaran data, regresi dan korelasi antara metode penghitungan jumlah
kromosom pada ujung akar dengan rasio panjang lebar stomata………

140

32.

33.

xvii

34.

Sebaran data, regresi dan korelasi antara metode penghitungan jumlah
kromosom pada ujung akar dengan rasio panjang lebar daun…………

141

35.

Distribusi frekuensi warna dan jumlah tanaman hasil kultur antera……

142

36.

Tanaman haploid yang tidak berbunga .....................................................

143

37.

Penampilan daun yang terlihat berbeda antara tanaman haploid, diploid
dan triploid ………………………………………………………………

147

38.

Siklus kromosom selama C-mitosis (Reider dan Palazzo, 1992)………

165

xviii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Rekapitulasi nilai F pada persentase antera membentuk kalus (PAMK,
%) dan jumlah rata-rata antera yang membentuk kalus (JK) pada
percobaan awal seleksi formula media dasar............................................

204

Rekapitulasi nilai F pada persentase antera membentuk kalus (PAMK,
%) dan jumlah rata-rata antera yang membentuk kalus (JK) pada
percobaan optimasi formula media dasar..................................................

204

Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh antera (PTA, %), persentase
antera membentuk kalus (PAMK, %) dan jumlah rata-rata antera yang
membentuk kalus (JK) pada percobaan teknik isolasi dan jenis agar.......

204

Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh antera (PTA, %), persentase
antera membentuk kalus (PAMK, %) dan jumlah rata-rata antera yang
membentuk kalus (JK) pada percobaan posisi kultur dan media induksi.

205

Pengaruh interaksi antara posisi kultur dan media terhadap potensi
tumbuh antera (PTA, %)...........................................................................

205

Pengaruh interaksi antara posisi kultur dan media terhadap persentase
regenerasi antera (PAMK, %)...................................................................

206

Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh antera (PTA, %), persentase
antera membentuk kalus (PAMK, %) dan jumlah rata-rata antera yang
membentuk kalus (JK) pada percobaan media terseleksi dan
pengurangan kandungan garam mineral....................................................

206

Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh antera (PTA, %), persentase
antera membentuk kalus (PAMK, %) dan jumlah rata-rata antera yang
membentuk kalus (JK) pada percobaan media dasar dan konsentrasi
NH4 NO3 dalam pembentukan kalus..........................................................

207

Pengaruh interaksi media dasar dan konsentrasi amonium nitrat
terhadap potensi tumbuh antera (PTA, %)................................................

207

10. Pengaruh interaksi media dasar dan konsentrasi amonium nitrat
terhadap persentase antera membentuk kalus (PAMK, %).......................

208

11. Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh antera (PTA, %), persentase
antera membentuk kalus (PAMK, %) dan jumlah rata-rata antera yang
membentuk kalus (JK) pada percobaan 2,4-D dan TDZ dalam
pembentukan kalus....................................................................................

208

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

xix

12. Pengaruh interaksi kombinasi-konsentrasi 2,4-D dan TDZ terhadap
potensi tumbuh antera (PTA, %)...............................................................

209

13. Pengaruh interaksi kombinasi-konsentrasi 2,4-D dan TDZ terhadap
persentase antera membentuk kalus (PAMK, %)......................................

209

14. Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh antera (PTA, %), persentase
antera membentuk kalus (PAMK, %) dan jumlah rata-rata antera yang
membentuk kalus (JK) pada percobaan glutamin dan serin dalam
pembentukan kalus....................................................................................

210

15. Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh antera (PTA, %), persentase
antera membentuk kalus (PAMK, %) dan jumlah rata-rata antera yang
membentuk kalus (JK) pada percobaan sukrosa dan glukosa dalam
pembentukan kalus....................................................................................

210

16. Pengaruh sukrosa terhadap pembentukan kalus…………………………

211

17. Pengaruh glukosa terhadap pembentukan kalus…………………………

211

18. Pengaruh interaksi sukrosa dan glukosa terhadap persentase tumbuh
antera (PTA, %).........................................................................................

212

19. Pengaruh interaksi sukrosa dan glukosa terhadap persentase antera
membentuk kalus (PAMK, %)..................................................................

