- 2 -
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terkait dengan perencanaan pembangunan adalah a Majelis Permusyawaratan Rakyat
MPR tidak diamanatkan lagi untuk menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN; b Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat; dan c desentralisasi dan penguatan otonomi daerah.
4. Tidak adanya GBHN akan mengakibatkan tidak adanya lagi rencana pembangunan jangka panjang pada masa yang akan datang. Pemilihan
secara langsung memberikan keleluasaan bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden untuk menyampaikan visi, misi, dan program pembangunan
pada saat berkampanye. Keleluasaan tersebut berpotensi menimbulkan ketidaksinambungan pembangunan dari satu masa jabatan Presiden dan
Wakil Presiden ke masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden berikutnya. Desentralisasi dan penguatan otonomi daerah berpotensi mengakibatkan
perencanaan pembangunan daerah tidak sinergi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya serta antara pembangunan daerah dan
pembangunan secara nasional.
5. Untuk itu, seluruh komponen bangsa sepakat menetapkan sistem perencanaan pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional UU SPPN yang di dalamnya diatur perencanaan jangka panjang 20 tahun, jangka menengah
5 tahun, dan pembangunan tahunan.
6. Belajar dari pengalaman masa lalu dengan mempertimbangkan perubahan- perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
diperlukan perencanaan pembangunan jangka panjang untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka mencapai tujuan dan cita-
cita bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu 1 melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2 memajukan kesejahteraan umum; 3 mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4 ikut
menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan
pembangunan nasional tersebut perlu ditetapkan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang Indonesia.
7. Berbagai pengalaman yang didapatkan selama 60 tahun mengisi kemerdekaan merupakan modal yang berharga dalam melangkah ke depan
untuk menyelenggarakan pembangunan nasional secara menyeluruh, bertahap, dan berkelanjutan dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
I.2. PENGERTIAN . . .
- 3 -
I.2 PENGERTIAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan
dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga
tahun 2025.
I.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, selanjutnya disebut RPJP Nasional, adalah dokumen perencanaan
pembangunan nasional periode 20 dua puluh tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan
arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan
bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
I.4 LANDASAN
Landasan idiil RPJP Nasional adalah Pancasila dan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan
landasan operasionalnya meliputi seluruh ketentuan peraturan perundang- undangan yang berkaitan langsung dengan pembangunan nasional, yaitu:
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIIMPR2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional; 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
I.5. TATA URUT . . .
- 4 -
I.5 TATA URUT
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 disusun dalam tata urut sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan.
Bab II Kondisi Umum.
Bab III Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005–2025.
Bab IV Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang
Tahun 2005–2025.
Bab V Penutup.
- 5 -
BAB II KONDISI UMUM
II.1 KONDISI PADA SAAT INI
Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang
meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi iptek, politik, pertahanan dan keamanan, hukum
dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam SDA dan lingkungan hidup.
Di samping banyak kemajuan yang telah dicapai, masih banyak pula tantangan atau masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan. Untuk itu,
masih diperlukan upaya mengatasinya dalam pembangunan nasional 20 tahun ke depan.
A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama 1. Pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan terkait erat dengan
kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kondisi kehidupan masyarakat dapat tercermin pada aspek kuantitas dan struktur umur
penduduk serta kualitas penduduk, seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.
2. Di bidang kependudukan, upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk harus terus menerus dilakukan sehingga dari waktu ke waktu
laju pertumbuhan penduduk telah dapat diturunkan. 3. Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian
penting. Sumber daya manusia SDM merupakan subjek dan sekaligus objek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak di
dalam kandungan hinggá akhir hayat. Kualitas SDM menjadi makin baik yang, antara lain, ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan
manusia IPM Indonesia menjadi 0,697 pada tahun 2003 Human Development Report, 2005. Secara rinci nilai tersebut merupakan komposit
dari angka harapan hidup saat lahir 66,8 tahun, angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas 87,9 persen, angka partisipasi kasar
jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi 66 persen, dan produk domestik bruto PDB per kapita yang dihitung berdasarkan paritas
daya beli purchasing power parity sebesar US 3.361. Indeks pembangunan manusia IPM Indonesia menempati urutan ke-110 dari 177
negara.
4. Status . . .
- 6 -
4. Status kesehatan masyarakat Indonesia secara umum masih rendah dan jauh tertinggal dibandingkan dengan kesehatan masyarakat negara-negara
ASEAN lainnya, yang ditandai, antara lain, dengan masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, yaitu 307 per 100 ribu kelahiran hidup Survei
Demografi dan Kesehatan IndonesiaSDKI, 2002–2003, tingginya angka kematian bayi dan balita. Selain itu, gizi kurang terutama pada balita masih
menjadi masalah besar dalam upaya membentuk generasi yang mandiri dan berkualitas.
5. Taraf pendidikan penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang, antara lain, diukur dengan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15
tahun ke atas, meningkatnya jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan jenjang SMPMTs ke atas; meningkatnya
rata-rata lama sekolah; dan meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok usia. Walaupun demikian, kondisi tersebut belum
memadai untuk menghadapi persaingan global yang makin ketat pada masa depan. Hal tersebut diperburuk oleh tingginya disparitas taraf
pendidikan antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan miskin, antara wilayah perkotaan dan perdesaan, antardaerah, dan
disparitas gender.
