Uji daya Hambat Ekstrak Paku Pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.)

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK PAKU POHON (Cyathea contaminans (Hook.) Copel. ) TERHADAP JAMUR Microsporum gypseum SECARA In Vitro
SKRIPSI
Oleh: Citra Dewi Turnip 091201143
Teknologi Hasil Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
0 Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
CITRA DEWI TURNIP. Uji Daya Hambat Ekstrak Paku Pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) Terhadap Jamur Microsporum gypseum secara In Vitro. Dibimbing oleh: RIDWANTI S.HUT.,MP. dan Dra.HERAWATY GINTING M.Si.,Apt.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek daya hambat ekstrak paku pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) terhadap Microsporum gypseum, yaitu jamur penyebab penyakit kulit, pemakan zat tanduk atau keratin, serta merusak kuku dan rambut. Pengujian dilakukan secara in vitro dengan metode pencadang kertas. Ekstrak umbi paku pohon diencerkan pada taraf konsentrasi 500 mg/ml; 400 mg/ml; 300mg/ml; 200mg/ml; 100mg/ml, hingga 10 mg/ml untuk diuji daya hambatnya terhadap M. gypseum. Masing-masing cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum, ditambahkan 15 ml media Potato Dextrose Agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai 450C, selanjutnya masing-masing pencadang kertas yang telah direndam pada ekstrak berbagai konsentrasi selama 15 menit, ditaruh diatas media, diinkubasi pada suhu 20-250 C selama 48 jam. Diameter daerah hambat disekitar pencadang kertas diukur menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan blanko dengan menggunakan DMSO4.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh nyata ekstrak paku pohon terhadap daya hambat jamur M. gypseum yang dimulai pada konsentrasi 400 mg/ml dan daya hambat paling kecil pada konsentrasi ekstrak 300 mg/ml. Konsentrasi terkecil merupakan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Kata kunci: Cyathea contaminans (Hook.) Copel., ekstrak paku pohon,
M. gypseum. .
1
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
CITRA DEWI TURNIP. Inhibition Test of Extract Paku Pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) To Fungi Microsporum gypseum In Vitro. Supervised by: RIDWANTI S.Hut., MP. and Dra.HERAWATY GINTING M.Sc., Apt.
This study aims to determine the effect of inhibition extract paku pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) to fungi Microsporum gypseum, the fungus causes skin disease, horn or keratin-eating substances, as well as damage the nails and hair. The method of the study was in vitro test by paper disc method. The extracts were diluted into concentrations of 500 mg / ml, 400 mg / ml; 300mg/ml; 200mg/ml; 100mg/ml, until 10 mg / ml for M. gypseum tests respectively. Each petri dish added 0.1 ml of inoculum was added 15 ml of Potato Dextrose Agar media that has been thawed sterile and wait until the temperature reaches 450C, respectively disc subsequent paper that has been soaked in various concentrations of extract for 15 minutes, put on the media , incubated at a temperature of 20-250 ° C for 48 hours. Inhibitory regions surrounding diameter of disc was measured using calipers paper. Tests carried out 3 times. Performed using DMSO4 blank.
The results showed a significant effect on paku pohon extract the inhibition of fungal M. gypseum which starts at a concentration of 400 mg / ml and the smallest inhibition at concentrations of 300 mg extract / ml. The smallest concentration is the value of Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Keywords: Cyathea contaminans (Hook.) Copel., extract Paku pohon,
M. gypseum.

2
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Citra Dewi Turnip dilahirkan di Pematang Siantar, pada tanggal 2 Pebruari 1991 dari bapak Sumardi Turnip dan ibu Kartini Napitupulu. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SD San Francesco Balige, tahun 2006 lulus dari SMP Budhi Dharma Balige, tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Balige dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Raya dan Hutan Pendidikan Gunung Barus di Berastagi, Kabupaten Karo tahun 2011. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di KPH Garut Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dari tanggal 1 Februari sampai 1 Maret 2013. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Sifat Kimia Kayu. Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Uji Daya Hambat Ekstrak Paku Pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) Terhadap Jamur Microsporum gypseum Secara In Vitro” di bawah bimbingan Ridwanti Batubara S.Hut., MP dan Dra. Herawaty M.Si., Apt.
3 Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini berjudul “Uji daya Hambat Ekstrak Paku Pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) ”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Ridwanti Batubara S.Hut., MP dan Dra. Herawaty Ginting selaku
ketua dan anggota komisi pembimbing penulis yang telah memberi bantuan, arahan, bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini. 2. Ibu Dra. Erly Sitompul M.Si., Apt. atas bantuannya selama di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. 3. Kedua orang tua tersayang Sumardi Turnip dan Kartini Napitupulu serta adik penulis (Indah Turnip, Nadine Turnip, Bintang Turnip, Yakob Turnip, Daniel Turnip) dan abang penulis (Julkifli Gultom) yang selalu memberi doa, dukungan materi, dan semangat serta motivasi. 4. Teman-teman 1 Tim yaitu, Samuel Silaban, Wilna Hasibuan, dan Ayu Surbakti. 5. Teman-teman tersayang Lia Tarigan, Ulinar Pasaribu, Yossica Panjaitan, Riris Nababan, Lasmaria Manik, Linda Marbun, Cut Yulia, Guido Simbolon, Joy Simamora, Rionaldo Damanik, Vicky Sihombing dan seluruh teman-teman Teknologi Hasil Hutan 2009 yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
4
Universitas Sumatera Utara

6. Semua staf pengajar dan keluarga besar program studi kehutanan khususnya Teknologi Hasil Hutan 2009 yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dari awal penelitian hingga akhir skripsi ini.
7. Staf Laboratorium Fitokimia dan asisten Laboratorium Mikrobiologi (Nulika Silalahi, dan Hetty Hulu).
Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
5 Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ................................................................................................ i ABSTRACT................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ............................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................ v DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................. Manfaat Penelitian ............................................................................ Hipotesis............................................................................................