212

20. Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh kalus (PTA, %), volume kalus
(VK, mm2 ) dan jumlah rata-rata tunas per eksplan (JT) pada percobaan
media dasar dan konsentrasi NH4 NO 3 dalam pertumbuhan dan
pembentukan tunas....................................................................................

213

21. Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh kalus (PTK, %), volume kalus
(VK, mm3 ) dan jumlah rata-rata tunas per eksplan (JT) pada percobaan
2,4-D dan TDZ dalam pertumbuhan kalus dan pembentukan tunas.........

213

22. Pengaruh 2,4-D terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus...................

214

23. Pengaruh TDZ terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus.....................

214

24. Pengaruh interaksi kombinasi-konsentrasi 2,4-D dan TDZ terhadap
persentase tumbuh kalus (PTK, %)...........................................................

215

25. Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh kalus (PTK, %), volume kalus
(VK, mm3 ) dan jumlah rata-rata tunas per eksplan (JT) pada percobaan
glutamin dan serin dalam pertumbuhan kalus dan pembentukan tunas....

215
xx

26. Pengaruh interaksi glutamin dan serin terhadap persentase tumbuh
kalus (PTK, %)..........................................................................................

216

27. Pengaruh interaksi glutamin dan serin terhadap volume kalus (VK,
mm2 )..........................................................................................................

216

28. Rekapitulasi nilai F pada potensi tumbuh kalus (PTK, %), volume kalus
(VK, mm3 ) dan jumlah rata-rata tunas per eksplan (JT) pada percobaan
sukrosa dan glukosa dalam pertumbuhan kalus dan pembentukan tunas..

217

29. Pengaruh interaksi sukrosa dan glukosa terhadap persentase tumbuh
kalus (PTK, %)..........................................................................................

217

30. Sidik ragam regresi jumlah kromosom dengan beberapa metode
estimasi level ploidy secara tak langsung yang diuji……………………

218

31. Sidik ragam regresi jumlah kromosom dengan jumlah mikrospora per
antera…………………………………………………………………….

218

32. Sidik ragam regresi jumlah kromosom dengan kepadatan stomata per
mm2 epidermis daun……………………………………………………

218

33. Sidik ragam regresi jumlah kromosom dengan rasio panjang lebar
stomata…………………………………………………………………..

218

34. Sidik ragam regresi jumlah kromosom dengan rasio panjang lebar daun.

219

35. Metode penghitungan jumlah kromosom pada kalus menutur Fukui
(1996)........................................................................................................

219

36. Metode penghitungan jumlah kromosom pada daun muda menurut
Fukui (1996)..............................................................................................

