yang disyaratkan semakin penting manakala putusan tersebut akan
menjadi yurisprudensi
yang kelak akan digunakan para hakim
menyelesaikan masalah yang sama.
C. Argumen Saling Mewarisi
antar Pemeluk Agama
Meskipun nash
yang menjelaskan hukum waris slam
sudah demikian rinci, para ulama tetap berbeda pendapat dalam
banyak hal. Misalnya berdasarkan sejumlah nash al-Qur an dan
sunnah nabi Muhammad saw., para ualam merumuskan sejumlah
asas waris slam. Namun ulama berbeda pendapat tentang apa saja
yang menjadi asas waris slam. Misalnya asas hukum kewarisan
slam menurut catatan Daud Ali ada , yakni;
. asas ijbari; . asas bilateral;
. asas individual; . asas keadilan berimbang ; dan
. asas akibat kematian.
Semetara menurut Beni Ahmad Saebani, asas hukum kewarisan
slam ada lima, yakni: . asas ketauhidan;
. asas keadilan; . asas persamaan;dan
. asas bilateral.
Adapun penjelasan
dari masing-masing adalah sebagai
berikut. Pertama, maksud asas ijbari
adalah mengandung
kepastian tiga hal, yakni a peralihan kewarisan, b besar
bagian masing-masing ahli waris, dan c penentuan ahli waris.
Kedua, asas bilateral bermaksud bahwa anak laki-laki dan
perempuan sama-sama mendapat
14 Muhammad Daud Ali,
Asas-Asas Hk Islam
Jakarta: Rajawali Pers, 1990, hlm, 126. 15
Beni Ahmad
Saebani,
Fikih Mawaris
, cet. 1 Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm. 19-53.
bagian warisan dari pihak ibu dan bapak . Ketiga, maksud
asas individual bahwa harta warisan menjadi milik individu
secara perorangan. Keempat, asas keadilan berimbang bahwa
bagian warisa berimban dengan kewajiban. Kelima, asas akibat
kematian, bahwa adanya waris karena ada yang meninggal dunia.
Adapun asas
ketauhidan bahwa dalam kewarisan slam
harus berdasarkan keimanan kuat kepada Allah swt. Asas keadilan
bahwa ahli waris mendapat bagian secara proporsional, bukan
sama rata, tetapi berdasarkan hak dan kewajiban. Asas persamaan
bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama mendapak warisan
meskipun bagiannya berbeda. Aasas bilateral bahwa seorang
mendapat warisan dari kerabat laki-laki maupun perempuan .
asbi tidak membahasa secara khusus asas-asas hukum waris
slam.
Kaitannya dengan faktor- faktor yang menjadi penghalang
halangan bagi seseorang untuk
16 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Marais: Hukum-Hukum Warisan dalam Syari‘at Islam Jakarta:
Bulan Bintang, 1967.
menerima warisan juga ulama berbeda pendapat. Dikatakan,
ulama sepakat tiga yang menjadi penghalang, yakni: perbudakan
al-‘abdu ,
pembunuhan al-qatlu
, dan perbedaan agama ikhtilâf al-dîn
. Sementara
ulama berbeda pendapat tentang perbedaan
kewarganegaraan sebagai penghalang mendapat
warisan. Namun menurut Mu az bin Jabal seorang muslim berhak
mendapatkan warisan dari ka ir, tetapi tidak sebaliknya. Demikian
juga pemikiran kontemporer seperti Yûsuf Mûsâ tidak menjadi
perbudakan sebagai penghalang mendapatkan warisan, sebab
slam tidak mengenal konsep perbudakan.
Demikian juga
perlu dianalisis jangan-jangan perbedaaan
kewarganegaraan ini dipengaruhi oleh konsep
kenegaraan di masa nabi dan khulafa al-râsyidin, di mana
konsep kenegaraan didasarkan pada Negara slam dâr al-Islâm
dan Negara Ka ir dâr al-harb . Sementara sekarang bentuknya
17 Fatchu Rahman,
Ilmu Waris
, cet. Ke-2 Bandung: Al-Ma‘arif, 1981, hlm. 83.