1 3 3 3

TINJAUAN PUSTAKA Paku Pohon ...................................................................................... Ekstrak ......................................................................................... Jamur M. gypseum............................................................................. Kulit Manusia .................................................................................. Uji Aktivitas Antijamur ..................................................................

4 6 8 10 11

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ........................................................................... Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ Prosedur Penelitian .......................................................................... Pengambilan Sampel Tanaman ................................................ Determinasi Tanaman ............................................................ Pembuatan Simplisia................................................................ Sterilisasi Alat .......................................................................... Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Paku Pohon (C. contaminans) secara Maserasi ........................................... Pembuatan Media..................................................................... Pembuatan Agar Miring.................................................. Pembuatan Stok Kultur .................................................. Penyiapan Inokulum Jamur / Mikroba Uji...................... Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Paku Pohon (C. contaminans) dengan Berbagai Konsentrasi...................... Metode Pengujian Efek Antijamur secara In Vitro .................. Analisis Data ............................................................................

13 13 14 14 14 14 15
15 15 16 17 17
17 17 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Tanaman ....................................................................... Ekstrak Etanol Umbi Paku Pohon secara Maserasi .......................... Larutan Ekstrak Paku Pohon berbagai Konsentrasi ..........................


19 19 20

6

Universitas Sumatera Utara

Uji Daya Hambat Ekstrak Paku Pohon terhadap M. gypseum secara In Vitro ................................................
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................................... Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................................

21
24 24 25 27

7 Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Hasil Rata-rata Pengukuran Diameter Daerah Hambatan
Pertumbuhan M.gypseum oleh Ekstrak Paku Pohon........................... 21

8 Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Gambar Ekstrak Etanol Paku Pohon ...................................................... 20 2. Diagram Batang Hasil Pengukuran Diameter Daya Hambat
Pertumbuhan M. gypseum dengan Metode Maserasi............................ 22
9 Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1. Gambar Tanaman Paku Pohon (C. contaminans) .................................. 29 2. Bagan Penelitian..................................................................................... 30 3. Hasil Pengukuran Diameter Daya Hambat Ekstrak Paku Pohon
terhadap Jamur M. gypseum.................................................................. 31 4. Sidik Ragam Pengukuran Diameter Hambat Ekstrak Paku Pohon
terhadap Jamur M. gypseum................................................................... 31 5. Uji Duncan Pengukuran Diameter Hambat Ekstrak Paku Pohon
terhadap Jamur M. gypseum................................................................... 31 6. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Umbi Paku Pohon
terhadap M. gypseum............................................................................. 32 7. Gambar Ekstrak Etanol Berbagai Konsentrasi....................................... 33
10 Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
CITRA DEWI TURNIP. Uji Daya Hambat Ekstrak Paku Pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) Terhadap Jamur Microsporum gypseum secara In Vitro. Dibimbing oleh: RIDWANTI S.HUT.,MP. dan Dra.HERAWATY GINTING M.Si.,Apt.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek daya hambat ekstrak paku pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) terhadap Microsporum gypseum, yaitu jamur penyebab penyakit kulit, pemakan zat tanduk atau keratin, serta merusak kuku dan rambut. Pengujian dilakukan secara in vitro dengan metode pencadang kertas. Ekstrak umbi paku pohon diencerkan pada taraf konsentrasi 500 mg/ml; 400 mg/ml; 300mg/ml; 200mg/ml; 100mg/ml, hingga 10 mg/ml untuk diuji daya hambatnya terhadap M. gypseum. Masing-masing cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum, ditambahkan 15 ml media Potato Dextrose Agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai 450C, selanjutnya masing-masing pencadang kertas yang telah direndam pada ekstrak berbagai konsentrasi selama 15 menit, ditaruh diatas media, diinkubasi pada suhu 20-250 C selama 48 jam. Diameter daerah hambat disekitar pencadang kertas diukur menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan blanko dengan menggunakan DMSO4.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh nyata ekstrak paku pohon terhadap daya hambat jamur M. gypseum yang dimulai pada konsentrasi 400 mg/ml dan daya hambat paling kecil pada konsentrasi ekstrak 300 mg/ml. Konsentrasi terkecil merupakan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Kata kunci: Cyathea contaminans (Hook.) Copel., ekstrak paku pohon,
M. gypseum. .