220

37. Metode penghitungan jumlah kromosom pada ujung akar menurut
Darnaedi (1991)…………………………………………………………

221

38. Prosedur pembuatan bahan penunjang kegiatan pewarnaan kromosom...

222

39. Data gambar tanaman hasil kultur antera anturium...................................

224

40. Data karakterisasi kultivar Tropical dibandingkan dengan sampel 258
(Diploid)………………………………………………………………...

229

41. Data karakterisasi kultivar Tropical dibandingkan dengan sampel 324
(Diploid)…………………………………………………………………

230
xxi

42. Data karakterisasi lokal merah dibandingkan dengan sampel
112(Triploid)…………………………………………………………….

231

43. Data karakterisasi lokal merah dibandingkan dengan sampel
110(Triploid)……………………………………………………………

232

44. Data karakterisasi lokal putih dibandingkan dengan sampel 239
(Haploid)…………………………………………………………………

233

45. Data karakter sampel 115 dan 16 yang memiliki potensi sebagai
tanaman pot……………………………………………………………...

234

46. Data karakter sampel dominan hasil kultur antera anturium (Sampel 49
dan 151)………………………………………………………………….

235

xxii

PENDAHULUAM UMUM

Latar Belakang

Tujuan utama penggunaan bioteknologi di bidang pertanian ialah untuk
meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas hasil tanaman. Berbagai
teknologi ini dari tingkat yang sederhana hingga yang komplek telah dimanfaatkan
untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu teknologi yang telah diaplikasikan dan
memberi dampak nyata terhadap kemajuan pro gram pemuliaan dan perbenihan
tanaman ialah teknologi haploid (Kush dan Virmani, 1996; Thomas et al., 2003).
Teknologi ini dieksplorasi dan diaplikasikan untuk memproduksi tanaman haploid
dan/atau haploid ganda pada tanaman-tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi
(Maluszynski et al., 2003a).
Teknologi haploid dapat dikembangkan melalui (1) partenogenesis dan
apogamy, (2) eliminasi dan reduksi kromosom somatik dan (3) kultur in vitro
(Radzan, 1993). Di antara ketiga metode tersebut, kemajuan dan aplikasi kultur in
vitro berkembang lebih pesat dibandingkan yang lain (Maluszynski et al., 2003a).
Kultur ini mencakup kultur antera, mikrospora maupun ovule yang belum dibuahi
(Mukhambetzhanov, 1997; Maluszynski et al., 2003a). Lebih kurang 219 protokol
33 spesies dan tanaman hibrida interspesifik telah berhasil dikembangkan
(Maluszynski et al., 2003b). Sembilan puluh persen (90%) di antaranya diperoleh
melalui kultur antera dan 8% nya menggunakan kultur mikrospora. Aplikasi dan
pemanfaatan kultur antera atau mikrospora dalam produksi tanaman haploid ganda
disebut dengan androgenesis, sementara kultur ovul disebut juga dengan
gynogenesis (Radzan, 1993).
Pada tanaman hias, teknik kultur antera telah berhasil dikemb angkan pada
lili (Han et al., 1997), Cyclamen (Ishizaka, 1998), dan bunga matahari (Saji dan
Sujatha, 1998 ). Kultur mikrospora telah dikembangkan pada bunga matahari
(Coumans dan Zhong, 1995), Camellia japonica (Pedroso dan Pais, 1997), mawar
(Wissemann et al., 1998). Selanjutnya aplikasi dan pengembangan teknologi
haploid pada famili Araceae, khususnya anturium masih sangat terbatas. Kultur
ovul pada spatiphyllum telah dilakukan oleh Eeckhaut et al. (2001), namun

2

keberhasilannya masih sangat rendah. Studi biologi bunga, perkembangan
mikrospora dalam antera, teknik isolasi, studi pendahuluan pembentukan kalus
pada kultur antera anturium, seleksi tanaman donor, kultur mikrospora dan kultur
“shed-microspore” telah dilakukan (Winarto et al., 2004; Rachmawati, 2005;
Winarto dan Rachmawati, 2007). Meskipun beberapa studi masih gagal,
khususnya kultur mikrospora dan shed-microspore, beberapa data dasar yang
diperoleh sangat penting pada pengembangan teknologi haploid anturium.
Pengembangan teknologi haploid pada anturium memiliki arti yang sangat
penting bagi pengembangan agribisnis anturium di Indonesia mengacu pada
kenyataan bahwa (1) potensi agribisnis anturium yang cukup besar di Indonesia,
(2) hampir seluruh kultivar anturium berkualitas yang beredar di Indonesia adalah
produk-produk negara maju yang telah dipatenkan, sehingga pemanfaatan produk
tersebut untuk berbagai tujuan harus mendapatkan ijin dari pemegang hak paten
yang disertai juga dengan kewajiban membayar royalty-nya, (3) pemuliaan
anturium di Indonesia, terutama pemuliaan terprogram dengan arah dan tujuan
yang jelas dan berkelanjutan masih sangat terbatas, (4) belum atau tidak
tersedianya benih dan bibit yang berkualitas untuk menunjang agribisnis anturium
di Indonesia dan (5) Anthurium andreanum adalah tanaman biseksual yang
menyerbuk silang (Augustine , 2009; Caroll, 2007).
Produksi tanaman haploid ganda atau galur murni melalui pemuliaan
konvensional, termasuk pada anturium memerlukan waktu yang lama dan tenaga
yang cukup banyak dengan keberhasilan yang rendah (Kush dan Vermani, 1996;
Thomas et al., 2003). Karena itu pengembangan teknologi haploid yang efektif
dan efisien pada anturium memiliki arti yang sangat penting bagi pengembangan
agribisnis anturium di Indonesia, terkait dengan peluang produksi hibrida- hibrida
unggul baru dan biji berkualitas yang mampu menjadi primadona dan tuan di
negeri sendiri. Harapan terbesar produksi tanaman haploid ganda pada anturium
dapat dicapai melalui kultur mikrospora dibandingkan dengan kultur anteranya,
mengingat potensi mendapatkan tanaman haploid dan haploid ganda spontan yang
lebih besar. Pengembangan teknologi haploid pada anturium meliputi beberapa
aspek diantaranya: pemilihan dan perlakuan tanaman donor, seleksi eksplan,