6. Pemberdayaan perempuan dan anak, telah menunjukkan peningkatan yang tercermin dari peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak, tetapi
belum di semua bidang pembangunan. Di samping itu, partisipasi pemuda dalam pembangunan juga makin membaik seiring dengan budaya olahraga
yang meluas di kalangan masyarakat. Taraf kesejahteraan sosial masyarakat cukup memadai sejalan dengan berbagai upaya pemberdayaan,
pelayanan, rehabilitasi, dan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan termasuk bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial PMKS dan
pecandu narkotik dan obat-obat terlarang.
7. Pembangunan di bidang budaya sudah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman budaya,
pentingnya toleransi, dan pentingnya sosialisasi penyelesaian masalah tanpa kekerasan, serta mulai berkembangnya interaksi antarbudaya.
Namun, di sisi lain upaya pembangunan jatidiri bangsa Indonesia, seperti penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial,
kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air dirasakan makin memudar. Hal tersebut, disebabkan antara lain, karena belum optimalnya upaya
pembentukan karakter bangsa, kurangnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global
yang negatif, dan kurang mampunya menyerap budaya global yang lebih sesuai dengan karakter bangsa, serta ketidakmerataan kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat.
8. Dalam . . .
- 7 -
8. Dalam bidang agama, kesadaran melaksanakan ajaran agama dalam masyarakat tampak beragam. Pada sebagian masyarakat, kehidupan
beragama belum menggambarkan penghayatan dan penerapan nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan beragama pada masyarakat itu
masih pada tataran simbol-simbol keagamaan dan belum pada substansi nilai-nilai ajaran agama. Akan tetapi, ada pula sebagian masyarakat yang
kehidupannya sudah mendekati, bahkan sesuai dengan ajaran agama. Dengan demikian, telah tumbuh kesadaran yang kuat di kalangan pemuka
agama untuk membangun harmoni sosial dan hubungan internal dan antarumat beragama yang aman, damai, dan saling menghargai. Namun,
upaya membangun kerukunan intern dan antarumat beragama belum juga berhasil dengan baik, terutama di tingkat masyarakat. Ajaran agama
mengenai etos kerja, penghargaan pada prestasi, dan dorongan mencapai kemajuan belum bisa diwujudkan sebagai inspirasi yang mampu
menggerakkan masyarakat untuk membangun. Selain itu, pesan-pesan moral agama belum sepenuhnya dapat diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Ekonomi 1. Menjelang timbulnya krisis ekonomi pada tahun 1997, pembangunan
ekonomi sesungguhnya sedang dalam optimisme yang tinggi sehubungan dengan keberhasilan pencapaian pembangunan jangka panjang pertama.
Namun, berbagai upaya perwujudan sasaran pembangunan praktis terhenti akibat krisis yang melumpuhkan perekonomian nasional. Rapuhnya
perekonomian di negara-negara kawasan Asia Tenggara menunjukkan bahwa pondasi ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara,
termasuk Indonesia belum kuat menahan gejolak eksternal. Pertumbuhan cukup tinggi yang berhasil dipertahankan cukup lama lebih banyak
didorong oleh peningkatan akumulasi modal, tenaga kerja dan pengurasan sumber daya alam daripada peningkatan dalam produktivitas
perekonomian secara berkelanjutan. Dari krisis tersebut terangkat kelemahan mendasar bahwa kemajuan selama ini belum diikuti oleh
peningkatan efisiensi dan perbaikan tata kelola kelembagaan ekonomi yang akhirnya meruntuhkan kepercayaan para pelaku, baik di dalam maupun di
luar negeri. Oleh karena itu, di samping rentan terhadap gangguan eksternal, struktur perekonomian seperti itu akan sulit berkembang jika
dihadapkan pada kondisi persaingan yang lebih ketat, baik pada pemasaran hasil produksi maupun pada peningkatan investasi, dalam era
perekonomian dunia yang makin terbuka.
2. Krisis tahun 1997 telah meruntuhkan pondasi perekonomian nasional. Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun nilai tukar merosot drastis
mencapai sekitar Rp15.000,00 per US 1. Implikasinya, utang pemerintah dan swasta membengkak dan mengakibatkan permintaan agregat domestik
terus menurun sampai dengan pertengahan 1998. Akibatnya, PDB
mengalami . . .
- 8 -
mengalami kontraksi sekitar 13 persen pada tahun tersebut. Banyaknya perusahaan yang bangkrut mengakibatkan jumlah pengangguran
meningkat tajam hampir tiga kali lipat, yaitu sekitar 14,1 juta orang; jumlah masyarakat miskin meningkat hampir dua kali lipat, dari sekitar 28
juta orang pada tahun 1996 menjadi sekitar 53 juta orang pada tahun 1998. Hingga tahun 2004, angka kemiskinan masih tinggi sekitar 30 juta
jiwa dan jumlah pengangguran masih sekitar 10 juta jiwa.
3. Dengan berbagai program penanganan krisis yang diselenggarakan selama periode transisi politik, kondisi mulai membaik sejak tahun 2000.
Perbaikan kondisi tersebut ditunjukkan dengan beberapa indikator sebagai berikut. Defisit anggaran negara turun dari 3,9 persen PDB pada tahun
19992000 menjadi 1,1 persen PDB pada tahun 2004, stok utang PemerintahPDB dapat ditekan di bawah 60 persen, dan cadangan devisa
terus meningkat dalam empat tahun terakhir menjadi USD 35,4 miliar pada tahun 2004. Nilai tukar dapat distabilkan pada tingkat sekitar Rp9.000,00
per US 1 dan inflasi ditekan di angka sekitar 6,0 persen pada tahun 2004. Terkendalinya nilai tukar dan laju inflasi tersebut memberikan ruang gerak
bagi kebijakan moneter untuk secara bertahap menurunkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI. Penurunan suku bunga SBI tersebut diikuti
penurunan suku bunga simpanan perbankan secara signifikan, tetapi belum sepenuhnya diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan.