18 Ibn Hazm,
al-Muh}alla
Beirût: Dâr al-Fikr, t.t., hlm. 304-305.
MAJALAH PERADILAN AGAMA
Edisi 10 | Des 2016
49
menjadi negara nation state . Dengan demikian, meskipun
disebut sudah
menjadi kesepakatan ulama bahwa beda
agama merupakan salah satu faktor penghalang seseorang
mendapat harta waris, namun dalam kenyatannya ulama berbeda
pendapat sejak masa sahabat, dimana Mu az mempunyai konsep
yang berbeda dari yang lain.
Adapun alasan yang menjadi dasar bahwa beda agama
menjadi penghalang seseorang mendapatkan harta warisan
adalah hadis nabi Muhammad saw., lâ yarithu al-muslimu al-kâ
ϔira wa lâ al-kâ
ϔiru al-muslima, bahwa muslim tidak mewarisi ka ir dan
ka ir tidak mewarisi muslim. Sebaliknya ada beberapa
argumen yang dikemukakan sejumlah ahli dalam membolehkan
waris beda agama, non muslim menerima harta waris dari
pewaris muslim.
Pertama, kebolehan memberi- kan harta waris kepada ahli waris
non-muslim didasarkan pada al-Qur an surah al-Baqarah
: :
َ كَرَت نِإ ُتۡوَ
ۡ لٱ ُ ُكَدَح
َ أ َ َضَح اَذِإ ۡ ُكۡي
َ َع َ ِتُك ً
قَح ۖ ِفوُرۡعَ ۡ
لٱِب َيِبَر ۡقَ ۡلٱَو ِ ۡيَِلَٰوِۡل ُةَيِصَوۡلٱ اً ۡيَخ
٠ َيِقَتُ ۡ
لٱ َ َ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, Berwasiat untuk ibu- bapak dan karib kerabatnya secara
ma‘ruf, ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Secara tekstual ayat ini menunjukkan
suruhan bagi
seorang yang dekat dengan kematian
untuk berwasiat
memberikan harta peninggalannya
19 Bukhâri,
Sahih al-Bukhârî
, ‘kitâb al-Farâid’ Beirût: Dâr al-Fikr, t.t., VII:11.
kepada ibu-bapak dan kaum kerabatnya, tanpa mensyaratkan
kesamaan agama. Berdasarkan teks ayat ini jelas bahwa kerabat
pewaris yang tidak mendapatkan bagian harta waris lewat jalan
waris, bisa mendapatkan harta waris lewat wasiat. Karena itu,
jalan mendapatkan warisan orang tua dan kerabat yang berbeda
agama dari seorang pewaris adalah lewat wasiyat.
Namun mayoritas ulama yang berpendapat dengan isi tekstual
ayat ini. Menurt mereka bahwa ayat ini telah dibatalkan nasakh
dengan menyebut muslim tidak berhak mendapat waris dari non
muslim demikian juga non muslim tidak boleh mendapat waris dan
muslim. Dengan nasakh tersebut menjadikan ayat ini tidak berlaku
lagi. Sementara ulama yang mendasarkan ayat ini sebagai
dasar kebolehan memberikan harta waris kepada ahli waris
non-muslim, memandang ayat ini tetap berlaku, tidak ada yang
membatalkan nasakh .
Dengan ungkapan lain, ulama yang berpendapat bahwa ahli
waris non muslim tidak berhak mendapat harta waris, didasarkan
pada pandangan bahwa ayat ini tidak berlaku lagi setelah ada teks
hadis yang menyebut tidak saling mewarisi antara muslim dan non
muslim. Jadi al-Baqarah
: ,
muhkamat yang bersifat umum, sementara ayat kewarisan al-Nisa
: - dan hadis larangan
mewarisi antara muslim dan non- muslim sebagai khass.