1
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
CITRA DEWI TURNIP. Inhibition Test of Extract Paku Pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) To Fungi Microsporum gypseum In Vitro. Supervised by: RIDWANTI S.Hut., MP. and Dra.HERAWATY GINTING M.Sc., Apt.
This study aims to determine the effect of inhibition extract paku pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) to fungi Microsporum gypseum, the fungus causes skin disease, horn or keratin-eating substances, as well as damage the nails and hair. The method of the study was in vitro test by paper disc method. The extracts were diluted into concentrations of 500 mg / ml, 400 mg / ml; 300mg/ml; 200mg/ml; 100mg/ml, until 10 mg / ml for M. gypseum tests respectively. Each petri dish added 0.1 ml of inoculum was added 15 ml of Potato Dextrose Agar media that has been thawed sterile and wait until the temperature reaches 450C, respectively disc subsequent paper that has been soaked in various concentrations of extract for 15 minutes, put on the media , incubated at a temperature of 20-250 ° C for 48 hours. Inhibitory regions surrounding diameter of disc was measured using calipers paper. Tests carried out 3 times. Performed using DMSO4 blank.
The results showed a significant effect on paku pohon extract the inhibition of fungal M. gypseum which starts at a concentration of 400 mg / ml and the smallest inhibition at concentrations of 300 mg extract / ml. The smallest concentration is the value of Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Keywords: Cyathea contaminans (Hook.) Copel., extract Paku pohon,
M. gypseum.
2
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang memiliki
kelembaban tinggi dan merupakan tempat yang cocok bagi mikroorganisme kecil seperti jamur untuk berkembangbiak yang memungkinkan akan merugikan sebagian manusia. Jamur Microsporum gypseum dapat berkembang pada bagian kulit manusia yang menyebabkan penyakit kulit yang tidak membahayakan namun cukup mengganggu. Perlu diketahui bahwa jamur M. gypseum merupakan jamur penyebab penyakit kulit, pemakan zat tanduk atau keratin, serta merusak kuku dan rambut. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan- lapisan kulit mulai dari stratum korneurm sampai dengan stratum basalis. Jamur M. gypseum merupakan salah satu jenis dermatofita geofilik yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia (Jawetz et al., 1996).
Banyak obat yang diracik secara modern yang digunakan untuk mencegah penyakit ini, bahkan beberapa perusahaan telah mendapat paten untuk memproduksi secara global dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Walaupun telah banyak obat-obat modern yang beredar, banyak masyarakat yang masih menggunakan obat tradisional untuk terapi penyakit. Bahkan penggunaan tanaman sebagai alternatif pengobatan mengalami peningkatan. Beberapa negara di Eropa seperti Jerman, juga mengalami peningkatan dalam konsumsi obat tradisional. Nilai penjualan sediaan obat dari tanaman pada apotek-apotek di Jerman mencapai sekitar 30 % dari total nilai penjualan obat-obat bebas. Penduduk di
11
Universitas Sumatera Utara

Amerika Serikat jumlah pengguna tumbuhan dan produk tumbuhan obat juga mengalami pertumbuhan yang sangat pesat (Suganda, 2002). Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar nomor 2 di dunia setelah Negara Brazil, Indonesia sangat kaya akan sumber-sumber bahan yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai obat tradisional. Hal ini merupakan peluang yang harus dapat dimanfaatkan karena hampir 119 senyawa obat modern merupakan hasil pengembangan dari senyawa yang terdapat dalam tanaman obat (Djauhariya dan Hernani, 2004).
Salah satu tumbuhan dan merupakan hasil produk hutan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional adalah tanaman paku pohon (C. contaminans) dari suku Cyatheaceae yang telah lama dikenal dan digunakan masyarakat. Pengetahuan dari masyarakat, paku pohon dapat dijadikan sebagai obat gatal-gatal ataupun penyakit yang menyerang pada bagian kulit manusia, yaitu dengan memanfaatkan bagian umbi dari batang yang berwarna putih dengan menggiling halus dan mengoleskan pada bagian kulit yang terserang penyakit. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat dari umbi paku pohon tersebut tidak berkembang dan hanya digunakan sebagai obat tradisional saja yang mungkin hanya diketahui beberapa orang sekitar wilayah tumbuh paku pohon tersebut. Peneliti sebelumnya telah melakukan riset dan mengetahui bahwa paku pohon memiliki kandungan senyawa kimia alkaloida, triterpenoid, dan flavonoid (Nababan, 2009).

Infeksi yang dikarenakan M. gypseum jika tidak ditanggulangi dengan baik akan menimbulkan infeksi yang moderat (Henry, 2001). Berdasarkan pengetahuan masyarakat tentang khasiat dari paku pohon tersebut dan hasil riset sebelumnya bahwa paku pohon memiliki senyawa kimia dalam pengobatan penyakit kulit
12
Universitas Sumatera Utara

dijadikan sebagai dasar untuk meneliti lebih dalam daya guna dari paku pohon tersebut. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya aktivitas antijamur dari ekstrak paku pohon terhadap jamur M. gypseum. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang fitofarmaka dan memberikan informasi tentang daya hambat dari ekstrak paku pohon terhadap jamur M. gypseum. Hipotesis
Konsentrasi paku pohon berpengaruh nyata terhadap daya hambat diameter pertumbuhan jamur M. gypseum.
13 Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Paku Pohon Tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang memiliki daya adaptasi yang
sangat tinggi dan merupakan tumbuhan yang banyak jenisnya di hutan tropis Indonesia. Tumbuhan paku dapat ditemui di daerah yang lembab, di bawah pohon, di pinggir sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan, bahkan ada yang menempel di batang pohon. Tumbuhan paku yang tumbuh di muka bumi ada sekitar 10.000 jenis tumbukan paku. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan berkormus dan berpembuluh yang paling sederhana. Tubuhnya dapat dibedakan dengan jelas antara akar, batang dan daun. Terdapat lapisan pelindung sel (jaket steril) di sekeliling organ reproduksi, sistem transpor internal, hidup di tempat yang lembab (Indah, 2009).
Paku pohon merupakan tumbuhan jenis paku yang berasal dari suku Cyatheaceae. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang mirip seperti pohon dan berbentuk payung, berperawakan ramping yang tingginya dapat mencapai 10 m atau lebih. Batang bagian bawah tumbuhan ini berwarna hitam karena ditutupi oleh akar-akar serabut hitam, kasar, rapat, dan tebal. Batang yang sudah tua tampak lekukan-lekukan dangkal yang merupakan bekas tangkai daun yang sudah lepas. Jenis ini memiliki penampilan khusus yang mudah dibedakan dengan jenis paku lainnya yaitu pangkal stipenya berwarna pucat, keunguan dan berduri, selain itu pada ujung batang dan pangkal tangkai terdapat bulu-bulu halus berwarna coklat pucat biasanya berduri keras, berbulu coklat halus, dan menyirip ganda (Dasuki, 1991).
14
Universitas Sumatera Utara