3

inisiasi dan regenerasi kalus/embio, penyiapan plantlet, evaluasi ploid i, dan
evaluasi fenotipe tanaman yang dihasilkan dan akan diuraikan lebih mendalam
pada bagian-bagian berikutnya dalam disertasi ini.
Anturium (Anthurium andreanum Linden ex André)

Anturium merupakan genus terbesar dalam famili Araceae (Geier, 1990;
Chen et al., 2001), mencakup lebih dari 1.000 spesies (Croat, 1992). Lebih dari
800 spesies berasal dan tersebar di negara-negara tropis Amerika Selatan dan
Tengah, seperti:

Mexico, Costa Rica, Cuba hingga Brazil dan Argentina

(Marutani et al., 1993; Chen et al., 2001). Keragaman spesies tertinggi ditemukan
di dataran rendah dan menengah di America Selatan, Panama, dan Costa Rica; dan
di hutan Amazon dari Bolivia, khususnya di Peru, Ecuador and Colombia
(Anonim, 2006). Beberapa spesies juga ditemukan di India Barat dan daerah
Karibia (Marutani et al., 1993). Pada perkembangan selanjutnya, tanaman ini juga
dikembangkan di berbagai negara di Asia seperti: Cina (Xiaohan et al.,1998),
Philippina (Rosario, 1998), Srilangka (Dhanasekera, 1998), Malaysia (Jong et al.,
2001) dan Indonesia (Nurmalinda dan Satsijati, 2004).
Anthurium andreanum Linden ex André. dan A. scherzerianum Schott
merupakan 2 spesies yang banyak dikembangkan secara komersial, baik sebagai
bunga potong maupun tanaman pot (Hamidah et al., 1997; Martin et al., 2003).
Species dan hybrid anturium memiliki bunga yang sangat menarik, warna yang
bervariasi, daya simpan yang lama dengan daun yang eksotik (Aswath dan Biswas,
1999; Budhiprawira dan Saraswati, 2006). Struktur yang umumnya disebut bunga
merupakan kombinasi antara spate (modifikasi daun dengan beragam warna) dan
spadik berisi ratusan bunga-bunga kecil yang tersusun berurutan membentuk spiral
pada tongkol bunga yang memanjang (Kamemoto dan Kuehnle, 1996).
Anturium merupakan tanaman hias penting di berbagai negara, utamanya
Belanda, Hawai, Mauritius dan India (Puchooa dan Sookun, 2003; Nair, 2005;
Evans, 2006), baik sebagai bunga potong maupun tanaman pot. Di Indonesia
permintaan pasar akan produk tanaman ini sangat prospektif, tetapi produksinya

4

masih terbatas. Pengembangan anturium sangat ditentukan oleh kesesuaian lahan,
potensi pasar, volume produksi dan mtu hasil (Zainal, 1999). Tahun 2001 pasokan
bunga potong anturium ke pasar bunga Rawa Belong mencapai 2.866.100 tangkai
dengan nilai perdagangan mencapai 7.295.300.000,- (Nurmalinda dan Satsijati,
2004). Ekspor ke berbagai negara hanya mencapai 211.332 tangkai (Anonim,
2004). Tahun 1993 kebutuhan benih anturium di Indonesia mencapai 10.800.000
benih dengan volume impor mencapai 400.000 benih. Tahun 2004 impor benih
mencapai 51.684 kg dari Malaysia dan 20.000 batang dari Belanda (Anonim,
2004). Sedangkan harga bunga potong anturium di pasar lokal berkisar Rp. 1.5002.500,- per tangkai, sementara harga tanaman potnya berkisar antara Rp. 25.00045.000,- (Nurmalinda dan Satsijati, 2004).
Anthurium andreanum adalah tanaman biseksual dan menyerbuk silang
(Augustine, 2009; Caroll, 2007). Peluang tanaman menyerbuk sendiri sangat
rendah karena fase betina masak lebih kurang satu bulan lebih awal dibanding fase
jantannya. Pemuliaan anturium umumnya dilakukan menggunakan seleksi biji
hasil hibridisasi. Tanaman baru dengan karakter unggul diperoleh dengan
mengandalkan kombinasi gen kedua tetuanya (Kamemoto dan Kuehnle, 1996).
Hibridisasi secara konvensional ini umumnya memerlukan waktu yang cukup
lama. Pada A. andreanum dibutuhkan waktu sekitar 6-7 bulan sejak penyerbukan
hingga biji masak, sementara itu 10-12 bulan untuk A. scherzerianum. Biji tidak
dapat disimpan dan harus segera ditanam. Seleksi dan evaluasi tanaman F1 dapat
dilakukan setelah 2-3 tahun sejak penanaman biji. Kondisi ini menyebabkan
kemajuan program pemuliaan anturium menjadi sangat lambat. Hibridisasi
menghasilkan populasi tanaman yang bersegregasi dengan karakter bunga yang
beragam. Namun umumnya 1/3 populasi segregan tersebut dibuang sebelum
berbunga karena penampilannya inferior (Geier, 1990).