Meskipun belum optimal, penurunan suku bunga itu telah dimanfaatkan oleh perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit, memperkuat
struktur permodalan, dan meningkatkan penyaluran kredit, terutama yang berjangka waktu relatif pendek. Di sektor riil, kondisi yang stabil tersebut
memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk melakukan restrukturisasi keuangan secara internal.
4. Berbagai kinerja di atas telah berhasil memperbaiki stabilitas ekonomi makro. Walaupun demikian, kinerja tersebut belum mampu memulihkan
pertumbuhan ekonomi ke tingkat seperti sebelum krisis. Hal tersebut karena motor pertumbuhan masih mengandalkan konsumsi. Sektor
produksi belum berkembang karena sejumlah permasalahan berkenaan dengan tidak kondusifnya lingkungan usaha, yang menyurutkan gairah
investasi, di antaranya praktik ekonomi biaya tinggi, termasuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN serta berbagai aturan yang terkait
dengan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu, sulitnya pemulihan sektor investasi dan ekspor juga disebabkan oleh lemahnya daya saing nasional,
terutama dengan makin ketatnya persaingan ekonomi antarnegara. Lemahnya daya saing tersebut, juga diakibatkan oleh rendahnya
produktivitas SDM serta rendahnya penguasaan dan penerapan teknologi di dalam proses produksi. Permasalahan lain yang juga punya pengaruh kuat
ialah terbatasnya kapasitas infrastruktur di dalam mendukung peningkatan efisiensi distribusi. Penyelesaian yang berkepanjangan dari semua
permasalahan sektor riil di atas akan mengganggu kinerja kemajuan dan
ketahanan . . .
- 9 -
ketahanan perekonomian nasional, yang pada gilirannya dapat mengurangi kemandirian bangsa.
5. Walaupun secara bertahap berkurang, jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi, baik di kawasan perdesaan maupun di perkotaan, terutama
pada sektor pertanian dan kelautan. Oleh karena itu, kemiskinan masih menjadi perhatian penting dalam pembangunan 20 tahun yang akan
datang. Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di Indonesia menjadi
sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda. Masalah kemiskinan bersifat multidimensi,
karena bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena juga kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi
miskin. Selain itu, kemiskinan juga menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau
kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
C. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 1. Kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek
mengalami peningkatan. Berbagai hasil penelitian, pengembangan, dan rekayasa teknologi telah dimanfaatkan oleh pihak industri dan
masyarakat. Jumlah publikasi ilmiah terus meningkat meskipun tergolong masih sangat rendah di tingkat internasional. Hal itu mengindikasikan
peningkatan kegiatan penelitian, transparansi ilmiah, dan aktivitas diseminasi hasil penelitian dan pengembangan.
2. Walaupun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan
daya saing. Hal itu ditunjukan, antara lain, oleh masih rendahnya sumbangan iptek di sektor produksi, belum efektifnya mekanisme
intermediasi, lemahnya sinergi kebijakan, belum berkembangnya budaya iptek di masyarakat, dan terbatasnya sumber daya iptek.
D. Sarana dan Prasarana
Kondisi sarana dan prasarana di Indonesia saat ini masih ditandai oleh rendahnya aksesibilitas, kualitas, ataupun cakupan pelayanan. Akibatnya,
sarana dan prasarana yang ada belum sepenuhnya dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan sektor riil termasuk dalam rangka mendukung
kebijakan ketahanan pangan di daerah, mendorong sektor produksi, serta mendukung pengembangan wilayah.
1. Pengembangan . . .
- 10 -
1. Pengembangan prasarana penampung air, seperti waduk, embung, danau, dan situ, masih belum memadai sehingga belum dapat memenuhi
penyediaan air untuk berbagai kebutuhan, baik pertanian, rumah tangga, perkotaan, maupun industri terutama pada musim kering yang cenderung
makin panjang di beberapa wilayah sehingga mengalami krisis air. Dukungan prasarana irigasi yang mengalami degradasi masih belum dapat
diandalkan karena hanya mengandalkan sekitar 10 persen jaringan irigasi yang pasokan airnya relatif terkendali karena berasal dari bangunan-
bangunan penampung air, dan sisanya hanya mengandalkan ketersediaan air di sungai. Selain itu, laju pengembangan sarana dan prasarana
pengendali daya rusak air juga masih belum mampu mengimbangi laju degradasi lingkungan penyebab banjir sehingga bencana banjir masih
menjadi ancaman bagi banyak wilayah. Sejalan dengan perkembangan ekonomi wilayah, banyak daerah telah mengalami defisit air permukaan,
sedangkan di sisi lain konversi lahan pertanian telah mendorong perubahan fungsi prasarana irigasi sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan
pengendalian. Pada sisi pengembangan institusi pengelolaan sumber daya air, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom telah
menimbulkan pola pengelolaan sumber daya air yang tidak efisien, bahkan tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi
masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan sumber daya air, masih belum mencapai tingkat yang
diharapkan karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan yang dimiliki.
2. Krisis ekonomi berdampak pada menurunnya kualitas sarana dan prasarana, terutama jalan dan perkeretaapian yang kondisinya sangat
memprihatinkan. Pada tahun 2004 sekitar 46,3 persen total panjang jalan mengalami kerusakan ringan dan berat serta terdapat 32,8 persen panjang
jalan kereta api yang ada sudah tidak dioperasikan lagi. Selain itu, jaringan transportasi darat dan jaringan transportasi antarpulau belum terpadu.