Tanaman paku pohon ini biasanya berhabitus terna dan jenis ini merupakan tumbuhan paling banyak yang ditemukan. Jenis ini tumbuh tersebar di seluruh kawasan yang diamati mulai 1060 – 1240 meter di atas permukaan laut, dan biasanya terdapat di hutan yang telah dibuka dan ditempat-tempat terbuka, khususnya di dekat sungai. Jenis ini ditemukan pada ketinggian 200-1600 mdpl. Daerah penyebarannya diseluruh kawasan Malaysia dan di Semenanjung India (Tjitrosoepomo, 1991).
a. Sinonim Nama lain dari paku pohon ( Cyathea contaminans (Hook.) Copel ) adalah
Polypodium contaminans Wall. Cat., Alsophila glauca J. Sm., A. contaminans Wall. Ex Hook., A. acuta Presl., A. smithiana Presl dan A. clementis Copel (Depkes, 1995).

b. Nama daerah

Nama daerah tumbuhan ini di Sumatera Utara adalah tanggiang, di daerah Jawa biasa disebut pakis arjun, pakis galar, pakis oleng, sedangkan orang Sunda menyebutnya paku pohon, paku papan, paku tihang bodas atau paku tihang. Di Malaya disebut paku gajah (Depkes, 1995).

c. Sistematika Tumbuhan

Menurut Tjitprosoepomo (1991) tanaman paku pohon dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Class

: Pteridophyta

Ordo

: Filicopsida


15 Universitas Sumatera Utara

Famili

: Polypodiales

Genus

: Cyathea

Spesies

: Cyathea contaminans ( Hook.) Copel.

d. Kandungan Kimia

Adapun kadar minyak atsiri pada daun paku pohon adalah 0,01%,

sedangkan pada bagian batang tidak diperoleh minyak atsiri. Hasil skrining


fitokimia serbuk simplisia dari paku pohon diperoleh adanya senyawa golongan

alkaloida, triterpenoid, dan flavonoid (Nababan, 2009).

Ekstrak

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

tertentu (Depkes, 2000). Menurut Harborne (1987), ragam ekstraksi tergantung

pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis

senyawa yang diisolasi. Alkohol adalah pelarut serbaguna yang baik untuk

ekstraksi pendahuluan. Ada beberapa metode yang digunakan untuk melakukan

ekstraksi,yaitu:


a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi

yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik,

sedangkan maserasi yang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut

remaserasi (Ditjen POM, 2000).

16 Universitas Sumatera Utara

b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak (Ditjen POM, 2000). c. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000). d. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000). e. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Ditjen POM, 2000). Dengan cara ini perolehan bahan aktif agak lebih banyak meskipun pada saat pendinginannya pada suhu kamar bahan ekstraktif dalam skala besar mengendap (Voigt, 1995).
17 Universitas Sumatera Utara

Jamur Microsporum gypseum


Jamur termasuk tumbuh-tumbuhan filum thallophyta yang tidak

mempunyai akar, batang, dan daun. Jamur tidak bisa mengisap makanan dari

tanah dan tidak mempunyai klorofil sehingga tidak bisa mencerna makanan

sendiri oleh karenanya hidup sebagai parasit atau saprofit pada organisme yang

lain. Jamur tergolong Eumycota (Eumycetes) dan dibedakan menjadi empat kelas

yaitu Phycomycetes yang dibedakan menjadi Zygomycetes dan Oomycetes;

Ascomycetes; Basidiomycetes dan Deuteromycetes (Fardiaz, 1992).

Penyakit yang disebabkan oleh jamur disebut mikosis. Jamur dikatakan

bersifat heterotrop karena memerlukan energy untuk tetap bertahan hidup yang

diperoleh dari jasad organisme lain. Berbeda dengan tumbuhan yang memiliki

sifat autotrop yang dapat memperoleh energi sendiri dengan mengolah

karbondioksida, air , dengan adanya bantuan dari energy matahari (Gandahusada

SS dkk, 2004).

Adapun M. gypseum merupakan cendawan keratophilik geofilik. Kelembaban,

pH, dan kontaminasi faeces menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya.

Mikroorganisme ini memiliki dinding sel yang mengandung kitin bersifat

heterotrof, menyerap nutrient melalui dinding sel dan mengekskresikan enzim-

enzim ekstraseluker ke lingkungannya (Indrawati, 2006).