Kedua, harta waris dapat diberikan kepada ahli waris non
muslim lewat wasiyat wajibah. Dasar argumen yang diberikan
adalah menjamin perlindungan kebebasan beragama freedom
of belief , freedom of faith . Bahwa
ada perluasan
pemaknaan terhadap pemeliharaan agama
h}ifz al-dîn , preservation of
religion dalam tujuan kehadiran
syariah slam; menurut teori lama pemeliharaaan agama adalah
dalam rangka menjamin agama, sementara teori baru diperluas
menjadi memberikan kebebasan kepada muslim untuk memeluk
agama sesuai kepercayaannya. Sebab slam sangat menekankan
perlindungan terhadap agama. Dengan ungkapan lain, dasar
wasiat wajibah yang mungkin
diberlakukan kepada ahli waris non muslim adalah perluasan
pemaksanaan terhadap jaminan agama dalam tujuan kehadiran
syara.
Ketiga, dasar yang mungkin digunakan untuk memberikan
harta waris kepada ahli waris non muslim adalah lewat wasiat
wajibah dengan mendasarkan kepada mashlahah. Artinya, untuk
menjamin kemashlahatan ahli waris maka diberikan kepadanya
20 Jasser
Auda,
Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law,
hlm. 45 21 Riyanta, “Penerapan Wasiat Wajibah bagi Ahli
Waris Beda Agama Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 51kAG1999”. Yogyakarta: disertasi tidak
diterbitkan Fakultas Hukum UII, 2013, hlm. 281.
meskipun disebut sudah menjadi kesepakat an
ulama bahwa beda agama merupakan salah sat u f akt or
penghalang seseorang mendapat hart a waris,
namun dalam kenyat annya ulama berbeda pendapat
sejak masa sahabat , dimana Mu‘az mempunyai konsep
yang berbeda dari yang lain.
MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 10 | Des 2016
50
harta waris non muslim untuk menjamin kehidupannya kelak.
Sebab tujuan pengalihan harta warisan kepada ahli waris adalah
untuk kehidupan ahli waris kelak sepeninggal pewaris.
Keempat, dasar yang mungkin digunakan untuk memberikan
harta waris kepada ahli waris non muslim adalah dengan
pemahaman kontekstual. Bahwa hadis yang melarang saling merisi
antara muslim dan non muslim perlu dipahami secara kentekstual.
Kelima, dasar yang mungkin digunakan untuk memberikan
harta waris kepada ahli waris non muslim adalah menggunakan
teori harmonisasi al-jam‘u wa al-tau
ϔîq . Teori ini digunakan untuk mengkompromikan antara
nash yang membolehkan dengan jalan wasiyat di satu sisi dengan
hadis yang melarang mewarisi antara muslim dengan non muslim
di sisi lain. Adapun caya yang dapat ditempuh dengan menggunakan
teori harmonisasi adalah dengan jalan mengalihkan makna sehingga
tidak terdapat perlawanan. Bentuk pengalihannya adalah menjadi
boleh dalam bentuk wasiyat wajibah.
Dengan menggunakan analisis otoritas, para hakim dituntut
mampu memberikan alasan yang kuat dalam memberikan putusan,
khususnya terhadap putusan yang ada unsur pembaruan.
Sehingga para pihak yang berperkara merasa puas dan
dapat menerima putusan dengan lega. Demikian juga masyarakat
merasa yakin terhadap putusan karena kekuatan argument yang
diberikan hakim dalam putusan tersebut. Dengan cara seperti ini
lah dapat membuktikan bahwa hakim
memang mempunyai
kompetensi yang dapat dipercaya. Terhadap putusan MA No.
KAG ,
yang tidak
menyebutkan alasan dan dasar hukum memberikan wasiyat
wajiban kepada ahli waris non-Muslim, pantas diberikan
apresiasi. Sebab putusan ini dapat memecah kebekuan konsep waris
antar pemeluk agama yang dalam kenyataannya semakin banyak
terjadi. Majelis hanya penyatakan bahwa ahli waris non muslim
berhak mendapat warisan melalui sarana wasiyat wajiban yang kadar
bagiannya sama dengan bagian ahli waris muslim.