Sebagai negara kepulauan atau maritim, masih banyak kebutuhan transportasi antarpulau yang belum terpenuhi, baik dengan pelayanan
angkutan laut maupun penyeberangan. Peran armada nasional menurun, baik untuk angkutan domestik maupun internasional sehingga pada tahun
2004 masing-masing hanya mampu memenuhi 54 persen dan 3,5 persen. Padahal sesuai dengan konvensi internasional yang berlaku, armada
nasional berhak atas 40 persen pangsa pasar untuk muatan ekspor-impor dan 100 persen untuk angkutan domestik. Untuk angkutan udara, dengan
penerapan kebijakan multi-operator angkutan udara perusahaan penerbangan relatif mampu menyediakan pelayanan dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat. Di samping masalah yang disebabkan oleh krisis ekonomi, pembangunan prasarana transportasi mengalami kendala
terutama yang terkait dengan keterbatasan pembiayaan pembangunan, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi, serta
rendahnya aksesibilitas pembangunan sarana dan prasarana transportasi
di beberapa . . .
- 11 -
di beberapa wilayah terpencil belum terpadunya pembangunan transportasi dan pembangunan daerah bagi kelompok masyarakat umum, sehingga
penyediaan transportasi terbatas pelayanannya. Demikian pula kualitas pelayanan angkutan umum yang makin menurun, terjadi tingkat
kemacetan dan polusi di beberapa kota besar yang makin parah, serta tingkat kecelakaan yang makin tinggi. Di sisi lain, peran serta swasta belum
berkembang terkait dengan kelembagaan dan peraturan perundang- undangan yang belum kondusif.
3. Dalam era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk mendorong pertumbuhan serta peningkatan daya saing bangsa. Masalah
utama dalam pembangunan pos dan telematika adalah terbatasnya kapasitas, jangkauan, serta kualitas sarana dan prasarana pos dan
telematika yang mengakibatkan rendahnya kemampuan masyarakat mengakses informasi. Kondisi itu menyebabkan semakin lebarnya
kesenjangan digital, baik antardaerah di Indonesia maupun antara Indonesia dan negara lain. Dari sisi penyelenggara pelayanan sarana dan
prasarana pos dan telematika sisi supply, kesenjangan digital itu disebabkan oleh a terbatasnya kemampuan pembiayaan operator sehingga
kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada dan pembangunan baru terbatas; b belum terjadinya kompetisi yang setara dan masih
tingginya hambatan masuk barrier to entry sehingga peran dan mobilisasi dana swasta belum optimal; c belum berkembangnya sumber dan
mekanisme pembiayaan lain untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana pos dan telematika, seperti kerja sama pemerintah-swasta,
pemerintah-masyarakat, serta swasta-masyarakat; d masih rendahnya optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada sehingga
terdapat aset nasional yang tidak digunakan idle; e terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi; f terbatasnya pemanfaatan
industri dalam negeri sehingga ketergantungan terhadap komponen industri luar negeri masih tinggi; dan g masih terbatasnya industri
aplikasi dan materi content yang dikembangkan oleh penyelenggara pelayanan sarana dan prasarana. Terkait dengan kemampuan masyarakat
untuk memanfaatkan pelayanan sarana dan prasarana dari sisi permintaan, kesenjangan digital disebabkan oleh a terbatasnya daya beli
ability to pay masyarakat terhadap sarana dan prasarana pos dan telematika; b masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk
memanfaatkan dan mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi; dan c terbatasnya kemampuan masyarakat untuk mengolah informasi
menjadi peluang ekonomi, yaitu menjadikan sesuatu mempunyai nilai tambah ekonomi.
4. Di bidang sarana dan prasarana energi termasuk kelistrikan, permasalahan pokok yang dihadapi, antara lain masih besarnya kesenjangan antara
pasokan dan kebutuhan energi termasuk tenaga listrik yang kondisinya makin kritis di berbagai daerah karena masih rendahnya kemampuan
investasi . . .
- 12 -
investasi dan pengelolaan penyediaan sarana dan prasarana energi; masih rendahnya efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sarana dan prasarana yang
sudah terpasang dalam satu dasawarsa terakhir; masih tingginya ketergantungan konsumen terhadap bahan bakar minyak; masih
dominannya peralatan dan material penunjang yang harus diimpor; serta adanya regulasi-regulasi yang tidak konsisten. Pemenuhan kebutuhan
energi yang tidak merata serta dihadapkan pada luasnya wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan densitas penduduk yang bervariasi
cukup menyulitkan pengembangan berbagai jenis sarana dan prasarana energi yang optimal. Hal itu juga dipengaruhi oleh lokasi potensi cadangan
energi primer yang tersebar dan sebagian besar jauh dari pusat beban; keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi;
tingginya pertumbuhan permintaan berbagai jenis energi setiap tahun; serta kondisi daya beli masyarakat yang masih rendah.
5. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan perumahan hingga tahun 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit sehingga
kebutuhan rumah per tahun diperkirakan mencapai 1,2 juta unit. Data tahun 2004 mencatat bahwa sebanyak 4,3 juta jumlah rumah tangga
belum memiliki rumah. Penyediaan air minum juga tidak mengalami kemajuan yang berarti. Berdasarkan Data Statistik Perumahan dan
Permukiman Tahun 2004, jumlah penduduk perkotaan dan pedesaan yang mendapatkan akses pelayanan air minum perpipaan baru mencapai
18,3 persen, hanya sedikit meningkat dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya 14,7 persen. Demikian juga halnya dengan penanganan
persampahan di kawasan perkotaan dan perdesaan baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa, sedangkan cakupan pelayanan drainase
baru melayani 124 juta jiwa.