Klasifikasi Microsporum gypseum menurut Wicaksana (2008) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Fungi

Filum

: Ascomycota

Kelas

: Eurotiomycetes

18 Universitas Sumatera Utara

Ordo

: Onygenales

Famili

: Arthrodermataceae

Genus

: Microsporum

Spesies

: Microsporum gypseum

Jamur M. gypseum dapat ditularkan secara langsung baik melalui epitel kulit,

rambut yang mengandung jamur, ataupun dari tanah. Penyakit yang disebabkan

oleh jamur ini dapat diobati dengan beberapa bahan obat seperti:

• Flukonazol

Flukonazol merupakan bahan yang diisolasi dari Pennicillium janczewski

dan mempunyai antidermatofita. Flukonazol secara klinis berguna untuk

pengobatan infeksi dermatofit pada kulit, rambut, dan, kuku. Biasanya diperlukan

terapi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan (Brooks et al, 2005).

• Terbinafine

Terbinafine adalah zat allylamin yang telah dibuktikan efektif dan aman untuk

terapi infeksi dermatofit. Meskipun ia tidak aktif untuk menanggulangi

candidiasis seperti preparat azol, namun ia efektif untuk menanggulangi

dermatofitosis.

• Ketokonazol

Kerja dari ketokonazol yang diberikan secara oral sama dengan kerja dari

derivate imidazol lainnya: mempengaruhi dari formasi ergosterol. Pada manusia,

ia akan memberikan efek pada sitokrom p-450. Efek ini akan lebih tampak nyata

pada sel jamur dari pada sel host karena ketokonazol memiliki kecenderungan

untuk mengikat sitokrom sel jamur dari pada sitokrom sel host. Meskipun

19 Universitas Sumatera Utara

demikian, pemakaian preparat ini dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan feminisasi, terkadang hepatotoksisitas sirosis.(Ganiswana, 1999).
• Itrakonazol Itrakonazol adalah preparat azol yang secara ekstensif telah diujicoba di Eropa dan Afrika Selatan. Itrakonazol memiliki kekuatan antifungi yang lebih kuat dibandingkan dengan ketokonazol. • Amphotericin B. Preparat ini berbeda dengan preparat obat antifungi lainnya. Ia menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel yang sedang matang. Mekanisme kerja dari amphoterisin B adalah dengan berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membrane sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang tetap ada pada sel. Namun demikian, pengikatan kolesterol pada membran sel hewan dan manusia oleh antibiotik ini menjadi salah satu penyebab efek toksiknya (Moschella dan Hurley,1992) Kulit Manusia Kulit normal memiliki tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan. Epidermis mempunyai sel basal yang terus membelah untuk mempertahankan lapisan epitel berlapis. Lapisan ini adalah pelindung primer antara lingkungan luar dan dalam tubuh yaitu mencegah masuknya bakteri atau senyawa racun bersama dengan dermis, melindungi struktur bagian dalam trauma ( Wicaksana, 2008). Dermis, atau korium tebalnya 3-5 mm merupakan anyaman serabut kolagen dan elastin, yang bertanggung jawab atas sifat-sifat penting dari kulit.
20
Universitas Sumatera Utara

Dermis mengandung pembuluh darah, gelembung limfe, gelembung rambut, kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan serabut saraf. Daerah atas dari dermis terdapat papillae membentuk lapisan papilla yang berhubungan ke dalam epidermis. Lapisan subkutan (hypodermis) merupakan kelanjutan dari dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak (Anief, 1997). Uji Aktivitas Antijamur
Suatu zat dikatakan antijamur jika zat tersebut dapat membasmi jamur pada umumnya, khususnya yang bersifat patogen bagi manusia. Uji aktivitas antijamur merupakan suatu cara untuk mengetahui kerentanan jamur terhadap antijamur. Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas antijamur in vitro antara lain adalah pH lingkungan, komponen media, stabilitas zat antijamur, ukuran inokulum, masa inkubasi, dan aktivitas metabolisme mikroorganisme (Frazier dan Westhoff, 1988).
Untuk menguji aktivitas dari antijamur tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu:
• Metode dilusi Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara
bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir dimasukkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz et al, 1995).
• Metode difusi Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram
kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium
21
Universitas Sumatera Utara

padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan baik (Jawetz et al, 1995).
• Metode turbidimetri Kedalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan antibiotik dan 9 ml
inokulum. Diinkubasikan pada suhu 30ºC selama 3-4 jam. Serapan diukur dengan spektrofotometer pada 530 nm. Kadar antibiotik ditentukan berdasarkan perbandingan serapannya terhadap serapan standar (Wattimena, 1991).
22 Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juli 2013.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap penelitian meliputi penyiapan bahan, pembuatan ekstrak. Pengujian aktivitas anti jamur dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas. Parameter yang dilihat adalah besarnya diameter hambat pertumbuhan jamur.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf
(Fisons), blender (Philips), Freeze Dryer (Moduli), incubator (Fiber Scientific), jangka sorong, jarum ose, kompor (Sharp), Laminar Air Flow Cabinet ( Astec HLF 1200L), lemari pendingin (Toshiba), mikroskop (Olimpus cx31), neraca kasar (Sun), neraca listrik (Vibra AJ), oven (Memmert), penangas air (Yenaco), pinset, pipet mikro (Eppendorf), rotary evaporator (Haake D), pencadang kertas, kertas perkamen, tissue, pH meter (Tran Instrumen), spektrofotometer visibel (Dynamic).
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah umbi paku pohon, jamur M. gypseum (Lab. Mikrobiologi Farmasi USU), aquades, etanol 80%, NaCl 0,9 %, DMSO4.
23 Universitas Sumatera Utara