Induksi

mutasi

menggunakan radiasi sinar gamma 5 hingga 15 Gy juga telah dilakukan, tetapi
belum memberikan hasil yang optimal (Puchooa dan Sookun, 2003)
Di negara-negara produsen anturium, hibridisasi dan aplikasi teknologi
kultur jaringan telah dilakukan secara rutin untuk menghasilkan varietas unggul
baru dan penyediaan benih skala masal. Di Indonesia kegiatan pemuliaan

5

anturium, baik konvensional maupun in-konvensional yang terprogram dan terarah
dengan tujuan yang jelas dan berkesinambungan masih sangat terbatas, sehingga
kultivar-kultivar unggul baru produk dalam negeri yang mampu bersaing dipasar
lokal dan global tidak ditemukan. Demikian pula aplikasi teknik kultur jaringan
yang beorientasi pada produksi benih berkualitas di Indonesia juga belum
berkembang pesat, sehingga kebutuhan benih berkualitas yang menunjang
agribisnis anturium tidak dapat terpenuhi. Akibatnya agribisnis anturium di dalam
negeri terus mengandalkan benih dan bibit berkualitas, serta varietas unggul impor
dari negara-negara maju. Untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain,
diperlukan terobosan teknik pemuliaan dan perbenihan anturium di Indonesia.

Teknologi Haploid dan Manfaat nya

Ruang lingkup Teknologi haploid meliputi regenerasi kalus dan/atau embrio
haploid dari gamet jantan dan betina hingga menghasilkan tanaman haploid
dan/atau haploid ganda (Maluszynski et al., 2003ab). Teknologi ini paling cepat
untuk me nghasilkan galur murni suatu tanaman (Kush dan Virmani, 2003). Teknik
kultur antera pertama kali diperkenalkan oleh Guha dan Maheshwari (1964, 1966)
pada Datura innoxia Mill, kemudian berkembang pesat dan diaplikasikan pada
berbagai jenis tanaman (Maluszynski et al., 2003ab). Totipotensi sel gamet jantan
dan dinding antera berpengaruh terhadap diperolehnya tanaman haploid. Pada
kondisi yang sesuai, perkembangan sel polen dapat diubah dari pembentukan
polen (jalur gametofitik) ke pembentukan embrio (jalur sporofitik), tanaman
haploid dan/atau haploid ganda (Supena, 2004). Tanaman haploid ganda terbentuk
akibat terjadinya penggandaan spontan atau melalui proses penggandaan
kromosom.
Tanaman haploid ganda dan teknologi pendukungnya sangat bermanfaat di
bidang (1) pemuliaan hibrida, (2) pemuliaan mutasi, (3) perbenihan, (4)
transformasi/rekayasa tanaman dan (4) pemetaan gen (Kush dan Virmani, 1996;
Maluszynski et al., 1996; Thomas et al., 2003; Forster dan Thomas, 2003; Shim
dan Kasha, 2003; Szarejsko, 2003 ). Di bidang pemuliaan, penerapan teknologi ini

6

dapat mempercepat diperolehnya homozigositas pada satu atau lebih gener