E. Politik 1. Perkembangan proses demokratisasi sejak tahun 1998 sampai dengan
proses penyelenggaraan Pemilu tahun 2004 telah memberikan peluang untuk mengakhiri masa transisi demokrasi menuju arah proses konsolidasi
demokrasi. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilaksanakan sebanyak empat kali telah mengubah
dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada tataran kelembagaan negara maupun tataran
masyarakat sipil. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian memberikan ruang diterbitkannya
berbagai peraturan dan perundang-undangan di bidang politik sebagai penjabarannya telah menjadi bagian penting dalam upaya merumuskan
format politik baru bagi konsolidasi demokrasi. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah secara tegas menata
kembali struktur dan kewenangan lembaga-lembaga negara termasuk
beberapa . . .
- 13 -
beberapa penyelenggaraan negara tambahan, seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, serta beberapa Komisi lainnya. Adanya penataan
tersebut telah memberikan peluang ke arah terwujudnya pengawasan dan penyeimbangan checks and balances kekuasaan politik. Perubahan format
politik tersebut terumuskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sebagai negara yang baru beberapa tahun memasuki proses demokratisasi,
proses penataan kelembagaan tidak jarang menimbulkan konflik-konflik kepentingan.
2. Berkenaan dengan Pemilu, keberhasilan penting yang telah diraih adalah telah dilaksanakannya pemilu langsung anggota DPR, DPD, dan DPRD,
serta pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, aman, dan demokratis pada tahun 2004. Selain itu, pemilihan kepala daerah secara
langsung pun sudah mampu dilaksanakan secara baik di seluruh Indonesia sejak tahun 2005. Hal itu merupakan modal awal yang penting bagi lebih
berkembangnya demokrasi pada masa selanjutnya.
3. Perkembangan demokrasi selama ini ditandai pula dengan terumuskannya format hubungan pusat-daerah yang baru. Akan tetapi, hal itu terlihat
masih berjalan pada konteks yang prosedural dan sifatnya masih belum substansial. Format yang sudah dibangun didasarkan pada Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang pada intinya lebih mendorong kemandirian daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan mengatur mengenai hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota,
serta hubungan antarpemerintah daerah. Dewasa ini, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah masih mengalami berbagai
permasalahan, antara lain disebabkan kurangnya koordinasi pusat-daerah dan masih belum konsistennya sejumlah peraturan perundangan, baik
antardaerah maupun antara pusat dan daerah.
4. Perkembangan demokrasi ditandai pula dengan adanya konsensus mengenai format baru hubungan sipil-militer yang menjunjung tinggi
supremasi sipil dan hubungan Tentara Nasional Indonesia TNI dengan Kepolisian Republik Indonesia Polri terkait dengan kewenangan dalam
melaksanakan sistem pertahanan dan keamanan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Meskipun
demikian, format baru yang dihasilkan itu masih menghadapi persoalan
mengenai . . .
- 14 -
mengenai pelaksanaannya yang sekadar bersifat prosedural dan harus diperjuangkan lebih lanjut agar dapat terwujud secara lebih substantif.
Selanjutnya, perkembangan demokrasi yang lain adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian telah terwujud pula suatu kesepakatan nasional baru mengenai netralitas
pegawai negeri sipil PNS, TNI, dan Polri terhadap politik.
5. Kemajuan demokrasi terlihat pula dengan telah berkembangnya kesadaran- kesadaran terhadap hak-hak masyarakat dalam kehidupan politik, yang
dalam jangka panjang diharapkan mampu menstimulasi masyarakat lebih jauh untuk makin aktif berpartisipasi dalam mengambil inisiatif bagi
pengelolaan urusan-urusan publik. Kemajuan itu tidak terlepas dari berkembangnya peran partai politik, organisasi non-pemerintah dan
organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya. Walaupun demikian, perkembangan visi dan misi partai politik ternyata belum sepenuhnya
sejalan dengan perkembangan kesadaran dan dinamika kehidupan sosial politik masyarakat dan tuntutan demokratisasi. Di samping itu, kebebasan
pers dan media telah jauh berkembang yang antara lain ditandai dengan adanya peran aktif pers dan media dalam menyuarakan aspirasi
masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Walaupun demikian, kalangan pers belum dapat mengatasi
dampak dari kebebasan tersebut antara lain masih berpihak pada kepentingan industri daripada kepentingan publik yang lebih luas.
6. Dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan perjalanan politik luar negeri, Indonesia telah melakukan banyak hal dan mencapainya dengan
baik. Walaupun demikian masih banyak hal yang belum diupayakan secara optimal berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada. Apabila tidak
dikelola secara memadai, kedudukan geopolitik yang strategis dengan kekayaan sumber daya alam SDA, populasi, dan proses demokrasi yang
semakin baik sebagai keunggulan komparatif untuk membangun kepemimpinan Indonesia di tataran global justru dapat menjadi sumber
kerawanan bagi kepentingan Republik Indonesia. Menumbuhkan penguatan citra Indonesia sebagai negara yang mampu memadukan
aspirasi umat Islam dengan upaya konsolidasi demokrasi; memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional;
meningkatkan penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia HAM yang tidak diskriminatif; dan mendorong pemulihan ekonomi yang
lebih menjanjikan serta perlindungan hak-hak dasar warga negara secara lebih konsisten merupakan dasar-dasar kebijakan yang terus
dikembangkan. Seluruh pencapaian itu menjadi aset penting bagi pelaksanaan politik luar negeri dan penyelenggaraan hubungan luar negeri
Indonesia. Di samping itu, kedudukan Indonesia sebagai negara kepulauan yang mempunyai posisi geopolitik yang strategis dengan kekayaan SDA,
populasi, dan proses demokratisasi yang semakin baik merupakan
kekuatan . . .