Posedur Penelitian Pengambilan Sampel Tanaman
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama dari daerah yang lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi paku pohon (C. contaminans) yang masih segar berwarna putih, yang diambil dari Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara. Determinasi Tanaman
Identifikasi tanaman paku pohon dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Pembuatan Simplisia
Umbi paku pohon yang telah dikumpulkan sebanyak 2,5 kg, dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian ditiriskan lalu disebarkan diatas kertas perkamen hingga airnya terserap, setelah itu bahan ditimbang. Kemudian dimasukkan ke dalam lemari pengering dengan suhu 40-500C. Proses pengeringan dilakukan sampai umbi paku pohon mudah diremukkan. Simplisia yang telah kering disortasi kering yaitu memisahkan dengan benda-benda asing. Simplisia diserbuk dengan menggunakan blender. Serbuk disimpan dalam kantung plastik untuk mencegah pengaruh lembab dan pengotoran lainnya. Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas jamur ini disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan di dalam oven pada suhu
24
Universitas Sumatera Utara

1700C selama 2 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dengan lampu Bunsen (Lay, 1994). Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Paku Pohon secara Maserasi
Sebanyak 250 g simplisia yang telah diserbukkan dimasukkan kedalam wadah tertutup, lalu dimaserasi dengan 1875 ml pelarut etanol 80% selama 5 hari, terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, diperas dengan kain flannel. Lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 625 ml, kemudiaan didiamkan selama 2 hari dan dienap tuang. Maserat diuapkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur tidak lebih 400C dan dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu -400C sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979). Pembuatan Media
• Pembuatan Larutan NaCl 0,9 % Komposisi : Natrium Klorida 9 gr Air suling 1000 ml
Cara Pembuatan: Ditimbang Natrium Klorida 9 gr lalu dilarutkan dalam air suling sedikit
demi sedikit dalam labu ukur 1000 ml sampai larut sempurna. Lalu ditambahkan air suling sampai garis tanda. Disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
• Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA) Komposisi : Dektrosa 20 gr Agar Infus Kentang 4 gr Agar 15 gr
25
Universitas Sumatera Utara

pH 5,6 ± 0,2 Cara pembuatan:
Sebanyak 39 gr campuran bahan diatas disuspensikan ke dalam 1 liter air suling steril. Dipanaskan di atas penangas air sampai bahan larut sempurna. Dalam keadaan panas larutan tersebut dituangkan ke dalam tabung reaksi steril, ditutup, disterilkan dalam autoklaf pada temperatur 1210C selama 15 menit. Pembuatan Agar Miring
Ke dalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media PDA steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai membeku pada posisi miring membentuk sudut 450. Kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 50C. Pembuatan Stok Kultur
Satu koloni jamur diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam pada media Potato Dextrose Agar dengan cara menggores. Kemudian di inkubasi dalam inkubator pada suhu 36-370C selama 18-24 jam (Ditjen POM, 1995). Penyiapan Inokulum Jamur / Mikroba Uji
Koloni jamur diambil dari stok kultur dengan jarum Ose steril lalu disuspensikan dalam tabung reaksi berisi 10 ml larutan NaCl 0,9%. Kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25% (Ditjen POM, 1995). Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Paku Pohon dengan Berbagai Konsentrasi
Ekstrak etanol ditimbang 5 g dilarutkan dengan DMSO4 hingga 10 ml maka konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml kemudian dibuat pengenceran
26
Universitas Sumatera Utara

selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml; 300mg/ml;

200mg/ml; 100mg/ml, 90mg/ml; 80 mg/ml; 70 mg/ml; 60 mg/ml; 50 mg/ml; 40

mg/ml; 30 mg/ml; 20 mg/ml; 10 mg/ml.

Metode Pengujian Efek Anti Jamur Secara In Vitro

Cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum, kemudian ditambahkan 15 ml media PDA steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai 450C,

dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Selanjutnya masing-masing

pencadang kertas yang telah direndam pada ekstrak berbagai konsentrasi selama 15 menit, ditaruh diatas media. Kemudian diinkubasi pada suhu 20-250 C selama

48 jam. Selanjutnya diameter daerah hambat disekitar pencadang kertas diukur

dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali.

Dilakukan blanko dengan menggunakan DMSO4 (Ditjen POM,1995).

Analisis Data

Analisi data digunakan untuk menguji pengaruh ekstrak paku pohon

terhadap daya hambat jamur M. gypseum, maka dil;akukan analisis menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial. Model statistik yang digunakan

(Hanafiah,2005) adalah:

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij +Σijk

Keterangan: Yijk =
μ= αi = βj = (αβ)ij =
Σijk =

Respon dari pemberian ekstrak paku pohon terhadap jamur

M. gypseum pada pemberian konsentrasi ke- i , waktu ke-j serta

ulangan ke- k.