Abdul Manan, hakim Agung, pernah melakukan wawancara
dengan Tau iq. Menurut Tau iq memberikan harta peninggalan
pewaris muslim kepada ahli waris non muslim hanya didasarkan
pada wasiat wajibah tidak menetapkan statusnya sebagai
ahli waris. Dalam kasus ini putusan hakim untuk memberikan
wasiat wajibah kepada ahli waris non muslim dilakukan atas dasar
kemashlahatan, karena ketika masih hidup pewaris tidak pernah
dirugikan oleh ahli waris non muslim.
Dalam rangka penyusunan disertasinya,
Riyanta juga
pernah melakukan wawancara dengan Tau ik, selaku ketua
manelis hakim dalam perkara tersebut.
Disebutkan bahwa
hukum perdata
ndonesia menganut system terbuka open
system . Secara implicit terdapat
celah-celah yang memungkinkan untuk
memberikan angin
kepada ahli waris non muslim melalui wasiyat wajibah atau
melalui apapun
namanya. Beberapa ketentuan dalam UU
No. tahun
misalnya memberikan peluang bagi hakim
untuk mewujudkan keadilan dan kemashalahatan. Pasal ayat
menyatakan, Kekuasaan
Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik ndonesia Tahun
, demi terselenggaranya Negara
ukum Republik ndonesia . Pasal ayat menyatakan Pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang .
Pasal ayat , akim dan
hakim konstitusi wajib menggali,
22 Abdul Manan,
Reformasi Hukum Islam di Indonesia
Jakarta: Raja Grafi ndo Persada, 2006, hlm. 319, sebagaiman dikutip Riyanta, hlm. 275.
23 Riyanta, “Penerapan Wasiat Wajibah bagi Ahli Waris Beda Agama…”, hlm. 269.
MAJALAH PERADILAN AGAMA
Edisi 10 | Des 2016
51
mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat . K pasal
, akim dalam menyelesaikan perkara-perkara
yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-
sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga
putusannya sesuai dengan rasa keadilan .
Kemudian dikatakan
ketentuan-ketentuan hukum di atas memberikan peluang kepada
hakim untuk menafsirkan berbagai ketentuan hukum dan sekaligus
mewajibkan hakim menggali, mengikuti
dan memahami
nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Penafsiran dan penggalian hukum ini memberi kesempatan kepada
hakim
untuk menjatuhkan
putusan tertentu yang dianggab memenuhi rasa keadilan.
Adapun alasan
material, menurut Tau ik, juga hasil
wawancara, bahwa secara yuridis normatif ahli waris non muslim
memang terhalang mewarisi dari pewaris muslim, namun secara
biologis ahli waris non muslim tetapi saja sebagai orang yang
memiliki hubungan nasab dan karenanya sebagai ahli waris.
Di samping itu, meskipun beda agama, semasa hidupnya antara
pewaris dengan ahli waris terjadi hubungan yang sangat harmonis,
dan pewaris juga tidak pernah dirugikan oleh ahli waris non
muslim, sehingga tidak adil apabila ahli waris non muslim
tidak mendapatkan bagian atas harta peninggalan pewaris. Maka
pemberian harta waris kepada ahli waris non muslim adalah untuk
mewujudkan kemaslahatan.
24
Ibid
., hlm. 270. 25 Hasil wawancara Riyanta dengan Taufi q, SH.,
Namun menganut sistem terbuka
menurut Sudikno
Mertokusumo, bukan berarti putusan tidak mencantumkan
alasan dan dasar hukum. Alasan dan dasar hukum harus selalu
ada dalam putusan sebagai syarat yuridis dan sebagai pertanggung
jawaban hakim atas putusannya kepada masyarakat, sehingga
memiliki nilai objektif. Alasan itulah yang membuat putusan itu
berwibawa bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkannya.