- 15 -
kekuatan dan keunggulan komparatif sebagai potensi untuk membangun kepemimpinan Indonesia pada tataran global melalui inisiatif dan
kontribusi pemikiran komitmen Indonesia pada terbentuknya tatanan hubungan internasional yang lebih adil, damai dan berimbang, serta
menolak unilateralisme.
7. Bagi Indonesia, sebagai negara yang baru membangun demokrasi, pilihan kebijakan luar negeri tidak lagi semata-mata menyangkut perspektif luar
negeri yang berdiri sendiri. Pertautan dinamika internasional dan domestik cenderung makin mewarnai proses penentuan kebijakan luar negeri.
Walaupun demikian, satu hal prinsip yang tetap tidak boleh diabaikan, yakni seluruh proses perumusan kebijakan luar negeri ditujukan bagi
pemenuhan kepentingan nasional Indonesia dalam berbagai bidang. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan luar negeri yang berorientasi kepada
kepentingan nasional, Indonesia berupaya untuk memperkuat kelembagaan regional di tengah kecenderungan menguatnya unilateralisme.
8. Dengan pesatnya perkembangan globalisasi, maka dalam mengembangkan kehidupan politik demokratis yang berlandaskan hukum, faktor
perkembangan pasar dunia mendapatkan perhatian yang lebih khusus karena akan sangat memengaruhi hubungan yang dinamis antara negara
dan masyarakat. Dengan demikian, selain faktor negara dan masyarakat, faktor pasar makin tidak mungkin untuk diabaikan begitu saja.
F. Pertahanan Keamanan 1. Upaya pertahanan dan keamanan negara telah memberikan kontribusi bagi
pembentukan NKRI dan penyelenggaraan pembangunan dalam upaya pencapaian cita-cita negara, seperti yang tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam perjalanan sejarah bangsa dan dalam setiap dinamika arah dan kebijakan
politik negara, sistem pertahanan rakyat semesta terbukti telah menjadi sistem yang mampu menegakkan kedaulatan NKRI serta menjaga keutuhan
wilayah dan keselamatan bangsa.
2. Pada masa masyarakat dan bangsa Indonesia mengisi kemerdekaan dengan penyelenggaraan pembangunan, sistem politik telah menjadikan dwifungsi
ABRI sebagai bagian dari sistem pertahanan rakyat semesta. Pada awalnya dwifungsi ABRI ini mampu menciptakan stabilitas nasional yang
merupakan prasyarat pembangunan. Walaupun demikian, dalam perkembangannya pelaksanaan dwifungsi tersebut berdampak tidak
menguntungkan bagi profesionalisme TNI dan Polri serta bersifat kontraproduktif bagi dinamika masyarakat keseluruhan. Pelaksanaan
fungsi sosial dan politik tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan strategi, teknologi, dan pembiayaan pertahanan-keamanan
tidak terarah pada pembentukan kekuatan pertahanan minimal untuk
menegakkan . . .
- 16 -
menegakkan kedaulatan NKRI serta menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Kemampuan TNI dalam melaksanakan fungsinya di
bidang pertahanan negara sampai saat ini masih memperihatinkan. Hal itu ditandai tidak saja menyangkut kondisi alat utama sistem persenjataan
alutsista yang tidak mencukupi atau mayoritas peralatan yang usang secara umur dan teknologi, tetapi juga menyangkut sumber daya manusia
dan tingkat kesejahteraannya. Di samping itu, sebagian proses pengadaan, pemeliharaan, pengoperasian, dan pemenuhan suku cadang alutsista TNI
masih memiliki ketergantungan pada negara-negara lain.
3. Gerakan reformasi pada tahun 90-an menghendaki perubahan secara total di segala bidang penyelenggaraan negara termasuk tuntutan terhadap
reposisi TNI dan Polri. Penyempurnaan terhadap reposisi dan peran TNI dan Polri dikukuhkan melalui Ketetapan MPR Nomor VIMPR2000 tentang
Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan MPR Nomor VIIMPR2000 tentang Peran Tentara
Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya, ketetapan MPR tersebut diperkuat lagi dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Walaupun demikian, reposisi tersebut
berdampak pada adanya ketidakterkaitan penanganan masalah pertahanan dan masalah keamanan dalam negeri yang seharusnya bersama-sama
dengan keamanan sosial merupakan satu kesatuan dalam keamanan nasional. Dengan demikian, reformasi di bidang pertahanan dan keamanan
tidak hanya menyangkut pemisahan antara TNI dan Polri, tetapi juga mengenai penataan lebih lanjut hubungan antara keduanya secara
kelembagaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya masing- masing.