Nilai rata-rata umum

Pengaruh konsentrasi ekstrak paku pohon ke-i

Pengaruh waktu pengamatan ke-j

Pengaruh pemberian ekstrak paku pohon pada interaksi antara

konsentrasi ekstrak paku pohon dan waktu pengamatan ke – j

Pengaruh pengacakan pada pemberian ekstrak paku pohon

terhadap jamur M. gypseum pada

pemberian konsentrasi ke-

i , waktu pengamatan ke- j serta ulangan ke-k

27 Universitas Sumatera Utara

Untuk mengetahui taraf perlakuan mana yang berpengaruh di antara faktor perlakuan setelah pengamatan, jika berpengaruh nyata maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test).
28 Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi Tanaman Identifikasi tumbuhan yang digunakan dilakukan di Herbarium
Medanense, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, hasilnya adalah paku pohon Cyathea contaminans (Hook.) Copel., Family Cyatheaceae. Ekstrak Etanol Umbi Paku Pohon secara Maserasi
Pembuatan zat antijamur dari paku pohon diperoleh dengan proses ekstraksi. Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan. Proses ekstraksi adalah akibat dari adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan cairan ekstraksi di luar sel. Bahan pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel akan menyebabkan protoplasma membengkak, dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya (Voigt, 1994).
Cara ekstraksi yang paling sederhana yaitu maserasi, karena bahan yang akan diekstrak cukup dilarutkan di dalam pelarut pada perbandingan tertentu. Maserasi yang dilakukan memiliki waktu yang berbeda-beda tergantung pada sifat bahan dan pelarut. Waktu maserasi disesuaikan dengan banyaknya bahan baku yang akan dimaserasi, agar pelarut dapat memasuki protoplasma dengan sempurna sehingga mampu melarutkan semua zat yang diinginkan untuk terekstrak. Perbandingan pelarut yang digunakan pada penelitian ini yaitu 1 : 3, sedangkan lama maserasi adalah lima hari dengan perendaman ulang terhadap residu selama dua hari.
29
Universitas Sumatera Utara

Pelarut yang digunakan dalam proses maserasi sangat mempengaruhi hasil ekstrak. Jenis pelarut yang digunakan harus dipilih berdasarkan kemampuan dalam melarutkan zat-zat aktif yang diinginkan tanpa mengikutsertakan unsurunsur yang tidak diinginkan. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 80%. Hal ini karena etanol dapat mengekstrak seluruh bahan aktif yang terkandung dalam paku pohon, terutama yang memiliki sifat antijamur. Winholz et al. (1983) menyatakan bahwa komponen antijamur sebagian besar dapat larut dalam alkohol, seperti galangin, eugenol, kaemferol, dan kuersetin. Voigt ( 1994) juga menyatakan bahwa etanol sangat sering menghasilkan suatu hasil bahan aktif yang optimal, dimana bahan pengotor hanya dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi. Pelarut yang digunakan tidak mempengaruhi hasil warna dari ekstrak, dapat dikatakan bahwa pelarut yang digunakan menguap sempurna pada saat dilakukan proses rotary. Ekstrak yang dihasilkan memiliki warna coklat pekat. Ekstrak yang diperoleh merupakan ekstrak kasar berbentuk pasta. Hasil pengumpulan umbi paku pohon segar sebanyak 2500 g menghasilkan 250 g serbuk simplisia dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 38 g.
Gambar 1. Ekstrak Etanol Paku Pohon 30 Universitas Sumatera Utara

Larutan Uji Ekstrak Paku Pohon dengan Berbagai Konsentrasi

Pembuatan larutan uji ekstrak paku pohon dengan berbagai konsentrasi,

pelarut yang digunakan yaitu DMSO4 yang merupakan pelarut yang setara dengan

etanol 96%. Pelarut yang digunakan bukan pelarut etanol 96%, dikarenakan

ekstrak kental yang akan diencerkan tidak larut dalam etanol 96% sehingga

diganti dengan pelarut DMSO4. Ekstrak paku pohon dilarutkan mulai dari

konsentrasi 500 mg/ml hingga 100 mg/ml, dan pengenceran tidak dilanjutkan

sampai konsentrasi 10 mg/ml karena pada tahap orientasi pengujian konsentrasi

100 mg/ml menunjukkan tidak adanya daya hambat dari ekstrak.

Uji Daya Hambat Ekstrak Paku Pohon Terhadap Microsporum gypseum secara In Vitro

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar

dengan menggunakan pencadang kertas. Parameter yang diukur adalah zona

hambat disekitar pencadang kertas yang digunakan. Hasil uji daya hambat

antijamur menunjukkan bahwa ekstrak paku pohon dapat menghambat

pertumbuhan jamur M. gypseum. Hasil pengukuran diameter daerah hambat dapat

dilihat pada tabel satu berikut.

Tabel 1. Hasil Rata-rata Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan M. gypseum oleh Ekstrak Paku Pohon

Konsentrasi Ekstrak DMSO4 (mg/ml) 500 400 300 200 100
BLANKO

Diameter Daya Hambat (mm) * 19,13 15,8 11,9 -

Keterangan: (*) = hasil rata-rata tiga kali pengukuran, (-) = tidak ada hambatan

31

Universitas Sumatera Utara

diameter hambat (mm)

Pengukuran Diameter Daya Hambat

20 18 16 14 12 10
8 6 4 2 0
500

400 300 200 konsentrasi ekstrak(%)

100 Blanko

Gambar 2. Diagram Batang Hasil Pengukuran Diameter Daya Pertumbuhan Jamur M. gypseum dengan Metode Maserasi.
Hasil pada tabel 1. diatas terlihat bahwa konsentrasi ekstrak yang memberikan hambatan terhadap jamur M. gypseum adalah dimulai pada konsentrasi ekstrak 400 mg/ml yaitu sebesar 15,8 mm. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ditunjukan pada konsentrasi 300 mg/ml yaitu sebesar 11,9 mm yang artinya daya hambat dari ekstrak tersebut terhadap jamur M. gypseum sangat kecil, dan pada konsentrasi 200 mg/ml tidak menunjukkan adanya daya hambat dari ekstrak, diikuti pada blanko DMSO4 tidak menunjukkan adanya daya hambat terhadap jamur. Daya hambat ekstrak paku pohon terhadap jamur M. gypseum pada konsentrasi rendah tidak adanya daya hambat, disebabkan karena senyawa kimia yang bersifat antijamur yang terdapat pada ekstrak dalam jumlah sedikit. Ekstrak dapat dikatakan sebagai antijamur yang sangat efektif jika diameter daya hambatan lebih dari 14 mm hingga 16 mm (Ditjen POM, 1995).
Hasil analisis statik dengan uji one way anova pada ekstrak paku pohon dengan α (0,05) ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh nyata (signifikan) terhadap diameter zona hambat pada setiap perlakuan. Hasil uji Duncan
32

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa setiap perlakuan berada pada kolom subset yang berbeda. Konsentrasi yang disarankan yaitu pada konsentrasi 500 mg/ml, dimana diameter daya hambat terhadap jamur semakin besar.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sitorus (2009), ekstrak metanol belimbing manggis tidak dapat menghambat jamur Microsporum gypseum. Hal ini disebabkan karena golongan senyawa kimia yang terdapat dalam buah belimbing manis yaitu senyawa fenol yang berkhasiat sebagai antibakteri saja tetapi tidak berkhasiat sebagai antijamur. Bakteri memiliki spora yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh, sedangkan jamur memiliki spora yang berfungsi untuk reproduksi aseksual dan seksual sehingga memperbanyak pertumbuhan jamur. Hal tersebut menyebabkan senyawa flavonoid tersebut tidak mampu menghambat pertumbuhan jamur.
Hasil penelitian ekstrak paku pohon membuktikan bahwa umbi paku pohon dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan jamur M. gypseum diduga disebabkan oleh senyawa kimia yang terkandung di dalam umbi paku pohon tersebut. Umbi paku pohon mengandung alkaloida, triterpenoid, dan flavonoid (Nababan, 2009). Flavonoid, tanin dan saponin merupakan senyawa yang mempunyai efek farmakologi sebagai antijamur. Flavonoid dengan kemampuannya membentuk kompleks dengan protein dan merusak membran sel dengan cara mendenaturasi ikatan protein pada membran sel, sehingga membran sel menjadi lisis dan senyawa tersebut menembus kedalam inti sel menyebabkan jamur tidak berkembang (Sulistyawati dkk, 2009).
33 Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Ekstrak umbi paku pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) dengan
kandungan senyawa kimia flavonoida, triterpenoid, dan alkaloida, memiliki daya hambat terhadap M. gypseum dan peningkatan konsentrasi 400 mg/ml, 500 mg/ml diikuti dengan adanya penambahan diameter zona hambat pada setiap variasi konsentrasi. Saran
Hasil penelitian yang dilakukan yaitu uji daya hambat ekstrak paku pohon (Cyathea contaminans (Hook.) Copel.) terhadap M. gypseum dinyatakan bahwa ekstrak bersifat antijamur, maka dapat disarankan bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut ke arah isolasi senyawa aktif dari umbi paku pohon.
34 Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Anief, N. 1997. Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Brooks, G.F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta.
. Dasuki, U.A. 1991. Sistemik Tumbuhan Tinggi. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materi Medika Indonesia. Jilid VI. Depkes RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan pertama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Djauhariya, E. dan Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Seri Agrisehat. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Frazier, W.C. dan Westhoff, D.C. 1988. Food Microbiology. McGraw-Hill Book Company. New York.
Gandahusada, S.S., Pribadi W., Ilahude H.D. 2004. Parasitologi Kedokteran Edisi III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ganiswarna, S. 1999. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Gaya Baru. Jakarta.
Hanafiah, K. A. 2005. Rancangan Percobaan:Teori dan Aplikasi. PT Grafindo Persada. Jakarta.
Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB Press. Bandung.
35
Universitas Sumatera Utara

Henry, J.B. 2001. Clinical Diagnosis And Management By Laboratory Method. 21st. Philadelphia: WB. Saunders Company. pp: 1182-1183.
Indah, N. 2009. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah. IKIP PGRI. Jember.
Indrawati G, Wellyzar S, editor. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Edisi pertama. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Jawetz, E. Melnick J.L. dan Adelberg E.A. 1995. Review of Medical Microbiology. Los Altos, California: Lange Medical Publication. Pages 227-230.
Lay, W.B. 1994. Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Moschella H. 1994. Dermatology. 3nd Ed Vol One. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Nababan, T. 2009. Eksplorasi Dan Skrining Fitokimia Tumbuhan Obat Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Hutan Rakyat (TAHURA) Bukit Barisan., Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sitorus, A. 2009. Karakterisasi Simpisia DanSrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Suganda, A. 2002. Standarisasi Simplisia, Ekstrak, dan Produk Obat Bahan Alam, dalam Sukrasno, Adnyana, I. K., Damayanti, S (Tim Redaksi), Prosiding Simposium Standarisasi Jamu dan Fitofarmaka; Meningkatkan Jamu dan Fitofarmaka menjadi Obat Pilihan, Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB, Bandung.
Sulistyawati, D. dan Mulyati, S. 2009. Uji Aktivitas Antijamur Infusa Daun Jambu Mete ( Anacardium occidentale, L.) Terhadap Candida albicans. Biomedika.2(1)
Tjitprosoepomo, G. 1991. Taksonomi Tumbuhan (schizophyta, thallophyta, bryophyte, pteridophyta). Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gajah mada University Press, Yogyakarta : 563, 564.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Cetakan Pertama.