Konon alasan mewujudkan kemaslahatan
antara ahli
waris dalam pemberian wasiat wajibah berarti telah melakukan
penemuan hukum rechtvinding dengan menerapkan metode
ta lili kausasi , yaitu menemukan hukum terhadap perkara yang
tidak ada ketentuannya dalam teks hukum. Menyebut tidak ada
ketentuannya dalam teks hukum sepertinya kurang seuai dengan
fakta, sebab jelas ada teks hadis
MH., ketua majelis hakim perkara no.. pada tanggal 16 September 2013 di Bekasi, sebagaimana dalam ibid.,
hlm. 274. 26
Sudikno Mertokusumo,
Hukum Acara Perdat a Indonesia
, Yogyakarta: Liberty, 1977, hlm. 13. 27 “Penerapan Wasiat Wajibah bagi Ahli Waris
Beda Agama…”, hlm. 275.
yang melarang pewaris muslim memberikan harta waris kepada
non muslim lâ yarithu al-muslimu al-kâ
ϔira wa la al-kâϔiru al-muslima, muslim tidak mewarisi ka ir dan
ka ir tidak mewarisi ka ir . Dengan
meminjam teori
otoritas Abu dapat disebut bahwa
putusan Mahkamah
Agung tersebut lebih kelihatan otoritas koesif daripada otoritas
persuasif. Namun langkah ini pantas diapresiasi, sebab putusan
ini dianggap menjadi salah satu alternatif menyelesaikan masalah
warisan non muslim yang selama ini dirasakan masih menjadi
masalah. Namun alangkah baiknya kalau otoritas koesif ini diikuti
dengan otoritas persuasif.
Salah satu pandangan yang muncul belakangan ini, bahkan
mungkin sudah dipraktekkan oleh beberapa orang adalah
distribusi harta waris, khususnya harta waris dalam bentuk modal
investasi.
Dimana mnurut
pertimbangan investasimodal, harta waris dapat menjadi modal
bagi keluarga yang ditinggal ahli waris . Dengan modal yang besar
dapat membangun usaha besar.
MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 10 | Des 2016
52
Sementara kalau harta waris dibagi-bagikan kepada ahli waris
mengakibatkan modal semakin kecil. Akibatnya, boleh jadi ahli
waris tidak dapat membangun usaha. Bahkan usaha yang
ditinggal pewaris pun dapat hancur karena dibagi-bagikan
kepada ahli waris. Berdasarkan pertimbangan ini maka boleh jadi
kekayaan yang dikuasai menjadi harta waris adalah hasil usaha
dari perusahaan, bukan modal usahanya.
Tinjauan modal investasi terhadap distribusi harta waris
ini pantas dipikirkan berdasarkan fakta ada perusahaan yang
diwariskan kepada ahli waris mengalami gulung tikar sebagai
akibat dari salah satu faktor karena modal usaha dibagi kepada
ahli waris. Distribusi semacam ini dalam kitab-kitab konvensional
belum pernah direkam sepanjang sejarah muslim, namun bukan
berarti tidak mungkin atau tidak boleh dilakukan, tergantung
paradigma
yang digunakan.
Konsep ini amat relevan minimal terhadap harta waris berupa
investasi modal, perusahaan
atau semacamnya . Sementara harta waris yg bukan investasi
maka model distribusi harta waris dilakukan sejalan dengan apa yang
sudah berjalan selama ini.
Maksud menggunakan
analisis inter dan multi disipliner dalam studi ini, bahwa dalam
mengkaji masalah waris dengan menggunakan
analisis dari
berbagai ilmu hukum dan berbagai disiplin ilmu yang relevan.
Substansi dari teori otoritas Abou El-Fadl, teori system Jasser Auda
dan teori al-maqâs}id al-‘ulyâ al-h}akîmah
al-Alwânî adalah analisis yang multi disipliner.
Dengan analisis ini diharapkan akan
dapat menyelesaikan
masalah sesuai dan sejalan dengan kehidupan sekarang lengkap
dengan kompleksitasnya, serta penemuannya dapat berkontribusi
dalam kehidupan modern.
D. Kesimpulan