G. Hukum dan Aparatur 1. Dalam era reformasi upaya perwujudan sistem hukum nasional terus
dilanjutkan mencakup beberapa hal. Pertama, pembangunan substansi hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis telah
mempunyai mekanisme untuk membentuk hukum nasional yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan aspirasi masyarakat, yaitu
berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan ditetapkannya undang-undang
tersebut, proses pembentukan hukum dan peraturan perundang-undangan dapat diwujudkan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar
yang mengikat semua lembaga yang berwenang untuk membuat peraturan perundang-undangan serta meningkatkan koordinasi dan kelancaran
proses pembentukan hukum dan peraturan perundang-undangan. Kedua, penyempurnaan struktur hukum yang lebih efektif terus dilanjutkan.
Perubahan . . .
- 17 -
Perubahan keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membawa perubahan mendasar di bidang kekuasaan
kehakiman dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi yang mempunyai hak menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Komisi Judisial yang akan melakukan pengawasan terhadap sikap tindak dan perilaku hakim. Peningkatan
kemandirian hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman membawa perubahan bagi terselenggaranya
check and balances dalam penyelenggaraan negara dengan beralihnya kewenangan administratif, organisasi, dan keuangan lembaga peradilan
kepada Mahkamah Agung. Peningkatan kemandirian tidak berarti lepas dari kontrol dan pengawasan. Dengan dibentuknya Komisi Judisial yang
komposisi keanggotaannya cukup representatif, pengawasan dan kontrol terhadap kemandirian lembaga peradilan dan pembentukan sistem hukum
nasional dapat dilakukan agar lebih berhasil guna, sehingga penyelenggaraan fungsi negara di bidang hukum dapat dilakukan secara
lebih efektif dan efisien. Ketiga, pelibatan seluruh komponen masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembentukan
sistem hukum nasional yang dicita-citakan.
2. Hingga saat ini, pelaksanaan program pembangunan aparatur negara masih menghadapi berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan negara
dan pemerintahan. Permasalahan tersebut, antara lain masih terjadinya praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN dan
belum terwujudnya harapan masyarakat atas pelayanan yang cepat, murah, manusiawi, dan berkualitas. Upaya yang sungguh-sungguh untuk
memberantas KKN dan meningkatkan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah banyak dilakukan. Walaupun demikian, hasil yang
dicapai belum cukup menggembirakan. Kelembagaan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, masih belum terlihat efektif dalam membantu
pelaksanaan tugas dan sistem manajemen pemerintahan juga belum efisien dalam menghasilkan dan menggunakan sumber-sumber daya. Upaya-
upaya untuk meningkatkan profesionalisme birokrasi masih belum sepenuhnya dapat teratasi mengingat keterbatasan dana pemerintah.
H. Wilayah dan Tata Ruang
1. Tata ruang Indonesia saat ini dalam kondisi krisis. Krisis tata ruang terjadi karena pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah masih sering
dilakukan tanpa mengikuti rencana tata ruang, tidak mempertimbangkan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan, serta tidak memerhatikan
kerentanan wilayah terhadap terjadinya bencana alam. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan
keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas sumber daya alam dan
lingkungan hidup, serta memperbesar risiko timbulnya korban akibat
bencana . . .
- 18 -
bencana alam. Selain itu, sering terjadi konflik pemanfaatan ruang antarsektor, contohnya konflik antara kehutanan dan pertambangan.
Beberapa penyebab utama terjadinya permasalahan tersebut adalah a belum tepatnya kompetensi sumber daya manusia dalam bidang
pengelolaan penataan ruang, b rendahnya kualitas dari rencana tata ruang, c belum diacunya perundangan penataan ruang sebagai payung
kebijakan pemanfaatan ruang bagi semua sektor; dan d lemahnya penerapan hukum berkenaan dengan pemanfaatan ruang dan penegakan
hukum terhadap pelanggaran berkenaan dengan pemanfaatan ruang.
2. Pada umumnya masyarakat yang berada di wilayah-wilayah tertinggal masih mempunyai keterbatasan akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi,
dan politik serta terisolir dari wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu, kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal
memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari pemerintah. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah
tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil, antara lain, 1 terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan
wilayah tertinggal dengan wilayah yang relatif lebih maju; 2 kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar; 3 kebanyakan wilayah-wilayah
tersebut miskin sumber daya, khususnya sumber daya alam dan manusia; 4 belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh
pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah PAD secara langsung; dan 5 belum optimalnya dukungan sektor
terkait untuk pengembangan wilayah-wilayah tersebut.
3. Banyak wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis di luar Pulau Jawa belum dikembangkan secara optimal. Hal itu disebabkan,
antara lain 1 adanya keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan produk unggulan; 2 belum adanya sikap profesionalisme
dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah; 3 belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak
pada petani dan pelaku usaha swasta; 4 belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan
pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah; 5 masih lemahnya koordinasi, sinergi, dan kerja sama diantara pelaku-pelaku
pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga nonpemerintah, dan masyarakat, serta antara pemerintah pusat, provinsi,
dan kabupatenkota, dalam upaya meningkatkan daya saing produk unggulan; 6 masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha skala kecil
terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan
kerja sama investasi; 7 keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk
unggulan daerah; serta 8 belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerja
sama . . .
- 19 -
sama antarwilayah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
4. Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi SDA yang cukup besar serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi
pertahanan dan keamanan negara. Walaupun demikian, pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan
dengan pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut umumnya jauh lebih rendah
dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah
perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi ’inward looking’ sehingga seolah-olah kawasan
perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan negara. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah
prioritas pembangunan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sementara itu, pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama
karena lokasinya sangat terisolasi dan sulit dijangkau, diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya serta
belum banyak tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah.
5. Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan saat ini masih sangat terpusat di pulau Jawa-Bali, sedangkan pertumbuhan kota-kota menengah
dan kecil, terutama di luar Jawa, berjalan lambat dan tertinggal. Pertumbuhan perkotaan yang tidak seimbang ini ditambah dengan adanya
kesenjangan pembangunan antarwilayah menimbulkan urbanisasi yang tidak terkendali. Secara fisik, hal itu ditunjukkan oleh 1 meluasnya
wilayah perkotaan karena pesatnya perkembangan dan meluasnya kawasan pinggiran fringe-area terutama di kota-kota besar dan metropolitan; 2
meluasnya perkembangan fisik perkotaan di kawasan ‘sub-urban’ yang telah ‘mengintegrasi’ kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota inti dan
membentuk konurbasi yang tak terkendali; 3 meningkatnya jumlah desa- kota; dan 4 terjadinya reklasifikasi perubahan daerah rural menjadi
daerah urban, terutama di Jawa. Kecenderungan perkembangan semacam itu berdampak negatif terhadap perkembangan kota-kota besar dan
metropolitan itu sendiri maupun kota-kota menengah dan kecil di wilayah lain.
6. Dampak negatif yang ditimbulkan di kota-kota besar dan metropolitan, antara lain, adalah 1 terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap
sumber daya alam di sekitar kota-kota besar dan metropolitan untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi; 2 terjadinya
secara terus menerus konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan permukiman, perdagangan, dan industri; 3 menurunnya kualitas
lingkungan fisik kawasan perkotaan akibat terjadinya perusakan lingkungan dan timbulnya polusi; 4 menurunnya kualitas hidup
masyarakat . . .
- 20 -
masyarakat di perkotaan karena permasalahan sosial-ekonomi, serta penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan; serta 5 tidak
mandiri dan terarahnya pembangunan kota-kota baru sehingga justru menjadi tambahan beban bagi kota inti. Dampak negatif lain yang
ditimbulkan terhadap kota-kota di wilayah lain, yaitu 1 tidak meratanya penyebaran penduduk perkotaan dan terjadinya ‘konsentrasi’ penduduk
kota di Pulau Jawa, khususnya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi Jabodetabek, 20 persen dari total jumlah penduduk perkotaan
Indonesia tinggal di sana; 2 tidak optimalnya fungsi ekonomi perkotaan, terutama di kota-kota menengah dan kecil, dalam menarik investasi dan
tempat penciptaan lapangan pekerjaan; dan 3 tidak optimalnya peranan kota dalam memfasilitasi pengembangan wilayah.
7. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Hal
itu merupakan konsekuensi dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, baik investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah,
sehingga infrastruktur dan kelembagaan cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain itu, kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih
banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi yang dikembangkan di wilayah perdesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat
mendorong perkembangan perdesaan justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan perdesaan.
I. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 1. Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran ganda, yaitu
sebagai modal pembangunan dan, sekaligus, sebagai penopang sistem kehidupan. Adapun jasa-jasa lingkungan meliputi keanekaragaman hayati,
penyerapan karbon, pengaturan air secara alamiah, keindahan alam, dan udara bersih merupakan penopang kehidupan manusia. Hasil
pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup telah mampu menyumbang 24,8 persen terhadap produk domestik bruto PDB dan 48
persen terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun, pengelolaan sumber daya alam tersebut masih belum berkelanjutan dan masih mengabaikan
kelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga daya dukung lingkungan menurun dan ketersediaan sumber daya alam menipis. Menurunnya daya
dukung dan ketersediaan sumber daya alam juga terjadi karena kemampuan iptek yang rendah sehingga tidak mampu mengimbangi laju
pertumbuhan penduduk.
2. Kondisi sumber daya hutan saat ini sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan akibat meningkatnya praktik pembalakan liar illegal
logging dan penyelundupan kayu, meluasnya kebakaran hutan dan lahan, meningkatnya tuntutan atas lahan dan sumber daya hutan yang tidak pada
tempatnya, meluasnya perambahan dan konversi hutan alam, serta
meningkatnya . . .
- 21 -
meningkatnya penambangan resmi maupun tanpa izin. Tahun 2004, kerusakan hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai 59,2 juta hektar
dengan laju deforestasi setiap tahun mencapai 1,6-2 juta hektar.
3. Sumber daya kelautan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini karena beberapa hal, antara lain, 1 belum adanya penataan batas maritim; 2
adanya konflik dalam pemanfaatan ruang di laut; 3 belum adanya jaminan keamanan dan keselamatan di laut; 4 adanya otonomi daerah
menyebabkan belum ada pemahaman yang sama terhadap pengelolaan sumber daya kelautan; 5 adanya keterbatasan kemampuan sumber daya
manusia dalam mengelola sumber daya kelautan; dan 6 belum adanya dukungan riset dan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan.
4. Pencemaran air, udara, dan tanah juga masih belum tertangani secara tepat karena semakin pesatnya aktivitas pembangunan yang kurang
memerhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Keberadaan masyarakat adat yang sangat bergantung pada sumber daya alam dan
memiliki kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam juga belum diakui. Kearifan lokal sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan
sumber daya alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
5. Desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah juga telah mengakibatkan meningkatnya konflik pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya alam, baik antarwilayah, antara pusat dan daerah, serta antarpenggunaan. Untuk itu, kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 20
tahun mendatang agar Indonesia tidak mengalami krisis sumber daya alam, khususnya krisis air, krisis pangan, dan krisis energi.
II.2 TANTANGAN A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama